• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan - TINDAK TUTUR DIREKTIF DALAM WACANA STIKER SEPEDA MOTOR DI WILAYAH PURBALINGGA DAN PURWOKERTO MARET-APRIL 2014 - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan - TINDAK TUTUR DIREKTIF DALAM WACANA STIKER SEPEDA MOTOR DI WILAYAH PURBALINGGA DAN PURWOKERTO MARET-APRIL 2014 - repository perpustakaan"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A.Penelitian yang Relevan

Penelitian tentang bahasa khususnya kajian tindak tutur direktif sebelumnya sudah pernah dilakukan oleh Hendryx Luandhow Yudhokusumo nim 0701040095 tahun 2012 dengan judul penelitian “Tindak Tutur Direktif dalam Bahasa Militer

(2)

tuturan advisories (menasihati, memperingatkan), sedangkan makna tuturan ada dua yaitu tuturan direktif sebagai ilokusi dimaksudkan agar mitra tutur melakukan suatu tindakan dan tuturan direktif sebagai perlokusi dimaksudkan agar orang lain mengerti efek atau pengaruh dari tuturan tersebut.

Selain itu, penelitian serupa juga dilakukan oleh Dyan Agustin Embriani nim 0701040095 tahun 2011 dengan judul penelitiannya “Tindak Tutur Direktif dalam

Wacana Novel Cinta Menyapa dalam Badai Karya Mira .W”. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan jenis-jenis tindak tutur direktif dalam wacana novel Cinta Menyapa dalam Badai Karya Mira W. Data penelitian ini adalah tuturan yang digunakan dalam novel Cinta Menyapa dalam Badai Karya Mira .W yang mengandung tuturan direktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ditemukannya tindak tutur direktif pada wacana novel Cinta Menyapa dalam Badai Karya Mira .W meliputi (1) tindak tutur direktif memaksa, (2) tindak tutur direktif mengajak, (3) tindak tutur direktif meminta, (4) tindak tutur direktif mendesak, (5) tindak tutur direktif menyuruh, (6) tindak tutur direktif memohon, (7) tindak tutur direktif menyarankan. Dalam novel Cinta Menyapa dalam Badai Karya Mira W juga ditemukan tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung.

(3)

yang mengandung tindak tutur direktif dalam bahasa militer TNI-AD di Korem 071 Wijayakusuma Sokaraja Banyumas. Tuturan yang digunakan dalam bahasa militer TNI-AD di Korem 071 Wijayakusuma Sokaraja Banyumas adalah tuturan yang hanya dikenal atau dipakai oleh kalangan militer. Tuturan tersebut sangat singkat dan diakronimkan, sehingga anggota TNI harus menguasai bahasa yang digunakan di kalangan militer dan berbicara sesuai dengan konteksnya agar tidak terjadi salah paham. Selain itu, pada tuturan ini tanggapan dari mitra tutur diberikan secara langsung, sedangkan data penelitian Dyan Agustin Embriani adalah tuturan yang mengandung tindak tutur direktif dalam wacana novel Cinta Menyapa dalam Badai karya Mira .W. Tuturan pada wacana novel cukup panjang dan biasanya tergambar unsur konteks seperti waktu, tempat, dan orang yang terlibat dalam pembicaraan, serta mitra tutur juga memberikan tanggapan secara langsung, sehingga lebih memudahkan dalam pemahaman makna dan informasi yang disampaikan. Pada penelitian ini data yang digunakan adalah tuturan yang mengandung tindak tutur direktif dalam wacana stiker sepeda motor. Tuturan yang digunakan dalam stiker sepeda motor ini cukup singkat dan untuk memahami maksudnya, konteks harus dipahami dan dianalisis secara mutlak. Selain itu, mitra tutur tidak langsung memberikan tanggapan percakapan tetapi hanya perilaku.

B.Fungsi Bahasa

(4)

berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri. Bahasa memiliki fungsi yang penting dalam kehidupan manusia, terutama fungsi komunikatif. Dalam peristiwa komunikasi, bahasa dapat menampilkan fungsi secara bervariatif. Secara umum, bahasa dapat digunakan untuk mengekspresikan emosi, menginformasikan suatu fakta, mempengaruhi orang lain, bercerita dan sebagainya. Hal ini senada dengan fungsi bahasa menurut Vestergaard dan Schroder (dalam Rani, 2004:20-23) dibagi menjadi tujuh, yaitu:

1. Fungsi Ekspresif

Fungsi ekspresif bahasa mengarah pada penyampai pesan. Artinya, bahasa didaya-gunakan untuk menyampaikan ekspresi penyampai pesan (komunikator). Fungsi bahasa tersebut biasanya digunakan untuk mengekspresikan emosi, keinginan, atau perasaan penyampai pesan. Bentuk bahasa yang digunakan untuk menyampaikan ekspresi penyampai pesan misalnya meminta maaf, memohon, mengungkapkan rasa gembira, dan sejenisnya. Jadi, fungsi bahasa secara ekspresif digunakan untuk mengungkapkan ekspresi seorang penutur kepada lawan tutur.

Contoh:

(1) Aduh..kepalaku sakit!

(2) Oh… bahagianya rasa hatiku!

(5)

2. Fungsi Direktif

Fungsi direktif berorientasi pada penerima pesan. Dalam hal ini bahasa dapat digunakan untuk mempengaruhi orang lain, baik emosinya, perasaannya, maupun tingkah lakunya. Selain itu, bahasa juga dapat digunakan untuk memberi keterangan, mengundang, memerintah, memesan, mengingatkan, mengancam, dan lain-lain termasuk tindak tutur direktif. Dalam hal ini fungsi direktif berorientasi pada lawan tutur yang mendapatkan pengaruh, baik secara emosi, perasaan, maupun tingkah lakunya. Jadi, bahasa digunakan untuk mempengaruhi orang lain supaya melakukan sesuatu yang diminta melalui tuturan meminta, memerintah, dan sebagainya.

Contoh:

(3) Hapuslah air matamu yang membasahi pipi itu. (4) Silakan, minum!

Contoh kalimat (3) dan (4) merupakan contoh penggunaan fungsi direktif. Fungsi direktif pada contoh diatas tercermin pada kata kerja yang memiliki makna perintah. Pada kalimat (3) kata hapuslah mencerminkan kata kerja yang memiliki makna perintah. Penutur memerintah lawan tutur menghapus air matanya yang membasahi pipi. Kemudian, pada contoh kalimat (4) kata silakan merupakan kata kerja yang memberikan izin kepada lawan tutur untuk minum.

3. Fungsi Informasional

(6)

disampaikan oleh penutur. Fungsi informasional digunakan untuk melaporkan, mendeskripsikan, menjelaskan, dan mengonfirmasikan sesuatu. Contoh:

(5) Kata atau kosakata merupakan unsur bahasa yang sangat penting dalam sebuah naskah atau tulisan. Dalam kosa kata itulah terkandung makna dan gagasan yang diungkapkan penulis.

Contoh di atas merupakan penggunaan fungsi informasional. Pada contoh itu, informasi atau ide yang dipentingkan. Makna kalimat-kalimat di dalam wacana itu menjadi fokus dalam wacana tersebut. Jadi, pada contoh di atas fungsi informasional digunakan untuk menginformasikan atau menjelaskan tentang kata atau kosa kata yang merupakan unsur bahasa yang penting dalam sebuah naskah atau tulisan. Selain itu, dalam kosakata juga mengandung makna dan gagasan yang disampaikan penulis.

4. Fungsi Metalingual

Fungsi metalingual bahasa berfokus pada kode. Dalam fungsi tersebut, bahasa digunakan untuk menyatakan sesuatu tentang bahasa. Jadi, kode bahasa dipilih untuk menyatakan sesuatu tentang bahasa. Dalam hal ini bahasa digunakan untuk melambangkan kode yang lain. Berikut contoh penggunaan fungsi metalingual bahasa:

(6) Bahan bakar fosil (misalnya minyak bumi, gas alam, batu bara) bila dibakar menghasilkan SO2 dan NOx sebagai penyebab utama keasaman air hujan. Penghasilan SO2 dan NOx terbesar adalah pembangkit listrik dan industri yang menggunakan batu bara sebagai bahan bakar SO2 dan NOx itu juga dilepaskan oleh kendaraan di jalan.

(7)

fungsi metalingual bahasa berfokus pada kode yang digunakan untuk menyatakan sesuatu tentang bahasa.

5. Fungsi Interaksional

Fungsi interaksional bahasa berfokus pada saluran. Fungsi interaksional bahasa digunakan untuk mengungkapkan, mempertahankan dan mengakhiri suatu kontak komunikasi antara penyampain pesan dan penerima pesan. Fungsi bahasa ini menekankan/mementingkan interaksi antarpenutur. Fungsi interaksional bahasa tampak dalam kehidupan sehari-hari. Fungsi tersebut lebih ditekankan pada komunikasi yang tidak berhadapan langsung (tatap muka), misalnya percakapan dalam telepon berikut ini:

(7) Deni : “Mas, bukunya sudah saya kirim, sudah sampai atau belum?” Doni : “Oh ya, sudah Den. Terimakasih ya.”

Deni :” Sama-sama Mas.”

Fungsi interaksional merupakan penggunaan bahasa yang memiliki hubungan timbal-balik atau interaksi antara penyapa dan yang disapa. Fungsi bahasa tersebut menekankan atau mementingkan interaksi antarpenutur. Fungsi bahasa secara interaksional tampak pada contoh percakapan melalui telepon di atas. Contoh di atas termasuk contoh penggunaan fungsi interaksional bahasa. Dalam percakapan di atas terjadi interaksi (timbal balik) antara Deni dan Doni, sehingga percakapan tersebut termasuk penggunaan bahasa yang berfungsi interaksional.

6. Fungsi Kontekstual

(8)

konteksnya. Dengan alasan bahwa suatu ujaran yang sama akan berbeda maknanya apabila benda dalam konteks yang berbeda. Salah satu alat bantu untuk menafsirkan berdasarkan konteks adalah dengan mempertimbangkan penanda-penanda kohesi dan acuan (reference) yang digunakan dalam suatu situasi komunikasi. Jadi, makna suatu ujaran dapat diketahui dengan memahami konteks dan acuan yang digunakan.

Contoh : (8) Ini apa?

Contoh di atas merupakan penggunaan fungsi bahasa kontekstual. Acuan kata ini pada contoh di atas sangat tergantung pada konteks. Makna kata ini tergantung pada objek yang ditunjuk pada saat orang tersebut berkata. Acuan yang digunakan misalnya kata ini menunjuk rumah maka kata ini pada kalimat tersebut mengacu pada sebuah tempat yakni rumah. Jadi, apabila yang ditunjuk oleh kata ini pada sebuah kalimat itu berbeda, maka makna kalimat juga akan menyesuaikan dengan hal yang ditunjuk.

7. Fungsi Puitik

Fungsi puitik bahasa berorientasi pada kode dan makna secara simultan. Maksudnya, kode kebahasaan dipilih secara khusus agar dapat mewadahi makna yang hendak disampaikan oleh sumber pesan. Unsur-unsur seni, misalnya ritme, rima, dan metafora merupakan bentuk dari fungsi puitik bahasa. Contoh kalimat: (9) Tua-tua keladi, makin tua makin menjadi. Kalimat tersebut merupakan contoh penggunaan

(9)

memadai akan memahami arti ujaran itu meskipun makna ujaran itu tidak berhubungan sama sekali dengan bentuk ujarannya. Kata-kata yang dipilih pada contoh itu hanya mempertimbangkan “persamaan bunyi” (rima) semata-mata, bukan pada makna kata-katanya.

Berdasarkan uraian tentang fungsi bahasa di atas, penelitian ini menggunakan fungsi direktif. Penelitian tentang tindak tutur direktif dalam wacana stiker sepeda motor ini termasuk penggunaan bahasa yang berfungsi direktif karena berorientasi pada penerima pesan. Bahasa itu digunakan untuk mempengaruhi orang lain, baik emosi, perasaan, maupun tingkah lakunya. Fungsi bahasa dalam hal ini adalah bahasa yang tidak hanya membuat pendengar melakukan sesuatu, tetapi melakukan kegiatan sesuai dengan yang diinginkan atau yang diminta oleh pembicara. Jadi, fungsi bahasa yang digunakan adalah fungsi direktif yang dinyatakan dalam tindak tutur.

C.Pragmatik

(10)

Sementara itu, Leech (1993:5) menyatakan bahwa pragmatik menyelidiki makna dalam konteks penggunaan bahasa. Jadi, berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa pragmatik merupakan ilmu tentang penggunaan bahasa untuk menuangkan maksud dalam tindak komunikasi sesuai dengan konteks dan keadaan pembicaraan.

1. Pengertian Tindak Tutur

Menurut Yule (2006:82) tindak tutur adalah tindakan-tindakan yang ditampilkan lewat tuturan. Tindak tutur digunakan karena pada dasarnya seseorang dalam mengucapkan ekspresi itu, ia tidak hanya berekspresi tetapi ia juga mengucapkan sesuatu. Searle (dalam Rohmadi, 2004: 29) menyatakan bahwa tindak tutur merupakan produk atau hasil dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu yang dapat berwujud pertanyaan, pernyataan, perintah, atau yang lainnya. Dalam tindak tutur lebih dilihat pada makna atau arti tindakan dalam tuturannya. Setiap tindak tutur yang diucapkan oleh seseorang mempunyai makna tertentu yang dapat berupa permintaan, permohonan, keluhan, pujian, undangan atau janji. Jadi, tindak tutur adalah tindakan yang yang ditampilkan lewat tuturan.

(11)

menyatakan sesuatu, melakukan sesuatu, atau bahkan memberikan efek atau pengaruh terhadap lawan tutur.

2. Bentuk-Bentuk Tindak Tutur

Searle (dalam Wijana, 1996:17-21) mengemukakan bahwa secara pragmatis setidak-tidaknya ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur. Tindakan itu yakni tindak lokusi (locutionary act), tindak ilokusi (ilocutionary act), tindak perlokusi (perlocutionary act). Tindak lokusi adalah tindakan untuk menyatakan sesuatu. Tindak ilokusi digunakan tidak hanya untuk menyatakan sesuatu tetapi juga melakukan sesuatu. Kemudian, tindak perlokusi merupakan tindakan yang mempunyai daya pengaruh atau efek bagi lawan tutur.

a. Tindak Lokusi

Lokusi adalah bentuk ujaran untuk menyatakan sesuatu. Tindak lokusi yang mengaitkan suatu topik dengan keterangan dalam suatu ungkapan (Austin dalam Tarigan, 2009:100). Tindak tutur ini disebut sebagai The Act of Saying Something. Menurut Searle (dalam Wijana,1996:17-18) tindak lokusi ialah tuturan yang dianggap paling mudah untuk didefinisikan karena pengidentifikasiannya cenderung dapat dilakukan tanpa menyertakan konteks tuturan dalam situasi tutur. Contoh :

(10) Ikan paus adalah binatang menyusui (11) Jari tangan jumlahnya lima

(12)

paus itu. Pada kalimat (11) informasi yang diutarakan adalah berapa jumlah jari tangan. Berdasarkan kalimat tersebut informasi yang diperoleh bahwa ikan paus adalah binatang menyusui dan jari tangan jumlahnya lima.

b. Tindak Ilokusi

Ilokusi adalah suatu bentuk ujaran yang tidak hanya berfungsi untuk mengungkapkan informasi tentang sesuatu, namun juga dipergunakan untuk melakukan sesuatu (Tarigan, 2009:100). Menurut Searle (dalam Wijana, 1996:18-19) sebuah tuturan selain berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu, dapat juga berfungsi untuk melakukan sesuatu. Jika hal ini terjadi, tindak tutur yang terbentuk adalah tindak ilokusi. Tindak ilokusi disebut sebagai The Act of Doing Something. Tindak lokusi sangat sukar diidentifikasi karena terlebih dahulu harus

mempertimbangkan siapa penutur dan lawan tutur, kapan dan dimana tindak tutur itu terjadi, dan sebagainya.

Contoh:

(12) Ada anjing gila (13) Ujian sudah dekat

(13)

menasihati agar lawan tutur tidak hanya bepergian menghabiskan waktu secara sia-sia.

c. Tindak Perlokusi

Perlokusi adalah suatu bentuk ujaran yang pengungkapannya dimaksudkan untuk mempengaruhi lawan bicara. Dalam hal ini, suatu ujaran yang diungkapkan oleh seseorang sering mempunyai daya pengaruh atau efek bagi lawan bicaranya. Tindak tutur ini disebut The Act of Affecting Someone. Menurut Searle (dalam Wijana, 1996:19-20) sebuah tuturan yang diutarakan oleh seseorang seringkali mempunyai daya pengaruh, atau efek bagi yang mendengarkannya. Efek atau daya pengaruh ini dapat secara sengaja atau tidak sengaja dikreasikan oleh penuturnya. Contoh:

(14) Kemarin saya sangat sibuk.

Kalimat di atas merupakan contoh tindak perlokusi. Tindakan ini apabila disampaikan akan memiliki daya pengaruh tertentu kepada lawan tutur. Bila kalimat tersebut diutarakan oleh seseorang tidak dapat menghadiri pertemuan atau undangan rapat kepada orang yang mengundangnya, kalimat ini merupakan tindak ilokusi untuk memohon maaf. Penutur memohon maaf kepada lawan tutur karena tidak bisa menghadiri undangannya. Perlokusi (efek) yang diharapkan adalah orang yang mengundang dapat memakluminya.

3. Jenis-Jenis Tindak Tutur

(14)

a. Representatif

Representatif ialah tindak tutur yang mengikat penuturnya kepada kebenaran atas hal yang dikatakannya, misalnya menyatakan, melaporkan, menunjukkan dan menyebutkan. Menurut Yule (2006:92) representatif adalah jenis tindak tutur yang menyatakan apa yang diyakini penutur kasus atau bukan. Pernyataan suatu fakta, penegasan, kesimpulan, dan pendeskripsian. Jadi, tindak tutur representatif ialah tindak tutur yang menjelaskan apa dan bagaimana sesuatu itu adanya, misalnya pemberian saran, pemberian pernyataan, pelaporan, pengeluhan dan sebagainya. Contoh tindak tutur representatif adalah:

(15) Gubernur Jateng meresmikan gedung baru ini.

Tuturan tersebut termasuk tindak tutur representatif sebab mengandung maksud untuk menyampaikan informasi yang penuturannya terikat oleh kebenaran isi tuturan tersebut. Penutur bertanggung jawab bahwa tuturan yang diucapkan itu memang fakta dan dapat dibuktikan di lapangan. Contoh di atas disampaikan oleh penutur dengan memegang tanggung jawab atas kebenaran dari ucapannya. Dalam hal ini penutur menyampaikan kepada lawan tutur bahwa Gubernur Jateng telah meresmikan gedung baru. Jadi, tuturan tersebut dapat dibuktikan tentang benar atau tidaknya bahwa Gubernur Jateng telah meresmikan gedung baru.

b. Direktif

(15)

mitra tutur. Tindak tutur ini meliputi perintah, meminta, melarang, menyarankan, menasihati, membolehkan, dan sebagainya. Berdasarkan pengertian menurut para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa tindak tutur direktif ialah tindak tutur yang dimaksudkan oleh penuturnya agar mitra tutur melakukan tindakan yang disebutkan dalam tuturan itu.

Contoh:

(16) Jangan sentuh buku ini! (17) Pergi!

Contoh (16) termasuk ke dalam jenis tindak tutur direktif sebab tuturan itu berfungsi melarang. Kalimat tersebut termasuk tuturan direktif larangan yang ditandai dengan penggunaan kata jangan. Tuturan itu dimaksudkan penuturnya agar lawan tutur melakukan tindakan yang disampaikan penutur yakni jangan menyentuh buku. Jadi, penutur melarang lawan tutur untuk tidak menyentuh buku yang ditunjuk oleh penutur. Pada kalimat (17) merupakan tuturan direktif memerintah. Dalam hal ini penutur menyuruh lawan tutur pergi.

Menurut Ibrahim (1993:28-33) tindak tutur direktif dibagi menjadi: 1) Requestives

Tindak tutur direktif requestives mengekspresikan keinginan penutur sehingga mitra tutur melakukan sesuatu. Di samping itu, requestives mengekspresikan maksud penutur sehingga mitra tutur menyikapi keinginan yang terekspresikan ini sebagai alasan (bagian dari alasan) untuk bertindak. Tuturan yang termasuk dalam tindak tutur direktif requestives yaitu tuturan meminta, mengemis, memohon, menekan, mengundang, mendoa, mengajak, dan mendorong. Berikut ini contoh tindak tutur requestives:

(16)

(19) Saya minta di antar ke pasar. (20) Mohon sabar menunggu giliran. (21) Ayo lari pagi.

Kalimat-kalimat tersebut merupakan bentuk tuturan requestives. Pada contoh kalimat (18) merupakan contoh tuturan meminta. Tuturan meminta tersebut ditandai dengan penggunaan kata tolong yang menyatakan tindakan permintaan. Apabila tuturan tersebut disampaikan oleh seorang atasan kepada bawahannya, maka penutur bermaksud meminta lawan tutur untuk datang kerumahnya. Kalimat (19) termasuk tuturan meminta yang dilakukan oleh seorang penutur secara langsung kepada lawan tutur. Apabila tuturan itu disampaikan oleh seorang penumpang kepada tukang becak maka penutur bermaksud meminta lawan tutur mengantarkannya ke suatu tempat yaitu pasar. Pada kalimat (20) diidentifikasi sebagai tuturan memohon yang secara langsung disampaikan oleh penutur kepada lawan tutur. Jika tuturan tersebut disampaikan oleh panitia pembagian sembako kepada masyarakat maka penutur memohon lawan tutur untuk sabar menunggu giliran. Pada tuturan memohon biasanya lazim juga ditandai dengan penggunaan partikel –lah pada tuntutan, seperti bersabarlah, sedangkan kalimat (21) termasuk tuturan mengajak yang ditandai dengan penggunaan kata ayo. Apabila tuturan tersebut disampaikan oleh seseorang kepada temannya untuk mengajak lari pagi.

2) Question

(17)

perkataan lain, penutur menanyakan sesuatu kepada lawan tutur mengenai suatu hal. Jadi, dalam tuturan ini lawan tutur dituntut untuk memberikan jawaban atas pertanyaan penutur. Contoh tindak tutur question:

(22) Guru : “Siapa yang tidak masuk hari ini?” Siswa : “Tono, Pak!”

(23) Apakah kamu sudah makan?

Contoh di atas termasuk bentuk tuturan question bertanya. Pada contoh (22) adalah percakapan antara guru dengan murid. Contoh tuturan bertanya ini ditandai dengan kata tanya siapa. Tuturan tersebut disampaikan oleh seorang guru yang menanyakan kepada muridnya siapa yang tidak berangkat sekolah pada hari itu. Kemudian, tuturan pada contoh (23) juga termasuk tuturan question bertanya yang ditandai dengan penggunaan kata tanya apakah. Apabila tuturan tersebut disampaikan oleh seorang ibu kepada anaknya maka penutur bermaksud menanyakan pada lawan tutur apakah sudah makan atau belum. Hal tersebut dilakukan sebagai tanda perhatian orang tua kepada anaknya.

3) Requirements

(18)

Contoh:

(24) Jagalah Kebersihan!

(25) Coba matikan komputernya!

(26) Saya akan membelikanmu sepatu asalkan nilai ujianmu bagus.

Contoh-contoh di atas termasuk tuturan requirements memerintah. Kalimat (24) diidentifikasi sebagai tuturan memerintah yang ditandai dengan kata jagalah yang bermakna perintah. Jika kalimat tersebut disampaikan oleh penjaga kantin kepada pengunjung maka penutur bermaksud memerintah lawan tutur untuk menjaga kebersihan. Pada kalimat (25) juga merupakan contoh tuturan memerintah. Kalimat (25) disampaikan penutur dengan menggunakan penanda kesantunan coba. Penutur menyampaikan kalimat tersebut dengan maksud memerintah lawan tutur mematikan computer, sedangkan kalimat (26) merupakan tuturan mensyaratkan. Apabila disampaikan oleh seorang ayah berarti tuturan tersebut berfungsi mensyaratkan anaknya harus mendapatkan nilai ujian yang bagus jika ingin dibelikan sepatu.

4) Prohibitives

Prohibitives (larangan) adalah tindakan penutur melarang mitra tutur

malakukan sesuatu, misalnya tuturan melarang atau membatasi. Tuturan melarang disampaikan supaya orang lain tidak mengerjakan sesuatu. Tuturan larangan ini biasanya ditandai dengan penggunaan kata atau ungkapan yang bermakna melarang. Dalam hal ini kata yang sering digunakan adalah kata jangan yang menyatakan tindakan melarang (Rahardi, 2005:109). Contoh tuturan direktif melarang yaitu: (27) Warning! Dilarang kentut sembarangan.

(19)

yang diujarkan oleh penutur. Tuturan Dilarang kentut sembarangan termasuk tuturan melarang yang ditandai dengan kata dilarang. Apabila tuturan itu disampaikan oleh penutur kepada lawan tutur dengan maksud untuk melarang lawan tutur kentut sembarangan. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga sopan santun dalam bergaul dengan sesama. Tindakan kentut sembarangan termasuk tindakan yang tidak sopan dan melanggar norma kesopanan.

5) Permissives

Permissives (pemberian izin) adalah mengekpresikan kepercayaan penutur

dan maksud penutur sehingga mitra tutur percaya bahwa ujaran penutur mengandung alasan yang cukup bagi mitra tutur untuk merasa bebas melakukan tindakan tertentu. Alasan yang jelas untuk menghasilkan permissives adalah dengan mengabulkan permintaan izin atau melonggarkan pembatasan yang sebelumnya dibuat terhadap tindakan tertentu. Tuturan yang termasuk tuturan permissives adalah tuturan membolehkan, menyetujui, atau membiarkan. Tuturan mengizinkan biasanya ditandai dengan pemakain kata silakan. Contoh tuturan direktif mengizinkan adalah:

(28) Saya perbolehkan kalian pergi. (29) Silakan diminum kopinya!

(20)

mengizinkan. Kalimat tersebut jika disampaikan oleh seseorang kepada tamu yang dating kerumahnya, maka penutur bermaksud memberikan izin kepada lawan tutur untuk meminum kopi yang sudah disuguhkan.

6) Advisor

Advisor ialah apa yang diekspresikan penutur bukanlah keinginan bahwa mitra tutur melakukan tindakan tertentu tetapi kepercayaan bahwa melakukan sesuatu merupakan hal yang baik untuk kepentingan mitra tutur. Tuturan yang termasuk dalam tindak tutur direktif advisor misalnya, tuturan menasihati atau menyarankan, memperingatkan. Pada tuturan advisor mengimplikasikan adanya alasan khusus sehingga tindakan yang disarankan merupakan gagasan yang baik. Dalam tuturan memperingatkan petutur mempresumsi adanya suatu sumber bahaya atau kesulitan bagi mitra tutur. Contoh tuturan direktif advisor sebagai berikut.

(30) Beni belajar yang rajin, agar menjadi orang pintar. (31) Kamu sebaiknya jangan mudah emosi.

(32) Ingat!!! Tuhan maha tau.

(21)

dengan maksud memperingatkan lawan tutur supaya ingat dengan semua perbuatan yang dilakukan karena tuhan maha tau.

c. Komisif

Komisif ialah tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk melaksanakan

segala hal yang disebutkan dalam ujarannya. Dalam tuturan komisif seseorang tersebut mengekspresikan maksud untuk melakukan sesuatu dan mengekspresikan kepercayaan bahwa ujaran seseorang bias melibatkan seseorang untuk melakukannya, paling tidak dalam kondisi yang dispesifikan atau dipercayai secara mutual bahwa tindakan tersebut relevan. Menurut Yule (2006:94) komisif ialah jenis tindak tutur yang dipahami oleh penutur untuk mengikatkan dirinya terhadap tindakan-tindakan di masa yang akan datang. Tindak tutur ini misalnya: berjanji, bersumpah, atau mengancam. Contoh tindak tutur komisif adalah:

(33) Awas! Senggol bacok

Tuturan tersebut termasuk tindak tutur komisif yang berupa ancaman. Penutur mengancam lawan tutur untuk tidak melakukan kegiatan yang disebutkan oleh penutur. Tuturan Awas! Senggol bacok merupakan tuturan komisif mengancam yang ditandai dengan kata peringatan awas dan ancaman bacok jika menyenggol. Dalam hal ini penutur mengancam lawan tutur untuk tidak menyenggol, karena akan ada akibat apabila menyenggol yaitu dibacok. Jadi, lawan tutur harus berhati-hati agar tidak menyenggol.

d. Ekspresif

(22)

pernyataan-pernyataan psikologis dan dapat berupa pernyataan-pernyataan kegembiraan, kesulitan, kesukaan, kebencian, kesenangan, atau kesengsaraan. Tindak tutur ekspresif misalnya memuji, mengucapkan terima kasih, mengkritik, mengeluh, menyalahkan, mengucapkan selamat. Jadi, tindak tutur ekspresif merupakan tindakan yang mengekspresikan emosi, perasaan, dan tingkah laku penyampai pesan. Contoh tindak tutur ekspresif adalah:

(34) Sudah kerja keras mencari uang, tetap saja hasilnya tidak bisa mencukupi kebutuhan keluarga.

Tuturan (34) merupakan contoh tuturan ekspresif. Tuturan di atas digunakan untuk mengungkapkan ekspresi penutur. Apabila tuturan itu disampaikan oleh seorang suami kepada istrinya, tuturan tersebut dapat diartikan sebagai bentuk evaluasi terhadap hal yang telah mereka lakukan yaitu sudah bekerja keras tapi hasil yang mereka harapkan untuk dapat mencukupi kebutuhan keluarga tidak terwujud. Tuturan tersebut berupa keluhan seseorang mengenai usaha yang telah dilakukannya tidak membuahkan hasil yang sesuai dengan harapan. Jadi, tuturan itu termasuk tindak tutur ekspresif mengeluh.

e. Deklaratif

Deklaratif ialah jenis tindak tutur yang dilakukan si penutur dengan maksud untuk menciptakan hal (status, keadaan, dan sebagainya) yang baru, misalnya: memutuskan, membatalkan, melarang, mengizinkan, dan minta maaf. Contoh: (35) Jangan main di dekat sumur!

(23)

melalui tuturan tersebut penutur menciptakan suatu keadaan yang baru yaitu berupa larangan bagi anaknya untuk bermain di dekat sumur. Sementara sebelum tuturan ini dituturkan oleh ibu, si anak boleh bermain di mana saja. Adanya perubahan status atau keadaan merupakan ciri dari tindak tutur deklarasi. Jadi, tuturan tersebut termasuk tindak tutur deklarasi larangan.

Jadi, tindak tutur terbagi menjadi lima jenis. Tindak tutur itu antara lain tindak tutur representatif, direktif, komisif, ekspresif, dan deklaratif. Dari lima jenis tindak tutur tersebut, tindak tutur yang diteliti dalam penelitian ini adalah tindak tutur direktif. Tindak tutur direktif adalah jenis tindak tutur yang dipakai oleh penutur untuk menyuruh orang lain melakukan sesuatu. Peneliti akan meneliti tentang jenis tindak tutur direktif yang terdapat dalam wacana stiker sepeda motor di wilayah Purbalingga dan Purwokerto.

D.Wacana

(24)

jelas, berkesinambungan, dan dapat disampaikan secara lisan maupun tertulis. Jadi suatu kalimat atau rangkaian kalimat, misalnya suatu kalimat disebut sebagai wacana atau bukan wacana tergantung pada keutuhan unsur-unsur makna dan konteks yang melingkupinya.

Chaer (2007:272) membagi bentuk wacana berdasarkan sarananya yaitu wacana tulis dan wacana lisan. Wacana tulis adalah wacana yang disampaikan melalui bahasa tulis, sedangkan wacana lisan adalah wacana yang disampaikan dengan bahasa lisan. Kemudian ada wacana prosa dan wacana puisi dilihat dari penggunaan bahasa, apakah dalam bentuk uraian ataukah bentuk puitik. Selanjutnya wacana prosa dilihat dari penyampaian isinya dibedakan lagi menjadi wacana narasi, wacana eksposisi, wacana persuasi, wacana argumentasi. Wacana narasi bersifat menceritakan sesuatu topik atau hal, wacana eksposisi bersifat memaparkan topik atau fakta, wacana persuasi bersifat mengajak, menganjurkan atau melarang, dan wacana argumentasi bersifat memberi argumen atau alasan terhadap suatu hal.

1. Unsur-Unsur Internal Wacana a. Kata dan Kalimat

(25)

yang jelas dan mendukung. Contoh (36) membuktikan bahwa orang cenderung bertanya jawab dengan kalimat pendek satu kata dalam suatu dialog atau percakapannya,yaitu:

(36) Anto :Kuliah? Santi :Enggak. (37) Dia memang pintar.

Berdasarkan kaidah sintaksis dan semantik, kalimat (37) merupakan kalimat yang benar dan jelas maknanya. Namun, berdasarkan pandangan kewacanaan, masih banyak persoalan yang perlu diungkapkan, misalnya siapakah yang dimaksud dengan Dia, siapa pula yang mengucapkan kalimat itu, dalam konteks apa kalimat itu

muncul, dan sebagainya. Munculnya beberapa pertanyaan tersebut jelas menunjukkan bahwa kalimat di atas belum menunjukkan adanya kelengkapan makna dan informasi. Sebab pada dasarnya kalimat itu muncul (diucapkan) karena ada kondisi yang melatarbelakanginya. Jadi ada unsur lain yang melingkupinya.

b. Teks dan Koteks

Teks adalah esensi wujud bahasa. Dengan kata lain, teks direalisasikan (diucapkan) dalam bentuk „wacana‟. Berkaitan dengan teks, didapati pula istilah

koteks (co-text), yaitu teks yang bersifat sejajar, koordinatif, dan memiliki hubungan dengan teks lainnya, teks yang satu memiliki hubungan dengan teks lainnya. Teks lain tersebut bisa berada di depan (mendahului) atau di belakang (mengiringi). Contoh:

(38) Terima kasih.

(39) Jalan pelan-pelan! Banyak anak-anak.

(26)

yang sebelumnya tergantung di lorong masuk jalan kampung tersebut, yaitu wacana (39). Wacana tersebut merupakan peringatan bagi orang yang akan melewati lorong kampung jalan itu. Apabila masyarakatyang melewati lorong telah menaatinya, misalnya dengan memperlambat laju kendaraannya, maka wacana (“terima kasih”) adalah suatu ucapan yang diberikan masyarakat kepada para pengguna jalan (lorong) tersebut. Salah satu teks itu berkedudukan sebagai koteks (teks penjelas).

2. Unsur-Unsur Eksternal Wacana a. Implikatur

Menurut Grice (dalam Mulyana, 2005:11) implikatur adalah ujaran yang menyiratkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya diucapkan. Sesuatu „yang berbeda‟ tersebut adalah maksud pembicara yang tidak dikemukakan secara eksplisit.

Dengan perkataan lain, implikatur adalah maksud, keinginan, atau ungkapan-ungkapan hati yang tersembunyi. Dalam lingkup analisis wacana, implikatur berarti sesuatu yang terlibat atau menjadi bahan pembicaraan. Secara struktural, implikatur berfungsi sebagai jembatan/rantai yang menghubungkan antara „yang diucapkan‟ dengan „yang diimplikasikan‟. Jadi, suatu dialog yang mengandung implikatur akan selalu melibatkan penafsiran yang tidak langsung. Dalam komunikasi verbal, implikatur biasanya sudah diketahui oleh para pembicara, dan karenanya tidak perlu diungkapkan secara eksplisit. Dengan berbagai alasan, implikatur disembunyikan agar hal yang diimplikasikan tidak nampak terlalu mencolok. Contoh:

(40) Bapak datang, jangan menangis!

(27)

tertentu. Si penutur bermaksud memperingatkan mitra tutur bahwa sang ayah yang bersikap keras dan sangat kejam itu akan melakukan sesuatu terhadapnya apabila ia masih terus menangis. Dengan perkataan lain, tuturan itu mengimplikasikan bahwa sang ayah adalah orang yang sangat keras dan kejam, serta sering marah-marah pada anaknya yang sedang menangis.

b. Praanggapan

Semua pernyataan memiliki praanggapan, yaitu rujukan atau referensi dasar. Rujukan inilah yang menyebabkan suatu ungkapan wacana dapat diterima atau dimengerti oleh lawan bicara, yang pada gilirannya komunikasi tersebut akan dapat berlangsung dengan lancar. „Rujukan‟ itulah yang dimaksud dengan „praanggapan‟,

yaitu anggapan dasar atau penyimpulan dasar mengenai konteks dan situasi berbahasa yang membuat bentuk bahasa menjadi bermakna bagi pendengar/pembaca. Praanggapan membantu pembicara menentukan bentuk-bentuk bahasa (kalimat) untuk mengungkapkan makna atau pesan yang ingin dimaksudkan. Jadi, semua pernyataan atau ungkapan kalimat, baik yang bersifat positif maupun negatif, tetap mengandung anggapan dasar sebagai isi dan substansi dari kalimat tersebut. Contoh: (41) Kuliah Analisis Wacana diberikan di semester v. Pada kalimat ini mengandung praanggapan. Praanggapan untuk pernyataan itu adalah ada kuliah Analisis Wacana dan ada semester v.

c. Referensi

(28)

Jadi, yang menentukan referensi suatu tuturan adalah pihak pembicara sendiri, sebab hanya pihak pembicara yang paling mengetahui hal yang diujarkan dengan hal yang dirujuk oleh ujarannya. Pendengar atau pembaca hanya dapat menerka hal yang dimaksud (direferensikan) oleh pembicara dalam ujarannya itu. Terkaan itu bersifat relatif, bisa benar, bisa pula salah (Lubis, 1993:29). Dengan perkataan lain, tugas pendengar atau pembaca dalam memahami ujaran adalah mengidentifikasikan sesuatu atau seseorang yang ditunjuk atau dimaksud dalam ujaran tersebut. Kemampuan mengidentifikasi atau menerka rujukan itu seringkali berbeda dengan yang dimaksud pembicara. Perbedaan terkaan itu disebabkan oleh perbedaan representasi atau pemahaman dunia antara pembicara dengan pendengar (Soeseno dalam Mulyana, 2005:16). Oleh karena itu, dalam memahami atau menganalisis wacana referensial, diperlukan pengetahuan dan pengalaman tentang dunia (knoledge of world), setidaknya pengetahuan tentang „dunia‟ atau isi yang terdapat dalam wacana tersebut.

Dilihat dari acuannya, referensi dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: (1) referensi exophora (eksopora, situasional), dan (2) referensi endophora (endopora, tekstual). Referensi eksofora adalah penunjukan atau interpretasi terhadap kata yang relasinya terletak dan tergantung pada konteks situasional. Bila interpretasi itu terletak di dalam teks itu sendiri, maka relasi penunjukan itu dinamakan referensi endofora. Contoh: (41) Itu rumah. Kata „itu‟ menunjuk pada „sesuatu‟, yaitu rumah. Rumah yang dimaksud, „tempatnya‟, tidak terdapat dalam teks, melainkan berada di

(29)

Referensi endopora dapat dipilah lagi menjadi dua jenis yaitu referensi anafora dan referensi katafora (Halliday dalam Lubis, 1993:30). Referensi endofora anafora adalah hubungan antara bagian yang satu dengan bagian lainnya dalam teks. Hubungan ini menunjukkan pada sesuatu atau anteseden yang telah disebutkan sebelumnya. Teks berikut adalah contoh adanya referensi endofora yang anaforis. Contoh:

(42) Anto menulis buku lagi. Dia memang produktif.

Kata „dia‟ pada kalimat kedua mengacu pada Anto, yaitu nama yang disebut

sebelumnya (pada kalimat pertama). Pola pengacuan masih merujuk pada sesuatu/seseorang yang berada dalam teks. Jadi, tidak perlu dicari nama Anto yang mana. Sementara itu, referensi endofora katafora bersifat sebaliknya, yaitu mengacu kepada anteseden yang akan disebutkan sesudahnya, referensi endofora yang kataforis dapat ditemukan pada contoh (43) Buku pewayangan sangat terkenal. Ramayana. Kata „buku‟ pada kalimat pertama mengacu pada anteseden yang disebut sesudahnya, yaitu „Ramayan‟. Penunjukan itu sekaligus menjadi jawaban. Gejala

referensi katafora semacam ini sangat jarang ditemukan dalam bahasa yang berpola D-M (diterangkan-menerangkan).

d. Inferensi

(30)

penafsiran suatu makna tertentu. Dengan kata lain, pembaca harus mampu mengambil kesimpulan sendiri, meskipun makna itu tidak terungkap secara eksplisit. Inferensi sangat diperlukan untuk memperoleh pemahaman yang komprehensif terhadap alur percakapan yang terkait, akan tetapi kurang jelas hubungannya. Contoh: (44) Santi: “Wah, sudah masuk kota. Kita cari gudeg dulu.”

Andi : “Langsung ke Parangtritis saja!”

Kota yang dimaksud dalam percakapan tersebut adalah Yogyakarta. Penjelasan itu dipastikan benar, karena secara kultural Yogyakarta dikenal sebagai kota gudeg. Lebih jelas lagi, jawaban „Andi‟ yang menekankan lokasi wisata Parangtritis, yang memang berada di Yogyakarta. Proses inferensi inilah yang harus dilakukan oleh pendengar atau pembaca untuk mendapatkan kesimpulan yang jelas.

e. Konteks Wacana

(31)

Hymes (dalam Lubis,1993:84) mencatat tentang ciri-ciri konteks yang relevan yaitu:

1) Pembicara

Mengetahui si pembicara dalam situasi akan memudahkan untuk menginterpretasikan pembicaraannya. Makna wacana tertentu akan mempunyai makna yang berbeda jika dituturkan oleh penutur yang berbeda latar belakang, minat, dan perhatiannya. Misalnya ada seseorang yang mengatakan:

(45) “Operasi harus dilaksanakan”.

Apabila kalimat tersebut dituturkan oleh seorang dokter tentu kita akan paham bahwa yang dimaksudkannya dengan operasi itu adalah operasi terhadap manusia atau hewan. Tetapi bila diucapkan oleh seorang ahli ekonomi, maka operasi itu bukan lagi operasi terhadap manusia ataupun hewan, melainkan operasi dalam bidang ekonomi seperti mendrop ke pasar beras dari pemerintah untuk menstabilkan harga. Sebuah kalimat yang begitu pendek mempunyai inferensi yang begitu banyak berdasarkan pembicaraannya. Lain pembicaraan akan lain pula artinya. Jadi, sudah jelas betapa pentingnya mengetahui si pembicara demi menafsirkan pembicaraannya.

2) Pendengar

(32)

(46) Luruskan dan siapkan. (47) Kulitmu halus sekali!

Jika kita mengetahui bahwa kalimat (46) itu ditujukan kepada siswa-siswa, maka kita akan tahu bahwa perintah itu adalah dalam hal baris-berbaris. Kalimat (47) bila diucapkan kepada anak perempuan berumur lima tahun atau perempuan muda berumur dua puluh tahun atau seorang nenek yang berumur tujuh puluh tahun, akan mempunyai pengertian yang berbeda-beda. Kepada anak berumur lima tahun atau gadis dua puluh tahun, ujaran tersebut ditafsirkan sebagai pujian sedangkan jika pendengarnya nenek berumur tujuh puluh tahun maka akan ditafsirkan sebagai penghinaan.

3) Topik Pembicaraan

Pengetahuan tentang topik pembicaraan akan memudahkan seseorang pendengar atau pembaca untuk memahami pembicaraan atau tulisan. Contoh kata „banting‟ mempunyai makna yang berbeda dalam bidang ekonomi dan bidang

olahraga. Jawabannya tentu berdasarkan bidangnya atau topik pembicaraan. Kalau orang membicarakan tentang ekonomi tentu artinya adalah memurahkan harga, dan kalau artinya orang sedang membicarakan judo tentulah baanting berarti mengangkat seseorang dan menjatuhkannya dengan cepat. Jadi, partisipan tutur akan menangkap dan memahami makna wacana berdasarkan topik yang sedang dibicarakan.

4) Setting (Waktu, Tempat)

(33)

waktunya ketika jauh malam, atau pagi benar akan menadikan bagi seseorang akan memahami makna pembicaraan. Contoh:

(48) “Ini kan sudah jam satu. Masak begitu saja tidak siap.

Sebentar lagi lonceng berbunyi. Apa kita harus menunggu di sini?”

Kalau kita ketahui settingnya, seperti dimuka kelas, jam telah menunjukkan pukul 13.00 dan yang berbicara itu marah, hubunganya antara guru dan murid, tentulah dapat kita terka bahwa yang dibicarakan itu soal kerja siswa-siswa yang diberi waktu cukup tapi tidak juga selesai.

5) Channel (Penghubungnya bahasa tulisan, lisan, dan sebagainya)

(34)

6) Code (Dialeknya, Stailnya)

Kalau penghubungnya lisan, kodenya dapat dipilih antara salah satu dialek bahasa yang ada. Kodenya bisa juga dengan memakai salah satu register yang paling tepat untuk hal itu. Pemilihan kode bahasa yang tidak tepat sangat berpengaruh pada efektivitas komunikasi. Kalau efektivitas komunikasi terganggu, kemungkinan timbul kesalahpahaman komunikasi. Misalnya, jika ragam bahasa baku dipakai untuk tawar-menawar di pasar, maka akan kurang tepat. Begitu juga dengan ragam nonbaku dipakai untuk berkhotbah di masjid, maka akan terasa aneh.

7) Massage From (Debat, Diskusi, Seremoni Agama)

Pesan yang hendak disampaikan haruslah tepat, karena bentuk pesan bersifat fundamental dan penting. Banyak pesan yang tidak sampai pada pendengar karena bentuk pesannya tidak sesuai dengan si pendengar dan situasinya. Kalau pendengarnya bersifat umum dan dari berbagai lapisan maka haruslah dipilih bentuk pesan yang bersifat umum, sebaliknya jika pendengarnya kelompok yang bersifat khusus atau hanya dari satu lapisan masyarakat tertentu bentuk pesan haruslah juga bersifat khusus. Isi dan bentuk pesan harus sesuai karena apabila keduanya tidak sesuai maka pesan atau informasi yang disampaikan akan susah dicerna pendengar. Misalnya dalam menyampaikan informasi tentang ilmu pasti, misalnya, haruslah berbeda dengan menyampaikan uraian tentang ilmu sejarah atau ilmu bahasa.

8) Event (Kejadian)

(35)

peristiwa akan berbeda cara penuturnya karena setiap peristiwa menghendaki tutur yang tertentu. Peristiwa tutur seperti wawancara akan berbeda dengan peristiwa tutur ceramah atau akan berbeda lagi dengan peristiwa tutur di pengadilan antara hakim dengan terdakwa atau saksi. Hymes (dalam Rani, 2005:195) menyatakan bahwa peristiwa tutur sangat erat hubungannya dengan latar peristiwa, dalam pengertian suatu peristiwa tutur tertentu akan terjadi dalam konteks situasi tertentu. Sesuai dengan konteks situasinya, suatu peristiwa mungkin akan lebih tepat diantarkan dengan bahasa yang satu sedangkan peristiwa tutur yang lain lebih cocok diantarkan dengan bahasa yang lain. Peristiwa tutur tersebut dapat menentukan bentuk dan isi wacana yang (akan) dihasilkan. Wacana yang dipersiapkan untuk pidato akan berbeda bentuk dan isinya akan berbeda dengan wacana dalam konferensi.

E.Wacana Stiker Sepeda Motor

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:1091) stiker merupakan lembaran kecil kertas atau plastik yang ditempelkan. Stiker banyak digemari oleh masyarakat khususnya kalangan remaja untuk ditempel pada sepeda motornya. Penempelan stiker ini selain karena hobi juga bertujuan agar sepeda motor lebih terlihat menarik. Pada umumnya, stiker yang ditempelkan memiliki keunikan tersendiri, yaitu selain terdapat gambar-gambar lucu, tulisan pada stiker sepeda motor memberikan rasa percaya diri bagi si pengendara karena biasanya pemilihan kata-kata pada stiker yang dipilih untuk mewakili ungkapan hati pengendara sebagai penutur. Selain itu, stiker itu dipilih karena memiliki maksud tertentu yang ditujukan kepada pembaca sebagai lawan tuturnya.

(36)
(37)

Bahasa dan Fungsinya Pragmatik Wacana

Tindak Tutur Bentuk Tindak Tutur Jenis Wacana Unsur Wacana

Lokusi Ilokusi Perlokusi Lisan Tulis Internal Eksternal

Representatif Direktif Komisif Ekspresif Deklaratif

Tuturan Direktif pada Wacana Stiker

Sepeda Motor Wacana Stiker Sepeda Motor

1. Kata dan Kalimat 2. Teks dan Koteks

1. Implikatur 2. Praanggapan 3. Referensi 4. Inferensi 5. Konteks Wacana 1. Requestives (meminta, mengajak, memohon)

2. Question (bertanya)

3. Requirements (memerintah, mensyaratkan) 4. Prohibitives (melarang)

5. Permissives (membolehkan)

Referensi

Dokumen terkait

Kalau guru mengatur kondisi belajar secara optimal,maka proses pembelajaran akan berlangsung optimal juga.” Jadi seorang guru wajib untuk melaksanakan pengelolaan

Ciri-ciri yang dimaksud antara lain: di dalam sebuah tangga nada terdapat whole tone di bawah tonika yang jelas bukan tangga nada mayor (yaitu modus

Hasil penelitian pada UKM di Kabupaten Jepara menunjukkan bahwa variabel hubungan pelanggan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja keuangan

Gardenia Raya Blok BA I No.. Noer

Hasonlóképpen, mivel az aktívabb hitelezési tevékenység normál gazdasági körül- mények között magasabb jövedelmezőséget jelent, ezért azzal a hipotézissel élünk, hogy

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa variabel struktur aset memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap struktur modal, sedangkan profitabilitas, ukuran

Sesuai yang dijelaskan diatas maka peneliti tertarik untuk melangsungkan penelitian mengenai piutang air yang ada di PDAM Tirta Kencana Kabupaten Jombang dengan

Dari hasil analisa Chi-square yang telah dilakukan, bahwa secara keseluruhan tidak ada hubungan yang signifikan antara keterlibatan anggota keluarga dalam usaha mikro dan