• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS PELATIHAN SENAM OTAK TERHADAP PENINGKATAN INGATAN JANGKA PENDEK PADA ANAK AKHIR SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "EFEKTIVITAS PELATIHAN SENAM OTAK TERHADAP PENINGKATAN INGATAN JANGKA PENDEK PADA ANAK AKHIR SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi"

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS PELATIHAN SENAM OTAK TERHADAP PENINGKATAN INGATAN JANGKA PENDEK PADA ANAK AKHIR

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh: Alexander Denny Kristian

NIM : 079114071

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)

iii

(4)

iv

HALAMAN MOTTO

Tuhan tidak memanggil kita untuk untuk meraih keberhasilan, Ia memanggil kita untuk menunjukkan kesetiaan. (Bunda Teresa)

Ya Tuhan, ajarilah aku melayani...

memberi...dan tidak menghitung hasilnya. (Ignasius Loyola)

Aku bahagia, jika karena aku engkau bahagia (NN)

Hidup ini adalah pilihan.

Jangan pernah menyesali setiap pilihan yang telah kau ambil, karena kehidupan ini sesungguhnya lebih besar

(5)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan penuh k er endahan hat i , sk r i ps i i ni kuper s embahk an unt uk

Sa n g Pen ci p t a M a ha N a r en d r a y a n g su n ggu h l u a r bi a sa d a n

m em ber i k ei n d ah a n m ak n a k eh i d u p a n di set i a p p er i st i w a y a n g

k u a l a m i . T a n ga n -N y a y a n g sen a n t i a sa t er u l u r m em bu a t k u d a p a t

sem a k i n m en d a l a m i m ak n a k eset i a a n , ber ser a h , d a n sy u k u r d a l a m

h i d u p .

Or a n gt u ak u t er ci n t a , B a p a k Pa u l u s Pu ji y a n t o d a n I bu Ch . B u di

H a r t i n i y a n g sel a l u m en gu a t k a n , m en d or on g, d a n m en ga j a r k a n k u

a r t i p en gor ba n a n , k et ek u n a n d a n k er j a k er a s seh i n gga a k u p u n d a pa t

(6)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 15 Agustus 2012 Penulis

(7)

vii

EFEKTIVITAS PELATIHAN SENAM OTAK TERHADAP PENINGKATAN INGATAN JANGKA PENDEK PADA ANAK AKHIR

Alexander Denny Kristian

ABSTRAK

Penelitian kuasi eksperimen ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelatihan senam otak terhadap ingatan jangka pendek anak akhir. Desain penelitian yang digunakan adalah non-randomized pretest-posttest control group design. Subjek penelitian adalah anak kelas 5 Sekolah Dasar dan berusia 10-11 tahun. Subjek penelitian (N=69) dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu siswa SD Negeri 1 Jimbung Klaten sebagai kelompok eksperimen (n=33) dan siswa SD Negeri 6 Jimbung Klaten sebagai kelompok kontrol (n=36). Subjek penelitian dipilih melalui proses

purposive sampling. Kelompok eksperimen mendapatkan pelatihan senam otak selama 10 hari berturut-turut, sedangkan kelompok kontrol tidak mendapatkan perlakuan. Ingatan jangka pendek pada anak diukur dengan digit-span, yakni melihat banyaknya bilangan yang dapat diingat dan dituliskan kembali secara tepat setelah melihat 20 bilangan yang disajikan selama 30 detik. Bilangan-bilangan tersebut terdiri dari 2 digit angka dan dipilih secara acak dengan mengesampingkan asosiasi terhadap bilangan tertentu. Penelitian ini menggunakan teknik analisis

independent sample t-test untuk gain score. Hasil analisis data menunjukkan bahwa uji t pada gain score memiliki nilai t sebesar 6,305 dengan p = 0,000 (p<0,05). Hasil perhitungan tersebut menunjukkan gain score pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berbeda secara signifikan. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pelatihan senam otak yang dilakukan secara rutin dengan kombinasi gerakan tertentu dan didahului langkah PACE efektif untuk meningkatkan ingatan jangka pendek pada anak akhir.

(8)

viii

EFFECTIVENESS OF BRAIN GYM TRAINING FOR SHORT-TERM MEMORY IMPROVEMENT IN LATE CHILDHOOD

Alexander Denny Kristian

ABSTRACT

This quasi experimental research aimed to find out the influence of brain gym training for short-term memory in late childhood. This study used non-randomized pretest-posttest control group design. Subjects were fifth grade elementary school children and aged 10-11 years. The study subjects (N = 69) were divided into 2 groups: Jimbung 1 Klaten elementary school students as the experimental group (n = 33) and Jimbung 6 Klaten elementary school students as the control group (n = 36). Subjects were selected through purposive sampling process. The experimental group received brain gym training for 10 consecutive days, while the control group did not get treatment. Short-term memory in children was measured by digit-span, the amount of numbers that can be remembered and written back correctly after seeing the 20 numbers. The numbers were presented for 30 seconds. Each number consisted of two digit numbers and were randomly selected by ignoring certain numbers associations. This study used independent sample t-test analysis to gain scores. The result of data analysis shows that the t test on gain score has t score of 6,305 with p = 0,000 (p<0,05). The calculation result shows gain scores in experimental group and control group are significantly different. That result concludes that brain gym training conducted on a regular basis with a combination of movements and preceded PACE effectively improves short-term memory in late childhood.

(9)

ix

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma

Nama : Alexander Denny Kristian Nomor Mahasiswa : 079114071

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

Efektivitas Pelatihan Senam Otak

Terhadap Ingatan Jangka Pendek Pada Anak Akhir

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 15 Agustus 2012

Yang menyatakan,

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih-Nya yang telah menyertai penulis selama penyusunan skripsi ini hingga selesai. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana dari Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Skripsi ini disusun atas kepedulian penulis terhadap metode belajar untuk meraih prestasi, khususnya mengingat materi yang disampaikan oleh guru. Terdorong keinginan memberikan sumbangan ide tentang salah satu metode pembelajaran, penulis menyusun sebuah penelitian eksperimen yang menguji keefektivitasan senam otak untuk meningkatkan ingatan jangka pendek pada anak. Penulis melakukan penelitian agar dapat dijadikan sebagai pertimbangan pihak sekolah dalam mendampingi anak untuk memahami materi pelajaran secara optimal.

Dalam proses penyusunan skripsi ini, peneliti menyadari bahwa penelitian ini juga dapat terlaksana atas bantuan berbagai pihak yang telah memberikan sumbangan pikiran, waktu, tenaga, bimbingan, dan dorongan kepada penulis. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Romo Dr. A. Priyono Marwan, SJ. selaku dosen pembimbing skripsi. Terima

kasih atas kesabaran, diskusi, masukan, serta nilai-nilai dan keutamaan yang Romo berikan selama mendampingi penyusunan skripsi ini.

(11)

xi

3. Ibu Titik Kristiyani, M.Psi. selaku Kaprodi yang telah membuat proses pengajuan judul skripsi ini menjadi lancar.

4. Bapak V. Didik Suryo H., S.Psi., M.Si. selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingannya hingga skripsi ini selesai dikerjakan dan selaku dosen penguji atas saran dan pertimbangan untuk kelengkapan penulisan skripsi ini. 5. Ibu MM. Nimas Eki S., S.Psi., M.Si., Psi. selaku dosen penguji skripsi yang

telah memberikan saran yang sangat berguna.

6. Bapak Agung Santoso, S.Psi., M.A. yang telah bersedia memberikan penjelasan analisis statistik yang sangat membantu.

7. Mas Gandung, Ibu Nanik, Mas Doni, Mas Muji, dan Pak Gik atas kerjasama dan bantuannya selama perkuliahan, ujian, dan penyelesaian skripsi.

8. Bapak Soleh, S.Pd. selaku Kepala Sekolah SD Negeri 2 Jimbung Klaten dan siswa-siswi kelas 5 yang telah mendukung dan membantu selama pilot study. 9. Ibu Ch. Budi Hartini, S.Pd.SD selaku Kepala Sekolah SD Negeri 1 Jimbung

dan SD Negeri 6 Jimbung Klaten beserta semua staf guru yang telah memberikan izin penelitian dan membantu kelancaran proses penelitian. 10. Siswa-siswi kelas 5 SD Negeri 1 Jimbung dan SD Negeri 6 Jimbung yang

telah bersedia menjadi subjek penelitian selama dua minggu.

11. Anastasia Anggun Novianti yang selalu menemani penulis, baik menjadi asisten penelitian maupun teman setia selama proses penyusunan skripsi ini. 12. Terima kasih yang tidak terhingga untuk keluarga penulis, Bapak Paulus

(12)

xii

seluruh keluarga besar yang selalu memberikan dukungan, doa, dan tidak lelah mengingatkan peneliti untuk selalu tekun mengerjakan skripsi ini.

13. Teman-teman angkatan 2007 atas dukungan dan bantuannya dalam diskusi tentang penelitian-penelitian.

14. Adik-adik angkatan, khususnya Puput, Lusi, Elisa, Benoni, Skolas, dan Wahyu ‘Pakdhe’, atas dukungan, tambahan referensi, dan diskusi yang menyenangkan.

15. Semua teman, saudara, dan kenalan yang tidak disebutkan satu per satu atas doa dan dukungannya.

Penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis menerima segala kritik dan saran yang dapat menyempurnakan karya ini.

Akhirnya kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Yogyakarta, 15 Agustus 2012 Penulis,

(13)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ……….. ii

HALAMAN PENGESAHAN……….... iii

HALAMAN MOTTO ………. iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ……… v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .………... vi

(14)

xiv

A. Ingatan ...………... 9

1. Pengertian Ingatan ...………... 9

2. Sistem Penyimpanan Informasi ...……….. 9

3. Sistem Pemrosesan Informasi ...………... 13

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ingatan Jangka pendek.. 19

B. Anak ………....……… 22

D. Pengaruh Senam Otak Terhadap Ingatan Jangka Pendek ..…… 38

E. Hipotesis Penelitian ……… 41

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ……… 42

A. Jenis Penelitian ………... 42

B. Identifikasi Variabel ………... 42

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian ……….. 43

1. Variabel Bebas ...……….. 43

(15)

xv

F. Instrumen Penelitian dan Metode Pengumpulan Data ……….. 47

(16)

xvi

2. Persyaratan Pengaruh ………... 57

3. Uji Asumsi ……… 58

a. Uji Normalitas ……… 58

b. Uji Homogenitas ……..………... 59

4. Uji Hipotesis ………. 60

E. Pembahasan ………. 61

F. Keterbatasan Penelitian ……….. 66

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ..………. 67

A. Kesimpulan ………. 67

B. Saran ………... 67

DAFTAR PUSTAKA ……….. 70

(17)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bagan Aliran Informasi dan Sistem Memori (Atkinson & Shiffrin, 1971) ...………... 13 Gambar 2. Skema Multi-Store Model (Atkinson & Shiffrin, 1971 dalam

Foster, 2009) …………..……... 14 Gambar 3. Bagan Non-randomized Pretest-Posttest Control Group

(18)

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Tabel Data Deskriptif Penelitian ………..…………... 57

Tabel 2. Tabel Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov one sample …... 59

Tabel 3. Tabel Uji Homogenitas Lavene test …....…………..………... 60

(19)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A. Petunjuk Pelaksanaan Pre-test dan Post-test ..……… 74

Lampiran B. Instrumen Pengukuran Ingatan Jangka Pendek ……….. 79

Lampiran C. Petunjuk Gerakan Senam Otak ……….. 82

Lampiran D. Pelaksanaan Pelatihan Senam Otak ………..…. 89

Lampiran E. Daftar Hadir Subjek ………...………….. 94

Lampiran F. Skor Pre-test dan Post-test Kelompok Eksperimen .……….. 100

Lampiran G. Skor Pre-test dan Post-test Kelompok Kontrol ……..…... 105

Lampiran H. Perhitungan Statistik ………....…... 110

Lampiran I. Surat Keterangan Penelitian ..………..….... 116

(20)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa anak-anak adalah suatu periode kehidupan yang sangat penting dan unik. Pada periode tersebut, suatu landasan penting diletakkan sebagai dasar bagi tahun-tahun berikutnya (Santrock, 2002). Hurlock (1980) juga mengatakan hal yang sama. Anak-anak diharapkan memperoleh dasar-dasar pengetahuan yang dianggap penting untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa dan mempelajari keterampilan penting tertentu. Salah satu cara untuk memperoleh dasar pengetahuan bagi kehidupan seseorang adalah dengan proses belajar.

(21)

Materi ajar yang diberikan kepada anak memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan. Kedalaman materi ajar tersebut didasarkan pada kompetensi yang sesuai dan relevan dengan tahap perkembangan anak dan dilakukan secara bertingkat (Departemen Pendidikan Nasional, 2005, pasal 8). Hal ini dapat dipahami bahwa anak yang berada pada tingkat yang lebih tinggi akan menerima materi ajar yang lebih kompleks dalam proses belajar. Semakin kompleks materi yang diberikan, anak dituntut memiliki kemampuan untuk memahami dan menguasai materi atau informasi tersebut. Kemampuan tersebut perlu didukung oleh daya konsentrasi yang baik saat mengikuti pelajaran (Suyati, 2004). Kurangnya konsentrasi membuat anak tidak siap menerima informasi baru yang diberikan sehingga berpengaruh pada proses penyimpanan informasi tersebut. Selain itu, ketidaksiapan ini berpengaruh pada proses pemanggilan kembali informasi yang telah disimpan pada saat dibutuhkan, terutama pada saat ujian atau mengerjakan tugas. Proses menerima, menyimpan, dan memanggil kembali informasi inilah yang disebut dengan ingatan.

Sternberg (2008) menyatakan ingatan atau memori adalah cara-cara yang dengannya seseorang mempertahankan dan menarik pengalaman-pengalaman dari masa lalu untuk digunakan saat ini. Japardi (2002) juga mengungkapkan bahwa ingatan adalah proses yang melibatkan penyimpanan informasi belajar serta pengeluaran kembali informasi tersebut.

(22)

ingatan sensoris, ingatan jangka pendek, dan ingatan jangka panjang. Ingatan sensoris dipahami sebagai kemampuan menyimpan informasi inderawi yang relatif terbatas untuk periode yang sangat singkat. Sedangkan dalam ingatan jangka pendek, individu menyimpan informasi dalam jumlah waktu yang lebih lama dengan kapasitas yang relatif terbatas. Informasi biasanya masih tetap bertahan dalam ingatan jangka pendek kira-kira selama 30 detik, dengan asumsi tidak ada latihan (Sternberg, 2008). Kemampuan ingatan jangka pendek akan membawa dampak pada penyimpanan informasi ke ingatan jangka panjang sehingga akan mempengaruhi proses memanggil kembali informasi yang telah disimpan dalam periode waktu yang sangat panjang. Informasi yang telah diterima indera akan mudah dilupakan jika seseorang tidak mampu memprosesnya dengan baik, entah dalam ingatan sensoris maupun ingatan jangka pendek. Hal ini dapat diartikan orang tersebut tidak menggunakan kemampuan otak secara optimal untuk menyimpan informasi.

(23)

memecahkan operasi atau tugas-tugas yang konkret dengan mudah, terutama ketika menghadapi ujian sekolah.

Ingatan jangka pendek merupakan bagian penting dalam penyimpanan informasi awal pada anak. Kemampuan ingatan jangka pendek perlu dikembangkan karena berpengaruh pada jumlah informasi yang disimpan dalam ingatan jangka panjang dan suatu saat akan dipanggil kembali jika dibutuhkan. Kemampuan ingatan jangka pendek yang optimal dapat membantu anak untuk menguasai atau memahami setiap informasi baru.

Seseorang membutuhkan latihan fisik, aktivitas stimulus intelektual, nutrisi khusus, olahraga teratur, dan istirahat yang cukup agar ingatan berfungsi optimal. Aktivitas fisik dapat membantu sirkulasi darah dan oksigen ke seluruh tubuh dengan baik, termasuk otak (Labounty, 2009). Secara khusus, aktivitas fisik dengan memberikan stimulasi atau rangsangan pada tubuh dapat meningkatkan hubungan antar sel saraf (neuron) pada otak manusia. Ketika hubungan antar sel saraf pada otak meningkat, kemampuan ingatan akan berkembang, termasuk ingatan jangka pendek (Susanto, Djojosoewarno, & Rosnaeni, 2009; Aamodt & Wang, 2007). Salah satu aktivitas fisik yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kemampuan ingatan tersebut adalah senam otak atau brain gym (Dennison, 2006).

Senam otak (brain gym) merupakan serangkaian gerak olahraga sederhana yang menyenangkan dan digunakan oleh para siswa di Educational

Kinesiology untuk meningkatkan kemampuan belajar dengan menggunakan

(24)

studi yang berkaitan dengan integrasi otak dan penerapan gerakan untuk proses pembelajaran sebagaimana pada keterampilan intelektual dan atletis, komunikasi, hubungan interpersonal, dan kreativitas. Banyak individu di lebih 80 negara mengklaim bahwa senam otak memberikan stimulasi yang sangat dibutuhkan untuk pembelajaran efektif.

(25)

Beberapa penelitian tentang senam otak telah dilakukan pada anak-anak dengan metode gerakan yang berbeda. Nugroho (2009) menemukan adanya peningkatan perhatian pada anak ADD (Attention Deficit Disorder) yang berusia 8-11 tahun dengan melakukan senam otak setiap hari selama 21 hari secara rutin, namun tidak disebutkan gerakan-gerakan senam otak yang digunakan. Prihastuti (2009) menggunakan kombinasi 6 gerakan senam otak yang didahului langkah pembukaan (proses PACE) dan mengungkapkan adanya peningkatan kecakapan berhitung pada siswa kelas 3. Senam otak tersebut dilakukan selama 14 hari sebelum pelajaran berhitung dimulai.

Penelitian yang dilakukan Irwandy (2007) menunjukkan hasil yang berbeda. Dalam penelitiannya, senam otak tidak berpengaruh terhadap ingatan jangka pendek pada anak kelas 4 SD setelah 10 hari melakukan senam otak. Hasil tersebut disebabkan oleh intensitas pelatihan senam otak yang tidak berturut-turut (tidak kontinyu) dan penguasaan pernapasan yang tidak optimal. Dalam penelitian tersebut, pelatihan senam otak yang diberikan pada subjek menggunakan kombinasi 11 gerakan tanpa langkah PACE. Pelatihan ini tidak mengikuti langkah seperti yang dianjurkan Dennison (2006) untuk melakukan langkah PACE dan dilakukan minimal 10 hari berturut-turut (Dennison, 2004 dalam Irwandy, 2007).

(26)

penelitian-penelitian sebelumnya, peneliti memutuskan bahwa penelitian ini menggunakan anak-anak sebagai subjek, kombinasi 6 gerakan senam otak dengan didahului langkah PACE sebagai bentuk perlakuan yang akan diberikan, dan pelatihan senam otak sebagai perlakuannya bersifat kontinyu. Peneliti menyadari bahwa pelatihan harus disesuaikan dengan langkah yang ditetapkan oleh Dennison (2006) sebagai pencipta senam otak, yaitu didahului langkah PACE dan menggunakan waktu minimal 10 hari berturut-turut untuk mengevaluasi dampak dari gerakan senam otak yang dilakukan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah “apakah pelatihan gerakan senam otak dapat meningkatkan jumlah informasi yang diingat selama 30 detik pada anak yang berada dalam masa anak-anak akhir?”

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh gerakan senam otak terhadap peningkatan ingatan jangka pendek pada anak akhir.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

(27)

mengoreksi prosedur penelitian terdahulu yang ingin melihat dampak gerakan-gerakan senam otak terhadap kemampuan ingatan jangka pendek pada anak SD. Selain itu, penelitian ini memungkinkan cara pengukuran ingatan jangka pendek dengan rentang ingatan menggunakan stimulus yang berupa bilangan-bilangan (digit-span).

2. Manfaat Praktis

(28)

BAB II LANDASAN TEORI

A. Ingatan

1. Pengertian Ingatan

Ingatan atau memori merupakan elemen pokok dalam sebagian besar proses kognitif (Solso & Maclin, 2008). Santrock (2002) mengungkapkan bahwa ingatan adalah unsur perkembangan kognitif, yang memuat seluruh situasi pada saat individu menyimpan informasi yang diterima sepanjang waktu. Sebagai sebuah proses, ingatan mengacu pada mekanisme-mekanisme dinamis yang diasosiasikan dengan aktivitas otak untuk menyimpan, mempertahankan, dan mengeluarkan informasi tentang pengalaman di masa lalu (Sternberg, 2008). Selain itu, Dennison (2006) menyatakan bahwa ingatan merupakan kemampuan untuk mengaitkan waktu sekarang dengan pengalaman masa lalu.

Secara umum, ingatan adalah kemampuan otak yang merupakan unsur pokok dalam proses kognitif dan meliputi proses penerimaan, penyimpanan, dan pemanggilan kembali informasi yang terkait dengan kehidupan manusia, baik pengetahuan maupun pengalaman masa lalu.

2. Sistem Penyimpanan Informasi

Ingatan diperoleh dari proses penerimaan informasi oleh indera atau sensorik, diolah, dan disimpan di otak. Informasi yang diterima oleh indera

(29)

manusia tidak secara otomatis menjadi ingatan yang bersifat permanen atau menetap. Beberapa hal dapat mempengaruhi menetapnya informasi, antara lain alat indera, sistem saraf, perhatian (attention), kondisi lingkungan, strategi mengingat (memory strategy), dan sistem penyimpanan informasi.

Sistem penyimpanan informasi meliputi dua bagian pokok, yaitu : a. Penyandian (coding)

Otak dapat mengolah informasi setelah melakukan sebuah proses pengkodean stimulus yang diterima oleh sistem indera. Stimulus yang berasal dari lingkungan dan diterima indera itu diubah menjadi bentuk kode atau sandi-sandi yang dapat dikenali oleh otak (Matlin, 2009).

Neisser (1967, dalam Solso & Maclin, 2008) mengelompokkan bentuk-bentuk sandi ketika stimulus mulai terekam dalam ingatan, yaitu iconic memory dan echoic memory. Proses pada iconic memory

(30)

dengan akurat dalam iconic memory, tetapi menghilang dengan cepat (sekitar 250 milidetik hingga 4 detik) jika tidak dikirimkan ke tahap pemrosesan berikutnya (Solso & Maclin, 2008).

Neisser (1967) menyebut echoic memory ketika individu mampu “mendengar” setelah stimuli auditorik lenyap (dalam Solso & Maclin, 2008). Proses pada echonic memory serupa dengan yang terjadi pada proses iconic. Matlin (2009) menyebutkan bahwa iconic memory dan

echonic memory dapat membantu kita dalam menyeleksi informasi

yang datang dari lingkungan. Kedua proses ini terjadi dalam sensory

memory dalam teori pemrosesan informasi.

Solso dan Maclin (2008) menyebutkan bahwa informasi yang masuk ke dalam ingatan jangka pendek (short-term memory) juga diubah menjadi beberapa sandi, yaitu sandi auditorik, sandi visual, dan sandi semantik. Conrad (1963, dalam Solso & Maclin, 2008) menemukan bahwa kekeliruan-kekeliruan dalam ingatan jangka pendek bersumber dari kekeliruan auditorik, bukan kekeliruan visual. b. Tempat penyimpanan (storage)

(31)

Informasi-informasi yang telah disandikan akan masuk ke dalam proses penyimpanan di dalam tiga tempat yang berbeda (Atkinson & Shiffrin, 1971), yaitu :

1) Penyimpanan cerapan indera atau sensory register (SR)

Sistem penyimpanan ini merupakan tempat penyimpanan awal yang memiliki kapasitas besar untuk menerima dan menyimpan informasi atau stimulus yang berasal dari lingkungan melalui alat indera (Sternberg, 2008).

2) Penyimpanan jangka pendek atau short-term store (STS)

Sistem penyimpanan ini bersifat aktif, tetapi memiliki kapasitas yang terbatas. Kemampuan STS dalam menyimpan informasi dari SR adalah 30 detik tanpa adanya pengulangan.

3) Penyimpanan jangka panjang atau long-term store (LTS)

Sistem penyimpanan ini memiliki kapasitas menyimpan informasi terbesar dan tak terbatas. Sistem penyimpanan ini mampu menyimpan informasi secara permanen dalam jangka waktu lama.

Secara umum, kemampuan sensoris dalam menyimpan informasi lebih singkat daripada penyimpanan jangka pendek (

short-term store/STS). Informasi pada sensory register akan segera masuk

ke dalam STS. Informasi tersebut akan bersifat permanen ketika sudah berpindah dan berada dalam penyimpanan jangka panjang (long-term

store/LTS) yang tidak memiliki keterbatasan dalam penyimpanan

(32)

3. Sistem Pemrosesan Informasi

Pendekatan terkait pemrosesan informasi menggambarkan bahwa proses mental dapat dipandang seperti operasi komputer dan perkembangan informasi melalui serangkaian tahapan (Matlin, 2009). Pendekatan ini menyebutkan adanya beberapa komponen yang berperan dalam pemrosesan informasi. Komponen-komponen ini memungkinkan stimulasi sensoris diterjemahkan ke dalam representasi konseptual yang akan diubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain, atau diubah menjadi gerakan motorik (Sternberg, 2008).

Informasi yang berasal dari lingkungan akan diproses menjadi ingatan melalui beberapa tahap, seperti yang digambarkan berikut ini :

(33)

Bagan aliran informasi dan sistem memori tersebut menunjukkan adanya proses dari aktivitas mental manusia dalam menerima stimulasi dari lingkungan. Input yang berupa stimulasi dari lingkungan atau di luar individu itu melalui tiga tahap pengolahan informasi atau tiga tahap ingatan (register cerapan indera, memori jangka pendek, dan memori jangka panjang), sebelum muncul sebagai respon. Respon tersebut dapat berupa reaksi terhadap suatu peristiwa inderawi ataupun berupa respon terhadap tugas. Secara ringkas, proses tersebut juga dapat dilihat pada skema multi-store model.

Gambar 2. Skema Multi-Store Model

(Atkinson & Shiffrin, 1971 dalam Foster, 2009)

informasi attention transfer

retrieval

rehearsal

Berikut ini adalah karakteristik dari setiap tahap pemrosesan informasi yang terjadi di otak tersebut :

a. Ingatan Sensoris atau Sensory Memory (SM)

(34)

indera yang akan disampaikan pada short-term memory (STM) langsung setelah adanya perhatian (atensi) terhadap stimulus tersebut. Perhatian terjadi karena ketertarikan terhadap suatu stimulus atau karena adanya stimulus lain yang dapat mengalihkan perhatian. Stimulasi yang datang akan diproses pada tahap berikutnya jika mendapatkan perhatian. Perhatian terhadap stimulus tertentu ini membutuhkan kemampuan konsentrasi.

b. Ingatan Jangka Pendek atau Short-Term Memory (STM)

Matlin (2009) mengungkapkan bahwa ingatan jangka pendek merupakan pusat pemrosesan informasi yang dilakukan secara sadar dan bersifat aktif. Informasi pada tahap sensory memory yang mendapat perhatian sistem indera akan masuk ke dalam ingatan jangka pendek atau short-term memory. Tahap ini menjadi tempat penyimpanan sementara informasi yang masih akan diproses dan disimpan dalam long-term memory (Matlin, 2009).

(35)

Ingatan jangka pendek (STM) berperan dalam arus informasi dan memberikan pengaruh dalam proses belajar, tetapi memiliki keterbatasan dalam menyimpan informasi. Atkinson dan Shiffrin (1971, dalam Solso & Maclin, 2008) menyatakan bahwa kemampuan ingatan jangka pendek dalam menyimpan sejumlah informasi tidak lebih dari 30 detik, kecuali dilatih untuk mempertahankannya lagi. Miller (1956, dalam Matlin, 2009) mengemukakan bahwa muatan atau kapasitas penyimpanan informasi dalam STM terbatas, yaitu 7 ± 2

chunk atau dengan kata lain antara 5-9 chunk. Chunk adalah unit

informasi yang mempunyai makna, seperti tanggal, kata-kata yang disingkat, dll.

c. Ingatan Jangka Panjang atau Long-Term Memory (LTM)

Matlin (2009) menyatakan bahwa ingatan jangka panjang (LTM) merupakan sistem berkapasitas besar yang tidak dibatasi waktu penyimpanannya dan bersifat permanen. Kapasitas penyimpanan LTM berkembang seiring dengan pertambahan usia sejak masa anak-anak. Informasi yang telah tersimpan dalam LTM dapat digunakan melalui proses pemanggilan kembali.

(36)

1) Recognition

Recognition merupakan proses pengenalan kembali stimulus

dengan keberadaan objek atau situasi yang sama pada saat pertama kali objek tersebut dihadirkan. Pada saat recognition, individu cenderung membandingkan stimulus dengan serangkaian objek-objek yang pernah diingat. Individu tidak memiliki pengetahuan tentang suatu objek jika tidak memiliki kemampuan untuk mengenali kembali.

2) Recalling

Recalling merupakan proses mengingat kembali suatu stimulus

yang tidak dihadirkan secara langsung. Recalling merupakan proses yang lebih sulit daripada recognition karena informasi didapatkan kembali dari ingatan tanpa kesesuaian lingkungan atau situasi.

3) Reconstruction

Reconstruction merupakan proses menginterpretasi stimulus atau

informasi baru sesuai dengan pengetahuan-pengetahuan yang telah ada.

(37)

dipahami sebagai tipe meja kerja yang secara konstan mengubah, mengkombinasikan, dan memperbarui informasi baru dan lama (Solso & Maclin, 2008). Baddeley (1990a; 2000a, dalam Sternberg, 2008) menyatakan bahwa working memory ini memadukan empat elemen, yaitu:

visuospatial sketchpad yang menangani gambar visual dan spasial yang

singkat, phonological loop yang menangani ujaran di dalam hati yang singkat ketika memahami ucapan verbal dan melatih kemampuan akustik,

central executive yang mengkoordinasikan aktivitas-aktivitas atensi dan

mengatur respon, serta episodic buffer yang mengikat atau menggabungkan informasi dari ingatan jangka panjang. Pendekatan ini menyanggah pandangan bahwa ingatan jangka pendek hanya sekedar “kotak” di kepala. Pendekatan ini juga menyanggah pandangan bahwa kapasitas ingatan jangka pendek terbatas pada tujuh aitem (Solso & Maclin, 2008). Baddeley (1990a) menyatakan bahwa rentang memori ditentukan oleh kecepatan individu mengulang informasi.

(38)

dari ingatan jangka panjang. Ingatan jangka pendek yang terdapat dalam tahap-tahap penyimpanan dan pemrosesan informasi Atkinson dan Shiffrin (1968) tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam kinerjanya.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ingatan Jangka Pendek a. Perhatian (atensi)

Perhatian diartikan sebagai pemusatan pikiran terhadap sejumlah objek atau sekelompok pikiran. Perhatian mengimplikasikan adanya pengabaian terhadap objek-objek lain untuk menanggapi suatu objek tertentu secara efektif. Ketika individu memperhatikan suatu informasi dari sejumlah informasi di lingkungan, informasi tersebut akan diproses lebih lanjut dalam sistem kognitif, termasuk ingatan. Informasi yang dipilih akan masuk ke dalam ingatan jangka pendek melalui proses seleksi yang melibatkan kesadaran atau (Solso & Maclin, 2008). b. Stres

(39)

jangka pendek dalam menyimpan dan mengolah informasi (Susanto et al., 2009).

c. Strategi Mengingat

Individu seringkali menggunakan strategi untuk mengingat dengan tujuan untuk memanipulasi informasi supaya mudah diingat. Berk (2006) mencatat tiga cara yang dilakukan STM untuk meningkatkan kemampuan mengingat informasi baru, yaitu :

1) Rehearsal, adalah strategi mengingat dengan cara mengulang

informasi tersebut secara terus-menerus.

2) Organization, adalah strategi mengingat dengan cara

mengelompokkan informasi tersebut ke dalam kategori atau kelompok tertentu yang memiliki satu makna.

3) Elaboration, adalah strategi mengingat dengan cara menciptakan

hubungan antara dua atau lebih objek yang tidak mungkin dikelompokkan dalam kategori yang sama.

d. Kematangan Otak

(40)

koneksi antar sel saraf yang berperan dalam proses penyandian informasi (Aamodt & Wang, 2007). Semakin banyak koneksi yang dibuat oleh sel saraf, maka kemampuan otak sebagai pusat pembelajaran akan semakin baik. Banyaknya koneksi antar sel saraf akan mendukung kecepatan arus informasi yang akan diproses dalam otak, termasuk dalam ingatan (Jensen, 2008).

Penelitian di bidang neuro-fisiologi mengungkapkan bahwa ketika impuls dapat berjalan bolak-balik pada saraf pusat, irama gerakan akan menjadi seimbang dan membentuk sistem atensional yang berperan dalam proses penerimaan informasi sensori (Hannaford, 1995 dalam Jensen, 2008). Proses penyandian informasi yang terjadi di area otak akan memproses informasi sensoris dari sistem indera dan mengirim informasi sensoris tersebut ke tahap ingatan selanjutnya. Secara umum, kematangan susunan saraf otak tersebut harus dipelihara secara struktural dan fungsional dalam menerima dan mengolah informasi (Prihastuti, 2009).

e. Stimulasi

(41)

meningkatkan kerja otak, khususnya dalam mengingat (Susanto et al., 2009). Selain itu, gerakan motorik di kedua bagian tubuh secara bergantian yang merupakan pemeliharaan otak secara fungsional juga dapat membiasakan otak dalam menanggapi dan mengolah informasi (Dennison, 2006). Stimulasi dengan melakukan gerakan motorik ini dapat mulai dilatih sejak masa perkembangan anak-anak.

B. Anak

1. Pengertian Anak

Menurut John Locke (dalam Santrock, 2002) anak adalah pribadi yang masih bersih dan peka terhadap rangsangan-rangsangan yang berasal dari lingkungan. John Locke (1690) juga percaya bahwa anak memperoleh pengetahuan dan pengertian tentang lingkungan sekitar dari pengalaman dan proses belajar (dalam Vasta, Haith, & Miller, 1995). Santrock (2002) membagi anak-anak berdasarkan periode perkembangannya, yaitu :

a. Masa Awal Anak-anak (early childhood)

(42)

b. Masa Pertengahan dan Akhir Anak-anak (middle and late childhood) Periode perkembangan ini terentang antara usia kira-kira 6 hingga 11 tahun atau kira-kira setara dengan usia sekolah di tingkat dasar. Pada periode ini, anak-anak telah menguasai keterampilan-keterampilan fundamental, seperti membaca, menulis, dan berhitung.

Anak-anak juga memiliki tugas-tugas perkembangan yang perlu diselesaikan pada periode perkembangan tersebut.

Menurut Havighurst (1972, dalam Hurlock, 1980) tugas perkembangan pada masa anak-anak adalah sebagai berikut:

a. Mempelajari ketrampilan fisik yang diperlukan untuk permainan-permainan yang umum.

b. Membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai makhluk yang sedang tumbuh.

c. Belajar menyesuaikan diri dengan teman-teman seusianya. d. Mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita yang tepat. e. Mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar untuk membaca,

menulis dan berhitung.

f. Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari.

g. Mengembangkan hati nurani, pengertian moral, dan tata dan tingkatan nilai.

(43)

i. Mencapai kebebasan pribadi.

Havighurst (1972) memerinci tugas-tugas perkembangan tersebut berdasarkan usia, sebagai berikut:

a. Anak usia 0-6 tahun, meliputi belajar memfungsikan visual motoriknya secara sederhana, belajar memakan makanan padat, belajar bahasa, kontrol badan, mengenali realita sosial atau fisiknya, belajar melibatkan diri secara emosional dengan orang tua, saudara dan lainnya, belajar membedakan benar atau salah serta membentuk nurani.

b. Anak usia 6-12 tahun adalah menggunakan kemampuan fisiknya, belajar sosial, mengembangkan kemampuan-kemampuan dasar dalam membaca, menulis, dan menghitung, memperoleh kebebasan pribadi, bergaul, mengembangkan konsep-konsep yang dipadukan untuk hidup sehari-hari, mempersiapkan dirinya sebagai jenis kelamin tertentu, mengembangkan kata nurani dan moral, menentukan skala nilai dan mengembangkan sikap terhadap kelompok sosial atau lembaga.

Havighurst (1972, dalam Hurlock, 1980) menyatakan bahwa tugas-tugas perkembangan pada anak tersebut bersumber pada tiga hal, yaitu : perkembangan atau kematangan fisik, rangsangan atau tuntutan dari masyarakat, dan norma pribadi mengenai aspirasi-aspirasinya.

2. Perkembangan Kognitif Anak

(44)

terus berlanjut sepanjang siklus kehidupan karena adanya proses-proses biologis, kognitif, dan sosioemosional yang saling mempengaruhi. Piaget (1969) juga meyakini hubungan antara perkembangan fisik dan perkembangan kognitif. Perkembangan fisik pada individu dapat berupa perkembangan otak dan kematangan keterampilan motorik. Kematangan fisik tersebut dapat mempengaruhi perkembangan kognitif individu. Perkembangan kognitif meliputi perubahan pada pemikiran dan pengetahuan terhadap dunia, intelegensi, serta bahasa. Pendapat Piaget tersebut dijabarkan dalam empat tahap perkembangan kognitif yang bersifat kontinyu, yaitu tahap sensorimotor, tahap pra-operasional, tahap operasional konkret, dan tahap operasional formal.

Tahap-tahap perkembangan kognitif menurut Piaget (1969) tersebut adalah sebagai berikut :

a. Tahap Sensorimotor (0-2 tahun). Pada tahap perkembangan ini, anak membangun pemahaman tentang dunia sekitarnya dengan mengkoordinasi pengalaman-pengalaman sensoris (seperti melihat atau mendengar) dan tindakan-tindakan motorik fisiknya.

b. Tahap Pra-operasional (2-7 tahun). Pada tahap ini, anak mulai melukiskan dunia dengan bahasa ataupun gambar-gambar, namun belum mampu memecahkan masalah yang melibatkan konsep-konsep bilangan atau kelas benda-benda (operasi).

(45)

yang dapat diterapkan ke dalam contoh-contoh yang konkret dan spesifik. Walaupun demikian, mereka belum dapat belajar secara abstrak karena mereka masih berpikir dan belajar melalui pengalaman-pengalaman yang nyata. Pada tahap ini, anak belajar nama dan arti bilangan dalam pelajaran berhitung. Anak juga telah mengerti konsep bilangan sampai lebih dari 1000 ketika berusia sembilan atau sepuluh tahun (Hurlock, 1980).

d. Tahap Operasional Formal (11-15 tahun). Pada tahap ini, anak mampu menggabungkan beberapa informasi dari sejumlah sumber yang berbeda untuk memecahkan masalah dan mampu meninjau masalah dari berbagai sudut pandang dengan pemikiran yang lebih logis.

Perkembangan proses kognitif anak dapat dilihat dari dua prinsip utama dalam berpikir, yaitu organisasi dan adaptasi (Piaget, 1969). Prinsip organisasi terkait dengan kemampuan mengkombinasikan, mengatur, dan mengkombinasikan kembali informasi-informasi yang telah dimiliki. Prinsip adaptasi terkait dengan kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan, yaitu anak cenderung mengubah atau menyesuaikan informasi yang telah dimilikinya dengan informasi-informasi baru. Piaget (1969, dalam Monks et al., 2006) meyakini bahwa kecenderungan adaptasi individu memiliki dua komponen atau dua proses yang saling melengkapi atau komplementer, yaitu :

(46)

b. Akomodasi, merupakan kecenderungan individu untuk mengubah informasi yang telah dipercayainya agar sesuai dengan penemuan baru dari lingkungan yang berhubungan dengan informasi tersebut.

Prinsip organisasi dan adaptasi berpengaruh terhadap skema yang terdiri dari skema sensoris dan skema kognitif (Monks et al., 2006). Skema merupakan suatu abstraksi dari struktur dasar aktivitas manusia, yaitu suatu esensi yang sama dalam variasi tingkah laku atau pola berpikir yang serupa. Misalnya, seorang anak yang ingin menggambar pemandangan pegunungan. Pada awalnya, anak menggambar pemandangan sesuai dengan cara-cara yang dia ketahui. Setelah melihat gambar pegunungan yang lebih kompleks, misalnya dengan adanya sungai, ladang, atau perkampungan, maka anak juga berusaha menambahkannya. Ia juga bisa mengubah bentuk pemandangan yang dilihatnya dengan bentuk yang dia kehendaki. Anak mengembangkan skema baru berdasarkan skema lama yang telah dimiliki dengan cara menambahkan skema ataupun membandingkan skema lama dan kemudian mengubahnya menjadi bentuk skema baru sesuai dengan yang ditemukannya.

(47)

Kemudian informasi tersebut disimpan, disebarkan, dan diambil lagi melalui proses memori. Informasi yang telah ada dalam memori itu diambil lagi untuk melaksanakan tugas-tugas kompleks, seperti memecahkan masalah dan berpikir (Santrock, 2002).

Teori masa perkembangan Santrock, teori perkembangan kognitif Piaget, dan teori pemrosesan informasi memiliki kesesuaian. Hal ini dapat dilihat pada individu yang berada dalam rentang usia 10-11 tahun dan tahap perkembangan kognitif operasional konkret. Pada tahap ini, anak mampu melakukan dan menyelesaikan operasi. Selain itu, anak diharapkan mampu menerapkan logika berpikir pada contoh-contoh yang konkret. Secara khusus, ingatan jangka pendek berperan dalam mengolah informasi baru yang diterima indera serta mengolah informasi yang dipanggil kembali dari ingatan jangka panjang untuk memecahkan operasi. Ingatan jangka pendek tersebut berkembang seiring dengan perkembangan usia individu.

3. Perkembangan Ingatan Jangka Pendek Anak

Ingatan jangka pendek (STM) sering diukur dengan rentang ingatan

(memory span), yaitu jumlah item yang dapat diulang kembali dengan

(48)

tua menunjukkan kemampuan mengingat yang lebih baik daripada anak yang usianya lebih muda.

Pada tahap perkembangan kognitif operasional konkret, setiap anak menunjukkan peningkatan kapasitas STM dan ingatan jangka panjang (LTM). Kemampuan mengingat meningkat seiring dengan pertambahan usia STM sendiri sudah mulai meningkat sejak masa pra-sekolah dan selama masa pertengahan dan akhir anak-anak, kapasitas LTM juga meningkat (Santrock, 2002). Dempster (1981, dalam Santrock, 2002; Desmita, 2005) membuktikan bahwa rentang memori anak meningkat 2 digit pada usia 2-3 tahun dan sampai 5 digit pada usia 7 tahun. Pada usia 7 sampai 13 tahun, rentang memori hanya meningkat 1,5 digit. Peningkatan tersebut dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu penggunaan strategi mengingat yang baik dan struktur kognitif yang kuat.

Anak-anak dapat memahami strategi-strategi yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan mengingatnya, karena selama masa sekolah anak sudah cukup mampu melakukan penerapan strategi mengingat, seperti mengulangi (rehearsal), organisasi, dan elaborasi. Hal ini dapat membuat ingatan jangka panjang anak-anak terorganisasi secara lebih sistematis seiring pertambahan usianya (Matlin, 2009).

(49)

yaitu kecukupan gizi yang mendukung pertumbuhan dan berbagai kegiatan yang dapat merangsang pertumbuhan dan perkembangan organ tersebut yang dapat dimulai sejak usia dini (Prihastuti, 2009). Rangsangan pusat otak dapat dilakukan melalui alat indera ataupun gerakan tubuh. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Peter Strick, Ph.D. (1955) yang mengungkapkan bahwa bagian otak yang memproses gerakan adalah bagian otak yang sama dengan yang memproses pembelajaran, termasuk atensi dan ingatan (dalam Jensen, 2008). Secara khusus, kemampuan ingatan jangka pendek pada anak dapat dikembangkan dengan melatih aktivitas atau stimulasi fisik yang merangsang otak dan salah satunya adalah senam otak (brain gym).

C. Senam Otak

1. Pengertian Senam Otak

(50)

yang mengkoordinasikan bagian-bagian tubuh yang berlawanan sebagai usaha untuk menyeimbangkan belahan-belahan otak. Keseimbangan fungsi belahan otak dapat membantu tercapainya optimalisasi fungsi-fungsi otak. Kegiatan senam otak ini dapat dilakukan di mana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja karena bersifat aman, sederhana, dan alamiah.

Kegiatan senam otak bertujuan untuk mengintegrasikan setiap bagian otak untuk membuka bagian otak yang sebelumnya tertutup atau terhambat. Jika masing-masing belahan otak berkembang dengan tidak seimbang, maka akan terjadi ketidakselarasan. Ketidakselarasan kerja otak mengakibatkan anak mengalami berbagai hambatan, termasuk proses belajar di sekolah.

2. Dimensi Otak Menurut Edu-K

Studi tentang integrasi otak dan gerakan (Edu-K) menyatakan bahwa otak sebagai pusat kegiatan tubuh mengaktifkan seluruh organ dan sistem tubuh melalui pesan-pesan yang disampaikan melalui serabut saraf. Secara teknis, gerakan-gerakan dalam senam otak dapat melatih fungsi keseimbangan dengan merangsang beberapa bagian otak. Dennison (2006) menjelaskan bahwa otak manusia terdiri dari tiga dimensi yang saling terhubung sebagai satu kesatuan, yaitu :

a. Dimensi Lateritas

(51)

kanan aktif apabila sisi kiri tubuh digerakkan. Dimensi ini mendukung kegiatan yang berhubungan dengan komunikasi. Gerakan yang disebut “menyeberang garis tengah” akan mengaktifkan dimensi ini dan membuat orang mampu mendengar, melihat, bergerak, serta mampu memproses kode linear dengan jelas.

b. Dimensi Pemfokusan

Dimensi pemfokusan ini mengkoordinasi bagian tubuh muka belakang, batang otak atau brainstem, dan bagian otak depan (frontal

lobes). Dimensi ini menjelaskan kegiatan yang terkait dengan

pemahaman. Hambatan pada dimensi ini akan membuat seseorang tidak mampu mengeksperikan diri dengan mudah dan tidak mampu ikut aktif dalam proses belajar. Hal ini terkait dengan aspek perhatian (atensi) dalam diri individu. Gerakan yang mengaktifkan dimensi ini menunjang kesiapan untuk menerima hal baru dan mengekspresikan informasi yang sudah diketahui. Gerakan tersebut meliputi gerakan “meregangkan otot” yang terkait dengan konsentrasi, pengertian, dan pemahaman.

c. Dimensi Pemusatan

(52)

konsentrasi, kurang percaya diri, penakut, dan cenderung mengabaikan perasaan. Gerakan yang mengaktifkan dimensi ini meliputi gerakan “meningkatkan energi” yang terkait dengan kegiatan mengorganisasi, mengatur, berjalan, tes atau ujian.

Gerakan-gerakan dalam senam otak dirancang untuk mengaktifkan dan menyeimbangkan ketiga dimensi otak sebagai fungsi kognitif manusia yang dilakukan dengan meregangkan ketegangan (relaksasi), meningkatkan fokus (atensi), dan memperlancar sistem peredaran darah ke otak (Dennison, 2006). Perhatian (atensi) dan kondisi tubuh yang relaks akan membantu kesiapan individu dalam menerima informasi-informasi baru dari lingkungan. Kondisi ini akan memampukan individu dalam proses penyimpanan informasi baru ataupun pemanggilan kembali informasi yang telah disimpan dalam ingatan. Selain itu, aktivitas fisik yang berupa gerakan senam otak tersebut membantu sirkulasi oksigen ke otak dan membantu proses ragawi, termasuk pembentukan unsur biokimia yang diperlukan dalam proses ingatan (Dennison, 2006). Secara umum, dimensi otak yang telah diaktifkan dengan melakukan gerakan senam otak akan mendukung kesiapan individu dalam proses belajar.

3. Gerakan Senam Otak

(53)

dan dikombinasikan dengan tetap memperhatikan tujuan dari gerakan-gerakan tersebut. Dennison (2006) menganjurkan adanya langkah pembukaan yang harus dilakukan sebelum seseorang melakukan gerakan-gerakan lain.

a. Langkah Pembukaan

Dennison (2006) mengatakan bahwa langkah awal atau pembukaan sebagai persiapan diperlukan sebelum melakukan gerakan senam otak untuk tujuan tertentu. Langkah pembukaan ini didasarkan pada pemikiran bahwa aktivitas belajar memerlukan suatu persiapan. Proses PACE (Positive, Active, Clear, dan Energetic) yang diartikan dengan kata positif, aktif, tanggap, dan energik, diharapkan untuk menghantar ke dalam suatu keadaan yang nyaman dan diperlukan untuk belajar mandiri dengan menggunakan keseluruhan otak. Proses PACE terdiri dari 4 aktivitas sederhana sebagai berikut : (Dennison, 2006)

1) Energetic : Minum air

Tahap meminum air menjadi langkah awal yang penting. Hal ini dapat berguna untuk meningkatkan energi, meningkatkan produksi, dan konsentrasi. Air dapat membantu memperlancar peredaran darah dan oksigen ke seluruh tubuh sehingga otot tidak tegang dan tubuh merasa nyaman.

2) Clear : Saklar Otak (Brain Button)

(54)

dimulai. Aliran darah meningkat membantu meningkatkan kemampuan konsentrasi yang diperlukan untuk membaca dan menulis. Hal ini juga meningkatkan relaksasi secara keseluruhan.

3) Active : Gerakan Silang (Cross Crawl)

Gerakan silang membantu mengkoordinasikan aliran informasi antara otak kanan dan otak kiri. Gerakan ini menuntut koordinasi dari kedua hemisfer dan kedua lengan dan kaki, kanan dan kiri yang semuanya bekerja dalam urutan ritmis. Hal ini berguna untuk ejaan, menulis, mendengarkan, membaca dan pemahaman. Selain itu, gerakan ini mengembangkan unsur keseimbangan vestibular untuk memberi ketenangan sehingga anak dapat menerima informasi baru dengan mudah.

4) Positive : Kait Relaks (Hook-ups)

(55)

b. Gerakan Inti untuk Ingatan Jangka Pendek

Gerakan senam otak yang sesuai untuk meningkatkan ingatan jangka pendek adalah gerakan senam otak yang berkaitan dengan memusatkan perhatian (berpikir kreatif) dan kemampuan menjaga ketenangan. Dalam penelitiannya, Situmorang (2010) menggunakan beberapa gerakan senam otak yang terkait dengan peningkatan daya ingat yang terdiri dari 6 gerakan (lihat Lampiran C). Gerakan-gerakan tersebut memiliki fungsi masing-masing yang dapat dilihat secara rinci, sebagai berikut:

1) Olengan Pinggul (The Rocker)

Gerakan olengan pinggul dapat membantu mengaktifkan otak untuk kemampuan belajar, melihat ke kiri dan ke kanan, kemampuan memperhatikan dan memahami. Selain itu, gerakan ini dapat memperbaiki fokus, sikap tubuh yang lebih mengarah ke depan, mampu duduk tegak di kursi, meningkatkan koordinasi seluruh tubuh, dan mengurangi kelelahan mental.

2) Pengisi Energi (The Energizer)

(56)

3) Menguap Berenergi (The Energy Yawn)

Gerakan menguap merupakan refleks pernapasan alami yang meningkatkan peredaran udara ke otak dan merangsang seluruh tubuh. Kegiatan menguap sambil menyentuh tempat-tempat yang tegang di rahang dapat membantu menyeimbangkan tulang tengkorak dan menghilangkan ketegangan di kepala dan rahang (Dennison, 2006). Latihan ini juga dapat meningkatkan perhatian dan daya penglihatan, memperbaiki komunikasi lisan dan ekspresi, serta meningkatkan kemampuan untuk memilah informasi.

4) Luncuran Gravitasi (The Gravity Glider)

Latihan ini dapat membantu mengaktifkan rasa keseimbangan dan koordinasi, pemusatan, meningkatkan kemampuan perhatian penglihatan dan organisasi, memperdalam pernapasan, serta meningkatkan energi.

5) Tombol Imbang (Balance Buttons)

(57)

6) Tombol Bumi (Earth Buttons)

Latihan ini dapat meningkatkan koordinasi dan konsentrasi, mengurangi kelelahan mental, serta mengoptimalkan jenis pekerjaan, seperti organisasi, perancangan seni, serta pembukuan.

D. Pengaruh Senam Otak Terhadap Ingatan Jangka Pendek Anak

Proses mengingat merupakan proses menerima, menyimpan, dan memanggil kembali informasi. Proses ingatan terjadi melalui tiga tahap ingatan, yaitu ingatan sensoris, ingatan jangka pendek, dan ingatan jangka panjang. Proses ingatan juga merupakan aktivitas mental manusia yang meliputi penerimaan pesan-pesan sensoris melalui sistem penyandian neuronal. Proses penyandian neuronal tersebut berhubungan dengan stimulasi yang berupa gerakan motorik dan dapat meningkatkan aktivitas faktor pertumbuhan sel-sel saraf di otak (Susanto et al., 2009). Fred Gage (1999) mengungkapkan bahwa olahraga yang teratur dapat menstimulasi pertumbuhan sel-sel otak baru dan memperpanjang ketahanan sel-sel yang masih ada, secara khusus pada bagian hipokampus yang berpengaruh pada ingatan. (dalam Jensen, 2008).

(58)

diperlukan dalam proses ingatan (Dennison, 2006). Gerakan senam otak juga menghubungkan area otak yang terkait dengan proses inderawi. Gerakan-gerakan dalam senam otak diarahkan untuk mengkoordinasikan dimensi tubuh dan dimensi-dimensi otak sehingga hubungan antar sel saraf (neuron) semakin kompleks. Hubungan antar sel saraf yang semakin kompleks ini merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang kemampuan mengingat (Aamodt & Wang, 2007). Secara umum, senam otak dapat membantu mengoptimalkan seluruh bagian otak, khususnya yang terkait dengan proses mengingat pada manusia.

(59)

Gerakan senam otak yang secara khusus terdiri dari kombinasi gerakan olengan pinggul, pengisi energi, menguap berenergi, luncuran gravitasi, tombol imbang, dan tombol bumi, berusaha mengaktifkan kinerja fungsional otak dengan menghilangkan ketegangan atau stres, meningkatkan kepekaan inderawi, serta memperbaiki dan meningkatkan koordinasi, konsentrasi, dan atensi (Dennison, 2006). Kondisi otak yang terbebas dari ketegangan membantu seseorang menerima informasi baru dengan mudah. Hal ini didukung pula dengan kepekaan inderawi yang menangkap informasi tersebut dari lingkungan. Kondisi relaks tersebut dapat membantu peningkatan konsentrasi dan atensi sehingga berpengaruh pada kemampuan ingatan jangka pendek.

(60)

E. Hipotesis Penelitian

(61)

42 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen dengan karakteristik tiga hal berikut (Seniati, Yulianto, & Setiadi, 2005) :

1. Penelitian dilakukan dengan memberikan perlakuan atau mengkondisikan keadaan/kejadian yang berbeda kepada subjek penelitian (manipulasi). Bentuk perlakuan dalam penelitian ini adalah pelatihan senam otak pada kelompok eksperimen dalam waktu tertentu.

2. Dilakukannya kontrol terhadap variabel-variabel yang dapat mempengaruhi variabel yang ingin diukur atau dilihat. Dalam penelitian ini, kontrol variabel dilakukan pada variabel-variabel di luar pelatihan senam otak yang dapat mempengaruhi ingatan jangka pendek.

3. Tidak dilakukan randomisasi dalam meneliti hubungan sebab-akibat. Hal ini tampak dari pemilihan subjek dengan menggunakan metode purposive

sampling. Subjek yang dipilih dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SD

Negeri 1 Jimbung Klaten dan SD Negeri 6 Jimbung Klaten kelas 5 (lima), dengan rentang usia 10–11 tahun.

B. Identifikasi Variabel

(62)

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas

Pelatihan senam otak adalah pelatihan serangkaian gerakan motorik sederhana yang bertujuan mengkoordinasikan fungsi alat indera dan bagian tubuh yang berlawanan secara harmonis untuk merangsang optimalisasi keseluruhan fungsi otak (Dennison, 2006). Pelatihan senam otak ini meliputi 4 gerakan persiapan (PACE) dan 6 gerakan lain (lihat

Lampiran C). Gerakan-gerakan dalam pelatihan ini dipilih dan disesuaikan

untuk meningkatkan ingatan jangka pendek yang dilaksanakan selama sepuluh hari berturut-turut.

2. Variabel Tergantung

Ingatan jangka pendek adalah kemampuan subjek penelitian dalam menangkap, menyimpan, dan menuliskan kembali informasi baru secara tepat dalam bentuk 20 kombinasi bilangan 2 digit angka 1 sampai 9 yang dipilih secara acak, segera setelah 30 detik penyajian (lihat Lampiran B). Penulisan kembali informasi baru yang disimpan atau tes recalling

(Hastjarjo, 1994) dipilih karena tidak menggunakan stimulus baru yang dapat mengganggu informasi yang telah disimpan.

3. Variabel Kontrol

(63)

a. Waktu Pelaksanaan Pelatihan

Pelatihan senam otak dilaksanakan setiap hari selama sepuluh hari berturut-turut. Waktu pelaksanaan tersebut merupakan waktu minimal untuk mempertahankan intensitas pelatihan dan melakukan evaluasi atas pelatihan yang telah dilakukan (Dennison, 2004 dalam Irwandy, 2007). Pelatihan senam otak dilakukan pada pagi hari, yaitu sebelum pelajaran pertama. Hal ini dilakukan karena kondisi anak masih segar dan pelatihan tidak mengganggu aktivitas belajar-mengajar di kelas. b. Tempat Pelaksanaan Pelatihan

Pelatihan senam otak dilakukan di ruangan yang sama dan memungkinkan anak melakukan gerakan-gerakan senam otak tanpa dibatasi perlengkapan kelas yang mengurangi ruang gerak.

c. Pemilihan Instruktur

(64)

d. Jenis Instrumen Eksperimen

Instrumen yang digunakan untuk mengukur ingatan jangka pendek adalah digit-span. Instrumen ini dibuat dengan mengkombinasikan 2 digit angka secara acak dan mengesampingkan asosiasi subjek terhadap angka-angka tertentu. Hal ini dilakukan untuk menghindari proses mengingat berdasarkan makna dari bilangan yang disajikan, seperti halnya jika subjek diberi stimulus yang berupa kombinasi huruf ataupun kata.

D. Subjek Penelitian

Penelitian dilakukan terhadap 33 orang siswa SD Negeri 1 Jimbung Klaten sebagai kelompok eksperimen dan 36 orang siswa SD Negeri 6 Jimbung Klaten sebagai kelompok kontrol. Siswa-siswi yang dipilih sebagai subjek penelitian adalah siswa-siswi kelas 5 (lima) dengan rentang usia 10 – 11 tahun. Peneliti memilih subjek tersebut karena sesuai dengan tahap perkembangan kognitif anak menurut Piaget (1969), yakni tahap operasional konkret. Selain itu, anak pada rentang usia tersebut dapat memahami instruksi dengan mudah dan sudah memahami konsep kiri dan kanan karena gerakan-gerakan senam otak menuntut anak memahami konsep kiri dan kanan secara benar.

(65)

perlakuan pada kelompok eksperimen. Siswa di SD Negeri 6 Jimbung Klaten dipilih sebagai kelompok kontrol karena letak sekolah berjauhan dengan lokasi eksperimen tetapi siswa di lokasi tersebut memiliki karakteristik yang hampir sama.

Pemilihan subjek penelitian menggunakan metode purposive sampling. Metode ini digunakan karena sampel yang diambil harus sesuai dengan salah satu kriteria utama, yaitu anak berusia 10-11 tahun yang terkait dengan tahap perkembangan kognitif operasional konkret.

E. Desain Eksperimen

Pada rancangan kuasi eksperimen ini, desain yang digunakan adalah

non-randomized pretest-posttest control group design. Metode

non-randomized pretest-posttest control group design atau desain eksperimen

ulang non-random ini merupakan desain eksperimen yang dilakukan dengan pengukuran sebagai pre-test (O1)sebelum perlakuan (X) diberikan dan post-test (O2) sesudahnya pada kelompok eksperimen. Pengukuran yang sama diberikan pada kelompok kontrol tanpa perlakuan (-X). Dalam eksperimen ini, kelompok eksperimen dan kelompok kontrol ditetapkan dengan tidak random atau tidak acak (Latipun, 2010).

Gambar 3.

Bagan Non-randomized Pretest–Posttest Control Group Design

Pre-test Treatment Post-test Kelp. Eksperimen O1 X → O2

(66)

Desain ulang non-random ini dipilih karena memiliki kelebihan dalam mengontrol maturasi (kematangan karena proses belajar) melalui kelompok kontrol dan dalam mengontrol konstansi proactive history melalui pre-test

dan post-test. Proactive history merupakan faktor bawaan yang menjadi

faktor perbedaan individual, misalnya usia, jenis kelamin, kepribadian, sikap, inteligensi, dan sebagainya (Seniati et al., 2005).

F. Instrumen Penelitian dan Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan instrumen eksperimen digit-span berupa bilangan-bilangan yang terdiri dari kombinasi dua digit angka secara acak dengan mengesampingkan asosiasi terhadap bilangan tertentu, misalnya : tanggal atau tahun sejarah. Kombinasi dua digit angka yang digunakan sebagai instrumen penelitian ini sebanyak dua puluh kombinasi.

Instrumen eksperimen yang berupa rentang ingatan (memory span) tersebut diberikan dengan menampilkannya selama 30 detik kepada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebagai pre-test dan post-test, kemudian menuliskan kembali stimulus yang telah ditampilkan dan diingat (lihat Lampiran A). Rentang ingatan yang diberikan pada saat pre-test dan

post-test ini adalah instrumen yang sama agar hasilnya dapat

diperbandingkan. Pemberian instrumen sebagai pre-test dimaksudkan untuk menginformasikan kemampuan awal (initial position) subjek sebelum perlakuan, sedangkan instrumen ingatan yang diberikan sebagai post-test

(67)

lain, hasil pre-test akan digunakan sebagai baseline subjek untuk melihat adanya pengaruh dari perlakuan.

Hasil dari pre-test dan post-test merupakan jumlah stimulus bilangan yang telah diingat dan dapat dituliskan kembali secara tepat. Setiap bilangan yang berhasil dituliskan kembali secara tepat akan mendapat nilai 1 (satu), sedangkan stimulus bilangan yang tidak dituliskan kembali akan dinilai 0 (nol) (lihat Lampiran F dan G).

G. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian meliputi semua kegiatan yang akan dilakukan dalam penelitian, mulai dari awal hingga berakhirnya pelaksanaan penelitian. Pada setiap penelitian, prosedur perlu dituliskan secara rinci sehingga peneliti dapat menjalankan penelitiannya secara benar serta memungkinkan peneliti lain untuk melakukan replikasi terhadap penelitian tersebut (Seniati et al., 2005). Prosedur penelitian secara rinci adalah sebagai berikut :

1. Perkenalan dan pemberian rentang ingatan sebagai pre-test kepada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

2. Kesepakatan atau pembuatan kontrak dengan kelompok eksperimen. 3. Pelatihan senam otak untuk kelompok eksperimen (lihatlampiran C)

1. gerakan PACE yang terdiri dari minum air, saklar otak, gerakan silang, dan kait relaks

(68)

4. gerakan menguap berenergi 5. gerakan luncuran gravitasi 6. gerakan tombol imbang 7. gerakan tombol bumi

Gerakan-gerakan senam otak tersebut dilaksanakan secara berulang setiap hari selama sepuluh hari berturut-turut pada kelompok eksperimen (Dennison, 2004 dalam Irwandy, 2007). Pada kelompok kontrol, pelatihan gerakan senam otak tidak diberikan.

4. Pemberian rentang ingatan sebagai post-test kepada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

H. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah uji hipotesis secara analisis statistik independent sample / uncorrelated data

t-test untuk gain score dengan bantuan SPSS versi 16 for Windows. Metode ini

digunakan untuk melihat pengaruh pelatihan senam otak terhadap ingatan jangka pendek pada subjek penelitian (Seniati et al., 2005).

Data yang dianalisis adalah data dari subjek yang telah memenuhi beberapa persyaratan dalam penelitian ini, antara lain :

1. Subjek berada pada tahap perkembangan kognitif operasional konkret dengan usia 10-11 tahun.

(69)

3. Subjek pada kelompok eksperimen mengikuti pelatihan minimal 7 kali, atau dengan kata lain ketidakhadiran tidak lebih dari 3 kali.

Data dari subjek yang tidak memenuhi semua persyaratan tersebut dinyatakan gugur atau tidak dimasukkan dalam data yang dianalisis.

Data penelitian yang berupa gain score adalah skor hasil post-test

(70)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Orientasi Kancah

Penelitian dilakukan di SD Negeri 1 Jimbung dan SD Negeri 6 Jimbung, kecamatan Kalikotes, kabupaten Klaten. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas lima yang berusia 10-11 tahun.

Kedua sekolah ini memiliki karakteristik geografis yang sama, yakni terletak di daerah pedesaan yang masih dikelilingi oleh lingkungan persawahan. Kedua sekolah ini memiliki sarana dan prasarana yang sama. Kedua sekolah ini memiliki 6 ruang kelas, 1 ruang komputer, 1 ruang tamu, 1 ruang guru, 1 ruang kepala sekolah, perpustakaan, ruang komputer, UKS, lapangan upacara, WC, dan tempat parkir. Kedua sekolah juga memfasilitasi siswa-siswi dengan kegiatan ekstrakurikuler, seperti pramuka, seni tari, dan Baca Tulis Alqur’an (BTQ). Selain itu, sebagian besar orangtua siswa dari kedua sekolah ini bekerja sebagai petani dan buruh.

B. Persiapan Penelitian 1. Persiapan Instrumen

Peneliti memilih 20 bilangan-bilangan dengan kombinasi 2 digit angka secara acak. Pemilihan bilangan tersebut mengesampingkan bilangan-bilangan yang diasosiasikan dengan angka atau tahun tertentu, seperti bilangan 17 yang sering diasosiasikan dengan tanggal 17 Agustus

Gambar

Gambar 2. Skema Multi-Store Model (Atkinson & Shiffrin, 1971 dalam
Tabel 1. Tabel Data Deskriptif Penelitian …………………..…………....... 57
Gambar 1. Bagan Aliran Informasi dan Sistem Memori
Skema Gambar 2. Multi-Store Model
+6

Referensi

Dokumen terkait

Suatu ruang vektor adalah suatu himpunan objek yang dapat dijumlahkan satu sama lain dan dikalikan dengan suatu bilangan, yang masing-masing menghasilkan anggota lain

Direksi memuji reformasi penentu atas subsidi energi di tahun 2015, termasuk rencana untuk subsidi listrik sebagai sasaran subsidi yang lebih baik, dan penggunaan ruang fiskal

terasa di awal tahun 2009, yang ditunjukkan dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat sebesar 4,1% (yoy) pada triwulan I-2009, melambat dibandingkan dengan triwulan

Pada kondisi awal, kemampuan pemecahan masalah siswa SMP N 1 Ngemplak masih rendah. Hal tersebut disebabkan oleh guru yang masih menerapkan strategi pembelajaran

Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik

Aktualisasi diri yang terdapat dalam UKM Sepak Bola USU dapat dilihat dari kebutuhan fisiologis yang didapat oleh mahasiswa, kenyamanan berada dilingkungan

P Permanen: 2) P-O-P Temporer; dan 3) Media in store (di dalam toko). Bagi para manajer ritel penerapan Point-of-Purchase dilakukan karena keinginan untuk mencapai: 1) Hasil

Yang dimaksud dengan “kondisi krisis atau darurat penyediaan tenaga listrik” adalah kondisi dimana kapasitas penyediaan tenaga listrik tidak mencukupi kebutuhan beban di daerah