EFEKTIVITAS PELAYANAN
IJIN MENDIRIKAN BANGUNAN
DI BADAN PELAYANAN TERPADU DAN
PENANAMAN MODAL KOTA SERANG
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Dalam Menempuh Ujian Sarjana Program Strata Satu (S1)
Pada Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Oleh:
Yekti Prestiana
072675
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Peran utama pemerintah adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat
dalam rangka memenuhi kebutuhan rakyatnya. Pemerintah sebagai pelayanan
masyarakat (public service) harus dapat memberikan pelayanan publik/umum yang maksimal dan memberikan kepuasan masyarakat. Pelayanan publik pada dasarnya
mencakup aspek kehidupan masyarakat luas. Dalam kehidupan bernegara,
pemerintah memiliki fungsi melayani publik, dalam bentuk mengatur maupun
menerbitkan perizinan dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang
pendidikan, kesehatan, usaha, kesejahteraan dan sebagainya.
Konsep tentang pelayanan publik memang tidak asing lagi, yakni suatu
kegiatan pemerintah yang melayani masyarakat dalam hal barang dan jasa, yang
orientasinya bukan kepada keuntungan semata, melainkan sudah merupakan
tanggung jawab tugas dan fungsi pemerintahan. Pemerintah sebagai lembaga
birokrasi mempunyai fungsi untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat,
sedangkan masyarakat sebagai pihak yang memberikan mandat kepada pemerintah
Pada hakikatnya pelayanan publik itu adalah pemberian pemenuhan layanan kepada
masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban pemerintah sebagai abdi
masyarakat.
Pelayanan yang prima/baik adalah tujuan pelayanan, dalam memanfaatkan
tata pemerintahan yang baik (good governance). Oleh karena itu, pelayanan publik menjadi keharusan yang tidak bisa ditunda-tunda lagi. Pelayanan prima adalah suatu
layanan yang diberikan kepada publik/umum yang mampu memuaskan pihak yang
dilayani. Salah satu tolak ukur dalam pemberian pelayanan dapat dikatakan baik atau
prima bila kepuasan yang dilayani dapat tercapai.
Reformasi pelayanan publik telah dimulai sejak tahun 1990-an di
negara-negara maju, karena masyarakat menginginkan peningkatan kualitas pelayanan
publik yang mereka terima. Di Indonesia sendiri, upaya perbaikan pelayanan
pemerintah kepada masyarakat sebenarnya telah dilaksanakan sejak tahun 1980-an,
antara lain melalui Inpres nomor 5 tahun 1984 tentang pedoman penyederhanaan
dan pengendalian perizinan dibidang usaha. Upaya tersebut dilanjutkan dengan
keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara nomor 81 tahun 1993
tentang pedoman tatalaksana pelayanan umum.
Tertera dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang pemerintahan
daerah, pada prinsipnya telah menetapkan bidang pelayanan sebagai salah satu
Kewenangan wajib bagi daerah pada dasarnya merupakan perwujudan otonomi yang
bertanggung jawab, yang memberikan pengakuan hak dan kewenangan daerah
dalam tugas dan kewajiban yang diemban oleh pemerintah daerah. Pemerintah
Daerah dituntut untuk melaksanakan pelayanan yang maksimal bagi masyarakatnya,
namun pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah pada masyarakat terkadang
pula tidak sesuai dengan keinginan masyarakatnya. Mengakibatkan pelayanan yang
dirasakan oleh masyarakat tidak maksimal.
Berlakunya undang-undang tentang pemerintahan daerah tersebut telah terjadi
berbagai perubahan mendasar dalam pengaturan pemerintahan daerah di Indonesia.
Tujuan utama dari pengaturan tersebut adalah untuk memberdayakan pemerintah
daerah agar mampu menjalankan tugas pokok dan fungsinya secara ekonomis,
efektif, efisien, dan akuntabel dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat
(public service). Upaya peningkatan kualitas pelayanan publik oleh pemerintah daerah juga didukung oleh Instruksi Presiden No.5 Tahun 2004 Tentang Percepatan
Pemberantasan Korupsi. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin adanya akuntabilitas
dan transparansi pelayanan publik di daerah.
Peraturan mengenai otonomi daerah, dimana pemerintah daerah mengambil
alih wewenang dan bertanggung jawab kepada daerahnya, maka dengan adanya
kondisi tersebut, pemerintah daerah memberlakukan suatu ketentuan-ketentuan yang
mendasar, diantaranya adalah tentang perizinan yang diadakan selain untuk
administrasi dalam melaksanakan pembangunan didaerahnya. Perizinan adalah salah
satu bentuk pelaksanaan fungsi dan bersifat pengendalian yang dimiliki oleh
pemerintah terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat. Perizinan
dapat berbentuk pendaftaran, rekomendasi, sertifikat, penentuan kuota dan izin
untuk melakukan sesuatu. Izin biasanya harus dimiliki oleh suatu organisasi
perusahaan atau seseorang, sebelum yang bersangkutan dapat melakukan suatu
kegiatan atau tindakan. Salah satu fungsi pemerintah dibidang pemberian dan
pengendalian adalah fungsi pemberian izin kepada masyarakat dan organisasi
tertentu yang merupakan mekanisme pengendalian administratif yang harus
dilakukan.
Salah satu contoh produk kebijakan yang dibuat oleh pemerintah daerah
adalah berupa Peraturan Daerah. Peraturan Daerah adalah peraturan
perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan
bersama Kepala Daerah. Materi muatan peraturan daerah adalah seluruh materi
muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan
menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan
Perundang-undangan yang lebih tinggi.
Seiring dengan berkembangnya Kota Serang menuju kearah yang lebih baik
terutama di dalam sektor pembangunan fisik, maka perlu adanya peningkatan
dengan diterbitkannya Peraturan Daerah No 12 tahun 2008 tentang Izin Mendirikan
Bangunan.
Organisasi yang ideal adalah organisasi yang mampu mencapai tujuan secara
optimal. Instansi sebagai organisasi dapat dikatakan produktif apabila telah
mencapai tujuan-tujuannya secara efektif dan efisien terutama di dalam hal
pemberian pelayanan terhadap yang dilayani. Efektif atau tidaknya suatu instansi
pemerintah dapat dilihat dari seberapa besar kemampuan instansi pemerintah
tersebut di dalam pencapaian tujuan sesuai target yang telah ditetapkan sebelumnya,
yaitu sebagai abdi masyarakat yang memberikan pelayanan terbaik kepada
masyarakat.
Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) sebagai instansi
pemerintah yang bergerak pada bidang pelayanan ijin . walaupun usianya masih
sangat muda yaitu dua tahun tetapi Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal
Kota Serang terus mengadakan pembenahan-pembenahan dalam hal pengelolaan
dan peningkatan kualitas pelayanannya. Badan Pelayanan Terpadu di sahkan oleh
Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 12 Tahun 2008, tentang Pembentukan dan
Susunan Organisasi Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (Lembaran
Daerah Kota Serang Tahun 2008 Nomor 15) dan Keputusan Walikota Serang Nomor
502/Kep.24-Org/2009 tentang pelimpahan sebagian kewenangan perijinan kepada
Salah satu bentuk layanan di Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman
Modal adalah memberikan layanan ijin mendirikan bangunan kepada masyarakat
kota Serang. Oleh karena itu pembahasan akan difokuskan pada masalah tersebut.
Karena kenyataannya ijin mendirikan bangunan merupakan hal yang amat penting
bagi masyarakat dalam mendirikan suatu bangunan agar bangunan tersebut legal dan
mendapat ijin yang sah dari pemerintah.
IMB atau Ijin Mendirikan Bangunan, adalah ijin untuk mendirikan,
memperbaiki, menambah, mengubah, atau merenovasi suatu bangunan, termasuk
ijin kelayakan menggunakan bangunan (untuk bangunan yang sudah berdiri) yang
dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah. Pada prinsipnya, IMB bertujuan agar terjadi
keserasian antara lingkungan dan bangunan. Selain itu, dengan IMB diharapkan agar
bangunan yang akan dibangun aman bagi keselamatan jiwa penghuninya. Sebab
dalam pemberian IMB, dilakukan analisis terhadap desain bangunan tersebut,
apakah sudah memenuhi persyaratan bangunan dan lingkungan. Persyaratan
lingkungan meliputi penentuan garis sempadan (jarak maksimum bangunan terhadap
batas jalan), jarak bebas muka samping dan belakang bangunan, batas-batas persil
pembangunan dan jarak antar bangunan, keadaaan tanah tempat bangunan,dan
lain-lain. Sedangkan persyaratan bangunan antara lain meliputi luas denah bangunan,
tinggi bangunan, ukuran-ukuran ruang, pencahayaan dan pengudaraan.
Ijin Mendirikan Bangunan yang selanjutnya disingkat IMB adalah Ijin yang
membangun. Surat Ijin Mendirikan Bangunan yang selanjutnya disingkat SIMB
adalah Surat Ijin yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah kepada perorangan atau
Badan untuk membangun. Mendirikan Bangunan adalah setiap kegiatan
membangun, merubah, mengganti seluruhnya atau sebagian, memperluas bangunan
dan bangun-bangunan. Setiap mendirikan bangunan dan atau bangun-bangunan, baik
perorangan atau badan wajib memiliki Ijin Mendirikan Bangunan ( IMB ) yang
dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah.
Prinsip IMB bertujuan agar terjadi keserasian antara lingkungan dan
bangunan. Selain itu, dengan IMB diharapkan agar bangunan yang akan dibangun
aman bagi keselamatan jiwa penghuninya. Sebab dalam pemberian IMB, dilakukan
analisis terhadap desain dan keadaan bangunan tersebut, apakah sudah memenuhi
persyaratan bangunan dan lingkungan sekitar. Persyaratan lingkungan meliputi
penentuan garis sempadan jalan (jarak maksimum bangunan terhadap batas jalan),
jarak bebas muka samping dan belakang bangunan, batas-batas persil pembangunan
dan jarak antar bangunan, keadaaan tanah tempat bangunan, dan lain-lain.
Sedangkan persyaratan bangunan antara lain meliputi luas denah bangunan, tinggi
bangunan, ukuran-ukuran ruang, pencahayaan dan pengudaraan di dalam dan di area
pembangunan.
Data pemohon IMB dari bulan Januari sampai November tahun 2010, terdapat
280 jumlah pemohon, yang terdiri dari KPR-BTN, Rumah Tinggal, dan Jasa. Jumlah
sektor rumah tinggal terdapat 92 pemohon, sektor jasa terdapat 136 pemohon.
Dilihat dari penjelasan sebelumnya, maka dapat terlihat bahwa data pemohon pada
fungsi bangunan jasa lebih besar dibandingkan dengan fungsi bangunan yang
lainnya. Hal ini dikarenakan fungsi bangunan jasa memiliki berbagai klasifikasi
bentuk fungsi bangunan, diantaranya seperti bangunan dengan fungsi pendidikan,
villa, rumah sakit, sarana dan prasarana, toko dan lain-lain. Jenis bangunan dengan
fungsi jasa adalah bangunan yang dibangun untuk menghasilkan laba.
Berdasarkan hasil observasi (studi lapangan) yang telah peneliti lakukan,
gejala permasalahan yang timbul sebagai berikut :
Pertama, Alur pelayanan masih terbelit-belit atau terlalu birokratis.
Pelayanan khususnya pelayanan perijinan, pada umumnya dilakukan dengan melalui
proses yang terdiri dari berbagai meja yang dilalui, sehingga menyebabkan
penyelesaian pelayanan yang terlalu lama. Dalam hal ini penyelesaian masalah
dalam proses pelayanan, staf pelayanan tidak mempunyai kewenangan
menyelesaikan masalah, dan di lain pihak masyarakat sulit bertemu dengan
penanggung jawab pelayanan. Akibatnya, berbagai masalah pelayanan memerlukan
waktu yang lama untuk diselesaikan.
Kedua, pelayanan pembuatan IMB masih dirasakan lambat, prosedur
pelayanan pembuatan IMB terdapat kepentingan - kepentingan organisasi atau badan
lain yang terkait untuk memenuhi persyaratan yang diperlukan. Kita ketahui
dengan hierarki yang berkesinambungan baik dari tingkat bawah yaitu izin dari
lingkungan sekitar dalam hal ini diwakili oleh tetangga sekitar bangunan, lurah dan
camat. Pemberian izin ini akan memakan waktu yang cukup lama dimana izin
memerlukan persetujuan dari masyarakat sekitar.
Ketiga, kurangnya sumber daya manusia yang memadai pada Badan
Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Serang. Pada Bidang Tata
Bangunan yang menangani Izin Mendirikan Bangun hanya berjumlah 5 orang.
Jumlah tersebut tidak mencukupi kebutuhan pelayanan untuk pembuatan Izin
Mendirikan Bangunan (IMB). Normalnya minimal memiliki 10 petugas agar bisa
dengan cepat melayani masyarakat, sehingga masyarakat tidak lagi menunggu
terlalu lama.
Keempat, kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh Badan Pelayanan
Terpadu dan Penanaman Modal Kota Serang tentang manfaat pembuatan IMB. Hal
ini terlihat dari banyaknya pemohon yang kurang mengerti dan mengetahui apa
fungsi dan manfaat IMB itu sendiri, berapa biaya yang diperlukan dan prosesnya
pembuatannya seperti apa, pemerintah daerah atau dinas terkait sendiri hanya
memberikan penyuluhan kepada tingkat kecamatan dan tidak kepada badan-badan
terkait yang berhubungan dengan pembuat IMB. Sosialisasi IMB selama ini,
dilakukan hanya melalui selebaran dan himbauan seperti papan reklame disepanjang
Gambar 1.1
Bentuk Sosialisasi di Depan Polsek Taktakan
Kelima, Waktu pelayanan terkadang tidak sesuai dengan apa yang sudah
tertera dalam aturan yang berlaku. Waktu yang ditetapkan selama 15 hari tetapi tidak
ada kepastian waktu tentang selesainya membuat IMB dan terkadang molor melebihi
15 hari karena berbagai hal seperti petugas yang berwenang sedang tidak ada
Atas gejala-gejala tersebut maka peneliti kemudian merasa perlu untuk
melakukan penelitian lebih jauh terhadap pelayanan ijin mendirikan bangunan
dengan judul :
“EFEKTIVITAS PELAYANAN IJIN MENDIRIKAN BANGUNAN DI
BADAN PELAYANAN TERPADU DAN PENANAMAN MODAL (BPTPM)
KOTA SERANG
1.2 Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah adalah mengidentifikasi dikaitkan dengan
tema/topik/judul dan fenomena yang akan diteliti. Dari berbagai pengamatan
ditemukan beberapa masalah dalam pelayanan ijin mendirikan bangunan yaitu :
1. Alur pelayanan masih terbelit-belit atau terlalu birokratis
2. Pelayanan pembuatan IMB masih dirasakan lambat, prosedur pelayanan
pembuatan IMB terdapat kepentingan - kepentingan organisasi atau badan lain
yang terkait untuk memenuhi persyaratan yang telah ditentukan
3. Kurangnya sumber daya manusia yang memadai pada Badan Pelayanan
Terpadu dan Penanaman Modal Kota Serang
4. Kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh Badan Pelayanan Terpadu dan
Penanaman Modal Kota Serang tentang pembuatan IMB
1.3 Batasan Masalah
Dari uraian-uraian yang ada dalam latar belakang dan identifikasi masalah
peneliti mempunyai keterbatasan kemampuan dan berfikir secara menyeluruh,
peneliti mencoba membatasi penelitiannya yaitu: Efektivitas Pelayanan Ijin Mendirikan Bangunan di Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Serang
1.4 Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis dapat merumuskan
beberapa masalah sebagai berikut :
1. Seberapa besar efektivitas pelayanan ijin mendirikan bangunan di badan
pelayanan terpadu dan penanaman modal (BPTPM) Kota Serang?
2. Unsur-unsur apa sajakah yang dapat menghambat efektivitas pelayanan ijin
mendirikan bangunan di badan pelayanan terpadu dan penanaman modal
(BPTPM) Kota Serang?
1.5 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui dan menjelaskan berapa besar efektivitas pelayanan ijin
mendirikan bangunan di badan pelayanan terpadu dan penanaman modal
2. Menjelaskan unsur-unsur yang menghambat terhadap efektivitas pelayanan
ijin mendirikan bangunan di badan pelayanan terpadu dan penanaman modal
(BPTPM) kota serang
1.6 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik teoritis maupun
praktis, antara lain :
1. Manfaat secara teoritis, yaitu :
a) Dalam rangka pengembangan teori yang telah diperoleh selama perkuliahan.
b) Mengetahui prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik dan pemberdayaan
yang diberikan pemerintah masyarakat.
c) Dapat dijadikan sebagai bahan pemahaman untuk penelitian selanjutnya.
2. Manfaat secara Praktis, yaitu :
a) Untuk meningkatkan kualitas belajar dan referensi berfikir serta memberikan
wawasan yang luas bagi seluruh mahasiswa khususnya peneliti.
b) Mengetahui secara langsung bagaimana efektivitas pelayanan ijin mendirikan
bangunan di Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal kota Serang
c) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan masukan
kepada para pemerintah penyelenggara pelayanan ijin mendirikan bangunan
dalam upaya memberikan pelayanan yang terbaik untuk masyarakat di Kota
1.7Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Yaitu menggambarkan ruang lingkup dan kedudukan masalah yang akan
diteliti dalam bentuk uraian secara deduktif, dari lingkup yang paling
umum hingga ke masalah yang spesifik, yang relevan dengan judul
penelitian.
1.2Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah adalah mengidentifikasi dikaitkan dengan
tema/topik/judul dan fenomena yang akan diteliti.
1.3Batasan Masalah
Batasan Masalah adalah batasan penelitian yang peneliti ungkapkan sesuai
dengan kemampuan dan berfikir peneliti secara menyeluruh.
1.4Rumusan Masalah
Rumusan masalah yaitu memilih dan menetapkan masalah yang paling
urgen yang paling berkaitan dengan judul penelitian. Kalimat yang biasa
dipakai dalam perumusan masalah adalah kalimat pertanyaan.
Tujuan penelitian mengungkapkan tentang sasaran yang ingin dicapai
dengan dilaksanakannya penelitian telah masalah yang telah dirumuskan.
Isi dan rumusan tujuan penelitian sejalan dengan isi dan rumusan masalah
penelitian.
1.6Manfaat Penelitian
Menjelaskan manfaat teoritis dan praktis temuan penelitian.
1.7Sistematika Penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Teori
Mengkaji berbagai teori dan konsep-konsep yang relevan dengan permasalah
dengan permasalahan dan variabel penelitian, kemudian menyusunnya secara
teratur dan rapi yang digunakan untuk merumuskan hipotesis. Deskripsi teori
harus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan merujuk
ke sumber aslinya.
2.2 Kerangka Berfikir
Kerangka berfikir menggambarkan alur pikiran peneliti sebagai kelanjutan dari
kajian teori untuk memberikan penjelasan kepada pembaca mengapa ia
memperjelas maksud peneliti, kerangka berfikir dapat dilengkapi dengan sebuah
bagan yang menunjukan alur pikir peneliti serta kaitan antar variabel yang diteliti.
2.3 Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang
diteliti, dan kana diuji kebenarannya. Hipotesis dirumuskan berdasarkan kajian
teori dan kajian konseptual serta kerangka berfikir.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Menjelaskan metode yang paling dipergunakan dalam penelitian. Metode dalam
penelitian ini yaitu metode kuantitatif. Dimana banyak dituangkan melalui
angka.
3.2 Instrumen Penelitian
Menjelaskan tentang proses penyusunan dan jenis alat pengumpul data yang
digunakan, proses pengumpulan data, dan teknik penentuan kualitas instrumen
(validitas dan reliabilitasnya).
Menjelaskan teknik analisis dan disertai rasionalisasinya. Teknik analisis data
harus sesuai dengan sifat data yang diteliti. Lokasi dan Jadwal Pnelitian dan
Menjelaskan lokasi penelitian, terkait tempat dan jadwal penelitian tersebut
dilaksanakan. Jadwal disajikan dalam bentuk tabel.
3.4 Tempat dan Waktu Penelitian
Menjelaskan tempat atau locus penelitian dan waktu penelitian dari awal hingga
selesai penelitian.
BAB IV HASIL PENELITIAN
Pada Bab IV memaparkan Deskripsi Objek Penelitian. Deskripsi Data yakni data
mentah yang telah diolah menggunakan teknik analisis data yang relevan.
Pengujian Persyaratan Statistik dengan menggunakan uji statistik tertentu.
Intrepetasi Hasil Penelitian Dan Pembahasan dari penelitian yang telah dilakukan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Pada Bab V merupakan bab penutup yang mengemukakan kesimpulan dan saran
dari analisa data yang ada pada bab sebelumnya, yang akhirnya diharapkan akan
dapat menjawab maksud dan tujuan dari pada penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Deskripsi Teori
2.1.1 Teori Organisasi Publik
Istilah publik berasal dari bahasa latin yang berarti “of people” yaitu yang
berkenaan dengan masyarakat. Sasaran organisasi publik adalah ditujukan kepada
masyarakat secara umum. Dalam literatur administrasi publik, pengertian organisasi publik bermula dari konsep „barang publik‟ (public goods), yaitu adanya produk-produk tertentu berupa barang dan jasa yang tidak dapat dipenuhi dengan mekanisme
pasar yang dilakukan individu-individu (Samuelson, 1954). Konsep ini menunjukan
adanya produk-produk yang bersifat kolektif dan harus diupayakan secara kolektif
pula. Inilah alasan mengapa organisasi publik harus diadakan.
Terdapat keidentikan pendefinisian para pakar tentang organisasi, berikut
merupakan pendefinisian tersebut :
Menurut Mooney dalam Syafii (1997 : 52) :
“Organization is the form of every human association for the attainment of
common purpose”.
Menurut Millet dalam Syafii (1997 : 52) :
“Organization is the structural framework within wich the work of many
individuals is carried an for the realization of common purpose”
Maksudnya, organisasi adalah sebagai kerangka struktur dimana pekerjaan dari beberapa orang diselenggarakan untuk mewujudkan suatu tujuan bersama.
Menurut Simon dalam Syafii (1997 : 52) :
“Organization is the complex pattern of communication and other relations in a groups of human being”
Menurut Bernard dalam Syafii (1997 : 52) :
“Organization is a system of cooperative activities of two or more person something intangible and impersonal, largely a matter of relationship”
Maksudnya organisasi adalah sebagai sebuah sistem tentang aktivitas kerja sama dua orang atau lebih dari sesuatu yang tidak berwujud dan tidak pandang bulu, yang sebagian besar tentang persoalan silaturahmi.
Menurut Waldo dalam Syafii (1997: 52) :
“Organization is the structure of authoritative and habitual personal interrelations in administrative system”
Maksudnya organisasi adalah sebagai suatu struktur dari kewenangan-kewenangan dan kebiasaan-kebiasaan dalam hubungan antara orang-orang pada suatu sistem administrasi.
Menurut Gulick dalam Syafii (1997 : 52)
“Organization is the means of interrelating the subdivisions of work by allocating them to men who are placed in structure of authority, so that the work may be coordinated by orders of superiors to sub ordinates, reaching from the top to the bottom of the entire enterprise”
Dapat diambil kesimpulan dari definisi-definisi tersebut bahwa organisasi
merupakan, antara lain :
2.1.1.1 Wadah atau tempat terselenggaranya administrasi
2.1.1.2 Di dalamnya terjadi berbagai hubungan antar-individu maupun
kelompok, baik dalam organisasi itu sendiri maupun keluar.
2.1.1.3 Terjadinya kerja sama dan pembagian tugas
2.1.1.4 Berlangsungnya proses aktivitas berdasarkan kinerja masing-masing
(Syafii, 1997 : 52)
Organisasi yang terbesar adalah organisasi yang mewadahi seluruh lapisan
masyarakat dengan ruang lingkup Negara yang disebut dengan organisasi publik.
Pengertian organisasi publik bermula dari konsep barang publik (public goods), yaitu adanya produk- produk tertentu berupa barang dan jasa yang tidak dapat dipenuhi
dengan mekanisme pasar yang dilakukan individu- individu. Konsep ini menunjukan
adanya produk- produk yang bersifat kolektif dan harus diupayakan secara kolektif
pula. Ada beberapa bidang yang bersifat kolektif dimana organisasi publik
memainkan peranannya, antara lain penegakan hukum, pelayanan kesehatan,
pendidikan, keamanan nasional, jasa transportasi dan sebagainya.
Edgar H. Schein dalam Winardi (2006:27-28), seorang psikologi
keorganisasian terkenal berpendapat bahwa semua organisasi memiliki empat macam
ciri atau karakteristik sebagai berikut :
Sering kali kita mendengar pernyataan bahwa dua “kepala” lebih baik
dibandingkan dengan satu “kepala”. Para individu yang bekerja sama dan
mengoordinasi upaya mental atau fisikal mereka dapat mencapai banyak hal yang
hebat dan menakjubkan. Perhatikan saja piramida-piramida di Mesir, tembok
besar di RCC, sebagai contah. Seluruh karya tersebut jauh melampaui bakat dan
kemampuan seorang individu tunggal. Koordinasi upaya memperbesar
kontribusi-kontribusi individual.
2) Tujuan umum bersama
Koordinasi upaya tidak mungkin terjadi, kecuali apabila pihak yang telah bersatu,
mencapai persetujuan untuk berupaya mencapai sesuatu yang nerupakan
kepentingan bersama. Sebuah tujuan umum bersama memberikan anggota
organisasi sebuah rangsangan untuk bertindak.
3) Pembagian kerja
Dengan jalan membagi-bagi tugas-tugas kompleks menjadi pekerjaan-pekerjaan
yang terspesialisasi, maka suatu organisasi dapat memanfaatkan sumber-sumber
daya manusianya secara efisien. Pembagian kerja memungkinkan para anggota
organissi-organisasi menjadi lebih terampil dan mampu karena tugas-tugas
terspesialisasi dilaksanakan berulang-ulang. (Catatan: ingat bahwa over
4) Hieraki otoritas
Menurut teori organisasi tradisional, apabila ingin dicapai sesuatu hasil melalui
upaya kolektif formal, harus ada orang yang diberi otoritas untuk melaksanakan
kegiatan. Hal itu agar tujuan-tujuan yang diinginkan dialksanakan secara efektif
dan efisien. Para teoretisi organisasi telah merumuskan otoritas sebagai hak untuk
mengarahkan dan memimpin kegiatan-kegiatan pihak lain. Tanpa hieraki otoritas
yang jelas, koordinasi upaya akan mengalami kesulitan, bahkan kadang-kadang
tidak mungkin dilaksanakan. Akuntabilitas juga dibantu apabila orang-orang
bekerja dalam rantai komando (the chain of command).
Stewart dalam Kusdi (2009 : 44 - 45) mengemukakan 13 karakteristik
organisasi publik, diantaranya :
1. Target atau sasaran yang tidak terdefinisi secara jelas
2. Harapan- harapan yang beragam dan acap kali bersifat artificial dan politis 3. Tuntutan dari berbagai pihak yang berbeda
4. Tuntutan dari badan - badan yang mengucurkan anggaran
5. Penerima jasa, yaitu masyarakat, tidak memberikan kontribusi secara langsung melainkan melalui mekanisme pajak
6. Sumber anggaran yang berbeda - beda
7. Anggaran yang diterima mendahului pelayanan yang diberikan 8. Ada pengaruh dari perubahan politik
9. Tuntutan dan arahan yang harus dipatuhi dari pusat 10.Batasan- batasan yang ditetapkan oleh undang - undang
12.Larangan atau pembatasan untuk menggunakan anggaran diluar tujuan yang secara formal telah ditetapkan
13.Tingkat sensitivitas terhadap tekanan kelompok masyarakat
Fayol dalam Robbins (2007 : 39-40) mengusulkan empat belas prinsip
organisasi, yaitu :
1. Pembagian kerja. Prinsip ini sama dengan “pembagian kerja” Adam
Smith. Spesialisasi menambah hasil kerja dengan cara membuat para
pekerja lebih efisien.
2. Wewenang. Manajer harus dapat memberi perintah. Wewenang memberikan hak ini kepadanya. Tetapi wewenang berjalan seiring dengan
tanggung jawab. Jika wewenang digunakan, timbulah tanggung jawab.
Agar efektif, wewenang seorang manajer harus sama dengan tanggung
jawabnya.
3. Disiplin. Para pegawai harus menaati dan menghormati peraturan yang mengatur organisasi. Disiplin yang baik merupakan hasil dari
kepemimpinan yang efektif, suatu saling pengertian yang jelas antara
manajemen dan para pekerja tentang peraturan organisasi serta penerapan
hukuman yang adil bagi yang menyimpang dari peraturan tersebut.
5. Kesatuan arah. Setiap kelompok aktivitas organisasi yang mempunyai tujuan sama harus dipimpin oleh seorang manajer dengan menggunakan
sebuah rencana.
6. Mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan individu. Kepentingan seorang pegawai atau kelompok pegawai tidak boleh
mendahulukan kepentingan organisasi secara keseluruhan.
7. Remunerasi. Para pekerja harus digaji sesuai dengan jasa yang telah mereka berikan.
8. Sentralisasi. Ini merujuk kepada sejauh mana para bawahan terlihat dalam pengambilan keputusan. Apakah pengambilan itu di sentralisasi (pada
manajemen) atau di desentralisasi (pada para bawahan) adalah masalah
proporsi yang tepat. Kuncinya terletak pada bagaimana menemukan pada
bagaimana menemukan tingkat sentralisasi yang optimal untuk setiap
situasi.
9. Rantai skalar. Garis wewenang dari manajemen puncak sampai ke tingkat yang paling rendah merupakan rantai skalar. Komunikasi harus mengikuti
rantai ini. Tetapi, jika dengan mengikuti rantai tersebut malah tercipta
kelambatan, komunikasi silang dapat diizinkan jika disetujui oleh semua
pihak, sedangkan atasan harus diberi tahu.
11.Keadilan. Para manajer harus selalu baik dan jujur terhadap para bawahan. 12.Stabilitas masa kerja para pegawai. Perputaran (turnover) pegawai yang tinggi adalah tidak efisien. Manajemen harus menyediakan perencanaan
personalia yang teratur dan memastikan bahwa untuk mengisi kekosongan
harus selalu ada pengganti.
13.Inisiatif. Para pegawai yang diizinkan menciptakan dan melaksanakan rencana-rencana akan berusaha keras.
14.Esprit de corps. Mendorong tim spirit akan membangun keselarasan dan persatuan di dalam organisasi.
Sorensen membagi organisasi publik dalam empat kategori, yaitu :
Tabel 2.1
Organisasi publik kategori “a” adalah organisasi publik yang memiliki
diketahui dengan pasti dalam memproduksi public goods yang diberikan kepadanya, contohnya terdapat pada BUMD/BUMN. Organisasi publik kategori “b” adalah
organisasi- organisasi publik dimana tujuan yang harus dicapai cukup jelas, akan
tetapi hubungan sebab akibat dalam proses operasionalnya tidak diketahui dengan
pasti. Contohnya adalah organisasi- organisasi publik yang menangani masalah
pendidikan.
Organisasi publik kategori “c” adalah organisasi publik dimana tujuan
organisasi tidak secara jelas bisa didefinisikan (biasanya karena banyak stakeholder
yang terlibat), tetapi hubungan sebab akibat dalam kegiatan organisasi dapat
ditentukan secara pasti, contohnya rumah sakit, Bea cukai, perpajakan dan lain- lain. Organisasi publik kategori “d” adalah organisasi publik dimana tujuan organisasi
maupun hubungan sebab akibat operasionalnya tidak dapat ditentukan secara jelas,
contohnya adalah kepolisian, ABRI/tentara dan lain-lain.
2.1.2 Teori Pelayanan
Era desentralisasi seperti sekarang ini, instansi pemerintah dituntut untuk
dapat memberikan pelayanan publik/umum yang berkualitas. Pelayanan umum/publik
dilakukan oleh instansi pemerintah dalam rangka melaksanakan peraturan
perundangan yang berlaku. Berkaitan dengan pelayanan, maka terdapat dua istilah
Kata pelayanan itu sendiri merupakan terjemahan dari istilah asing, yaitu
service. Menurut Reading (1986:380), pengertian service adalah pekerjaan yang harus dilakukan seorang pelayan pada tuannya. Thoha (1989:78) menyatakan bahwa
pelayanan masyarakat merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang atau
kelompok orang maupun suatu instansi tertentu untuk memberikan bantuan dan
kemudahan pada masyarakat dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Dari pengertian
di atas terlihat bahwa service atau pelayanan merupakan jasa yang diberikan oleh orang perorangan organisasi swasta maupun instansi pemerintah.
Menurut Kotler dalam Sampara Lukman, pelayanan adalah setiap kegiatan
yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan
kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Selanjutnya
sampara berpendapat, pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang
terjadi dalam interaksi langsung antar seseorang dengan orang lain atau mesin secara
fisik dan menyediakan kepuasan pelanggan. Dalam Kamus Bahasa Indonesia
dijelaskan pelayanan sebagai usaha melayani kebutuhan orang lain. Sedangkan
melayani adalah menyuguhi (orang) dengan makanan atau minuman, menyediakan
keperluan orang, mengiyakan, menerima, menggunakan.
Misi utama dari pemerintah adalah melakukan perbaikan (pembangunan)
bukan menghasilkan uang (Osborne dan Gaebler,1990:24). Selain itu misi pemerintah
(1994:89) bahwa pemerintah memiliki peran penting dalam menentukan standar
hidup riil dimana banyak orang menggantungkan diri pada pelayanan pemerintah
seperti kualitas pendidikan, rumah sakit, pelayanan masyarakat, lingkungan,
transportasi umum, hukum, perencanaan kota dan sebagainya.
Pemerintah dalam menjalankan misinya tersebut, dituntut untuk selalu
mengakomodir nilai-nilai pembangunan dan pelayanan publik yang terus mengalami
pergeseran. Nilai-nilai pembanguan tersebut saat ini lebih mengarah pada nilai-nilai
seperti self-esteem, liberation, atau indepedensi, sustainability, self reliant, dan
empowerment (Tjokrowinoto, 1996:157). Sedangkan dalam fungsi public service,
prinsip atau nilai-nilai yang menjadi acuan antara lain seperti yang dikemukakan oleh
Potter (1988) adalah : keterjangkauan (access), pilihan (choice), ketersediaan
informasi (information), penanganan komplain atau ganti rugi (redress), dan
keterwakilan (representation) (McKevitt, 1998:40-41).
Kata publik berasal dari Bahasa Inggris public yang berarti umum, masyarakat, negara. Sementara itu Inu Kencana mendefinisikan publik adalah
sejumlah manusia yang memiliki kebersamaan berfikir, perasaan, harapan,sikap dan
tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai dan norma yang ada. Oleh karena itu
pelayanan publik diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap
sejumlah manusia yang memiliki kegiatan yang menguntungkan dalam kumpulan
atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terkait pada suatu
Kotler (dalam Nasution, 2001:61) menjelaskan bahwa jasa (service) adalah aktivitas atau manfaat yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain yang pada
dasarnya tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan apapun. Menurut
Parasuraman et. al. dan Haywood Farmer (dalam Warella, 1997:17-18), ada tiga
karakteristik utama pelayanan jasa yaitu :
1. Intangibility, berarti bahwa pelayanan pada dasarnya bersifat
performance dan hasil pengalaman dan bukannya suatu obyek. Kebanyakan pelayanan tidak dapat dihitung, diukur, diraba atau ditest
sebelum disampaikan untuk menjamin kualitas. Jadi berbeda dengan
barang yang dihasilkan oleh suatu pabrik yang dapat ditest kualitasnya
sebelum disampaikan kepada pelanggan.
2. Heterogenity, berarti pemakai jasa atau klien atau pelanggan memiliki kebutuhan yang sangat heterogen. Pelanggan dengan pelayanan yang
sama mungkin memiliki prioritas yang berbeda. Demikian pula
performance sering bervariasi dari satu produser ke produser lainnya bahkan dari waktu ke waktu.
3. Inseparability, berarti produksi dan konsumsi suatu pelayanan tidak terpisahkan. Konsekuensinya di dalam industri pelayanan kualitas tidak
direkayasa ke dalam produksi di sektor pabrik dan kemudian
penyampaian pelayanan, biasanya selama interaksi antara klien dan
penyedia jasa.
Peorwadaminta (1984 : 573) berpendapat bahwa pengertian melayani adalah
menolong menyediakan segala apa yang dibutuhkan oleh orang lain. Sedangkan
pengertian pelayanan adalah perbuatan (cara, hal, dan sebagainya) melayani.
Definisi yang sangat simpel mengenai pelayanan dikemukakan oleh
Ivancevich, Lorenzi, Skinner dan Crosby (1997 : 448) dalam Ratminto dan atik Septi
Winarsih (2007 : 2) pelayanan adalah produk-produk yang tidak kasat mata (tidak
dapat diraba) yang melibatkan usaha-usaha manusia dan menggunakan peralatan.
Boediono (2003 : 60) menerangkan bahwa :
“Pelayanan adalah suatu proses bantuan kepada orang lain dengan cara-cara tertentu yang memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal agar tercipta kepuasan dan keberhasilan.”
Kottler (2000) menyebutkan bahwa :
“Pelayanan/jasa adalah suatu perbuatan dimana seseorang atau suatu kelompok menawarkan pada kelompok/orang lain sesuatu yang pada dasarnya tidak terwujud dan produksinya berkaitan atau tidak berkaitan
dengan fisik produk.”
Dapat Disimpulkan bahwa pelayanan adalah suatu proses memberikan
bantuan kepada orang lain dengan cara-cara tertentu yang memerlukan kepekaan dan
mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang menghasilkan produk berupa barang
maupun jasa.
Hal tersebut sesuai dengan apa yang telah dikemukakan oleh Normann (2000)
mengenai karakteristik pelayanan, yaitu sebagai berikut :
a. Pelayanan bersifat tidak dapat dibaca, pelayanan sangat berlawanan
sifatnya dengan barang jadi.
b. Pelayanan itu kenyataan yang terdiri dari tindakan nyata dan merupakan
pengaruh yang sifatnya adalah tindakan sosial.
Produksi dan konsumsi pelayanan tidak dapat dipisahkan secara nyata, karena
pada umumnya kejadiannya bersamaan dan terjadi di tempat yang sama.
Karakteristik di atas dapat menjadi dasar bagaimana memberikan pelayanan terbaik.
Pengertian yang lebih rinci dikemukakan oleh Gronroos (1990 : 27) dalam Ratminto
dan Atik Septi Winarsih (2007 : 2) sebagaimana kutipan dibawah ini:
“Pelayanan adalah suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen dan karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan pemecahan konsumen/pelanggan”
Budiono (2003 : 23) menyebutkan bahwa : Pelayanan publik adalah
pelayanan yang dilakukan oleh birokrasi atau lembaga lain yang tidak termasuk
Moenir (2000 : 26) juga menerangkan bahwa pengertian pelayanan
publik/umum adalah :
“Suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor material melalui sistem, prosedur dan metode tertentu dalam rangka usaha memenuhi kepentingan orang lain sesuai
dengan haknya”
Ratminto dan Atik Septi Winarsih (2007 : 5) mengemukakan bahwa:
“Pelayanan publik/umum adalah segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat, maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan”
Tan Sri Victor SL dari Malaysia dalam Boediono (2003 : 42) menulis bahwa
hasil pengalamannya menekankan adanya 7 (tujuh) keharusan yang perlu diciptakan
untuk dapat menjadi organisasi yang andal dalam perannya sebagai pelayan
masyarakat (public server) atau pelayanan pelanggan (customer service), yaitu : 1. Membuat suatu Strategi Pelayanan Pelanggan
Pelayanan kepada pelanggan yang memuaskan tidak mungkin dapat
dicapai dengan mendelegasikan tanggung jawab seenaknya. Agar
setiap program pelayanan pelanggan dapat berhasil memuaskan
2. Membangun Tim yang Berorientasi pada Pelanggan yang Efektif
Memilih orang yang tepat dengan kemampuan yang sesuai dan
memiliki temperamen yang cocok untuk melayani orang banyak di
barisan pelayanan terdepan menentukan sukses tidaknya program
pelayanan kepada pelanggan.
3. Unit Pelayanan Pengiriman yang Efisien
Pelayanan pelanggan yang prima tidak dapat dicapai sekedar
mengendalikan dedikasi staf, walaupun pelayanan yang sopan dan
bersahabat dilakukan. Semua senyuman dari staf tidak akan
menghasilkan kepuasan pelanggan selama teknologi yang dipakai
ketinggalan zaman, atau kebijakan dan prosedur yang berlaku tidak
menghasilkan yang efisien.
4. Membangun Budaya Cinta Pelanggan
Agar dapat menghasilkan pelayanan pelanggan yang prima, pimpinan
puncak organisasi harus menanamkan budaya cinta melayani di seluruh
kehidupan organisasi. Atau dapat juga disebut dengan pimpinan yang
berorientasi pada pelanggan.
5. Memonitor Kebutuhan Pelanggan
Untuk mendapatkan pelayanan pelanggan secara prima harus dengan
cermat mengetahui secara pasti kebutuhan dan tuntunan pelanggan
6. Mengukur Kepuasan Pelanggan
Agar terhindarkan dari situasi ketidakpastian dalam menetapkan mutu
pelayanan kepada pelanggan, secara berencana harus mengukur tingkat
kepuasan pelanggan. Upaya untuk meningkatkan tingkat kepuasan
pelanggan ini dapat dilakukan melalui survei atau pengkajian cepat.
7. Mengembangkan Sistem Penghargaan
Terutama di instansi pemerintah (birokrasi) masih berlaku penggajian
yang sama pada golongan yang sama, tanpa memandang apakah
pegawai tersebut melakukan pelayanan secara prima kepada pelanggan
atau tidak. Sistem penggajian tersebut tidak merangsang pegawai untuk
melaksanakan tugas secara professional, disiplin, dan penuh dedikasi.
Berbuat menguntungkan organisasi atau tidak diperlakukan sama.
Tidak mengenal penghargaan (reward).
Instansi pemerintah sebagai sebuah organisasi dalam tugasnya sebagai
pelayan masyarakat (public server) dituntut untuk selalu memberiksan pelayanan terbaik/pelayanan yang bernyali tinggi kepada masyarakat sebagai pengguna
jasa/pelanggan. Pelayanan prima adalah pelayanan yang memiliki suatu ukuran yang
pada akhirnya terkait dengan mutu pelayanan. Maka pelayanan prima menunjuk pada
Boediono (2003 : 63) kemudian menyimpulkan bahwa hakikat pelayanan
publik/umum yang prima adalah Meningkatkan mutu dan produktivitas pelaksanaan
tugas dan fungsi instansi pemerintah di bidang pelayanan umum :
a. Mendorong upaya mengefektifkan sistem dan tatalaksana pelayanan,
sehingga pelayanan umum dapat diselenggarakan secara lebih berdaya
guna dan berhasil guna (efisien dan efektif)
b. Mendorong tumbuhnya kreativitas, prakarsa, dan peran serta masyarakat
dalam pembangunan, serta menibgkatan kesejahteraan masyarakat luas
Sutopo dan Adi Suryanto (2003 : 4) menjelaskan bahwa :
“Pelayanan prima merupakan terjemahan dan istilah Excellent Service yang secara harfiah berarti pelayanan yang sangat baik atau terbaik, karena sesuai dengan standar pelayanan yang berlaku atau dimiliki oleh instansi yang memberikan pelayanan. Dan kepuasan masyarakat terhadap pelayanan yang telah diberikan dapat dilihat pada saat aparatur pemerintah memberikan layanan, yaitu dari segi waktu yang dapat lebih efektif dan efisien, serta terdapat sarana penunjang yang memadai hingga pelayanan
dapat dilakukan dengan maksimal”
Sutopo dan Adi Suryanto (2003 : 7) seterusnya menjelaskan bahwa tujuan
prima adalah :
“Memberikan pelayanan yang dapat memenuhi dan memuadkan pelanggan atau masyarakat serta memberikan fokus pelayanan kepada pelanggan. Pelayanan prima kepada masyarakat didasarkan pada tekad bahwa pelayanan
Azas-azas yang yang termuat dalam penyelenggaraan pelayanan publik harus
diperhatikan agar lebih mengoptimalkan pedoman penyelenggaraan pelayanan
publik. Adapun azas tersebut adalah: (Ridwan dan Sudrajad, 2009:101):
a. Transparansi, yaitu bersifat terbuka, mudah, dan bisa diakses semua
pihak yang membutuhkan serta disediakan secara memadai dan mudah
dimengerti.
b. Akuntabilitas, yaitu dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Kondisional, yaitu sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi
dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi
dan efektifitas.
d. Partisipatif, yaitu mendorong peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi,
kebutuhan dan harapan masyarakat.
e. Kesamaan hak, yaitu tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan
suku, ras, agama, golongan, gender, dan status ekonomi.
f. Keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu pemberi dan penerima
pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajibannya
Menurut Mahmudi (2005:235-236), Selain beberapa asas pelayanan publik
yang harus dipenuhi, instansi penyedia pelayanan publik dalam memberikan
pelayanan harus memperhatikan prinsip-prinsip pelayanan publik. Prinsip pelayanan
publik itu antara lain:
1) Kederhanaan prosedur
Prosedur pelayanan hendaknya mudah dan tidak terbelit-belit. Prinsip “apabila dapat dipersulit mengapa dipermudah” harusnya ditinggalkan
dan diganti dengan “hendaknya dipermudah jangan dipersulit,
bahagiakan masyarakat, jangan ditakut-takuti.”
2) Kejelasan
Kejelasan dalam hal persyaratan teknis dan administratif pelayanan
publik; unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab
dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan, persoalan,
sengketa, atau tuntutan dalam pelaksanakaan pelayanan publik; serta
rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayarannya.
Kejelasan ini penting bagi masyarakat untuk menghindari terjadinya
berbagai penyimpangan yang merugikan masyarakat, misalnya praktik
pencaloan dan pungutan lair di uar ketentuan yang ditetapkan.
Pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah
ditentukan. Dalam hal ini harus ada kejelasan berapa lama proses
pelayanan diselesaikan.
4) Akurasi produk pelayanan publik
Produk pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat harus
akurat, benar, tepat, dan sah.
5) Kelengkapan sarana dan prasarana
Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan
pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana dan
teknologi informasi dan telekomunikasi.
6) Keamanan
Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan
kepastian hukum. Tidak boleh terjadi intimidasi atau tekanan kepada
masyarakat dalam pemberian pelayanan.
7) Tanggung jawab
Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk
bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian
keluhan atau persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.
Tempat dan lokasi serta sarana dan prasarana pelayanan yang
memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan
tekhnologi telekomunikasi dan informasi.
9) Kedisiplinan, kesopanan dan keramahan
Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan santun, ramah, serat
memberikan pelayanan dengan sepenuh hati (ikhlas).
10) Kenyamanan
Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu
yang nyaman, bersih, rapih, lingkungan yang indah dan sehat serta
dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan seperti parkir, toilet,
tempat beribadah dan lain-lain.
Menurut Effendi, birokrasi publik harus dapat memberikan layanan publik
yang lebih professional yaitu efektif, sederhana, transparan, terbuka, tepat waktu,
responsif, dan adaptif serta sekaligus dapat membangun kualitas manusia dalam arti
meningkatkan kapasitas individu dan masyarakat untuk secara aktif menentukan
masa depannya sendiri (Widodo, 2001). Arah pembangunan kualitas manusia tadi
adalah memberdayakan kapasitas manusia dalam arti menciptakan kondisi yang
memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan
kreativitasnya untuk mengatur dan menentukan masa depannya sendiri. Pelayanan
akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan (aparatur pemerintah). Cirinya
sebagai berikut:
1. Efektif, lebih mengutamakan pada pencapaian apa yang menjadi tujuan
dan sasaran.
2. Sederhana, mengandung arti prosedur/tata cara pelayanan
diselenggarakan secara mudah, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah
dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta
pelayanan.
3. Kejelasan dan kepastian (transparan), mengandung arti akan adanya
kejelasan dan kepastian mengenai:
a. Prosedur/tata cara pelayanan
b. Persyaratan pelayanan, baik persyaratan teknis maupun
persyaratan administratif
c. Unit kerja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggung
jawab dalam memberikan pelayanan
d. Rincian biaya/tarif pelayanan dan tata cara pembayarannya
e. Jadwal waktu penyelesaian pelayanan
4. Keterbukaan, mengandung arti prosedur/tata cara persyaratan, satuan
kerja/pejabat penanggung jawab pemberi pelayanan, waktu
penyelesaian, rincian waktu/tarif serta hal-hal lain yang berkaitan
mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun
tidak diminta.
5. Efisiensi, mengandung arti:
a. Persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal berkaitan
langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap
memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan
produk pelayanan yang berkaitan.
b. Dicegah adanya pengulangan pemenuhan persyaratan, dalam
hal proses pelayanan masyarakat yang bersangkutan
mempersyaratkan adanya kelengkapan persyaratan dari satuan
kerja/instansi pemerintah lain yang terkait.
6. Ketepatan waktu, kriteria ini mengandung arti pelaksanaan pelayanan
masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah
ditentukan.
7. Responsif, lebih mengarah pada daya tanggap dan cepat menanggapi
apa yang menjadi masalah, kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang
dilayani.
8. Adaptif, cepat menyesuaikan terhadap apa yang menjadi tuntutan,
keinginan dan aspirasi masyarakat yang dilayani yang senantiasa
Menurut Albert dan Zemke dalam Ratminto (2007 : 79-80)
organisasi-organisasi yang bergerak di bidang pelayanan yang sangat berhasil memiliki tiga
kesamaan, yaitu :
1. Disusunnya strategi pelayanan yang baik
Pelayanan kepada pelanggan yang memuaskan tidak mungkin dapat
dicapai dengan mendelegasikan tanggung jawab seenaknya. Agar setiap
program pelayanan pelanggan dapat berhasil memuaskan memerlukan
komitmen penuh dari pimpinan puncak organisasi. Dalam hal ini Strategi
pelayanan meliputi sosialisasi pelayanan, respon cepat untuk masyarakat,
kenyamanan ruang pelayanan, lokasi/tempat pelayanan yang strategis.
2. Orang digaris depan yang berorientasi pada pelanggan/konsumen
Dalam hal ini petugas atau Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin,
sopan santun, ramah, serat memberikan pelayanan dengan sepenuh hati
(ikhlas). Dalam hal ini Seperti kesopanan petugas, keramahan petugas,
tupoksi petugas, kedisiplinan petugas.
3. Sistem pelanggan yang ramah
Sistem yang dimaksud yaitu aturan yang sudah ditetapkan oleh Pemberi
layanan harusnya tidak memberatkan masyarakat. Dalam hal ini seperti
alur pelayanan, prosedur pelayanan, rincian waktu atau tarif pelayanan,
kemudakan akses pelayanan bagi masyarakat.
kepuasan pelanggan. Interaksi antara strategi, sistem, dan orang digaris depan serta
pelanggan akan menentukan keberhasilan manajemen dan kinerja pelayanan
organisasi tersebut.
Interaksi diantara keempat faktor tersebut dikonsepkan Albert dan Zemke
sebagai The Service Triangle, sebagaimana dapat dilihat modelnya dalam gambar dibawah ini :
Gambar 2.1
Model Segitiga Pelayanan
Pelayanan publik jika ditinjau dari keluaran yang dihasilkan, dikelompokkan
menjadi :
1. Kelompok pelayanan administratif, yaitu pelayanan yang menghasilkan
berbagai bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik, misalnya
status kewarganegaraan, sertifikat kompetensi. Kepemilikan atau
penguasaan terhadap suatu barang dan sebagainya. Strategi
Sistem SDM
2. Kelompok pelayanan barang, yaitu pelayanan yang menghasilkan
berbagai bentuk/jenis barang yang digunakan oleh publik.
3. Kelompok pelayanan jasa, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai
bentuk jasa yang dibutuhkan oleh publik
Pelayanan Publik Dalam pelaksanaannya pola-pola penyelenggaraan
diwujudkan dalam bentuk :
1. Fungsional, pola pelayanan publik diberikan oleh penyelenggara
pelayanan sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya.
2. Terpusat, pola pelayanan publik diberikan secara tunggal oleh
penyelenggara pelayanan berdasarkan pelimpahan wewenang dari
penyelenggara terkait lainnya yang bersangkutan.
3. Terpadu, terpadu dibedakan menjadi :
a. Terpadu satu atap, pola pelayanan terpadu satu atap
diselenggarakan dalam satu tempat yang meliputi berbagai jenis
pelayanan yang tidak melalui beberapa pintu.
b. Terpadu satu pintu, pola pelayanan terpadu satu pintu
diselenggarakan pada satu tempat yang meliputi berbagai jenis
pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani melalui
Keberhasilan penyelenggaraan pelayanan ditentukan oleh tingkat kepuasan
penerima pelayanan. Kepuasan penerima pelayanan dicapai apabila penerima
pelayanan memperoleh pelayanan sesuai dengan yang dibutuhkan dan diharapkan.
Oleh karena itu layanan secara berkala wajib melakukan survei indeks kepuasan
masyarakat.
Suatu pelayanan akan dapat terlaksana dengan baik dan memuaskan apabila
didukung oleh beberapa faktor :
1. Kesadaran para pejabat pimpinan dan pelaksana
2. Adanya aturan yang memadai
3. Organisasi dengan mekanisme sistem yang dinamis
4. Pendapatan pegawai yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum
5. Kemampuan dan keterampilan yang sesuai dengan tugas/pekerjaan yang dipertanggungjawabkan
6. Tersedianya sarana pelayanan sesuai dengan jenis dan bentuk tugas/pekerjaan pelayanan (Moenir, 2000:123-124)
Suatu pelayanan pada dasarnya melibatkan dua pihak yang saling
berhubungan yaitu organisasi pemberi pelayanan di satu pihak dan masyarakat
sebagai penerima pelayanan di pihak lainnya. Jika organisasi mampu memberikan
pelayanan yang optimal dan memenuhi tuntutan dari masyarakat, maka dapat
dikatakan organisasi tersebut telah mampu memberikan pelayanan yang memuaskan
Menurut Ensiklopedi Administrasi adalah sejumlah orang (yang tidak mesti
berada dalam satu tempat) yang dipersatukan oleh faktor kepentingan yang sama,
yang berbeda dengan kelompok orang lain. Penggolongan publik dapat dilakukan
dalam :
1. Publik intern, yakni publik di dalam lingkungan suatu instansi atau
perusahaan, misal dalam suatu perusahaan mulai dari penjaga malam
sampai dengan presiden direkturnya, adalah merupakan publik intern
dari perusahaan tersebut.
2. Publik ekstern, yakni publik di luar organisasi, instansi atau perusahaan
yang mempunyai kepentingan dengan instansi atau perusahaan tadi
(Westra dalam Ensiklopedi Administrasi, 1989:359).
Dapat disimpulkan bahwa pelayanan publik adalah suatu usaha yang
dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang atau instansi tertentu untuk
memberikan bantuan dan kemudahan kepada masyarakat atau kelompok yang
dilayani dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Pelayanan ini diberikan kepada
seluruh masyarakat atau yang berhak mendapatkan pelayanan tanpa terkecuali
2.1.3 Teori Efektivitas Organisasi
Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti terjadinya suatu efek atau
akibat yang dikehendaki dalam sesuatu perbuatan (Ensiklopedi Administrasi,
1989:149). Efektif dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti dapat membawa
hasil, berhasil guna. Sedangkan menurut Handoko (1993:7) efektivitas adalah
kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Pengertian efektivitas secara umum menunjuk pada tercapainya hasil, yang
senantiasa dan sering dikaitkan dengan pengertian efisien walaupun terdapat
perbedaan di antara keduanya. Penekanan efektivitas pada hasil yang akan dicapai,
sedangkan efisiensi lebih menekankan pada bagaimana cara mencapai hasil tersebut
dengan membandingkan input dan outputnya. Secara umum konsep efektivitas
digunakan untuk melihat derajat pencapaian tujuan atau keberhasilan organisasi di
dalam mencapai tujuannya.
Mahmudi (2005 : 92) berpendapat bahwa :
“Efektivitas terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang yang sesungguhnya dicapai. Efektivitas merupakan hubungan antara output dan tujuan. Semakin besar kontribusi untungan terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi, program, atau kegiatan”
Robbins (2003 :142) mengemukakan bahwa :
Organisasi yang efektif, merupakan organisasi yang mendesain struktur dan
budayanya sesuai dengan stakeholder”
Handayaningrat (2001 : 34) menyatakan bahwa Efektivitas adalah pengukuran
dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Menurut Handoko (2003 :7) Efektivitas merupakan kemampuan untuk memilih
tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Ducker dalam Handoko (2003 : 7) juga menyatakan bahwa Efektivitas
adalah melakukan pekerjaan yang benar (doing the right things), sedangkan efisiensi adalah melakukan pekerjaan dengan benar (doing things right).
Tangkilisan (2007 : 139) selanjutnya menerangkan bahwa dalam sebuah
organisasi, efektivitas organisasi diartikan sebagai :
“Tingkat jauh organisasi melaksanakan kegiatan atau fungsi-fungsi sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan menggunakan secara optimal alat-alat dan sumber-sumber yang ada”
Etzioni (1964) mendefinisikan keefektivan sebagai sejauhmana sebuah
organisasi mewujudkan tujuan-tujuannya. Stogdill dalam Kasim (1993 : 8)
mengemukakan :
Robbins (2003 :28) berpendapat bahwa :
“Efektivitas suatu organisasi adalah efektif apabila organisasi itu mencapai tujuan-tujuannya, dan mencapainya dengan mengubah masukan menjadi
keluaran dengan biaya paling rendah”
Dapat disimpulkan bahwa efektivitas sebuah organisasi merujuk pada sejauh
mana organisasi yang dapat melaksanakan kegiatan dan fungsinya dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkannya menggunakan sumber daya, serta sarana dan
prasarana yang tersedia.
Handayaningrat (2001 : 1.34) kemudian menyatakan :
“Efektivitas kerja dalam sebuah organisasi sangat ditentukan oleh desain organisasi yang mampu mempertemukan kepentingan individual dengan organisasi, serta strategi organisasi”
Tangkilisan (2007 : 140) juga mengemukakan bahwa efektivitas menyangkut
2 (dua) aspek, yaitu tujuan organisasi dan pelaksanaan fungsi atau cara untuk
mencapai tujuan tersebut.
Peters dan Waterman dalam Purtanto (2001 : 135) kemudian membuat suatu
kesimpulan bahwa organisasi yang dikelola dengan baik dan sangat efektif apabila
memiliki delapan karakteristik, yaitu :
a. Mempunyai bias terhadap tindakan dan penyelesaian pekerjaan
b. Selalu dekat dengan masyarakat atau pelanggan yang dilayani sehingga
mengetahui kebutuhannya
c. Memberikan otonomi yang tinggi kepada pegawai dan memupuk semangat
d. Peningkatan produktivitas melalui partisipasi
e. Pegawai mengerti akan kemauan pimpinan serta pimpinan terlibat aktif
pada permasalahan dalam semua tingkat
f. Dekat dengan usaha yang diketahui dan dipahami
g. Memiliki struktur organisasi yang luwes dan sederhana dengan staf
pendukung yang berjumlah minimal
h. Penggabungan kontrol yang ketat dengan desentralisasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan sebuah organisasi berdasarkan
berbagai hasil penelitian menyimpulkan bahwa terdapat minimal empat faktor,
sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Steers dalam Tangkilisan (2007 : 151)
sebagai berikut :
a. Karakteristik Organisasi, terdiri dari struktur dan teknologi. Struktur
secara singkat diartikan sebagai cara bagaimana orang-orang akan
dikelompokkan untuk menyelesaikan pekerjaan. Sedangkan teknologi
menyangkut mekanisme suatu organisasi untuk mengubah masukan
mentah menjadi keluaran jadi.
b. Karakteristik Lingkungan, mencakup dua aspek, yaitu internal dan
eksternal. Lingkungan internal dikenal sebagai iklim organisasi, yang
meliputi macam-macam atribut lingkungan yang mempunyai hubungan
dengan segi-segi efektivitas, khususnya atribut yang diukur pada
c. Karakteristik Pekerja, berkaitan dengan peranan perbedaan individu
para pekerja dalam hubungannya dengan efektivitas. Peranan tingkah
laku dalam efektivitas organisasi harus memnuhi persyaratan, yaitu
harus dapat menikmati prestasi peranan yang dapat diandalkan dari
para pekerjanya.
d. Kebijakan dan Praktik Manajemen, manajer memerankan peranan
sentral dalam keberhasilan suatu organisasi melalui perencanaan,
koordinasi, dan memperlancar kegiatan kearah yang menjadi sasaran.
Kebijakan yang baik adalah kebijakan yang secara jelas membawa kita
ke arah tujuan yang diinginkan.
Kasim (1993 : 25) berpendapat bahwa :
“Efektivitas tidak hanya dilihat dari segi pencapaian tujuan secara total saja, akan tetapi dilihat juga dari segi kepentingan dan pencapaian tujuan secara individual, dimana sampai sejauh mana para pegawai merasakan manfaat dari suatu pekerjaan dalam organisasinya”
Menurut Robbins (2003 : 103) efektif tidaknya seorang pegawai dalam suatu
organisasi atau dalam organisasi kekaryaan (work organization) apabila:
a. Karyawan dapat melakukan ketepatan dalam menyelesaikan
pekerjaannya sesuai dengan target yang telah ditentukan.
b. Mampu melaksanakan tugas yang diembannya
c. Bertanggungjawab pada pekerjaannya
Gibson et al dalam Tangkilisan (2007 : 141) mengungkapkan bahwa
efektivitas organisasi dapat diukur dengan :
a. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai
b. Kejelasan strategi pencapaian tujuan
c. Proses analisis dan perumusan kebijaksanaan yang mantap
d. Perencanaan yang matang
e. Penyusunan program yang tepat
f. Tersedianya sarana dan prasarana
g. Sistem pengawasan dan pengendalian yang sangat mendidik.
Pendekatan-Pendekatan dalam Efektivitas Organisasi Menurut Robbins dalam
Kusdi (2009:93) :
PENDEKATAN DEFINISI
(suatu organisasi disebut efektif apabila…)
KAPAN DIGUNAKAN
(pendekatan ini diambil apabila…)
Goal-Attainment Mampu mewujudkan tujuan-tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan
Tujuan-tujuan organisasi jelas,
memiliki kerangka waktu (time
bound), dan terukur
System Mampu memperoleh sumber-sumber daya yang dibutuhkan
Antara input dan output
Strategic-Constituency
Semua strategic constituencies
minimal merasa terpuaskan
Konstituen memiliki pengaruh
besar terhadap organisasi
sehingga organisasi harus
merespon berbagai tuntutan
mereka dengan baik
Competing Value Titik berat organisasi dalam empat area pengukuran utama
sesuai atau cocok dengan
preferensi konstituen
Organisasi tidak mengetahui
secara jelas titik terberatnya,
atau terjadi perubahan kriteria
dari waktu ke waktu
Efektivitas lebih menekankan pada aspek tujuan dari suatu organisasi. Untuk
mengukur efektivitas pelayanan maka kita dapat melihatnya dari optimasi tujuan,
perspektif sistematika dan perilaku pegawai dalam organisasi. Dari konsep tersebut,
indikator-indikator efektivitas pelayanan aparat adalah sebagai berikut :
a. Optimasi tujuan
Efektivitas pelayanan dapat diukur dengan indikator optimasi
tujuan yaitu bagaimana kita melihat pada pencapaian target kerja,
apakah sesuai dengan yang telah direncanakan atau tidak. Kita
juga melihat apakah ada keluhan yang datang dari masyarakat