• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. berkeinginan untuk mengakhiri hidup mereka) ( Salah satu cara yang paling populer bagi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. berkeinginan untuk mengakhiri hidup mereka) ( Salah satu cara yang paling populer bagi"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Masyarakat Jepang merupakan bagian dari masyarakat yang mudah terpengaruh dengan keadaan sekitar yang dapat membuat mereka merasa tertekan. Tekanan terhadap lingkungan sekitar ini sering menjadikan orang Jepang tersebut berkeinginan untuk mengakhiri hidup mereka) (http://wikipedia.org/wiki/bunuhdiri). Salah satu cara yang paling populer bagi masyarakat Jepang untuk mengakhiri hidup adalah dengan melakukan bunuh diri.

Fenomena bunuh diri ini ternyata mendapat prioritas perhatian yang lebih dibandingkan dengan permasalahan yang lainnya. Di Jepang sejak tahun 1998 secara konstan jumlah bunuh diri pertahun lebih dari 30.000 kasus. Tercatat tahun 2006 terdapat 32.155 orang yang mencabut nyawanya dengan

sengaja

masyarakat Jepang melakukan bunuh diri terdiri atas beberapa faktor, yaitu : 1. Bunuh diri dianggap sebagai jalan untuk mempertahankan harga diri 2. Dikucilkan dari pergaulan seperti Sekolah, Kantor, ataupun keluarga 3. Stress karena masalah kesehatan atau menjadi pengangguran

4. Adanya literatur yang menggambarkan bunuh diri sebagai sesuatu yang indah

5. Pandangan beragama yang kurang dalam masyarakat, mereka lebih meyakini akan adanya reinkarnasi, yaitu keyakinan bahwa mereka akan terlahir kembali setelah kematian.

(2)

Perilaku masyarakat Jepang ini merupakan pencerminan dari berbagai pola masyarakat Jepang yang terdahulu. Sikap kepatuhan atau malu bila tidak bisa memberikan yang terbaik kepada satu kelompok membuat orang Jepang melakukan bunuh diri sebagai jalan terakhir daripada hidup dengan menanggung malu. Pengintegrasian sikap ini menjadi peraturan tersendiri dalam kelompok tersebut, apabila kode etik group menuntut mereka untuk merelakan nyawanya maka mereka harus rela membunuh dirinya demi satu kepentingan dan keyakinan bersama. Alasan untuk melakukan bunuh diri juga bisa dikarenakan pemecatan pekerjaan, orang Jepang beranggapan apabila mereka dipecat dari suatu perusahaan, mereka merasa dikhianati oleh perusahaan tersebut, karena kesetiaan yang selama ini mereka berikan tidak dihargai. Perasaan malu dan harga diri yang jatuh serta keadaan keluarga yang semakin sulit karena pemecatan tersebut, juga menjadi alasan bagi orang Jepang untuk melakukan bunuh diri.

Sikap masyarakat Jepang yang sering melakukan bunuh diri bukan sebagai sikap yang tidak bertanggung jawab, justru sikap ini merupakan wujud rasa pertanggungjawaban mereka atas perilaku yang telah mereka lakukan sebelumnya.

Perilaku masyarakat Jepang ini dapat terlihat dari sikap para nenek moyang Jepang terdahulu yang sering melakukan bunuh diri. Salah satunya adalah Junshi yang banyak dilakukan pada zaman Edo. Junshi dapat diartikan sebagai jalan kematian karena kesetiaan. Sikap ini merupakan salah satu jalan kematian yang banyak dilakukan masyarakat Jepang untuk membuktikan kesetiaan pengabdian atau kepatuhan mereka kepada majikan. Perilaku ini umumnya dilakukan oleh golongan samurai sebagai bukti loyalitas pengabdian mereka. Para

(3)

samurai mengikuti jalan kematian majikannya ketika atasan mereka meninggal dalam pertempuran ataupun tidak. Junshi ini merupakan tradisi pada zaman Chinese Wei untuk memberikan penghormatan kepada Yamato sekitar abad ke 646. Junshi dilakukan para kaum samurai melalui seppuku sebagai salah satu cara kematian yang umum dilakukan untuk Junshi. Perilaku ini banyak terjadi pada masa pemerintahan Tokugawa, ketika peperangan banyak terjadi, Junshi menjadi terkenal dikalangan samurai untuk mengikuti kematian majikan mereka.

Sikap yang berlandaskan atas kesetiaan ini adalah salah satu bukti pengabdian mutlak para samurai kepada majikan mereka. Keinginan untuk mengikuti kematian majikan ini adalah pandangan kaum samurai pada saat itu yang beranggapan mereka tidak dapat hidup tanpa majikannya dan perasaan menanggung malu karena harus turun kelas menjadi Ronin, samurai yang tak bertuan. Karena keadaan inilah yang kemudian menjadikan para samurai berkeinginan untuk mengikuti jalan sang majikan dengan melakukan bunuh diri.

Budaya Junshi yang paling banyak terjadi adalah ketika masa pemerintahan feodal, yaitu sistem politik yang menekankan ketergantungan antara Raja serta tuan tanah. Hubungan ketergantungan ini merupakan penyerahan diri seseorang ke tangan orang lain sekedar untuk memperoleh perlindungan dan pemeliharaan.

Keterikatan hubungan inilah yang menimbulkan satu hubungan yang hirarkis yaitu antara kaum bawah (yang lemah) dengan kaum yang atas (yang berkuasa). Sikap kepatuhan dan kesetiaan para samurai dalam mengabdikan dirinya sebagai seorang bushi dapat terlihat pada salah satu cerita legendaris

(4)

masyarakat Jepang yaitu 47 Ronin yang terdapat pada salah satu novel Kisah 47 Ronin karya John Allyn.

Novel sebagai salah satu karya sastra, bukan cerpen atau roman, merupakan medium yang sangat ideal untuk mengangkat peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan. Novel mempunyai keterbukaan sendiri untuk mengetengahkan digresi sehingga jalan cerita bisa mencapai beratus halaman. Karena sifatnya yang demikian, maka novel dapat digunakan untuk mengangkat kehidupan baik beberapa individu maupun masyarakat luas. Tak jarang pula novel sering diperankan untuk menyampaikan ide-ide pembaruan.

Novel adalah media dalam penuangan pikiran, perasaan, dan gagasan penulis dalam merespon kehidupan sekitarnya. Novel- novel bertemakan kehidupan sosial mempunyai nilai lebih dalam kontekstual, persoalan sosial yang ada pada zaman tersebut menjadi tema umum pada novel-novel. Tema mengenai korupsi, mental kepemimpinan, watak-watak kolektif golongan, keterbelakangan, kebodohan, kemiskinan, adalah tema-tema yang menyangkut kondisi sezaman. Novel-novel demikian menjadikan dirinya bersifat universal apabila penggalian masalah mencapai sifat-sifat dasar kolektif manusia di suatu masa di suatu tempat. Novel pada saat ini, pada umumnya terdiri atas dua unsur yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur instrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri atau dengan kata lain unsur-unsur yang secara langsung turut serta membangun cerita. Unsur-unsur ini diantaranya tema, plot, latar, penokohan, sudut pandang cerita, bahasa atau gaya bahasa dan lain- lain. Unsur ini merupakan nilai yang muncul dari mediumnya yaitu melalui penggambaran sensoris dan empiris berdasarkan unsur-unsur yang terdapat di atas.

(5)

Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur- unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi karya sastra tersebut. Dengan kata lain unsur-unsur ini dapat mempengaruhi bangun cerita dari suatu karya sastra. Unsur-unsur ekstrinsik tersebut meliputi kebudayaan, sosial, psikologis, ekonomi, politik, agama dan lain-lain yang dapat mempengaruhi pengarang dalam karya tulisnya.

Dalam analisis ini akan di bahas salah satu unsur intrinsik dalam novel, yaitu tokoh yang terdapat dalam novel Kisah 47 Ronin karya John Allyn. Aminuddin (2000 : 79) mengatakan bahwa tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin sebuah cerita.

Tokoh-tokoh yang di ceritakan dalam suatu cerita tentu mempunyai peranan yang berbeda-beda. Tokoh yang mempunyai peranan yang penting dalam suatu cerita merupakan tokoh utama. Sedangkan tokoh yang mempunyai peranan yang tidak penting karena kemunculannya hanya membantu disebut tokoh pembantu. Penentuan tokoh yang ditampilkan pengarang dalam karya fiksi tersebut merupakan kebebasan kreatifitas pengarang. Oleh karena pengarang yang sengaja menciptakan dunia dalam fiksi miliknya sendiri, maka para pengarang pun mempunyai kebebasan penuh untuk menampilkan tokoh-tokoh cerita sesuai dengan keinginannya sendiri, termasuk bagaimana perwatakan dalam cerita tersebut, merupakan kebebasan pengarang.

Novel Kisah 47 Ronin karya John Allyn ini merupakan novel sejarah mengenai kehidupan pada zaman Edo. Ke 47 Ronin atau Akouroshi adalah peristiwa pembalasan dendam 47 Ronin dari Ako di bawah pimpinan Oishi Kuranosuke Yoshitaka yang membalas dendam atas kematian majikannya Asano

(6)

Takumi no Kami dengan cara melakukan penyerbuan ke rumah kediamaan Kira Kozuke no Suke Yoshihisa.

Peristiwa pembunuhan ini dikenal sebagai Genroku Ako Jiken (Peristiwa Ako era Genroku). Disebut Genroku karena terjadi pada tanggal 14 bulan 12 tahun ke-15 era Genroku, atau 30 Januari 1703. Ako merupakan sebuah kota yang terletak di perfektur Hyogo yang merupakan tempat asal 47 Ronin.

Sebelum perang dunia ke II, kisah ini dikenal dengan Akogishi (perwira setia dari Ako) dan dijadikan teladan kesetiaan samurai kepada majikannya. Seusai perang dunia ke II, kisah ini lebih dikenal sebagai Akoroshi (Ronin dari Ako) atau Shijushichishi (47 samurai). Namun dalam budaya populer jepang sekarang ini kisah ini dikenal dengan Chusingura yang lebih menonjolkan kepahlwanan 47 ronin dari Ako sekaligus mencerca Kira Kozuke no Suke.

Tahun 1703 para Akouroshi di Akou yaitu nama salah satu wilayah di Jepang, Ro yang berarti tidak bertuan atau tidak memiliki majikan, sedangkan shi yang berati bushi atau lebih dikenal dengan sebutan Ronin.

Ronin adalah sebutan untuk samurai yang kehilangan tuannya atau terpisah dari tuannya. Berpisah dari tuannya bisa dikarenakan si majikan meninggal atau akibat hak atas wilayah kekuasaan sang tuan dicabut. Samurai yang tidak lagi memiliki tuan tidak bisa lagi disebut sebagai seorang samurai. Dalam tradisi samurai, ronin memiliki derajat di bawah samurai. Bagi seorang ronin hanya ada dua pilihan yaitu menjadi orang bayaran atau turun pangkat dalam kemiliteran.

Kisah ini merupakan kisah bunuh dirinya 47 orang Ronin yang tidak bertuan di wilayah Akou. Ke 47 Ronin ini melakukan bunuh diri setelah berhasil membunuh Pangeran Kira yang dianggap sebagai penyebab kematian majikan

(7)

mereka. Para Ronin ini membunuh Pangeran Kira dan mempersembahkan kepala Pangeran tersebut di makam tuannya Asano Takumi No Kaminaganori. Asano yang merupakan pemimpin di daerah Akou adalah Daimyo yang memiliki daerah kekuasaan serta kastil, Asano pada akhirnya melakukan seppuku setelah melukai Pangeran Kira Kozuke Yoshinaka seorang Koke (Pejabat tinggi bakufu) dan juga seorang Daimyo yang tergolong sebagai Daimyo Shimphan (Keluarga Tokugawa). Kejadian ini membuat Shogun marah karena sifat Asano yang sama sekali tidak menunjukkan sifat seorang Bushi. Akhirnya Shogun memutuskan hukuman

Seppuku bagi Daimyo Asano, yakni ia harus melakukan bunuh diri dengan

memotong perut.

Sepeninggal Daimyo Asano, maka daerah Akou ditarik kembali oleh

Shogun. Rentetan peristiwa ini membuat para pengikut Asano (Samurai) marah

dan berniat untuk melakukan balas dendam. Akhir dari balas dendam ini para Samurai yang pada saat itu berjumlah 47 orang akan melakukan Junshi sebagai wujud kesetiaan tanpa batas seorang Samurai kepada majikannya.

Perilaku bunuh diri ke 47 Ronin ini akan penulis bahas melalui skripsi yang berjudul:

” PERILAKU JUNSHI PARA TOKOH CERITA DALAM NOVEL KISAH 47 RONIN KARYA JOHN ALLYN.”

I.2. Perumusan Masalah

Golongan Samurai dalam kehidupan pada zaman feodal Tokugawa merupakan sosok-sosok yang berani, setia dan memiliki loyalitas pengabdian yang tinggi terhadap atasannya.

(8)

Sifat-sifat ini dapat tergambar secara jelas dalam Novel karya John Allyn ini, di mana para tokoh cerita yang pada umumnya menceritakan kisah mantan samurai (Ronin) berusaha untuk tetap mengabdi kepada majikannya meskipun ia telah meninggal.

Oishi yang merupakan tokoh utama dalam kisah ini adalah kepala pemimpin samurai yang merupakan pengikut Daimyo Asano. Oishi serta beberapa anak buahnya pada akhirnya melakukan balas dendam untuk majikannya. Akhir dari peristiwa balas dendam ini para Ronin yang tetap menjunjung tinggi kesetiaan melakukan bunuh diri untuk mengikuti tuannya (Junshi), sebagai wujud kesetiaan tanpa batas seorang samurai kepada majikannya. Dengan menggunakan pendekatan analitis, pendekatan historis serta pendekatan semiotik sebagai acuan dalam menganalisa, maka penulis

mencoba merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimana latar belakang sejarah kehidupan para tokoh cerita pada Zaman Edo berdasarkan novel tersebut ?

2. Bagaimana latar belakang para tokoh cerita melakukan Junshi berdasarkan cerita novel Kisah 47 Ronin ?

I.3. Ruang Lingkup Pembahasan

Dari permasalahan-permasalahan yang ada maka penulis menganggap perlu adanya pembatasan ruang lingkup masalah dalam pembahasan nantinya. Hal ini dimaksudkan agar masalah penelitian tidak menjadi terlalu luas, sehingga penulisan dapat lebih terarah dan fokus.

(9)

Dalam analisis ini, penulis hanya akan membahas dan memfokuskan pada latar belakang kehidupan para samurai khususnya pada zaman feodal Jepang berdasarkan novel, juga perilaku para mantan samurai yang memilih untuk bunuh diri demi majikannya(Junshi), yang penulis gambarkan pada tokoh Asano Takumi Naganori dan Oishi Kuranosuke Yoshitaka juga kesetiaan terhadap Shogun, dilihat dari sejarah kehidupan pada saat itu. Sebagai pendukung data penulis juga akan mendeskripsikan bagaimana kondisi kehidupan para Samurai pada Zaman Edo khususnya yang menjadi latar belakang Kisah 47 Ronin.

I.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori a. Tinjauan Pustaka

Dalam pembahasan ini penulis mencoba untuk mengangkat salah satu unsur intrinsik dalam karya sastra novel yaitu tokoh. Tokoh dalam setiap karya sastra baik secara lisan(drama, teater) serta tulisan(novel, komik) mempunyai peranan yang sangat penting, karena tokoh merupakan alat atau perantara para pengarang sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat, moral atau sesuatu yang sengaja ingin di sampaikan kepada pembaca.

Boulton dalam Aminuddin ( 2000 : 79 ) mengungkapkan bahwa cara pengarang menggambarkan dalam memunculkan tokohnya itu dapat bermacam-macam. Pengarang dalam suatu novel bisa saja memunculkan tokoh sebagai pelaku yang memiliki semangat perjuangan dalam mempertahankan hidupnya, pelaku yang egois, kacau dan mementingkan diri sendiri dan mungkin pelaku yang hanya hidup dalam alam mimpi. Kesemua perilaku ini dalam dunia fiksi dapat berupa manusia atau tokoh lain yang di beri sifat manusia.

(10)

Perilaku tokoh merupakan suatu sifat atau karakter yang di munculkan oleh pengarang sebagai wujud dari karakteristik cerita yang coba diangkat oleh pengarang. Dalam menggambarkan berbagai perilaku yang terdapat dalam karya fiksi tersebut pengarang harus mengikuti alur cerita yang telah ada apabila kisah yang diangkat merupakan cerita fiksi sejarah, namun pengarang juga mempunyai kebebasan sendiri dalam menentukan jalan cerita atau karakter tokoh yang akan diangkat dalam karya tersebut.

Berbagai perilaku yang terdapat dalam karya cerita tentu saja saling berbeda antara satu tokoh dengan tokoh yang lainnya, namun dalam penelitian kali ini, penulis mencoba menggambarkan beberapa karakter tokoh yang terdapat pada Novel Kisah 47 Ronin ini.

Dalam konteks masalah keprilakuan tidak jauh berbeda dengan permasalahan ilmu-ilmu sosial seperti phisikologi, sosiologi serta ilmu-ilmu sosial lainnya. Ilmu keprilakuan(behavior science), merupakan percabangan dari ilmu-ilmu sosial dalam arti luas. Hal ini dimaksudkan bahwa ilmu-ilmu keprilakuan merupakan konsep awal dari ilmu-ilmu sosial yang lain.

Wilhelm Wundt dalam Danim Sudarwan (1997:40) di laboratorium Psychology-Experimental mengatakan bahwa ketajaman panca indera, waktu reaksi dan ketrampilan gerak manusia memberi efek luas terhadap aktifitas dalam penelitian keprilakuan. Menurut Wilhelm perilaku manusia secara hipotek merupakan fungsi dari ketajaman panca indera, kapasitasnya melakukan reaksi dan kecekatannya dalam bergerak. Ilmu pengetahuan tingkah laku(behavioral scince),merupakan disiplin akademik dan intelektual yang relatif baru. Ilmu ini merupakan bagian dari limu pengetahuan sosial .

(11)

Kazt dan Rosenzweig dalam Danim Sudarwan (1979:52), telah sepakat bahwa ilmu pengetahuan tingkah laku (perilaku) telah menjadi ilmu (scientific discipline).

Perilaku bunuh diri menurut Hidayat dalam Kiblat (1996 : 43-45), ”Individu yang melakukan tindakan bunuh diri berarti telah kehilangan jiwa dan pikiran.” Dari hal ini dapat diartikan bahwa tindakan bunuh diri yang dilakukan orang tersebut berdasarkan ketidakmampuan untuk berfikir secara wajar dengan akal sehat, sehingga mengambil jalan pintas untuk mengakhiri hidupnya agar lepas dari permasalahan yang dihadapinya. Emile Durkheim dalam Realitas Sosial (1985: 150 – 157), berpendapat bahwa perilaku bunuh diri merupakan salah satu gejala sosial.

Perilaku bunuh diri(Junshi), yang dilakukan masyarakat Jepang merupakan salah satu cara kematian yang dilakukan seorang pengikut untuk mengikuti kematian majikannya. Junshi yang dilakukan seorang bawahan kepada atasannya merupakan wujud dari kesetiaan bawahan kepada atasan.

Tujuan penelitian perilaku dalam skripsi ini yaitu untuk memahami, menjelaskan kepada pembaca atau para peneliti-peneliti awal mengenai pola perilaku para tokoh cerita melakukan bunuh diri (Junshi) berdasarkan latar belakang kisah yang terjadi pada saat itu.

b. Kerangka Teori

Penelitian ini lebih banyak menggabungkan antara sastra dengan budaya. Dalam hal ini sastra yang merupakan medium perantara dalam menyampaikan ide lebih banyak berorentasi dalam hal kebudayaan. Ratna (2005 : 10), berpendapat

(12)

bahwa intensitas hubungan antara sastra dan kebudayaan dapat dijelaskan melalui dua cara, pertama yaitu sebagaimana terjadinya intensitas hubungan antara sastra dengan masyarakat, sebagai sosiologi sastra, kaitan antara sastra dan kebudayaan dalam hal ini dipicu oleh stagnasi strukturalisme. Kedua, yaitu hubungan antara sastra dan kebudayaan juga dipicu oleh lahirnya perhatian terhadap kebudayaan, sebagai studi kultural.

Melville J.Herskovits dan Bronislaw Malinowski dalam Ratna (1997:25), berpendapat bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri.

Melville J.Herskovits dalam Ratna (1997:25), mengartikan kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa kebudayaan merupakan sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia. Wujud dari kebudayaan ini dapat berupa perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial , religi, seni dan lain-lain.

Jadi dapat dikatakan bahwa sastra dan kebudayaan berbagi wilayah yang sama, yaitu aktivitas manusia tetapi dengan cara yang berbeda, sastra melalui kemampuan imajinasi dan kreativitas sedangkan kebudayaan lebih banyak melalui kemampuan akal sebagai kemampuan intelektualitas.

Keterkaitan antara kedua hal ini tentu memiliki batasan tertentu, dalam proses analisis ini penulis menggunakan pandekatan historis, juga pendekatan semiotika. Pendekatan historis dalam hal ini dapat dihubungkan dengan teori tradisional. Teori ini berorientasi pada hal-hal sejarah dan makna yang terkandung dalam karya tersebut.

(13)

Namun dalam hal penelaahan karya sastra ini tetap berpatokan pada teks sastra, dalam hal ini adalah novel. Aminuddin (2000 : 46 ), mengatakan bahwa pendekatan historis adalah pendekatan yang menekankan pada pemahaman tentang biografi pengarang, serta latar belakang peristiwa yang melatari cerita tersebut.

Pendekatan semiotika merupakan pendekatan yang menggunakan unsur-unsur tanda dalam menganalisis. Hoed dalam Nurgiyantoro(1998: 40) berpendapat bahwa semiotika merupakan ilmu atau metode analisis yang mengkaji tanda. Tanda adalah sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain yang dapat berupa pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan dan lain-lain. Tanda-tanda ini dapat berupa gerakan anggota badan, mulut,mata, warna, bentuk, karya seni : sastra, lukis, patung, film, tari, musik dan lain-lain yang berada di sekitar kita. Faruk (1994 : 44) mendefinisikan bahwa semiotika ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa seluruh kebudayaan sebagai suatu tanda.

Teori Mimesis dalam Aminuddin (2000 : 57) memiliki anggapan bahwa teks sastra pada dasarnya merupakan wakil atau penggambaran dari realitas. Maka penulis mencoba menjabarkan bagaimana keadaan zaman pada saat terjadi, berdasarkan teks novel. Penelaahan ini tidak hanya meneliti bagaimana peristiwa yang terjadi berdasarkan sejarah tapi juga bagaimana karakter tokoh atau perilaku tokoh yang ada pada karya tersebut dan merupakan bagian dari sistem budaya masyarakat Jepang sendiri.

Perilaku tokoh yang merupakan sentral point dalam skripsi ini akan penulis bahas sesuai dengan latar belakang sejarah, juga penjabaran mengenai

(14)

tanda-tanda yang terdapat dalam novel ini. Tanda ini berupa anggota gerakan tubuh atau karakter sifat manusia serta penggambaran realitas kehidupan yang ada pada saat itu.

I.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian a. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok masalah yang telah di uraikan di atas, maka tujuan penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan sejarah kehidupan para tokoh cerita pada zaman Edo berdasarkan novel.

2. Mendeskripsikan apa yang melatari belakangi para Ronin untuk untuk melakukan Junshi dalam novel Kisah 47 Ronin.

b. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat nantinya bagi pihak-pihak tertentu baik penulis maupun pembaca, diantaranya yaitu :

1. Bagi para peneliti yang ingin mempelajari mengenai salah satu perilaku masyarakat Jepang khususnya kaum samurai yaitu Junshi. 2. Sebagai sumber tambahan dalam penelitian sejarah Jepang yang

berhubungan dengan Junshi.

I.6. Metode Penelitian

Metode dalam melakukan sebuah penelitian merupakan salah satu jalan untuk menghasilkan sebuah penelitian yang bagus. Dalam penelitian ini penulis

(15)

mencoba menggunakan metode Library Research (Studi kepustakaan) dan metode deskriptif. Menurut Koentjaraningrat ( 1976 : 30) penelitian deskriptif yaitu penelitian yang memberikan gambaran secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok. Dalam hal ini data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar,dan bukan data angka. Studi kepustakaan merupakan suatu kegiatan penelitian yang banyak menggunakan atau mengambil sumber acuan dari berbagai buku yang berhubungan dengan karya sastra , kritik sastra serta buku-buku lainnya sebagai literatur tambahan.

Dalam memecahkan permasalahan penelitian ini, penulis mengumpulkan keseluruhan data yang ada yang berupa data tulisan. Data ini dapat berupa buku-buku, artikel, informasi baik dari media elektronik maupun tulisan, selain itu penulis juga memanfaatkan berbagai fasilitas seperti Perpustakaan Umum Universitas Sumatera Utara, Perpustakaan Progarm Studi Bahasa dan Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara, Perpustakaan Konsulat Jendral Jepang di Medan, serta website atau situs-situs yang menunjang dalam proses pengumpulan data-data dalam penelitian ini.

Referensi

Dokumen terkait

Riset ini memiliki tujuan dalam pelaksanaannya, tujuan riset ini yakni untuk melihat pengaruh negatif yang didapatkan oleh manajeman laba atas keberadaan dewan

4. Lakukan diskusi dan pembahasan soal-soal dan kunci jawaban dengan teman dalam kelompok diskusi. Kerjakanlah Lembar Kerja pada modul Kelompok Kompetensi G

Pengaruh secara simultan (bersama-sama) tersebut membuka peluang terjadinya pengaruh secara simultan (bersama-sama) antara imbalan dan kualitas kehidupan kerja

• Suatu organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyatnya • Ilmu politik mempelajari negara,.. tujuan negara, lembaga-lembaga

Selain itu, dengan memandang kemiskinan bukan hanya sebagai fenomena yang bersifat unidimensional namun sebagai bentuk deprivasi dari berbagai dimensi serta beberapa

Ratifikasi UNCAC 2003 oleh pemerintah Indonesia yang secara politis menempatkan posisi Indonesia sebagai salah satu negara di Asia yang memiliki komitmen pemberantasan korupsi

Efektivitas media schedule board dalam meningkatkan keterampilan menulis kalimat bahasa jepang (penelitian eksperimen murni terhadap siswa kelas viii-d smp laboratorium upi tahun