• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan merupakan bagian yang sangat penting diera globalisasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan merupakan bagian yang sangat penting diera globalisasi"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Dunia pendidikan merupakan bagian yang sangat penting diera globalisasi saat ini, karena dapat menghasilkan generasi penerus bangsa yang berkualitas sesuai dengan tujuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional pasal 3 yang berbunyi:

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,

mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta

bertanggungjawab (UU RI No.20/2003: 11).

Untuk merealisasikan tujuan pendidikan diperlukan perubahan inovatif dalam dunia pendidikan yang mampu mengembangkan proses modernisasi dan sosialisasi. Proses modernisasi dibidang pengajaran, kemampuan penalaran dan penguasaan teknologi sedangkan sosialisasi mencakup kegiatan pendidikan yang lebih mengacu pada perilaku dan sikap peserta didik dalam kehidupan berbudaya dan bermasyarakat.

Pembelajaran adalah suatu konsep dari dua dimensi kegiatan yaitu belajar dan mengajar yang harus direncanakan dan diaktualisasikan, serta diarahkan pada pencapaian tujuan atau penguasaan sejumlah kompetensi dan indikatornya sebagai gambaran hasil belajar (Majid, 2014:5). Perencanaan pembelajaran yang baik akan mendukung keberhasilan pembelajaran. Dengan demikian usaha perencanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru kepada

(2)

siswanya diupayakan dapat meningkatkan prestasi belajar. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru bukan hanya sekedar mentransferkan pengetahuan kepada siswa tetapi guru lebih spesifik melibatkan siswa secara aktif agar siswa dapat memahami pelajaran yang diterima dan siswa tidak merasa bosan ketika mengikuti pelajaran.

Prestasi belajar merupakan pedoman yang dipakai untuk melihat kemampuan siswa dalam memahami suatu pelajaran. Selain itu, guru juga perlu mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa. Faktor-faktor tersebut adalah faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri siswa yang dapat memengaruhi prestasi belajar. Faktor ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok yakni faktor fisiologis dan faktor psikologis. Sedangkan faktor eksternal merupakan hal-hal lain di luar diri siswa yang dapat memengaruhi prestasi belajar meliputi faktor lingkungan keluarga, faktor lingkungan sekolah dan faktor lingkungan masyarakat (Hamid, 2013:140-144).

Berdasarkan hasil observasi awal di SMP di wilayah kecamatan Bajawa kabupaten Ngada proses belajar mengajar khususnya mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) pada umumnya masih didominasi oleh peran guru mata pelajaran sehingga lebih terkesan teacher center dimana guru sering melakukan ceramah, tanya jawab, penugasan dan diskusi kelompok. Model pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar lebih mendekati model konvensional yang menyebabkan siswa merasa bosan dan

(3)

kurang menarik sehingga berimplikasi pada prestasi belajar IPS menjadi kurang optimal.

Siswa yang kurang memiliki ketertarikan pada mata pelajaran IPS karena dianggap sulit dan membosankan sebab materi pembelajaran IPS yang banyak terdiri dari beberapa sub bagian (sejarah, ekonomi, geografi, sosiologi) sehingga secara tidak langsung berdampak pada prestasi belajar IPS menjadi rendah. Hal ini terbukti dari hasil nilai ulangan akhir semester (UAS) semester ganjil 2014/2015 yang diambil secara acak dari sampel kelas dibeberapa SMP di Kecamatan Bajawa yang nilainya masih dibawah ketentuan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum). Adapun data siswa yang mendapat nilai dibawah ketentuan KKM sebagai berikut: SMP Negeri 2 Bajawa sampel kelas VIII dari 29 siswa terdapat 19 siswa yang memperoleh nilai dibawah KKM, SMP Santo Agustinus Langa sampel kelas VIII dari 30 siswa terdapat 22 siswa yang mendapat nilai dibawah ketentuan KKM, SMP negeri 4 Bajawa dari 32 siswa terdapat 22 siswa yang mendapat nilai dibawah ketentuan KKM, SMP Negeri 5 Bajawa dari 30 siswa terdapat 19 siswa yang mendapat nilai dibawah KKM, SMP Negeri 6 Bajawa dari 30 siswa terdapat 20 siswa yang mendapat nilai dibawah ketentuan KKM dan SMPK Regina Pacis Bajawa dari 28 siswa terdapat 21 siswa yang mendapat nilai dibawah ketentuan KKM.

Pembelajaran IPS ditingkat SMP harus dikemas lebih menarik agar siswa tidak merasa bosan dan nilai prestasi belajar tidak rendah. Kebosanan siswa dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain: siswa tidak diaktifkan pada saat proses belajar mengajar, materi pelajaran IPS yang luas disebabkan karena IPS

(4)

terdiri dari beberapa sub bidang yaitu sejarah, ekonomi, geografi dan sosiologi sehingga model pembelajaran yang diterapkan harus sesuai. Dengan demikian, perlu adanya inovasi dalam model pembelajaran agar dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

Wartono (2004) dalam I W. Warta, Md. Yudana dan N. Natajaya (2013:5) memaparkan bahwa model pembelajaran memiliki empat ciri khusus yaitu: (1) rasional teoritik yang logis, (2) landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar atau bagaimana tujuan pelajaran akan dicapai, (3) tingkah laku mengajar/sintaks yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil, dan (4) lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Dengan demikian, guru harus menguasai beberapa model pembelajaran agar dalam proses belajar mengajar guru akan merasa nyaman sehingga tujuan indikator akan dapat tercapai.

Pemilihan model pembelajaran yang tepat akan menghasilkan prestasi belajar yang tinggi dan apabila pemilihan model pembelajaran yang tidak tepat akan mempengaruhi prestasi belajar menjadi rendah. Asma dalam Widiani, Santyasa dan Arsana, (2013:3) mengatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD paling cocok digunakan dalam materi pelajaran semacam kajian-kajian sosial, sastra, ilmu pengetahuan (sains) dan berbagai keterampilan. Lebih lanjut, dikatakan bahwa didalam pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe STAD, siswa bukan hanya belajar dan menerima apa yang disajikan oleh guru, melainkan bisa juga belajar dari siswa lainnya, dan sekaligus mempunyai kesempatan untuk membelajarkan

(5)

siswa yang lain. Suasana pembelajaran berlangsung secara terbuka dan demokratis antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa yang lainnya. Pandey dan Kishore (2010) dalam penelitiannya mengungkapkan berdasarkan prinsip psikologi sosial bahwa kerja kelompok adalah kerja sama dalam mencapai tujuan bersama dapat mencapai hasil yang lebih baik dari orang yang bekerja sendiri. Wyk (2012) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa pembelajaran STAD dibandingkan dengan pembelajaran langsung dapat meningkatkan sikap positif siswa, menciptakan prestasi belajar yang baik, dan memotivasi siswa untuk belajar (Widiani, Santyasa dan Arsana, 2013:3-4). Dengan demikian model pembelajaran kelompok atau cooperative

learning dinilai dari beberapa penelitian yang relevan bahwa akan

memperoleh prestasi yang baik, salah satunya adalah model STAD.

Model Group Investigation (GI) merupakan salah satu model pembelajaran kelompok yang melibatkan siswa dari perencanaan, menentukan topik sampai melakukan investigasi. Model GI memiliki kelebihan seperti yang ditemukan dalam penelitian Yanti, Putra dan Suniasih (2014:5) menyatakan keunggulan dari model pembelajaran kooperatif tipe GI yaitu dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk berintegrasi dengan teman sebayanya dimana siswa dapat mengajukan permasalahan yang dihadapi dan mempelajari secara mendalam, bekerjasama, berdiskusi dan berinteraksi dengan anggota kelompoknya masing-masing, kemudian siswa dapat belajar dari siswa lainnya serta mempunyai kesempatan untuk membelajarkan siswa yang lain, siswa belajar dalam sebuah kelompok dan memberi kontribusi

(6)

kepada anggota dan kelompok lainnya untuk dapat berprestasi maksimal serta untuk meningkatkan aktivitas dan tanggung jawab siswa dalam pembelajaran. Kelebihan lain model GI dari hasil penelitian Koc, Doymus, Karacop, & Simsek, (2011) diantaranya adalah metode ini mampu melatih siswa untuk berpikir tingkat tinggi, dapat melatih siswa untuk lebih aktif dalam berbicara dan berpendapat. Model ini memungkinkan guru bersama peserta didik bertanggung jawab untuk merancang proses pembelajaran dan untuk mengevaluasi kemajuan belajar yang sesuai dengan tujuan pembelajaran sehingga siswa merasa senang karena dilibatkan dalam proses belajar. Siswa juga semakin tertantang dengan persoalan-persoalan baru yang belum pernah mereka temui sebelumnya sehingga memicu mereka untuk terus melakukan penyelidikan (Lina Budi C, Sri Yamtinah dan Tri Redjeki, 2013:12).

Disimpulkan bahwa kedua model diatas sama-sama merupakan kelompok kerja tim yang dapat meningkatkan prestasi dan kreativitas siswa. Perbedaannya adalah model STAD diawal pembelajaran guru sudah memberikan arahan masalah yang akan dikerjakan setiap kelompok sedangkan model GI siswa secara aktif mencari sendiri topik masalahnya dan melakukan investigasi, kemudian kedua model ini (STAD dan GI) sama-sama mempersentasikan hasil kerja kelompok dan tahap terakhir adalah evaluasi. Diharapkan model yang akan di ujicoba di SMP yang ada di kecamatan Bajawa dapat meningkatkan prestasi belajar IPS di tingkat Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Ngada sehingga kreativitas siswa dapat dikembangkan.

(7)

Kreativitas merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, berupa gagasan maupun karya nyata, dalam bentuk ciri-ciri

aptitude maupun non aptitude, dalam karya baru maupun kombinasi dengan

hal-hal yang sudah ada yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada. Munandar mengatakan pendidikan di Indonesia pada umumnya hanya menekankan pola berpikir konvergen berkaitan dengan penalaran verbal dan pemikiran logis, kurang mengembangkan kreativitas yang mengacu pada pemikiran divergen (Suryosubroto, 2009:191).

Hermone dalam Wegsten (1989:12) mengatakan bahwa kreativitas dapat menghilangkan pola pikir lama menuju pola pikir baru. Hal ini mengarahkan supaya guru dapat mengarahkan siswa agar lebih kreatif dalam berpikir hal-hal yang baru dan menghilangkan pola pikir yang lama yang tidak dapat mengembangkan kreativitas berpikir siswa.

Penelitian pada kreativitas dan proses kreatif menyediakan titik awal untuk mengidentifikasikan variabel yang cenderung mempengaruhi inovasi produk baru. Menurut penelitian Rajesh Sethi, Daniel C. Smith and Whan Park (2001:74) ada enam kunci kondisi yang dianggap penting bagi munculnya hasil yang kreatif yaitu pertama secara umum diakui bahwa kemungkinan menghasilkan ide-ide inovatif dapat meningkatkan keseragaman masukan, kedua ide-ide inovatif yang ditemukan dari hasil hubungan antara beragam ide dan prespektif, ketiga ide-ide inovatif dari hasil upaya terfokus pada masalah yang diidentifikasikan dengan baik, keempat penemuan ide-ide inovatif difasilitasi jika perspektif tradisional dan cara-cara rutin melakukan

(8)

hal-hal dengan bebas ditantang, kelima penemuan ketertarikan ditingkatkan jika ada suasana yang mempromosikan pengambilan resiko, keenam setelah datang dengan ide-ide kreatif, penting proses selanjutnya adalah keberhasilan pelaksanaan ide-ide ini, yang mensyaratkan bahwa fasilitas dan sumber daya yang diperlukan akan tersedia tepat waktu.

Berdasarkan masalah yang ditemukan diatas, maka mendorong peneliti untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang “Pengaruh Model Group

Investigation, Student Teams Achievement Division Dan Konvensional

Terhadap Prestasi Belajar IPS Ditinjau Dari Kreativitas Siswa Kelas VIII Tahun Pelajaran 2015/2016 (Studi Eksperimen di SMP Se-Kecamatan Bajawa di Kabupaten Ngada).

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang diatas dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:

1. Guru masih menggunakan model pembelajaran yang kurang menarik. 2. Guru kurang mampu memberikan model pembelajaran yang berpusat pada

keaktifan dan keterlibatan siswa secara langsung.

3. Guru kurang mengembangkan kreativitas siswa dalam proses belajar mengajar menyebabkan prestasi belajar ikut rendah.

4. Tingkat prestasi IPS masih cukup rendah.

5. Pengaruh model GI, STAD, konvensional dan kreativitas terhadap prestasi belajar siswa.

(9)

C. Pembatasan Masalah

Peneliti membatasi lingkup penelitian agar hasil penelitian lebih fokus dan tidak terlalu meluas. Berdasarkan identifikasi masalah diatas adapun pembatasan masalah sebagai berikut:

1. Variabel bebas:

a. Model pembelajaran yang terdiri dari model Group Investigation,

Student Teams Achievement Division dan konvensional.

b. Kreativtas siswa

Kreativitas pada penelitian ini dibatasi kreativitas siswa terhadap mata pelajaran IPS.

2. Variabel terikat: Prestasi belajar IPS

Prestasi belajar adalah hasil belajar siswa yang dicapai melalui proses pembelajaran IPS pada kompetensi dasar: Menguraikan proses terbentuknya Kesadaran Nasional, Identitas Indonesia dan Perkembangan Pergerakan Kebangsaan Indonesia .

3. Populasi: Siswa SMP se-Kecamatan Bajawa Kabupaten Ngada, Sampel: siswa kelas VIII pada tahun pelajaran 2015/2016.

(10)

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah dan pembatasan masalah diatas, dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Adakah perbedaan pengaruh model GI, STAD dan konvensional terhadap prestasi belajar IPS?

2. Adakah perbedaan pengaruh antara kreativitas pada kategori tinggi dan kreativitas pada kategori rendah terhadap prestasi belajar IPS?

3. Adakah interaksi pengaruh model GI, STAD, konvensional dan kreativitas terhadap prestasi belajar IPS?

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut ini:

1. Untuk mengetahui perbedaan pengaruh model GI, STAD dan

konvensional terhadap prestasi belajar IPS.

2. Untuk mengetahui perbedaan pengaruh antara kreativitas pada kategori tinggi dan kreativitas pada kategori rendah terhadap prestasi belajar IPS. 3. Untuk mengetahui interaksi pengaruh model GI, STAD, konvensional dan

(11)

F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat berguna dan menjadi sumbangan positif bagi semua masyarakat pada umumnya dan dunia pendidikan khususnya demi kemajuan perkembangan pendidikan. Secara spesifik untuk kemajuan dibidang pendidikan IPS dan sebagai acuan bagi penelitian berikut yang sejenis.

2. Manfaat Praktis a. Bagi guru

Sebagai acuan dalam melaksanakan pembelajaran yang berpusat pada siswa serta guru dapat mengatasi kesulitan yang dihadapi dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat.

b. Bagi siswa

Model GI dan STAD sangat bermanfaat dimana siswa berperan lebih aktif dalam proses belajar mengajar dan dapat meningkatkan prestasi belajar.

c. Bagi sekolah

Memajukan kualitas pendidikan di sekolah dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat.

Referensi

Dokumen terkait

Suryono, 2005, Mikrokontroler ISP MCS-5,Lab Elektronika & Instrumentasi Fisika Undip. Suryono, 2005, Workshop Elektronika Dasar, Lab Elektronika & Instrumentasi Fisika

Work family conflict berpengaruh terhadap stres kerja dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wirakristama (2011) bahwa konflik peran ganda berpengaruh

From the finding, it can be concluded that code-switching and code-mixing are language media highly used in Indonesian television advertisements to convey the messages of the

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT, penulis panjatkan atas segala limpahan rahmat, taufiq, hidayah dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

Penegasan tentang pelayanan publik (Sinambela, 2011, hal. 5) menyatakan bahwa pelayanan publik adalah sebagai kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah

[r]

Peubah biologi yang diamati meliputi: 1) lama waktu perkembangan yang dibutuhkan sejak telur diletakkan oleh imago betina sampai menetas menjadi nimfa instar