• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dakwah merupakan proses yang berkesinambungan yang ditangani oleh para

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dakwah merupakan proses yang berkesinambungan yang ditangani oleh para"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

Dakwah merupakan proses yang berkesinambungan yang ditangani oleh para pengembang dakwah untuk mengubah sasaran dakwah agar bersedia masuk ke jalan Allah, dan sasaran bertahap menuju pada kehidupan yang Islami. Suatu proses yang berkesinambungan adalah suatu proses yang bukan insidental atau kebetulan, melainkan benar-benar direncanakan, dirumuskan, dan dievaluasi secara terus menerus oleh pengembang dakwah dalam rangka mengubah perilaku sasaran dakwah sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah direncanakan atau dirumuskan.4

Sasaran dakwah harus dirumuskan agar dakwah dapat dilakukan secara efisien, efektif, dan agar sesuai dengan kebutuhan. Bisa berdasarkan usia, tingkat pendidikan dan pengetahuan, tingkat sosial ekonomi, dan pekerjaan, tempat tinggal, dan lain sebagainya.5

Menurut Syeikh Muhammad al-Khadir Husain, dakwah adalah menyeru manusia kepada kebajikan dan petunjuk serta menyuruh kepada kebajikan dan melarang kemungkaran agar mendapat kebahagiaan dunia dan akhirat.6

Dakwah adalah suatu istilah yang sangat dikenal dalam dunia Islam. Dakwah dan Islam merupakan dua bagian yang tak terpisahkan satu dengan yang lainnya, karena Islam tidak akan tumbuh dan berkembang tanpa adanya dakwah. Dakwah Islam meliputi wilayah yang luas dalam semua aspek kehidupan. Ia memiliki

4

Didin Hafidhuddin. Dakwah Aktual. (Jakarta : Gema Insani, 1998), h . 77

5

Ibid, h. 79

6

(2)

berbagai ragam bentuk, metode, media, pesan, pelaku, dan mitra dakwah. Kita sendiri tidak bisa terlepas dari kegiatan dakwah, baik sebagai pendakwah maupun sebagai mitra dakwah. Apapun yang berkaitan dengan dengan Islam, kita pastikan ada unsur dakwahnya. Dakwah adalah denyut nadi Islam. Islam dapat bergerak dan hidup karena dakwah.

Aktivitas dakwah sebagai proses komunikasi penyampaian ajaran ideal Islam, selama ini dirasa belum mempunyai power untuk membawa masyarakat kepada perubahan yang lebih baik. Ada banyak faktor yang menjadi penyebabnya, salah satunya adalah karena dakwah yang selama ini dilakukan cenderung kering, impersonal, dan hanya bersifat informatif belaka, beum menggunakan teknik-teknik komunikasi yang efektif.7 Situasi ini merupakan cermin wajah dakwah yang belum berpijak diatas realitas sosial yang ada.8

Beberapa hal yang penting diketahui dalam dakwah adalah, bahwa ada dua segi dakwah yang tidak dapat dipisahkan, tetapi dapat dibedakan, yaitu menyangkut isi dan bentuk, substansi dan forma, pesan dan cara penyampaiannya, esensi dan meode. Proses dakwah menyangkut kedua-duanya sekaligus dan tidak terpisahkan. Hanya saja, perlu disadari bahwa isi, substansi, pesan, dan esensi senantiasa mempunyai dimensi universal yang tidak terikat oleh ruang dan waktu. Dalam hal ini substansi dakwah adalah pesan keagamaan itu sendiri, itulah sisi

7

Toto Tasmara. Komunikasi Dakwah. (Jakarta : PT. Gaya Media Pratama, 1997), h. 15-19

8

Yunan Yususf. Metode Dakwah Sebuah Pengantar Kajian. (Jakarta : Prenada Media, 2003), h. 16-17

(3)

pertama dalam dakwah. Sisi kedua, meskipun tidak kurang pentingnya dalam dakwah, yakni sisi bentuk, forma, cara penyampaian dan metode.9

Selain hal diatas, sebuah media dakwah juga penting untuk dimengerti didalam proses komunikasi dakwah. Membicarakan media dakwah, tentunya tidak lepas dari metode yang dilakukan dalam melakukan dakwah. Pengembangan metode dakwah sangat berkait dengan media yang harus menyertainya. Seorang da’i misalkan harus mampu memilih media dakwah yang relevan dengan kondisi mad’u yang telah dipelajari secara komprehensif dan berkesinambungan. Kegiatan dakwah yang dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi audiens tersebut akan lebih memberikan hasil yang jelas.10

Dalam perkembangan dakwah Islam, pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang mempunyai peran dalam mengembangkan aktivitas dakwah. Hal ini dapat dilihat dari dua fungsi utama pondok pesantren, yaitu sebagai pusat pendidikan dan penyiaran agama Islam. Sepanjang sejarah perjalanan umat Islam (Indonesia), ternyata kedua fungsi utama tersebut telah dilaksanakan oleh pondok pesantren (pada umumnya) dengan baik, walaupun dengan berbagai kekurangan yang ada.

Dari pondok pesantren lahir para juru dakwah, para mu’alim, ustadz, para kiai pondok pesantren, tokoh-tokoh masyarakat, bahkan yang memiliki profesi sebagai pedagang, pengusaha ataupun bidang-bidang lainnya.

9

Ahmad Aras. Paradigma Dakwah Kontemporer. (Semarang : Walisongo Press IAIN Walisongo, 2006), h. 14-16

10

Siti Muriah. Metodologi Dakwah Kontemporer. Cet I (Yogyakarta : Mitra Pustaka, 2000), h. 12-13

(4)

Seperti halnya pondok pesantren seni As-Salim yang berlokasi di kabupaten Sidoarjo, keberadaan pondok pesantren ini juga memiliki peran aktif dalam melakukan dakwah Islam.

Pondok pesantren seni As-Salim dikenal sebagai pondok “seni”, dikarenakan para santri disana memiliki kemampuan dan keterampilan yang bermacam-macam. Mulai dari seni lukis dan seni musik. Itu semua tidak luput dari intervensi dakwah pimpinan pondok (KH. Miftachul Munir) yang turut membina dan mendidik santri guna menjadi manusia yang kreatif sekaligus bertakwa kepada Allah SWT.

Dari seni lukis, para santri yang memiliki potensi berkarya melalui lukisan diarahkan untuk mempelajari seni lukis yang berkaitan dengan nilai islami. Seperti halnya seni kaligrafi, ornament islami, dan lain sebagainya. Sedangkan yang memiliki potensi bemusik diarahkan kepada aliran musik yang berbau religi, seperti musik banjari, nasyid, dan lain sebagainya.

Santri pondok pesantren seni As-Salim bukan hanya yang bermukim di dalam pondok saja, melainkan banyak pula santri yang bermukim di rumah. Santri yang bermukim di rumah biasanya mengikuti kegiatan pengajian dan istighosah di hari-hari tertentu. Seperti hari-hari Ahad dimana acara istighosah rutinan dan sholat dhuha berjamaah. Dan hari Rabu malam Kamis dimana ada kajian kitab yang dipimpin langsung oleh KH. Miftachul Munir.

Tidak hanya itu, santri podok pesantren seni As-Salim juga termasuk para remaja dan anak-anak yang tinggal di area pesanten. Mereka adalah para anak yatim piatu yang turut di asuh oleh KH. Miftahul Munir. Jumlah santri pondok

(5)

As-Salim yang bermukim di luar (rumah masing-masing) lebih banyak dibandingkan dengan yang bermukim di dalam pondok.

As-Salim bukan hanya pondok pesantren saja, melainkan sebuah yayasan yang memiliki berbagai lembaga di dalamnya. Seperti TPA (Tempat Penitipan Anak) As-Salim, PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) As-Salim, dan TPQ (Taman Pendidikan al-Qur’an) As-Salim.

Jadi, santri KH. Miftachul Munir tidak hanya para santri yang bermukim di dalam pondok saja, melainkan meliputi para remaja dan anak-anak yatim piatu di area pondok serta para murid PAUD As-Salim yang di didik keislamannya sejak dini.

Penelitian ini dilatar belakangi oleh ketertarikan penulis pada keunikan dari beberapa faktor yang telah disebut diatas, yakni pesantrennya, santrinya dan juga gaya berdakwah Kyainya. KH. Mifachul Munir menamai pondok pesantrennya dengan embel-embel “seni”. Hal ini dikarenakan keahlian dan hobi beliau dalam bidang seni, baik seni musik maupun seni lukis. Para santri yang dibina oleh KH. Miftachul Munir mayoritas adalah anak yatim dan yatim piatu. Anak yatim maupun yatim piatu biasanya identik dengan kata “nakal”. Hal itu terjadi mungkin disebabkan karena hilangnya kasih sayang dan didikan dari orang tua. Dari kenakalan tersebut, KH. Miftachul Munir mencoba menggali potensi mereka di bidang seni, baik seni musik maupun seni lukis yang bernuansa Islami.

Berdasarkan latar belakang ini penulis tertarik untuk mengangkat penelitian dengan judul ”Media Dakwah KH. Miftachul Munir di Pondok Pesantren Seni As-Salim Kemiri Sidoarjo dalam Pembinaan Akhlak Santri”.

(6)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang ingin penulis angkat adalah

1. Bagaimana proses penerapan media dakwah KH. Miftachul Munir dalam membina akhlak santri?

2. Apa saja kelebihan dan kekurangan media dakwah KH. Miftachul Munir dalam membina akhlak santri?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan diadakannya penelitian ini yakni untuk :

1. Memahami dan mendeskripsikan proses penerapan media dakwah KH. Miftachul Munir di pondok pesantren seni As-Salim dalam membina akhlak santri.

2. Mengetahui segala kelebihan dan kekurangan media dakwah KH. Miftachul Munir dalam membina akhlak santri.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan bisa memperkaya khasanah ilmu dakwah dan komunikasi dalam memajukan dakwah Islamiyah. 2. Sedangkan secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi

sumbangan bagi para pelaku dakwah (da’i), baik secara perorangan maupun kolektif dalam menggunakan media dakwah, agar perkembangan dakwah bisa dicapai secara lebih baik.

(7)

E. Konseptualisasi 1. Media Dakwah

Media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti perantara, tengah atau pengantar. Dalam bahasa Inggris media merupakan bentuk jamak dari medium yang berarti tengah, antara, rata-rata. Dari pengertian ini ahli komunikasi mengartikan media sebagai alat yang menghubungkan pesan komunikasi yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan (penerima pesan). Dalam bahasa Arab media sama dengan washilah atau dalam bentuk jamak, wasail yang berarti alat atau perantara.

Secara terminologi, media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan komunikator kepada khalayak.11 Wilbur Schramm didalam bukunya Big media Little Media.1977, mendefinisikan media seagai teknologi informasi yang dapat digunakan dalam pengajaran.12

Lebih lanjut beberapa definisi media dakwah dakwah dapat dikemukakan sebagai berikut :

a. A. Hasjmy menyamakan media dakwah dengan sarana dakwah dan menyamakan alat dakwah dengan medan dakwah.

b. Asmuni Syukir, media dakwah adalah segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan dakwah yang telah ditentukan.

c. Wardi Bachtiar, media dakwah adalah peralatan yang digunakan untuk menyampaikan materi dakwah.

11

Hafied Cangara. Pengantar Ilmu Komunikasi. (Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2000), h. 131

12

(8)

d. Mira Fauziyah, media dakwah adalah alat atau sarana yang digunakan untuk berdakwah dengan tujuan supaya memudahkan penyampaian pesan dakwah kepada mad’u.13

2. Pembinaan Akhlak Santri

Pembinaan akhlak adalah usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik.14

Sedangkan akhlak secara etimologi yaitu bentuk jamak dari khuluq yang merupakan akar kata dari khalaqa (menciptakan), khaliq (pencipta), dan makhluq (yang diciptakan), yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.15 Secara terminologis, akhlak menurut Imam Ghozali dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin, beliau menerangkan :“Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan baik dan buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan”.16

Definisi tersebut disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan sifat dan amal perbuatan lahir disini ialah sifat dan amal yang dijelmakan oleh anggota lahir manusia, misalnya kelakuan-kelakuan yang dikerjakan oleh mulut, tangan, gerakan badan dan sebagainya. Disamping sifat dan amal lahir, juga akhlak meliputi sifat dan amal batin yaitu yang dilakukan oleh batin manusia yakni hati.

13

Moh. Ali Aziz. Ilmu Dakwah. (Jakarta : Kencana, 2004), h. 403-404

14

Departement Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta : Balai Pustaka, 1994), h. 134

15

Yanuar Ilyas. Kuliah Akhlaq. (Yogyakarta : Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam(LPPI), 2005), h. 1

16

(9)

Agar terwujud akhlak dan perbuatan yang baik, maka perlu diadakan pembinaan. Adapun yang dimaksud pembinaan akhlak adalah cara-cara bagaimana memperbaiki, menanamkan, dan mengembangkan nilai-nilai akhlak untuk meningkatkan budi pekerti anak didik agar nantinya terbentuk suatu kepribadian yang diwarnai akhlak mulia.17

F. Sistematika Pembahasan

Secara garis besar untuk memberikan gambaran pembahasan secara menyeluruh dan sistematis dalam proposal ini, peneliti membaginya dalam lima bab dengan sistematika sebagai berikut:

Pada bab I berisi tentang pendahuluan, yang didalamnya memuat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, konseptualisasi, dan sistematika pembahasan.

Kemudian pada bab II berisi tentang kajian kepustakaan yang didalamnya memuat kajian pustaka, dan penelitian terdahulu yang relevan. Adapun kajian pustaka didalamnya terdapat beberapa ulasan materi seperti media dakwah, pembinaan akhlak, dan teori pembaruan agama.

Sedangkan pada bab III ini menjelaskan tentang metode penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini, didalamnya meliputi, jenis dan pendekatan penelitian, subyek penelitian, jenis dan sumber data, tahap-tahap penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan teknik keabsahan data.

Kemudian bab IV berisi tentang pokok penting dalam penelitian ini, yakni hasil penelitian berupa penyajian dan analisis data. Didalamnya terdapat setting

17

(10)

penelitian yakni tentang sejarah singkat Pondok Pesantren Seni As-Salim Kemiri Sidoarjo serta biografi KH. Miftachul Munir. Pada penyajian data, penulis sajikan proses penerapan media dakwah KH. Miftachul Munir serta kelebihan dan kekurangannya yang berdasarkan pada observasi dan wawancara. Dan yang terakhir dalam bab ini adalah temuan penelitian dan analisis data, yang kami kaitkan dengan teori.

Terakhir, terdapat bab V sebagai penutup yang berisi kesimpulan, saran serta rekomendasi penulis pada para pembaca.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil observasi di lapangan juga ditemukan fakta bahwa pada saat proses pembelajaran, siswa kurang aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran yang ditunjukkan

Sehingga jika merujuk pada konsepsi sistem ekonomi dan perburuhan yang dilandaskan pada nilai-nilai Pancasila yang kemudian diatur melalui ketentuan dalam UUD 1945, maka

Proses pengeringan dilakukan dengan menggunakan kecepatan udara pengering 1,25 m/s dan temperatur udara pengering 43 o C - 60 o C. Setiap 5 menit proses pengeringan

Toety Heraty bahwa moralitas dalam karya Linus Suryadi dilandasi oleh pola budaya patriarkhi yang berkembang pada masyarakat feodal di Jawa, sementara dalam

Berdasarkan hasil survey yang dilakukan pada pemerintah daerah dalam hal ini pemerintah kota Bandar Lampung maka, model pengajaran yang akan kami bangun pada

Maka dapat di katakan bila pendapatan asli daerah yang tinggi akan ikut meningkatkan pengeluaran pemerintah dalam mengalokasikan dana untuk belanja modal guna

Penelitian ini membahas dan mengkaji kebijakan Sekolah Menengah Kejuruan terhadap aksesibilitas masyarakat dalam memperoleh kesempatan pemerataan pendidikan, oleh karenanya