PENGARUH
SEDIMENT TRANSPORT
TERHADAP KINERJA PENAMPANG
SALURAN IRIGASI
1MANGAMBIT J S
2RAHMAN MOHAMMAD CASTRENANTO
Program Studi Teknik Sipil, Sekolah Tinggi Teknologi Mandala Jl. Soekarno Hatta No. 597 Bandung,
Telp. (022) 7301738, 70791003 Fax. (022) 7304854
ABSTRACT
Subang is one of the national rice barn there is a system wide irrigation network that is of 5, 230.45 ha. At work practices there is a secondary channel of the Rehabilitation work on the networks of irrigation District of Subang which fix channels. The condition of irrigation canals in the grounds there is a deposition of extraordinary magnitude, which affects some irrigation canals suffered damage such as cracks and sectional performance channels not functioning optimally. After studying the literature pertaining to virtue, a connection between the existing sediment with a cross section of the channel. Does that make the performance a channel does not function optimally, whether due to deposition. This research aims to identify against sediment transport as well as a cross-section of its channels. In the process, the research methodology used is a causal comparative methodology. The rate of the largest sediment loads of the formula approach Frijilink 4.250 kg/s of the formula approach Meyer Peter Muller-charge rate of sediment 2.725 kg/s. Einstein approach Formula rate charges sediments 1.313 kg/s. charge rate And smallest sediments obtained from the formula of Kalinske approach 0.024 kg/s. And rate of sediment in irrigation canals 2,078 kg/s. Obtained numberless sediments volume of 4.534 m3/hour. And the volume of water in the channel cross section of 5.291 m3/hour. This effect on the performance of irrigation channel cross-section is not optimal. Conclusion of this research is capable of a volume on the channel cross-section is almost filled by the volume of sediment.
Keywords: Sediment transport, Cross-Channel Performance
ABSTRAK
optimal. Kesimpulan dari penelitian ini adalah kesanggupan volume pada penampang saluran hampir dipenuhi oleh volume dari sedimen.
Kata Kunci: Sedimen Transport, Penampang Saluran. Kinerja
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki dua musim yang dipengaruh oleh angin yaitu angin muson timur dan angin muson barat. Angin muson timur menyebabkan terjadi musim kemarau dan angin muson barat menyebabkan musim penghujan. Dengan adanya dua musim tersebut memberikan konsekuensi tersendiri terhadap ketersediaan air dimana pada saat
musim kemarau terjadi kekurangan
ketersediaan air dan pada saat musim
penghujan mengalami kelebihan
ketersediaan air.
Kabupaten Subang terletak di bagian
Utara Provinsi Jawa Barat yang
mengembangkan sebagian besar wilayahnya untuk pertanian. Sebagai penyandang predikat sebagai salah satu lumbung padi
nasional, Kabupaten Subang
menyumbangkan produksi padi mencapai lebih dari 1 juta ton terhadap stok padi nasional dan lebih dari 99% dihasilkan dari lahan basah. Lahan basah sawah padi Kabupaten Subang dapat dilihat di kiri kanan saat berpergian melewati Jalur Pantura mulai
dari Kecamatan Patokbeusi sampai
Kecamatan Pamanukan. Untuk itu,
pemerintah provinsi Jawa Barat, dalam hal ini Kementrian PUPR, khususnya Satuan Kerja PJPA (Pelaksanaan Jaringan Pemanfaatan Air) Citarum mengembangkan sistem irigasi sawah teknis pada tahun 2003-2007 yang mencakup hampir 70% hektar persawahan dengan memanfaatkan sumber air dari Waduk Jatiluhur yang merupakan bagian dari Saluran Induk Citarum.
Namun, pada tahun 2015 terhitung 11 ribu hektar tersebar di empat kecamatan mengalami masalah suplai air. Salah satunya yakni 6 saluran sekunder utama pada luas area 5,785 hektar irigasi, yang mengalami kerusakan sistem sehingga tidak dapat mengaliri air ke persawahan secara maksimal dan optimal. Hal ini ditandai dari banyaknya lokasi sawah yang kekeringan saat kemarau dan kebanjiran saat hujan.
Untuk mencegah penurunan hasil produksi dari kisaran target kenaikan 5% setiap tahun kedepannya (tahun 2015, target 1,6 juta ton/tahun), Kementrian PUPR Satuan Kerja PJPA Citarum mengadakan kegiatan rehabilitasi saluran irigasi
Kabupaten Subang melalui proyek
“Rehabilitasi Jaringan Irigasi SS.Sukamandi
Cs, SS.Jengkol Cs, SS.Gadung Cs,
SS.Rancabango Cs, SS.Beres Cs, dan SS.Bandung Cs di Kabupaten Subang
Provinsi Jawa Barat” yang didanai
pemerintah lewat Loan IBRD (International Bank for Reconstruction & Development)
No.8027-ID, yang pelaksanaannya
dipercayakan kepada PT. Brantas Abipraya (Persero) dengan nomor dan tanggal kontrak HK.02.03/PPK.IRG.II/PJPAC/05/2015 06 Juli 2015.
Salah satunya Saluran Sekunder Sukamandi yang terletak di Kabupaten Subang dengan panjang salurannya 16,714
meter yang dibangun dengan tujuan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum
Irigasi memiliki tujuan yaitu dalam
mewujudkan pemanfaatan air yang
menyeluruh dan mendukung produktivitas usaha tani guna meningkatkan produksi pertanian dalam rangka ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan masyarakat, khususnya para petani yang diwujudkan melalui keberlanjutan sistem irigasi. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2006 Bab 1 Pasal 1 tentang irigasi menyatakan bahwa yang dimaksud dengan irigasi adalah usaha dalam penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi air permukaan, irigasi air tanah, irigasi pompa dan irigasi tambak.
2.2 Saluran Irigasi
Saluran irigasi di daerah irigasi teknis dibedakan menjadi saluran pembawa dan saluran pembuang, menurut Mawardi (2007) ditinjau dari jenis dan fungsi saluran irigasi untuk saluran pembawa dapat dibedakan menjadi saluran primer, saluran sekunder, saluran tersier dan kuarter sedangkan untuk
saluran pembuang berfungsi untuk
mengalirkan kelebihan air secara gravitasi dari persawahan untuk mencegah terjadinya genangan dan kerusakan tanaman serta mengatur banyaknya air tanah sesuai dengan kebutuhan tanaman.
2.3 Material Sedimen
Setelah asal mula batuan induk yang dihancurkan, material ini disebut sedimen (sediment or alluvial) jika dikirim dan disimpan oleh saluran, angin dan gletser. Material ini disebut sedimen (sediment) jika dikirim dan disimpan oleh saluran, loess jika dikirim dan disimpan oleh angin, dan drift glasial jika dikirim dan disimpan oleh gletser.
Sifat material sedimen individu telah dipelajari secara detail oleh para ahli geologi dan insinyur. Ahli geologi telah mempelajari sifat-sifat ini untuk melacak asal-usul sedimen dan mempelajari sifat material sediment transport. Insinyur hidraulik telah mempelajari sifat-sifat ini karena penting dalam fenomena sediment transport. Sifat-sifat individu material sedimen berupa
ukuran, bentuk, kecepatan jatuh, komposisi mineral, tekstur permukaan dan orientasi.
2.4 Pergerakan Sedimen
Proses sedimentasi terjadi ketika sungai maupun saluran tidak mampu lagi mengangkut material yang dibawanya. Apabila tenaga angkut semakin berkurang, maka material yang berukuran kasar akan diendapkan terlebih dahulu kemudian diendapkan material yang lebih halus.
Ukuran material yang diendapkan
berbanding lurus dengan besarnya energi pengangkut, sehingga semakin ke arah hilir ukuran butir material yang diendapkan semakin halus.
Ada tiga macam pergerakansediment transportyaitu :
1. Bed Load Transport
Material kasar yang bergerak
sepanjang dasar saluran secara keseluruhan disebut dengan bed load. Adanya bed load ditunjukkan oleh gerakan material di dasar saluran yang ukurannya besar, gerakan itu
dapat bergeser, menggelinding atau
meloncat-loncat, akan tetapi tidak pernah lepas dari dasar saluran.
2. Wash Load Transpot
Wash load adalah angkut material yang dapat berupa lempung dan debu yang terbawa oleh aliran saluran. Partikel ini akan terbawa aliran sampai ke hilir atau dapat juga mengendap pada aliran yang tenang.
3. Suspended Load Transport
Suspended load adalah material dasar saluran yang melayang di dalam aliran dan terutama terdiri dari butir pasir halus yang senantiasa mengambang di atas dasar saluran, karena selalu didorong oleh turbulensi aliran. Suspended load itu sendiri umumnya bergantung pada kecepatan jatuh atau lebih dikenal dengan fall velocity.
III. Metode Penelitian 3.1 Metode Penelitian
3.2 Bagan Alir Penelitian
Bagan alir penelitian dilakukan supaya memudahkan dalam melakukan tahapan penelitian yang dilakukan, adapun bagan alir untuk penelitian ini seperti pada gambar 3.1 dibawah ini.
IV. PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum
Pada dasar sungai maupun saluran biasanya tersusun oleh endapan dari material sediment transport yang terbawa oleh aliran sungai ataupun saluran dan material sedimen tersebut dapat terangkut kembali apabila kecepatan alirannya cukup tinggi. Besarnya volume sediment transport tergantung pada kecepatan alirannya, karena adanya perubahan musim kemarau dan penghujan serta perubahan kecepatan yang
dipengaruhi oleh kegiatan manusia.
Akibatnya terjadi penggerusan di beberapa tempat dan terjadinya pengendapan ditempat lain pada dasar sungai maupun saluran, sehingga bentuk dasar sungai atau saluran akan selalu berubah-ubah.
Sediment transport dapat bergerak, bergeser, disepanjang dasar sungai maupun
saluran ataupun bergerak melayang pada aliran sungai atau saluran. Material dasar yang terangkut dapat dibedakan menjadi suspended load transport, bed load transport dan wash load. Jumlah total dari ketiga tipe sediment transport tersebut merupakan debit sedimen total (total sediment discharge).
Pada kenyataannya sebagian besar jumlah wash load transport dapat ditemui pada awal musim penghujan disaat muka air naik. Jumlah sediment transport pada washload yang terbawa oleh aliran tidak
terbatas, terkadang dapat merubah
viskositas air dan pada keadaan ini yang terlihat hanyalah aliran lumpur, meskipun secara kuantitatip volumesediment transport pada wash load besar namun terhadap perilaku saluran pengaruhnya kecil.
Suspended load transport merupakan material dasar yang melayang di dalam aliran yang didukung oleh air dan hanya sedikit sekali interaksinya dengan dasar saluran, karena selalu didorong keatas oleh turbulensi aliran. Pada saat material sedimen terangkut kecepatan aliran akan lebih besar jika dibandingkan saat pengendapannya, karena adanya suatu bentuk hubungan antara debit aliran dengan konsentrasi sedimen walupun korelasinya rendah.
Bed load transport merupakan
material sedimen yang bergerak sepanjang dasar saluran baik bergeser, menggelinding bahkan meloncat-loncat namun tidak pernah lepas dari dasar saluran. Pada umumnya dasar sungai maupun saluran merupakan penyedia material sedimen yang tidak terbatas dalam memenuhi kapasitas sedimen transport, apabila aliran berkurang maka jumlah material sedimen akan berkurang juga. Bed load transport yang terjadi sangat penting dalam pembuatan bentuk dari tebing sungai maupun bentuk dari dasar saluran.
4.2 Hasil Pengumpulan Data 1. Pengukuran Debit
penampang, debit dan kecepatan rerata. SebagaimanaTabel 4.1betikut.
Tabel 4.1Tabel Perhitungan Debit Dengan Alat Ukur Arus Sumber: Hasil Survey, 2017
2. Sedimen
Berdasarkan pada hasil pengamatan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa Tabel 4.2berikut.
Tabel 4.2Tabel Data Sedimen
NO KOD
Sumber: Hasil Survey, 2017
3. Penampang Saluran Eksisting
Berdasarkan data yang diperoleh, kondisi penampang saluran eksisting BTT.22 dapat disimpulkan sebagaimana Tabel 4.3 berikut dan gambar dapat dilihat pada lampiran.
Tabel 4.3Penampang Saluran Eksisting
Debit (Q) : 72.24 m3/dtt Lebar Bawah (b) : 26.50 m Sumber: Hasil Survey, 2017
4.3. Faktor Geometri Penampang Saluran
Berdasarkan data yang diperoleh sebagaimana pada Tabel 4.3, sebelum menggunakan rumus pendekatan untuk
menghitung sediment transport
khususnya bed load harus mengetahui faktor geometri pada penampang basah saluran.
Berdasarkan Standar Perencanaan Irigasi tentang Kriteria Perencanaan Bagian Saluran KP-03, sedimen yang memasuki jaringan saluran biasanya hanya mengandung material sedimen berupa lempung dan lanau melayang saja dengan d< 0.06 - 0.07mm.
4.3.2 Rumus Pendekatan
1. Persamaan Kalinske
Sebagaimana pada
persamaan 2.1, perhitungansediment transport oleh Kalinske ini harus mengetahui kecepatan geser yang
terjadi karena Kalinske
menentukan sediment transport di dasar saluran.
∗ = ( )
Kecepatan Geser:
= ( ∗ ℎ ∗ ) ⁄
= (9.81 ∗ 2.55 ∗ 0.000134) ⁄ = 0.057897124 /
Tegangan Geser Kritis dan Dasar: Dikarenakan ukuran material
sedimen hanya mengandung
lempung dan lanau, dan hubungan diagram Shield tidak membahas lebih jauh mengenai penelitian sesuai bidangnya. Maka hasilnya mendekati 0.1 dimana sesuai dengan Standar Perencanaan Irigasi bahwa sedimen yang masuk dalam jaringan saluran tidak lebih besar dari 0.06 - 0.07mm.
Diagram kurva Shields yang
sesungguhnya sama dengan satu, untuk kurang dari satu menggunakan pendekatan lainnya.
Dengan menggunakan persamaan 2.1, sebagai berikut:
∗ = ( )
< 1 , grafik Shields
∗ = 0.1
Laju Perubahan Sedimen:
= ∗ ∗ 0.1 = 0.06 ∗ 0.06 ∗ 10 ∗ 0.1 = 3.47383 − 07 /
Laju Beban Bebas:
= ∗
= 3.47383 − 07 ∗ 2650 = 0.000921 / /
Laju Muatan Sedimen:
= ∗
= 26.5 ∗ 0.000921 = 0.02 /
2. Persamaan Meyer Peter –
Muller
Sebagaimana pada
persamaan 2.2, perhitungansediment
transport oleh MPM ini
memperhitungkan faktor gesekan dengan menyempurnakan kembali persamaan sebelumnya.
⁄
− 9.57 − ⁄ =
0.462 ⁄ ⁄ ∗ ∗
⁄
Kecepatan Aliran:
V=0.43 m/s, didapatkan dari data hasil pengukuran debit pada Tabel 4.1.
Koefisien Kekasaran:
= ∗ ⁄ ∗ ⁄ 0.43
= 1 ∗ 2.17 ⁄ ∗ 0.000134 ⁄ 0.43 = 1 ∗ 1.67 ∗ 0.01
0.43 = 1 ∗ 0.02 = 0.04
Persamaan Muller:
= ⁄ ⁄26
= 0.06 ∗ 10 ⁄ ⁄26 = 0.01
Intensitas Aliran:
= ∗ /
= 2.65 − 1 1
∗ 0.06
0.000134 ∗ 0.010.04 ∗ 2.166
= 1.65
∗ 0.06
0.000134 ∗ 0.070518 ∗ 2.166 = 1.65 ∗ 2.931
= 4.836
Persamaan Kombinasi:
= − 0.188 /
= 4
4.836− 0.188 /
= 0.639 / = 0.511
Kecepatan Geser:
=
− ∗
1 ∗
0.511 =
2.65 1 2.65 − 1
∗ 1
9.81 ∗ 0.06 /
0.511 =
2.65 0.61
∗ 1
0.00211896 /
0.511 =
2.65∗ 0.61 ∗ 21.72394 1.35405 = ∗ 13.16603
= 0.103 / /
Lau Muatan Sedimen:
= ∗
= 26.50 ∗ 0.103 = 2.725 /
3. Persamaan Einstein
Sebagaimana pada
persamaan 2.3, perhitungansediment transport oleh Einstein ini
memperhitungkan pengaruh
konfigurasi dasar dengan mendekati
persamaan pendahulunya yang
secara empirik namun secara analisis dimensi.
Kecepatan Aliran:
V=0.43 m/s, didapatkan dari data hasil pengukuran debit pada Tabel 4.1.
Koefisien Kekasaran:
= ∗ ⁄ ∗ ⁄
0.43 = 1 ∗ 2.17 ⁄ ∗ 0.000134 ⁄
0.43 = 1 ∗ 1.67 ∗ 0.01
0.43 = 1 ∗ 0.02 = 0.04
Persamaan Muller:
= ⁄ ⁄26
= 0.06 ∗ 10 ⁄ ⁄26 = 0.01Intensitas Aliran:
= ∗ /
= 2650 − 1000 1000
∗ 0.06 ∗ 10
0.000134 ∗ 0.010.04 ∗ 2.166
= 1.65
∗ 0.00006
0.000134 ∗ 0.010.04 ∗ 2.166 = 1.65 ∗ . . ∗ . ∗ . = 1.65 ∗ 0.002930891
= 0.005, dibulatkan menjadi 0.1
Sumber: Soewarno, 1991 (Hasil Perhitungan) Gambar 4.1 Grafik hubungan ϕ dan ψ
= 0.1 = 10
Laju Muatan Sedimen Dasar:
=
− ∗
1 ∗
/
10 = 2650
1000 2650 − 1000
∗ 1
9.81 ∗ 0.06 ∗ 10 /
10 =
2650 0.61
∗ 1
10 =
2650 2.86018 + 11 / 10 =
2650∗ 534806.4651 = 2650 ∗ 1.86984 − 05 = 0.050 / /
Laju Muatan Sedimen:
= ∗
= 26.50 ∗ 0.050 = 1.313 /
4. Persamaan Frijilink
Sebagaimana pada persamaan 2.4, perhitungan sediment transport oleh Frijilink ini memperhitungkan konfigurasi dasar saluran dengan memperkuat persamaan Einstein.
= 5 ∆
Diameter Material:
= 0.06
Ripple Factor:
⁄
= , dimana = 1
Jari-jari Hidraulik:
= 2.166
Laju Muatan Sedimen Dasar:
= 5 ∆
= 0.06 √9.81 ∗ 1 ∗ 2.1665 ∗ .. = 0.06 ∗ 1.13 ∗ 5 ∗ ..
= 0.06 ∗ 1.13 ∗ 2.367117363 = 0.160 / /
Laju Muatan Sedimen:
= ∗
= 26.50 ∗ 0.160
= 4.25 /
Tabel 4.4 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Sediment transport
Sumber : Hasil Perhitungan, 2017
Tabel 4.5 Perhitungan VolumeSediment transportYang Terjadi
Rumus Pendekatan
Sediment transport
qb Qb Vol [(Qb/(ts-t))*1jam]
Kalinske 0.001 0.024 0.053
MeyerPeter-Muller 0.103 2.725 5.946
Einstein 0.050 1.313 2.865
Frijilink 0.160 4.250 9.273
Rata-rata 0.078 2.078 4.534
Satuan kg/s/m kg/s m3/jam
Sumber : Hasil Perhitungan, 2017
Dengan melihat Tabel 4.5 volume sediment transport yang terhitung sebesar 4.534 m3/jam dan untuk membandingkan volume yang tersedia penulis mengambil salah satu penampang di SS Sukamandi
dengan penampang saluran berbentuk
trapesium seperti padaGambar 4.2 dibawah ini.
Gambar 4.2 Penampang Saluran Trapesium
Sumber : Hasil Perhitungan, 2017
Kemudian menghitung faktor
geometri pada Gambar 4.2 diatas untuk mengetahui volume yang mampu ditampung oleh saluran.
Luas Penampang Basah:
= + ℎ ℎ
= 4 + 1 ∗ 1.83 1.83 = 10.67
Lebar Atas:
= + 2 ℎ
= 4 + 2 ∗ 1 ∗ 1.83 = 7.66
Keliling Basah:
= + 2ℎ√1 + = 4 + 2 ∗ 1.8√1 + 1
= 4 + (2 ∗ 1.4) = 6.828
Jari-jari Hidraulik:
= Rumus
Pendekatan
Faktor Geometri Sediment
transport
A T P R D qb Qb
m2 m m m m kg/s/m kg/s Kalinske 77.329 34.150 35.694 2.166 2.264 0.001 0.024
= 10.67 6.8 = 1.562
Kedalaman Hidraulik:
=
= 10.67 7.7 = 1.393
Debit Aliran:
= 2.425 / , didapatkan
dari data gambarlong section. Volume Tampungan:
= ∗ (1 )
= 2.425
2650 − 1000∗ (60 ∗ 60) = 2.425
1650∗ 3600 = 5.291 / = 888.9 /7ℎ
Dengan membandingkan volume
tampung dan volume sediment transport pada Tabel 4.6, maka penampang saluran yang ada sebagian besar terisi olehsediment transport. Penulis memberikan alternatif lain yaitu penampang saluran yang telah di modifikasi seperti pada Gambar 4.3 di bawah ini.
Gambar 4.3
Penampang Saluran
Modifikasi
Sumber : Hasil Perhitungan, 2017
Dengan memodifikasi penampang saluran yang diberi tambahan penampang bawah berupa persegi diupayakan dapat
menampung volume sediment transport
dibagian penampang berbentuk persegi sehingga dapat mengoptimalkan kembali saluran tanpa adanya pengaruh dari sediment transport.
Penampang tambahan berbentuk
persegi ini dibuat dengan ukuran yang disesuaikan apabila pengurasan dilakukan
dalam 7 hari sekali. Maka dapat dilihat faktor geometri yang terjadi seperti berikut dengan
memisalkan bagian atas penampang
berbentuk trapesium menjadi bagian 1 dan untuk bagian bawah penampang berbentuk persegi menjadi bagian 2. Berikut faktor geometri pada bagian 2:
Luas Penampang:
= ℎ = 2 ∗ 2.7 = 5.6
Lebar Atas:
= = 2
Keliling Basah:
= + 2ℎ = 2 + 2 ∗ 2.7 = 2 + 5.4 = 7.4
Jari-jari Hidraulik:
= = .. = 0.73
Kedalaman Hidraulik:
= ℎ = 2.7
Kecepatan Aliran:
V=0.38 m/s, didapatkan dari data gambar long section.
Debit Aliran:
= ∗
= 0.38 ∗ 5.4 = 2.07 /
Volume Tampung:
= ∗ (7ℎ )
= . ∗ (60 ∗ 60 ∗ 24 ∗ 7)
= . ∗ 604800 = 760.07 /7ℎ
Debit Total:
= 1 + 2 = 2.43 + 2.07 = 4.49 /
Volume Tampung Total:
= ∗ (7ℎ )
= . ∗ (60 ∗ 60 ∗ 24 ∗ 7)
=
.∗ 604800
Volume Sedimen Selama 7hari:
= 4.534 ∗ (24 ∗ 7) = 761.77 /7ℎ
Dari penampang saluran yang
dimodifikasi telah diketahui bahwa volume yang dapat ditampung (volume total) sebesar
1648.94m^3/7hari. Sedangkan volume
sedimen yang terhitung sebesar
761.8m^3/7hari, di dapatkan dari volume sedimen yang terhitung dikalikan 7hari sesuai dengan waktu rencana pengurasan. Sehingga volume tampung bagian atas mendekati 888.9m^3/7hari, sama dengan ketika kinerja penampang saluran berfungsi secara optimum.
Dengan adanya modifikasi pada
penampang saluran yang direncakan untuk
menampung sedimen, selanjutnya
dibuatkannya sebuah bangunan penguras yang akan ditempatkan pada setiap pos bangunan bagi-sadap di saluran sekunder.
Untuk sketsa penempatan bangunan
penguras dapat dilihat pada lampiran.
Berdasarkan Standar Perencanaan
Irigasi tentang Kriteria Perencanaan Bagian Bangunan Utama KP-02 bahwa bangunan penguras, biasanya dengan pintu yang dioperasikan dengan tangan, dipakai untuk mengosongkan seluruh ruas saluran bila diperlukan dengan membuka pintu penguras maka akan menggelontorkan sedimen yang terendapkan.
V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan seperti berikut.
1. Perhitungan sediment transport dapat menggunakan rumus pendekatan seperti Kalinske, Meyer Peter-Muller, Einstein dan
Frijilink, dimana setiap pendekatan
mengungkapkan faktor tersendiri yang dirasa
sangat berpengaruh pada terjadinya
sediment transport.
2. Rumus pendekatan sediment transport dalam perkembangannya didasarkan atas
data yang sesuai dengan keadaan
sebenarnya sehingga dapat memberikan hasil yang mendekati dengan kenyataannya.
3. Salah satunya penampang saluran di
SS Sukamandi ruas B.Si 7 dapat
menampung volume air sebesar
5.291m3/jam. Dan volume sediment
transport yang terhitung sebesar 4.534 m3/jam yang artinya penampang saluran mengalami perubahan pada penampang basah dimana terjadinya kenaikan tinggi muka air dikarenakan adanya bed load transport sehingga volume air pada penampang saluran yang terjadi hanya sebesar 0.757m3/jam.
4. Berdasarkan hasil perhitungan yang didapat volume sediment transport yang terjadi memberikan pengaruh pada kinerja penampang saluran dimana saluran tidak berfungsi dengan optimal. Sehingga perlu adanya penanganan berupa penampang saluran yang telah di modifikasi sedemikian rupa serta adanya bangunan penguras yang di pasang dengan bangunan bagi-sadap di sepanjang saluran sekunder dan kinerja penampang saluran dapat bekerja secara optimal kembali.
5.2 Saran
Untuk alternatif lain dapat dilakukan
dengan ditambahkannya metode
pemompaan terhadap sedimen, oleh karena daerah kajian yang relatif datar dan hampir
tidak memungkinkan dilakukannya
pengurasan.
Setelah melakukan penelitian ini ada beberapa hal yang bisa dijadikan bahan penelitian bagi mahasiswa yang akan menyusun Tugas Akhir di waktu yang akan datang, yaitu dapat dilakukan penelitian lanjutan mengenai material sedimen di lokasi tersebut.
VI. DAFTAR PUSTAKA
1. Alfarobi, M.Y.Y., 2010, Pengendalian Sedimentasi Di Saluran Irigasi
Dengan Membangkitkan Arus
Turbulensi, Surakarta : JTS FT UNS.
2. Asdak, C., 2002, Hidrologi Dan
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Yogyakarta : Gadjah Mada University.
3. Departemen Pekerjaan Umum,
KP-01, Bandung : C.V. Galang Persada.
4. Departemen Pekerjaan Umum,
Direktur Jendral Pengairan., 2013, Standar Perencanaan Irigasi : Kriteria
Perencanaan Bagian Bangunan
Utama KP-02, Bandung : C.V. Galang Persada.
5. Departemen Pekerjaan Umum,
Direktur Jendral Pengairan., 2013, Standar Perencanaan Irigasi : Kriteria Perencanaan Bagian Saluran KP-03, Bandung : C.V. Galang Persada.
6. Departemen Pekerjaan Umum,
Direktur Jendral Pengairan., 2013, Standar Perencanaan Irigasi : Kriteria Perencanaan Bagian Bangunan KP-04, Bandung : C.V. Galang Persada.
7. Departemen Pekerjaan Umum,
Direktur Jendral Pengairan., 2013, Standar Perencanaan Irigasi : Kriteria Perencanaan Bagian Petak Tersier KP-05, Bandung : C.V. Galang Persada.
8. Departemen Pekerjaan Umum,
Direktur Jendral Pengairan., 2013, Standar Perencanaan Irigasi : Kriteria
Perencanaan Bagian Parameter
Bangunan KP-06, Bandung : C.V. Galang Persada.
9. Einstein, H.A., 1950, The Bed-Load Function For Sediment transportation In Open Channel Flows. Washington D.C.
10. Frijilink, H.C., 1985, Introduction To River Engineering. Vol. 1, I.C.H.E, New York.
11. Garde, R.J, dan Raju, K.G., 1997,
Mechanics Of Sediment
transportation And Alluvial Stream Problem, New Delhi : Willy Eastern Limited.
12. Garg, S.K., 1987, Hydrology And Water Resources Engineering, Delhi : Khanna.
13. Hydraulics Of Sediment transport, 1971, McGraw-Hill, Lehigh University.
14. Soewarno, 1991, Pengukuran Dan
Pengelolaan Data Aliran Sungai (Hidrometri), Bandung : Nova.
15. Vanoni, V.A., 1975, Sedimentation
Engineering. New York :