commit to user
i
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
VOLUME EKSPOR TEH
DI PROVINSI JAWA TENGAH
Skripsi
Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian
di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Jurusan/Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis
Oleh :
Ricki Sanjaya Ardiyan Pamungkas
H 1307030
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
ii
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
VOLUME EKSPOR TEH
DI PROVINSI JAWA TENGAH
yang dipersiapkan dan disusun oleh:
Ricki Sanjaya Ardiyan Pamungkas
H 1307030
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
pada tanggal : November 2011
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Tim Penguji :
Ketua,
Prof. Dr. Ir. Suprapti Supardi, MP
NIP. 19480808 197612 2 001
Anggota I,
Setyowati, SP., MP.
NIP. 19710322 199601 2 001
Anggota II,
Erlyna Wida Riptanti, SP., MP.
NIP. 19780708 200312 2 002
Surakarta, November 2011
Mengetahui:
Universitas Sebelas Maret
Fakultas Pertanian
Dekan,
Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, M.S.
commit to user
iii
1 003KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat
dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Volume Ekspor Teh Di Provinsi Jawa
Tengah”.
Usaha dan upaya untuk melakukan yang terbaik atas setiap kerja
menjadikan akhir dari pelaksanaan penelitian terwujud dalam bentuk penulisan
skripsi dengan judul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Volume
Ekspor Teh Di Provinsi Jawa Tengah”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi
sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penyusunan skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
yang setulusnya kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan baik
moril maupun materiil kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. Ucapan
terima kasih ini penulis tujukan terutama kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, M.S. selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Ibu Dr. Ir. Sri Marwanti, M.S. selaku Ketua Jurusan Program Studi Sosial
Ekonomi Pertanian/Agrobisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
3. Ibu Ir. Sugiharti Mulya Handayani, M.P. selaku Ketua Komisi Sarjana
Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Ibu Prof. Dr. Ir. Suprapti Supardi, MP. selaku Pembimbing Utama, yang
selalu memberikan bimbingan, arahan, dukungan, nasehat, semangat, kritik
dan masukan selama proses belajar dan penyusunan skripsi ini.
5. Ibu Setyowati, SP., MP. selaku Pembimbing Akademik dan selaku
commit to user
iv
dukungan, nasehat, semangat, kritik dan masukan selama proses belajar dan
penyusunan skripsi ini.
6. Ibu Erlyna Wida Riptanti, SP., MP. selaku Penguji Tamu, yang telah
memberikan masukan, arahan dan bimbingan yang berharga bagi penulis
sehingga terselesaikannya skripsi ini.
7. Seluruh Dosen Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta yang
telah memberikan ilmu dan pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis.
8. Kepala Kantor Kesbangpollinmas Provinsi Jawa Tengah, Kepala Kantor Dinas
Perkebunan Provinsi Jawa Tengah, dan Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi
Jawa Tengah, yang telah memberi izin Penulis melakukan penelitian dan
memberikan bantuannya dalam penelitian.
9. Kedua orang tuaku Bapak Risamto dan Ibuku Tercinta Sri Hastuti terima
kasih atas segala dukungan, semangat, nasehat dan doa yang tiada pernah
putus, serta cinta dan kasih sayang yang diberikan, sehingga Penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
10. Kakakku tercinta Mbak Sonia, Mas Aris, Mas Wahyu, dan Mbak Nanik.
Adikku tersayang Singgih, Eyang Kakung, Almarhum Eyang Putri, Om dan
Tante serta sepupuku. Keponakan-keponakanku Princes dan Arinta yang
lucu-lucu. Terimakasih atas doa dan dukungan yang telah kalian berikan.
11. Teman-temanku Agrobisnis Ekstensi angkatan 2007 Yunita, Monika, Willly,
Rosita, Hesti, Erna, Catur, Helda, Novi, Willy, Suprek, Gondrong, Manda,
Hanny, Anindita, Nunu, Ikhsan, Adia, Baku, Aryo, Raden, Bima dan
semuanya teman-teman Agrobisnis dan Agronomi Ekstensi angkatan 2007
yang tak bisa disebutkan satu persatu terimakasih atas kebersamaan kita
selama ini.
12. Kakak tingkat ekstensi Agrobisnis angkatan 2006 yang selama ini telah
memberi dukungan, Agrobisnis Reguler angkatan 2007 terimakasih atas
kebersamaan kita selama ini.
13. Semua pihak yang telah membantu kelancaran penulis dalam penelitian
commit to user
v
Penulis menyadari bahwa sesungguhnya karya ini hanya sedikit
memberikan kontribusi bagi pihak pemerintah Provinsi Jawa Tengah maupun bagi
almamater. Namun, begitu besar memberikan kemanfaatan bagi penulis. Dengan
segala kerendahan hati penulis berharap di balik kekurangsempurnaan karya ini
masih ada manfaat yang bisa diberikan baik bagi penulis sendiri, bagi pihak
almamater dapat menjadi tambahan referensi, dan bagi pembaca semoga bisa
dijadikan tambahan pengetahuan.
Surakarta, November 2011
commit to user
3. Teori Perdagangan Internasional ... 18
4. Ekspor ... 20
5. Devisa... 23
6. Harga ... 24
7. Kurs Mata Uang Asing ... 25
8. Elastisitas ... 26
C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah ... 27
D. Hipotesis ... 30
IV.KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN ... 42
A. Keadaan Alam ... 42
commit to user
1. Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin ... 46
2. Keadaan Penduduk Menurut Umur ... 46
3. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian ... 47
4. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ... 49
C. Keadaan Perekonomian ... 50
1. Struktur Perekonomian ... 50
2. Pendapatan Per Kapita ... 51
3. Sarana dan Prasarana Ekonomi ... 52
4. Ekspor dan Impor ... 55
D. Kondisi Umum Sub Sektor Perkebunan Provinsi Jawa Tengah ... 55
1. Pembangunan Sub Sektor Perkebunan ... 55
2. Kelembagaan ... 57
3. Luas dan Jenis Komoditas ... 58
4. PDRB Sub Sektor Perkebunan ... 60
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 61
A. Hasil Penelitian ... 61
1. Volume Ekspor Teh di Provinsi Jawa Tengah ... 61
2. Produksi Teh di Provinsi Jawa Tengah ... 64
3. Harga Domestik Teh di Provinsi Jawa Tengah ... 66
4. Harga Ekspor Teh di Provinsi Jawa Tengah ... 69
5. Nilai Tukar Dollar Amerika Serikat (USD) Terhadap Rupiah ... 72
6. Volume Ekspor Teh Provinsi Jawa Tengah Tahun Sebelumnya ... 74
B. Hasil Analisis Penelitian ... 76
1. Pengujian Model ... 78
a. Uji Adjusted R2 ... 78
b. Uji F ... 79
c. Uji t ... 80
d. Variabel Bebas Yang Paling Berpengaruh ... 81
2. Pengujian Asumsi Klasik ... 82
a. Multikolinearitas ... 82
b. Autokorelasi ... 82
c. Heteroskedastisitas ... 83
3. Elastisitas Volume Ekspor Teh di Provinsi Jawa Tengah... 83
commit to user di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005-2009 ... 5
Tabel 3. Tata Guna Lahan di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 ... 45
Tabel 4. Komposisi Penduduk Provinsi Jawa Tengah Menurut Jenis Kelamin Tahun 2009 ... 46
Tabel 5. Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009 ... 47
Tabel 6. Komposisi Penduduk Usia 15 Tahun Keatas Menurut Mata Pencaharian di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009 ... 48
Tabel 7. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 ... 49
Tabel 8. Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2009 ... 50
Tabel 9. Pendapatan Regional Per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 ... 51
Tabel 10. Sarana Perekonomian di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 ... 53
Tabel 11. Sarana Perhubungan Kendaraan Bermotor di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 ... 54
Tabel 12. Panjang Jalan dan Kondisi Jalan di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 ... 54
Tabel 17. Perkembangan Nilai Tukar Dollar Amerika Serikat (USD) Terhadap Rupiah Tahun 1994-2009 ... 72
commit to user
ix
Tabel 19. Variabel-variabel Yang Diduga Dalam Penelitian Tahun 1994-2009 ... 77
Tabel 20. Model Summary Regresi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Volume Ekspor Teh di Provinsi Jawa Tengah ... 78
Tabel 21. Analisis Varian Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Volume Ekspor Teh di Provinsi Jawa Tengah ... 79
Tabel 22. Pengaruh Masing-Masing Variabel Bebas terhadap Volume ekspor Teh di Provinsi Jawa Tengah ... 80
Tabel 23. Nilai Standar Koefisien Regresi Parsial Tiap Variabel Yang Mempengaruhi Volume Ekspor Teh di Provinsi Jawa Tengah ... 81
commit to user
x
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
Gambar 1. Skema Teori Pendekatan Masalah ... 30
Gambar 2. Perkembangan Volume Ekspor Teh di Provinsi Jawa Tengah Tahun 1994-2009 ... 63
Gambar 3. Perkembangan Produksi Teh di Provinsi Jawa Tengah Tahun 1994-2009 ... 66
Gambar 4. Perkembangan Harga Domestik Teh di Provinsi Jawa Tengah Tahun 1994-2009 ... 68
Gambar 5. Perkembangan Harga Ekspor Teh di Provinsi Jawa Tengah Tahun 1994-2009 ... 71
Gambar 6. Perkembangan Nilai Tukar Dollar Amerika Serikat terhadap Rupiah Tahun 1994-2009... 73
commit to user
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul Halaman
1 Volume Ekspor Teh, Produksi Teh, Harga Domestik Teh, Harga Ekspor Teh, Volume Ekspor Teh tahun Sebelumnya di Provinsi
Jawa Tengah Tahun 1994-2009 ... 95
2. Hasil Analisis Regresi, Multikolinearitas, Autokorelasi, Heteroskedastisitas, Uji adjusted R2, Uji t, Uji F... 97
3. Standar Koefisien Regresi ... 104
4 Peta Provinsi Jawa Tengah ... 105
commit to user
xii
RINGKASAN
Ricki Sanjaya Ardiyan Pamungkas, H 1307030. 2011. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Volume Ekspor Teh Di Provinsi Jawa Tengah. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta, dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Suprapti Supardi, MP., dan Setyowati, SP., MP.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor teh di Provinsi Jawa Tengah dan mengetahui elastisitas ekspor teh di Provinsi Jawa Tengah akibat perubahan faktor-faktor yang mempengaruhi itu.
Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis. Pengambilan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Di Provinsi Jawa Tengah dengan pertimbangan bahwa Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang mengusahakan teh sebagai komoditas perkebunan utama dan melakukan ekspor teh. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square) dalam bentuk regresi non linier berganda. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah produksi teh, harga domestik teh, harga ekspor teh, nilai tukar Dollar AS terhadap Rupiah, dan volume ekspor the pada tahun sebelumnya. Berdasarkan hasil analisis diperoleh persamaan: Y= 4,14 . 10-2 X10,163 X20,642 X31,097 X4-0,526 X51,007
Model tersebut memiliki nilai adjusted R2 sebesar 89,2%, yang berarti bahwa besarnya sumbangan variabel produksi teh, harga domestik teh, harga ekspor teh, nilai tukar Dollar AS terhadap rupiah, dan volume ekspor teh pada tahun sebelumnya terhadap variasi volume ekspor teh di Provinsi Jawa Tengah sebesar 89,2% sedangkan sisanya 10,8% dipengaruhi oleh variabel lain diluar model yang diteliti. Hasil uji F diketahui bahwa variabel produksi teh, harga domestik teh, harga ekspor teh, nilai tukar Dollar AS terhadap rupiah, dan volume ekspor teh pada tahun sebelumnya secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap volume ekspor teh di Provinsi Jawa Tengah pada tingkat kepercayaan 95%.
commit to user
xiii
SUMMARY
Ricki Sanjaya Ardiyan Pamungkas, H 1307030. 2011. The Analysis Of The Factors Which Influence Tea Export Volume In Central Java Province. Agriculture Faculty Sebelas Maret University, with the guidance of Prof. Dr. Ir. Suprapti Supardi, MP., and Setyowati, SP., MP.
This research has an aim to identify the factors which influence tea export volume in Central Java Province and to identify the elasticity of tea export in Central Java Province caused by the changes of those influence factors.
Basic method used in this research is analytical descriptive method. Location of the research is taken purposively in Central Java because Central Java Province is considered as one of the province which try to make tea as the major farming commodity and has successfully export tea. The collected data is analysis using OLS method (Ordinary Least Square) in the form of multiple non linier regression. Variables in this research are tea production, tea domestic price, tea export price, the value of us dollar toward rupiah, and tea export volume in the previous year. Based on the result of analysis, it shows that Y= 4,14 . 10-2 X10,163 X20,642 X31,097 X4-0,526 X51,007.
This model has adjusted value R2 is 89,2% which means the amount of contribution of the variables tea production, tea domestic price, tea export price, the value of us dollar toward rupiah and the previous tea export volume toward the variation of tea export volume in Central Java Province is 89,2% mean while the rest of 10,8% is influence by other variables outside the model being analysed. The result of F test shows that variables of tea production, tea domestic price, tea export price, the price of us dollar toward rupiah, and tea export volume in the previous year all together give real influences toward tea export volume in Central Java at the level of 95% reliability.
commit to user
xiv
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
VOLUME EKSPOR TEH
DI PROVINSI JAWA TENGAH
SKRIPSI
Oleh
:
RICKI SANJAYA ARDIYAN PAMUNGKAS
H 1307030
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perdagangan memegang peranan penting dalam perekonomian suatu
negara. Kegiatan perdagangannya sangat berarti dalam upaya pemeliharaan
dan kestabilan harga bahan pokok, penyediaan kesempatan kerja bagi
masyarakat, penggerak kegiatan ekonomi, peningkatan penerimaan negara dan
pendapatan negara. Kebijakan perdagangan Indonesia diarahkan pada
penciptaan dan pemantapan kerangka landasan perdagangan. Kebijakan
tersebut meliputi usaha meningkatkan efisiensi perdagangan dalam negeri dan
perdagangan luar negeri dengan tujuan lebih memperlancar arus barang dan
jasa, mendorong pembentukan harga yang layak dalam iklim persaingan yang
sehat, menunjang usaha peningkatan efisiensi produksi, dan mengembangkan
ekspor (Halwani, 2002: 372).
Perdagangan luar negeri terutama ekspor, sangat penting peranannya
dalam perekonomian Indonesia. Devisa yang diperoleh dari ekspor merupakan
sumber pembiayaan pembangunan. Peningkatan penerimaan devisa dari
ekspor akan ikut meringankan beban neraca perdagangan yang terdiri dari
transaksi ekspor dan impor barang (Halwani, 2002: 373).
Perkembangan ekspor non-migas memiliki makna strategis bagi
perekonomian nasional. Makna strategis pengembangan ekspor non-migas
bertolak dari kenyataan kondisi makro perekonomian Indonesia yang masih
selalu dibayang-bayangi oleh rentannya kinerja di sektor eksternal, khususnya
defisit transaksi neraca perdagangan. Upaya meningkatkan ekspor non-migas
pun sangat strategis dilihat dari penyerapan tenaga kerja, tak dapat disangkal
bahwa puluhan juta pekerja menggantungkan pendapatannya pada sektor
ekspor. Ekspor non-migas menghasilkan devisa yang dibutuhkan untuk
pembiayaan kegiatan pembangunan. Keberhasilan meningkatkan ekspor
non-migas juga mencerminkan peningkatan daya saing nasional sekaligus
merupakan salah satu indikasi timbulnya dinamika positif dalam
kewirausahaan di tanah air. Demi kepentingan pembangunan nasional maka
commit to user
peranan ekspor perlu ditingkatkan terutama melalui ekspor non-migas
(Basri, 1995: 50).
Perkebunan merupakan salah satu sub sektor potensial yang
menghasilkan komoditi ekspor non-migas. Perkebunan sebagai bagian dari
sektor pertanian yang mempunyai peranan penting dan strategis dalam
pembangunan nasional. Peranannya terlihat nyata dalam penerimaan devisa
negara melalui ekspor, penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan
konsumsi dalam negeri, bahan baku berbagai industri dalam negeri, perolehan
nilai tambah dan daya saing serta optimalisasi pengelolaan sumberdaya alam
secara berkelanjutan. Berdasarkan hal inilah, sehingga tidak berlebihan bila
dikatakan bahwa hasil perkebunan merupakan mata dagang ekspor andalan di
sektor non-migas (Departemen Pertanian, 2009: 1).
Salah satu komoditas perkebunan penghasil devisa cukup besar adalah
teh. Komoditas teh memiliki arti penting dalam perekonomian Indonesia. Teh
merupakan sumber kehidupan bagi banyak orang dan pemerintah
(Tim Penulis PS, 1993: 1). Sejak awal pengusahaan, tanaman teh Indonesia
lebih berorientasi ekspor. Rencananya, 80% dari seluruh produksi ditujukan
untuk ekspor sedangkan yang 20% dipasarkan di dalam negeri.
Ekspor teh Indonesia di dunia menempati urutan kelima dengan pangsa
pasar sebesar 7,5 persen setelah Srilangka yang menempati urutan pertama
sebesar 22,2 %. Kemudian disusul Kenya (20,6%), Cina (16,0%) dan India
(15,4%). Kenya dengan persentase sebesar 20,6 %. (Anonim, 2002).
Munculnya kesadaran baru terhadap pentingnya gaya hidup yang sehat
terutama di negara maju, harus disikapi sebagai peluang untuk memperluas
pemasaran teh. Berdasarkan hasil penelitian, teh mengandung bahan-bahan
alami yang dapat menstimulasi kesehatan, yaitu kafein untuk merangsang
kerja sistem syaraf; polyphenol yang dapat meningkatkan daya tahan terhadap virus serta bakteri; vitamin B-kompleks untuk kesehatan mulut, lidah, dan
bibir; serta flouride yang baik untuk gigi. Sejalan dengan kesadaran tersebut, konsumsi terutama teh terus meningkat. Menghadapi tantangan ke depan yang
commit to user
sebagai komoditas perdagangan. Hal ini juga merupakan peluang bagi
Indonesia untuk meningkatkan penawaran ekspor teh ke pasar dunia
(Ghani, 2002: 5).
Upaya untuk meningkatkan ekspor teh Indonesia mengalami kendala
baik dari faktor internal maupun eksternal. Dilihat dari faktor internal,
produksi teh Indonesia merupakan kendala utama baik dari segi kuantitas
maupun kualitas atau mutu. Kualitas teh Indonesia di pasar dunia cenderung
merosot karena negara-negara pesaing menawarkan teh dengan kualitas yang
lebih baik dan harga yang relatif murah sehingga di pasar dunia terjadi
persaingan mutu dan harga yang menyebabkan harga teh Indonesia cenderung
menurun, hal ini dapat berimplikasi kepada berkurangnya minat produsen teh
dalam negeri untuk meningkatkan volume ekspor (Junaidi, 2005: 4).
Dilihat dari faktor eksternal, pengambilalihan pasar ekspor teh
Indonesia oleh negara-negara pesaing menyebabkan turunnya pangsa pasar
ekspor teh Indonesia. Pada tahun 2002, pangsa pasar ekspor teh Indonesia di
negara Maroko sebagian telah diambil alih oleh Cina karena volume ekspor
teh Cina ditingkatkan menjadi 37000 ton/tahun sedangkan Indonesia
mengekspor teh sebesar 4500 ton/tahun (Junaidi, 2005: 4).
Di Indonesia, ada dua jenis teh utama yang diperdagangkan di dalam
negeri maupun untuk ekspor, yaitu teh hitam dan teh hijau. Keduanya
dihasilkan dari bagian tanaman yang sama namun dengan proses pengolahan
yang berbeda. Teh hitam diolah dengan proses fermentasi yang cukup rumit
sehingga jenis teh ini dihasilkan oleh perkebunan besar negara dan swasta,
sedangkan teh hijau diolah tanpa proses fermentasi dan dihasilkan oleh
perkebunan besar swasta dan perkebunan rakyat. Teh hitam merupakan jenis
teh yang diproduksi Indonesia yang paling besar volume ekspornya dengan
commit to user
Tabel 1. Jumlah Ekspor dan Nilai Ekspor Teh di Indonesia, 2005-2009
No. Negara Jumlah Ekspor Teh (Ton) Jumlah 47.872,4 51.050,0 73.343,6 125.053,5 144.423,2 Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia, 2010
Berdasarkan Tabel 1, menunjukkan negara-negara yang menjadi
konsumen produk teh Indonesia adalah Malaysia, Pakistan, Uni Emirat Arab,
Amerika Serikat, Inggris, Belanda, Jerman, Polandia, Ukraina, dan Rusia.
Ekspor teh Indonesia tahun 2005-2009 mengalami fluktuasi namun cenderung
mengalami peningkatan. Volume ekspor teh Indonesia pada tahun 2008
mencapai 83.742,9 ton dengan nilai ekspor sebesar US$ 125.053,5 ribu.
commit to user
disebabkan harga ekspor teh di Indonesia tinggi. Sehingga mendorong para
eksportir untuk melakukan ekspor teh. Berbeda dengan volume ekspor
nasional yang mengalami peningkatan, volume ekspor teh di Provinsi Jawa
Tengah mengalami penurunan.
Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu wilayah penghasil dan
pengekspor teh di Indonesia. Menurut data yang diperoleh dari Dinas
Perkebunan Provinsi Jawa Tengah (2010), teh merupakan komoditi yang
penting dalam ekspor perkebunan Provinsi Jawa Tengah. Total ekspor teh
Provinsi Jawa Tengah tahun 2005-2009 adalah 6.270.406 kg. Jenis teh yang
diekspor Provinsi Jawa Tengah adalah teh hitam. Teh hijau juga diekspor
namun jumlahnya lebih kecil bila dibandingkan dengan jumlah ekspor teh
hitam. Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat ekspor teh Provinsi Jawa Tengah
menunjukkan terjadi penurunan volume ekspor teh tahun 2005-2009.
Tabel 2. Luas Lahan, Produksi, Produktivitas, dan Volume Ekspor Teh di
Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah, 2010
Perubahan yang terjadi pada volume ekspor teh di Provinsi Jawa tengah
disebabkan oleh banyak faktor. Beberapa faktor yang diduga berpengaruh
terhadap volume ekspor teh di Provinsi Jawa Tengah diantaranya luas lahan,
yang mempengaruhi jumlah produksi teh, sehingga berpengaruh pada volume
teh yang di ekspor ke luar negeri. Nilai tukar rupiah terhadap dollar juga
pemicu kegiatan ekspor. Diduga faktor lain yang juga ikut mempengaruhi
volume ekspor teh di Provinsi Jawa Tengah adalah harga. Berdasarkan Tabel
2 diketahui bahwa jumlah teh yang diekspor Provinsi Jawa Tengah lebih kecil
bila dibandingkan dengan jumlah produksi teh di Provinsi Jawa Tengah. Hal
commit to user
produksi didalam negeri. Selain itu juga karena tidak semua hasil produksi teh
dapat diekspor keluar negeri, ada sebagian produksi teh yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan permintaan teh dalam negeri. Sebagaimana diketahui
bahwa teh mempunyai standar mutu yang ketat diberlakukan dalam
perdagangan antar negara. Apabila mutu teh yang dihasilkan tidak sesuai
standar yang telah ditentukan, maka teh tersebut tidak bisa diekspor keluar
negeri. Luas lahan perkebunan teh semakin berkurang karena tanaman yang
sudah tua diganti dengan tanaman yang baru (ada program replanting). Produktivitas teh Provinsi Jawa Tengah semakin meningkat. Hal ini
dikarenakan adanya upaya produsen untuk meningkatkan jumlah produksi teh
dengan mengakombinasikan faktor produksi secara tepat.
Volume ekspor teh di Provinsi Jawa Tengah yang ditampilkan pada
Tabel 2, menunjukkan adanya fluktuasi dari tahun ke tahun yang cenderung
menurun. Berdasarkan keadaan tersebut, maka perlu dilakukan suatu kajian
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan volume ekspor teh di
Provinsi Jawa Tengah. Hal ini mengingat pasar teh di luar negeri yang
potensial, sehingga masih memungkinkan bagi Provinsi Jawa Tengah untuk
mempertahankan dan meningkatkan kegiatan ekspornya. Selain itu, komoditi
teh merupakan sumber pendapatan negara melalui pemasukan devisa dari nilai
ekspor yang dihasilkannya.
B. Perumusan Masalah
Prospek ekspor teh Indonesia dipasaran dunia cukup bagus, akan tetapi
Indonesia belum mampu menempati posisi teratas pengekspor teh dunia.
Sejalan dengan produksi teh di Indonesia, tentu saja harus diperhitungkan
besarnya produksi teh dunia. Jumlah produksi teh di Indonesia harus bisa
menyaingi produksi negara penghasil teh lainnya. Selain bersaing dalam
jumlah produksi teh, Indonesia dan negara penghasil teh lainnya juga bersaing
commit to user
Volume ekspor teh dalam skala nasional cenderung meningkat. Hal ini
sebenarnya tidak terlepas dari sumbangan ekspor provinsi-provinsi di
Indonesia, salah satu daerah penghasil komoditi teh adalah Provinsi Jawa
Tengah. Besarnya volume ekspor teh yang berhasil disumbangkan Provinsi
Jawa Tengah dalam porsi ekspor teh secara nasional, telah menempatkan
Provinsi Jawa Tengah sebagai wilayah berpotensi tinggi dan memegang peran
penting dalam memenuhi permintaan konsumen luar negeri akan kebutuhan
teh.
Ekspor teh Provinsi Jawa Tengah yang cenderung mengalami
penurunan, tentunya akan memberikan dampak bagi perkembangan ekspor di
tingkat nasional. Perubahan yang terjadi pada volume ekspor teh di Provinsi
Jawa tengah disebabkan oleh banyak faktor. Beberapa faktor yang diduga
berpengaruh terhadap volume ekspor teh di Provinsi Jawa Tengah diantaranya
luas lahan, yang mempengaruhi jumlah produksi teh, sehingga berpengaruh
pada volume teh yang di ekspor ke luar negeri. Nilai tukar rupiah terhadap
dollar juga pemicu kegiatan ekspor. Diduga faktor lain yang juga ikut
mempengaruhi volume ekspor teh di Provinsi Jawa Tengah adalah harga.
Berdasarkan uraian tersebut, permasalahan yang dapat dirumuskan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi volume ekspor teh di
Provinsi Jawa Tengah?
2. Bagaimana elastisitas ekspor teh di Provinsi Jawa Tengah akibat
perubahan faktor-faktor yang mempengaruhi itu?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor teh di
Provinsi Jawa Tengah.
2. Mengetahui elastisitas ekspor teh di Provinsi Jawa Tengah akibat
commit to user
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan
wawasan yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor
teh dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di
Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.
2. Bagi pemerintah, khususnya pemerintah daerah Provinsi Jawa Tengah,
hasil penelitian ini dapat menjadi sumbangan pemikiran dan bahan
pertimbangan dalam menyusun kebijakan yang lebih baik di masa datang,
terutama dalam upaya peningkatan ekspor non-migas komoditas
perkebunan khususnya teh di Provinsi Jawa Tengah.
3. Bagi perusahaan eksportir, penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu
bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan manajerial yang
berhubungan dengan kegiatan ekspor teh.
4. Bagi pihak lain, diharapkan dapat menjadi bahan perbandingan dalam
commit to user
II. LANDASAN TEORI
A. Peneliti Terdahulu
Terdapat beberapa penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi ekspor komoditi perkebunan yang telah lebih dahulu
dilakukan. Pada umumnya penelitian tersebut memaparkan tentang pengaruh
dari berbagai faktor terhadap ekspor komoditi perkebunan khususnya di
Provinsi Jawa Tengah.
Penelitian yang dilakukan oleh Sugianingsih (2004: 100) yang berjudul
Analisis Perkembangan Ekspor Kakao Jawa Tengah diketahui bahwa produksi
kakao, harga domestik kakao, harga ekspor kakao dan harga ekspor kopi
secara individual berpengaruh nyata terhadap volume ekspor. Produksi kakao,
harga domestik kakao, dan harga ekspor kopi masing-masing berpengaruh
pada taraf nyata sampai dengan 20%, sedangkan harga ekspor kakao
berpengaruh pada taraf nyata sampai dengan 5%. Nilai tukar Dollar Amerika
Serikat, jumlah negara tujuan ekspor dan volume ekspor tahun sebelumnya
tidak berpengaruh nyata secara individu. Berdasarkan nilai koefisien regresi
yang dihasilkan menunjukkan bahwa ekspor kakao di Provinsi Jawa Tengah
bersifat inelastis terhadap produksi kakao di Provinsi Jawa Tengah, harga
domestik kakao di Provinsi Jawa Tengah, harga ekspor kakao di Provinsi Jawa
Tengah, serta harga kopi di Provinsi Jawa Tengah.
Selain itu hasil penelitian yang dilakukan Kurniati (2005: 63) dengan
judul Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Volume Ekspor dan
Proyeksi Volume Ekspor Tembakau Vorstenlanden Jawa Tengah,
menjelaskan bahwa dari hasil analisis dengan taraf kepercayaan 95%
menunjukkan bahwa variabel bebas volume ekspor tembakau vorstenlanden
tahun sebelumnya, jumlah produksi tembakau vorstenlanden, jumlah produksi
tembakau vorstenlanden tahun sebelumnya, harga ekspor tembakau
vorstenlanden, luas lahan dan nilai kurs Dollar Amerika Serikat (AS) terhadap
rupiah secara bersama-sama berpengaruh terhadap volume ekspor tembakau
vorstenlanden di Provinsi Jawa Tengah. Ketepatan model regresi dalam
commit to user
menjelaskan perubahan yang terjadi pada volume ekspor tembakau
vorstenlanden di Provinsi Jawa Tengah sebesar 75,2%. Sedangkan sisanya
sebesar 24,8% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti.
Hasil penelitian Laily (2009: 85) dengan judul Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Volume Ekspor Tembakau Asepan di Provinsi Jawa Tengah,
menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor
tembakau asepan di Provinsi Jawa Tengah adalah produksi tembakau asepan
tahun sebelumnya, harga domestik tembakau asepan tahun sebelumnya, harga
ekspor tembakau asepan tahun sebelumnya, kurs Dollar Amerika Serikat
terhadap rupiah tahun sebelumnya, dan volume ekspor tembakau asepan tahun
sebelumnya. Faktor-faktor yang berpengaruh secara parsial terhadap volume
ekspor tembakau asepan di Provinsi Jawa Tengah meliputi harga domestik
tembakau tahun sebelumnya, harga ekspor tembakau asepan tahun
sebelumnya, kurs dollar Amerika Serikat terhadap rupiah tahun sebelumnya.
Sedangkan faktor volume ekspor tembakau asepan tahun sebelumnya tidak
berpengaruh secara parsial terhadap volume ekspor tembakau asepan di
Provinsi Jawa Tengah. Faktor yang memberikan pengaruh paling dominan
terhadap perubahan volume ekspor tembakau asepan di Provinsi Jawa Tengah
adalah kurs dollar Amerika Serikat terhadap rupiah tahun sebelumnya dengan
nilai koefisien regresi parsial terbesar yaitu sebesar 8,1321 dengan hubungan
yang positif.
Volume ekspor tembakau asepan bersifat inelastis terhadap produksi
tembakau tahun sebelumnya dan harga ekspor tembakau asepan tahun
sebelumnya dengan koefisien elastisitas masing-masing sebesar 0,830 dan
-0,917; bersifat elastis terhadap variabel harga domestik tembakau tahun
sebelumnya dan kurs dollar Amerika Serikat terhadap rupiah tahun
sebelumnya dengan koefisien elastisitas masing-masing sebesar 1,478 dan
commit to user
Berdasarkan penelitian diatas, dapat diketahui bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi volume ekspor komoditi pertanian pada sub sektor perkebunan
di Provinsi Jawa Tengah yaitu produksi, harga domestik, ekspor tahun
sebelumnya, harga ekspor, dan nilai kurs dollar Amerika Serikat terhadap
rupiah. Volume ekspor komoditi pertanian pada sub sektor perkebunan di
Provinsi Jawa Tengah bersifat inelastis.
B. Tinjauan Pustaka
1. Tanaman Teh (Camellia Sinensis)
Tanaman teh berbentuk pohon. Tingginya bisa mencapai belasan
meter. Namun, tanaman teh diperkebunan selalu dipangkas untuk
memudahkan pemetikan, sehingga tingginya 90-120 meter. Menurut
silsilah kekerabatan dalam dunia tumbuh-tumbuhan, tanaman teh
termasuk ke dalam:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub division : Angiospermae
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Guttiferales
Famili : Theaceae
Genus : Camellia
Species : Camellia sinensis (Tim Penulis PS, 1993: 17).
Tanaman teh (Camellia Sinensis) diduga berasal dari Asia Tenggara. Pada tahun 2737 SM teh sudah dikenal di China. Bahkan sejak
abad ke-4 M, teh telah dimanfaatkan sebagai salah satu komponen
ramuan obat. Teh diperkenalkan pertama kali oleh pedagang Belanda
sebagai komoditas perdagangan di Eropa pada tahun 1610 M dan menjadi
commit to user
Tanaman teh dapat tumbuh mulai dari pantai sampai pegunungan.
Di Pegunungan Assam, teh ditanam pada ketinggian lebih dari
2000 m dpl. Namun, perkebunan teh umumnya dikembangkan di daerah
pegunungan yang beriklim sejuk. Meskipun dapat tumbuh subur di
dataran rendah, tanaman teh tidak akan memberikan hasil dengan mutu
baik. Semakin tinggi daerah penanaman teh semakin tinggi mutunya
(Ghani, 2002: 1).
Jenis teh yang pertama kali masuk di Indonesia adalah jenis
Sinensis. Lalu setengah abad kemudian dimasukkan pula jenis teh Assamica. Dua macam jenis teh ini di Indonesia sering terjadi hibridasi, dikarenakan sifat dari Assamica ini lebih menguntungkan, maka lambat laun Sinensis terdesak dengan jenis Assamica. Dengan demikian, hampir setiap perkebunan-perkebunan teh di Indonesia ini menanam jenis
Assamica. Akan tetapi Assamica yang ditanam berasal dari bermacam-macam variasi. Perbedaan antara Assamica dan Sinensis adalah:
a. Jenis Assamica ini dapat berbatang setinggi 12 meter, tumbuhnya cepat mulainya bercabang agak tinggi, ukuran daunnya lebih besar
kalau dibandingkan dengan jenis Sinensis dan ujung-ujungnya runcing panjang. Assamica ini dapat menghasilkan daun banyak sekali tapi kualitas produksinya rendah.
b. Kalau jenis Sinensis, pohonnya rendah hanya sekitar 3 meter, bercabang banyak dan mulai bercabang didekat permukaan tanah.
Daunnya berukuran kecil bila dibandingkan dengan jenis Assamica, panjangnya kurang lebih 9 cm. Ujung daunnya runcing pendek.
Tumbuhnya lambat dengan produksi sedikit akan tetapi mempunyai
kualitas produksi yang baik (Mulyana, 1983: 8-9).
Teh diperoleh dari pengolahan daun teh (Camellia Sinensis L.) dari familia Theceae. Tanaman ini diperkirakan berasal dari daerah pegunungan Himalaya dan daerah-daerah pegunungan yang berbatasan
commit to user
tumbuh subur di daerah tropis dan subtropis dengan menuntut cukup sinar
matahari dan hujan sepanjang tahun (Siswoputranto, 1978: 3).
Tanaman teh umumnya mulai dapat dipetik daunnya secara
terus-menerus setelah berumur 5 tahun. Dengan pemeliharaan yang baik
tanaman teh dapat memberi hasil daun yang cukup besar selama 40 tahun.
Kebun-kebun teh karenanya perlu senantiasa memperoleh pemupukan
secara teratur, bebas serangan hama penyakit tanaman, memperoleh
pemangkasan secara baik, mendapat curah hujan yang cukup.
Kebun-kebun teh perlu diremajakan setelah tanaman-tanaman tehnya berumur 40
tahun ke atas (Siswoputranto, 1978: 3).
Hasil teh diperoleh dari daun-daun pucuk tanaman teh yang dipetik
sekali dengan selang 7 sampai 14 hari, tergantung dari keadaan tanaman
di masing-masing daerah. Di Indonesia, Sri Lanka, di beberapa daerah di
Indonesia dan di negara-negara lainnya pemetikan teh dapat dilakukan
sepanjang tahun. Akan tetapi di India Utara, Kongo, Jepang, Cina, dan
lain-lain. Pemetikan teh hanya dapat dipetik pada musim-musim tertentu.
Hal ini mempengaruhi jumlah hasil teh yang diperoleh
perkebunan-perkebunan (Siswoputranto, 1978: 4).
Cara pemetikan daun teh selain mempengaruhi jumlah hasil teh,
juga sangat menentukan mutu teh yang dihasilkannya. Cara pemetikan
daun teh ada dua macam yaitu cara pemetikan halus (fine plucking) dan cara pemetikan kasar (coarse plucking). Pemetikan daun hingga kini banyak dilakukan oleh tenaga manusia, bahkan sebagian besar oleh
tenaga-tenaga wanita. Umumnya pemetikan daun teh dilakukan secara
teliti. Untuk menghasilkan teh dengan mutu yang baik, perlu dilakukan
pemetikan halus, yaitu hanya memetik daun pucuk dan dua daun
dibawahnya. Ada pula yang melakukan pemetikan medium, dengan
memetik bagian halus dari daun ketiga dibawah daun pucuk. Pemetikan
kasar sering juga dilakukan beberapa perkebunan rakyat, yaitu pemetikan
daun pucuk dengan tiga atau lebih banyak daun dibawahnya, termasuk
commit to user
Berdasarkan sistem pengolahan, teh dapat dikelompokkan menjadi
dua jenis sebagai berikut:
a. Teh hitam
Teh hitam diolah melalui fermentasi. Teh ini dibagi menjadi
dua, yaitu sebagai berikut:
1) Teh orthodox adalah teh yang diolah melalui proses pelayuan
sekitar 16 jam, penggulungan, fermentasi, pengeringan, sortasi,
hingga terbentuk teh jadi.
2) Teh CTC (Cutting, Tearing, dan Curling) adalah teh yang diolah melalui perajangan, penyobekan, dan penggulungan daun basah
menjadi bubuk kemudian dilanjutkan dengan fermentasi,
pengeringan, sortasi, hingga terbentuk teh jadi.
b. Teh hijau
Teh ini diolah tanpa melalui fermentasi. Teh hijau
dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu sebagai berikut:
1) Teh hijau (murni) adalah teh yang diolah melalui pelayuan sekitar
3 menit, selanjutnya dilakukan penggulungan, pengeringan, sortasi,
dan berbentuk teh jadi.
2) Teh oolong adalah teh yang diolah melalui semi pelayuan selama
6-9 jam, selanjutnya diproses seperti teh hijau.
3) Teh gunga adalah teh oolong yang diberi aroma tertentu, seperti
bunga melati.
(Ghani, 2002: 2)
Produk teh yang dijual di pasar internasional umumnya bukan
berasal dari satu kebun atau pabrik, melainkan ramuan (blend) dari beberapa pabrik bahkan negara. Hal itu terjadi karena setiap perkebunan
memiliki ciri mutu yang khas, sedangkan ciri mutu yang dijual ke
konsumen Eropa, misalnya mensyaratkan kombinasi mutu yang harus
dipenuhi oleh ramuan beberapa sifat khas. Atas dasar itu, dalam
commit to user
pemasaran demikian, menempatkan produsen pada posisi tawar yang
kurang menguntungkan. Kelebihan pasokan serta kuatnya dominasi
blender dan packer mengakibatkan penentuan harga dikendalikan oleh pembeli (Ghani, 2002: 3-4).
Jalur tata niaga komoditi teh untuk sampai ke tangan konsumen ada
dua macam, yaitu sebagai berikut:
a. Jalur tata niaga dalam negeri
Jenis teh hijau dan teh hitam yang beredar didalam negeri
mempunyai mata rantai tata niaga tersendiri. Sebenarnya jalur tata
niaga teh hijau lebih pendek daripada jalur tata niaga teh hitam. Hal
ini dikarenakan teh hijau yang banyak beredar diolah menjadi teh
wangi, maka jalur tata niaga teh hijau menjadi bertambah.
Petani teh menjual pucuk-pucuk teh segarnya ke para pedagang
pengumpul. Pedagang pengumpul menjualnya lagi ke pabrik teh
wangi. Teh wangi produksi pabrik kemudian dipasarkan dengan
menggunakan jasa para pedagang besar yang membeli teh dalam
jumlah banyak. Pedagang besar meneruskan teh wangi ke para
pedagang pengecer. Teh wangi selanjutnya dijual di warung-warung,
toko, atau pasar sehingga sampai ke tangan konsumen.
b. Jalur tata niaga luar negeri
Teh produksi Indonesia yang akan diekspor ke luar negeri
pemasarannya dikoordinir oleh Kantor Pemasaran Bersama (KPB).
Kantor Pemasaran Bersama (KPB) setiap seminggu sekali
menyelenggarakan penjualan teh lewat sistem lelang di Jakarta.
Lelang biasanya diadakan di Hotel Indonesia setiap hari rabu. Pihak
penjual yang berniat menjual hasil produksi tehnya ke luar negeri
adalah beberapa PNP/PTP dan perusahaan-perusahaan swasta. Pihak
pembeli adalah wakil dari importir (biasa disebut buying agent). Peranan swasta dalam penjualan teh lewat Kantor Pemasaran
Bersama (KPB) masih relatif kecil. Ekspor teh tidak hanya disalurkan
commit to user
yang dijual secara langsung lewat beberapa kota besar seperti
Semarang, Medan, dan Belawan.
Hal yang menjadi penghambat dalam tata niaga ekspor teh
Indonesia ke luar negeri adalah mahalnya biaya freight ke Timur Tengah. Hal ini dikarenakan biaya transhipment (pemindahan kapal) di Singapura. Mutu teh Indonesia yang dikirim ke luar negeri juga
harus yang baik serta memenuhi kualitas yang ditentukan, agar dapat
menguasai pasar dunia (Tim Penulis PS, 1993: 169-174).
Menurut (Ghani, 2002: 4), pemasaran teh terutama dengan
sistem pelelangan (auction). Pembeli memilih dan menawar teh berdasarkan contoh dari produsen. Penawar tertinggi berhak membeli
teh tersebut. Di dunia, ada beberapa tempat pelelangan teh yaitu di
London (mulai tahun 1831 tetapi sekarang sudah ditutup), Calcutta,
India (1861), Colombo, Sri Lanka (1883), Cochin, India (1947),
Chittagong, Bangladesh (1949), Nairobi, Kenya (1956), Coonoor,
India (1963), Amritsar, India (1964), Mombasa, Zimbabwe (1969),
Guwahati, India (1970), Jakarta (1973), Siliguri, India (1976),
Coimbatore, India (1980), dan Singapura (1981).
2. Standar Mutu Teh
Menurut Tim Penulis PS (1993: 141-142), mengatakan bahwa mutu
teh hitam yang ditujukan untuk ekspor dibedakan menjadi 3 jenis yaitu:
mutu khusus, mutu I, dan mutu II. Penggolongan tersebut berdasarkan
pada kenampakan teh, warna, aroma dan rasa dari seduhan teh.
Masing-masing jenis mutu teh yang diekspor akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Mutu Khusus
Mutu khusus merupakan teh dengan penampakan bentuk besar,
kurang besar atau kecil menurut jenisnya dan mengandung top (pucuk daun), serta warna daun kehitam–hitaman. Air seduhan berwarna
merah kekuning-kuningan, aromanya harum dan rasanya kuat.
commit to user
(BS), souchon (S), broken orange pecco superior (BOP Sup), broken orange pecco fannings superior (BOPF Sup), broken orange pecco I (BOP I), broken orange pecco grof (BOP G), broken orange pecco middle east (BOP Me), broken orange pecco IA (BOP IA), broken orange pecco A (BOP A), dan broken orange pecco fannings A (BOP FA).
b. Mutu I
Mutu I merupakan teh yang mempunyai kenampakan bentuk
besar, kurang besar, kecil menurut jenisnya dengan persentase daun
lebih banyak, warna merah kekuning-kuningan, aroma harum dan rasa
kuat. Jenis-jenis teh yang termasuk teh mutu I adalah broken orange pecco (BOP), broken orange pecco fannings (BPOF), broken pecco (BP), broken tea (BT), pecco fannings/ graining pecco fannings (PF/GPF), fannings (F), dan dust I.
c. Mutu II
Mutu II merupakan teh yang mempunyai kenampakan bentuk
besar, kurang besar, kecil tergantung dari jenisnya dengan persentase
daun lebih sedikit, warna kemerah-merahan dan kurang rata. Air
seduhan teh berwarna kuning merah, aroma kurang harum, dan rasa
kurang kuat. Jenis-jenis teh mutu II adalah broken orange pecco II (BOP II), broken orange pecco fannings II (BOPF II), broken pecco II (BP II), broken tea II (BT II), pecco fannings II/ graining pecco fannings II (PF II/ GPF II), fannings II (F II), dan dust II.
Standardisasi kualitas teh hijau untuk ekspor belum ada karena
sebagian besar teh yang diekspor adalah teh hitam. Kualitas teh hijau yang
ada adalah kualitas berdasarkan SP-60-1977. Kualitas teh hijau tersebut
digolongkan sebagai berikut:
a. Mutu I (pecco) adalah teh yang mempunyai bentuk daun tergulung
kecil, warna hijau sampai kehitam-hitaman, aroma wangi teh hijau,
dan tidak apek. Banyaknya tangkai daun maksimum 5% dan kadar air
commit to user
b. Mutu II (jikeng) adalah teh yang mempunyai bentuk daun tidak
tergulung melebar, warna hijau kekuning-kuningan sampai hijau
kehitam-hitaman, aroma kurang wangi, tidak apek, dan tidak ada
benda-benda asing. Banyaknya daun maksimum 7% dan kadar air
maksimum 10%.
c. Mutu III (bubuk) adalah teh yang mempunyai bentuk daun seperti
bubuk, potongan-potongan datar, warna hijau kehitam-hitaman, aroma
kurang wangi, tidak apek, tidak ada benda asing. Banyaknya daun
maksimum 0% dan kadar air maksimum 10%.
d. Mutu IV (tulang) adalah teh yang berupa tulang daun, warna hijau
kehitaman, aroma kurang wangi, tidak apek, dan tidak mengandung
benda-benda asing didalamnya, serta kadar air maksimum 10%
(Tim Penulis PS, 1993: 145-146).
3. Teori Perdagangan Internasional
Perdagangan antar negara atau lebih dikenal dengan perdagangan
internasional sebenarnya sudah ada sejak zaman dahulu, namun dalam
ruang lingkup dan jumlah yang terbatas, dimana pemenuhan kebutuhan
setempat (dalam negeri) yang tidak dapat diproduksi, dipenuhi dengan
cara barter (pertukaran barang dengan barang lainnya yang dibutuhkan
oleh kedua belah pihak, dimana masing-masing negara tidak dapat
memproduksi barang tersebut untuk kebutuhannya sendiri). Hal ini terjadi
karena setiap negara dengan negara mitra dagangnya mempunyai beberapa
perbedaan, diantaranya perbedaan kandungan sumber daya alam, iklim,
penduduk, sumberdaya manusia, spesifikasi tenaga kerja, konfigurasi
geografis, teknologi, tingkat harga, struktur ekonomi, sosial dan politik,
dan sebagainya. Dari perbedaan tersebut di atas, maka atas dasar
kebutuhan yang saling menguntungkan maka terjadilah proses pertukaran
yang dalam skala luas dikenal sebagai perdagangan internasional
commit to user
Pada proses awalnya perdagangan internasional merupakan
pertukaran dalam arti perdagangan tenaga kerja dengan barang dan jasa
lainnya, yang selanjutnya diikuti dengan perdagangan barang dan jasa
sekarang (saat terjadinya transaksi) dengan kompensasi barang dan jasa di
kemudian hari. Akhirnya berkembang hingga pertukaran antar negara/
internasional dengan aset-aset yang mengandung risiko seperti saham,
valuta asing dan obligasi yang saling menguntungkan kedua belah pihak
bahkan semua negara yang terkait didalamnya sehingga memungkinkan
setiap negara melakukan diversifikasi atau penganekaragaman kegiatan
perdagangan yang dapat meningkatkan pendapatan mereka masing-masing
(Halwani, 2002: 17).
Menurut Soelistyo dalam Soekartawi (2001: 124), konsepsi dasar dari
teori perdagangan internasional antar negara adalah tidak banyak berbeda
dengan perdagangan didalam negeri, karena perdagangan internasional
merupakan kelanjutan dari perdagangan antardaerah. Barang yang
diperdagangkan antarnegara tidaklah atas keuntungan alamiah saja akan
tetapi juga atas dasar proporsi dan intensitas faktor – faktor produksi yang
digunakan untuk menghasilkan.
Berdagang dengan negara lain kemungkinan dapat memperoleh
keuntungan, yakni dapat membeli barang yang harganya lebih rendah dan
mungkin dapat menjual keluar negeri dengan harga yang relatif lebih
tinggi. Perdagangan luar negeri sering timbul karena adanya perbedaan
harga barang di berbagai negara (Nopirin, 1999: 2).
Menurut para ekonom perdagangan internasional memberikan
keuntungan-keuntungan positif yang berguna bagi pembangunan ekonomi
negara berkembang, antara lain:
1. Dapat meningkatkan pendayagunaan sumber-sumber daya domestik.
2. Dapat menciptakan pembagian kerja dan skala ekonomis yang lebih
commit to user
3. Sebagai wahana transmisi gagasan-gagasan baru, teknologi yang lebih
baik serta kecakapan-kecakapan manajerial dan bidang-bidang
keahlian lainnya.
4. Dapat merangsang dan memudahkan mengalirnya arus modal
internasional dari negara maju ke negara berkembang.
5. Dapat merangsang bisnis baru yang menguntungkan bagi para
produsen setempat.
6. Merupakan instrumen yang efektif untuk mencegah monopoli karena
adanya rangsangan peningkatan efisiensi agar bisa bersaing dengan
produsen dari negara lain
(Salvatore, 1997: 427).
4. Ekspor
Ekspor adalah upaya melakukan penjualan komoditi yang telah
dihasilkan oleh suatu negara kepada bangsa lain atau negara asing, dengan
mengharapkan pembayaran dalam valuta asing, serta melakukan
komunikasi dengan memakai bahasa asing (Amir, 2004: 61). Menurut
Nazaruddin (1993: 23), penjualan luar negeri atau ekspor pada hakikatnya
merupakan fungsi-fungsi marketing pada tingkat internasional. Marketing
sendiri merupakan pelaksanaan kegiatan yang diarahkan pada pengaliran
barang atau jasa dari produsen ke konsumen.
Menurut Hutabarat (1996: 2-3), dalam transaksi perdagangan ekspor,
seorang eksportir banyak berhubungan dengan berbagai instansi atau
lembaga yang menunjang terlaksananya transaksi ekspor tersebut,
diantaranya adalah lembaga-lembaga seperti : bank, maskapai pelayaran,
asuransi, bea cukai, dan kedutaan/konsulat.
Kegiatan ekspor impor didasarkan oleh kondisi bahwa tidak ada
suatu negara manapun yang benar-benar mandiri karena satu sama lain
saling membutuhkan dan saling mengisi. Setiap negara memiliki
karakteristik yang berbeda, baik sumber daya alam, iklim serta struktur
ekonomi dan sosial. Perbedaan tersebut menyebabkan perbedaan
commit to user
kuantitas produk (Widjaja dan Ahmad, 2003: 1). Kebanyakan perusahaan
memulai keterlibatannya dalam bisnis luar negeri dengan mengekspor,
yaitu menjual beberapa produksi regular mereka di luar negeri.
Mengekspor merupakan alat yang paling bagus untuk memperoleh rasa
berbinis internasional tanpa mengikatkan suatu sumber daya manusia atau
keuangan dalam jumlah besar (Ball dan Wendell, 2000: 91-92).
Suatu negara dikatakan memiliki keunggulan mutlak bilamana
didukung oleh faktor alam yang spesifik yang tidak dimiliki oleh negara
lain. Bagi negara lain yang tidak dapat menghasilkan produk tersebut
Karena tidak didukung oleh faktor alam yang memberikan keunggulan
mutlak mau tidak mau harus mengimport barang tersebut.
Teori keunggulan absolut dari Adam Smith memiliki kelemahan
yang akhirnya disempurnakan oleh David Ricardo dengan teori
comparative advantage atau keunggulan komparatif. Keunggulan komparatif (comparative advantage) adalah keunggulan yang dimiliki oleh suatu negara bila dapat memproduksi suatu komoditi lebih murah dan
lebih baik yang disebabkan kombinasi faktor produksi yang ideal sehingga
produktivitasnya lebih tinggi (Widjaja dan Yani, 2003: 2).
Ekspor adalah menjual produk-produk yang dibuat di negara sendiri
untuk digunakan dan dijual kembali ke negara-negara lain. Impor adalah
membeli produk-produk yang dibuat dinegara-negara lain untuk digunakan
atau dijual kembali di negara sendiri. Aktivitas ekspor dan impor sering
dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama ialah perdagangan
barang atau produk-produk yang berwujud (tangible) seperti pakaian, komputer, dan bahan baku. Kelompok aktivitas lainnya ialah perdagangan
jasa atau produk-produk tidak berwujud (intangible) seperti kegiatan perbankan, perjalanan, dan akuntansi (Griffin, 2005: 7).
Ekspor sebagai bagian dari perdagangan internasional bisa
dimungkinkan oleh beberapa kondisi, antara lain:
a. Adanya kelebihan produksi dalam negeri, sehingga kelebihan tersebut
commit to user
b. Adanya permintaan luar negeri untuk suatu produk walaupun produk
tersebut karena adanya kekurangan produk dalam negeri.
c. Adanya keuntungan yang lebih besar dari penjualan ke luar negeri
daripada penjualan di dalam negeri. Karena harga di pasar dunia yang
lebih menguntungkan.
d. Adanya kebijaksanaan ekspor yang bersifat politik.
e. Adanya barter antarproduk tertentu dengan produk lain yang
diperlukan dan tidak dapat diproduksi didalam negeri
(Soekartawi, 2001: 126).
Dalam pengembangan ekspor komoditi pertanian kita masih
terhadang oleh berbagai masalah. Secara garis besar permasalahan ini
dapat dikategorikan menjadi dua. Pertama, permasalahan yang
berhubungan langsung dengan komoditi pertanian itu sendiri, yakni
sifat-sifatnya dan konsekuensi dari kebijaksanaan yang diberlakukan
pemerintah. Kedua, berkaitan dengan ruang lingkup dunia ekspor impor
sebagai perdagangan internasional (Nazaruddin, 1993: 7). Pengembangan
ekspor barang khususnya ekspor bukan minyak dan gas bumi, dapat
dimanfaatkan berbagai sarana fasilitas tersendiri seperti pemesanan,
penetapan harga, dan mutu barang, serta bantuan teknis (Hutabarat, 1996).
Suatu komoditi yang hendak dijual memiliki sifat dan karakteristik
sendiri. Penampilannya bisa berbeda-beda. Daya tahannya juga
berbeda-beda. Tidak semua komoditi ekspor tahan lama. Bahkan, komoditi
ekspor pertanian merupakan yang paling tidak tahan lama dibandingkan
komoditi ekspor lainnya. Bicara soal daya tahan inilah maka komoditi
ekspor pertanian memiliki tingkat risiko yang tinggi, karena risiko rusak
dan merugi. Komoditi pertanian memang menuntut kesegaran untuk
commit to user
Dari sekian banyaknya komoditi pertanian yang sudah diekspor
Indonesia, ada sebagian yang menjadi andalan atau primadona. Adapun
komoditi-komoditi ekspor pertanian utama dari Indonesia adalah sebagai
berikut:
a. Komoditi berupa bahan mentah: kopi, udang, rempah-rempah, teh,
ikan dan produk perikanan, serta biji kakao.
b. Komoditi olahan dan hasil pertanian: karet olahan, kayu lapis, minyak
sawit, makanan olahan, dan makanan ternak
(Nazaruddin, 1993: 17-18).
5. Devisa
Devisa atau valuta asing atau juga lazim disebut dengan alat-alat
pembayaran luar negeri atau dalam bahasa asing disebut Foreign Exchange Currency, sesungguhnya merupakan tagihan kita terhadap luar negeri yang dapat dipergunakan untuk melunasi segala hutang kita
terhadap luar negeri (Amir, 2005: 14). Sumber devisa suatu negara pada
umumnya dapat berasal dari beberapa sumber sebagai berikut:
a. Hasil penjualan ekspor barang maupun jasa, seperti hasil ekspor karet,
kopi, minyak tanah, timah, tekstil, kayu-lapis, ikan, udang, rotan,
anyaman rotan, topi pandan, dan lain sebagainya. Begitu pula hasil
sektor jasa, seperti uang tambang, angkutan, provisi dan komisi jasa
perbankan, premi asuransi, hasil perhotelan, dan industri pariwisata
lainnya.
b. Pinjaman yang diperoleh dari negara asing, badan-badan internasional,
serta swasta asing, seperti pinjaman dari IGGI (Inter Governmental Group on Indonesia), kredit dari World Bank dan Asia Development Bank dan Supplier’s Credit dari perusahaan swasta asing.
c. Hadiah atau grant dan bantuan dari badan-badan PBB seperti UNDP, UNESCO, dan pemerintah asing, seperti pemerintah Saudi Arabia,
Jepang, dan lain-lain.
d. Laba dari penanam modal di luar negeri, seperti laba yang ditranfer
commit to user
berdomisili di luar negeri, termasuk transfer dari warga negara
Indonesia yang bekerja di luar negeri seperti di Malaysia, Brunei
Darussalam, dan Timur Tengah.
e. Hasil dari kegiatan pariwisata internasional, seperti uang tambang,
angkutan, sewa hotel, penjualan souvenir dan novelties, uang pandu wisata dan lain-lain (Amir, 2005: 14).
6. Harga
Perdagangan luar negeri timbul karena adanya perbedaan harga
barang di berbagai negara. Harga sangat ditentukan oleh biaya produksi,
yang terdiri dari upah, biaya modal, sewa tanah, biaya bahan mentah, serta
efisiensi dalam proses produksi. Untuk menghasilkan jenis barang tertentu
terdapat perbedaan antara satu negara dengan negara lainnya. Hal ini
disebabkan karena perbedaan dalam jumlah, jenis, kualitas serta cara-cara
mengkombinasikan faktor-faktor produksi dalam proses produksi. Selain
itu, harga juga ditimbulkan oleh adanya perbedaan pendapatan serta selera
(Nopirin, 1999: 2).
Makin besar selisih antar harga di pasar internasional dengan harga
domestik akan menyebabkan jumlah komoditi yang akan diekspor menjadi
bertambah banyak. Naik turunnya harga tersebut disebabkan oleh:
a. Keadaan perekonomian negara pengekspor, dimana dengan tingginya
inflasi di pasaran domestik akan menyebabkan harga di pasaran
domestik menjadi naik, sehingga secara riil harga komoditi tersebut
jika ditinjau dari pasaran internasional akan terlihat semakin menurun.
b. Harga di pasaran internasional semakin meningkat, di mana harga
internasional merupakan keseimbangan antara penawaran ekspor dan
permintaan impor dunia suatu komoditas di pasaran dunia meningkat
sehingga jika harga komoditas di pasaran domestik tersebut stabil,
maka selisih harga internasional dan harga domestik semakin besar.
Akibat dari kedua hal diatas akan mendorong ekspor komoditi tersebut
commit to user
Produsen akan menawarkan lebih banyak jika harganya lebih tinggi
sehingga kurva penawaran berlereng positif. Ada dua alasan yang
menyebabkan produsen menawarkan lebih banyak pada tingkat harga yang
lebih tinggi. Pertama, jika harga naik dan faktor yang lain konstan, maka
harga merupakan imbalan potensial atas produksi suatu barang. Kedua,
harga yang lebih tinggi akan meningkatkan kemampuan produsen
menghasilkan barang (McEachern, 2000: 47).
7. Kurs Mata Uang Asing
Apabila suatu barang ditukar dengan barang lain, tentu didalamnya
terdapat perbandingan nilai tukar antara keduanya. Nilai tukar ini
sebenarnya merupakan semacam harga di dalam pertukaran tersebut.
Demikian pula pertukaran antara dua mata uang yang berbeda, maka akan
terdapat perbandingan nilai/harga antara kedua mata uang tersebut.
Perbandingan nilai inilah yang disebut dengan kurs (exchange rate). Dalam kenyataanya, sering terdapat berbagai tingkat kurs untuk satu
valuta asing. Perbedaan tingkat kurs ini timbul karena beberapa hal:
a. Perbedaan antara kurs beli dan jual oleh pedagang valuta asing/bank.
Kurs beli adalah kurs yang dipakai apabila para pedagang valuta
asing/bank membeli valuta asing, dan kurs jual apabila mereka
menjual. Selisih kurs tersebut merupakan keuntungan bagi para
pedagang.
b. Perbedaan kurs yang diakibatkan oleh perbedaan dalam waktu
pembayarannya.
c. Perbedaan dalam tingkat keamanan dalam penerimaan hak
pembayaran. Sering terjadi bahwa penerimaan hak pembayaran yang
berasal dari bank asing yang sudah terkenal kursnya lebih tinggi
daripada yang belum terkenal (Nopirin, 1999: 137-138).
Harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya disebut kurs atau
nilai tukar (exchange rate). Kurs merupakan salah satu harga yang terpenting dalam perekonomian terbuka mengingat pengaruhnya yang
commit to user
makroekonomi lainnya. Kurs memainkan peranan sentral dalam
perdagangan internasional, karena kurs memungkinkan para pedagang
untuk membandingkan harga-harga segenap barang dan jasa yang
dihasilkan oleh berbagai negara. Sama halnya dengan harga-harga lainnya
dalam perekonomian yang ditentukan oleh interaksi pembeli dan penjual,
kurs juga ditentukan oleh interaksi berbagai rumah tangga, perusahaan dan
lembaga-lembaga keuangan yang membeli dan menjual valuta asing guna
keperluan pembayaran internasional. Pasar yang memperdagangkan mata
uang internasional disebut pasar valuta asing (foreign-exchange market) (Krugman dan Maurice, 1994: 40-45).
8. Elastisitas
Banyaknya komoditi yang akan dijual oleh perusahaan disebut
jumlah yang ditawarkan untuk komoditi itu. Jumlah yang ditawarkan
dipengaruhi oleh beberapa variabel yang penting yaitu harga komoditi itu
sendiri, harga-harga masukannya, tujuan perusahaan dan tahap
perkembangan teknologi (Lipsey et al., 1990: 68). Sukirno (2003: 86) menambahkan harga barang-barang lain juga ikut menentukan jumlah
barang yang akan ditawarkan. Ekspor merupakan kegiatan penawaran
yaitu merupakan kelebihan penawaran (excess suplly) atas permintaan di dalam negeri.
Dalam teori penawaran, elastisitas penawaran mengukur respon
jumlah yang ditawarkan akibat perubahan harga. Elastisitas penawaran
dirumuskan:
Besarnya elastisitas dapat bervariasi antara nol sampai tak terhingga,
bila:
1. Es = 0, penawaran bersifat inelastis mutlak, terjadi bila jumlah yang
commit to user
2. 0 < Es < 1, penawaran bersifat inelastis yang terjadi bila jumlah yang
ditawarkan berubah dengan persentase lebih kecil dari perubahan
harga.
3. Es = 1, penawaran bersifat elastis satu, terjadi bila jumlah yang
ditawarkan berubah dengan persentase sama dengan perubahan harga.
4. 1 < Es < ~, penawaran bersifat elastis, terjadi bila jumlah yang
ditawarkan berubah dengan persentase lebih besar dari pada perubahan
harga.
5. Es = ~, penawaran bersifat elastis mutlak, sempurna atau tak terhingga,
terjadi bila penjual siap menjual dengan segala kemampuan mereka
pada beberapa tingkat harga dan tidak sama sekali walaupun dengan
harga yang sedikit lebih rendah.
(Lipsey et al., 1990: 84-85).
Adanya tanda positif dan negatif menunjukkan hubungan barang
tersebut dengan barang lain. Barang-barang komplementer mempunyai
koefisien elastisitas positif sedangkan untuk barang-barang substitusi
mempunyai koefisien elastisitas yang negatif (Sukirno, 2003: 116).
Barang-barang hasil pertanian mempunyai sifat penawaran yang inelastis.
Beberapa faktor penyebabnya adalah karena barang-barang tersebut
dihasilkan secara semusim, karena kapasitas memproduksi sektor
pertanian cenderung untuk mencapai tingkat yang tinggi dan tidak
terpengaruh oleh perubahan permintaan, dan karena beberapa jenis
tanaman memerlukan waktu bertahun-tahun sebelum dapat menghasilkan
(Sukirno, 2003: 129).
C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah/ Kerangka Berpikir
Banyak faktor yang mempengaruhi penampilan ekspor. Volume ekspor
teh yang berfluktuasi menunjukkan bahwa terdapat faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap volume ekspor teh di Provinsi Jawa Tengah. Produksi
merupakan pembatas bagi ekspor bila terjadi kelangkaan di pasar, dan
commit to user
menyatakan bahwa adanya surplus produksi yang dihasilkan oleh negara dapat
mendorong terjadinya ekspor.
Besar kecilnya produk yang hendak dijual ke pasaran internasional
banyak dipengaruhi oleh perubahan-perubahan musim atau perkembangan
produksi di negara lain. Perkembangan ekonomi negara-negara pengimpor
yang membutuhkan komoditi tersebut baik untuk industri atau keperluan
lainnya menentukan jumlah permintaan. Akan tetapi, yang paling berpengaruh
pada komoditi ekspor adalah fluktuasi harga komoditi tersebut di pasaran. Ini
menentukan naik turunnya gairah produsen atau penyedia komoditi tersebut
untuk berproduksi (Nazaruddin, 1993: 13).
Tholib cit Sugianingsih (2004: 29) menyatakan bahwa ekspor dipengaruhi oleh perbedaan harga potensial antar harga ekspor terhadap harga
dalam negeri, semakin tinggi perbedaan harga ekspor diatas harga dalam
negeri, semakin besar jumlah yang akan diekspor. Sehingga jika harga
komoditas di pasaran domestik stabil, sedangkan harga yang berlaku di pasar
internasional meningkat maka selisih yang terjadi akan semakin besar.
Keadaan yang demikian akan menyebabkan jumlah yang diekspor menjadi
bertambah banyak.
Meningkatnya nilai kurs dollar Amerika Serikat terhadap rupiah dapat
menguntungkan bagi jenis usaha ekspor yang banyak menggunakan
kandungan lokal, seperti usaha bidang pertanian. Sehingga adanya
peningkatan nilai kurs dollar Amerika Serikat terhadap rupiah dapat dijadikan
pemicu peningkatan ekspor. Selain itu faktor yang juga turut berpengaruh
adalah ekpor tahun lalu.
Berdasarkan dari teori-teori yang ada dan penelitian yang pernah
dilakukan, diduga faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor teh Jawa
Tengah antara lain produksi teh Jawa Tengah, harga teh Jawa Tengah di pasar
domestik, harga ekspor teh di pasar internasional, nilai tukar dollar Amerika
Serikat terhadap rupiah, serta volume ekspor teh Jawa Tengah di tahun