• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMAHAMAN GURU TERHADAP KURIKULUM 2004 MATA PELAJARAN BAHASA INGGRIS DI SMP NEGERI SE-KOTA SURABAYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMAHAMAN GURU TERHADAP KURIKULUM 2004 MATA PELAJARAN BAHASA INGGRIS DI SMP NEGERI SE-KOTA SURABAYA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PEMAHAMAN GURU TERHADAP KURIKULUM 2004

MATA PELAJARAN BAHASA INGGRIS DI SMP NEGERI

SE-KOTA SURABAYA

Th. Kumalarini dan A. Munir *

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengetahuan guru tentang Text-based Curriculum, Discourse Competence, Kompetensi Pendukung, Nuansa Makna, Prinsip-prinsip Pendekatan Literasi, dan Tahapan Pembelajaran sebagai indikator pemahaman guru tentang Kurikulum 2004 mata pelajaran bahasa Inggris. Penelitian deskriptif kuantitatif ini menggunakan kuesener yang dikirimkan ke 42 SMP Negeri se-Kota Surabaya. Dari data disimpulkan bahwa rata-rata 79,15 % guru Bahasa Inggris SMP Negeri se-Kota Surabaya sudah memahami keenam indicator tersebut. Sehingga disarankan untuk meneruskan program sosialisasi kurikulum 2004; pelatihan penulisan teks dan penerapan prinsip literasi dalam proses pembelajaran.

Abstract: This research described the teachers’ knowledge of six indicators for

understanding the 2004 English Curriculum, namely: the text-based curriculum, discourse competence, supporting competence, the nuances of meaning, the principles of literacy education, and the stages of instruction. This descriptive quantitative research used questionnaire sent to 42 state junior high schools in Surabaya. It was concluded that in average 79.1 % of the subjects have already understood those indicators.Therefore, it is recommended that the programs concerning socialisation of 2004 curriculum; training in text writing and application of literacy principles be continued.

Kata Kunci: pemahaman, kurikulum 2004, Bahasa Inggris.

Perkembangan terkini di negara seperti Australia dan Amerika Serikat adalah pengembangan standar atau yang lazim disebut ‘benchmark’ guna mengukur tingkat literasi (kewicaraaan dan keaksaraan). Tujuannya adalah memberi kemampuan kepada lulusan agar dapat berpartisipasi dalam dunia yang senantiasa berubah. Di sana juga muncul paradigma baru dalam memaknai pengajaran bahasa. Perubahan yang signifikan adalah wacana atau discourse menempati posisi sentral, sehingga tujuan pendidikan bahasa bukan pemberian pengetahuan (declarative knowledge), tetapi penerapan pengetahuan (procedural knowledge) tersebut dalam konteks komunikasi nyata. Pergeseran paradigma ini disebut oleh Kern (2000:15) sebagai pendekatan literasi. Berpartisipasi dalam komunikasi bahasa berarti berpartisipasi dalam penciptaan teks lisan dan tulis. Halliday and Hasan (1976:1) mendefinisikan teks sebagai wacana, lisan maupun tulis, seberapapun panjangnya, yang membentuk satu kesatuan yang utuh. Hymes (1976:75) menyebut kemampuan berkomunikasi, yang berarti menciptakan wacana, sebagai communicative competence. Sejauh ini ada dua hal yang membedakan kurikulum 2004 dengan kurikulum sebelumnya.

(2)

Pertama kurikulum ini didasarkan pada rumusan kompetensi komunikatif yang didefinisikan sebagai kompetensi wacana dan kedua untuk mencapai kompetensi wacana tersebut digunakan pendekatan pendidikan literasi.

Perubahan paradigma Kurikulum 2004 mata pelajaran Bahasa Inggris mulai disosialisasikan melalui TOT Pelatihan Terintegrasi berbasis kompetensi bagi para guru inti mata pelajaran Bahasa Inggris SMP se-Indonesia pada bulan April/Mei 2004. Namun karena keterbatasan waktu sebagian besar guru SMP mengalami kesulitan mengembangkan dan mengimplementasikannya dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Hal ini terungkap pada Pelatihan Tenaga Guru Bahasa Inggris SMP se-Kotamadya Surabaya yang dilaksanakan pada Desember 2004. Para guru belum memiliki pemahaman yang memadai tentang pengertian text-based kurikulum apalagi mengimplementasikannya dalam skenario pembelajaran seperti yang dimaksudkan oleh kurikulum 2004. Tanpa pemahaman yang menyeluruh akan isi dan organisasi serta tahapan pembelajarannya mustahil bagi para guru untuk dapat melaksanakan proses kegiatan belajar yang tepat. Dengan demikian penelitian ini bermaksud untuk memperoleh informasi berkaitan dengan bagaimana pemahaman guru SMP Negeri se-Kotamadya Surabaya tentang isi, organisasi serta tahapan pembelajaran Kurikulum 2004 mata pelajaran Bahasa Inggris.

Masalah dalam penelitian adalah bagaimana pemahaman guru terhadap: 1) text-based kurikulum, 2) discourse competence, 3) kompetensi pendukung, 4) nuansa makna, 5) prinsip pendidikan literasi, dan 6) skenario pembelajaran berdasarkan prinsip pendidikan literasi.

Untuk menjawab masalah tersebut buku Kurikulum 2004 Standar Kompetensi mata pelajaran Bahasa Inggris SMP harus dikupas. Kurikulum 2004 ini menggunakan beberapa landasan teori yang meliputi model kompetensi komunikatif (Celce Murcia et al., 1995), model bahasa (Halliday, 1976) dan teori literasi dan penerapannya dalam pengajaran bahasa (Kern, 2000).

Celce Murcia et al. (1995) memaknai kemampuan berkomunikasi sebagai kompetensi berwacana. Adapun kompetensi utama yang dituju oleh pendidikan bahasa adalah kemampuan berkomunikasi atau Discourse Competence. Artinya jika seseorang berkomunikasi baik secara lisan maupun tertulis orang tersebut terlibat dalam wacana sebab makna apapun yang ia peroleh dan ia ciptakan selalu terkait dengan konteks budaya dan situasi yang meliputinya.

Kompetensi wacana hanya dapat diperoleh jika siswa memperoleh kompetensi pendukungnya seperti Kompetensi Linguistik (Linguistic Competence), Kompetensi tindak tutur untuk bahasa lisan dan Kompetensi Retorika untuk bahasa tulis (keduanya tercakup dalam Actional Competence), Kompetensi Sosiokultural (sociocultural competence) dan Kompetensi Strategi (strategic competence).

Selain model kompetensi, model bahasa sebagai komunikasi atau sistem

semiotik sosial (Halliday 1976) juga digunakan dalam Kurikulum 2004. Menurut pandangan ini ketika seseorang berpikir tentang bahasa minimal ada tiga aspek penting yang harus diperhitungkan yakni konteks, teks dan sistem bahasa.

Dalam konteks apapun orang menggunakan bahasa untuk melakukan tiga fungsi utama: Fungsi gagasan (ideational function), yakni fungsi bahasa untuk mengemukakan gagasan atau informasi; Fungsi interpersonal (interpersonal function), yakni fungsi bahasa untuk berinteraksi dengan sesama manusia yang mengungkapkan tindak tutur yang dilakukan, sikap, perasaan dsb; dan Fungsi tekstual (textual function), yakni fungsi yang mengatur

(3)

bagaimana teks atau bahasa yang diciptakan ditata sehingga tercapai kohesi dan koherensinya, sehingga mudah dipahami orang yang mendengar atau membacanya.

Dalam model ini terdapat dua macam konteks: konteks budaya (context of culture) dan konteks situasi (context of situation). Sebuah konteks budaya melahirkan banyak macam teks yang dikenal dan diterima oleh anggota masyarakatnya sebab susunan bahasa yang digunakan menunjang tujuan komunikatif teks tersebut. Misalnya orang mengenal dan menggunakan teks ‘resep makanan’ sebagaimana yang ditemukan di buku-buku resep. Jenis teks ini disebut genre. Singkatnya sebuah konteks budaya melahirkan banyak genre.

Ketika seseorang mempelajari bahasa asing, ia terlibat dalam penciptaan dan penafsiran berbagai jenis teks yang lahir dari budaya bahasa tersebut. Oleh karenanya, jenis-jenis teks yang diwarnai oleh berbagai tujuan komunikatif, penataan unsur-unsur teks dan fitur-fitur linguistik tertentu selayaknya menjadi perhatian setiap program pendidikan bahasa. Ini dimaksudkan agar siswa bukan hanya menggunakan kalimat bahasa Inggris, melainkan juga menata teksnya dengan cara yang lazim digunakan oleh penutur aslinya.

Terdapat tiga faktor konteks situasi yang mempengaruhi pilihan bahasa seseorang, yaitu: topik yang dibicarakan (field), hubungan interpersonal antar pengguna bahasa (tenor) dan jalur komunikasi–lisan atau tulis (mode). Ketiga faktor ini menentukan apakah seseorang memilih berbahasa formal/informal, akrab/tidak akrab, dsb. Kurikulum 2004 juga diwarnai oleh konsep ini agar siswa mampu berkomunikasi sesuai dengan konteks yang dihadapi.

Pada dasarnya kegiatan komunikasi verbal adalah proses penciptaan teks, baik lisan maupun tertulis yang terjadi karena orang menafsirkan dan menanggapi teks dalam sebuah wacana. Maka teks adalah produk dari konteks situasi dan konteks budaya. Misalnya, ketika seseorang berbahasa Inggris ia tidak hanya harus menggunakan kosakata bahasa Inggris melainkan juga menggunakan tatabahasanya agar ia dipahami oleh penutur aslinya. Sering ada anggapan bahwa tatabahasa tidak terlalu diperlukan dalam berkomunikasi Dalam kenyataannya kelalaian bertatabahasa sering menimbulkan miskomunikasi yang mungkin tidak berdampak serius pada komunikasi lisan, namun dapat berdampak sangat serius bahkan fatal dalam konteks formal atau akademis.

Kurikulum 2004 ini menggunakan prinsip-prinsip pendidikan literasi. Kern (2000) menyebutkan tujuh prinsip pembelajaran bahasa berbasis literasi untuk konteks pendidikan bahasa kedua atau bahasa asing, yakni bahawa pembelajaran bahasa harus melibatkan proses interpretasi, kolaborasi, konvensi, pemahaman budaya, pemecahan masalah, refleksi dan refleksi diri dan penggunaan bahasa secara aktif untuk berwacana. Pada prinsipnya pembelajaran berbasis literasi menekankan pentingnya penggunaan bahasa sasaran secara wajar dan otentik.

Materi yang digunakan dalam Kurikulum 2004 disusun menurut kompetensi komunikatif sebagaimana yang terdapat dalam rumusan model Celce Murcia et al. (1995). Materi tersebut berupa butir-butir yang merupakan komponen-komponen kompetensi yang harus diperoleh siswa pada akhir program. Butir-butir tersebut diklasifikasi dalam lima jenis kompetensi pendukung yang meliputi: kompetensi tindak tutur/retorika, kompetensi linguistik, kompetensi sosiokultural, kompetensi (pembentuk) wacana dan kompetensi strategi. Kompetensi wacana adalah sesuatu yang abstrak yang beroperasi dalam komunikasi nyata. Jika dalam materi terdapat butir-butir kompetensi (pembentuk) wacana, maka ini mengacu kepada butir-butir yang berfungsi untuk

(4)

menjadikan teks sesuatu yang utuh (unified whole). Butir-butir ini terutama berfungsi sebagai piranti kekohesifan, struktur teks dan butir lainnya yang mengarah ke tercapainya koherensi.

Proses pembelajaran bahasa didasarkan pada prinsip pembelajaran bahasa berbasis literasi untuk pendidikan bahasa Inggris. Model pengembangannya diambil dari model yang dikembangkan oleh Hammond et al. (1992) yang melibatkan empat tahap (BKOF, MOT, JC and IC) dan dua siklus (Lisan dan Tulis).

Siklus Lisan

A. Building Knowledge of Field (BKOF) meliputi: Sharing Knowledge, Vocabulary Building, dan Grammar Focus.

B. Modeling of Text (MOT) meliputi: Story Telling, dan Transactional and Interpersonal exchange

C. Joint Construction (JC) meliputi: Constructing Stories, Constructing transactional exchange, dan Constructing interpersonal exchange

D. Independent Construction (IC) meliputi: Constructing performing stories, Performing transactional exchange, dan Performing interpersonal exchange.

Siklus Tulis

E. Buiding Knowledge of Field (BKOF) meliputi: Sharing Knowledge, Vocabulary building, dan Grammar focus.

F. Modeling of Text (MOT) meliputi: Reading for comprehension and interpretation, Reflecting on text, Reflecting on information organization, dan Reading short functional text.

G. Joint Construction (JC) meliputi: Siswa dan guru merencanakan outline sebuah teks, dan Constructing short functional text.

H. Independent Construction meliputi: Constructing short functional text, dan Siswa secara individu membuat kontrak dengan guru tentang teks yang ditulisnya.

. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, pemahaman guru terhadap text-based

kurikulum, pemahaman guru terhadap discourse competence, pemahaman guru terhadap kompetensi pendukung, pemahaman guru terhadap nuansa makna, pemahaman guru terhadap prinsip pendidikan literasi, pemahaman guru terhadap skenario pembelajaran berdasarkan prinsip pendidikan literasi.

Adapun Penelitian ini membatasi diri pada kurikulum dan hasil belajar (Draf awal Puskur tahun 2002). Khusus untuk mata pelajaran bahasa Inggris kurikulum dan hasil belajar ini sejak pertengahan tahun 2004 menjelma menjadi Kurikulum 2004 Standa Kompetensi mata Pelajaran Bahasa Inggris. Buku tersebut memuat informasi tentang isi, organisasi, dan impelementasi Kurikulum 2004. Dengan demikian fokus penelitian ini adalah pemahaman guru terhadap isi buku Kurikulum 2004 Standar Kompetensi mata Pelajaran Bahasa Inggris.

Metode

Ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif yang mendeskripsikan keadaan yang ada secara alami (Arikunto, 1998). Subjek penelitian ini adalah para guru Bahasa Inggris SMP Negeri se-Kota Surabaya yang sukarela berpartisipasi. Untuk mendapatkan subjek penelitian, peneliti mengirimkan amplop berisi kuesener kepada 42 SMP Negeri se-kota

(5)

Surabaya. Selain itu, peneliti mendatangi mereka pada saat ada kegiatan MGMP pada tanggal 24 Agustus dan 7 September 2005. Mereka diminta untuk mengisi kuesener tersebut, dan mengembalikan pada saat itu juga, atau pada pertemuan MGMP berikutnya. Para subjek diminta untuk memberikan tanda cek (v) pada kolom di sebelah kanan 59 pernyataan yaitu: text-based kurikulum (No. 1-12), discourse competence (No. 13-21),

kompetensi pendukung (No. 22-31), nuansa makna (No. 32-38), prinsip-prinsip pendidikan literasi (No. 39-49), skenario pembelajaran berdasarkan prinsip pendidikan literasi (No. 50-59). Untuk lebih jelasnya lihat Lampiran 1. Apabila mereka tahu bahwa pernyataan tentang Kurikulum 2004 itu betul maka mereka harus mencek kolom (B), apabila salah cek di kolom (S), dan apabila tidak tahu mereka harus cek kolom (T). Akhirnya terkumpul pada peneliti 60 kuesener yang sudah diisi.

Kuesener yang sudah diisi dan dikirimkan kepada peneliti ditabulasikan ke dalam tabel frekuensi untuk masing-masing response (B, T, dan S) untuk masing-masing item kuesener. Dari tabel diketahui frekuensi subjek yang memberikan respon dengan benar tentang isi, organisasi, dan pentahapan pembelajaran Kurikulum 2004; frekuensi subjek yang salah tafsir, dan frekuensi subjek yang tidak mengetahui isi, organisasi, dan pentahapan pembelajaran Kurikulum 2004. Singkatnya, penelitian ini hanya menggunakan statistik deskriptif untuk menganalisis datanya (Brown, 2001). Dari frekuensi jumlah tanda cek untuk masing-masing item dapat ditarik suatu gambaran pemahaman guru tentang isi, organisasi, dan pentahapan pembelajaran Kurikulum 2004. Hasil dan Pembahasan

Dari 60 kuesener yang dikembalikan terdata bahwa subyek yang telah mengikuti sosialisasi kurikulum 2004 baru sekitar 67 %. Dari sini diperoleh informasi bahwa para subjek telah mendapat pengetahuan awal tentang isi, organisasi dan tahapan pembelajaran bahasa Inggris pada kurikulum 2004. Hal ini terlihat dalam tabel berikut.

Tabel 1 Jumlah Responden Yang Ikut Sosialisasi Kurikulum 2004

PERNAH IKUT FREKUENSI PERSEN SOSIALISASI ? Ya 40 66,7 Tidak 11 18,3 Tidak jawab 9 15 Total 60 100

Dari Tabel 1, diperoleh informasi 67 % subjek sudah mendapatkan sosialisasi kurikulum 2004, sedangkan yang tidak mendapatkan sosialisasi atau tidak menjawab adalah 18,3 % dan 15 %. Hal ini dapat memberikan gambaran awal bahwa nantinya para subjek besar kemungkinan dapat menjawab dengan baik kuesener penelitian ini.

(6)

Tabel 2. Rekapitulasi jawaban kuesener A. Text-Based Curriculum Kuesener Prosentase Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 Q6 Q7 Q8 Q9 Q10 Q11 Q12 Rata-rata B 93,3 71,7 91,7 90 83,3 70 70 88,3 86,7 43,3 95,0 63,3 78,9 S 5 21,7 5 5 13,3 16,7 16,7 5 1,7 45 1,7 8,3 12,1 T 0 5 3,3 3,3 1,7 10 10 5 10 8,3 1,7 25 6,9 Tidak jawab 1,7 1,7 0 1,7 1,7 3,3 3,3 1,7 1,7 3,3 1,7 3,3 2,1 Total 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

Dalam Tabel 2 di atas terlihat jelas bahwa untuk pernyataan 1 sampai dengan 11 tentang Text-Based Curriculum, rata-rata para subjek 78,9% menjawab betul, 12,1 % menjawab salah, 6, 9 % tidak tahu, dan 2,1 % tidak menjawab. Hal ini berarti rata-rata para guru sudah cukup memiliki pengetahuan tentang text-based curriculum. Mereka mengetahui bahwa: (1)Kurikulum 2004 Mata Pelajaran Bahasa Inggris bertujuan mengembangkan kemampuan siswa menciptakan teks lisan dan tulis, (2) Teks adalah rekaman konteks, sehingga disebut wacana, (3) Teks adalah sepenggal produk komunikasi yang memiliki satuan makna, (4) Dengan melihat atau mendengar teks orang dapat menebak pelaku, topik dan jalur komunikasinya, (5) Jenis teks yang dicakup untuk Siswa SMP adalah naratif, deskriptif, recount, prosedur, anekdot, dan laporan, (6) Jenis-jenis teks lisan sama dengan teks tulis, yaitu dari teks kecil sampai yang besar, (7) Monolog adalah produk lisan teks besar, misalnya naratif, deskriptif, dsb, (8) Dialog adalah produk lisan teks kecil, misalnya transaksional dan interpersonal talks, (9) Surat Undangan merupakan contoh dari functional text, (10) Silabus disusun dengan berdasarkan pada satu jenis teks tertentu,(11) Jenis teks yang dicakup untuk Siswa SMP digunakan sebagi acuan penyusunan silabus, (12) Teks-teks yang diajarkan di SMP adalah pada level survival,

Namun, ada satu pengetahuan guru tentang kurikulum yang masih salah, misalnya tentang penyusunan silabus. Pernyataan 10 Silabus disusun dengan berdasarkan pada satu jenis teks tertentu yang dijawab Salah oleh 45% subyek. Angka ini menunjukkan bahwa masih cukup banyak guru yang belum mengetahui bahwa sebenarnya silabus sebaiknya disusun untuk setiap teks yang diajarkan sehingga semua pengajaran jenis teks yang termuat di dalam kurikulum dapat terlaksana secara rapi dan runtut. Jumlah guru yang menjawab bahwa pernyataan itu benar adalah 43 %, lebih kecil dari pada yang menjawab salah. Perlu diperhatikan pula bahwa ada 21,7 % subyek yang masih belum memiliki pengetahuan yang cukup bahwa teks yang tercipta akan berterima apabila diproduksi dalam lingkup situasi yang melibatkan topik, pelaku dan jalur komunikasi (pernyataan 2).

Dari tabel juga terlihat bahwa untuk pernyataan 6, belum semua subyek (70 %) memahami jenis-jenis teks yang tercakup dalam kurikulum, dengan demikian dikawatirkan guru belum mampu menangkap semua pesan pengajaran yang terkandung dalam kurikulum apalagi mengaplikasikannya di kelas.

Untuk pernyataan 12, cukup banyak guru (25%) tidak tahu bahwa tuntutan tingkat literasi bagi siswa SMP yaitu tingkatan yang memungkinkan peserta didik untuk berperan serta dalam masyarakat melalui penggunaan bahasa Inggris secara sederhana.

(7)

Bahkan, 8,3 % guru menyatakan bahwa pernyataan itu salah.Apabila guru mengetahui dengan tepat tingkat literasi anak SMP seperti yang dituntut oleh kurikulum, ia tidak perlu harus mencari materi yang terlalu sulit, cukup materi yang ada asalkan dikembangkan secara optimal sesuai tingktan siswa.

Tabel 3. Rekapitulasi Jawaban Kuesener B: Discourse Competence Kuesener Prosentase Q13 Q14 Q15 Q16 Q17 Q18 Q19 Q20 Q21 Rata-rata B 71,7 75,0 93,3 36,7 65,0 98,3 90,0 78,3 66,7 75 S 21,7 18,3 1,7 50,0 26,7 1,7 6,7 6,7 13,3 16,3 T 5,0 5,0 3,3 11,7 5,0 0 3,3 13,3 16,7 7 Tak jawab 1,7 1,7 1,7 1,7 3,3 0 0 1,7 3,3 1,7 Total 100 100 100 100 100 100 100 100 100

Dari Tabel 3 terlihat jelas bahwa untuk pernyataan 13 sampai dengan 21 tentang Discourse Competence, rata-rata (75 %) guru menjawab betul. Hampir semua subyek (kecuali untuk pernyataan 16) ternyata menjawab betul di atas 65 %, bahkan 98 % untuk pernyataan 18. Hal ini berarti rata-rata para guru sudah cukup memiliki pemahaman tentang discourse competence, dan kompetensi apa saja yang tercakup dalam discourse competence. Para guru mengetahui bahwa: (13)Kompetensi wacana adalah tujuan akhir pembelajaran menurut kurikulum 2004, (14)Kompetensi komunikatif adalah kompetensi berwacana, (15)Kompetensi wacana harus didukung kompetensi penunjang seperti kompetensi tindak bahasa, kompetensi linguistik, kompetensi sosio-kultural, dan kompetensi strategi,(16) Kompetensi dasar hanyalah untuk kompetensi tindak bahasa, (17)Dalam kurikulum 2004 tatabahasa adalah salah satu kompetensi ,(18)Dengan kompetensi wacana siswa diharapkan dapat menggunakan bahasa Inggris secara lisan dan tulis, (19)Kompetensi wacana diwujudkan dalam empat ketrampilan berbahasa, (20)Kompetensi wacana tingkat SMP adalah fungsional, artinya siswa dapat menyampaikan ide dengan bahasa sasaran, (21) Kompetensi wacana secara menyeluruh baru dapat dilihat di akhir satu skenario pembelajaran.

Namun demikian, masih ada 21,7 % subyek yang belum mengetahui atau salah pengertian tentang implementasi kurikulum 2004 yang ditujukan pada usaha untuk mendorong peserta didik agar mampu menciptakan teks baik lisan maupun tertulis, yang artinya adalah bahwa ketika berkomunikasi seseorang menjalani proses penciptaan discourse/teks (pernyataan 13).

Yang menarik adalah jawaban pernyataan 16 (Kompetensi dasar hanyalah untuk kompetensi tindak bahasa) menunjukkan bahwa guru yang mengetahui bahwa kompetensi dasar tidak sama dengan kompetensi tindak bahasa adalah 37 %. Padahal, kompetensi tindak bahasa merupakan salah satu kompetensi pendukung. Ini menunjukkan bahwa para guru memahami kompetensi wacana secara parsial, artinya mereka belum memahami betul teori yang mendasari isi kurikulum 2004.

Lebih jauh lagi, masih ada sejumlah guru (27 %) yang kurang yakin bahwa tata bahasa adalah salah satu kompetensi yang mendukung pencapaian kompetensi komunikatif (pernyataan 17). Padahal kompetensi komunikatif dapat tercapai kalau semua kompetensi pendukungnya (Kompetensi tindak bahasa, kompetensi linguistik, strategi, dan kompetensi sosiokultural saling bersinergi).

(8)

Untuk pernyataan 21, satu skenario pembelajaran mengacu pada satu siklus, baik lisan maupun tertulis sehingga kemampuan peserta didik dalam menciptakan teks baru dapat dilihat di akhir siklus. Dengan demikian pemahaman guru yang memadai tentang penahapan untuk setiap siklus menjadi sangat penting. Dari data yang diperoleh baru 67 % subjek memiliki pengetahuan tersebut.

Tabel 4. Rekapitulasi Jawaban Kuesener C: Kompetensi Pendukung Kuesener Prosentase Q22 Q23 Q24 Q25 Q26 Q27 Q28 Q29 Q30 Q31 Rata-rata B 93,3 80,0 76,7 71,7 55 83,3 91,7 83,3 78,3 75,0 77,2 S 1,7 15,0 20,0 28,3 40 13,3 5 10,0 10 13,3 14,4 T 5,0 5,0 0 0 5,0 3,3 1,7 6,7 11,7 10,0 4,8 Tak jawab 0 0 3,3 0 0 0 1,7 0 0 1,7 0,6 Total 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 Dari Tabel 4 diketahui bahwa para guru (77,2 %) sudah memiliki pemahaman yang cukup luas tentang kompetensi pendukung. Hal ini dibuktikan dengan prosentase yang besar untuk pernyataan 22 sampai 31, yang dijawab benar lebih dari 77 % para guru. Prosentase yang paling besar adalah untuk pernyataan 22 (sebanyak 93,3 %), sedang yang terkecil adalah untuk pernyataan 26 (sebanyak 55 %). Ini berarti guru sudah memahami bahwa: (22)Kompetensi pendukung adalah kompetensi tindak bahasa, linguistik, sosio-kultural dan strategis, (23)Kompetensi linguistik di level SMP mencakup antara lain grammar dan pronunciation, (24) Secara sederhana, kompetensi mendengarkan dapat dilihat dari kemampuan membalas salam guru, (25)Salah satu kemampuan membaca adalah kemampuan membaca teks dengan keras, (26)Untuk SMP, kemampuan menulis teks-teks kecil seperti memo, ucapan selamat juga diajarkan disamping kemampuan menulis teks berbentuk esai pendek, (27)Menulis teks berupa pengalaman pribadi merupakan salah satu bentuk kemampuan menulis teks berjenis recount, (28)Kemampuan tatabahasa, pengucapan serta kosa kata perlu dimiliki karena mendukung kemampuan memproduksi teks, (29)Memiliki kompetensi sosio-kultural artinya mampu berkomunikasi sesuai konteks situasi yang melibatkan pelaku, topik, dan jalur komunikasi, (30)Kompetensi sosio-kultural juga diberikan kepada siswa SMP, (31) Kompetensi strategis yang diharapkan dikuasai oleh siswa SMP mencakup antara lain kemampuan menggunakan gestures dan bahasa tubuh untuk memperjelas bahasa verbal.

Dari tabel terlihat bahwa salah satu indikator kemampuan membaca adalah membaca keras (pernyataan 25), namun ada dua indikator lainnya yang lebih penting yaitu mengidentifikasi makna gagasan dan tata susunan teks. Dari data yang masuk dikawatirkan masih ada guru (28,3 %) yang hanya berkutat pada membaca keras ketika memasuki tahapan MOT siklus tertulis. Selain itu, sebanyak 40 % guru tidak memahami bahwa teks-teks besar melahirkan teks-teks kecil sehingga yang diutamakan dalam pengajaran haruslah mendorong anak didik untuk mampu menciptakan teks besar terlebih dahulu (pernyataan 26). Tetungkap juga bahwa banyak 24 % subjek kurang menyadari pentingnya pengajaran membangun kompetensi strategi untuk memperoleh kemampuan berkomunikasi secara natural dan berterima (pernyataan 31).

(9)

Tabel 5. Rekapitulasi Jawaban Kuesener D: Nuansa makna Kuesener Prosentase Q32 Q33 Q34 Q35 Q36 Q37 Q38 Rata-rata B 98,3 96,7 95,0 90,0 86,7 80,0 80,0 89,5 S 1,7 1,7 1,7 1,7 6,7 5,0 8,3 3,8 T 0 1,7 3,3 8,3 6,7 15,0 10,0 6,4 Tak Jawab 0 0 0 0 0 0 1,7 0,2 Total 100 100 100 100 100 100 100

Tabel 5 menunjukkan bahwa sebagian besar para guru (89,5 %) sudah memahami nuansa makna yang seharusnya diperhatikan dalam pengajaran bahasa Inggris menuju kemampuan wacana. Untuk pertanyaan-pertanyaan berikut: (32)Pengajaran bahasa Inggris harus dapat melatih siswa mengungkapkan makna interpersonal, ideasional, dan tekstual, (33)Makna interpersonal dalam komunikasi terungkap lewat tindak tutur, sikap, perasaan, dsb, (34)Terpenuhinya makna ideasional adalah apabila ide-ide dapat diungkapkan oleh siswa dan dapat dipahami oleh orang lain, (35) Makna tekstual berarti bentuk bahasa siswa baik lisan ataupu tulis memenuhi kaidah penulisan atau penyampaian yang berterima, (36)Nuansa makna tercermin dalam rumusan kompetensi dasar setiap ketrampilan bahasa dan indikator-indikatornya, (37) Makna interpersonal dapat dibangun oleh guru dengan mengajarkan berbagai macam gambit, (38)Pengajaran grammatical structure dan struktur generik teks wujud dari pembahasan makna tekstual.

Jumlah guru yang menjawab benar semuanya lebih dari 80 %. Hal ini tentu saja sangat menggembirakan, walaupun masih ada beberapa guru yang belum memahami bahwa Nuansa makna tercermin dalam rumusan kompetensi dasar setiap ketrampilan bahasa dan indikator-indikatornya (sebanyak 13 %), Makna interpersonal dapat dibangun oleh guru dengan mengajarkan berbagai macam gambit (20 %), dan Pengajaran grammatical structure dan struktur generik teks wujud dari pembahasan makna tekstual (18 %). Hal ini tentu dikawatirkan akan mengarah pada anggapan yang salah bahwa makna structural dari teks akan disepelekan oleh guru. Oleh karena itu guru harus memahami bahwa struktur generik penting untuk diajarkan kepada siswa.

Tabel 6. Rekapitulasi jawaban kusener E: Prinsip-prinsip Pendidikan Literasi Kuesener Prosentase Q39 Q40 Q41 Q42 Q43 Q44 Q45 Q46 Q47 Q48 Q49 Rata-rata B 86,7 75,0 90,0 88,3 61,7 86,7 38,3 95,0 60,0 70,0 83,3 76 S 3,3 8,3 10,0 6,7 15,0 5,0 26,7 1,7 21,7 3,3 5,0 9,7 T 10,0 15,0 0 5,0 21,7 6,7 33,3 1,7 18,3 26,7 11,7 13,6 Tak jawab 0 1,7 0 0 1,7 1,7 1,7 1,7 0 0 0 0,7 Total 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

Tabel 6 menunjukkan bahwa para guru (76 %) sudah memahami prinsip-prinsip literasi dengan baik. Mereka menjawab pernyataan 39, 40, 41, 42, 43, 44, 46, 47, 48, dan 49 dengan Betul. Ini berarti para guru sudah memahami bahwa: (39)Pendidikan literasi

(10)

maksudnya agar siswa dapat beraksara dan berwicara, (40)Tingkatan literasi siswa SMP adalah survival yang berarti siswa dapat memahami dan menggunakan simbol-simbol bahasa Inggris, (41)Adapun tingkatan fungsional, bagi siswa SMP adalah menggunakan ragam bahasa lisan sederhana,(42)Pembelajaran Bahasa Inggris di kelas harus melibatkan prinsip interpretasi, kolaborasi, konvensi, pemahaman budaya, pemecahan masalah dan refleksi diri, (43)Kegiatan interpretasi dapat dibangun antara lain dengan menghilangkan bagian akhir teks agar siswa terbiasa melakukan imaginative recreation,(44) Joint construction of texts merupakan wujud prinsip kolaborasi,(45) peniadaan basa-basi dalam mengundang/menulis surat undangan dalam bahasa Inggris adalah wujud prinsip konvensi,(46)Sistem budaya perlu dikenalkan dalam proses pembelajaran bahasa.(47)Prinsip pemecahan masalah perlu dilatihkan lewat penugasan misalnya menulis surat undangan ke berbagai pihak,(48) Prinsip refleksi diwujudkan lewat mencari pola penyusunan teks, penataan gagasan, kohesi dan koherensi,(49) Pendekatan literasi mensyaratkan penggunaan bahasa dalam konteks lisan dan tulis untuk menciptakan wacana

Namun demikian masih banyak guru (38,3 %) yang belum memahami bahwa

peniadaan basa-basi dalam mengundang/menulis surat undangan dalam bahasa Inggris adalah wujud prinsip konvensi (pernyataan 45). Mereka perlu diberi pembekalan tentang pengetahuan sosiokultural bahasa kedua karena pengetahuan ini masuk sebagai kompetensi pendukung untuk memperoleh kompetensi komunikatif yang ditargetkan oleh kurikulum 2004.

Masih ada sejumlah guru (37 %) yang belum memahami prinsip pertama dari pendekatan literasi yaitu interpretation sehingga mereka tidak tahu bagaimana prinsip tersebut diterapkan dalam pengajaran (pernyataan 43). Disamping itu, ada juga sejumlah guru (40 %) yang belum sepenuhnya memahami bahwa problem solving adalah salah satu prinsip literasi dalam pengajaran bahasa kedua (pertanyaan 47).

Selain itu, prinsip refleksi dari literasi juga belum dipahami sepenuhnya oleh para guru (pernyataan 48). Mereka (30 %) beranggapan bahwa MOT untuk siklus lisan /tulis berkaitan dengan linguistic competence saja tanpa harus mengajak siswa untuk mengetahui lebih lanjut fungsi dan tata letak teks. Kegiatan refleksi sangat diperlukan karena dimaksudkan untuk membekali siswa dengan aturan-aturan yang berkaitan dengan bagaimana suatu teks disusun.

Tabel 7. Rekapitulasi Jawaban Kuesener F: Tahapan Pembelajaran Kuesener Prosentase Q50 Q51 Q52 Q53 Q54 Q55 Q56 Q57 Q58 Q59 Rata-rata B 91,7 76,7 75,0 75,0 76,7 80,0 91,7 88,3 56,7 71,7 78,3 S 0 11,7 18,3 8,3 13,3 15,0 5,0 8,3 28,3 8,3 11,6 T 6,7 11,7 6,7 15,0 10,0 3,3 3,3 3,3 13,3 18,3 9,16 Tak jawab 1,7 0 0 1,7 1,7 1,7 1,7 0 1,7 1,7 1,1 Total 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

Dari Tabel 7 di atas, terlihat bahwa sebagian besar subyek (78,3 %) mampu menjawab dengan benar pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan tahapan pembelajaran. Hal ini menunjukkan mereka sudah memahami tahapan pembelajaran yang

(11)

diisyaratkan oleh kurikulum, bahkan kemungkinan besar mereka telah melaksanakannya di kelas. Pemahaman para guru antara lain: (50) Tahapan pembelajaran terdiri dari building knowledge of the field, Modelling of text, Joint constuction of text, dan Independent construction of text,(51) Keempat tahap harus dilakukan secara berurutan, (52) Keempat tahap hanya untuk siklus tulis dan lisan,(53) Satu jenis teks harus diajarkan dalam dua siklus dan empat tahapan, (5) Dalam building knowledge of the field guru dapat memberikan pengetahuan yan berkaitan dengan kompetensi linguistic, (54)Dalam modeling of text lisan, guru menjelaskan isi teks dengan bahasa sederhana, (55)Vocabulary building dapat dilakukan dalam building knowledge of the field, (8) Guru bersama-sama dengan siswa dapat membuat teks tulis sederhana dalam joint construction of text, (56)Dalam independent construction guru dapat membantu siswa menyelesaikan text lisan/tulis mereka, (57)Produk dari independent construction of text lisan adalah monolog.

Dari Tabel 7 juga terlihat bahwa masih ada sebagian kecil guru yang belum memahami beberapa hal tentang tahapan pembelajaran. Misalnya, lebih dari 23 % guru belum yakin akan pelaksanaan 4 tahap (BKOF, MOT, JC dan IC) baik secara lisan maupun tulisan (pertanyaan 51 dan 52). Hal ini menunjukkan bahwa mereka belum yakin benar bahwa keempat tahap tersebut harus disajikan secara berurutan dan tidak mungkin diselesaikan sekaligus dalam satu kali pertemuan.

Selain itu, ketika pernyataan tentang peran serta guru pada independent construction siklus tulis diajukan (pernyataan 58) masih ada guru yang ragu-ragu. Hal ini nampak karena hanya 57 % subyek yang menjawab dengan benar untuk pernyataan-pernyataan tentang tahapan pembelajaran.

Selain itu, dalam IC seharusnya guru dapat membantu siswa menyelesaikan tugasnya menulis teks secara bertahap, namun pada kenyataannya masih banyak guru yang tidak menyadari perannya (42 %). Hal ini cukup memprihatinkan. Dengan demikian mereka menganggap bahwa siswa dapat dilepas untuk bekerja sendiri, padahal seharusnya siswa masih harus dibantu untuk menyelesaikan tugasnya.

Akhirnya, ketika pernyataan beralih pada bagian bentuk produk akhir siklus lisan untuk teks besar, belum semua guru menyadari sepenuhnya (27 %) bahwa pengajaran teks besar harus melalui 2 siklus yaitu siklus lisan dan tulis. Mereka kurang memahami bahwa siswa perlu diarahkan untuk mampu menciptakan monolog pada akhir siklus lisan.

Simpulan dan Saran

Dari hasil dan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar guru Bahasa Inggris SMP Negeri se-Kota Surabaya sudah memahami komponen isi, organisasi dan implementasi Kurikulum 2004 mata pelajaran Bahasa Inggris. Komponen-komponen tersebut diuraikan dalam enam indikator yang meliputi pemahaman tentang: Text-based Curriculum (pernyataan 1-12, 78,9 % subjek), Discourse Competence (pernyataan 13-21, 75 % subjek), Kompetensi pendukung (pernyataan 22-31, 77,2 % subjek), Nuansa makna (pernyataan 32-38, 89,5 % subjek), Prinsip-prinsip pendekatan literasi (pernyataan 39-49, 76 % subjek), Tahapan pembelajaran (pernyataan 50-59, 78,3 % subjek).

Disamping itu, juga simpulkan bahwa ada sebagian guru yang masih belum memahami isi, organisasi, dan implementasi Kurikulum 2004. Yang termasuk dalam hal ini adalah: penyusunan silabus disusun untuk setiap teks (45 % subjek), jenis-jenis teks

(12)

yang tercakup dalam kurikulum (27 % subjek), perbedaan kompetensi dasar dan kompetensi tindak bahasa (37 % subjek), prinsip konvensi dalam pengajaran bahasa Inggris (38,3 % subjek).

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka perlu disarankan kepada pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan kurikulum 2004, untuk: menuntaskan sosialisasi kurikulum 2004 kepada semua guru di lapangan, tidak terbatas hanya kepada guru kelas 1 dan 2; mengadakan pelatihan khusus pembuatan teks-teks besar dan kecil, baik lisan maupun tulis, sesuai dengan jenis teks yang disarankan oleh kurikulum 2004 bagi guru; mengadakan pelatihan khusus penerapan prinsip-prinsip literasi dalam proses pembelajaran bahasa Inggris berdasarkan kurikulum 2004.

Daftar Acuan

Agustien, H.I.R. 2004. Landasan Filosofis – Teorities Pendidikan Bahasa Inggris. Bahan Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi Guru SMP. Dikdasmen. Depdiknas.

Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. (Edisi Revisi IV). Jakarta: Rineka Cipta

Brown, J.D. 2001. Using Surveys in Language Programs. Cambridge: Cambrigde University Press.

Celce-Murcia, M., Z. Dornyei, S. Thurell. 1995. Communicative Competence: A Pedagogically Motivated Model with Content Specifications. Issues inApplied Linguistics, 6/2, pp 5 – 35.

Halliday, M.A.K. and R. Hasan. 1976. Cohesion in English. London: Longman

Hammond, J, A. Burn, H. Joyce, D. Brosnan, L. Gerot. 1992. English for Specific Purposes: A handbook for teachers of adult literacy. Sydney: NCELTR, Macquarie University.

Hymes, Dell. 1976. Foundations in Sociolinguistics. An Ethnographic Approach. Philadelphia: University of Pennsylvania Press.

Kern, R. 2000. Literacy and Language Teaching. Cambridge: Cambridge University Press

Pusat Kurikulum. 2002. Kurikulum Hasil Belajar. Mata Pelajaran Bahasa Inggris. SMP/MTs. Jakarta: Depdiknas

Pusat Kurikulum. 2004. Kurikulum 2004. Standar Kompetensi. Mata Pelajaran Bahasa Inggris. SMP/MTs. Jakarta: Depdiknas

(13)
(14)

Gambar

Tabel 1 Jumlah Responden Yang Ikut Sosialisasi Kurikulum 2004  PERNAH IKUT   FREKUENSI   PERSEN  SOSIALISASI ?  Ya   40  66,7  Tidak   11  18,3  Tidak jawab   9  15  Total   60  100
Tabel 2. Rekapitulasi jawaban kuesener A. Text-Based Curriculum            Kuesener    Prosentase   Q1  Q2 Q3 Q4  Q5  Q6  Q7 Q8 Q9 Q10 Q11 Q12 Rata-rata  B 93,3  71,7  91,7  90 83,3 70  70  88,3 86,7 43,3 95,0 63,3 78,9  S 5  21,7  5  5  13,3 16,7 16,7 5 1
Tabel 3. Rekapitulasi Jawaban Kuesener B: Discourse Competence
Tabel 5. Rekapitulasi Jawaban Kuesener D: Nuansa makna             Kuesener    Prosentase  Q32  Q33 Q34 Q35 Q36 Q37 Q38 Rata-rata  B 98,3  96,7 95,0 90,0 86,7 80,0 80,0 89,5  S  1,7  1,7  1,7 1,7 6,7 5,0 8,3  3,8  T  0  1,7  3,3 8,3 6,7 15,0 10,0 6,4  Tak
+2

Referensi

Dokumen terkait

Sertifikat diberikan setelah dilakukan pemeriksaan kesesuaian terhadap standar kelaikudaraan rancang bangun (initial airworthiness) dan telah memenuhi uji tipe. Termasuk

1. Terimakasih kepada ketiga orang tuaku yang selalu mendoakan dan selalu member dukungan tidak ada habisnya serta fasilitas-fasilitas yang kalian berikan selama

Hasil nilai parameter yang sudah dikalibrasi dengan hasil paling mendekati kesalahan data lapangan, kemudian dilanjutkan perhitungan debit andalan keseluruhan dari bulan

Menerima baik, menyetujui dan mengesahkan Laporan Direksi mengenai jalannya usaha Perseroan dan tata usaha keuangan Perseroan untuk tahun buku yang berakhir pada

Banyak upaya yang telah dilakukan pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan, di antaranya adalah Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP), Cara Belajar Siswa

Pada saat ini Perusahaan mengoperasikan 5 pabrik ban dan ban dalam yang telah dimutakhirkan untuk memproduksi berbagai tipe dan ukuran ban radial, ban bias dan ban sepeda motor, serta

Hasil penelitian ini adalah; (1) ada 18 permasalahan yang dialami oleh lebih dari 50 % siswa kelas XI SMA Bruderan Purworejo Tahun Ajaran 2009/2010 yaitu : tidak dapat

2. Analisislah hubungan setiap garis dari gambar berikut !.. KISI-KISI SOAL POST-TEST No. Indikator pencapaian kompetensi Indikator komunikasi matematis Indikator soal Soal