• Tidak ada hasil yang ditemukan

BADAN PERIJINAN DAN PENANAMAN MODAL DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BADAN PERIJINAN DAN PENANAMAN MODAL DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BADAN PERIJINAN DAN PENANAMAN MODAL DAERAH

PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

(2)

DAFTAR ISI

BAGIAN 1 PENDAHULUAN ... ………3 1.1 Latar Belakang ... 3 1.2 Tujuan... 4 1.3 Lingkup Materi... 4 1.4 Lingkup Wilayah ... 5

BAGIAN 2 TINJAUAN KEBIJAKAN ... 6

2.1 Kebijakan Pengembangan Industri CPO Berdasarkan Masterplan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) ... 6

2.2 Kebijakan Pengembangan Industri CPO Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2011-2031 ... 7

2.3 Kebijakan Pengembangan Industri CPO Berdasarkan Rencana Tata Ruang KIPI Maloy, Provinsi Kalimantan Timur ... 8

2.4 Kebijakan Pengembangan Industri CPO Berdasarkan RTRW Kabupaten Kutai Timur Tahun 2012-2032 ... 9

2.5 Kebijakan Pengembangan Industri CPO Berdasarkan Review Masterplan Kawasan Industri Maloy... 9

2.6 Kebijakan Pengembangan Industri CPO Berdasarkan Maloy Trans Kalimantan Economic Zone (MTKEZ) ... 10

2.7 Kebijakan Operasionalisasi Investasi Industri Hilirisasi Kelapa Sawit 11 BAGIAN 3 GAMBARAN UMUM POTENSI DAN SUMBERDAYA PENDUKUNG ... 12

3.1 Identifikasi Ketersediaan Bahan Baku ... 12

3.1.1 Kelapa Sawit di Provinsi Kalimantan Timur ... 12

3.1.2 Keberadaan Pabrik Kelapa Sawit ... 13

3.2 Kesiapan Infrastruktur ... 15

3.2.1 Transportasi ... 16

3.2.2 Sumber Daya Air dan Jaringan Energi/Kelistrikan ... 17

3.2.3 Jaringan Energi/Kelistrikan ... 19

BAGIAN 4 ANALISIS PRA KELAYAKAN ... 20

4.1 Tinjauan Kesesuaian Lokasi... 20

4.1.1 Kesesuaian Lokasi Berdasarkan Tata Ruang ... 20

(3)

1

BAGIAN 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Pada tahun 2012 terdapat sekitar 9,1 juta hektar perkebunan kelapa sawit milik petani rakyat, BUMN, dan swasta yang menghasilkan sekitar 29,5 juta ton minyak kelapa sawit CPO (Crude Palm Oil) dan CPKO (Crude Palm Kernel Oil) yang meghasilkan devisa sekitar US$ 19,65 miliar atau sekitar 200 triliun rupiah. Dengan jumlah produksi tersebut, Indonesia menjadi podusen minyak sawit terbesar dan menguasai 48% pangsa pasar dunia. Nilai strategis industri pengolahan kelapa sawit terletak pada penciptaan nilai tambah produk hilir kelapa sawit menjadi produk pangan (oleofood), non pangan (oleochemical), hingga sumber energi terbarukan (biofuel).

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 28 tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional maka industri pengolahan kelapa sawit merupakan salah satu prioritas untuk dikembangkan dan mempunyai nilai tambah yang lebih tinggi, seperti industri oleofood, oleochemical, energi terbarukan dan bahan baku industri farmasi. Potensi penyediaan bahan baku industri hilir kelapa sawit Indonesia menurut Rencana Strategis Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian tahun 2012 maka tahun 2015 dari areal luas tanam sebesar 9,112 juta hektar terdapat areal luas tanam yang menghasilkan komersial sebesar 7,198 juta hektar dan menghasilkan produksi CPO sebanyak 31,5 juta ton.

Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 2010 tentang Percepatan Program Prioritas Pembangunan Nasional termasuk Pengembangan Klaster Industri Hilir Kelapa Sawit, mengamanatkan pembangunan klaster industri hilir kelapa sawit di 3 (tiga) provinsi, yaitu kawasan industri Sei Mangkei di Provinsi Sumatera Utara, kawasan industri Dumai dan Kuala Enok di Provinsi Riau, dan kawasan industri Maloy di Provinsi Kalimantan Timur. Ketiga lokasi tersebut akan menjadi satelit industri hilir kelapa sawit berskala modern internasional sekaligus sebagai pusat bangkitan perekonomian berbasis sektor produktif industri nasional.

Kawasan Industri Maloy direncanakan sebagai kawasan industri berbasis oleochemical dengan skala internasional yang akan difokuskan untuk mengolah hasil pertanian kelapa sawit berupa

Crude Palm Oil (CPO) beserta dengan industri olahan dan turunannya, seperti minyak goreng, biodiesel, kosmetik, dan lain-lain. KIPI Maloy diarahkan untuk menampung kegiatan industri, ekspor dan impor serta kegiatan lainnya yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Seiring dengan proses pembangunan KIPI Maloy, hingga pada tahun anggaran 2011 telah dilakukan penyusunan Feasibility Study, Masterplan, Bussiness Plan, DED Pelabuhan, Studi AMDAL Kawasan Industri, dan KLHS Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional Maloy.

Selanjutnya, dengan mengacu kebijakan pemerintah tentang ekspor CPO, maka dalam perencanaan KIPI Maloy diskenariokan sebesar 30 % produk CPO dijual dalam pasar ekspor dan 70 % produk CPO (sekitar 5.800.000 Mton/tahun) akan digunakan sebagai bahan baku produk hilir di kawasan Maloy. Jika potensi bahan baku CPO hanya berasal dari propinsi

(4)

2 Kalimantan Timur, maka jumlah bahan baku CPO untuk KIPI Maloy sebesar 2.940.000 Mton/tahun.

Kawasan Industri Maloy ini dirancang sebagai industri hilir dari CPO yang diharapkan mampu mengolah produk CPO dari wilayah Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Sulawesi. Jenis Industri yang berpotensi dikembangkan adalah industri hilir berbasis CPO atau kelapa sawit, antara lain:

a. Industri berbasis makanan - Minyak goreng

- Margarin dan shortening - Minyak sawit merah - Palmega

- Palm Frying Shortening - Palm Ghee atau Vanaspati - Beta karoten

b. Industri biodiesel

c. Industri Oleokimia Dasar - Industri fatty acid - Fatty alkohol

- Industri purified glyserin d. Industri Produk Perawatan

- Industri surfaktan - Deterjen

- Industri sabun - Kosmetika

e. Industri Berbasis Produk Samping Pabrik Kelapa Sawit - Industri briket arang

- Industri makanan ternak - Industri kompos

- Industri karbon aktif - Industri particle board

1.2

Tujuan

Tujuan dari studi ini adalah untuk melakukan kajian teknis dan ekonomis serta menilai kelayakan pembangunan industri hilirisasi CPO di KIPI Maloy dalam usaha pemenuhan kebutuhan hilirisasi CPO di Provinsi Kalimantan Timur khususnya dan kebutuhan hilirisasi CPO nasional umumnya serta untuk kebutuhan ekspor.

1.3

Lingkup Materi

Studi pra kelayakan pembangunan industri hilirisasi CPO di KIPI Maloy Provinsi Kalimantan Timur ini menitikberatkan pada kajian kelayakan pembangunan industri hilirisasi CPO ditinjau

(5)

3 dari aspek kelembagaan, tata ruang, site plan, sumberdaya alam, lingkungan hidup, sosial, ekonomi,dan investasi.

1.4

Lingkup Wilayah

Kawasan yang akan dilakukan penilaian kelayakan pembangunan industri hilirisasi CPO adalah di KIPI Maloy, Kabupaten Kutai Timur sesuai dengan hasil Review Master Plan KIPI Maloy I.

(6)

4

BAGIAN 2

TINJAUAN KEBIJAKAN

2.1

Kebijakan Pengembangan Industri CPO Berdasarkan Masterplan Percepatan

Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)

Dalam dokumen MP3EI, dengan memperhitungkan berbagai potensi dan peran strategis masing-masing pulau besar (sesuai dengan letak dan kedudukan geografis masing-masing-masing-masing pulau), telah ditetapkan 6 (enam) koridor ekonomi di Indonesia, salah satunya yaitu Koridor Ekonomi Kalimantan. Koridor Ekonomi Kalimantan atau dikenal sebagai Koridor Ekonomi 3 (tiga) memiliki 6 kegiatan ekonomi utama, yaitu kelapa sawit, perkayuan, migas, besi baja, bauksit, dan batubara dengan infrastruktur pendukung utama Pelabuhan Maloy, Trans Kalimantan, dan Bandara Sepinggan Balikpapan. Koridor Kalimantan dalam peningkatan dan percepatan ekonominya diarahkan sebagai “Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Tambang dan Lumbung Energi Nasional”.

Sumber: Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia, 2011 Gambar 2.1 Peta Koridor Ekonomi Kalimantan

Berdasarkan rencana percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi pada Koridor Ekonomi Kalimantan, terdapat 4 (empat) simpul ekonomi utama yang dikembangkan pada koridor wilayah Kalimantan Timur, yaitu simpul batubara, simpul kegiatan migas, simpul kelapa sawit, dan simpul perkayuan.

Kawasan Industri Maloy, memiliki pelabuhan internasional yang berada di Kabupaten Kutai Timur dalam Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) 2. Pengembangan kapasitas pelabuhan Maloy bernilai investasi sebesar Rp. 4.800 Miliar yang berasal dari APBN. Pengembangan kapasitas pelabuhan

(7)

5 Maloy sangat mendukung rencana pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus Maloy yang berbasis industri oleochemical.

Sumber: Masterplan KIPI Maloy

Gambar 2.2 Kalimantan Timur dalam Koridor MP3EI

2.2

Kebijakan Pengembangan Industri CPO Berdasarkan Rencana Tata Ruang

Wilayah Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2011-2031

Dalam penataan ruang, Provinsi Kalimantan Timur memiliki tujuan penataan ruang provinsi yaitu:

“Terwujudnya penataan ruang yang mendukung Provinsi Kalimantan Timur sebagai pusat agroindustri dan energi terkemuka menuju masyarakat adil, makmur dengan tetap mempertimbangkan keberlanjutan dan daya dukung lingkungan”

Adapun terkait industri hilirisasi CPO di KIPI Maloy, maka salah satu kebijakan yang menggambarkan pencapaian tujuan diatas yaitu dengan adanya kebijakan, “Pengembangan sektor uggulan untuk mengantisipasi sumber daya migas dan tambang yang tidak dapat diperbaharui melalui pengembangan sektor pertanian yang dapat diperbaharui dan sebagai bagian upaya meningkatkan ketahanan pangan nasional dan wilayah”

Kawasan Industri dan Pelabuhan Maloy merupakan kawasan strategis yang ditetapkan di di tingkat Provinsi, yakni Provinsi Kalimantan Timur. Kawasan Industri dan Pelabuhan Maloy diprioritaskan untuk mengakomodasi kecenderungan meningkatkan transaksi global. Kawasan ini dikembangkan dengan tujuan utama meningkatkan ekspor komoditas dan produksi utama serta mempermudah impor bahan baku untuk proses produksi di tanah air.

Kawasan ini perlu didukung oleh Zona Pengolahan Ekspor, Zona Logistik, Zona Industri, Zona Pengembangan Teknologi, dan zona ekonomi lainnya seperti zona perdagangan dan zona pelayanan. Zona industri yang terintegrasi dengan kawasan ini terutama industri yang bersifat pengembangan industri dasar dan manufaktur, terutama yang berorientasi pada sumber daya lokal. Potensi industri ini dikembangkan dengan melihat potensi ekonomi unggulan lokal (sektor kunci di

(8)

6 masing-masing kabupaten/kota), keterkaitan antar industri dan input/output antar sektor; merupakan industri yang berorientasi menggunakan sumber daya dan material teknis secara lokal dan mengembangkan keterkaitan antar pusat industri dengan dukungan infrastruktur wilayah; terutama yang tersebar di Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Barat dan Kabupaten Berau serta Kota Bontang. Selain itu, untuk mendukung ekonomi lokal, perlu disediakan zona usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di kawasan industri dan pelabuhan Maloy untuk mendorong linkage mereka dalam proses industri.

2.3

Kebijakan Pengembangan Industri CPO Berdasarkan Rencana Tata Ruang KIPI

Maloy, Provinsi Kalimantan Timur

Dalam rangka meningkatkan ikIim investasi yang sehat dan peningkatan daya saing ekspor, pembangunan sektor industri manufaktur difokuskan pada pengembangan sejumlah sub-sektor yang memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif yang telah ditetapkan melalui Perpres No. 7 Tahun 2004 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2004-2009 dan Perpres No 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2010-2014. Pembangunan industri perlu lebih banyak ditekankan pada pengembangan (widening) dan pendalaman

(deepening). Serta memenuhi kriteria diantaranya: (i) menyerap banyak tenaga kerja;

(ii) memenuhi kebutuhan dasar dalam negeri (seperti makanan-minuman dan obat-obatan);

(iii) mengolah hasil pertanian dalam arti luas (termasuk perikanan) dan sumber-sumber daya alam lain dalam negeri; dan

(iv) memiliki potensi pengembangan ekspor.

Melihat dari keempat kriteria di atas, aturan – aturan terkait berkenaan dengan keberadaan klaster industri dan studi – studi sebelumnya serta tetap memperhatikan keunggulan komparatif dan kompetitif sebagai sebuah KEK, maka prioritas yang perlu dikembangkan adalah Industri pengolahan Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Karnel Oli (PKO) beserta seluruh turunannya. Diantara turunan yang menjadi pangsa pasar dunia dan sangat diminati karena dapat menghasilkan bahan makanan, obat-obatan, kosmetik dan lainnya adalah : Glyserine, Fatty Alcohols dan Fatty Acids.

Visi KIPI Maloy yaitu “Pusat pelayanan kegiatan industri oleochemical yang professional dan berwawasan lingkungan”. Adapun dengan visi tersebut maka misi yang akan dicapai adalah sebagai berikut:

1. Penyedian sarana dan prasarana kawasan industri yang aman dan nyaman. 2. Menjadikan kawasan industry dan partner memiliki daya saing.

(9)

7

2.4

Kebijakan Pengembangan Industri CPO Berdasarkan RTRW Kabupaten Kutai

Timur Tahun 2012-2032

Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Kutai Timur bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah Kabupaten Kutai Timur yang berkualitas, serasi dan optimal sesuai dengan kebijaksanaan pembangunan kabupaten dalam rangka menuju Kutai Timur Mandiri bertumpu pada pembangunan agribisnis yang mempertimbangkan kebutuhan pembangunan dan kemampuan daya dukung lingkungan, melalui pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam dan sumberdaya buatan dalam rangka mencapai keseimbangan pembangunan antar sektor dan antar kawasan yang berkelanjutan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Adapun kebijakan penataan ruang wilayah Kabupaten Kutai Timur terkait pengembangan industri hilirasasi CPO adalah sebagai berikut:

1.

pemanfaatan sumber daya yang dimiliki secara bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan pembangunan wilayah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat Kutai Timur;

2.

pemanfaatan potensi-potensi agribisnis secara optimal sebagai salah satu sektor utama pembangunan Wilayah dalam rangka peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakat Kutai Timur;

3.

pengembangan prasarana wilayah yang ditujukan untuk peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, dan sumber daya air yang terpadu dan merata di seluruh wilayah;

4.

pengembangan pola ruang wilayah yang optimal yang mendukung terciptanya kemandirian wilayah disertai upaya terciptanya pemanfaatan lahan yang berwawasan lingkungan.

2.5

Kebijakan Pengembangan Industri CPO Berdasarkan Review Masterplan

Kawasan Industri Maloy

Kawasan industri dan Pelabuhan Internasional (KIPI) Maloy dirancang sebagai kawasan industri hilir dari CPO yang diharapkan mampu mengolah produk CPO dari wilayah Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah.

Tujuan dan sasaran pengembangan kawasan Industri KIPI Maloy ini yaitu Terwujudnya Kawasan Industri Hilir Kelapa Sawit (IHKS) yang didukung Pelabuhan Internasional.

Dari tujuan pengembangan kawasan tersebut, sasaran yang dapat menjadi arahan pengembangan kawasan Industri KIPI Maloy adalah sebagai berikut:

1. Terciptanya kawasan industri yang berwawasan lingkungan dan berdaya saing tinggi. 2. Mengembangkan kawasan dengan menyediakan fasilitas pendukung dan dapat

memberikan peningkatan perekonomian pada wilayah sekitar.

3. Mengutamakan pengembangan kebutuhan sarana dan prasarana dasar serta menghilangkan kesan kumuh kawasan untuk menciptakan rasa nyaman.

(10)

8

2.6

Kebijakan Pengembangan Industri CPO Berdasarkan Maloy Trans Kalimantan

Economic Zone (MTKEZ)

Terkait kebijakan industri hilirisasi CPO, rencana MTKEZ diarahkan untuk mensinergikan 3 (tiga) basis klaster industri, yaitu industri oleochemical, industri kima, serta industri berbasis batubara. Diharapkan di masa datang KEK MTKEZ dapat menjadi Kawasan Ekonomi Khusus terbesar di Benua Asia dan mampu menyaingi IFEZ (Incheon Free Economic Zone) di Korea Selatan, baik dari segi kewilayahan, investasi, maupun aspek bisnis.

MTKEZ direncanakan berlokasi di Kabupaten Kutai Timur, yaitu meliputi Kecamatan Sangkulirang, Kecamatan Kaliorang, dan Kecamatan Bengalon (Lubuk Tutung) dengan luas wilayah sebesar 32.800 Ha.

Sumber: Zoning Regulation Kawasan Industri Pelabuhan Internasional Maloy, 2014

Gambar 2.3 Wilayah Maloy Trans Kalimantan Economic Zone

Pada kawasan tersebut direncanakan pengembangan 3 (tiga) kawasan industri utama, yaitu: a. Industri oleochemical seluas 5.305 Ha, terdiri atas:

- KIPI Maloy I seluas 1000 Ha di Kecamatan Kaliorang, dan

- KIPI Maloy II seluas 4.305 Ha di Kecamatan Sangkulirang b. Industri mineral seluas 21.195 Ha; serta

c. Industri kimia seluas 1.000 Ha

2.7

Kebijakan Operasionalisasi Investasi Industri Hilirisasi Kelapa Sawit

Dalam rangka memacu dan meningkatkan investasi yang ada di KIPI Maloy, pemerintah mengeluarkan kebijakan berupa pemberian insentif investasi, restrukturisasi bea keluar CPO dan Produk Turunannya, serta promosi investasi dan antinegative campaign (Menteri Perindustrian).

1. Pemberian Insentif Investasi

(11)

9

untuk Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu

sesuai (PP 1 tahun 2007

jo

PP 62 tahun 2008

jo

PP 52 tahun 2011)

b.

Tax Holiday

sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.011/2011 tentang Pemberian Fasilitas pembebasan Pajak Penghasilan Badan

c. Pembebasan bea masuk atas Impor Mesin serta Barang dan Bahan untuk Pembangunan atau Pengembangan Industri dalam rangka Penanaman Modal (PMK 76 tahun 2012)

2. Restrukturisasi Bea Keluar CPO dan Produk Turunannya (PMK 75 Tahun 2012)

Restrukturisasi ini diperlukan untuk menjamin ketersediaan bahan baku minyak sawit bagi industry domestic, mengamankan pasokan serta harga minyak goreng di dalam negeri, dan mendukung program nasional hilirisasi industri kelapa sawit.

Prinsip Restrukturisasi:

a. BK dikenakan setelah produsen CPO memperoleh keuntungan, (Batas bawah dikenakan BK CPO adalah pada saat harga CPO lebih besar dari US$ 750/ton, sementara biaya produksi CPO sekitar US$ 500/ton)

b. Tarif BK produk Hilir lebih rendah daripada produk hulu, sehingga akan mendorong tumbuhnya industri turunan MSM yang lebih hilir di dalam negeri

c. Tarif BK Minyak Goreng cukup rendah, dengan Tarif Bea Keluar Min

3. Pengembangan kawasan Industri (Sei Mangkei, Dumai, Maloy), dan Kalbar Kalteng Papua serta Pembangunan Pusat Inovasi Teknologi Industri Perkelapasawitan

(12)

10

BAGIAN 3

GAMBARAN UMUM POTENSI DAN

SUMBERDAYA PENDUKUNG

3.1

Identifikasi Ketersediaan Bahan Baku

3.1.1 Kelapa Sawit di Provinsi Kalimantan Timur

Dalam mendukung KIPI Maloy sebagai Kawasan Industri berbasis CPO tentunya perlu didukung bahan baku yang potensial yakni kelapa sawit.

Buah kelapa sawit yang dipanen dari perkebunan sering disebut sebagai tandan buah segar (TBS). Bagian yang paling populer untuk diolah dari kelapa sawit adalah buah. Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) yang diolah menjadi bahan baku minyak goreng dan berbagai jenis turunannya. Kelebihan minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan memiliki kandungan karoten tinggi. Minyak sawit juga diolah menjadi bahan baku margarin. Minyak inti sawit (Palm Kernel Oil/PKO ) yang berasal dari biji sawit menjadi bahan baku minyak alkohol, industri kosmetika, dan lain-lain. Ampasnya dimanfaatkan untuk makanan ternak. Ampas yang disebut bungkil inti sawit itu digunakan sebagai salah satu bahan pembuatan makanan ayam. Tempurung atau cangkang digunakan sebagai bahan bakar dan arang.

S Appalasami menyebutkan bahwa setiap 1 ton tandan buah segar (TBS) akan menghasilkan 200 kg CPO dan 40 kg bijih sawit yang jika diolah akan menghasilkan 20 kg PKO. Setiap hektar perkebunan kelapasawit akang menghasilkan 20 – 24 ton/tahun TBS yang akan menghasilkan 4 – 5 ton CPO dan 400 – 500 kg PKO dalam satu tahun.

Perkembangan industri hilir kelapa sawit di Indonesia adalah selaras dengan pertumbuhan areal perkebunan dan produksi kelapa sawit sebagai sumber bahan baku. Perkebunan kelapa sawit menghasilkan buah kelapa sawit/tandan buah segar (hulu) kemudian diolah menjadi minyak sawit mentah (hilir perkebunan sawit dan hulu bagi industri yang berbasiskan minyak sawit mentah). Disamping menghasilkan produk CPO, pengolahan tandan buah segar (TBS) juga menghasilkan produk Palm Kernel Oil (PKO). Produksi PKO meningkat seiring dengan meningkatnya produk CPO, yakni sekitar 10% dari CPO yang dihasilkan (Permen RI No 13/M-IND/PER/2010).

Industri CPO di Maloy,Kalimantan Timur membutuhkan banyak kelapa sawit yang merupakan bahan utama dalam industry ini. Areal perkebunan di Kalimantan Timur secara keseluruhan pada tahun 2013 adalah 1.102.632 ha dengan produksi 6.989.209 ton. Wilayah terbesar dari luas perkebunan ditanami kelapa sawit. Produksi kelapa sawit mencapai 6.901.602 ton dari luas tanaman 944.826 ha (Kalimantan Timur dalam Angka 2014).

(13)

11 Dari tahun ke tahun luas perkebunan kelapa sawit selalu meningkat, sejalan dengan program gubernur dalam upaya meluncurkan program "satu juta hektar kelapa sawit" sehingga area pabrik akan meningkat dari tahun ke tahun (Kalimantan Timur dalam Angka 2014).

Tabel 3.1 Luas Tanaman (Ha) dan Produksi Kelapa Sawit (Ton) Tahun 2008-2015 di Provinsi Kalimantan Timur

Tahun Luas (Ha) Produksi (Ton)

2008 409.564 1.644.311 2009 530.554 2.298.186 2010 663.533 3.054.707 2011 827.347 4.471.546 2012 961.802 5.734.464 2013 1.000.000 6.901.602 2014*) 1.118.087 7.953.060 2015*) 1.236.174 9.004.518

Sumber: Kalimantan Timur dalam Angka

*) Hasil Proyeksi dari Basis Data Kalimantan Timur Dalam Angka

3.1.2 Keberadaan Pabrik Kelapa Sawit

Dalam melahirkan industri hilirisasi CPO, yang mana menghasilkan industri turunan seperti asam lemak, fatty acid, minyak goreng, dan lain tentunya membutuhkan input berupa CPO yang sudah dikelola oleh pabrik-pabrik kelapa sawit yang berada di sekitar perkebunan besar kelapa sawit. Keberadaan pabrik minyak sawit di Provinsi Kalimantan Timur hingga tahun 2015, sudah ada 57 perusahaan dengan beraneka ragam kapasitas dan produksinya. Adapun pada Kabupaten Kutai Timur sebagai lokasi keberadaan KIPI Maloy, sudah terdapat 19 pabrik kelapa sawit dari 271 perusahaan perkebunan besar swasta. Keberadaan pabrik minyak sawit umumnya berlokasi disekitaran perkebunan, sehingga pabrik dapat mengolah bahan baku menjadi lebih mudah, hal tersebut terkait transportasi dari perkebunan ke pabrik. Pada Kabupaten Kutai Timur tidak semua perusahaan perkebunan besar swasta memiliki pabrik pengolahan minyak sawit yang nantinya akan menghasilkan CPO.

(14)

12

Gambar 3.1 Peta Sebaran Perkebunan Swasta Tahun 2014 di Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur

(15)

13

Tabel 3.2 Lokasi dan Kapasitas Pabrik Minyak Sawit di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2015

(16)

14

Tabel 3.3 Perkiraan Jarak Pabrik Kelapa Sawit di Kabupaten Kutai Timur Ke KIPI Maloy

No Nama Perusahaan Lokasi Pabrik Jarak Ke

Maloy Kapasitas (Produksi CPO)

1 PT.Fairco Agro Mandiri Kecamatan Kaliorang ± 11 Km 13.200

2 PT.Indonesia Plantation

Energy Kecamatan Sangkulirang ± 25 Km 39.600

3 PT.Sawit Prima Nusantara Kecamatan Kaubun ± 52 km 29.700

4 PT.Bima Palma Nugraha Kecamatan Bengalon ± 91 Km 39.600

5 PT.Anugerah Energitama Kecamatan Bengalon ± 91 Km 39.600

6 PT.Etam Bersama Lestari Kecamatan Sangkulirang ± 100 km 19.800

7 PT.Gunta Samba Kecamatan Karangan ±126 km 29.700

8 PT.Multi Pacific International Kecamatan Karangan ±126 km 29.700

9 PT.Telen (Pengadaan Baay) Kecamatan Karangan ±126 km 29.700

10 PT.Gunta Samba Jaya Kecamatan Kongbeng ±135 km 39.600

11 PT.Sinergi Agro Industri Kecamatan Sangkulirang ± 150 km Produksi Tdk diketahui

12 PT.Bima Agri Sawit Kecamatan Sangkulirang ± 150 km Produksi Tdk diketahui

13 PT.Telen Prima Sawit Kecamatan

Muara.Bengkal ± 233 km 39.600

14 PT.Kemilau Indah Nusantara Kab.Kutim ± 250 Km 29.700

15 PT.Sawit Sukses Sejahtera Kecamatan Muara

Ancalong ± 250 Km 39.600

16 PT.Tapian Nadengan Kecamatan Muara Wahau ±333 km 26.400

17 PT.Swakarsa Sinar Sentosa Kecamatan Muara Wahau ±333 km 59.400

18 PT.Dewata Inti Sawit

Nugraha Kecamatan Muara Wahau ±333 km 39.600

19 PT.Karya Nusa Ekadaya Kecamatan Muara Wahau ±333 km 29.700

Sumber: Hasil Analis 2015

3.2

Kesiapan Infrastruktur

Dalam upaya mendukung investasi pembangunan industri hilirisasi CPO di KIPI Maloy, tentunya banyak hal yang dipertimbangkan selain bahan baku, yaitu keberadaan infrastruktur sebagai

(17)

15 pendukung mobilitas dari alur industry itu sendiri. Adapun infrastruktur tersebut yakni sebagai berikut.

3.2.1 Transportasi

3.2.1.1 Transportasi Darat

Rencana Sistem transportasi darat dan sarana prasarananya Kabupaten Kutai Timur yang mengakses dan mempengaruhi sirkulasi ke KIPI Maloy yaitu :

1. Jaringan jalan kolektor primer nasional, yaitu :ruas jalan Sp. 3 Sangkulirang – Pelabuhan Maloy; 2. Jaringan jalan kolektor primer kabupaten, yaitu : ruas jalan Sp. 4 Kaliorang – Sangkulirang; ruas

jalan Sp. 4 Kaliorang – Maloy;

3. Jaringan jalan lokal primer, yaitu seluruh jalan 4. Terminal angkutan barang dan penumpang, yaitu :

a. Terminal tipe B; Sangatta dan Sangkulirang b. Terminal tipe C; seluruh ibukota kecamatan

c. Terminal barang; Kaliorang (sebagai dukungan untuk Pelabuhan Maloy)

5. Jaringan layanan angkutan lalulintas umum , yaitu : Sangatta – Sangkulirang; Sangkulirang – Kaliorang;

Pada KIPI Maloy sebagai pusat investasi pembangunan industri hilirisasi CPO, tentunya membutuhkan infrastruktur pendukung. Adapun infrastruktur jalur darat yang sedang dikembangkan pada KIPI Maloy adalah sebagai berikut:

Tabel 3.4 Infrastruktur Darat Sebagai Infrastruktur Pendukung KIPI Maloy

No Jenis Infrastruktur Darat

1 Pembangunan Jalan Akses menuju Kawasan

Industri Maloy (12km)

2 Pembangunan Rel Kereta Api Ma.

Wahau – Lb.Tutung (115km) Tabang – Lb.Tutung (185km)

3 Pembangunan Jembatan Manor Bulatn

Sumber: MP3EI Kalimantan Timur

Pembangunan Jembatan Tulur Aji Jelangkat (Manor Bulatan) merupakan jembatan untuk membuka akses Kutai Barat – Kutai Kartanegara – Kutai Timur, jembatan ini dibangun untuk mendukung kelancaran distribusi orang dan barang ke Kawasan Industri Maloy dari arah Barat. Pada pelaksanaannya telah dibangun jalan akses menuju jembatan Tulur Aji Jejangkat.

(18)

16

3.2.1.2 Transportasi Laut

Berdasarkan peta jalur pelayaran internasional, KIPI Maloy sebagai kawasan pengembangan industri terpadu dilengkapi dengan Pelabuhan Internasional Maloy, direncanakan ke depan sebagai pusat distribusi barang ekspor dan impor produksi industri.

Berdasarkan RTRW Kabupaten Kutai Timur tahun 2012 – 2032, rencana pengembangan sistem transportasi laut yaitu :

1. Pelabuhan pengumpul, yaitu Pelabuhan Maloy

2. Pelabuhan pengumpan, yaitu Pelabuhan Sangatta dan Pelabuhan Sangkulirang

3. Terminal khusus, yaitu 12 pelabuhan khusus yang merupakan pelabuhan khusus batubara dan pelabuhan khusus pertamina

4. Alur pelayaran, terdiri dari:

a. Sangatta – Barru – Majene (Sulawesi Selatan) PP; b. Sangatta – Tanjung Redeb PP;

c. Sangatta – Pare-pare (Sulawesi Selatan) PP; d. Sangatta – Samarinda – Balikpapan PP; dan

e. Sangatta – Tanjung Redeb – Makassar (Sulawesi Selatan) PP.

Berdasarkan kajian Pematapan Materi Teknis dan Penyiapan Raperda RTR 4 Kawasan Strategis Kawasan Industri Maloy, DPU Provinsi Kalimantan Timur, 2012 bahwa disebutkan :

1.Pelabuhan kargo dan tangki timbun sebagai pelabuhan khusus skala pelayaran internasional 2.Pelabuhan maloy sebagai pelabuhan umum skala pelayaran internasional

3.Pelabuhan batubara pelabuhan khusus skala pelayaran intenasional

4.Pelabuhan kawasan industry sebagai pelabuhan umum skala pelayaran regional

5. Pelabuhan Maloy diarahkan sebagai pelabuhan barang dengan lingkup pelayanan internasional dan regional. Pelabuhan Maloy merupakan pintu gerbang distribusi dan koleksi seluruh hasil industri dan pertanian yang dihasilkan oleh Kabupaten Kutai Timur. Pelabuhan Sangkulirang dan Pelabuhan Sangatta direncanakan untuk dapat melayani angkutan penumpang umum yang melayani rute-rute nasional dan terintegrasi dengan alur pelayaran nasional yang dikelola oleh PT. PELNI.

3.2.2 Sumber Daya Air dan Jaringan Energi/Kelistrikan 3.2.2.1 Sumber Daya Air

Pembangunan industri hilirisasi CPO tentunya membutuhkan sumber air terkait pemenuhan pasokan air terhadap Kawasan Industri. Kawasan industri didalam berbagai aktivitasnya membutuhkan air bersih dalam jumlah yang relatif cukup besar. Sumber air yang potensial dijadikan sebagai sumber air bagi KIPI Maloy adalah Sumber Air Sekerat dan Sungai Kaliorang.

(19)

17 Lokasi Sumber Air berada di Desa Sekerat Kecamatan Bengalon, sumber air ini terletak di pesisir pantai sekerat di desa sekerat, sumber air ini merupakan artesis dengan estimasi debit aquifer berkisar antara 1 – 1,5 m3/detik. Berdasarkan interpretasi peta HIDROGEOLOGI Regional yang dikeluarkan Kemetrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) diketahui bahwa sumber air Sekerat mempnyai potensi akuifer sebesar 100-500 liter/detik.

Secara fisik, sumber air sekarat merupakan salah satu alternatif terbaik untuk mensuplai kebutuhan air bersih di kawasan Maloy, yakni dengan asumsi pengambilan sebesar 0,5 m3/detik atau 500 liter/detik, Adapun sesuai dengan kebutuhan air untuk kawasan industri pelabuhan internasional yaitu sebesar 472 liter/detik mengacu pada standar Peraturan Menperin no 35 tahun 2010 sebesar 0.75 l/det/ha.

Jarak sumber air sekarat ke KIPI Maloy adalah sekitar 12 km, dengan pertimbangan jarak dan karakteristik wilayah antara lokasi sumber air dan lokasi Maloy, maka konsep rencana suplesi air baku tersebut akan dilakukan dengan sistem pipanisasi dari desa Sekerat (lokasi sumber air) menuju ke kawasan pengembangan Maloy.

Sumber: Booklet Penyediaan dan Pengelolaan Air Baku KIPI Maloy, Kabupaten Kutai Timur

Gambar 3.2 Bendung Sekerat 3.2.2.2 Sungai Kaliorang

Salah satu sumber air permukaan yang terdekat dengan kawasan Maloy adalah sungai Kaliorang atau penduduk setempat menamai Kali Progo. Sumber ini memiliki luas DAS ± 35 km2 dengan panjang sungai 19 km. Debit aliran dasar dari sungai diperkirakan hanya mencapai 200 liter/detik pada saat kondisi musim kering, namun pada saat terjadi musim hujan debit normal sungai Kaliorang bias mencapai 3 – 4 kali dari debit minimum tersebut.

Saat ini Sungai kaliorang telah dimanfaatkan untuk pemenuhan air baku bagi Daerah irigasi (D.I.) Kaliorang seluas 1220 Ha yang masih berada dalam masa konstruksi. Dan telah dilakukan perencanaan desain Bendungan Kaliorang yang direncanakan untuk suplai air irigasi D.I. Kaliorang dan Suplasi Air Baku KIPI Maloy. Namun dalam pelaksanaannya terdapat permasalahan (Booklet Penyediaan dan Pengelolaan Air Baku KIPI Maloy, Kabupaten Kutai Timur, 2014) yaitu sebagai berikut:

(20)

18 1. Pembebasan lahan seluas 120 Ha oleh Pemerintah Kabupaten Kutai Timur masih dalam

tahap Penetapan lokasi.

2. Pengesahan Dokumen AMDAL Bendungan Kaliorang belum selesai dan terkendala Surat penetapan lokasi

3. Sertifikasi Desain Bendungan, belum selesai. Kendala : kurang dokumen AMDAL dan Izin lokasi.

3.2.3 Jaringan Energi/Kelistrikan

Berdasarkan profil kawasan Maloy, Rencana pengembangan sistem tenaga listrik dan prasarana energi di Kawasan Maloy antara lain :

1. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) di Sangkulirang di Kecamatan Sangkulirang

2. Gardu Induk (GI) Sangatta di Kota Sangatta dan Sangkulirang di Kecamatan Sangkulirang 3. Gardu Induk (GI) Maloy Kecamatan Kaliorang (Tegangan 150 KV)

4. Pengembangan Pembangkit Listrik

5. Tenaga Diesel (PLTD) di Kawasan Industri Maloy

6. Pengembangan Sistem Jaringan Pipa Minyak dan Gas Bumi yaitu depo BBM Sangkulirang Berdasarkan Dokumen MTKEZ bahwa PT Bakrie Power akan berinvestasi energy kelistrikan dengan kapasitas 2 x 100 MW dan akan didistribusikan untuk MTKEZ sebesar 200 KVA. Rencana pelaksanaan pembangunan tahun 2013.

Kondisi eksisting kawasan studi belum terlayani jaringan energy kelistrikan, permukiman yang berada di kawasan dilayani dengan genset yang diatur pola pemakaiannya.

Pada Kabupaten Kutai Timur, telah direkomendasikan adanya sumber energy cadangan, yang bersumber dari 2 sumber energi yang cukup potensial diwilayah tersebut, yaitu : Genset dan Tenaga Surya.

Pada kawasan studi terdapat genset, sebanyak 1 (satu) unit untuk melayani permukiman kelurahan Maloy, dengan kapasitas 20 KVA.

(21)

19

BAGIAN 4

ANALISIS PRA KELAYAKAN

4.1

Tinjauan Kesesuaian Lokasi

4.1.1 Kesesuaian Lokasi Berdasarkan Tata Ruang

Industri hilirisasi di Provinsi Kalimantan Timur, diletakkan di KIPI (Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional Maloy). Adapun berdasarkan RPJMD Kaltim Tahun 2013-2018, Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional Maloy terletak di Kecamatan Kaliorang dan Kecamatan Sangkulirang, Kabupaten Kutai Timur dengan luas areal 5.305 Ha. Berdasarkan Inpres Nomor 1 tahun 2010 dan dokumen Masterplan Perluasan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), KIPI Maloy diarahkan untuk menjadi pusat pengolahan kelapa sawit, oleochemical, dan industri turunannya. Berdasarkan Masterplan 2012, tahap awal pembangunan KIPI Maloy seluas areal 1.000 Ha dan tahap dua seluas 4.305 Ha.

KIPI Maloy 1 berlokasi di Kecamatan Kaliorang dan KIPI Maloy tahap 2 berlokasi di Kecamatan Sangkulirang, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur. KIPI Maloy dalam perspektif tata ruang, terdiri dari zona lindung dan zona budidaya, kedua zona tersebut berpengaruh terhadap perkembangan kawasan secara keseluruhan.

4.1.1.1 Zona Lindung

Pada kawasan KIPI Maloy, terdapat kawasan lindung berupa kawasan mangrove yang terletak di pulau-pulau Kecil yang tercakup dalam Kecamatan Sangkulirang dan Kecamatan Kaliorang. Adapun kawasan lindung ini sudah ditetapkan sebagai zonasi bagi kegiatan preservasi dan reservasi guna guna menyeimbangkan ekosistem yang ada, dimana keberadaannya tidak bisa diganggu gugat oleh keberadaan fungsi yang lain.

Keberadaan KIPI Maloy direncanakan sebagai industrial park (RTR KSP Maloy), sehingga memiliki konsekuensi sebagai kawasan industri yang ramah lingkungan dengan dilengkapi oleh kawasan hutan kota yang dapat dimanfaatkan sebagai kawasan konservasi dan penyangga lingkungan kota, (pelestarian, perlindungan dan pemanfaatan plasma nutfah, keanekaragaman hayati) khususnya kawasan industry yang ada dibawahnya serta dapat juga dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas sosial masyarakat (secara terbatas, meliputi aktivitas pasif seperti duduk dan beristirahat dan atau membaca, atau aktivitas yang aktif seperti jogging, senam atau olahraga ringan lainnya), wisata alam, rekreasi, penghasil produk hasil hutan, oksigen, ekonomi (buah-buahan, daun, sayur), wahana pendidikan dan penelitian. Adapun berdasarkan RTR KSP Maloy, kawasan hutan kota pada Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional Maloy berada pada kawasan Blok B dengan posisi berada di kontur yang paling tinggi, luas kawasan hutan kota sekitar 18.42 ha.

(22)

20

4.1.1.2 Zona Budidaya

Pada KIPI Maloy terdapat zona budidaya yang terbagi dalam Kawasan Budidaya non Budidaya. Kawasan Budidaya ini terdiri dari dari zona kawasan industri, perumahan, pergudangan, kesehatan, olah raga, peribadatan, bisnis/show room, perkantoran, pabrik, pelataran, dan IPAL. Kawasan non budidaya adalah merupakan kawasan ruang terbuka hijau (RTH), terdiri dari taman kawasan, hijau Jalan, dan hijau perumahan.

Berdasarkan pembagian zona pada RTR KSP Maloy, rencana pengembangan zonasi di KIPI Maloy terdapat 5 zona.

Zona Industri:

 Zona 1: Industri Oleochemical

 Zona 2: Industri Makanan dan Kosmetik

 Zona 3: Industri Kimia dan Barat

 Zona 4: Industri UMKM

 Zona 5: Industri Pertanian Lain

Adapun zona-zona tersebut didukung oleh fasilitas penunjang yang meliputi perkantoran komersil, perumahan & fasilitas, RTH dan rekreasi, Pelabuhan, IPAL, Power Plant.

4.1.2 Aksesibilitas 4.1.2.1 Jaringan Jalan

Jaringan jalan pada KIPI Maloy dalam sistem transportasi wilayah, bersinggungan dan overlay dengan wilayah Kabupaten Kutai Timur, yang mana dipastikan akan berperan sebagai prasarana utama dalam memperlancar proses interaksi antar wilayah kota/kabupaten Provinsi Kalimantan Timur melalui kawasan pelabuhan sehingga dapat mempengaruhi sistem pergerakan sekitar wilayah pengembangan dan juga akan berdampak secara luas terutama dalam wilayah perkotaan, secara fungsional jaringan jalan KIPI MALOY dibagi dua bagian yaitu :

 Jaringan internal kawasan industri (KIPI MALOY) yang diharapkan meningkatkan aksesibilitas antar blok dalam wilayah industri yang direncanakan.

 Jaringan eksternal kawasan industri (KIPI MALOY) yang diharapkan menjadi akses utama dari (keluar) dan menuju (masuk) kawasan melalui gerbang utama (exit & entry)

Ruas jalan yang menghubungkan antara jaringan eksternal dan jaringan internal kawasan industri yang direncanakan sekaligus merupakan pintu gerbang kawasan.

4.1.2.2 Pelabuhan

KIPI Maloy berlokasi di Kabupaten Kutai Timur, terkait keberadaan pelabuhan dalam menunjang Kawasan Industri Hilirisasi CPO Maloy maka berdasarkan tatanan kepelabuhan di Kabupaten Kutai Timur terdiri atas:

1. Pelabuhan Internasional, yaitu Pelabuhan Maloy di Kecamatan Kaliorang

2. Pelabuhan Regional, yaitu Pelabuhan Sangkulirang di Kecamatan Sangkulirang dan Pelabuhan Sangatta di Kenyamukan Kecamatan Sangatta Utara; dan

(23)

21 3. Pelabuhan/terminal khusus, yaitu pelabuhan khusus yang merupakan pelabuhan khusus

batubara, pelabuhan khusus pertamina dan pelabuhan khusus CPO

Pelabuhan Maloy diarahkan sebagai pelabuhan barang dengan lingkup pelayanan internasional dan regional. Pelabuhan Maloy merupakan pintu gerbang distribusi dan koleksi seluruh hasil industri dan pertanian yang dihasilkan oleh Kabupaten Kutai Timur. Pelabuhan Sangkulirang dan Pelabuhan Sangatta direncanakan untuk dapat melayani angkutan penumpang umum yang melayani rute-rute nasional dan terintegrasi dengan alur pelayaran nasional yang dikelola oleh PT. PELNI.

4.1.2.3 Jalur Kereta Api

Pada Kawasan KIPI Maloy terdapat rencana jaringan kereta api, adapun rencana tersebut didasari oleh arahan pengembangan jaringan jalur kereta api yang tercantum dalam MP3EI Kalimantan Timur dan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Timur.

Pembangunan rel kereta api di KIPI Maloy, akan dibuat menjadi dua rute yaitu: 1. Rute Muara Wahau – Lubuk Tutung dengan panjang 135 Km

2. Rute Tabang – Lubuk Tutung dengan panjang 185 Km

Gambar 4.1 Peta Rencana Pola Ruang KIPI Maloy

(24)

22 Sumber: RTR KIPI Maloy

Gambar 4.2 Peta Rencana Jaringan Jalan KIPI Maloy

4.2

Peluang Pasar Industri Hilirisasi CPO

Dalam perkembangannya, setiap perkebunan kelapa sawit pada akhirnya akan meningkatkan produksi CPO, dimana tentunya meningkatkakan manfaat ekonomi, sosial, dan ekologis dari industri minyak sawit. Dalam upaya memperbesar manfaat industri minyak sawit, nilai tambah CPO dilakukan berupa hilirisasi, dengan adanya pengembangan pasar CPO dalam negeri melalui hilirisasi perlu maka sebagian besar produksi CPO diserap didalam negeri baik untuk kebutuhan domestik dan diekspor dalam bentuk olahan/produk jadi.

4.2.1 Industri Minyak Goreng Sawit/Margarin/Shortening

Di Indonesia, sebelum industri minyak goreng sawit berkembang, industri minyak goreng kelapa sudah lebih dahulu berkembang dan menjadi sumber utama minyak goreng di Indonesia. Dengan semakin langkanya bahan baku kelapa/kopra di satu pihak dan makin tersedia minyak sawit, secara bertahap sebagian besar industri minyak kelapa beralih kepada industri minyak goreng sawit.

(25)

23 Sumber: Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI), 2014

Gambar 4.3 Perkembangan Produksi Minyak Goreng Sawit Indonesia Tahun 2000-2013

Sumber: Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI), 2014

Gambar 4.4 Rata-rata Pangsa Pasar Minyak Goreng Sawit dalam Konsumsi Minyak Goreng Indonesia Tahun 2000-2008

Secara relatif pangsa konsumsi minyak goreng sawit menduduki pangsa terbsesar dalam total konsumsi minyak goreng Indonesia, kemudian disusul minyak goreng lainnya (minyak kedelai, minyak jagung) dan minyak goreng kelapa.

4.2.2 Industri Margarin/Shortening

Industri margarin/shortening di Indonesia telah memiliki sejarah yang panjang. Pada awal perkembangannya menggunakan bahan baku minyak kelapa namun akibat kurangnya minyak kelapa beralih pada bahan baku minyak sawit.

Pangsa produksi margarin yang dipasarkan ke pasar domestik cenderung meningkat yakni dari sekitar 78% tahun 2000 menjadi 84% tahun 2008, sementara pangsa untuk tujuan pasar ekspor

(26)

24 menurun dari 23% menjadi 15%. Tampaknya pertumbuhan pasar domestik lebih mampu menyerap produksi margarin daripada pasar ekspor (GAPKI, 2014). Tujuan pasar eskpor margarin Indonesia adalah Hongkong, Srilangka, Angola, Philipina, Vietnam dan Rusia. Sekitar 50% ekspor margarin Indonesia diserap oleh negara-negara tersebut. Sedangkan sisanya ditujukan untuk ekspor ke negara-negara lain (GAPKI, 2014).

Sumber: Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI), 2014

Gambar 4.5 Perkembangan Produksi Margarine Indonesia Tahun 2000-2013

4.2.3 Industri Biodiesel

Industri biodiesel. Industri biodiesel merupakan industri hilir minyak sawit yang masih tergolong baru di Indonesia. Industri ini memiliki momentum untuk tumbuh-berkembang setelah harga BBM fosil mengalami kenaikan yang signifikan di pasar dunia khususnya setelah tahun 2003. Selain itu, keprihatinan dunia akan pemanasan global yang terutama akibat emisi CO2 dari konsumsi BBM fosil juga ikut merangsang tumbuhnya industri biofuel di seluruh dunia termasuk di Indonesia (Gapki, 2014).

(27)

25 Sumber: Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI), 2014

Gambar 4.6 Perkembangan Produksi Biodiesel Indonesia Tahun 2000-2013

Sumber: Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI), 2014

Gambar 4.7 Perkembangan Produksi Biodiesel dan Penggunaannya di Indonesia

Industry biodiesl nasional sudah mampu memasok setidak-tidaknya 3 juta ton biodiesel untuk kebutuhan dalam negeri. Realisasi produksi biodiesel Indonesia sejauh ini belum diperoleh data yang akurat, dengan Indonesia sebagai produksi CPO terbesar di dunia, sebenarnya Indonesia juga akan mampu menjadi produsen biofuel terbesar dunia. Dari produksi perkebunan kelapa sawit saja, Indonesia dapat menghasilkan biopremium, biogasolin, biopertamax, dan biosolar jika serius mengembangkannya. Produk biofuel tersebut selain dapat diperbaharui (renewable energy) juga ramah lingkungan (environtment friendly) (GAPKI, 2014).

(28)

26

4.3

Kelayakan Industri Hilirisasi CPO di KIPI Maloy

4.3.1 Aspek Sosial

Peningkatan produksi CPO maupun hilirisasi menciptakan kesempatan kerja baru. Teknologi pada industri minyak sawit yang umumnya lebih padat karya (labor intensive), berarti setiap peningkatan produksi pada industri minyak sawit akan menggunakan banyak tenaga kerja.

Tabel 4.1 Proyeksi Penyerapan Tenaga Kerja pada Industri Sawit Nasional Tahun 2013-2050

Tahun Tenaga Kerja

Perkebunan Sawit Supplier Industri Hilir Total

2013 5.005.412 500.541 96.864 5.602.818 2014 5.105.446 510.545 101.236 5.717.227 2015 5.360.718 536.072 110.629 6.007.420 2016 5.628.754 562.875 130.589 6.322.218 2017 5.910.192 591.019 133.547 6.634.758 2018 6.205.702 620.570 136.538 6.962.809 2019 6.404.409 640.441 139.578 7.184.428 2020 6.652.516 665.252 142.653 7.460.420 2025 7.893.047 789.305 219.520 8.901.872 2030 9.133.579 913.358 262.350 10.309.286 2035 10.374.111 1.037.411 288.660 11.700.181 2040 11.614.642 1.161.464 314.970 13.091.076 2045 12.855.174 1.285.517 341.280 14.481.971 2050 14.095.705 1.409.571 367.590 15.872.866

Sumber: Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI), 2014

Penyerapan tenaga kerja pada industri minyak sawit nasional di proyeksikan meningkat dari 5,6 juta tahun 2013 menjadi 7.5 juta tahun 2020, dan menjadi 15.8 juta tahun 2050.

4.3.2 Aspek Lingkungan Hidup

Analisis Kelayakan Lingkungan dilakukan untuk menjawab apakah keberadaan rencana Industri Hilirisasi CPO di KIPI Maloy akan berdampak terhadap lingkungan. Dampak lingkungan ini dapat diidentifikasi dari saat kegiatan kegiatan konstruksi, dan pengolahan.

(29)

27

Tabel 4.2 Kajian Analisa Dampak Keberadaan Industri Hilirisasi CPO Terhadap Lingkungan Hidup

No Kegiatan Keterangan Dampak Positif Dampak Negatif

1 Konstruksi Pembangunan Pondasi

dan Main Building Proses pembangunan pabrik merupakan hal utama atau hal dasar yang harus dilakukan untuk membangun perkebunan kelapa sawit. Karena pabrik merupakan tempat terjadinya proses pengolahan

1.Kebisingan terhadap masyarakat sekitar terutama dalam proses penancapan tiang pancang pondasi bangunan

2.Ramainya para pekerja yang datang untuk pembangunan pabrik dapat menimbulkan ketidak tenangan terhadap warga sekitar Pendatangan Sarana

dan Prasarana Sarana dan prasarana merupakan komponen penting yang akan membantu segala aktifitas pengolahan pabrik yang tidak dapat dilakukan oleh manusia.

1.Kebisingan

2.Kerusakan terhadap jalan yang dilalui oleh mobil pembawa sarana dan prasarana tersebut

2 Pengolahan - Menghasilkan CPO (Crude Palm Oil) dan industry turunan lainnya yang memberi keuntungan secara financial, membuka

lapangan pekerjaan sehingga berkurangnya pengangguran, serta dapat meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat sekitar

Dampak Pencemaran Udara:

1.Dampak Kesehatan: Infeksi Saluran Pernapasan (ISNA), termasuk diantaranya asma, bronchitis, dan gangguan pernapasan lainnya. Zat-zat lain yang umumnya mencemari lingkungan yaitu Oksida Karbon (CO dan CO2), Oksida Sulfur (SO2 dan SO3), Oksida Nitrogen (NO dan NO2), Hidrokarbon (CH4 dan C4H10), dan Ozon (O3)

2.Dampak Terhadap Tanaman: Tanaman yang tumbuh di daerah dengan tingkat pencemaran udara tinggi dapat terganggu dan rawan penyakit

3.Hujan Asam

pH biasa air hujan adalah 5,6 karena adanya CO2 di atmosfer. Pencemar udara seperti SO2 dan NO2 bereaksi

(30)

28

No Kegiatan Keterangan Dampak Positif Dampak Negatif

dengan air hujan membentuk asam dan menurunkan pH air hujan yang dapat mengakibatkan penurunan kualitas air permukaan, kerusakan tanaman, bersifat korosif sehingga merusak material dan bangunan, mempengaruhi kualitas air tanah 4.Perubahan Iklim Regional dan Global 5.Efek Rumah Kaca

6.Limbah gas yang dihasilkan industri kelapa sawit dapat berupa gas hasil pembakaran serat dan cangkang untuk pembangkit energi serta gas metan dan CO2 yang dihasilkan oleh kolam-kolam pengolahan limbah cair. Limbah gas ini akan menyebabkan meningkatnya kadar CO2 dan mengakibatkan polusi udara Dampak Pencemaran Air:

Limbah Cair, limbah cair yang dihasilkan berupa Palm Oil Mill Effluent (POME) air buangan kondensat (8-12 %) an air hasil pengolahan (13-23 %) (Naibaho, 1996) Dampak Pencemaran Tanah:

Limbah Padat, Limbah padat yang dihasilkan oleh industri pengolahan kelapa sawit terdiri atas tandan kosong kelapa sawit (20-23 %), serat (10-12 %), dan tempurung / cangkang (7-9 %) (Naibaho, 1996).

(31)

29 Berdasarkan dampak-dampak negatif yang telah dijelaskan pada tabel di atas, tentunya sangat penting dalam pembangunan industri hilirisasi CPO di KIPI Maloy memperhatikan dampak-dampak tersebut, sehinga nantinya pada tahap pengolahan dampak-dampak tersebut dapat diminimalisir, tentunya dengan teknologi dan pengetahuan yang ada.

4.3.3 Aspek Ekonomi dan Investasi

4.3.3.1 Asama Lemak dari Minyak Kelapa Sawit

Analisa ekonomi berfungsi untuk mengetahui apakah pabrik yang akan didirikan dapat menguntungkan atau tidak dan layak atau tidak jika didirikan berdasarkan valuasi ekonominya. Berdasarkan evaluasi ekonomi yang telah dilakukan pabrik direncanakan beroprasi selama 330 hari pertahun dengan jumlah karyawan 200 orang, maka:

1. Modal tetap sebesar Rp 572.752.895.400,00 pertahun 2. Modal kerja sebesar Rp.216.237.018.898,00 pertahun 3. Kebutuhan Raw Material CPO 72.804,66 ton/tahun

4. Kebutuhan Bahan Penolong HCl 1.2712 ton/tahun, NaOH 1.394 ton/tahun 5. Kebutuhan listrik 520kW

6. Kebutuhan Air 102.277 m3/tahun

Setelah dipotong pajak, keuntungan mencapai Rp.278.952.090.059,17 per-tahun

Percent Return On Investment (ROI) sesudah pajak sebesar 40,97%. Pay Out Time (POT) setelah pajak adalah 2,12 tahun. Break Event Point terjadi pada kapasitas produksi 31,19% dengan asumsi sebagai berikut:

1. Harga listrik Rp 1.250 /kwh 2. 1USD = Rp 13.500

3. Harga CPO = 818 USD/ton 4. Harga Produk = 1604 USD/ton 5. Jarak rata-rata pabrik CPO =30 km

(32)

30

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Gambar 4.8 Analisis Sensitivitas Pabrik Asam Lemak dari CPO

Berdasarkan Gambar di atas, terlihat bahwa pabrik asam lemak sangat sensitif terhadap harga bahan baku dan harga jual dari produknya. Analisis sensitivitas menunjukkan bahwa penurunan harga jual asam lemak (produk) sebesar 20% akan menurunkan ROI hingga di bawah 20%. Sebaliknya, kenaikan harga CPO (bahan baku) sebesar 20% akan mengakibatkan penurunan ROI dari 44,79% hingga menjadi 25,68%. Hasil analisis sensitifitas tersebut menunjukkan bahwa semenjak pabrik didirikan, pihak manajemen pabrik asam lemak harus sudah mempersiapkan strategi untuk menghadapi kemungkinan naiknya harga bahan baku atau turunnya harga jual produk, sehingga usahanya akan dapat bertahan.

4.3.3.2 Minyak Goreng

Industri minyak goreng kelapa sawit ini diperhitungkan akan membutuhkan investasi sebesar: Rp.420.447.879.360,48, dengan kapasitas pabrik 300.000 ton/tahun produk, maka fixed capital mencapai Rp.300.365.572.560,48 dan working capital mencapai Rp.120.082.306.800,00. Adapun nilai tersebut berdasarkan perhitungan dari beberapa komponen, yakni sebagai berikut.

1. Keperluan Bahan Baku CPO: 330.000 ton /tahun 2. Kebutuhan listrik : 796 kW

3. Kebutuhan air : 11159 m3

4. Kebutuhan lahan : 37324 m2

5. Bahan Bakar Boiler : 5446 L/hari

6. Kebutuhan bahan Pendukung: H3PO4, Diatomic

(33)

31 Analisis ekonomi memberikan hasil besaran Return On Investment (ROI) sesudah pajak sebesar 47,28%. Pay Out Time (POT) setelah pajak adalah 2,06 tahun. Break Event Point terjadi pada kapasitas produksi 44%.

Selain analisis ekonomi untuk mengetahui parameter-parameter kelayakan di atas, dilakukan juga analisis sensitifitas untuk mengetahui pengaruh dari perubahan beberapa variabel ekonomi terhadap ROI dari pabrik minyak goreng tersebut. Variabel-variabel yang dimaksud adalah harga bahan baku, biaya transportasi, harga listrik, harga air, harga jual produk, biaya tenaga kerja, serta tingkat suku bunga.

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Gambar 4.9 Analisis Sensitivitas Pabrik Minyak Goreng dari CPO

Berdasarkan Gambar di atas, terlihat bahwa pabrik minyak goreng sangat sensitif terhadap harga bahan baku dan harga jual dari produknya. Analisis sensitivitas menunjukkan bahwa penurunan harga jual minyak goreng (produk) sebesar 10% akan menurunkan ROI hingga di bawah 20%. Sebaliknya, kenaikan harga CPO (bahan baku) sebesar 15% akan menurunkan ROI hingga di bawah 20%. Hasil analisis sensitifitas tersebut menunjukkan bahwa semenjak pabrik didirikan, pihak manajemen pabrik minyak goreng harus sudah mempersiapkan strategi untuk menghadapi kemungkinan naiknya harga bahan baku atau turunnya harga jual produk, sehingga usahanya akan dapat bertahan.

4.3.3.3 Biodiesel

Berdasarkan evaluasi ekonomi yang telah dilakukan, pabrik direncanakan beroperasi selama 330 hari pertahun dengan kapasitas 330.000ton/tahun

(34)

32 2. Kebutuhan Raw Material CPO 428.548 ton/tahun

3. Kebutuhan Bahan Penolong Metanol 42.588 ton/tahun, KOH 3.343ton/tahun 4. Kebutuhan listrik 1494 kW

5. Kebutuhan Air 390.898 m3/tahun

Percent Return On Investment (ROI) sesudah pajak sebesar 8,2% dengan asumsi: 1. Harga listrik Rp 1.250 /kwh

2. 1USD = Rp 13.500

3. Harga Produk = harga CPO+228USD/ton

RUGI dengan asumsi: Harga Produk = 818+125USD/ton (Keputusan Menteri ESDM No. 3239 K/12/MEM/2015 tentang Harga Indeks Pasar Bahan Bakar Nabati (Biofuel) yang Dicampurkan ke dalam Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu dan Jenis Bahan Bakar Minyak Khusus Penugasan).

Percent Return On Investment (ROI) sesudah pajak sebesar 56,05%, IRR = 35,58%, BEP=17,49%, dengan asumsi:

1. Harga Produk = 888USD/ton harga MOPS solar dari Pertamina

2. Harga CPO = Rp 6.495.000/ton (Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI).

Sumber: Hasil Analisis, 2015

(35)

33

BAGIAN 5

KESIMPULAN & REKOMENDASI

5.1

Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil analisis secara keseluruhan, dapat diambil kesimpulan bahwa Investasi Pembangunan Industri Hilirisasi CPO di KIPI Maloy Provinsi Kalimantan Timur adalah layak. Hal tersebut tentunya didukung oleh hasil analisis yang telah dilakukan. Secara rinci ulasan masing-masing hasil analisis dapat dijelaskan seperti berikut.

5.1.1 Kesesuaian Lokasi dengan Tata Ruang

Pengembangan KIPI Maloy di Provinsi Kalimantan Timur, tepatnya berada di Kabupaten Kutai Timur, tidak memiliki masalah dalam penempatannya, hanya saja perlu memperhatikan bahwa di sekitar kawasan terdapat kawasan lindung berupa kawasan mangrove yang terletak di pulau-pulau Kecil yang tercakup dalam Kecamatan Sangkulirang dan Kecamatan Kaliorang.

Adapun kawasan lindung ini sudah ditetapkan sebagai zonasi bagi kegiatan preservasi dan reservasi guna guna menyeimbangkan ekosistem yang ada, dimana keberadaannya tidak bisa diganggu gugat oleh keberadaan fungsi yang lain.

Dengan demikian, tentunya Keberadaan KIPI Maloy perlu direncanakan sebagai industrial park (RTR KSP Maloy), sehingga memiliki konsekuensi sebagai kawasan industri yang ramah lingkungan dengan dilengkapi oleh kawasan hutan kota yang dapat dimanfaatkan sebagai kawasan konservasi dan penyangga lingkungan kota, (pelestarian, perlindungan dan pemanfaatan plasma nutfah, keanekaragaman hayati) khususnya kawasan industry yang ada dibawahnya serta dapat juga dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas sosial masyarakat (secara terbatas, meliputi aktivitas pasif seperti duduk dan beristirahat dan atau membaca, atau aktivitas yang aktif seperti jogging, senam atau olahraga ringan lainnya), wisata alam, rekreasi, penghasil produk hasil hutan, oksigen, ekonomi (buah-buahan, daun, sayur), wahana pendidikan dan penelitian.

5.1.2 Kesesuaian Lokasi dengan Aksesibilitas

Aksesibilitas pada kawasan industri memiliki fungsi yang sangat penting terutama dalam rangka kemudahan mobilitas pergerakan dan tingkat pencapaian (aksesibilitas) baik dalam penyediaan bahan baku, pergerakan manusia dan pemasaran hasil-hasil produksi. Adapun aksesibilitas yang nantinya akan mendukung KIPI Maloy adalah tidak hanya dari jaringan jalan saja melainkan pelabuhan, dan jalur kereta api, yang masing-masing masih dalam progress pembangunan.

(36)

34

5.1.3 Peluang Pasar

Peluang pasar merupakan proses riset terhadap faktor-faktor lingkungan eksternal yang mempengaruhi kegiatan usaha suatu perusahaan. Dalam konteks pengembangan investasi pembangunan hilirisasi CPO, analisa peluang pasar bertujuan untuk mengetahui pangsa pasar produk turunan CPO baik di Indonesia maupun internasional.

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, pangsa pasar produk asam lemak, minyak goreng dan biodiesel menunjukkan bahwa konsumsi terhadap produk tersebut semakin meningkat dan bahkan memiliki pangsa pasar ekspor ke Negara-negara lain, tentunya hal tersebut lah yang menjadi dasar bahwa hasil dari keberadaan industri hilirisasi CPO akan membentuk suatu sistem perekonomian yang menguntungkan bukan hanya menguntungkan untuk Indonesia saja melainkan menguntungkan juga bagi para investor.

5.1.4 Kelayakan Industri Hilirisasi CPO 5.1.4.1 Aspek Sosial

Dengan adanya pengembangan investasi pembangunan industri hilirisasi CPO di KIPI Maloy tentunya hal tersebut berpengaruh kepada kondisi sosial disekitarnya. Adapun kondisi sosial yang dimaksud adalah terkait tenaga kerja, dengan adanya investasi pembangunan tersebut tentunya akan menyerap tenaga kerja baik secara regional Provinsi Kalimantan Timur maupun secara kawasan, dimana KIPI Maloy berada di Kabupaten Kutai Timur.

5.1.4.2 Aspek Lingkungan Hidup

Dalam pembangunan industri hilirisasi CPO, terdapat beberapa pertimbangan-pertimbangan pengelolaan lingkungan hidup yaitu pada tahap konstruksi dan pengolahan yang tentunya perlu diperhatikan.

Dengan adanya pertimbangan pada tahap-tahap tersebut, diharapkan pembangunan pabrik industri hilirisasi CPO akan meminimalisir dampak-dampak yang yang akan ditimbulkan oleh pembangunan tersebut sehingga tidak merusak lingkungan di sekitarnya.

5.1.4.3 Aspek Ekonomi dan Investasi 5.1.4.3.1 Asam Lemak

Investasi Pembangunan Hilirisasi CPO di KIPI Maloy beruapa pabrik asam lemak dapat dikatakan layak ivestasi dengan :

1. IRR 71,76%

2. Break Even Point 31,19% 3. Payback Period 2,12 tahun 4. ROI 40,97%

(37)

35

5.1.4.3.2 Minyak Goreng

Investasi Pembangunan Hilirisasi CPO di KIPI Maloy beruapa pabrik minyak goreng dapat dikatakan layak ivestasi dengan :

1. IRR 131,56%

2. Break Even Point 44,00 % 3. Payback Period 2,06 tahun 4. ROI 47,28 %

Sensitifitas yang berpengaruh besar adalah Sensitifitas yang berpengaruh besar adalah harga bahan baku dan raw material harga bahan baku dan produk.

5.1.4.3.3 Biodiesel

Investasi Pembangunan Hilirisasi CPO di KIPI Maloy berupa pabrik biodiesel dapat dikatakan

layak ivestasi dengan : 1. IRR 35,58%

2. Break Even Point 17,49 % 3. ROI 56,05 %

Sensitifitas yang berpengaruh besar adalah Sensitifitas yang berpengaruh besar adalah harga bahan baku dan raw material harga bahan baku dan produk serta kebijaksanaan pemerintah.

5.2

Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan masing-masing analisis yang telah disampaikan di atas, maka rekomendasi yang perlu dilakukan terkait adanya Pembangunan Industri Hilirisasi CPO di KIPI Maloy Provinsi Kalimantan Timur, adalah sebagai berikut .

1. Kesiapan infrastruktur perlu diperhatikan, dan dilakukan report secara berkala, sehingga investasi pun dapat segera dilaksanakan

2. Pembangunan suatu pabrik pada suatu kawasan tidak terlepas dari akan adanya dampak yang terjadi khususnya dampak lingkungan, tentunya dalam pembangunan suatu pabrik diperlukan suatu kajian AMDAL guna mendapatkan gambaran mengenai dampaknya suatu pabrik terhadap lingkungan sekitar dan dapat diketahui cara yang tepat untuk meminimalisir dampak yang akan mengenai lingkungan tersebut.

(38)

Gambar

Gambar 2.1  Peta Koridor Ekonomi Kalimantan
Gambar 2.2  Kalimantan Timur dalam Koridor MP3EI
Gambar 2.3  Wilayah Maloy  Trans Kalimantan Economic Zone
Tabel 3.1  Luas Tanaman (Ha) dan Produksi Kelapa Sawit (Ton) Tahun 2008-2015 di  Provinsi Kalimantan Timur
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Untuk membantu para guru TK di Kecamatan Seririt dapat melaksanakan beberapa strategi pembelajaran dengan lebih menyenangkan dengan menggunakan media boneka

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Optimasi Pemupukan Nitrogen dan Kalium terhadap Tanaman Kelapa Sawit di Pembibitan Utama dan Tanaman Belum Menghasilkan

Menurut WHO Task Force in Stroke and other Cerebrovaskular Disease adalah suatu Menurut WHO Task Force in Stroke and other Cerebrovaskular Disease adalah

negeri atau bersubsidi. Calon guru juga harus berkelakuan baik dengan dibuktikan surat keterangan dari bupati. Pihak sekolah menyediakan kamus bahasa Jerman dan Inggris dengan

Persaingan usaha tidak sehat bagi sebagian para pelaku usaha persaingan sering dianggap sebagai sesuatu ha1 yang negatif, kurang menguntungkan, karena dalain persaingan

Makanan tidak saja bermanfaat bagi manusia tetapi juga sangat baik untuk pertumbuhan mikroba yang patogen, oleh sebab itu untuk mendapat keuntungan yang maksimum dari makanan,

Materi yang dikembangkan pada Piaud Science Learning Media (PSLM) berbasis Wonosobo Local Wisdom telah memenuhi kriteria kelayakan dengan kategori sangat baik

Kandungan protein kasar dari hijauan total (jerami jagung dan leguminosa) tidak ada perbedaan, produksi protein kasar dari hijauan total tertinggi dihasilkan pada sistem