• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia (Sumijatun, 2009).Tantangan ini memaksa rumah sakit untuk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia (Sumijatun, 2009).Tantangan ini memaksa rumah sakit untuk"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rumah Sakit

Rumah sakit merupakan tatanan pemberi jasa layanan kesehatan memiliki peran yang strategis dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di Indonesia (Sumijatun, 2009).Tantangan ini memaksa rumah sakit untuk mengembangkan kemampuannya dalam berbagai aspek untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang bertanggung jawab dan bermutu.

Menurut UU No.44 tahun 2009 rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Depkes RI, 2009).

Aditama (2007) menyatakan rumah sakit perlu mengelola dengan baik semua sumber daya yang ada di dalamnya agar dapat memenuhi harapan masyarakat.Rumah sakit memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Paradigma baru pelayanan kesehatan mengharuskan rumah sakit memberikan pelayanan berkualitas sesuai kebutuhan dan keinginan pasien dengan tetap mengacu pada kode etik profesi. Dalam perkembangan teknologi

(2)

yang pesat dan persaingan yang semakin ketat, maka rumah sakit dituntut untuk terus melakukan peningkatan kualitas pelayanannya (Depkes RI, 2007).

Pada prinsipnya manajemen rumah sakit sama dengan manajemen pada umumnya. Menurut Suyanto (2009), manajemen adalah sebuah kegiatan yang sangat kompleks namun teratur, sehingga manajemen dilaksanakan dengan baik akan mencapai hasil kegiatan yang maksimal. Selain itu manajemen juga mempelajari bagaimana meningkatkan hasil kerja dengan memperhatikan faktor motivasi dan kepuasan.

2.2. Keperawatan

Pengertian manajemen keperawatan menurut Suyanto (2009) adalah suatu tugas khusus yang harus dilaksanakan oleh pengelola keperawatan untuk merencanakan, mengorganisasi, mengarahkan, serta mengawasi sumber-sumber yang ada baik sumber daya manusia, alat maupun dana, sehingga dapat memberikan pelayanan keperawatan yang efektif, baik kepada pasien, keluarga, dan masyarakat. Sedangkan menurut Marquis dan Huston (2010) pengelolaan pelayanan keperawatan membutuhkan sistim manajerial keperawatan yang tepat untuk mengarahkan seluruh sumber daya keperawatan dalam menghasilkan pelayanan keperawatan yang prima dan berkualitas. Manajemen keperawatan merupakan koordinasi dan integrasi dari sumber-sumber keperawatan dengan menerapkan proses manajemen untuk mencapai tujuan pelayanan keperawatan. Hal ini tentu perlu didukung oleh seorang manajer yang mempunyai kemampuan manajerial yang handal untuk melaksanakan fungsi

(3)

perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian aktivitas-aktivitas keperawatan.

Prinsip-prinsip umum manajemen keperawatan (Swanburg, 2000) : 1. Manajemen keperawatan adalah perencanaan

2. Manajemen keperawatan adalah pengguna waktu yang efektif. 3. Manajemen keperawatan adalah membuat keputusan.

4. Pemenuhan kebutuhan asuhan keperawatan pasien adalah urusan manajer perawat.

5. Manajemen keperawatan adalah perumusan dan pencapaian tujuan sosial. 6. Manajemen keperawatan adalah pengorganisasian.

7. Manajemen keperawatan menunjukkan fungsi, posisi atau tingkat sosial, disiplin, dan bidang studi.

8. Manajemen keperawatan adalah bagian yang aktif dari divisi keperawatan, organisasi, dan lembaga.

9. Budaya organisasi mencerminkan nilai-nilai dan kepercayaan. 10. Manajemen keperawatan adalah mengarahkan atau memimpin.

11. Divisi keperawatan yang dikelola dengan baik memotivasi pekerja untuk kinerja yang memuaskan.

12. Manajemen keperawatan adalah komunikasi yang efisien.

(4)

Tujuan keperawatan umum meliputi :

1. Meningkatkan dan mempertahankan kualitas pelayanan rumah sakit.

2. Meningkatkan penerimaan masyarakat tentang profesi keperawatan dengan mendidik perawat agar mempunyai sikap profesional dan bertanggung jawab dalam pekerjaan.

3. Meningkatkan hubungan dengan pasien, keluarga, dan masyarakat.

4. Meningkatkan pelaksanaan kegiatan umum dalam upaya memberi kenyamanan pasien.

5. Meningkatkan komunikasi antara staf.

6. Meningkatkan kualitas dan produktifitas kerja staf keperawatan.

Berdasarkan SK Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 908/MENKES/SK/VII/2010, Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan yag ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.

Peran perawat merupakan peran yang sangat penting. Baik atau tidaknya kualitas layanan profesi keperawatan, dirasakan oleh klien. Keperawatan sebagai profesi profesional bukan hanya dibuktikan dengan jenjang pendidikan yang tinggi tetapi juga harus diwujudkan ke dalam aktivitas pelayanan yang nyata (Asmadi, 2008).

(5)

2.3. Kepuasan Kerja

2.3.1. Definisi Kepuasan Kerja

MenurutMcShane dan Von Glinow dalam (Wibowo, 2014) memandang kepuasan kerja sebagai evaluasi seseorang atas pekerjaannya dan konteks pekerjaan. Kotler dan Keller (2009) mendefinisikan kepuasan (satisfaction) sebagai perasaan senang atau kecewa yang berasal dari perbandingan antara persepsi (perseption) terhadap hasil (perfomance) suatu produk dengan harapannya (excpectation). Kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja yang dirasakan dibandingkan dengan harapannya. Menurut Sutrisno (2010) kepuasan kerja adalah suatu sikap karyawan terhadap pekerjaan yang berhubungan dengan situasi kerja, kerjasama antar karyawan, imbalan yang diterima dalam kerja, dan hal-hal yang menyangkut faktor fisik dan psikologis.

Kepuasan kerja menurut Zainoeddin, dkk (2006) adalah mengacu kepada sikap individu secara umum terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi mempunyai sikap positif terhadap pekerjaannya. Seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya mempunyai sifat negatif terhadap pekerjaannya tersebut.

Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja. Tingkat kepuasan kerja yang mutlak tidak ada karena secara individu berbeda standar kepuasannya. Konsep semacam ini melihat kepuasan sebagai suatu hasil dari interaksi manusia dan lingkungannya. Jadi, determinasi semacam ini meliputi perbedaan-perbedaan maupun situasi lingkungan pekerjaan. Disamping itu perasaan seseorang

(6)

terhadap pekerjaannya tentu sekaligus merupakan refleksi dari sikapnya terhadap pekerjaannya.Kepuasan merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atas perasaan sikapnya senang atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam melakukan pekerjaannya (Rivai, 2009).

2.3.2. Teori Kepuasan Kerja

Teori tentang kepuasan kerja yang cukup dikenal dalam Rivai (2013), yaitu : a. Teori Ketidaksesuaian (Discprepancy Theory)

Teori ini mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara sesuatu yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan. Sehingga apabila kepuasannya diperoleh melebihi dari yang diinginkan, maka seseorang akan menjadi lebih puas lagi, sehingga terdapat discrepancy yang positif. Kepuasan kerja seseorang tergantung selisih antara sesuatu yang dianggap akan didapatkan dengan apa yang dicapai.

b. Teori Keadilan (Equity Theory)

Teori ini mengemukakan bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas, tergantung pada ada atau tidak puas, tergantung pada ada atau tidaknya keadilan dalam suatu situasi, khusunya situasi kerja.

c. Teori dua faktor (Two Factor Theory)

Menurut teori ini kepuasan kerja dan ketidakpuaasan kerja itu merupakan hal yang berbeda. Teori ini merumuskan karakteristik pekerjaan menjadi dua kelompok yaitu :

(7)

1) Faktor satisfier (motivator), bersifat intrinsik ialah faktor yang dianggap sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari prestasi yang diraih, penghargaan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, dan promosi. Semua faktor ini mempengaruhi kepuasan kerja dan membimbing kearah motivasui kerja yang lebih tinggi.

2) Faktor dissatisfier (hygiene), bersifat ekstrinsik ialah faktor yang terbukti menjadi sumber ketidak puasan yang terdiri dari kebijakan dan administrasi perusahaan, pengawasan, gaji, hubungan antar pribadi, kondisi kerja, keamanan, dan status. Berkurangnya faktor ini akan menimbulkan rasa tidak puas terhadap pekerjaan.

Menurut Colquitt, LePine, dan Wesson dalam (Wibowo, 2014) mengemukakan:

1. Pay Satisfaction

Mencerminkan perasaan pekerja tentang bayaran mereka, termasuk apakah sebanyak yang mereka berhak mendapatkan, diperoleh dengan aman, dan cukup untuk pengeluaran normal dan kemewahan. Pay satisfaction didasarkan pada perbandingan antara bayaran yang diinginkan pekerja dengan yang mereka terima.

2. Promotion Satisfaction

Mencerminkan perasaan pekerja tentang kebijakan promosi perusahaan dan pelaksanaannya, termasuk apakah promosi sering diberikan, dilakukan dengan jujur, dan berdasarkan kemampuan.

(8)

3. Supervision Satisfaction

Mencerminkan perasaan pekerja tentang atasan mereka, termasuk apakah mereka kompeten, sopan, dan komunikator yang baik dan bukannya bersifat malas, mengganggu dan menjaga jarak.

4. Coworker Satisfaction

Mencerminkan perasaan tentang teman sekerja mereka, termasuk apakah rekan sekerja mereka cerdas, bertanggung jawab, membantu, menyenangkan dan menarik.

5. Satisfaction with the work itself

Mencerminkan perasaan pekerja tentang tugas pekerjaan mereka sebenarnya, termasuk apakah pekerjaan itu menantang, menarik, dihormati, dan memanfaatkan keterampilan penting daripada sifat pekerjaan yang menjemukan, berulang-ulang dan tidak nyaman.

6. Altruism

Merupakan sifat suka membantu orang lain dan menjadi penyebab moral. Sifat ini ditujukan oleh kesediaan orang untuk membantu rekan sekerja ketika sedang menghadapi banyak tugas.

7. Status

Status menyangkut prestise, mempunyai kekuasaan atas orang lain atau merasa memiliki popularitas.

8. Environment

(9)

2.3.3. Faktor-faktor Kepuasan Kerja

Banyak faktor yang memengaruhi kepuasan kerja. Faktor itu sendiri dalam peranannya memberikan kepuasan kepada karyawan tergantung pada pribadi masing-masing karyawan.

Mangkunegara (2005) menyatakan ada dua faktor yang memengaruhi kepuasan, yaitu :

1. Faktor yang ada pada diri pegawai, yaitu : kecerdasan (IQ), kecakapan khusus, umur, jenis kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, kepribadian, emosi, cara berpikir, persepsi, dan sikap bekerja.

2. Faktor pekerjaan yaitu : jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat (golongan), kedudukan, mutu pengawasan, jaminan finansial, kesempatan promosi jabatan, interaksi sosial dan hubungan kerja.

Menurut Job Descriptive Index (JDI) dalam Rivai (2009) faktor penyebab kepuasan kerja adalah bekerja pada tempat yang tepat, pembayaran yang sesuai, organisasi dan manajemen, supervisi pada pekerjaan yang tepat, orang yang berada dalam pekerjaan yang tepat.

Dalam suatu pekerjaan karyawan cenderung lebih menyesuaikan pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dalam menawarkan beragam tugas, kebebasan, dan umpan balik mengenai betapa baik mereka bekerja.

(10)

2.3.4. Pengukuran Kepuasan Kerja

Untuk mengukur kepuasan kerja menurut Mangkunegar (2005) dapat dilakukan dengan beberapa cara salah satunya adalah pengukuran kepuasan kerja dengan skala indeks deskripsi jabatan. Skala pengukuran ini dikembangkan oleh Smith, Kendall dan Hulin pada tahun 1969. Dalam penggunaannya, pegawai ditanya mengenai pekerjaannya maupun jabatan yang dirasakan sangat baik dan sangat buruk, dalam skala mengukur sikap dari lima area yaitu kerja, pengawasan, upah, promosi dan co-worker. Setiap pertanyaan yang diajukan harus dijawab oleh pegawai dengan cara memnandai jawabannya. Menurut Smith, Kendall dalam Sopiah 2005 ada beberapa dimensi kepuasan kerja yang dapat digunakan untuk mengungkapkan karakteristik penting mnegenai pekerjaan. Dimensi tersebut meliputi :

1. Pekerjaan, yaitu sejauh mana pekerjaan itu mampu menyediakan tugas yang menarik, kesempatan untuk menerima suatu tanggung jawab.

2. Gaji, yaitu sejumlah uang yang diterima berdasarkan tingkatan seseorang dalam organisasi.

3. Pengawasan, yaitu kemampuan seorang supervisor dalam menyediakan bantuan teknis dan dukungan perilaku kerja.

4. Rekan kerja, yaitu sejauh mana rekan kerja mendukung pekerjaan secara teknis maupun sosial.

Menurut Kreitner dan Kinicki (2005)unsur yang menjadi penyebab kepuasan kerja adalah :

(11)

1. Need Fulfillment (Pemenuhuan kebutuhan).

2. Discrepancies (Ketidaksesuaian).

3. Value Attainment (Pencapaian nilai)

4. Equity (Keadilan).

5. Dispositional/Genetic Components (Komponen watak/genetik).

2.4. Kinerja

2.4.1. Definisi Kinerja

Moeheriono (2009), menyatakan kinerja atau performance merupakan gambaran mengetahui tingkatpencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis suatu organisasi. Menurut Ilyas (2001), kinerja adalah penampilan hasil karya personil dalam suatu organisasi.

2.4.2. Evaluasi Kinerja

Moeheriono (2009), evaluasi kerja adalah proses pengukuran dan membandingkan dari pada hasil kegiatan operasional yang telah dicapai dengan hasil yang seharusnya dicapai menurut target dan standar yang telah ditentukan oleh organisasi.Menurut Ilyas (2001) penilaian kinerja adalah suatu proses menilai hasil karya personil dalam suatu organisasi melalui instrumen kinerja dan pada hakekatnya merupakan suatu evaluasi terhadap penampilan kerja personil dengan membandingkannya dengan standar baku penampilan. Ilyas mengemukakan bahwa pengukuran kinerja dirancang agar penilaian prestasi kerja reliable, agar pengukuran

(12)

kerja reliable maka pengukuran didasarkan pada data produksi yang diukur dari keluaran secara kuantitatif dan kualitatif dari tugas yang diselesaikan.

Sedangkan menurut Griffin (2004), penilaian kinerja (performance appraisal) adalah suatu penilaian formal mengenai seberapa baikkaryawan melakukan pekerjaan mereka. Metode penilaian yang umum adalah metode objektif dan metode pertimbangan.

2.4.3. Kinerja dalam Manajemen Keperawatan

Perawat ingin diukur kinerja nya berdasarkan standar objektif yang terbuka dan dapat dikomunikasikan. Penilaian kinerja perawat adah suatu proses di mana pencapaian kinerja individu atau kelompok diukur dan dievaluasi dan dibandingkan dengan standar yang telah ditentukan (Ellis & Hartley, 2012). Salah satu evaluasi kinerja itu mengacu pada standar praktik keperawatan. Praktik keperawatan adalah tindakan mandiri perawatan professional melalui kerjasama dengan pasien baik individu, keluarga, kelompok/ komunitas dan berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan lingkup dan tanggung jawabnya. Asuhan keperawatan adalah inti dari praktek keperawatan dilaksanakan sesuai dengan lingkup dan wewenang serta tanggung jawab profesi keperawatan. (Deden Dermawan, 2012)

Proses keperawatanmeliputi : a. Pengkajian

Tahapan awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk

(13)

mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Hal ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi pola fungsi kesehatan klien, baik yang efektif optimal maupun yang bermasalah. (Budiono dan Sumirah, 2015)

b. Diagnosis Keperawatan

Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehaatan atau proses kehidupan aktual ataupun potensial sebagai dasar pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil tempat perawat bertanggung jawab. (Budiono dan Sumirah, 2015) c. Rencana Keperawatan

Menurut Carpenito (2000) dalam Isti (2009), rencana tindakan keperawatan adalah rencana yang disusun oleh perawat untuk kepentingan keperawatan bagi perawat yang menuliskan dan perawat lainnya.

d. Implementasi Keperawatan

Fokus tahap pelaksanaan tindakan keperawatan adalah kegiatan pelaksanaan tindakan dari perencanaan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional. Proses Implementasi terdiri dari : mengkaji klien kembali, menentukan kebutuhan bantuan perawat lain, mengimplementasikan strategi keperawatan dan mengkomunikasikan tindakan-tindakan keperawatan. (Sumijatun, 2010)

e. Evaluasi

Menurut Griffith & Christensen (1986) dalam Isti (2009) evaluasi sebagian yang direncanakan, dan diperbandingkan yang sistemik pada status kesehatan klien.

(14)

2.4.4. Tujuan dan Syarat Evaluasi Kinerja Keperawatan

Menurut Ivancevichdalam (Dharma, 2010) evaluasi kinerja mempunyai tujuan antara lain: 1. Pengembangan 2. Pemberian Reward 3. Motivasi 4. Perencanaan SDM 5. Kompensasi 6. Komunikasi.

Syarat-syarat untuk penilaian kinerja adalah sebagai berikut :

1. Spesifik dan jelas sehingga dapat dipahami dan tidak ada kemungkinan kesalahan interpensi.

2. Dapat diukur secara objektif baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif, yaitu dua atau lebih yang mengukur indikator kinerja mempunyai kesimpulan yang sama.

3. Relevan, indikator kinerja harus menangani aspek-aspek objektif yang relevan. 4. Dapat dicapai, penting dan harus berguna untuk menunjukkan keberhasilan

masukan, keluaran, hasil, manfaat dan dampak serta proses.

5. Harus cukup fleksibel dan sensitif terhadap perubahan pelaksanaan dan hasil pelaksanaan kegiatan.

(15)

6. Efektif, data/informasi yang berkaitan dengan indikator kinerja yang bersangkutan dapat dikumpulkan, diolah, dan dianalisis dengan biaya yang tersedia.

Untuk evaluasi kinerja perawat itu sendiri bertujuan untuk mendapatkan segala informasi mengenai kelebihan dan kekurangan perawat dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan fungsi dan perannya yang kemudian akan dijadikan pertimbangan untuk memutuskan beberapa kebijakan terkait pendidikan dan pelatihan, promosi, pemindahan, terminasi, kenaikan gaji dan sebagai salah satu hal yang memotivasi perawat dalam meningkatkan kinerjanya ( Kaluzy, 1982).

2.4.5. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja

Menurut Gibson dalam(Ilyas, 2001), ada tiga faktor (variabel) yang memengaruhi kinerja seseorang yaitu :

a. Faktor individu, terdiri dari kemampuan dan keterampilan, latar belakang dan demografis. Variabel kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama yang memengaruhi prilaku dan kinerja invidu, variabel demografis mempunyai efek tidak langsung pada prilaku dan kinerja individu.

b. Faktor psikologi, terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Variabel ini banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya, dan variabel demografis. Variabel seperti persepsi, sikap, kepribadian, dan belajar merupakan hal yang kompleks dan sulit diukur.

c. Faktor organsisasi berefek tidak langsung terhadap prilaku dan kinerja individu, terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur, dan desain pekerjaan.

(16)

2.5. Kerangka Konsep

Kerangka konsep yang dikembangkan dalam penelitian ini, mengacu pada latar belakang dan teori, maka dalam kerangka konsep ini dijelaskan bahwa kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja perawat. Di mana kepuasan kerja tersebut terdiri dari beberapa aspek, yaitu pay satisfaction, promotion satisfaction, supervision

satisfaction, coworker satisfaction, satisfaction with the work itself, altruism, status,

environment.

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Kepuasan Kerja :

1. Pay Satisfaction

2. Promotion Satisfaction

3. Supervision satisfaction

4. Coworker Satisfaction

5. Satisfaction with the work itself

6. Altruism

7. Status

8. Environment

Kinerja :

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Kepuasan Kerja :

Referensi

Dokumen terkait

Pelayanan Umum sesuai dengan sumber data yang ada berdasarkan kegiatan yang telah dilakukan untuk dipergunakan sebagai bahan masukan bagi atasan; dan 19 Melaksanakan tugas-tugas

s halom, hidup kita tidak ternilai harganya semahal darah Yesus, belajarlah menghargai orang lain sewajarnya, sebab mereka masih belum tahu harga hidup mereka, sementara jika

Analisis data bivariat adalah analisa yang dilakukan lebih dari dua variabel (Notoadmodjo, 2005).Analisa ini digunakan untuk menguji pengaruh terapi akupresur dalam

47 Desa Sukamantri Kecamatan Paseh 74 TBM Putra Indonesia Eva Noersyarifah Kampung Rajadesa RT 06/ 05 Desa Cipaku Kecamatan Paseh 75 TBM Nurhasanah Ina Winarni, S.Pdi Kampung Sadang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah dengan menggunakan metode CAMELS dan RGEC ini menunjukkan predikat

Selain itu, pembelajaran masih berpusat kepada guru (teacher centered), yang mengakibatkan siswa menjadi pasif dan tidak dapat mengembangkan potensi yang

Jumlah total lokasi container 20’ dan 40’ harus sama dengan total jumlah lokasi dalam kapal, dimulai dari satu sampai jumlah lokasi yang telah ditentukan.. Pembangkitan N