• Tidak ada hasil yang ditemukan

WACANA NOVEL JARING KALAMANGGA KARYA SUPARTO BRATA (Suatu Tinjauan Kohesi dan Koherensi)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "WACANA NOVEL JARING KALAMANGGA KARYA SUPARTO BRATA (Suatu Tinjauan Kohesi dan Koherensi)"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

WACANA NOVEL JARING KALAMANGGA

KARYA SUPARTO BRATA

(Suatu Tinjauan Kohesi dan Koherensi)

Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan guna Mencapai Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Disusun Oleh:

PUJI UTAMI C0107041

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

ii

WACANA NOVEL JARING KALAMANGGA

KARYA SUPARTO BRATA

(Suatu Tinjauan Kohesi dan Koherensi)

Disusun Oleh:

PUJI UTAMI C0107041

Telah disetujui oleh Pembimbing:

(3)

commit to user

iii

WACANA NOVEL JARING KALAMANGGA

KARYA SUPARTO BRATA

(Suatu Tinjauan Kohesi dan Koherensi)

Disusun Oleh :

PUJI UTAMI C0107041

Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : Puji Utami NIM : C0107041

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Wacana Novel Jaring

Kalamangga Karya Suparto Brata (Suatu Tinjauan Kohesi dan Koherensi)

adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, Januari 2012 Yang Membuat Pernyataan,

(5)

commit to user

v MOTTO

Jodoh, rejeki, dan mati ada di tangan Tuhan, yang terpenting adalah selalu

berusaha untuk mendapatkan hal yang terbaik.

Selalu bersyukur walau apapun yang terjadi.

(6)

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Skripsi ini dipersembahkan sebagai tanda terima kasih

kepada :

1. Bapak dan ibuku tersayang atas doa, kasih

sayang dan perhatiannya.

2. Kedua kakakku beserta istri dan putrinya, Mas

Bambang, Mbak Tatik, Dik Billa, Mas Uut,

Mbak Asni, dan Dik Kinant atas semua

bantuannya selama ini.

3. Kekasihku Octario Yudho Utomo dan sahabat

tercintaku Dina, Ilo, Nitta, Mia atas semua

bantuan dan dorongan semangatnya.

4. Semua temanku yang selalu mendukungku.

(7)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt., yang telah melimpahkan

rahmat, taufik serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat guna meraih gelar sarjana

di Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penyusunan skripsi ini, penulis mengalami kesulitan dan hambatan. Berkat

bantuan, bimbingan, dan pengarahan berbagai pihak, penulis dapat

menyelesaikannya. Untuk itu, dengan penuh ketulusan dan kerendahan hati,

penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1. Drs. Riyadi Santosa, M.Ed., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni

Rupa beserta staf atas izin yang telah diberikan kepada penulis untuk

menyelesaikan studi dengan menyusun skripsi ini.

2. Drs. Supardjo, M. Hum., selaku Ketua Jurusan Sastra Daerah yang dengan

sabar selalu memberikan dorongan dan semangat serta memberikan izin

kepada penulis untuk menyusun skripsi ini.

3. Drs. Y. Suwanto, M. Hum., selaku pembimbing I yang telah membimbing

dengan penuh kesabaran dan bijaksana mendorong penulis dalam menyusun

dan menyelesaikan skripsi.

4. Dra. Dyah Padmaningsih, M. Hum., sebagai pembimbing II sekaligus sebagai

Sekretaris Jurusan Sastra Daerah yang telah memberikan semangat,

(8)

commit to user

viii

5. Prof. Dr. H. Sumarlam, M.S., selaku Pembimbing Akademik yang telah

mengarahkan penulis selama studi di Jurusan Sastra Daerah.

6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Sastra Daerah yang telah memberikan bekal

ilmunya kepada penulis selama studi.

7. Staf Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa serta Perpustakaan Pusat

yang telah memberikan kemudahan bagi penulis dalam mencari referensi

maupun dalam meminjam buku.

8. Sahabat-sahabat seperjuanganku angkatan 2007 yang selalu memberi

motivasi.

9. Kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, penulis

mengucapkan terima kasih atas bantuannya selama ini.

Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa skripsi ini masih terdapat

kekurangan dan kesalahan, untuk itu saran dan kritik sangat penulis harapkan

demi sempurnanya skripsi ini.

Akhirnya semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan

pembaca yang budiman pada umumnya.

Surakarta, Januari 2012

(9)

commit to user

ix DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

PERSETUJUAN ... ii

PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TANDA DAN SINGKATAN ... xii

ABSTRAK ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan Masalah ... 5

C. Rumusan Masalah ... 6

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 7

F. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Wacana ... 9

B. Jenis-jenis Wacana ... 11

(10)

commit to user

x

1. Kohesi ... 16

a. Kohesi Gramatikal... 18

b. Kohesi Leksikal ... 24

2. Koherensi ... 29

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 33

B. Data dan Sumber Data ... 33

C. Alat Penelitian ... 34

D. Populasi dan Sampel ... 34

E. Metode Pengumpulan Data ... 35

F. Metode Analisis Data ... 36

G. Metode Penyajian Analisis Data ... 42

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Penanda Kohesi Gramatikal ... 44

1. Pengacuan (Referensi) ... 44

2. Penyulihan (Substitusi) ... 80

3. Perangkaian (Konjungsi) ... 84

4. Pelesapan (Elipsis) ... 96

B. Penanda Kohesi Leksikal ... 99

1. Repetisi (Pengulangan) ... 100

2. Sinonimi (Padan Kata) ... 100

3. Kolokasi (Sanding Kata) ... 104

(11)

commit to user

xi

5. Antonimi (Lawan Kata) ... 105

6. Ekuivalensi (Kesepadanan) ... 107

C. Penanda Koherensi ... 107

1. Penanda Koherensi Sebab Akibat ... 108

2. Penanda Koherensi Penekanan ... 109

3. Penanda Koherensi Lokasi/Kala ... 110

4. Penanda Koherensi Penambahan ... 111

5. Penanda Koherensi Penyimpulan ... 112

6. Penanda Koherensi Pertentangan ... 113

BAB V PENUTUP A. Simpulan ... 116

B. Saran... 117

DAFTAR PUSTAKA

(12)

commit to user

xii

DAFTAR TANDA DAN SINGKATAN

A. DAFTAR TANDA

‘…’ : Menyatakan terjemahan dari satuan lingual yang

disebutkan sebelumnya.

“…” : Tanda petik menandakan kutipan langsung.

[…] : Maksudnya ada kalimat sebelumnya atau sesudahnya

yang dihilangkan.

/ : Garis miring adalah menyatakan atau.

Ø : Menyatakan satuan lingual yang dilesapkan.

B. DAFTAR SINGKATAN

(1a), (1b), (1c) : Menyatakan data yang telah dikenai teknik analisis

hasilnya data nomor 1a, data nomor 1b, dan data

nomor 1c.

BUL : Bagi Unsur Langsung.

FSSR : Fakultas Sastra dan Seni Rupa.

JK : Jaring Kalamangga

(13)

commit to user

xiii ABSTRAK

Puji Utami C0107041. 2012. Wacana Novel Jaring Kalamangga Karya

Suparto Brata(Suatu Tinjauan Kohesi dan Koherensi). Skripsi: Jurusan Sastra

Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Permasalahan yang dikaji adalah (1) bagaimanakah penanda kohesi gramatikal yang terdapat dalam novel Jaring Kalamangga karya Suparto Brata?, (2) bagaimanakah penanda kohesi leksikal dalam novel Jaring Kalamangga karya Suparto Brata?, (3) bagaimanakah penanda koherensi dalam novel Jaring

Kalamangga karya Suparto Brata?. Tujuan penelitian ini adalah (1)

mendeskripsikan penanda kohesi gramatikal yang terdapat dalam novel Jaring

Kalamangga karya Suparto Brata, (2) mendeskripsikan penanda kohesi leksikal

dalam novel Jaring Kalamangga karya Suparto Brata, (3) mendeskripsikan penanda koherensi dalam novel Jaring Kalamangga karya Suparto Brata.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Data dalam penelitian ini berupa data tulis yang berbentuk kalimat berbahasa Jawa yang mengandung kohesi gramatikal dan leksikal, serta koherensi dalam wacana novel berbahasa Jawa Jaring Kalamangga karya Suparto Brata. Sumber data dalam penelitian ini berupa naskah novel Jaring Kalamangga karya Suparto Brata. Populasi dalam penelitian ini adalah semua kalimat berbahasa Jawa yang terdapat pada sumber data. Sampel dalam penelitian ini adalah kalimat berbahasa Jawa yang mengandung kohesi gramatikal dan leksikal, serta koherensi dalam novel berbahasa Jawa Jaring Kalamangga karya Suparto Brata yang dapat mewakili populasi. Metode pengumpulan data menggunakan metode simak dengan teknik dasar teknik pustaka yang dilanjutkan dengan teknik catat. Metode yang digunakan untuk menganalisis bentuk penanda kohesi adalah metode distribusional. Teknik lanjutannya menggunakan teknik BUL (Bagi Unsur Langsung), kemudian dilanjutkan dengan teknik lesap dan teknik ganti, sedangkan untuk menganalisis bentuk penanda koherensi menggunakan metode padan.

Dari hasil analisis dapat disimpulkan beberapa hal: (1) penanda kohesi gramatikal wacana novel Jaring Kalamangga karya Suparto Brata berupa pengacuan (referensi), penyulihan (subtitusi), perangkaian (konjungsi), pelesapan

(elipsis); (2) kohesi leksikal berupa repetisi (pengulangan), sinonimi (padan kata),

(14)

commit to user

xiv

(15)

commit to user

xv SARI PATHI

Puji Utami C0107041. 2012. Wacana Novel Jaring Kalamangga Karya

Suparto Brata(Suatu Tinjauan Kohesi dan Koherensi). Skripsi: Jurusan Sastra

Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Prêkawis panalitèn punika inggih punika (1) kados pundi pratandha kohesi

gramatikal ingkang wontên ing novel Jaring Kalamangga anggitan Suparto

Brata?, (2) kados pundi pratandha kohesi leksikal ingkang wontên ing novel

Jaring Kalamangga anggitan Suparto Brata?, (3) kados pundi pratandha koherensi

ingkang wontên ing novel Jaring Kalamangga anggitan Suparto Brata?. Ancasing panalitèn punika inggih punika (1) hangandharakên pratandha kohesi gramatikal

ingkang wontên ing novel Jaring Kalamangga anggitan Suparto Brata, (2) hangandharakên pratandha kohesi leksikal ingkang wontên ing novel Jaring

Kalamangga anggitan Suparto Brata, (3) hangandharakên pratandha koherensi

ingkang wontên ing novel Jaring Kalamangga anggitan Suparto Brata.

Jinising panalitèn inggih punika panalitèn deskriptif kualitatif. Data ing panalitèn punika awujud data tulis ingkang arupi ukara basa Jawi ingkang ngandhut kohesi gramatikal lan leksikal, saha koherensi ingkang wontên ing novel basa Jawi Jaring Kalamangga anggitan Suparto Brata. Sumber data ing panalitèn punika awujud naskah novel Jaring Kalamangga anggitan Suparto Brata.

Populasi ing panalitèn punika inggih punika sedaya ukara basa Jawi ingkang

wontên ing sumber data. Sampel ing panalitên punika wujudipun ukara basa Jawi ingkang ngandhut kohesi gramatikal lan leksikal, saha koherensi ingkang wontên ing novel basa Jawi Jaring Kalamangga anggitan Suparto Brata ingkang saged makili populasi. Anggènipun ngêmpalakên data migunakakên metode simak

kanthi teknik dasar pustaka, salajêngipun kanthi teknik catat. Anggènipun nganalisis pratandha kohesi migunakakên metode distribusional kanthi teknik

BUL (Bagi Unsur Langsung), salajêngipun kanthi teknik lesap lan ganti.

Pratandha koherensi dipunanalisis migunakakên metode padan.

Dudutan saking panalitèn punika inggih punika (1) pratandha kohesi

gramatikal ingkang wontên ing novel Jaring Kalamangga anggitan Suparto Brata

awujud pengacuan (referensi), penyulihan (substitusi), perangkaian (konjungsi),

pelesapan (elipsis); (2) pratandha kohesi leksikal ingkang wontên ing novel Jaring

Kalamangga anggitan Suparto Brata awujud repetisi (pengulangan), sinonimi

(padan kata), kolokasi(sanding kata), hiponimi(hubungan atas-bawah), antonimi

(lawan kata), ekuivalensi(kesepadanan); (3) pratandha koherensi ingkang wontên

ing novel Jaring Kalamangga anggitan Suparto Brata inggih punika koherensi

ingkang maknanipun sebab-akibat, koherensi penekanan, koherensi lokasi/kala,

koherensipenambahan, koherensipenyimpulan, lan koherensi pertentangan.

(16)

commit to user

xvi ABSTRACT

Puji Utami C0107041. 2012. Novel Discourse Jaring Kalamangga Suparto Brata Work (Assessment Cohesion and Coherence). Scripts: Regional Literature Department of Literature and Fine Arts Faculty of the Sebelas March Surakarta University.

The problems studied are (1) how grammatical cohesion markers contained in the novel's Jaring Kalamangga Suparto Brata work?, (2) how lexical cohesion marker in the novel's Jaring Kalamangga Suparto Brata work?, (3) how the coherence of the novel markers Jaring Kalamangga Suparto Brata work?. The purpose of this study is (1) describe the grammatical cohesion markers contained in the novel's Jaring Kalamangga Suparto Brata work, (2) lexical cohesion markers described in the novel's Jaring Kalamangga Suparto Brata work, (3) describe a novel marker of coherence in the novel's Jaring Kalamangga Suparto Brata work.

This type of qualitative research is descriptive. The data in this study of data written in the form of Java-language sentences that contain grammatical and lexical cohesion, and coherence in the Java-language novel discourses Jaring

Kalamangga Suparto Brata work. Methods of data collection using the method of

listening techniques with basic techniques followed by technical literature written. The method is a method of analysis used distributional.

From the analysis we can conclude several things: (1) novel discourse cohesion markers Jaring Kalamangga Suparto Brata work there are two, the grammatical form of reference cohesion, substitution, conjunctions, ellipsis; (2) lexical cohesion in the form of repetition, synonymy, antonyms, hiponim, collocation; (3) discourse coherence contained in the novel's Jaring Kalamangga

(17)

commit to user

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa hidup di dalam masyarakat dan dipakai oleh penuturnya untuk

berkomunikasi. Kelangsungan hidup sebuah bahasa sangat dipengaruhi oleh

dinamika yang dialami oleh penuturnya. Sebagai makhluk sosial dalam hidup

bermasyarakat, manusia tidak akan terlepas dari peristiwa komunikasi. Alat

komunikasi yang paling utama adalah bahasa. Bagi masyarakat tutur Jawa, bahasa

Jawa merupakan sarana komunikasi yang digunakan untuk mengungkapkan dan

mengemukakan segala sesuatu yang menjadi buah pikiran dan perasaannya.

Harimurti Kridalaksana dalam Kamus Linguistik (2001: 21) mengatakan

bahwa bahasa adalah satuan lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh

suatu anggota masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasi

diri. Sedangkan Edi Subroto merumuskan bahwa bahasa memiliki sistem,

asas-asas, pola-pola, yaitu seperangkat kaidah yang bersifat mengatur dan merupakan

paduan dari aspek bentuk (formal aspect) dan aspek arti (semantic aspect) bahkan

juga aspek situasi (2001: 18). Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat

disimpulkan bahwa bahasa adalah suatu alat yang digunakan oleh manusia untuk

berinteraksi atau berkomunikasi dengan orang lain yang terikat oleh asas dan

pola-pola tertentu.

Bahasa Jawa mempunyai kaidah pemakaian yang bersifat sistemis. Kaidah

(18)

commit to user

bahasa yang lebih dikenal dengan istilah tata bahasa. Tata bahasa terbagi dalam

lima bagian, yaitu tata bunyi (fonologi), tata kalimat (sintaksis), tata bentuk

(morfologi), semantik, dan wacana.

Wacana menurut Henry Guntur Tarigan (1987: 27) dalam bukunya

Pengajaran Wacana merupakan satuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau

terbesar di atas kalimat atau klausa dengan kohesi dan koherensi yang

berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir yang nyata disampaikan

secara lisan atau tertulis. Hubungan antarbagian wacana dapat dibedakan menjadi

dua jenis, yaitu hubungan bentuk yang disebut kohesi (cohesion) dan hubungan

makna atau hubungan semantis yang disebut koheren (coherence). Dalam analisis

wacana hubungan bentuk atau kohesi meliputi dua aspek yaitu aspek gramatikal

dan leksikal. Dengan demikian, wacana yang padu adalah wacana yang apabila

dilihat dari segi hubungan bentuk atau struktur lahir bersifat kohesif dan dilihat

dari segi hubungan makna atau struktur batinnya bersifat koheren.

Wacana dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu wacana tulis dan

wacana lisan. Wacana tulis dapat berupa surat kabar, majalah, buku-buku teks,

dan koran. Yang termasuk wacana lisan bisa berupa ceramah, pidato, khotbah,

siaran berita berbahasa Jawa, tembang bahasa Jawa seperti macapat, geguritan,

dan karawitan.

Novel Jaring Kalamangga karya Suparto Brata dapat dikategorikan

sebagai wacana tulis. Berdasarkan isi dan sifatnya, wacana dapat diklasifikasikan

(19)

commit to user

kelima jenis klasifikasi wacana tersebut, novel Jaring Kalamangga ini cenderung

termasuk wacana jenis naratif dan deskriptif.

Wacana naratif adalah rangkaian tuturan yang menceritakan atau

menyajikan suatu kejadian melalui penonjolan tokoh atau pelaku (orang pertama

atau ketiga) dengan maksud memperluas pengetahuan pendengar atau pembaca,

sedangkan wacana deskriptif pada dasarnya berupa rangkaian tuturan yang

memaparkan atau melukiskan sesuatu, baik berdasarkan pengalaman maupun

pengetahuan penuturnya.

Novel Jaring Kalamangga yang menjadi kajian penelitian ini merupakan

buah karya dari Suparto Brata. Suparto Brata adalah seorang penulis sastra Jawa

modern yang produktif pada tahun 1960-an sampai 1970-an. Karyanya berbentuk

cerita pendek (cerpen), cerita bersambung (cerbung), dan novel sudah mencapai

puluhan jumlahnya. Namanya sudah tercatat dalam buku Five Thousand

Personalities of The World 1998 terbitan The American Biographical Institute,

Raleight, North Carolina 27622 USA. Tahun 2007 Suparto Brata dipilih menjadi

salah satu dari tiga sastrawan Indonesia yang mendapat penghargaan dari Menteri

Pendidikan Nasional Indonesia dan menerima hadiah The S.E.A. Write Awards

dari Kerajaan Thailand.

Berikut penelitian yang berhubungan dengan penelitian wacana berbahasa

Jawa :

1. Kajian Kohesi Koherensi Wacana Pambiwara Berbahasa Jawa dalam Adat

(20)

commit to user

mendeskripsikan tentang kohesi dan koherensi yang terdapat dalam Wacana

Pambiwara Berbahasa Jwa dalam Adat Perkawinan Jawa.

2. Wacana Pambiwara pada Hiburan Campursari di Kabupaten Karanganyar

(Suatu Tinjuan Kohesi dan Koherensi) oleh Fitrie Andri Astuti tahun 2008.

Penelitian ini mendeskripsikan bentuk penanda kohesi dan koherensi yang

terdapat dalam wacana pambiwara pada hiburan campursari di Kabupaten

Karanganyar.

3. Wacana Lirik Lagu Bahasa Jawa Karya Genk Kobra (Tinjauan Kohesi dan

Koherensi) oleh Ardiyant Yulianto tahun 2009. Penelitian ini

mendeskripsikan bentuk penanda kohesi dan koherensi yang terdapat dalam

lirik lagu bahasa Jawa karya Genk Kobra.

Berdasarkan penelitian di atas, maka penelitian ini akan membahas

mengenai penanda kohesi dan makna koherensi dalam wacana novel berbahasa

Jawa Jaring Kalamangga dengan alasan karena novel merupakan salah satu jenis

wacana yang mempunyai tingkat kekohesifan dan kekoherensian yang tinggi.

Dalam wacana novel bukan hanya segi hubungan bentuk (kohesi) yang

diperhatikan, tetapi segi hubungan makna (koherensi) juga tidak diabaikan.

Setelah penulis membaca novel Jaring Kalamangga ternyata terdapat berbagai

penanda kohesi baik gramatikal maupun leksikal, serta koherensi yang cukup

banyak dan beragam sehingga membuat novel Jaring Kalamangga ini menjadi

suatu wacana yang utuh dan padu karena mempunyai tingkat kekohesifan dan

kekoherensian yang tinggi. Penanda kohesi gramatikal yang terdapat dalam novel

(21)

commit to user

‘dia’ yang termasuk pengacuan persona; kata sesuk ‘besok’, biyen ‘dahulu’, dan

kana ‘sana’ yang termasuk pengacuan demonstratif; kata bobrok ‘rusak’ dan

risak ‘rusak’ yang merupakan subtitusi; kata nanging ‘tetapi’ yang merupakan

konjungsi pertentangan; kata marga ‘karena’ yang merupakan konjungsi kausal.

Adapun kohesi leksikal yang terdapat dalam novel tersebut antara lain kata amba

‘luas’ dan jembar ‘luas’ yang merupakan sinonimi, kata mati ‘padam’ dan murup

‘menyala’ yang berupakan antonimi. Penanda koherensi yang terdapat dalam

novel Jaring Kalamangga misalnya kata marga ‘karena’ dan sebab ‘sebab’ yang

merupakan penanda koherensi sebab akibat; kata pancen ‘memang’ dan saya

‘semakin’ yang merupakan koherensi penekanan; kata lan ‘dan’ dan uga ‘dan’

yang merupakan penanda koherensi penambahan; serta kata dadi ‘jadi’ dan mila

‘maka’ yang merupakan penanda koherensi penyimpulan. Hal inilah yang

mendorong penulis untuk mengkaji lebih lanjut mengenai novel tersebut. Penulis

merasa tertarik untuk mengkaji dan menemukan penanda kohesi baik meliputi

aspek gramatikal maupun leksikalnya dan koherensi atau keterpaduan maknanya

sehingga penulis memberi judul penelitian ini Wacana Novel Jaring

Kalamangga Karya Suparto Brata (Suatu Tinjauan Kohesi dan Koherensi).

B. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari meluasnya permasalahan dalam penelitian ini, maka

dalam kesempatan ini peneliti menekankan batasan mengenai objek kajian yang

akan diteliti, sehingga dapat memperjelas dan mempertegas pembatasan masalah

(22)

commit to user

Dalam penelitian ini, objek kajiannya adalah novel Jaring Kalamangga

karya Suparto Brata yang akan dikaji atau dianalisis dari segi kohesi meliputi

aspek gramatikal dan leksikal, serta koherensi atau keterpaduan maknanya.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan tiga masalah

penelitian yaitu :

1. Bagaimanakah penanda kohesi gramatikal dalam novel Jaring Kalamangga

karya Suparto Brata?

2. Bagaimanakah penanda kohesi leksikal dalam novel Jaring Kalamangga

karya Suparto Brata?

3. Bagaimanakah penanda koherensi dalam novel Jaring Kalamangga karya

Suparto Brata?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang diajukan, maka penelitian ini mempunyai

tujuan sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan penanda kohesi gramatikal dalam novel Jaring Kalamangga

karya Suparto Brata.

2. Mendeskripsikan penanda kohesi leksikal dalam novel Jaring Kalamangga

karya Suparto Brata.

3. Mendeskripsikan penanda koherensi dalam novel Jaring Kalamangga karya

(23)

commit to user

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat baik secara teoretis

maupun praktis.

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang

bermanfaat bagi teori-teori linguistik, khususnya teori wacana bahasa Jawa.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh pembaca dalam

memahami isi novel Jaring Kalamangga karya Suparto Brata dan sebagai

bahan acuan bagi penulis selanjutnya, khususnya mengenai kajian kohesi dan

koherensi.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini meliputi lima bab yaitu sebagai

berikut.

Bab I Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan

masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan

sistematika penulisan.

Bab II Landasan Teori, meliputi pengertian wacana, jenis-jenis wacana,

dan sarana keutuhan wacana.

Bab III Metodologi Penelitian, meliputi jenis penelitian, data dan sumber

data, alat penelitian, populasi dan sampel, metode pengumpulan data, metode

(24)

commit to user

Bab IV Analisis Data dan Pembahasan, mengenai penanda kohesi

gramatikal (pengacuan, penyulihan, pelesapan, perangkaian), penanda kohesi

leksikal (repetisi, sinonimi, antonimi, kolokasi, hiponimi, ekuivalensi), dan

koherensi.

Bab V Penutup, berisi simpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah

dilakukan.

Daftar Pustaka

(25)

commit to user

9 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Wacana

Banyak sekali ahli bahasa yang telah memberikan definisi tentang wacana.

Henry Guntur Tarigan (1987: 27) dalam karyanya Pengajaran Wacana

berpendapat bahwa wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau

terbesar diatas kalimat atau klausa dengan kohesi dan koherensi yang

berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir yang nyata disampaikan

secara lisan atau tertulis. Sedangkan Aminudin, (1989: 4) dalam Analisis Wacana

dan Telaah Sastra mengemukakan bahwa wacana merupakan keseluruhan

unsur-unsur yang membangun perwujudan paparan bahasa dalam peristiwa komunikasi.

Wujud kongkret wacana dapat berupa tuturan lisan maupun teks tertulis.

Keseluruhan unsur-unsur disini dimaksudkan yaitu baik dari segi bentuk maupun

makna yang dimaksud.

Harimurti Kridalaksana, (2001: 179) dalam Kamus Linguistik berpendapat

mengenai wacana merupakan satuan lingual yang terlengkap dan merupakan

perwujudan pemakaian bahasa yang utuh. Dalam hierarki gramatis, wacana

merupakan satuan gramatikal yang tertinggi dan terbesar. Wacana ini biasanya

terealisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku, seri ensiklopedia,

dan sebagainya) paragraf, kalimat atau kata yang membawa amanat yang lengkap.

Mulyana (2005: 1) menyatakan bahwa wacana merupakan unsur

kebahasaan yang relatif paling kompleks dan paling lengkap. Selanjutnya

(26)

commit to user

terpadu dan menyatu (kohesif dan koheren) maka wacana itu adalah wacana yang

utuh dan lengkap (2005: 25-26).

Wacana adalah satuan bahasa terlengkap yang dinyatakan secara lisan

seperti pidato, ceramah, khotbah, dan dialog, atau secara tertulis seperti cerpen,

novel, buku, surat, dan dokumen tertulis, yang dilihat dari struktur lahirnya (dari

segi bentuk) bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi

makna) bersifat koheren, terpadu (Sumarlam, 2009: 15).

Samsuri (1987: 1) berpendapat mengenai wacana yang menurutnya

mengacu pada kerekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi.

Komunikasi itu dapat menggunakan bahasa lisan, dan dapat pula menggunakan

bahasa tulis. Hal yang dipentingkan di sini adalah dari segi kebahasaan yang utuh.

Sebuah kalimat dapat dikatakan sebagai wacana, apabila mempunyai makna, isi

ataupun amanat yang lengkap.

Selanjutnya menurut Marianne W. Jorgensen dan Louise J. Phillips (2007:

1) wacana adalah gagasan umum bahwa bahasa ditata menurut pola-pola yang

berbeda yang diikuti oleh ujaran para pengguna bahasa ketika mereka ambil

bagian dalam domain-domain kehidupan sosial yang berbeda, misalnya dalam

domain ’wacana medis’ dan ’wacana politik’. Pendekatan wacana menurut dua

ahli ini adalah wacana dipandang muncul dari ujaran-ujaran sosial yang

membentuk fungsi bahasa sebagai bentuk sosial.

Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki

gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar (Abdul Chaer,

(27)

commit to user

gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam

wacana tulis) atau oleh pendengar (dalam wacana lisan) tanpa keraguan apapun.

Eriyanto (2001: 3) menyebut wacana adalah unit bahasa yang lebih besar

dari kalimat. Moeliono (1988: 34) menyatakan wacana adalah rentetan kalimat

yang berkaitan sehingga terbentuk makna yang serasi di antara kalimat itu.

Wacana merupakan kelas kata benda (nomina) yang mempunyai arti

sebagai berikut:

1. Ucapan; percakapan

2. Keseluruhan tutur yang merupakan suatu kesatuan;

3. Satuan bahasa terlengkap, realisasikan dl bentuk karangan atau laporan utuh,

spt novel, buku, artikel, pidato, atau khotbah (KBBI, 2001: 1265).

Dari beberapa pendapat para ahli mengenai definisi wacana di atas, maka

dapat ditarik kesimpulan bahwa wacana adalah satuan bahasa terlengkap yang

dinyatakan secara lisan (pidato, ceramah, khotbah, dan dialog) atau secara tertulis

(cerpen, novel, buku, surat dan dokumen tertulis) dengan kohesi dan koherensi

tinggi yang berkesinambungan membentuk suatu kesatuan makna yang utuh dan

lengkap serta memiliki awal dan akhir yang nyata.

B. Jenis-Jenis Wacana

Wacana dapat diklasifikasikan menjadi berbagai jenis menurut dasar

pengklasifikasiannya. Misalnya berdasarkan bahasanya, media yang dipakai untuk

mengungkapkan, jenis pemakaian, bentuk, serta cara dan tujuan pemaparannya

(28)

commit to user

1. Berdasarkan bahasa yang dipakai sebagai sarana untuk mengungkapkannya

wacana dapat diklasifikasikan menjadi:

a. Wacana bahasa Indonesia (nasional).

b. Wacana bahasa lokal atau daerah (bahasa Jawa, Bali, Sunda, Madura dan

sebagainya).

c. Wacana bahasa internasional (Inggris).

d. Wacana bahasa lainnya, seperti bahasa Belanda, Jerman, Perancis, dan

sebagainya.

2. Berdasarkan media yang dipakai untuk mengungkapkan, wacana dapat

diklasifikasikan menjadi:

a. Wacana tulis, yaitu wacana yang disampaikan dengan bahasa tulis atau

media tulis.

b. Wacana lisan, yaitu wacana yang disampaikan dengan bahasa lisan atau

media lisan.

3. Berdasarkan jenis pemakaiannya wacana dapat dibedakan atas:

a. Wacana monolog (monologue discourse), yaitu wacana yang disampaikan

oleh seorang diri tanpa melibatkan orang lain untuk ikut berpartisipasi

secara langsung. Wacana monolog ini sifatnya searah dan termasuk

komunikasi tidak interaktif (non-interacrive communication).

b. Wacana dialog (dialogue discourse), yaitu wacana atau percakapan yang

dilakukan oleh dua orang atau lebih secara langsung. Wacana dialog ini

sifatnya dua arah sehingga disebut komunikasi interaktif (interactive

(29)

commit to user

4. Berdasarkan bentuknya, wacana dapat diklasifikasikan menjadi tiga bentuk:

a. Wacana prosa, yaitu wacana yang disampaikan dalam bentuk prosa, bisa

berupa wacana tulis (cerpen, cerbung, novel, artikel dan lain-lain) atau

wacana lisan (pidato, khotbah, kuliah dan lain-lain).

b. Wacana puisi, yaitu wacana yang disampaikan dalam bentuk puisi, dapat

berupa wacana puisi tulis (puisi dan syair) atau wacana puisi lisan (puisi

yang dideklamasikan dan lagu-lagu).

c. Wacana drama, yaitu wacana yang disampaikan dalam bentuk drama atau

dialog, dapat berupa wacana drama tulis (naskah drama dan naskah

sandiwara) atau wacana drama lisan (pementasan drama).

5. Berdasarkan cara dan tujuan pemaparannya pada umumnya wacana

diklasifikasikan menjadi lima macam, yaitu:

a. Wacana narasi, yaitu wacana yang mementingkan urutan waktu,

dituturkanoleh persona pertama atau ketiga dalam waktu tertentu. Wacana

narasi ini berorientasi pada pelaku dan seluruh bagiannya diikat secara

kronologis.

b. Wacana deskripsi yaitu wacana yang bertujuan melukiskan

menggambarkan atau memberikan sesuatu menurut apa adanya.

c. Wacana eksposisi, yaitu wacana yang tidak mementingkan waktu dan

pelaku, berorientasi pada pokok pembicaraan dan bagian-bagiannya diikat

(30)

commit to user

d. Wacana argumentasi, yaitu wacana yang berisi ide atau gagasan yang

dilengkapi dengan data-data sebagai bukti, bertujuan meyakinkan pembaca

akan kebenaran ide dan gagasannya.

e. Wacana persuasi, yaitu wacana yang isinya bersifat ejakan atau nasihat,

ringkas dan menarik bertujuan untuk mempengaruhi secara kuat pada

pembaca atau pendengar agar melakukan nasihat atau ajakan tersebut.

Dalam wacana bahasa Jawa dilihat dari ragam bahasa yang digunakan

dapat berupa wancana bahasa Jawa ragam ngoko, ragam krama, maupun ragam

campuran, yang disebabkan karena adanya faktor-faktor tertentu, seperti umur,

status sosial dan pendidikan.

Menurut Fatimah Djajasudarma (1994: 8-13) berdasarkan pemaparannya,

merupakan tinjauan isi, cara penyusunan, dan sifatnya wacana dapat dibedakan

atas:

1. Wacana naratif yaitu rangkaian tuturan yang menceritakan hal atau kejadian

(peristiwa) melalui penonjolan pelaku.

2. Wacana deskriptif yaitu rangkaian tuturan yang memaparkan sesuatu atau

melukiskan sesuatu, baik berdasarkan pengalaman maupun pengetahuan

penuturnya.

3. Wacana prosedural yaitu rangkaian tuturan yang melukiskan sesuatu secara

berurutan dan secara kronologis.

4. Wacana ekspositori yaitu tuturan yang bersifat menjelaskan sesuatu, berisi

pendapat atau simpulan dari sebuah pandangan.

(31)

commit to user

6. Wacana dramatik yaitu menyangkut beberapa orang penutur dan sedikit

bagian naratif.

7. Wacana epistolari yaitu dipergunakan dalam surat-surat, dengan sistem dan

bentuk tertentu.

8. Wacana seremonial yaitu wacana yang berhubungan dengan upacara adat

yang berlaku di masyarakat bahasa, berupa nasihat atau pidato pada upacara-

upacara perkawinan, kematian, syukuran dan sebagainya.

Melihat jenis-jenis wacana yang telah diuraikan di atas, maka novel Jaring

Kalamangga termasuk jenis wacana naratif dan deskriptif yang pada hakikatnya

wacana dalam novel berbahasa Jawa merupakan satuan bahasa terlengkap dan

tertinggi, dan mempunyai daya ikat kohesi dan koherensi tinggi yang

berkesinambungan, diungkapkan dengan bahasa Jawa, berbentuk wacana tulis,

merupakan wacana campuran dan bersifat naratif dan deskriptif serta mempunyai

awal dan akhir yang nyata.

C. Sarana Keutuhan Wacana

Wacana bukan merupakan kumpulan kalimat yang masing-masing berdiri

sendiri atau terlepas. Kalimat-kalimat dalam wacana merupakan gabungan antara

pertautan bentuk (kohesi) dan perpaduan makna (koherensi), sehingga kalimat

satu dengan lainnya dalam wacana saling berhubungan membentuk kepaduan

informasi atau gagasan. Dengan demikian, pembaca atau pendengar mudah

(32)

commit to user

semacam jarak yang memisahkan antara kalimat yang satu dengan kalimat yang

lain.

Fatimah Djajasudarma (1994: 46) mengungkapkan bahwa wacana

menuntut adanya keutuhan, baik itu keutuhan bentuk maupun keutuhan makna.

Karena pada umumnya wacana yang baik adalah wacana yang memiliki kohesi

dan koherensi. Jadi kohesi dan koherensi merupakan aspek yang sangat penting

di dalam menentukan keutuhan wacana.

1. Kohesi

Dalam istilah kohesi tersirat pengertian kepaduan dan keutuhan. Adapun

dalam koherensi tersirat pengertian pertalian atau hubungan. Bila dikaitkan

dengan aspek bentuk dan aspek makna bahasa, maka kohesi merupakan aspek

formal bahasa, sedangkan koherensi merupakan aspek ujaran (speech) (Henry

Guntur Tarigan, 1987: 96).

Konsep kohesi pada dasarnya mengacu kepada hubungan bentuk.

Artinya, unsur-unsur wacana (kata atau kalimat) yang digunakan untuk

menyusun suatu wacana memiliki keterkaitan secara padu dan utuh.

Menurut Anton M. Moeliono, dkk (1988: 343) untuk memperoleh

wacana yang baik dan utuh, maka kalimat-kalimatnya harus kohesif. Hanya

dengan hubungan kohesif seperti itulah suatu unsur dalam wacana dapat

diinterpretasikan, sesuai dengan ketergantungannya dengan unsur-unsur

lainnya. Hubungan kohesif dalam wacana sering ditandai oleh kehadiran

(33)

commit to user

Lebih lanjut Halliday dan Hasan mengatakan dalam Cohesion in English

bahwa kohesi adalah hubungan semantik antara elemen dalam teks dan

elemen yang lain yang penting sekali untuk menafsirkannya. Elemen ini tidak

memperhatikan struktur gramatikal (1976: 8). Mereka membagi kohesi

menjadi dua yaitu kohesi gramatikal (grammatical cohesion) dan kohesi

leksikal (lexical cohesion) (1976: 6). Kohesi gramatikal berkenaan dengan

struktur kalimat, sedangkan kohesi leksikal berkenaan dengan segi makna.

Menurut Fatimah Djajasudarma (1994: 46) kohesi merujuk pada

perpautan bentuk, sedangkan koherensi merujuk pada perpautan makna. Pada

umumnya wacana yang baik memiliki keduanya. Kalimat atau kata yang

dipakai bertautan dan pengertian yang satu menyambung pengertian yang

lainnya secara berturut-turut. Jadi kohesi dan koherensi menjadi aspek yang

sangat penting dan menjadi titik berat dalam suatu wacana.

Kohesi adalah kepaduan bentuk gramatik di dalam wacana. Kohesi ini

sangat penting di dalam pembicaraan wacana, sebab tanpa kohesi kita sulit

untuk menganalisis dan menerangkan. Oleh karena itu, wacana tersebut

mempunyai kadar kepaduan yang tinggi. Perpaduan bentuk dan makna dapat

dilihat dengan menggunakan sarana kohesi dan koherensi. Adapun sarana

kohesi adalah satuan gramatikal yang menghubungkan unsur – unsur

gramatikal dalam wacana sehingga kohesif. Sarana kohesi ada dua yaitu:

kohesi gramatikal berupa referensi, substitusi, elipsis, konjungsi. Kohesi

leksikal ini kemudian diperinci lagi menjadi repetisi, antonim, sinonim,

(34)

commit to user

a. Kohesi Gramatikal

1) Pengacuan (Referensi)

Pengacuan merupakan bagian kohesi gramatikal yang berkaitan

dengan penggunaan kata atau kelompok kata untuk menunjuk kata atau

kelompok kata atau satuan gramatikal lainnya (M. Ramlan dalam

Mulyana, 2005: 27). Pengacuan (referensi) menurut Sumarlam

merupakan salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa satuan

lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain (suatu acuan)

yang mendahului atau mengikutinya. Referensi dibedakan menjadi dua

yaitu referensi endofora dan referensi eksofora. Referensi endofora

yaitu apabila acuannya (satuan lingual yang diacu) berada atau terdapat

di dalam teks wacana itu, sedangkan referensi eksofora yaitu apabila

acuannya berada atau terdapat di luar teks. Referensi (pengacuan)

endofora berdasarkan arah pengacuannya dibedakan menjadi dua jenis

lagi yaitu pengacuan anaforis (anaphoris reference) dan pengacuan

kataforis (cataphoris reference). Pengacuan anaforis adalah salah satu

kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual yang mengacu

anteseden di sebelah kiri, atau mengacu pada unsur yang telah disebut

terdahulu, sedangkan pengacuan kataforis merupakan salah satu kohesi

gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada

satuan lingual lain yang mengikutinya atau mengacu anteseden di

sebelah kanan, atau mengacu pada unsur yang baru disebut kemudian

(35)

commit to user

persona, demonstratif (kata ganti petunjuk), dan pengacuan komparatif

atau perbandingan.

a) Pengacuan persona direalisasikan melalui pronomina (kata ganti

orang), yang meliputi pronomina pertama (persona I), kedua

(persona II), dan ketiga (persona III) baik tunggal maupun jamak.

Ketiga persona ini ada yang berbentuk morfem terikat dan ada

yang berbentuk morfem bebas. Pronomina persona pertama

tunggal berupa aku ‘aku’, kula ‘saya’, kawula ‘saya’, dalem ‘saya’.

Persona pertama terikat letak kiri (dak-), (tak-), letak kanan (-ku),

sedangkan persona pertama jamak dapat berupa aku, kabeh, kula

sedaya, awake dhewe. Pronomina kedua tunggal berupa kowe

‘kamu’, panjenengan ‘anda’, sampeyan ‘engkau’. Terikat letak

kanan (-mu), terikat kiri (kok-, ko-), sedangkan jamaknya berupa

kowe kabeh, sampeyan sedaya. Pronomina persona ketiga tunggal

dapat berupa dheweke ‘dia’, panjenenganipun ‘beliau’,

piyambakipun ‘beliau’, terikat lekat kiri (di-, dipun-), terikat lekat

kanan (-e / -ne, -ipun / -nipun) dan persona ketiga jamak berupa

dheweke atau dheweke kabeh, piyambakipun sedaya,

panjenenganipun sedaya.

Data yg menunjukkan referensi yang berupa pronomina persona

yaitu :

(1) “Jenengku Sanggar [...](JK/7)

(36)

commit to user

Pada data (1) di atas menunjukkan pronomina persona I tunggal

lekat kanan, yaitu enklitik -ku yang melekat pada kata jenengku

‘namaku’. Kata jenengku ‘namaku’ merupakan pengacuan

endofora yang kataforis mengacu pada Sanggar.

b) Pronomina demonstratif (kata ganti petunjuk) dibedakan menjadi

dua yaitu demonstratif waktu (temporal) dan demonstratif tempat

(lokatif). Demonstratif waktu ada yang mengacu waktu kini (saiki

‘sekarang’, sapunika ‘sekarang’, samenika ‘sekarang’), waktu

lampau (wingi ‘kemarin’, biyen ‘dulu’, kepengker ‘yang lalu’),

yang akan datang (sesuk ‘besok’, sukmben ‘besok’, mengko ‘nanti’,

mangke ‘nanti’), waktu netral (enjing ‘pagi’, siyang ‘siang’, ratri

‘sore’, sonten ‘malam’) tanpa ditambah penjelasan lain.

Demonstratif tempat ada yang mengacu pada tempat dekat dengan

penuturnya (kene ‘sini’, iki ‘ini’), agak dekat dengan penuturnya

(kono ‘sana’, kae ‘itu’), dan menunjukkan secara eksplisit

(Surakarta, Yogyakarta) (Sumarlam, 2009: 26).

Di bawah ini contoh pengacuan demonstratif tempat (lokatif) iku

‘itu’ yang mengacu pada Wisma Kalamangga:

(2) Ora bakal lidok, omah iku alamate wong kang kudu ditemoni.

(JK/5)

‘Tidak salah lagi, rumah itu adalah alamat yang harus dia temui.’

c) Pengacuan komparatif (perbandingan) ialah salah satu jenis kohesi

gramatikal yang bersifat membandingkan dua hal atau lebih yang

(37)

commit to user

sikap, watak, perilaku, dan sebagainya. Kata-kata yang sering

digunakan untuk membandingkan di antaranya lir ‘seperti’, kadya

‘seperti’, prasasat ‘seperti, kaya-kaya ‘seperti’.

2) Penyulihan (Subtitusi)

Penyulihan atau subtitusi ialah salah satu jenis kohesi

gramatikal yang berupa penggantian satuan lingual tertentu (yang telah

disebut) dengan satuan lingual lain dalam wacana untuk memperoleh

unsur pembeda. Dilihat dari segi satuan lingualnya, subtitusi dapat

dibedakan menjadi suntitusi nominal, verbal, frasal, dan klausal

(Sumarlam, 2009: 28).

a) Subtitusi Nominal

Subtitusi nominal adalah penggantian satuan lingual yang

berkatagori nomina (kata benda) dengan satuan lingual lain yang

juga berkatagori nomina.

b) Subtitusi Verbal

Subtitusi verbal adalah penggantian satuan lingual yang

berkatagori verba (kata kerja) dengan satuan lingual lain yang juga

berkatagori verba.

c) Subtitusi Frasal

Subtitusi frasal adalah penggantian satuan lingual tertentu yang

berupa kata atau frasa dengan satuan lingual lainnya yang berupa

(38)

commit to user

d) Subtitusi Klausal

Subtitusi klausal adalah penggantian satuan lingual yang berupa

klausa atau kalimat dengan satuan lingual lain yang berupa kata

atau frasa.

Data yang menunjukkan salah satu jenis subtitusi :

(3) Pamomong wadon utawa emban. (JK/10)

‘Pengasuh perempuan atau pengasuh anak.’

3) Pelesapan (Elipsis)

Elipsis atau pelesapan adalah salah satu jenis kohesi gramatikal

yang berupa penghilangan atau pelesapan satuan lingual tertentu yang

telah disebutkan sebelumnya. Unsur yang dilesapkan itu berupa kata,

frasa, klausa, atau kalimat. Adapun fungsi pelesapan dalam wacana

antara lain ialah untuk (1) menghasilkan kalimat yang efektif (untuk

efektivitas kalimat), (2) efisiensi, yaitu untuk mencapai nilai ekonomis

dalam pemakaian bahasa, (3) mencapai aspek kepaduan wacana, (4)

bagi pembaca/pendengar berfungsi untuk mengaktifkan pikirannya

terhadap hal-hal yang tidak diungkapkan dalam satuan bahasa, dan (5)

untuk kepraktisan berbahasa terutama dalam berkomunikasi secara

lisan.

Contoh pelesapan (elipsis) dapat dilihat pada data sebagai

berikut.

(4) Handaka lungguh, terus Ø rogoh-rogoh sake,lan Ø ngetokake

amplop layang. (JK/7)

Handaka duduk, kemudian Ø merogoh sakunya,dan Ø

(39)

commit to user

4) Perangkaian (Konjungsi)

Konjungsi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang

dilakukan dengan cara menghubungkan unsur yang satu dengan unsur

yang lain dalam wacana. Unsur yang dirangkaikan dapat berupa satuan

lingual kata, frasa, klausa, kalimat, dan dapat juga berupa unsur yang

lebih besar dari itu, misalnya alinea dengan pemarkah lanjutan, dan

topik pembicaraan dengan pemarkah alih topik atau pemarkah

disjungtif (Sumarlam, 2009: 32). Perangkaian (conjuction) dilihat dari

makna yang ditimbulkan, antara lain :

(40)

commit to user

Adapun contoh berikut merupakan konjungsi penambahan

(aditif) lan ‘dan’:

(5) Labur bureg lan pedhut pegunungan [...].(JK/5) ‘Dinding kusam dan kabut pegunungan [...].’

b. Kohesi Leksikal

Menurut Mulyana (2005: 29) kohesi leksikal atau perpaduan

leksikal adalah hubungan leksikal antara bagian-bagian wacana untuk

mendapatkan keserasian struktur secara kohesif. Kohesi leksikal adalah

hubungan antarunsur dalam wacana secara semantis. Kohesi leksikal

dalam wacana dapat dibedakan menjadi enam macam, yaitu (1) repetisi

(pengulangan), (2) sinonim (padan kata), (3) kolokasi (sanding kata), (4)

hiponimi (hubungan atas bawah), (5) antonimi (lawan kata), dan (6)

ekuivalensi (kesepadanan). (Sumarlam, 2009: 35).

1) Repetisi (Pengulangan)

Repetisi adalah pengulangan satuan lingual (bunyi, suku kata,

kata, atau bagian kalimat) yang dianggap penting untuk memberi

tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. Berdasarkan tempat

satuan lingual yang diulang dalam baris, klausa atau kalimat, repetisi

dapat dibedakan menjadi delapan macam, yaitu :

a) Repetisi epizeuksis, ialah pengulangan satuan lingual (kata) yang

dipentingkan beberapa kali secara berturut-turut.

b) Repetisi tautotes pengulangan satuan lingual (kata) beberapa kali

(41)

commit to user

c) Repetisi anafora pengulangan satuan lingual (kata) yang berupa

kata atau fraa pertama pada tiap baris atau kaliat berikutnya.

Pengulangan pada tiap baris biasanya terjadi dalam puisi,

sedangkan pengulangan pada tiap kalimat terdapat dalam prosa.

d) Repetisi epistrofa pengulangan satuan lingual (kata)/frasa pada

akhir baris (dalam puisi) atau akhir kalimat (dalam prosa) secara

berturut-turut.

e) Repetisi simploke pengulangan satuan lingual (kata) pada awal dan

akhir beberapa baris/ kalimat berturut-turut.

f) Repetisi mesodiplosis pengulangan satuan lingual (kata) di

tengah-tengah baris atau kalimat secara berturut-turut.

g) Repetisi epanalepsis pengulangan satuan lingual (kata) yang kata/

frasa terakhir dari baris/kalimat itu merupakan pengulangan kata/

frasa yang pertama.

h) Repetisi anadiplosis pengulangan satuan lingual (kata)/frasa

terakhir dan baris/kalimat itu menjadi kata/ frasa pertama pada

baris/kalimat berikutnya (Sumarlam, 2009: 35-38).

Berikut merupakan contoh repetisi epistrofa:

(6) Dheweke pancen detektip. Profesine detektip. (JK/10)

‘Dia memang detektif. Profesinya detektif.’

2) Sinonimi (Padan Kata)

Sinonimi dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau

(42)

commit to user

dengan ungkapan lain (Abdul Chaer, 1990: 85). Atau sinonimi dapat

juga berarti bentuk bahasa yang maknanya mirip atau sama dengan

bentuk lain, kesamaan itu berlaku bagi kata, kelompok kata atau

kalimat, walaupun umumnya yang dianggap sinonim hanyalah

kata-kata saja (Harimurti Kridalaksana, 1993: 198).

Berdasarkan wujud satuan lingualnya, sinonimi dapat

dibedakan menjadi lima macam, yaitu:

a) Sinonimi morfem (bebas) dengan morfem (terikat)

b) Sinonimi kata dengan kata

c) Sinonimi kata dengan frasa

d) Sinonimi frasa dengan frasa

e) Sinonimi klausa/kalimat dengan klausa/kalimat

Contoh sinonimi frasa dengan kata:

(7) Pamomong wadon utawa emban. (JK/10) ‘Pengasuh perempuan atau pengasuh anak.’

3) Antonimi (Lawan Kata)

Antonimi dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau

hal yang lain; atau satuan lingual yang maknanya

berlawanan/beroposisi dengan satuan lingual yang lain. Antonimi

disebut juga oposisi makna.

Berdasarkan sifatnya, oposisi makna dapat dibedakan menjadi

lima macam, yaitu:

(43)

commit to user

b) Oposisi Kutub

c) Oposisi Hubungan

d) Oposisi Hirarkial

e) Oposisi Majemuk

Contoh antonimi yang merupakan oposisi mutlak:

(8) [...] mlebu metune hawa bebas. (JK/5) ‘[...] keluar masuknya udara bebas.’

4) Kolokasi (Sanding Kata)

Kolokasi merupakan asosiasi tertentu dalam diksi, unsur yang

dipilih selalu berdampingan atau diramalkan pendampingnya (Fatimah

Djajasudarma, 1994 : 73). Kolokasi (sanding kata) adalah asosiasi

tertentu dalam menggunakan pilihan kata yang cenderung digunakan

secara berdampingan. Kata-kata yang berkolokasi adalah kata-kata

yang cenderung dipakai dalam suatu dominan atau jaringan tertentu.

Contoh kolokasi (sanding kata) dapat dilihat pada data (9) berikut.

(9) Kamar amba kuwi sajak didadekake kantoran. Kahanane dicukupi

mawa prekakas kantor kang modern. Ana meja kantor telu

sakursi-kursine ditata ngubengi kamar, rak buku lan lemari

mepet temboke. Ing meja-mejane ana tumpukan buku, piranti

nulis, mesin ketik standar. (JK/6)

‘Kamar luas itu sepertinya dijadikan kantor. Tempatnya dilengkapi dengan peralatan kantor yang modern. Ada meja kantor tiga beserta kursi-kursinya ditata mengelilingi kamar, rak buku dan lemari berhimpitan dengan tembok. Di meja-mejanya ada tumpukan buku, alat tulis, mesin ketik standar.’

5) Hiponimi (Hubungan Atas-bawah)

Hiponim merupakan hubungan dalam semantik antara makna

(44)

commit to user

taksonomi (Harimurti Kridalaksana, 2001: 74). Hiponim dapat juga

diartikan sebagai satuan bahasa (kata, frasa, kalimat) yang maknanya

dianggap merupakan bagian dari makna satuan lingual yang lain.

Unsur atau satuan lingual yang mencakupi beberapa unsur atau satuan

lingual yang berhiponim itu disebut ”hipernim” atau “superordinat”.

Berikut contoh data yang terdapat hipernim perkakas kantor

‘peralatan kantor’ dan sebagai hiponimnya adalah meja kantor ‘meja

kantor’, kursi-kursi ‘kursi-kursi’, rak buku ‘rak buku’, lemari

‘almari’, tumpukan buku ‘tumpukan buku’, piranti nulis ‘peralatan

tulis’, mesin ketik ‘mesin ketik’:

(10) Kahanane dicukupi mawa prekakas kantor kang modern. Ana

meja kantor telu sakursi-kursine ditata ngubengi kamar, rak

buku lan lemari mepet temboke. Ing meja-mejane ana tumpukan

buku, piranti nulis, mesin ketik standar. (JK/6)

‘Tempatnya dilengkapi dengan peralatan kantor yang modern. Ada meja kantor tiga beserta kursi-kursinya ditata mengelilingi kamar, rak buku dan lemari berhimpitan dengan tembok. Di meja-mejanya ada tumpukan buku, alat tulis, mesin ketik standar.’

6) Ekuivalensi (Kesepadanan)

Ekuivalensi adalah hubungan kesepadanan antara satuan

lingual tertentu dengan satuan lingual yang lain dalam sebuah

paradigma.

Contoh ekuivalensi (kesepadanan):

(11) Saben lawang kamar kayune pasangan rong lembaran, gedhe lan

dhuwur, ing ndhuwure isih nganggo kisi-kisi bolong kanggo

mlebu-metune hawa bebas. (JK/5)

(45)

commit to user

2. Koherensi

Pengertian koherensi tidak terlepas pada bahasa, keutuhan wacana

lebih banyak ditentukan oleh kesatuan maknanya, sedangkan kesatuan makna

hanya terjadi bila dalam wacana tersebut terdapat sarana-sarana koherensi

yang mampu mempertalikan kalimat-kalimat dalam wacana. Pentingnya isi

suatu wacana merupakan sarana yang ampuh dalam pencapaian koherensi di

dalam wacana berarti pertalian pengertian yang lain (Henry Guntur Tarigan,

1993: 32).

Menurut Fatimah Djajasudarma (1994: 46) koherensi merujuk pada

perpautan makna. Mulyana (2005: 31) menyatakan bahwa hubungan

koherensi adalah suatu rangkaian fakta dan gagasan yang teratur dan tersusun

secara logis.

Sarana koherensi wacana dapat berupa referensi dan inferensi yang

berfungsi memperjelaskan dan mempertalikan makna kalimat dalam wacana.

Referensi merupakan ungkapan kebahasaan yang dipakai seorang pembicara

untuk mengacu kalimat-kalimat yang dibicarakan itu. Inferensi merupakan

proses yang dilakukan oleh pembicara atau pendengar untuk memahami

makna yang secara harfiah tidak terdapat dalam wacana yang diungkapkan

(Moeliono, 1988: 358).

Kohesi dan koherensi umumnya berhubungan, tetapi tidak berarti

kohesi harus selalu ada agar wacana menjadi koheren (Fatimah Djajasudarma,

1994: 47). Pengertian tentang koherensi tidak terletak pada bahasa, keutuhan

(46)

commit to user

makna hanya terjadi bila dalam wacana tersebut terdapat sarana-sarana

koherensi yang mampu mempertalikan kalimat-kalimat dalam wacana.

Adapun sarana koherensi yang dipergunakan untuk menganalisis

dalam penelitian ini adalah berupa: (1) sebab-akibat (marga ‘karena’, sebab

‘karena’); (2) penekanan (samsaya ‘semakin’, saya makin’, pancen

memang’); (3) lokasi/kala (Surabaya ‘Surabaya’, sesuk ‘besok’); (4)

penambahan (lan ‘dan’, uga ‘juga’, saha ‘dan’); (5) penyimpulan (dadi ‘jadi’,

mila ‘maka’); (6) pertentangan (nanging ‘tetapi’).

a. Penanda Koherensi Sebab-Akibat

Penanda koherensi yang bermakna sebab akibat diwujudkan dalam

bentuk kata, yang muncul dalam sebuah wacana. Kata tersebut

menggabungkan antara dua klausa atau lebih dalam sebuah wacana.

Penanda koherensi yang bermakna sebab akibat yang ditemukan dalam

penelitian ini adalah marga ‘karena’, awit ‘karena’, dan jalaran ‘karena’.

Dalam novel Jaring Kalamangga dapat dilihat pada:

(12) Marga kabeh wis bisa nglakoni uripe kanthi madeg dhewe-dhewe,

mula Handaka tanggap, bisa open karo awake dhewe lan pakaryane

dhewe. (JK/29-30)

‘Karena semua sudah bisa menjalani hidupnya secara mandiri, maka Handaka menyadari bisa memperhatikan dirinya dan pekerjaanya.’

b. Penanda Koherensi Penekanan

Koherensi penekanan dalam sebuah wacana berfungsi untuk

menyatakan penekanan terhadap sesuatu maksud yang telah dinyatakan

dalam kalimat sebelumnya. Bentuk koherensi yang bermakna penekanan

(47)

commit to user

penggunaan sering disingkat dengan kata saya ‘makin’, pancen

‘memang’, dan juga tambah ‘semakin’.

(13) “Hm, Jamane pancen isih ngene! Geger politik gak uwis-uwis.”

(JK/23)

“(Hm), Zamannya memang masih seperti ini! Masalah politik tidak kunjung selesai.”

c. Penanda Koherensi Lokasi/Kala

Koherensi yang menyatakan makna lokasi dan kala digunakan

untuk menyatakan suatu tempat dan waktu tertentu sehingga dapat

menambah kekoherensian wacana. Koherensi yang menyatakan makna

lokasi dan makna kala dapat berupa kata maupun frasa. Hal tersebut dapat

dilihat pada wacana sebagai berikut.

(14) "Sesuk kowe bisa mrene aweh katetepan. Jam yah mene. Nanging

yen sesuk kowe mrene sing dirembug bab penggawean ngethik tok,

bisike lirih, nyawang Handaka liwat alise. Bab detektip aja dirembug maneh. Ngreti karepku? Ing kene kowe nginep ngendi? Iki mau kowe

rak ora langsung saka biromu ing Surabaya, ta? Sing alamate kaya

suratku kuwi?” (JK/13).

’Besok kamu bisa ke sini memberi keputusan. Jam sekian. Tetapi kalau besok kamu ke sini yang dibahas tentang pekerjaan lagi. Tahu maksud saya? Di sini kamu menginap dimana? Tadi kamu tidak langsung dari biromu di Surabaya kan? Alamatnya seperti pada surat saya itu?’

d. Penanda Koherensi Penambahan

Koherensi yang dapat menimbulkan makna penambahan dalam

sebuah wacana dapat berbentuk kata maupun frasa. Dalam bentuk kata

dapat disebutkan antara lain bentuk lan ‘dan’, uga ‘juga’, saha ‘dan’,

sarta ‘serta’, dalasan ‘dan’, miwah ‘dan’. Hal tersebut dapat dilihat pada

(48)

commit to user

(15) "Lan aja lali layang-layang baku minangka curriculum-vitae-mmu

sing nyatakake kowe kuwi juru ketik.” (JK/13).

“Dan jangan lupa surat-surat baku yang menyatakan bahwa kamu adalah juru ketik.”

e. Penanda Koherensi Penyimpulan

Koherensi yang dapat menimbulkan makna penyimpulan dalam

wacana dapat diwujudkan dalam bentuk kata dadi ‘jadi’, mila ‘maka’,

maupun bentuk frasa pramila menika ‘maka dari itu.’ Hal tersebut dapat

dilihat pada wacana sebagai berikut.

(16) "Yen ten griya bobrok kilen niku kaet riyin pancen mboten diwatesi

pager. Mila kalih ngriki kados dados sapekawisan.” (JK/43)

‘Kalau rumah rusak yang sebelah barat itu dari dulu memang tidak dibatasi pagar. Maka dari itu seperti satu pekarangan dengan rumah ini.’

f. Penanda Koherensi Pertentangan

Koherensi yang bersifat pertentangan menyatakan makna suatu hal

yang bertentangan dengan makna sebelumnya. Bentuk-bentuk yang sering

muncul dalam wacana bahasa Jawa yaitu ananging/nanging ‘tetapi’,

suwalike ‘sebaliknya’, dan bentuk seperti frasa ewosemana/ewamangkana

‘namun demikian’. Dalam wacana ini ditunjukkan penggunaan penanda

tersebut.

(17) "O, niku rak margi sidatan king kampung nginggil mriku kesah teng peken Tretes ngandhap ngrika, tiyang-tiyang sami langkung mriku.

Nanging, sakniki pun ditutup kalih Ajis.” (JK/43)

(49)

commit to user

33 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian merupakan cara, alat prosedur dan teknik yang dipilih

dalam melaksananakan penelitian. Metode adalah cara untuk mengamati atau

menganalisis suatu fenomena, sedangkan metode penelitian mencakup kesatuan

dan serangkaian proses penentuan kerangka pikiran, perumusan masalah,

penentuan sampel data, teknik pengumpulan data dan analisis data (Edi Subroto,

1992: 31).

Dalam metode penelitian ini akan dijelaskan mengenai beberapa hal,

antara lain (a) jenis penelitian, (b) data dan sumber data, (c) alat penelitian, (d)

populasi dan sampel, (e) metode pengumpulan data, (f) metode analisis data, dan

(g) metode penyajian hasil analisis.

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang

kerjanya menyajikan data berdasarkan objek penelitian pada saat sekarang

berdasarkan fakta-fakta yang ada (Sudaryanto, 1992: 5). Data yang terkumpul

berupa kata-kata dalam bentuk kalimat dan bukan angka-angka.

B. Data dan Sumber Data

Data adalah bahan penelitian (Sudaryanto, 1990: 3). Data penelitian ini

(50)

commit to user

kohesi gramatikal dan leksikal, serta koherensi dalam wacana novel berbahasa

Jawa Jaring Kalamangga karya Suparto Brata.

Sumber data merupakan bahan mentah data atau asal muasal data, Bahan

mentah data dalam bentuk konkret tampak sebagai segenap tuturan apapun yang

dipilih oleh peneliti karena dipandang cukup mewakili, sumber data merupakan

penghasil atau pencipta data (Sudaryanto, 1990: 33). Adapun sumber data dalam

penelitian ini berupa naskah atau teks novel Jaring Kalamangga karya Suparto

Brata, yang diterbitkan oleh Narasi-Yogyakarta tahun 2007.

C. Alat Penelitian

Alat penelitian meliputi alat utama dan alat bantu. Disebut utama karena

alat tersebut paling dominan dalam penelitian, sedangkan alat bantu berguna

untuk membantu memperlancar jalannya penelitian. Alat utama dalam penelitian

ini adalah peneliti sendiri, sedangkan alat bantu adalah alat tulis, buku catatan,

komputer, kertas HVS, dan alat lain yang dapat membantu jalannya penelitian ini.

D. Populasi dan Sampel

Sudaryanto (1990: 35) mengatakan bahwa populasi adalah tuturan yang

ada atau ditiadakan, baik kemudian terpilih sebagai sampel maupun tidak, sebagai

satu kesatuan. Populasi dalam penelitian ini adalah semua kata, frasa, klausa,

kalimat berbahasa Jawa yang terdapat pada sumber data.

Sampel adalah bagian dari keseluruhan populasi yang memberi gambaran

(51)

commit to user

ini menggunakan purposive sampling maksudnya, pengambilan sampel secara

selektif dan benar-benar memenuhi kepentingan dan tujuan penelitian berdasarkan

data yang ada. Sampel dalam penelitian ini adalah kalimat berbahasa Jawa yang

mengandung kohesi gramatikal dan leksikal, serta koherensi dalam novel

berbahasa Jawa Jaring Kalamangga karya Suparto Brata yang dapat mewakili

populasi.

E. Metode Pengumpulan Data

Metode merupakan cara mendekati, mengamati, menganalisis, dan

menjelaskan suatu fenomena (Harimurti Kridalaksana, 2001: 136). Pengumpulan

data dalam penelitian ini menggunakan metode simak. Metode simak atau

penyimakan adalah metode pengumpulan data dengan menyimak penggunaan

bahasa (Sudaryanto, 1988: 2). Penggunaan metode simak dalam pengumpulan

data penelitian ini yakni peneliti mengamati semua kata, frase, klausa, dan kalimat

berbahasa Jawa yang mengandung kohesi gramatikal dan leksikal dalam wacana

novel Jaring Kalamangga karya Suparto Brata. Adapun teknik dasar yang dipakai

adalah teknik pustaka dan dilanjutkan dengan teknik catat.

Teknik pustaka adalah peneliti berperan sebagai instrumen kunci

melakukan penyimakan secara cermat, terarah, dan teliti terhadap sumber data

utama dalam rangka memperoleh data yang dibutuhkan. Hasil penyimakan

Referensi

Dokumen terkait

antartokoh dalam novel Sokola Rimba karya Butet Manurung dengan.. menggunakan teori struktural yang dikemukakan oleh

[r]

Ini pengalaman pertama saya dan Farid Gaban turun ke lapangan. Kemudian hari, Farid Gaban punya ide lebih besar lagi; mengajak saya keliling Indonesia, naik sepeda motor

[r]

Dan memiliki kewenangan untuk mengatur dan untuk melaksanakan secara penuh pemungutan pajak daerah sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Daerah Kota Semarang

In this paper we investigate Murre’s conjecture on the Chow–K¨ unneth decomposition for universal families of smooth curves over spaces which dominate the moduli space M g, in genus

Sumber keuangan pada suatu sekolah/ sekolah Islam secara garis besar dapat dikelompokkan atas tiga sumber, yaitu: pemerintah (baik pemerintah pusat, daerah,

[r]