• Tidak ada hasil yang ditemukan

RENCANA STRATEGIS BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERTANIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RENCANA STRATEGIS BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERTANIAN"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

BADAN PENYULUHAN DAN

PENGEMBANGAN

SUMBER DAYA MANUSIA

PERTANIAN

RENCANA STRATEGIS

2015-2019

KEMENTERIAN PERTANIAN 2015

(2)

Rencana Strategis BPPSDMP 2015-2019

RENCANA STRATEGIS 2015-2019

BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN

SUMBER DAYA MANUSIA PERTANIAN

KEMENTERIAN PERTANIAN

2015

(3)

NOMOR: 3506/OT.010/J/04/2015

TENTANG

RENCANA STRATEGIS BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN

SUMBER DAYA MANUSIA PERTANIAN TAHUN 2015 – 2019

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN

Menimbang : a. bahwa dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 dan Peraturan

Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 telah ditetapkan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Rencana Kerja Pemerintah;

b. bahwa dengan Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 telah ditetapkan Rencana Pembangunan Nasional Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019;

c. bahwa dengan Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan dan Penelahaan Rencana Strategis Kementerian/ Lembaga (Renstra K/L) 2015-2019.

d. bahwa dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 19 Tahun 2015 telah ditetapkan Rencana Strategis Kementerian Pertanian;

e. bahwa atas dasar hal-hal tersebut di atas, perlu menetapkan Rencana Strategis Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Tahun 2015 – 2019.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4421);

2. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4405);

(4)

3. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Noor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4406);

4. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara;

5. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015 – 2019;

6. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian;

7. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 19/Permentan/HK.140/4/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun 2015-2019.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

KESATU : Rencana Strategis Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya

Manusia Pertanian Tahun 2015 – 2019 yang selanjutnya disebut Renstra Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, sebagaimana tercantum pada Lampiran sebagai bagian tidak terpisahkan dari Keputusan ini.

KEDUA : Renstra Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian sebagaimana

dimaksud dalam dictum KESATU sebagai acuan dalam:

a. penyusunan Renstra Unit Kerja eselon II, Eselon III dan Unit Pelaksana Teknis di lingkup Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian;

b. penyusunan Rencana Kerja Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM

Pertanian dan Rencana Kerja setiap unit instansi di lingkup Badan penyuluhan dan pengembangan SDM Pertanian;

c. koordinasi perencanaan kegiatan antar instansi Pusat dan UPT lingkup Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian;

d. pengendalian program dan kegiatan di lingkup Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian.

(5)

KETIGA : Pejabat Eselon II dan III di lingkungan Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian untuk:

a. menjabarkan lebih lanjut Renstra Badan Penyuluhan dan Pengembangan

SDM Pertanian ini ke dalam Rencana Strategis instansi pusat dan UPT masing-masing;

b. menyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) pada Unit Kerja berdasarkan Renstra Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian ini.

KEEMPAT : Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

di Jakarta

Pada tanggal 20 April 2015

Kepala Badan PPSDMP Winny Dian Wibawa

SALINAN Keputusan ini disampaikan kepada:

1. Menteri Pertanian;

2. Pimpinan Unit Kerja Eselon I di Lingkungan Kementerian Pertanian;

3. Pimpinan Unit Kerja Eselon II Pusat Lingkup Badan PPSDMP;

(6)

LAMPIRAN

SURAT KEPUTUSAN

KEPALA BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN NOMOR: 3506/OT.010/J/04/2015

TENTANG

RENCANA STRATEGIS BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERTANIAN TAHUN 2015 – 2019

BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayahNya penyusunan Rencana Strategis (Renstra) Badan Penyuluhan dan

Pengembangan SDM Pertanian (Badan PPSDMP) Tahun 2015 – 2019 ini dapat

diselesaikan dengan baik.

Renstra ini mengacu pada Strategi Induk Pembangunan Pertanian (SIPP) 2015–

2045 dengan tema Pertanian Bioindustri Berkelanjutan, serta Rencana Strategis

Kementerian Pertanian 2015 – 2019 yang diarahkan untuk mencapai kecukupan

produksi komoditas strategis serta pengurangan ketergantungan impor, peningkatan daya saing produk di dalam negeri, pemantapan dan peningkatan daya saing produk pertanian di dunia internasional, diversifikasi pangan untuk mengurangi konsumsi beras dan tepung terigu, serta peningkatan pendapatan dan peningkatan kesejahteraan petani.

Renstra Badan PPSDMP merupakan dokumen yang menjadi acuan penyusunan Renstra unit kerja lingkup Badan PPSDMP. Kondisi dan isu strategis serta kebijakan, program dan kegiatan yang menjadi implikasinya dijelaskan secara singkat dalam dokumen ini.

Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan sumbang saran dalam penyusunan Renstra ini. Masukan, kritik dan saran yang konstruktif dari semua pihak akan membantu penyempurnaan dokumen ini.

Kepala Badan PPSDMP

(8)
(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 3

B. Kondisi Umum ... 6

C. Potensi dan Permasalahan ... 17

D. Isu Strategis Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian ... 18

II. ANALISIS KEKUATAN, KELEMAHAN, PELUANG DAN TANTANGAN (SWOT) ... 43

A. Kekuatan (Strength) ...43

B. Kelemahan (Weaknesess) ...47

C. Peluang (Opportunity) ... 51

D. Tantang (Threath) ... 52

III. VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN STRATEGIS ... 57

A. Visi ... 59

B. Misi ... 60

C. Tujuan ... 61

D. Sasaran Strategis ... 61

IV. ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI DAN KERANGKA KELEMBAGAAN ... 63

A. Arah Kebijakan ... 65

B. Strategi ... 69

C. Kerangka Regulasi ... 79

(10)

V. PROGRAM, INDIKATOR KINERJA PROGRAM, INDIKATOR KINERJA KEGIATAN,

TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN ... 80

A. Program ... 87

B. Indikator Kinerja Program ... 87

C. Target Kinerja dan Kerangka Pendanaan ... 87

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Prosentase tenaga kerja pertanian terhadap angkatan kerja nasional tahun 2010-2013 ... 8 Tabel 2. Prosentase tenaga kerja pertanian terhadap angkatan kerja

nasional tahun 2010-2013 ... 9 Tabel 3. Tenaga kerja sektor pertanian berdasarkan tingkat pendidikan

tahun 2010-2013 ... 10 Tabel 4. Jenis dan jumlah aparatur fungsional lingkup Badan PPSDMP per

Desember 2013... 11 Tabel 5. Jumlah aparatur dan jenis jabatan fungsional lingkup

Kementerian Pertanian per Desember 2013 ... 13 Tabel 6. Kelembagaan Penyuluhan Pertanian di Provinsi, Kabupaten dan

Kecamatan ... 13

Tabel 7. Keragaan Kelembagaan Petani 14

Tabel 8. Realisasi anggaran menurut kegiatan utama tahun 2010 - 2013 ... 15 Tabel 9. Capaian kinerja kegiatan Badan PPSDMP tahun 2010 - 2013 ... 47 Tabel 10. Jumlah lembaga tingkat daerah yang dibina Badan PPSDMP ... 48 Tabel 11. Pokok-Pokok Visi Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM

Pertanian ... 60 Tabel 12. Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Penyuluhan dan

Pengembangan SDM Pertanian Tahun 2015-2019 ... 62 Tabel 13. Indikator Kinerja, Target Kinerja dan Kerangka Pendanaan Tahun

2015-2019 ... 88

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Program, Sasaran, Indikator Kinerja Utama, Target

Kinerja dan Kerangka Pendanaan Badan PPSDMP Tahun 2015-2019

Lampiran 2. Program, Kegiatan, Indikator Kinerja Kegiatan, Target

Kinerja dan Kerangka Pendanaan Kegiatan Utama Badan PPSDMP Tahun 2015-2019

Lampiran 3. Daftar Alamat STPP Badan PPSDMP

Lampiran 4. Penyelenggaraan dan Kegiatan Diklat Pertanian

Lampiran 5. Rekapitulasi Jumlah Penyuluh Pertanian PNS, THL-TB Penyuluh Pertanian dan Penyuluh Pertanian Swadaya (s/d Desember 2014)

(14)
(15)
(16)
(17)

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sektor pertanian masih menjadi sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian tersebut digambarkan dalam kontribusi nyata sektor pertanian dalam penyedia bahan pangan dan bahan baku industri kecil dan menengah, penyumbang nyata PDB, penghasil devisa negara, penyerap tenaga kerja, sumber utama pendapatan rumah tangga perdesaan, penyedia bahan pakan dan bioenergi, serta berperan dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca. Upaya mencapai target sukses pembangunan pertanian pada periode tahun 2010-2014 meliputi: peningkatan swasembada berkelanjutan padi dan jagung dan swasembada kedelai, gula dan daging sapi, peningkatan diversifikasi pangan, peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor dan peningkatan kesejahteraan petani, dilakukan melalui strategi yang dikemas dalam 7 gema revitalisasi yaitu: (1) revitalisasi lahan, (2) revitalisasi perbenihan dan perbibitan, (3) revitalisasi infrastruktur pertanian, (4) revitalisasi SDM petani, (5) revitalisasi permodalan petani, (6) revitalisasi kelembagaan petani, dan (7) revitalisasi teknologi dan industri hilir, telah banyak capaian yang diwujudkan meskipun masih perlu ditingkatkan.

Selama periode 2010-2014, rata-rata kontribusi sektor pertanian terhadap PDB mencapai 9,22% dengan pertumbuhan sekitar 3,19%. Sub-sektor tanaman pangan dan hortikultura merupakan kontributor terbesar terhadap PDB sektor pertanian. Pada periode yang sama, sektor pertanian menyerap angkatan kerja terbesar walaupun ada kecenderungan menurun. Pada tahun 2014 sektor pertanian menyerap sekitar 35,76 juta atau sekitar 30,2 % dari total tenaga kerja. Investasi di sektor pertanian primer baik Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing (PMA) mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 4,2 % dan 18,6 % per tahun. Rasio ekspor-impor pertanian Indonesia sekitar 10 berbanding 4, dengan laju pertumbuhan ekspor mencapai 7,4 % dan pertumbuhan impor 13,1 % per tahun. Neraca perdagangan tumbuh positif dengan laju 4,2 % per tahun. Nilai Tukar Petani (NTP) meningkat sangat pesat. Walaupun sempat menurun pada tahun 2013, namun NTP melonjak dari sebesar 101,78 pada tahun 2010 menjadi 106,52 pada tahun 2014. Berdasarkan harga konstan tahun 2000, tingkat pendapatan petani untuk pertanian dalam arti luas maupun pertanian sempit menunjukkan peningkatan

(18)

yang diindikasikan oleh pertumbuhan yang positif masing-masing sebesar 5,64

% dan 6,20 %/tahun selama kurun waktu 2010–2014. Pada periode yang sama,

jumlah penduduk miskin di perdesaan atau pada sektor pertanian, menurun dengan laju sebesar -3,69 % per tahun (dari 19,93 juta pada tahun 2010 menjadi 17,14 juta pada tahun 2014).

Pembangunan pertanian dalam lima tahun kedepan (2015 – 2019) diarahkan

untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional, yaitu menciptakan pertanian Indonesia yang bermartabat, mandiri, maju, adil dan makmur. Pertanian yang bermartabat artinya bahwa petani Indonesia memiliki kepribadian luhur, harga diri, kebanggaan, serta merasa terhormat dan dihormati sebagai petani. Pertanian mandiri adalah adanya kemerdekaan dan kedaulatan negara maupun petani dalam segala hal terkait pembangunan pertanian. Pertanian maju tercermin dalam penerapan inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang paling baru pada masanya dan yang memiliki keunggulan, khususnya di bidang pertanian tropika. Pertanian yang adil berkaitan dengan pemerataan dan keberimbangan kesempatan berusahatani, politik dan jaminan penghidupan secara horizontal, spasial, sektoral, bidang pekerjaan, dan sosial. Adapun pertanian yang makmur dicirikan oleh kehidupan seluruh petani yang serba berkecukupan, yang merupakan hasil dari pertanian yang bermartabat, mandiri, maju, dan adil.

Untuk mewujudkan arah pembangunan pertanian tersebut, digunakan dua pendekatan, yaitu: Pertama, Pembangunan Ekonomi berdasarkan Paradigma Pertanian untuk Pembangunan (pada tataran nasional); dan Kedua, Pembangunan Sistem Pertanian Bioindustri Berkelanjutan berdasarkan Paradigma Biokultura (pada tataran sektoral). Paradigma Pertanian untuk Pembangunan menekankan sepuluh fungsi yang harus diemban, yaitu: (1) Pengembangan sumber daya insani; (2) Ketahanan pangan; (3) Penguatan ketahanan penghidupan keluarga; (4) Basis pengembangan bioenergi; (5) Pengentasan kemiskinan dan pemerataan pembangunan; (6) Jasa lingkungan alam; (7) Basis untuk pengembangan bioindustri; (8) Penciptaan iklim kondusif bagi pembangunan; (9) Penguatan daya tahan perekonomian; dan (10) Sumber pertumbuhan berkualitas.

(19)

Konsepsi Strategi Induk Pembangunan Pertanian (edisi ke-2), merumuskan visi

pembangunan pertanian Indonesia 2015–2045 yaitu “Terwujudnya sistem

pertanian bioindustri berkelanjutan yang menghasilkan beragam pangan sehat dan produk bernilai tambah tinggi dari sumber daya hayati pertanian dan

kelautan tropika”. Visi tersebut dijabarkan dalam misi pembangunan pertanian yang salah satunya mencakup pengembangan sistem penelitian untuk pembangunan pertanian bioindustri berorientasi inovasi pertanian spesifik lokasi, pengembangan sumberdaya manusia yang berkualitas, peningkatan

entrepreneurship (kewirausahaan) pertanian dan penguatan modal sosial. Fokus strategi utama mewujudkan misi tersebut adalah pengembangan sumber daya insani yang kompeten dan berkarakter (insan berkualitas, modal sosial dan modal politik) pertanian serta kelembagaannya. Kebijakan pengembangan sistem pertanian bioindustri berkelanjutan dalam aspek sumber daya insani pertanian diarahkan untuk menjamin pembangunan pertanian berorientasi pada kedaulatan petani, utamanya petani kecil. Hal tersebut berarti manajemen dan dukungan kebijakan usaha pertanian bioindustri sepenuhnya berdasarkan pada aspirasi petani, dilaksanakan oleh petani dan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan petani. Adapun dalam aspek

pengembangan kelembagaan petani, kebijakan diarahkan untuk

menumbuhkembangkan kelembagaan ekonomi, politik dan sosial petani yang esensial. Untuk meningkatkan kapabilitas usaha, advokasi kepentingan politik kebijakan dan penguatan solidaritas sosial petani skala kecil.

Berdasarkan hasil evaluasi kinerja Kementerian Pertanian selama periode lima tahun terakhir dan perubahan paradigma sebagaimana tertuang dalam SIPP, sasaran strategis Kementerian Pertanian ke depan adalah: (1) peningkatan ketahanan pangan, (2) peningkatan nilai tambah, daya saing, ekspor dan substitusi impor, (3) penyediaan dan peningkatan bahan baku bioindustri dan bioenergi, serta (4) peningkatan kesejahteraan petani. Mengacu pada sasaran strategis Kementerian Pertanian melalui 8 Strategi Penguatan Pembangunan Pertanian untuk Kedaulatan Pangan (P3KP) yang meliputi: (1) Peningkatan ketersediaan dan pemanfaatan lahan, (2) Peningkatan infrastruktur dan sarana pertanian, (3) Pengembangan dan perluasan logistik benih/bibit, (4) Penguatan kelembagaan petani, (5) Penguatan dan peningkatan kapasitas SDM pertanian, (6) Pengembangan dan penguatan bioindustri dan bioenergi,

(20)

(7) Pengembangan dan penguatan pembiayaan pertanian, dan (8) Peningkatan dukungan inovasi dan teknologi. Peran utama Badan PPSDMP untuk mewujudkan sasaran strategis Kementerian Pertanian adalah pada strategi penguatan kelembagaan petani dan penguatan dan peningkatan kapasitas SDM pertanian. Peran tersebut diwujudkan melalui program dan kegiatan penyuluhan dan pengembangan SDM pertanian.

B. Kondisi Umum 1. Internal

Pada periode 2010-2014 kegiatan penyuluhan, pelatihan, pendidikan, standardisasi dan sertifikasi profesi pertanian ditujukan untuk: menumbuhkembangkan kelembagaan petani untuk meningkatkan kompetensi dan kemandirian petani; meningkatkan kompetensi kerja aparatur dan non aparatur pertanian; menghasilkan aparatur dan non aparatur yang kompeten dan tersertifikasi; dan meningkatkan pelayanan, tata kelola administrasi dan manajemen yang efektif, efisien dan akuntabel.

Dalam rangka pelaksanaan kegiatan pada periode tersebut, Badan PPSDMP melaksanakan 5 (lima) kegiatan utama, yaitu: (1) Pemantapan sistem penyuluhan pertanian; (2) Pemantapan sistem pelatihan pertanian; (3) Revitalisasi sistem pendidikan, standardisasi dan sertifikasi profesi SDM pertanian; (4) Dukungan administrasi manajemen dan teknis lainnya; serta (5) Pendidikan menengah pertanian.

Pencapaian pelaksanaan kegiatan utama tersebut ditempuh melalui strategi: (1) Penataan dan penguatan kelembagaan penyuluhan dan kelembagaan petani mulai dari tingkat desa sampai tingkat pusat; (2) Pengembangan program dan sistem informasi penyuluhan pertanian yang mendukung empat sukses pembangunan pertanian serta antisipasi perubahan iklim dan kelestarian lingkungan; (3) Penataan serta peningkatan jumlah dan kompetensi penyuluh pertanian melalui optimalisasi peran penyuluh PNS, penyuluh swadaya dan penyuluh swasta; (4) Penataan dan pengembangan usaha tani yang mandiri dan berdaya saing; (5) Penataan serta peningkatan kompetensi THL-TBPP; (6) Peningkatan jumlah dan kompetensi ketenagaan pelatihan pertanian yang

(21)

profesional dan kredibel; (7) Peningkatan jumlah dan mutu penyelenggaraan pelatihan aparatur dan non aparatur pertanian; (8) Peningkatan jumlah dan mutu sarana dan prasarana kelembagaan pelatihan pertanian; (9) Akreditasi kelembagaan pelatihan pertanian pemerintah dan pelatihan petani (P4S); (10) Restrukturisasi kelembagaan dan pengembangan program studi pendidikan tinggi kedinasan pertanian; (11) Pengembangan kelembagaan pendidikan menengah kejuruan pertanian; (12) Penumbuhkembangan wirausahawan muda di bidang pertanian; (13) Pengembangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) bidang pertanian; (14) Pengembangan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) bidang pertanian; (15) Pemantapan tata kelola organisasi dan kepegawaian; (16) Pemantapan sistem perencanaan; (17) Pemantapan sistem pengelolaan keuangan dan perlengkapan; dan (18) Pemantapan sistem pengendalian, evaluasi, pelaporan dan kehumasan.

Dalam melaksanakan strategi tersebut, Badan PPSDMP didukung sumber daya manusia pertanian, kelembagaan pemerintah, kelembagaan petani, penyelenggaraan penyuluhan, pelatihan, dan pendidikan, serta dukungan administrasi manajemen dan teknis lainnya, yang secara rinci diuraikan sebagai berikut:

a. Sumber daya manusia pertanian

Berdasarkan peranan dalam pembangunan sektor pertanian, SDM pertanian diklasifikasikan menjadi dua golongan besar, yaitu non aparatur (pelaku utama dan pelaku usaha pembangunan pertanian) dan aparatur yang berperan sebagai pendukung dalam proses pembangunan pertanian.

1) Non aparatur

Tenaga kerja on farm di sektor pertanian dalam lima tahun terakhir

mempunyai kontribusi rata-rata sebesar 31.78%/tahun terhadap angkatan kerja nasional. Tenaga kerja ini mengalami penurunan sebesar 2.57%/tahun terhadap angkatan kerja pertanian atau 3.55%/tahun terhadap angkatan kerja nasional. Penurunan ini terjadi

karena perpindahan tenaga kerja dari on farm ke sektor industri dan

(22)

sektor pertanian. Penurunan jumlah tenaga kerja ini menguntungkan karena dapat mengurangi beban tenaga kerja. Dengan demikian pendapatan rata-rata petani diharapkan akan meningkat. Fungsi dari tenaga kerja yang berpindah tersebut diharapkan dapat digantikan dengan penerapan mekanisasi pertanian. Prosentase tenaga kerja pertanian terhadap angkatan kerja nasional tahun 2010-2013 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Prosentase tenaga kerja pertanian terhadap angkatan kerja nasional tahun 2010-2013

Tahun Tenaga kerja pertanian (juta orang) Angkatan Kerja Nasional ( juta orang) Prosentase (Pertanian/ Nasional, %) 2009 38,61 113,74 33,94 2010 38,69 116,53 33,20 2011 36,54 109,67 33,32 2012 36,42 118,05 30,85 2013*) 35,76 121,19* 29,74 Rata-rata 36,85 116,36 31,78

Ket :* angka proyeksi

Sumber: (BPS, Februari, 2014)

Angkatan kerja pertanian menurut tingkat pendidikan menunjukan bahwa prosentase rata-rata tertinggi berada pada tingkat pendidikan tidak sekolah/tidak tamat SD/tamat SD yaitu 74,46% dari tahun 2010-2013. Sedangkan prosentase petani dengan tingkat pendidikan SLTP sebesar 15,71%, tingkat pendidikan SMU/SMK sebesar 9,15% dan tingkat universitas/DIV sebesar 0,68%. Secara rinci prosentase tenaga kerja pertanian berdasarkan tingkat pendidikan diuraikan pada Tabel 2.

(23)

Tabel 2. Tenaga kerja sektor pertanian berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2010-2013 Tahun Tidak Sekolah/Tidak Tamat SD/Tamat SD

SLTP SMU/ SMK Univ/ D IV Total

Juta (orang) (%) Juta (orang) (%) Juta (orang) (%) Juta (orang) (%) Juta (orang) 2010 28,88 74,64 6,28 16,23 3,31 8,56 0,22 0,57 38,69 2011 27,38 74,95 5,65 15,47 3,30 9,03 0,20 0,55 36,53 2012 26,99 74,13 5,67 15,57 3,46 9,50 0,29 0,80 36,41 2013* 26,71 74,11 5,61 15,57 3,43 9,52 0,29 0,80 36,04 Rata-rata 27,49 74,46 5,80 15,71 3,38 9,15 0,25 0,68 36,92

Ket :* angka proyeksi

Sumber: BPS (Februari, 2014 - Sakernas)

Berdasarkan data sensus pertanian 2013, BPS mencatat bahwa jumlah rumah tangga pertanian adalah sekitar 26,13 juta (11% dari total penduduk Indonesia). Terkait kepemilikan lahan pertanian, dari 26,13 juta jumlah petani tersebut, 16 Juta (61,5%) tidak memiliki tanah. Artinya, ada 61,5% petani sebagai buruh tani di lahan-lahan petani lain maupun menjadi buruh di perusahaan-perusahaan pertanian yang mengelola perkebunan skala besar. Rumah tangga pertanian menguasai lahan pertanian rata-rata kurang dari 0,5 hektar.

2) Aparatur

Aparatur di sektor pertanian terdiri atas aparatur fungsional dan struktural. Per November 2014, jenis jabatan fungsional lingkup Kementerian Pertanian secara total ditampilkan pada Tabel 3 berikut:

(24)

Tabel 3. Jenis jabatan fungsional lingkup Kementerian Pertanian per November 2014

No Jenis Jabatan Fungsional Jumlah

(orang)

1. Guru di SMK-PP 60

2. Dosen di STPP 205

3. Widyaiswara 194

4. Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan 3.808

5. Pengawas Benih Tanaman 3.471

6. Pengawas Bibit Ternak 117

7. Medik Veteriner 112

8. Paramedik Veteriner 472

9. Pengawas Mutu Pakan 40

10. Penyuluh Pertanian PNS 27.485 - Pusat : 34 BPPSDMP 24 BBP2TP 10 - Provinsi : 673 Bakorluh BPTP 402 271 - Kab/Kota 2.982 - Kecamatan 11.976 - Desa/Kelurahan 11.820 11. THL-TB Penyuluh Pertanian 20.479 Total 56.443

Sumber : Badan PPSDMP dalam Angka (2014)

Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah penyuluh pertanian masih jauh dari jumlah ideal yaitu 1 desa 1 penyuluh. Ketersediaan penyuluh pertanian di desa baru mencapai 45,19% (sebanyak 32.299 orang dari 71.479 desa potensi pertanian), sehingga saat ini satu orang penyuluh membina 2-3 desa/ kelurahan. Komposisi penyuluh pertanian yang berada di desa terdiri atas penyuluh pertanian PNS sebanyak 11.820 orang dan THL-TB Penyuluh Pertanian sebanyak 20.479 orang. Kekurangan jumlah penyuluh pertanian di tingkat lapangan diakomodasi dengan penyediaan Tenaga Harian Lepas-Tenaga Bantu Penyuluhan Pertanian (THL-TB Penyuluh Pertanian) sebanyak

(25)

20.479. Pengurangan jumlah penyuluh pertanian di desa karena pensiun sebanyak 5.792 orang (49% dari 11.820 orang), mengindikasikan bahwa rekrutmen penyuluh perlu segera dilakukan. Dari segi kompetensi, penyuluh pertanian selama ini kurang ditunjang oleh upaya peningkatan kompetensi, agar mampu menjalankan perannya lebih baik yang didasari oleh pengetahuan, keterampilan dan sikap sesuai dengan petunjuk kerja yang ditetapkan.

Sampai dengan tahun 2014, aparatur fungsional lingkup Badan PPSDMP di tingkat Pusat berjumlah 535 orang, sedangkan aparatur fungsional lingkup Kementerian Pertanian secara keseluruhan berjumlah 56.443 orang. Secara rinci, aparatur fungsional lingkup Badan PPSDMP diuraikan pada Tabel 4 berikut:

Tabel 4. Jenis dan jumlah aparatur fungsional lingkup Badan PPSDMP per Desember 2014.

No Jenis Jumlah (orang)

1. Perencana 5 2. Guru Pertanian 60 3. Dosen 205 4. Widyaiswara Pertanian 194 5. Penyuluh Pertanian 24 6. Pustakawan 16 7. Instruktur 1 8. Analis Kepegawaian 9 9. Statistisi 1 10. Pranata Humas 8 11. Arsiparis 2

12. Pranata Laboratorium Pendidikan

(PLP)

9

13. Pranata Komputer 1

Total 535

Sumber : Badan PPSDMP dalam Angka (2014)

b. Kelembagaan pemerintah dalam pengembangan SDM pertanian

Kelembagaan pemerintah dalam mendukung pengembangan SDM pertanian terdiri atas kelembagaan penyuluhan pertanian, lembaga pelatihan pertanian dan lembaga pendidikan pertanian baik di tingkat pusat maupun daerah. Lembaga di tingkat pusat adalah: Badan PPSDMP yang terdiri atas 4 (empat) Unit Kerja Eselon II, yaitu Pusat Penyuluhan Pertanian, Pusat Pelatihan Pertanian, Pusat Pendidikan,

(26)

Standardisasi dan Sertifikasi Profesi Pertanian, serta Sekretariat Badan PPSDMP.

Mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 154 tahun 2014 tentang Kelembagaan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, kelembagaan penyuluhan adalah lembaga pemerintah dan/atau masyarakat yang mempunyai tugas dan fungsi menyelenggarakan penyuluhan. Kelembagaan penyuluhan pemerintah terdiri atas kelembagaan penyuluhan pada tingkat pusat, tingkat provinsi, kabupaten/kota dan kecamatan. Kelembagaan penyuluhan pada tingkat provinsi berbentuk Badan Koordinasi Penyuluhan. Hingga tahun 2014 masih terdapat 2 provinsi yang belum membentuk kelembagaan penyuluhan sesuai UU Nomor 16 tahun 2006 yaitu Provinsi DKI Jakarta dan Kalimantan Utara.

Kelembagaan penyuluhan pada tingkat kabupaten/kota berbentuk Badan Pelaksana Penyuluhan. Hingga tahun 2014, kabupaten yang sudah membentuk kelembagaan penyuluhan sebanyak 74,09% (306 unit), kota yang sudah membentuk kelembagaan penyuluhan sebanyak 30,61% (30 unit).

Kelembagaan penyuluhan pada tingkat kecamatan berbentuk Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K). Kelembagaan penyuluhan Kecamatan yang sudah memiliki kelembagaan penyuluhan sebanyak 74,74% (5.232 unit dari total 7.000 kecamatan). Secara rinci

sebaran kelembagaan penyuluhan pada tingkat provinsi,

(27)

Tabel 5. Kelembagaan penyuluhan pada tingkat provinsi, kabupaten/kota dan kecamatan.

No. Wilayah Jumlah Kelembagaan Penyuluhan (unit)

Sesuai UU No.16 Tahun 2006 Bergabung dengan KP Dinas 1 Provinsi 34 22 10 2 2 Kabupaten 413 141 165 107 3 Kota 98 11 19 68 4 Kecamatan 7.000 5.232

Sumber: Pusat Penyuluhan Pertanian, Badan PPSDMP (November, 2014)

c. Kelembagaan petani dalam pembangunan pertanian

Berdasarkan laporan Pusat Penyuluhan Pertanian tahun 2014, terdapat 322.390 Kelompok Tani (Poktan), 37.632 Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), 10.065 Kelembagaan Ekonomi Petani (Koptan, BUMP) dan 6.596 unit Pos Penyuluhan Desa (Posluhdes). Keragaan kelembagaan petani disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Keragaan kelembagaan petani

No. Bentuk Kelembagaan Jumlah (Unit)

1. Poktan 322.390

2. Gapoktan 37.632

3. Kelembagaan Ekonomi Petani

(Koptan, BUMP)

10.065

4. Posluhdes 6.596

Sumber: Pusat Penyuluhan Pertanian, Badan PPSDMP (November, 2014)

Jumlah Petani yang sudah tergabung dalam Poktan sejumlah 10.380.380 orang (39,32 % dari jumlah 26.400.000 KK tani, BPS 2013). Rata-rata jumlah anggota per poktan sebanyak 32 orang. Posluhdes yang terbentuk sebanyak 8,32% dari jumlah desa sebanyak 79.313 desa.

(28)

d. Capaian kinerja

Capaian kinerja selama tahun 2010-2014 sebesar 88,90% dari anggaran senilai Rp6.661.053,91 (dalam juta). Realisasi ini tidak mencapai 100% dikarenakan adanya optimalisasi untuk penghematan barang dan jasa (perjalanan, bansos, dan jasa profesi), tidak terealisasinya pengadaan kendaraan motor di pusat pada tahun 2013, dan sisa anggaran akomodasi serta konsumsi pertemuan/rapat pada tahun 2014. Realisasi anggaran berdasarkan kegiatan utama dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Realisasi Anggaran Menurut Kegiatan Utama Tahun 2010 - 2014

No. Kegiatan Utama Pagu*) (Rp. Juta) Realisasi (Rp. Juta) % 1. Pemantapan Sistem Penyuluhan Pertanian 3.625.121,05 3.305.929,89 91,20 2. Pemantapan Sistem Pelatihan Pertanian 1.764.187,15 1.503.746,06 85,24 3. Revitalisasi Sistem Pendidikan, Standardisasi dan Sertifikasi Profesi Pertanian 747.261,37 662.012,99 88,59 4. Pendidikan Menengah Pertanian 234.430,05 194.416,33 82,93 5. Dukungan Manajemen

dan Dukungan Teknis Lainnya

290.054,29 255.587,70 88,12

Total 6.661.053,91 5.921.692,97 88,90

*) Tahun 2010 - 2014

Sumber : Laporan Evaluasi Program dan Kegiatan BPPSDMP 2014 (Januari, 2015)

Rincian capaian kinerja kegiatan Badan PPSDMP selama periode 2010-2013 dapat dijelaskan pada Tabel 8 berikut:

(29)

Tabel 8. Capaian Kinerja Kegiatan Badan PPSDMP tahun 2010 - 2013

No. Kegiatan Target Realisasi %

1 Pelatihan bagi aparatur di sektor pertanian (orang)

65.091 64.738 99,46

2 Pelatihan non aparatur di sektor pertanian (orang)

62.147 62.864 101,15

3 Peningkatan kinerja ketenagaan penyuluhan pertanian melalui fasilitasi honor dan BOP (orang)

191.928 201.081 104,77 4 Penyelenggaraan pendidikan tinggi pertanian di STPP (orang) 8.012 8.200 102,35 5 Penyelenggaraan pendidikan menengah pertanian di SMK-PP 39.488 36.645 92,80

6 Pemberdayaan kelompok tani (unit)

94.003 80.752 85,90

7 Diklat Fungsional RIHP bagi penyuluh dan non-penyuluh pertanian (orang)

2.240 5.134 229,20

8 Pengembangan usaha

agribisnis dan kelembagaan petani (Poktan/Gapoktan) melalui Farmers Managed Activities (FMA) (orang)

6.160 5.854 95,03

9 Pembangunan gedung BPP

baru (unit)

278 266 95,68

10 Pengembangan wirausahawan

muda melalui bantuan modal kerja usaha bagi lulusan SPP terbaik (seed money) (orang)

252 234 92,86

11 Retooling lulusan D4/S1 dibidang perkebunan

687 597 86,90

12 Fasilitasi alat pengolah data

cyber extension di BPP(unit)

1.000 1.000 100,00

(30)

2. Eksternal

Sektor pertanian merupakan sektor yang paling terkena dampak perubahan iklim, sehingga menjadi tantangan untuk mengelola kegiatan pertanian ditengah kondisi alam yang cepat berubah. Jika dilihat dari aspek perekonomian, ancaman terhadap perekonomian nasional terus meningkat seiring dengan kecenderungan peningkatan pasar dan perekonomian dunia. Salah satu konsekuensi dari liberalisasi dan globalisasi pasar dan perekonomian tersebut, Indonesia harus menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun 2015.

Persaingan bebas di era globalisasi ekonomi dan peningkatan kesadaran konsumen atas mutu produk pertanian menuntut peningkatan kemampuan seluruh pelaku agribisnis untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan tuntutan pasar baik dari segi kualitas, kuantitas maupun kontinuitas/keberlanjutan. Peningkatan ini harus diiringi dengan terciptanya kemandirian petani yang dicirikan dari perilakunya yang modern, efisien dan berdaya saing tinggi, dengan kapabilitas pengelola usaha tani yang adaptif terhadap perubahan lingkungan, sosial dan ekonomi, serta kemampuan bekerjasama saling menguntungkan dengan pihak lain. Dalam hal ini, peran Badan PPSDMP adalah menghasilkan SDM Pertanian yang berkualitas sehingga dapat bersaing di pasar tenaga kerja pertanian dan menghasilkan produk yang mempunyai daya saing tinggi di pasar global.

Salah satu cara untuk mewujudkan kemandirian petani sebagai masyarakat yang tinggal di perdesaan dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat perdesaan merupakan. Pemberdayaan tersebut perlu dilandaskan pada

penguatan modal sosial yang meliputi tata nilai/norma, kepercayaan/trust,

dan jejaring/networking. Pemberdayaan masyarakat perlu memfokuskan

pada kompetensi SDM, manajemen, keorganisasian masyarakat, struktur, kepemimpinan, dan penyelenggaraan pemerintahan yang baik.

(31)

C. Potensi dan Permasalahan

Secara umum, permasalahan dalam pengembangan SDM Pertanian adalah kurang memadainya jumlah dan kualitas SDM (petani, penyuluh, dosen/ guru dan widyaiswara), belum optimalnya peran kelembagaan, terutama manajemen, belum maksimalnya peran penyuluh dalam alih teknologi dan informasi, kurang memadainya sarana dan prasarana penyuluhan, pendidikan dan pelatihan.

Adapun permasalahan yang terkait dengan penyuluhan, pelatihan, pendidikan, standardisasi dan sertifikasi profesi pertanian serta administrasi manajemen dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Permasalahan dalam kegiatan penyuluhan pertanian:

(1) Rendahnya kapasitas kelembagaan penyuluhan

(2) Kurangnya jumlah dan kompetensi penyuluh

(3) Rendahnya kapasitas petani dan kelembagaan petani

(4)Lemahnya transfer teknologi dari sumber informasi ke petani

(5) Kurangnya dukungan sarana, prasarana dan pembiayaan penyuluh.

2. Permasalahan dalam kegiatan pelatihan pertanian:

(1) Kurangnya jumlah, sebaran yang tidak merata serta rendahnya

kapasitas dan kompetensi penyelenggara kediklatan (widyaiswara dan tenaga kediklatan)

(2) Kurangnya dukungan prasarana dan sarana kediklatan (asrama, kelas,

laboratorium, sarana praktek)

(3) Masih rendahnya efektivitas hasil pelatihan

(4)Belum terpenuhinya standarisasi mutu layanan kediklatan (ISO)

(5) Belum adanya tindak lanjut hasil sertifikasi pogram/kegiatan diklat.

3. Permasalahan dalam kegiatan pendidikan, standardisasi dan sertifikasi profesi pertanian:

(1) Rendahnya minat masyarakat untuk melanjutkan pendidikan ke

SMK-PP dan STSMK-PP

(2) Belum memadainya kondisi infrastruktur, jumlah dan kualitas SDM

kependidikan

(3) Pengakuan eksistensi STPP masih bersifat “lokal” dan tidak semua lulusan dapat memenuhi standar/kualitas yang dibutuhkan

(4)Belum terciptanya iklim belajar yang kondusif di unit kerja pendidikan.

4. Permasalahan dalam kegiatan dukungan administrasi manajemen dan teknis lainnya:

(32)

(1) Belum konsistensinya penerapan e-planning dalam perencanaan program dan anggaran

(2) Belum primanya kualitas pelayanan keterbukaan informasi publik

(3) Kurangnya efektivitas dan akuntabilitas kegiatan serta pengendalian

internal

(4)Perencanaan dan pelaksanaan pengembangan pegawai belum

sepenuhnya optimal dan berkesinambungan

(5) Koordinasi internal antara unit kerja lingkup Badan PPSDMP dan

koordinasi eksternal Badan PPSDMP dengan unit kerja terkait belum berjalan dengan optimal;

(6)Pelaksanaan kegiatan belum sepenuhnya konsisten dengan jadwal

yang telah ditetapkan, sehingga hasilnya belum optimal.

D. Isu Strategis Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian

Pembangunan pertanian yang berkelanjutan merupakan suatu keharusan untuk memenuhi kebutuhan pangan, papan, dan bahan baku industri; memperluas lapangan kerja dan lapangan berusaha; meningkatkan

kesejahteraan rakyat khususnya petani, pekebun, dan peternak;

mengentaskan masyarakat dari kemiskinan khususnya di perdesaan; meningkatkan pendapatan nasional; serta menjaga kelestarian lingkungan. Sejalan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan, maka untuk lebih meningkatkan peran sektor pertanian diperlukan sumberdaya manusia yang berkualitas, andal serta berkemampuan manajerial, kewirausahaan, dan organisasi bisnis sehingga pelaku pembangunan pertanian mampu membangun usaha dari hulu sampai dengan hilir yang berdaya saing tinggi dan mampu berperan serta dalam melestarikan lingkungan. Untuk mewujudkan tujuan pembangunan pertanian berkelanjutan, pemerintah (Kementerian Pertanian) berkewajiban menyelenggarakan penyuluhan khususnya di bidang pertanian.

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan mendefinisikan penyuluhan pertanian sebagai proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup. Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian

(33)

sebagai salah satu institusi penyuluhan tingkat nasional dalam konteks organisasi Kementerian Pertanian adalah sebagai pendukung fungsi peningkatan produksi berbagai subsektor pertanian (tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan perkebunan), mempunyai peran utama dalam meningkatkan kemampuan pelaku utama (petani, peternak, pekebun, beserta keluarnga intinya) dan pelaku usaha (perorangan atau korporasi yang dibentuk menurut hukum Indonesia yang mengelola usaha pertanian, perikanan, dan kehutanan) pembangunan pertanian, melalui kegiatan penyuluhan, pendidikan dan pelatihan pertanian, serta standardisasi dan sertifikasi SDM pertanian.

Dalam kerangka organisasi, Badan PPSDMP bertanggung jawab untuk menyediakan SDM pertanian yang kompeten dan profesional di bidangnya, melalui fungsi penyuluhan, pelatihan serta standardisasi dan sertifikasi profesi pertanian. Hal ini selanjutnya tercermin dalam fokus program dan kegiatan penyuluhan dan pengembangan SDM pertanian yang meliputi peningkatan efektivitas penyuluhan dalam rangka mendukung pencapaian target pembangunan pertanian, pengembangan kerjasama dan profesionalisme kediklatan serta pemberdayaan STPP dan SMK-PP, serta peningkatan kompetensi SDM pertanian melalui sertifikasi profesi.

Terkait dengan tugas pokok dan fungsi, BPPSDMP memandang perlu untuk memperhatikan beberapa isu strategis yang menyangkut penyuluhan dan pengembangan SDM pertanian, dan menjadi cerminan dalam penyusunan program dan kegiatan di lapangan, guna mendukung tercapainya target pembangunan pertanian. Isu strategis itu meliputi: (1) penguatan BP3K sebagai pusat koordinasi program dan pelaksanaan kegiatan di kecamatan; (2)

memperkuat sistem penyuluhan melalui jaringan internet (cyber extension);

(3) peningkatan kompetensi SDM pertanian melalui standardisasi dan sertifikasi profesi pertanian; (4) Peningkatan Fasilitasi Balai Pelatihan melalui pelayanan prima dan bertaraf internasional; (5) pengembalian minat generasi muda di bidang pertanian melalui kesempatan pendidikan bagi anak petani

berprestasi; dan (6) Penerapan good governance (tata kelola yang baik).

Secara rinci isu-isu strategis penyuluhan dan pengembangan SDM pertanian diuraikan sebagai berikut:

(34)

1. Penguatan BP3K Sebagai Pusat Koordinasi Program dan Pelaksanaan Kegiatan di Kecamatan

Lembaga penyuluhan pemerintah yang menjadi garda terdepan pelayanan penyuluhan adalah Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K), mempunyai kedudukan dan peran yang sangat strategis dalam proses percepatan pembangunan pertanian melalui tugas dan fungsi penyelenggaraan penyuluhan di wilayah. Hal ini dikarenakan BP3K sebagai institusi terdepan yang secara langsung berhubungan dengan pelaku utama pembangunan pertanian dalam hal ini petani, peneliti, penyuluh dan pelaku usaha di bidang pertanian serta kelompok masyarakat peduli pembangunan pertanian.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, BP3K merupakan kelembagaan penyuluhan pemerintah di tingkat kecamatan yang memiliki tugas: (1) menyusun programa penyuluhan pada tingkat kecamatan sejalan dengan programa penyuluhan kabupaten/kota; (2) melaksanakan penyuluhan berdasarkan programa penyuluhan; (3) memfasilitasi proses pembelajaran dengan mengikhtiarkan kemudahan akses ke sumber yang dibutuhkan petani melalui penyediaan dan penyebarluasan informasi teknologi, sarana produksi, pembiayaan, pasar dan pemasaran; (4) memfasilitasi pengembangan kelembagaan dan kemitraan pelaku utama dan pelaku usaha; (5) memfasilitasi peningkatan kapasitas penyuluh PNS, penyuluh swadaya dan penyuluh swasta melalui proses pembelajaran secara berkelanjutan; dan (6) melaksanakan proses pembelajaran melalui kaji terap dan percontohan dan pengembangan model usahatani bagi pelaku utama dan pelaku usaha; (7) memfasilitasi kerjasama antar peneliti, penyuluh dan petani.

Seiring dengan kemajuan teknologi dan semakin meningkatnya kebutuhan agribisnis petani, peran BP3K berkembang tidak hanya sebagai tempat pertemuan para penyuluh, pelaku utama, dan pelaku usaha, tetapi juga harus mampu melakukan perakitan teknologi spesifik lokasi, model-model usahatani dan kemitraan agribisnis, metodologi penyuluhan melalui fasilitas informasi dan dokumentasi dalam perpusatakaan, serta melaksanakan forum-forum penyuluhan (rembug tani, koordinasi,

(35)

musyawarah, dll) pelaksanaan programa penyuluhan. Oleh sebab itu, guna menghasilkan penyuluhan yang sesuai dengan kebutuhan petani dan dapat mencapai target pembangunan pertanian, penyelenggara penyuluhan di lapangan (BP3K) juga harus didukung dengan sarana dan prasarana terstandarisasi dan tepat guna.

Upaya penguatan BP3K sebagai pendorong efektivitas penyuluhan,

pertama dapat dilakukan melalui sharing pendanaan dari semua

stakeholders dan dari berbagai jenis dan sumber anggaran (APBD, APBN, DAK, Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan, kerjasama, penguatan permodalan, serta pola kemitraan). Hal ini agar fungsi BP3K seperti

pelaksanaan kegiatan demplot, field day, kaji terap, magang petani, kursus

tani, rembug tani, pelatihan dan lain-lain dapat berjalan sesuai dengan fungsinya. Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang nomor 16 tahun 2006, pemerintah dan pemerintah daerah memfasilitasi dan mendorong peran serta pelaku utama dan pelaku usaha dalam pelaksanaan penyuluhan. Kerjasama penyuluhan dapat dilakukan antar kelembagaan penyuluhan, baik secara vertikal, horizontal, maupun lintas sektoral. Kerjasama penyuluhan antara kelembagaan penyuluhan nasional, regional, dan atau internasional dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari menteri.

Upaya kedua adalah dukungan dari berbagai lembaga dalam bentuk

sinergitas pembinaan. Sinergitas pembinaan BP3K dapat dilakukan oleh: Dinas Teknis lingkup Pertanian dalam bentuk Latihan dan Kunjungan, Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP), Sekolah Menengah Kejuruan Pertanian Pembangunan (SMK-PP) dalam bentuk pelaksanaan kegiatan pengabdian masyarakat, kajian kelembagaan (aspek konsep, peran, kelas, kemitraan), dan pengembangan model kewirausahaan. Agar pelaksanaan kegiatan lebih efektif maka dukungan Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP), Balai Pelatihan Pertanian (BPP) dan Balai Diklat Pertanian (BDP) dalam meningkatkan fungsi BP3K dilakukan melalui kegiatan penguatan kelembagaan, sarana prasarana, metode pelatihan, pelatihan penyuluh, petani dan pelaku usaha, pelatihan kewirausahaan, pelatihan teknis agribisnis dan pelatihan manajemen BP3K. Pelaksanaan pelatihan dapat melibatkan Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya (P4S).

(36)

Peningkatan efektivitas penyuluhan dengan menjadikan BP3K sebagai pusat koordinasi program dan pelaksanaan kegiatan di kecamatan harus dibarengi dengan pemberdayaan dan penguatan peran BP3K. Kedepan, BP3K harus dapat berperan sebagai: (1) pusat koordinasi dan sinergitas pelaksanaan program pembangunan pertanian; (2) pusat kaji terap dan demonstrasi plot dengan pendampingan dari peneliti dan penyuluh BPTP; (3) pusat data dan informasi pertanian mencakup data wilayah (seperti potensi komoditas, kelembagaan tani, sumberdaya manusia, sarana prasarana, kondisi sosial ekonomi dan lain-lain); (4) pusat manajemen kewilayahan; (5) pusat pelatihan dan konsultasi petugas dan petani.

Pendekatan pengembangan kawasan merupakan upaya ketiga adalah

meningkatkan efektivitas penyuluhan di BP3K, dengan kegiatan yang berfokus pada pengembangan komoditas unggulan dengan pendekatan agroekosistem, sistem agribisnis, partisipatif dan terpadu. Mengacu Permentan 50 tahun 2012 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian, maka tahapan pengembangan kawasan meliputi: (1) tahap penumbuhan kawasan; (2) tahap pengembangan kawasan; (3) tahap pemantapan kawasan; (4) tahap integrasi kawasan; dan (5) tahap replikasi kawasan. Masing-masing tahapan mempunyai jenis kegiatan yang berbeda tergantung pada tingkat ketergantungan pertanian, kekuatan subsistem agribisnis yang ada (hulu, produksi, hilir dan penunjang), maupun kualitas SDM dan aplikasi teknologi yang telah dilakukan.

Kegiatan pengembangan kawasan pertanian yang dilakukan oleh Badan PPSDMP dapat dilakukan melalui Model Pembinaan Secara Terpadu terhadap BP3K. Pusat Pelatihan Pertanian dan UPT Pelatihan memberikan dukungan melalui kegiatan pelatihan yang dialokasikan di BP3K dan desa binaan, pusat penyuluhan memberikan dukungan melalui kegiatan pengawalan dan pendampingan kepada poktan dan gapoktan dan pusat pendidikan, standardisasi dan sertifikasi profesi pertanian serta UPT pendidikan memberikan dukungan melalui kegiatan pengabdian masyarakat di desa mitra.

(37)

2. Memperkuat Sistem Penyuluhan Melalui Jaringan Internet

Pesatnya kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), telah melahirkan perubahan tatanan sistem informasi yang berpengaruh cepat terhadap kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Aplikasi TIK melalui media elektronik komputer dan jaringan internet merupakan faktor yang sangat penting dalam mendukung peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Penggunaan TIK dan kemudahan akses informasi telah semakin luas di berbagai sektor, termasuk sektor pertanian. Pada akhirnya TIK memberikan kontribusi yang potensial dalam mencapai manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan. Di sektor pertanian, informasi melalui media elektronik dan alur informasi melalui sistem jaringan dunia maya telah merambah sampai ke pelosok desa. Pengembangan informasi dan inovasi pertanian berbasis TIK, dilakukan menggunakan jaringan komputer terprogram, yang terkoneksi dengan internet dan dikenal dengan istilah

Cyber Extensión. Cyber extensión merupakan salah satu mekanisme pengembangan jaringan komunikasi informasi inovasi pertanian yang terprogram secara efektif, dengan mengimplementasikan TIK dalam sistem penyuluhan pertanian, yang dapat meningkatkan keberdayaan penyuluh, melalui penyiapan informasi pertanian yang tepat waktu, dan relevan dalam mendukung proses pengambilan keputusan penyuluh, guna penyampaian data dan informasi pertanian kepada petani dan kelompoktaninya.

Indonesia, sebagai negara kepulauan yang mencakup suatu daerah yang

luas, memandang penting penggunaan cyber extensión dalam upaya

memberikan pendidikan untuk semua orang. Keberadaan cyber extensión

diharapkan mampu meningkatkan produktivitas kerja penyuluhan, dalam pelayanan data dan informasi pertanian yang efisien, cepat, mudah,

akurat, murah, aman, terpadu, dan akuntabel. Cyber extensión juga

merupakan salah satu mekanisme inovasi pertanian yang dapat difungsikan untuk mempertemukan lembaga penelitian, pengembangan, pengkajian dan pelayanan dengan diseminator inovasi (penyuluh), pendidik, petani dan stakeholders lainnya yang memiliki kebutuhan dengan jenis dan bentuk informasi yang berbeda, sehingga dapat berperan sinergis dan saling melengkapi.

(38)

Seiring perkembangan zaman, sistem penyuluhan pembangunan harus dinamis menyesuaikan dengan tuntutan perkembangan masyarakat. Penggunaan sistem jaringan dalam penyuluhan dapat membantu petani kecil dan menengah untuk meningkatkan pendapatannya dan memperbaiki praktek pertanian, dengan cara memberikan akses ke sumber informasi tentang cara-cara bertani dan pengembangan pasar. Sebagai contoh, Vietnam telah mengembangkan situs web untuk

memasarkan hasil-hasil desa. Di India, seperti e-Choupal, dan Village

Knowledge Centre telah berhasil menghubungkan desa-desa miskin dengan

pasar eksternal. Selanjutnya salah satu model cyber extensión yang

dikembangkan di Jepang dengan cukup pesat adalah computer network

system yang dikenal dengan Extension Information Network (El-net). Sistem El-net merupakan sistem terintegrasi yang menggabungkan

berbagai stakeholders seperti pemerintah pusat, provinsi, lembaga

penelitian, perusahaan pertanian, pasar, penyuluh dan petani. Pemerintah pusat menyediakan data statistik hasil penelitian, dan lain-lain.Perusahaan swasta pertanian menyediakan informasi terkait dengan pupuk, pestisida, mesin dan peralatan pertanian.

Sistem penyuluhan melalui komputer dan jaringan internet diharapkan mampu mengubah paradigma lama sistem penyuluhan pertanian, kepada paradigma baru sistem penyuluhan melalui jaringan terkoneksi internet

cyber extensión, yang lebih cepat, dapat diterima dimana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja. Penyuluhan konvensional, yaitu penyuluh biasa menunggu pasokan materi dan informasi pertanian yang disiapkan pemerintah (Kementerian Pertanian) dalam bentuk tercetak (seperti

leaflet, brosur, poster, liptan) dan dalam bentuk elektronik (seperti film, dialog interaktif, siaran radio), dengan jumlah yang terbatas dan sering

terlambat, serta dengan biaya yang relatif tinggi. Cyber extensión yang

dikembangkan tidak dimaksudkan untuk menggantikan sistem dalam komunikasi (dalam penyuluhan) yang berjalan, tetapi hanya untuk menambah tingkat interaktif (komunikasi), menambahkan kecepatan (informasi), memperdalam komunikasi dua arah, memperluas jangkauan,

dan juga memberikan pesan/informasi yang lebih mendalam. Cyber

extensión diharapkan dapat memperluas jangkauan komunikasi, menambah mutu/kualitas informasi, mengurangi biaya-biaya, mengurangi

(39)

waktu dan mengurangi ketergantungan pada banyak orang para "aktor'' di dalam rantai sistem penyuluhan.

Kementerian Pertanian melalui Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (Badan PPSDMP), memandang perlu untuk mendukung sistem informasi penyuluhan yang mampu melakukan percepatan data dan informasi pertanian sampai ke lapangan dengan tepat waktu, tepat tempat, tepat guna, dan tepat sasaran. Sistem informasi penyuluhan tersebut dilakukan dengan memodifikasi penyusunan dan penyebaran data dan informasi pertanian melalui portal sistem jaringan yang

terkoneksi dengan internet yang disebut dengan istilah cyber extensión

(Badan PPSDMP, 2010). Secara singkat dikatakan bahwa cyber extensión

Kementerian Pertanian adalah sistem informasi penyuluhan pertanian melalui multimedia interaktif berjaringan internet (berbasis informasi teknologi) yang dibangun untuk mendukung penyediaan materi penyuluhan dan informasi pertanian bagi penyuluh dalam memfasilitasi proses pembelajaran agribisnis pelaku utama dan pelaku usaha guna pencapaian sukses pembangunan pertanian.

Adopsi dan penggunaan teknologi dalam organisasi pertanian khususnya, dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti: (1) akses terhadap teknologi informasi, (2) demografi, (3) pelatihan/pendidikan bidang teknologi informasi, (4) tingkat kepercayaan terhadap teknologi informasi itu sendiri, dan (5) waktu atau lama menggunakan teknologi informasi. Faktor lain yang membatasi penggunaan TIK disebabkan kurangnya kemampuan menggunakan, kurangnya kesadaran akan manfaat, terlalu sulitnya untuk digunakan, kurangnya infrastruktur teknologi, tingginya biaya teknologi, rendahnya tingkat kepercayaan terhadap sistem, kurangnya pelatihan aplikasi, integrasi sistem dan rendahnya ketersediaan perangkat lunak. Kendala utama dalam menghadapi tantangan penyuluhan saat ini adalah keterbatasan sumberdaya manusia (tenaga profesional) di bidang penyuluhan pembangunan, baik secara kuantitas maupun kualitas yang menunjukkan masih lemahnya kompetensi penyuluh pertanian. Idealnya penyuluh lapangan itu juga profesional, mempunyai kesiapan dalam

menghadapi perkembangan teknologi informasi, dan mampu

berimprovisasi secara bertanggungjawab sesuai dengan situasi dan kondisi lapangan yang dihadapi.

(40)

Adopsi pemanfaatan cyber extensión sektor pertanian, khususnya dalam aplikasi TIK di tingkat penyuluh maupun petani tidak dapat dilakukan dengan spontan. Teknologi ini harus diajarkan dan dipelajari (diadopsi) untuk kemudian diintegrasikan ke dalam proses produksi (usahatani). Keterbatasan infrastruktur dan biaya teknologi merupakan salah satu faktor pembatas penggunaan TIK, juga dipengaruhi oleh kompleksitas usahatani (skala usaha pertanian), tingkat pendidikan, usia, pengalaman, waktu pemanfaatan TIK, tingkat dukungan lingkungan, jaringan, ketersediaan informasi, kepribadian dan pendekatan proses pembelajaran.

Berdasarkan hasil penelitian disebutkan bahwa, salah satu penyebab ketidakhandalan penyuluh pertanian dilapangan dewasa ini, dikarenakan lemahnya sistem informasi pertanian, yang dibuktikan dari rendahnya pemanfaatan media massa (koran, buku, radio, komputer dan internet). Penyebabnya adalah selain karena keterbatasan kepemilikan media informasi dan komunikasi, juga dipengaruhi oleh rendahnya kualitas sumber informasi itu sendiri, dan terbatasnya kemampuan sumber informasi dalam menyediakan informasi pertanian yang relevan, tepat waktu bagi petani. Keterbatasan infrastruktur, kapasitas sumberdaya manusia, dan manajerial menyebabkan belum dimanfaat-kannya secara optimal, dan bijaksana TIK untuk pengelolaan, dan akses inovasi pertanian. Kondisi tersebut juga disebabkan karena belum seluruh kelembagaan penyuluhan dilapangan terfasilitasi sarana dan prasarana dengan layak.

Menyadari berbagai permasalahan di sektor pertanian, strategi dan kebijakan penyuluhan ke depan perlu menaruh perhatian dan komitmen antara lain dengan cara: (1) mengembangkan keterpaduan antara kebutuhan masyarakat dengan pengembangan inovasi yang dilakukan oleh para peneliti, (2) meningkatkan aksesibilitas masyarakat pertanian terhadap informasi dan inovasi, yang didukung oleh teknologi informasi dan peningkatan kompetensi penyuluh secara berkelanjutan yang didukung dengan komitmen insentif biaya penyelenggaraan penyuluhan yang memadai, (3) mendekatkan kebijakan pembangunan pertanian dengan pemahaman masyarakat yang didukung oleh pengembangan kelompok petani sebagai media komunikasi pembangunan dan media belajar, (4) mengurangi kesenjangan antara informasi potensi sumberdaya

(41)

pertanian lokal dengan pihak yang berpotensi menjadi investor di sektor pertanian, melalui media komunikasi yang interaktif yang terjangkau oleh masyarakat, khususnya petani, maupun pihak terkait lainnya, dan (5) meningkatkan kesadaran, pemahaman dan komitmen pimpinan daerah terhadap pengembangan dan penyelenggaran penyuluhan.

Kebijakan yang perlu diambil guna penguatan dan pemantapan cyber

extensión sebagai satu alternatif sisem informasi pertanian, perlu didukung oleh diterbitkannya peraturan/kebijakan pengelolaan teknologi informasi dan komunikasi di bidang penyuluhan pertanian dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: (1) Peningkatan kualitas kelembagaan penyuluhan pertanian dari tingkat Pusat sampai Kecamatan melalui fasilitasi sarana dan prasarana yang mendukung terbangunnya sistem informasi

penyuluhan cyber extensión; (2) Peningkatan kualitas SDM penyuluh

pertanian dalam kemampuan pengelolaan sistem informasi penyuluhan

pertanian cyber extensión melalui kemampuan penyuluh pertanian dan

pelaku utama dalam mengidentifikasi kebutuhan informasi dan teknologi, kemampuan mengakses informasi dari sumber-sumber informasi yang tepat, baik lokal, nasional maupun internasional, serta kemampuan mengemas kembali informasi yang diakses tersebut menjadi informasi yang dibutuhkan mulai dari tahapan pengumpulan data dan informasi serta publikasi data dan informasi tersebut dalam bentuk berita maupun

materi penyuluhan pertanian; (3) cyber extensión sebagai cafetaria harus

dapat mempercepat sampainya informasi ke lapangan, memperluas materi informasi, dan memperdalam substansi informasi agar bisa menyelesaikan permasalahan di lapangan, sehingga dipandang perlu dilakukan peningkatan kualitas materi informasi penyuluhan melalui pendekatan pelatihan jurnalis kepada penyuluh, dan pelatihan penelusuran data dan informasi yang merupakan kompilasi dari hasil-hasil penelitian, baik penelitian yang diterbitkan oleh lembaga penelitian maupun hasil kajian pelaku utama di lapangan; (4) Peningkatan kesadaran kritis bagi pengelola

sistem informasi penyuluhan cyber extensión mulai dari tingkat Pusat

sampai Kecamatan dalam bentuk insentif berupa pemberian angka kredit, biaya operasional, biaya pemeliharaan dan biaya materi penyusunan, pengemasan kembali informasi pertanian, melalui alokasi anggaran secara

(42)

rutin terhadap sistem informasi penyuluhan cyber extensión guna keberlangsungan sistem tersebut.

3. Peningkatan Kompetensi SDM Pertanian melalui Standardisasi dan Sertifikasi Profesi Pertanian

Sumberdaya manusia merupakan sumber daya utama yang menentukan peningkatan kesejahteraan suatu negara. Secara umum, negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam tetapi tidak memiliki sumberdaya manusia yang berkualitas, menunjukkan peningkatan kesejahteraan yang relatif lambat. Sedangkan negara yang miskin sumber daya alam tetapi memiliki sumber daya manusia yang berkualitas menunjukkan peningkatan kesejahteraan yang relatif cepat.

Indonesia termasuk negara yang memiliki populasi yang terbesar di dunia, dengan jumlah penduduk yang mencapai 237,6 juta jiwa (Sensus Penduduk BPS, 2010). Indonesia memiliki potensi sumberdaya yang sangat besar dan mampu menjadi pendorong ke arah kemakmuran. Penduduk, terutama tenaga kerja yang berkualitas baik, mampu mempercepat proses pembangunan yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sebaliknya, kualitas sumber daya manusia yang rendah dapat menghambat laju proses pembangunan. Kualitas sumber daya manusia pada era globalisasi saat ini semakin penting seiring dengan tuntutan keterbukaan bagi setiap negara. Konsekuensi yang terjadi adalah persaingan terbuka bagi tenaga kerja lintas negara. Tenaga kerja yang berkualitas akan dapat bersaing dengan tenaga kerja dari negara lain, sementara tenaga kerja yang kualitasnya rendah akan kalah bersaing dan bahkan tersingkir dari pasar tenaga kerja. Tenaga kerja yang kualitasnya rendah akan menghasilkan kinerja yang rendah dan umumnya akan menempati segmen tenaga kerja dengan penghasilan yang rendah. Sedangkan tenaga kerja dengan kualitas tinggi akan mampu menghasilkan kinerja yang tinggi, menduduki posisi-posisi penting serta memungkinkan memperoleh penghasilan yang cukup tinggi.

Sumberdaya manusia Indonesia secara regional Asia Tenggara dapat dikatakan masih harus dipacu kualitasnya.Pembangunan di Indonesia harus difokuskan pada pembangunan sumberdaya manusia, karena tiga kelemahan utamanya adalah infrastruktur administrasi, infrastruktur

(43)

komunikasi dan sumber daya manusia (ASEAN Competitiveness Index, 2012). Dilihat dari jangkauan pendidikan tinggi dan pelatihan, di tingkat dunia, Indonesia pada tahun 2012 berada pada posisi 73, jauh di bawah Singapura yang menduduki posisi 2, Malaysia pada posisi 39 dan Brunei pada posisi 57. Sebagian masyarakat Indonesia, terutama yang berada pada usia produktif memiliki latar belakang setingkat sekolah dasar yang berkisar 54,62 % (Data Sosial Ekonomi BPS edisi 40, 2013). Dari kondisi ini, maka dapat dipastikan bahwa secara umum penduduk Indonesia belum mampu bersaing dengan negara-negara tetangga lingkup Asia Tenggara. Ketidakmampuan tersebut menjadi sangat krusial, terutama terkait dengan penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN Tahun 2015.

Salah satu formula untuk mengukur kualitas sumberdaya manusia adalah standard kompetensi sumberdaya manusia yang pada umumnya dipersyaratkan bagi tenaga kerja pada posisi/jabatan tertentu. Standar kompetensi kerja mengacu pada rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan/atau keahlian serta sikap kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas dengan syarat jabatan yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Permenakertrans RI No. 5/2012 tentang Sistem Standar Kompetensi Kerja Nasional).

Secara nasional, kompetensi untuk jenis jabatan atau dikenal dengan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). SKKNI mencakup rumusan kompetensi untuk berbagai pekerjaan di berbagai sektor. Di Indonesia, saat ini terus diupayakan penyusunan SKKNI untuk berbagai profesi/jabatan dengan prinsip: (a) relevan dengan kebutuhan dunia usaha atau industri di masing-masing sektor atau lapangan usaha, (b) valid terhadap acuan dan/atau pembanding yang sah, (c) dapat diterima oleh para pemangku kepentingan, (d) fleksibel untuk diterapkan dan memenuhi kebutuhan pemangku kepentingan, serta (e) mampu ditelusuri dan dapat dibandingkan dan/atau disetarakan dengan standar kompetensi lain, baik secara nasional maupun internasional.

Upaya peningkatan kompetensi tenaga kerja pada dasarnya merupakan upaya untuk meningkatkan akses pendidikan, pelatihan dan

metode-metode lainnya yang bersifat capacity building (peningkatan kapasitas

(44)

terkait dengan tugas dan fungsi Badan PPSDMP yang diwujudkan melalui berbagai kegiatan pendidikan, pelatihan dan penyuluhan pertanian. Badan PPSDMP mengembangkan sistem standardisasi dan sertifikasi profesi sumberdaya manusia pertanian dengan tujuan untuk menghasilkan tenaga kerja yang professional yang memiliki daya saing tinggi baik di tingkat lokal maupun internasional dan secara hukum mendapat perlindungan profesi, serta mampu memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Standardisasi dan sertifikasi profesi sumberdaya manusia pertanian meliputi aparatur dan non aparatur pertanian, terutama petani dengan mengkaji aspek pengetahuan, keterampilan serta sikap.

Dalam rangka pengembangan SKKNI sektor pertanian, dirumuskan peta kompetensi sumberdaya manusia pertanian yang mencakup sub sektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan dan kesehatan hewan. Peta kompetensi merupakan gambaran komprehensif tentang kompetensi dari setiap fungsi dalam suatu bidang pekerjaan dan/atau lapangan usaha yang dipergunakan sebagai acuan dalam menyusun standar kompetensi kerja. Sasaran Peta Fungsi Standardisasi Kompetensi SDM Pertanian adalah sumberdaya manusia di lingkungan Kementerian Pertanian dan masyarakat umum yang bekerja di sektor pertanian.

Perumusan peta kompetensi didasarkan atas kebutuhan keahlian untuk melaksanakan pekerjaan di bidang pertanian sebagaimana ditetapkan pada Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 68/Permentan/OT.140/ 5/2014 tentang Peta Fungsi Standardisasi Kompetensi Sumber Daya Manusia Pertanian. Secara garis besar, terdapat dua golongan standardisasi kompetensi berdasarkan fungsi kuncinya, yaitu Standardisasi Kompetensi Subsektor Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan serta Standardisasi Kompetensi Sub Sektor Peternakan. Tujuan utama dari Standardisasi Kompetensi Subsektor Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan adalah Peningkatan Produksi, Produktivitas Tanaman, Nilai Tambah dan Daya Saing serta Status Kesehatanan Tanaman. Standardisasi tersebut memuat fungsi-fungsi kunci antara lain Pengelolaan Produksi Tanaman, Pencegahan PenyebaranOPT/OPTK, Penanganan dan Pengolahan Panen dan Pasca Panen, Penjaminan Mutu Produk serta Penunjang Peningkatan Produksi.

(45)

Pada Subsektor Peternakan terdapat Standardisasi Kompetensi Subsektor Peternakan dan Standardisasi Kompetensi Subsektor Kesehatan Hewan.

Tujuan utama Standardisasi Kompetensi Subsektor Peternakan

Standardisasi Kompetensi Subsektor Peternakan adalah Peningkatan Produksi, Produktivitas Ternak, Nilai Tambah dan Daya Saing dengan didukung oleh beberapa fungsi kunci yang meliputi Pengembangan Bibit Ternak, Penyediaan Pakan Ternak, Pelaksanaan Budidaya, Penjaminan Mutu Produk serta Penunjang Peningkatan Produksi. Sedangkan Standardisasi Kompetensi Subsektor Kesehatan Hewan terdiri atas dua tujuan utama, yaitu Meningkatkan Status Kesehatan Hewan, Manusia dan Lingkungan (Paramedik Veteriner) dan Meningkatkan Status Kesehatan Hewan, Manusia dan Lingkungan (Medik Veteriner). Tujuan utama Meningkatkan Status Kesehatan Hewan, Manusia dan Lingkungan (Paramedik Veteriner) memiliki satu fungsi kunci yaitu Pengendalian dan

Penanggulangan Penyakit Hewan (Zoonosis dan Non Zoonosis). Pada

tujuan utama Meningkatkan Status Kesehatan Hewan, Manusia dan Lingkungan (Medik Veteriner) memiliki fungsi-fungsi kunci berupa

Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Hewan (Zoonosis dan Non

Zoonosis), Penjaminan Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Lingkungan, Pelayanan Kesehatan Hewan, Pengembangan dan Penjaminan Farmasi Veteriner dan Dietetik Veteriner, Penyelenggaraan Kesejahteraan Hewan, Manajemen Penyelenggaraan Kesehatan Hewan serta Pengembangan Riset Veteriner.

Sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2013, BPPSDMP melalui Pusat Pendidikan, Standarisasi dan Sertifikasi Profesi Pertanian (Pusdikdarkasi) telah melaksanakan kegiatan standardisasi kompetensi bagi penyuluh pertanian dengan menghasilkan sebanyak 2.205 orang penyuluh pertanian yang tersertifikasi dan 1.947 (3,9% dari total penyuluh pertanian) diantaranya telah dinyatakan kompeten.

Salah satu isu strategis Badan PPSDMP adalah penyelenggaraan standardisasi dan sertifikasi bagi berbagai jabatan fungsional/profesi yang termasuk dalam Rumpun Ilmu Hayat Pertanian (RIHP), baik yang melibatkan aparatur maupun masyarakat luas (non aparatur). Pada Tahun 2013 setidaknya terdapat 8.020 fungsional RIHP yang harus disertifikasi. Jumlah ini antara lain terdiri dari Pengendali Organisme Pengganggu

Gambar

Tabel 1.  Prosentase tenaga kerja pertanian terhadap angkatan kerja  nasional tahun 2010-2013
Tabel 2.   Tenaga kerja sektor pertanian berdasarkan tingkat  pendidikan tahun 2010-2013  Tahun  Tidak  Sekolah/Tidak  Tamat SD/Tamat  SD
Tabel  3.  Jenis  jabatan  fungsional  lingkup  Kementerian  Pertanian  per  November 2014
Tabel 4.   Jenis  dan  jumlah  aparatur  fungsional  lingkup  Badan  PPSDMP     per Desember 2014
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan DAS Cisadane pada grafik analisis hidrograf memberikan respon yang relatif sama dengan DAS Cidanau ini memiliki karakter morfometri sebagai berikut, bentuk daerah

Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I, maka kemudian peneliti mengidentifikasi permasalahan dan merumuskan masalah. Peneliti mengontrol kembali efektivitas

Alhamdulillah, kami panjatkan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

Tax amnesty atau pengampunan pajak merupakan penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana dibidang

Dari karakteristik pasting pada Tabel 4.8 diketahui bahwa perbedaan cukup menyolok ditunjukkan oleh tapioka Thailand yang memiliki viskositas breakdown relatif (VBD-R) yang lebih

Berdasarkan uraian dan pertanyaan diatas, serta belum adanya penelitian yang melakukan analisa terhadap pendapatan dan keuntungan usahatani kentang kultur jaringan

Lokasi penelitian ini dilakukan di daerah Kabupaten Tanjung Jabung Timur dengan pemilihan lokasi secara Multistages cluster sampling di wilayah program Pemberdayaan Ekonomi

2 Selain usia dan juga paritas yang menjadi faktor risiko yang berperan dalam terjadinya kanker ovarium, faktor herediter juga perlu mendapat perhatian khusus