TINJAUAN PUSTAKA
Ubi Jalar (Ipomoea batatas L)
Tanaman ubi jalar (Ipomoea batatas L) diduga berasal dari benua Amerika,
tetapi para ahli botani dan pertanian memperkirakan daerah asal tanaman ubi jalar
adalah Selandia Baru, Polinesia dan Amerika bagian tengah. Ubi jalar mulai
menyebar ke seluruh dunia, terutama ke negara-negara beriklim tropis pada abad
ke-16. Orang-orang Spanyol menyebarkan ubi jalar ke kawasan Asia, terutama Filipina,
Jepang dan Indonesia. Cina merupakan penghasil ubi jalar terbesar mencapai 90%
(rata-rata 114,7 juta ton) dari yang dihasilkan dunia (FAO, 2004).
Bentuk olahan ubi jalar yang cukup potensial dalam kegiatan agroindustri
sebagai upaya peningkatan nilai tambah adalah tepung dan pati yang merupakan
produk antara untuk industri pangan seperti roti, cake, biskuit dan mie terutama
sebagai substitusi dalam penggunaan terigu. Sebagai contoh, kue kering dapat diolah
dari 100% tepung ubi jalar, sedangkan cake dibuat dari campuran 25-50% tepung
ubi jalar dengan 50-75% terigu. Selain itu penggunaan tepung ubi jalar pada
pembuatan cake dan kue dapat menghemat penggunaan gula sebesar 20%
dibandingkan dengan cake dan kue yang dibuat dari 100% terigu, karena kandungan
gula pada ubi jalar yang cukup tinggi. Mie dapat dibuat dari campuran 20% tepung
ubi jalar dan 80% terigu (Antarlina, 1999).
Ubi jalar basah yang berdaging lunak kandungan patinya antara 13-20 %,
sedangkan pada jenis yang lebih kering, umbinya lebih kompak dan mengandung
18-25 % zat pati. Jenis ubi jalar yang berwarna putih mengandung kadar air yang
kuning tidak semanis varietas yang berwarna putih tetapi memiliki bau dan rasa
serta sifat-sifat yang baik untuk dimasak (Pantastico, 1986)
Menurut Juanda dan Cahyono (2004) ubi jalar dibedakan menjadi beberapa
golongan yaitu ubi jalar putih yakni jenis ubi jalar yang memiliki daging umbi
berwarna putih, ubi jalar kuning yakni jenis ubi jalar yang memiliki daging umbi
berwarna kuning, kuning muda atau putih kekuning-kuningan, ubi jalar oranye
yakni jenis ubi jalar yang memiliki daging umbi berwarna oranye, ubi jalar jingga
yakni jenis ubi jalar yang memiliki daging umbi berwarna jingga hingga merah
jingga, ubi jalar ungu yakni jenis ubi jalar yang memiliki daging umbi berwarna
ungu muda hingga ungu.
Komposisi Kimia Ubi Jalar
Banyak varietas ubi jalar, seperti ubi jalar putih, kuning dan ungu.
Komposisi kimia ubi jalar secara umum dapat dilihat pada Tabel 2 dan kandungan
gizi dari ubi jalar putih, kuning dan ungu dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 2. Komposisi kimia ubi jalar dalam 100 gr bahan segar
Senyawa Komposisi
Energi (kj/100 gram) 71,1
Protein (%) 1,43
Lemak (%) 0,17
Pati (%) 22,4
Gula (%) 2,4
Serat makanan (%) 1,6
Kalsium (mg/100 gram) 29,0
Fosfor (mg/100 gram) 51,0
Besi (mg/100 gram) 0,49
Vitamin A (mg/100 gram) 0,01
Vitamin B1 (mg/100 gram) 0,09
Vitamin C (mg/100 gram) 24,0
Air (gram) 83,3
Tabel 3. Kandungan gizi dari ubi jalar putih, kuning dan ungu
Kandungan Ubi jalar putih Ubi jalar kuning Ubi jalar ungu
Zat pati (%) 28,79 24,47 12,64
Gula reduksi(%) 0,32 0,11 0,30
Lemak (%) 0,77 0,68 0,94
Protein (%) 0,89 0,49 0,77
Air (%) 62,24 68,78 70,46
Abu (%) 0,93 0,99 0,84
Serat (%) 25 2,79 3
Vitamin C (mg/100mg) 28,68 29,22 21,43
Antosianin (mg/100gr) 0,06 0,456 11,051
Sumber : Arixs (2006) dalam Winarti (2010)
Menyantap seporsi ubi jalar merah kukus/rebus sudah memenuhi anjuran
kecukupan vitamin A 2100-3600 mkg sehari. Didukung pasukan zat gizi lain selain
betakaroten, warna jingga pada ubi jalar juga memberi isyarat akan tingginya
kandungan senyawa lutein, zeaxantin, pasangan antioksidan karotenoid. Keduanya
termasuk pigmen warna sejenis klorofil merupakan pembentuk vitamin A. Lutein
dan zeaxantin merupakan senyawa aktif yang memiliki peran penting menghalangi
proses perusakan sel. Ubi jalar merah juga kaya vitamin E. Dari 2/3 cangkir ubi
merah kukus yang dilumatkan diperoleh asupan vitamin E untuk memenuhi
kebutuhan sehari. Satu buah sedang (100 g) ubi jalar merah kukus hanya
mengandung 118 kalori, 1/4 kalori sepotong black forest cake. Zat gizi lain dalam ubi jalar merah adalah kalium, fosfor, mangan dan vitamin B6. Jika dimakan mentah
ubi jalar merah menyumbang cukup vitamin C. Makan 1 buah ukuran sedang ubi
jalar merah mentah sudah memenuhi 42 % anjuran kecukupan vitamin C sehari.
Dibanding dengan havermut (oatmeal), ubi jalar merah lebih kaya serat, khususnya
Pati
Pati secara alami terdapat di dalam senyawa-senyawa organik di alam yang
tersebar luas seperti di dalam biji-bijian, akar, batang yang disimpan sebagai energi
selama dormansi dan perkecambahan. Ketika tanaman menghasilkan
molekul-molekul pati, tanaman akan menyimpannya di dalam lapisan-lapisan di sekitar pusat
hilum membentuk suatu granula yang kompak ( Smith, 1982).
Pati memegang peranan penting dalam ristal pengolahan pangan secara
luas juga dipergunakan dalam ristal seperti kertas, lem, tekstil, lumpur
pemboran, permen, glukosa, dekstrosa, sirup fruktosa, dan lain-lain. Dalam
perdagangan dikenal dua macam pati yaitu pati yang belum dimodifikasi dan pati
yang telah dimodifikasi. Pati yang belum dimodifikasi atau pati biasa adalah semua
jenis pati yang dihasilkan dari pabrik pengolahan dasar misalnya tepung ristal
(Koswara, 2006).
Pati merupakan campuran dari amilosa dan amilopektin yang tersusun di
dalam granula pati. Amilosa merupakan polimer linier yang mengandung
500-2000 unit glukosa yang terikat oleh ikatan α-(1,4) sedangkan amilopektin selain
mengandung ikatan α-(1,4) juga mengandung ikatan α-(1,6) sebagai titik
percabangannya. Molekul amilosa dan amilopektin dapat dilihat pada Gambar 1 dan
Gambar 2 ( Smith, 1982; Swinkels, 1985; Pomeranz, 1991).
Semua pati dihasilkan dengan beberapa perbandingan molekul amilosa dan
amilopektin yang jumlahnya tergantung dari sumber tanaman asal, misalnya jagung
mempunyai 25 % amilosa dan sisanya amilopektin. Jagung dengan amilosa tinggi
dapat mencapai 80% amilosa sedangkan tapioka hanya mengandung 17% amilosa
O
Penggunaan sumber pati sebagai pembentuk gel atau pembentuk film,
memerlukan jenis pati yang mengandung amilosa lebih tinggi. Amilosa berperan
penting dalam pembentukan gel dan film karena kemudahan amilosa untuk
membentuk ikatan hydrogen rista sendiri pada saat pasta pati dihasilkan. Pati
dengan kandungan sekitar 25-30% (misalnya pati beras dan jagung) umumnya dapat
memberikan karakter gel pati yang kompak. Sebagai contoh, dalam pembuatan
sohun, bihun, dan mie diperlukan tepung dengan kandungan amilosa yang cukup
tinggi karena akan berpengaruh pada kekuatan tekstur gel dari untaian mie yang
dihasilkan (Kusnandar, 2010).
Menurut Almatsier (2004) dalam butiran pati, rantai-rantai amilosa dan
amilopektin tersusun dalam bentuk semi ristal, yang meyebabkan tidak larut dalam
air dan memperlambat proses pencernaannya oleh ristal ristal. Bila dipanaskan
dengan air, struktur ristal rusak dan rantai polisakarida akan mengambil posisi
acak. Hal inilah yang menyebabkannya mengembang dan memadat (gelatinisasi).
Cabang-cabang yang terletak pada bagian amilopektinlah yang terutama sebagai
penyebab terbentuknya gel yang cukup stabil. Proses pemasakan pati di samping
menyebabkan terbentuknya gel juga dapat melunakkan dan memecah sel, sehingga
mempermudah proses pencernaan. Dalam proses pencernaan semua bentuk pati
dihidrolisa menjadi glukosa
O
Gambar 2. Struktur molekul amilopektin (Swinkels 1985).
Menurut Swinkels (1985) jika granula pati dipanaskan dan akan tercapai
pada suhu dimana pada saat itu akan terjadi hilangnya sifat polarisasi cahaya pada
hilum, mengembangnya granula pati yang bersifat tidak dapat kembali disebut
dengan gelatinisasi.
Menurut Olku and Rha (1978) di dalam Pomeranz (1991) gelatinisasi granula
pati mencakup hal-hal sebagai berikut.
1. Hidrasi dan mengembangnya beberapa kali dari ukuran semula.
2. Hilangnya sifat birefringence. 3. Peningkatan kejernihan pasta.
4. Peningkatan konsistensi dan pencapaian puncak secara cepat dan jelas.
5. Ketidaklarutan molekul-molekul linier dan pendifusian dari granula yang pecah.
6. Retrogradasi dari campuran sampai membentuk gel
Suhu gelatinisasi untuk pati asli merupakan kisaran temperatur, semakin
besar kisaran suhunya sangat dipengaruhi oleh ikatan granula yang bervariasi sesuai
gandum 50-860C, tapioka 68-920C, Corn waxy 68-900C (Smith, 1982;
Swinkels, 1985).
Komposisi Kimia Pati Ubi Jalar
Kandungan pati pada beberapa bahan pangan pati (%) dalam basis kering
dapat dilihat pada Tabel 4. Sifat fisik, kimia dan fungsional pati ubi jalar dapat
dilihat pada Tabel 5, Tabel 6 dan Tabel 7.
Tabel 4. Kandungan pati pada beberapa bahan pangan
Bahan Pangan Pati (%) dalam basis kering
Biji gandum 67
Sumber : Iptek Net, (2005).
Tabel 5. Sifat fisik pati ubi jalar
Varietas (P) Warna Densitas kamba Sudut curah Bentuk
Tabel 6. Sifat kimia pati ubi jalar
Tabel 7. Sifat fungsional pati ubi jalar berdasarkan %bk
Varietas (P) Daya serap Daya serap Kejernihan Suhu gelatinisasi air (g/g) minyak(g/g) pasta(%T) pati (0C)
Ubi jalar ungu muda 0,81 1,04 86,14 79,70
±0,03 ±0,01 ±0,14 ±2,8
Ubi jalar kuning 0,98 0,95 87,54 76,60
±0,10 ±0,02 ±0,52 ±2,17
Ubi jalar putih 0,98 1,11 89,28 64,87
±0,53 ±0,015 ±0,49 ±2,31
Ubi jalar ungu 0,96 1,10 88,10 71,33
±0,02 ±0,014 ±0,14 ±0,96
(Futri, 2008).
Modifikasi Pati
Setiap jenis pati memiliki karakteristik dan sifat fungsional yang berbeda.
Sifat fungsional pati yang terbatas menyebabkan terbatasnya pula aplikasi pati
tersebut untuk produk pangan. Peningkatan sifat fungsional dan karakteristik pati
dapat diperoleh melalui modifikasi pati (Manuel, 1996). Pati modifikasi adalah pati
yang telah diubah sifat aslinya, yaitu sifat kimia dan/atau fisiknya sehingga
mempunyai karakteristik sesuai dengan yang dikehendaki (Wurzburg, 1989).
Pati termodifikasi adalah pati yang telah mengalami perlakuan fisik atau
kimia secara terkendali sehingga mengubah satu atau lebih dari sifat asalnya, seperti
suhu awal gelatinisasi, karakteristik selama proses gelatinisasi, ketahanan oleh
pemanasan, pengasaman dan pengadukan, serta kecenderungan retrodegrasi
(Kusnandar, 2010).
Modifikasi pati dapat dilakukan dengan perlakuan fisik, diantaranya dengan
pemanasan pada kadar air tertentu (hydrothermal atau heat moisture treatment).
Modifikasi pati dengan perlakuan kimia adalah dengan perlakuan ikatan silang
untuk modifikasi pati cenderung lebih aman dan alami dibandingkan perlakuan
kimia (Collado, et al., 2001).
Kemampuan daya serap air dari pati termodifikasi adalah lebih tinggi
dibandingkan dengan yang tidak termodifikasi. Tingginya daya serap air ini
dihubungkan dengan kemampuan produk untuk mempertahankan tingkat kadar air
terhadap kelembaban lingkungan dan peranan gugus hidrofilik pada susunan
molekulnya (Afrianti, 2004).
Modifikasi Pati dengan Heat Moisture Treatment (HMT)
Heat moisture treatment (HMT) adalah proses pemanasan pati pada suhu tinggi di atas suhu gelatinisasi dalam kondisi semi kering, yaitu tingkat kadar air
yang lebih rendah dari kondisi yang disyaratkan untuk terjadinya proses gelatinisasi.
Kadar air yang disyaratkan untuk proses HMT adalah 18-30% dan suhu yang
digunakan adalah 1000C (Lorenz dan Kulp, 1981).
Perubahan-perubahan yang terjadi pada parameter fisik pati disebabkan
adanya hubungan antara faktor berikut, yaitu: (i) terjadinya perubahan struktur pada
area berkristal (crystalline) dan area tak beraturan (amorphous) pada granula pati,
serta (ii) terjadinya modifikasi fisik pada bagian permukaan granula pati selama
proses HMT berlangsung (Manuel, 1996).
Modifikasi pati dengan teknik HMT dapat merusak bentuk granula pati
hingga terbentuk lubang di bagian permukaannya. Proses pemanasan pati dan
keberadaan air saat HMT berlangsung mengakibatkan area amorphous pati
mengembang, kemudian menekan keluar area berkristal sehingga terjadi kerusakan
dan pelelehan area berkristal granula pati, serta menghasilkan bentuk granula pati
Jika pati mentah dimasukkan ke dalam air dingin, maka granula pati akan
menyerap air dan mengembang. Namun jumlah air yang terserap dan
pengembangannya terbatas. Air yang terserap tersebut hanya dapat mencapai kadar
30%. Peningkatan volume granula pati yang terjadi di dalam air pada suhu antara
550C sampai 650C merupakan pembengkakan yang sesungguhnya, dan setelah
pembengkakan ini granula pati dapat kembali pada kondisi semula. Granula pati
dapat dibuat membengkak luar biasa, tetapi bersifat tidak dapat kembali lagi pada
kondisi semula. Perubahan tersebut disebut gelatinisasi. Pati yang telah mengalami
gelatinisasi dapat dikeringkan. Bahan yang telah kering tersebut masih mampu
menyerap air kembali dalam jumlah yang besar. Sifat inilah yang digunakan agar
instant rice dan instant pudding dapat menyerap air kembali dengan mudah, yaitu
dengan menggunakan pati yang telah mengalami gelatinisasi (Winarno, 1992).
Perlakuan HMT pada pati tidak hanya mengubah sifat fungsional pati, tetapi
juga dapat meningkatkan jumlah pati resisten (resistance starch atau RS), yaitu pati
yang lebih sulit dicerna. Pembentukan pati resisten selama proses HMT dapat
disebabkan oleh terjadinya pemotongan rantai lurus dari amilopektin dan
pembentukan ikatan amilosa dengan amilosa, amilopektin, atau lemak sehingga
membentuk struktur yang lebih kompak. Pembentukan ikatan tersebut menyebabkan
pati lebih sulit untuk dipecah oleh enzim pencernaan sehingga menyebabkan
penurunan indeks glikemik (IG), yaitu indeks yang menunjukkan kecepatan
penyerapan karbohidrat serta kemampuan karbohidrat untuk menaikkan konsentrasi
glukosa darah dalam waktu tertentu. Pati dengan indeks glikemik yang rendah
Pati berdasarkan profil gelatinisasinya ada 4 jenis yaitu tipe A, B, C dan D.
Profil tipe A menunjukkan pati yang memiliki kemampuan mengembang yang
tinggi yang ditunjukkan dengan tingginya viskositas maksimum serta terjadi
penurunan selama pemanasan (mengalami breakdown) contohnya pati kentang dan tapioka. Profil tipe B mirip pati tipe A tetapi dengan viskositas maksimum lebih
rendah contohnya pati dari serealia. Profil tipe C adalah pati yang mengalami
pengembangan yang terbatas, yang ditunjukkan dengan tidak adanya viskositas
maksimum dan viskositas breakdown (menunjukkan ketahanan panas yang tinggi)
contohnya pati kacang hijau dan pati yang dimodifikasi dengan ikatan silang dan
heat moisture treatment (HMT). Profil tipe D adalah pati yang mengalami pengembangan terbatas yang ditunjukkan dengan rendahnya profil viskositas
misalnya pati yang mengandung amilosa lebih dari 55% (Schoch dan Maywald,
1968 dalam Kusnandar, 2010).
Perilaku gelatinisasi dan profil pemastaan dari campuran tepung-air dan
pati-air dapat dimonitor menggunakan Rapid Visco Analyzer (RVA) yang merupakan viskometer dengan pemanasan dan pendinginan sekaligus untuk mengukur resistansi
sampel terhadap penanganan dengan pengadukan terkontrol. Prinsip pengukuran
RVA sama dengan Brabender Amilograf hanya saja waktu pengukurannya lebih singkat (15-20 menit). RVA dapat memberikan simulasi proses pengolahan pangan
dan digunakan untuk mengetahui pengaruh proses tersebut terhadap karakteristik
fungsional struktural dari campuran tersebut (Copeland, et al., 2009).
Bihun Instan
awalnya berkembang di Cina bagian selatan yang terpengaruh pada kemunculan mi
di Cina bagian utara. Bedanya, bila pertanian Cina bagian utara didominasi oleh
gandum, bihun muncul di Cina Selatan yang pertaniannya lebih bertumpu pada
beras (Wikipedia, 2011a).
Di pasaran dikenal dua jenis bihun, yaitu bihun kering dan bihun instan.
Bihun kering merupakan suatu bahan makanan yang dibuat dari tepung beras
dengan/tanpa bahan tambahan dan berbentuk benang-benang. Sedangkan bihun
instan adalah produk makanan kering yang dibuat dari tepung beras dengan/tanpa
penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan,
berbentuk benang-benang dan matang setelah dimasak atau diseduh dengan air
mendidih paling lama 3 menit (Koswara, 2006). Kandungan Gizi Bihun per 100 g
bahan dapat dilihat pada Tabel 8.
Pada prinsipnya, tidak ada perbedaan antara produk bihun biasa dengan
bihun instan. Perbedaan yang menyolok hanya menyangkut waktu pemasakan.
Bihun instan akan matang dalam air panas sekitar 4 menit, sedangkan bihun biasa
memerlukan waktu lebih lama. Keunggulan bihun instan tersebut dapat diperoleh
melalui sedikit modifikasi pada proses pembuatannya. Modifikasi tersebut adalah
penambahan air kansui, pemasakan tahap pertma lebih lama, ukuran cetakan bihun
instan lebih kecil serta pemasakan tahap kedua yang lebih lama dari bihun biasa.
Pada pembuatan bihun instan, digunakan air kansui (air obat) yang
ditambahkan ke dalam adonan tepung, sebelum adonan tersebut mengalami proses
pemasakan tahap pertama. Pemasakan tahap pertama dilakukan lebih lama
dibandingkan pada pembuatan bihun biasa agar sekitar 80% pati yang ada menjadi
bihun instan waktunya menjadi lebih lama sekitar 1,5 jam (tergantung juga pada
jumlah adonan yang dimasak).
Tabel 8. Kandungan gizi bihun per 100 g bahan
Sumber :Asean Food Compotition Tables (2000) di dalam Suyanti (2009)
Pencetakan bihun dengan ekstruder dilakukan dengan ukuran cetakan yang
lebih kecil dibandingkan bihun biasa sehingga dihasilkan bihun yang lebih halus dan
lembut. Ukuran yang lebih halus ini menyebabkan luas permukaan bihun menjadi
bertambah sehingga lebih mudah menyerap air pada saat dimasak. Inilah yang
menyebabkan bihun instan lebih cepat matang dibandingkan bihun biasa.
Setelah bihun dicetak, pemasakan tahap kedua juga dilakukan dengan waktu
yang lebih lama agar 100% pati menjadi matang (pati tergelatinisasi sempurna).
Pemasakan tahap kedua biasa dilakukan sampai 2 jam tergantung jumlah bahannya.
Oleh karena pati bihun telah matang sempurna maka proses pemasakan bihun instan
tentu saja menjadi lebih cepat dibandingkan bihun biasa (Astawan, 2008).
Uraian Bihun kering
Energi (kkal) 353
Air (g) 11,3
Protein (g) 10,5
Lemak (g) 0
Karbohidrat (g) 77,7
Serat (g) 0
Abu (g) 0,5
Kalsium (mg) 13
Fosfor (mg) 66
Besi (mg) 1,3
Natrium (mg) 7
Kalium (mg) 16
Retinol (µg) 0
Vitamin A (µg) 0
Tiamin (mg) 0,16
Riboflavin (mg) 0,06
Bahan yang Ditambahkan Air kansui
Air kansui disebut juga garam alkali. Masyarakat pada umumnya
mengenalnya dengan sebutan air obat atau air abu. Tetapi ada juga yg menyebutnya
air kie atau air khi.
Air kansui dipergunakan dalam pembuatan bihun instan. Air kansui
merupakan campuran dari air dengan garam potassium karbonat, natrium karbonat,
natrium tripolifosfat, serta natrium klorida dengan perbandingan tertentu. Berfungsi
untuk mempercepat pengikatan gluten, meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas,
meningkatkan kehalusan tekstur, serta meningkatkan sifat kenyal (Astawan, 2008).
Sodium tripolyphospate (STTP)
Sodium tripolyphosphate (STTP) merupakan senyawa polifosfat dari natrium dengan rumus Na5P3O10. STPP berbentuk bubuk atau granula berwarna putih dan
tidak berbau. STPP dapat pula bereaksi dengan pati. Ikatan antara pati dengan fosfat
diester atau ikatan silang antar gugus hidroksil (OH), akan menyebabkan ikatan pati
menjadi kuat, tahan terhadap pemanasan, dan asam sehingga dapat menurunkan
derajat pembengkakan granula, dan meningkatkan stabilitas adonan. Menurut FDA
(Food and Drug Administration) penggunaan alkali fosfat adalah 0,5 % pada produk. Penggunaan melebihi dosis 0,5% akan menurunkan penampilan produk,
yaitu terlalu kenyal seperti karet dan terasa pahit (Wikipedia, 2011b).
CMC (Carboxy Methyl Cellulose)
Carboxy Methyl Cellulose adalah turunan dari selulosa dan beberapa sering dipakai dalam industry makanan untuk mendapatkan tekstur yang baik. Fungsi CMC
pengemulsi dan dalam beberapa hal dapat meratakan penyebaran antibiotik
(Winarno, 1992).
Karboksi metil selulosa memiliki sifat higroskopis, mudah larut dalam air,
dan membetuk larutan koloid. Dalam pembuatan mi, CMC berfungsi sebagai
pengembang. Bahan ini dapat mempengaruhi sifat adonan, memperbaiki ketahanan
terhadap air, dan mempertahankan keempukan selama penyimpanan
Syarat Mutu Bihun Instan
Syarat mutu bihun instan dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Syarat mutu bihun instan berdasarkan SNI 01-3742-1995
No. Uraian Satuan Persyaratan
1.
Uji kematangan (bihun:air 1:5) b/b
Air, % b/b
Abu tanpa garam, % b/b
Protein (N x 6,25) % b/b
Derajat asam, mg KOH/100g contoh
Bahan tambahan makanan
Studi Pendahuluan yang Telah Dilaksanakan
Penelitian pendahuluan yang telah dilaksanakan adalah proses pembuatan
tepung dan pati alamiah dari 4 varietas lokal ubi jalar yang banyak ditanam di
Sumatera Utara serta karakteristik fisikokimia dan fungsionalnya. Varietas lokal
yang digunakan adalah ubi jalar berdaging umbi putih, ungu muda, ungu tua dan
oranye. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa rendemen pati ubi jalar yang
dihasilkan berkisar antara 9,75 – 16,78%. Rendemen pati yang tertinggi diperoleh
pada varitas ubi jalar berdaging umbi kuning yaitu 16,79% dan yang terendah pada
ubi jalar berdaging umbi ungu muda yaitu 9,75%. Suhu gelatinisasi pati tertinggi
diperoleh pada pati ubi jalar ungu yaitu 79,70 dan yang terendah diperoleh pada pati
ubi jalar putih yaitu 64,87. Daya penyerapan air minyak dari pati ubi jalar tinggi
sehingga berpotensi untuk dimanfaatkan pada berbagai produk pangan seperti mie
BAHAN DAN METODA
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2011 – Maret 2012 di
Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara, Medan. Dalam penelitian ini alat-alat penelitian dan alat analisis
sebagian ada di laboratorium tersebut, sedangkan pengujian dengan alat
Chromameter, Kett whitenessmeter, Rapid Visco Analyzer (RVA), Rheoner RE-3305 dilakukan di Laboratorium Teknik Kimia dan PAU Pangan dan Gizi, IPB
Bogor.
Bahan Penelitian
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah 4 varietas ubi jalar
yaitu ubi jalar putih, kuning, oranye dan ungu. Dalam pembuatan bihun instan
digunakan pati termodifikasi HMT dari empat varietas ubi jalar tersebut.
Bahan Kimia
Adapun bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah etanol, NaOH,
hexan, aquadest, H2SO4, K-Na-Tartarat, Na-karbonat, glukosa standard, iod, phenol, HCl, H2SO4 pekat, DNS. Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah bahan-bahan
untuk analisa sifat fisikokimia dan fungsional pati dan bihun instan.
Alat Penelitian
Peralatan yang digunakan untuk ekstraksi pati ubi jalar dan modifikasi pati
ubi jalar dengan HMT yaitu pisau, ember, mesin pemarut, kain saring, oven,
digunakan untuk karakterisasi sifat fisika-kimia dan fungsional pati alami dan pati
termodifikasi HMT adalah neraca analitik, cawan alamunium, cawan porselin,
desikator, mikroskop polarisasi cahaya, hot plate, Chromameter, Kett whitenessmeter,
Rapid Visco Analyzer (RVA), Rheoner RE-3305, centrifuge, tanur, dan peralatan gelas
lainnya. Peralatan yang digunakan untuk pembuatan bihun instan adalah alat
pencetak bihun (ampia), beacker glass, panci pengukusan, loyang dan oven
pengering. Peralatan yang digunakan untuk karakterisasi bihun instan adalah cawan
alamunium, cawan porselin, Soxlet, hot plate, labu KjeIdahl dan Autoclave.
Metode Penelitian
Kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari tiga tahap yaitu:
a. Tahap 1 : Pembuatan pati alami. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan faktor tunggal, yaitu varietas ubi jalar (V) yang terdiri
dari 4 taraf yaitu :
V1 = Ubi jalar putih
V2 = Ubi jalar kuning
V3 = Ubi jalar oranye
V4 = Ubi jalar ungu
Semua perlakuan dibuat dalam 5 kali ulangan. Kemudian dilakukan pengujian
karakteristik fisiko pati ubi jalar alami yang diamati meliputi kadar air, derajat
asam, derajat putih, bentuk dan ukuran granula pati serta karakteristik pasta.
b. Tahap 2 : Modifikasi pati dengan Heat Moisture Treatment (HMT). Penelitian
ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan faktor tunggal, yaitu
V1 = Pati alami dari ubi jalar putih
V2 = Pati alami dari ubi jalar kuning
V3 = Pati alami dari ubi jalar oranye
V4 = Pati alami dari ubi jalar ungu
Semua perlakuan dibuat dalam 5 kali ulangan. Dilakukan pengujian
karakteristik fisiko kimia pati ubi jalar termodifikasi HMT yang diamati
meliputi kadar air, derajat asam, derajat putih, bentuk dan ukuran granula pati,
karakteristik pasta, kadar abu, serta sifat fungsional meliputi kejernihan pasta,
daya larut dalam air dingin, daya serap air, daya serap minyak, dextrose equivalent dan derajat polimerisasi.
c. Tahap 3 : Pembuatan bihun instan dari pati ubi jalar termodifikasi Heat
Moisture Treatment (HMT). Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan faktor tunggal, yaitu pati termodifikasi dari ubi jalar
(V) yang terdiri dari 4 taraf yaitu :
V1 = Pati termodifikasi dari ubi jalar putih
V2 = Pati termodifikasi dari ubi jalar kuning
V3 = Pati termodifikasi dari ubi jalar oranye
V4 = Pati termodifikasi dari ubi jalar ungu
Semua perlakuan dibuat dalam 5 kali ulangan. Pembuatan bihun dengan
mencampurkan binder adonan, air kansui (air abu), CMC dan dicetak dengan
alat pencetak bihun instan (ampia), dikukus dan dikeringkan (Astawan, 2006;
Koswara, 2006). Dilakukan pengujian karakterisitik bihun instan yang akan
diamati yaitu analisis proksimat yang terdiri dari kadar air, kadar abu, kadar
akibat pemasakan, warna (metode Hunter), tekstur (elongasi) dan uji
organoleptik (tekstur, warna dan rasa). Dari hasil penelitian diharapkan
diperoleh bihun instan dari pati ubi jalar termodifikasi HMT dengan mutu yang
terbaik dan dapat diterima masyarakat.
Model Rancangan (Bangun, 1991)
Penelitian ini dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan
faktor tunggal dengan model :
Ŷij = µ + αi + εij
dimana:
Ŷij : Hasil Pengamatan dari Faktor V pada taraf ke-i dan ulangan ke–j
µ : Efek nilai tengah umum
αi : Efek dari Faktor V pada taraf ke–i
εij : Efek galat dari faktor V pada taraf ke–i dengan ulangan ke-j.
Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata dan sangat nyata maka uji
dilanjutkan dengan uji beda rataan dengan menggunakan uji LSR (Least Significant Range).
Tetapi untuk karakteristik fisikokimia dan karakteristik pasta pada pati alami
dan termodifikasi HMT dari empat varietas ubi jalar dilakukan uji t untuk
membandingkan dua perlakuan tersebut yaitu dengan menggunakan uji t secara
berpasangan (paired comparison).
Pelaksanaan Penelitian
1. Ekstraksi Pati Ubi Jalar
Ubi jalar dikupas dan dicuci kemudian ditimbang beratnya. Bahan diparut
bubur bahan ditambah air (1 bagian bubur ditambah dengan 2 bagian air) dan
diaduk-aduk agar pati lebih banyak keluar dari jaringan bahan. Kemudian bubur
bahan disaring dengan kain saring sehingga pati lolos dari saringan sebagai suspensi
pati dan serat tertinggal pada kain saring. Suspensi pati ini ditampung pada wadah
pengendapan. Lalu suspensi pati dibiarkan mengendap di dalam wadah pengendapan
selama 12 jam. Pati akan mengendap sebagai pasta. Cairan di atas endapan dibuang
kemudian ditambahkan air lagi dan didiamkan selama 6-8 jam agar diperoleh pati
yang bersih. Kemudian air cucian pasta dibuang dan pasta diletakkan di atas loyang
dan dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 500C-600C selama 20 jam.
Produk yang telah kering akan mengeluarkan bunyi gemerisik bila diremas-remas.
Hasil pengeringan ini disebut dengan tepung kasar. Tepung kasar ini selanjutnya
dihaluskan dengan menggunakan blender dan diayak dengan ayakan yang berukuran
80 mesh. Dihasilkan pati ubi jalar dan dikemas di dalam plastik dalam keadaan
tertutup rapat. Dilakukan pengujian karakteristik fisikokimia pati ubi jalar alami.
2. Modifikasi Pati dengan Heat Moisture Treatment (HMT)
Prosedur teknik HMT mengacu pada Adebowale, et al. (2005) yang
dimodifikasi. Pati ubi jalar dianalisis kadar airnya terlebih dahulu. Proses modifikasi
pati ubi jalar dengan teknik HMT adalah sebagai berikut: sebanyak 200 gram pati
diatur kadar airnya sampai 25% dengan cara menyemprotkan aquades. Jumlah
aquades ditentukan berdasarkan perhitungan kesetimbangan massa. Contoh
perhitungan kesetimbangan massa adalah sebagai berikut:
(100% - KA1) x BP1 = (100% - KA2) x BP2
(100% - 11,49%) x 200 g = (100% - 25%) x BP2
177 g = 75% x BP2
BP2 = 236
Jumlah aquades = BP2 - BP1 = 236 g - 200 g = 36 g
Keterangan:
KA1= Kadar air pati kondisi awal KA2= Kadar air pati yang diinginkan
BP1= Bobot pati pada kondisi awal BP2= Bobot pati setelah mencapai KA2
Pati ubi jalar yang telah mencapai kadar air 25% selanjutnya ditempatkan di
dalam loyang tertutup. Kemudian disimpan pada suhu 60C di refrigerator selama 12
jam untuk menyeragamkan kadar air. Selanjutnya dipanaskan selama 3 jam pada
suhu 1100C sambil diaduk tiap 1jam. Setelah itu pati dikeluarkan dan didinginkan
pada suhu ruang. Kemudian dikeringkan pada suhu 500C selama 4 jam. Pati yang
menggumpal dihaluskan dan diayak. Dihasilkan pati ubi jalar yag termodifikasi dan
dikemas di dalam plastik dalam keadaan tertutup rapat. Dilakukan pengujian
karakteristik fisikokimia dan fungsional pati ubi jalar termodifikasi HMT.
3. Pembuatan Bihun Instan
Pada pembuatan bihun instan terlebih dahulu dibuat binder adonan sebagai
perekat pati sehingga dapat membentuk adonan dengan baik. Prosesnya yaitu
ditimbang 20% tepung beras dari total pati untuk adonan dicampur air dengan
perbandingan 1:3 dan juga ditambahkan STTP 0,5% dan air kansui (air abu) 1%
kemudian dipanaskan hingga tergelatinisasi. Pati yang telah tergelatinisasi tersebut
digunakan sebagai binder adonan. Pati termodifikasi HMT ditambahkan CMC 0,5%
kemudian dicampur dengan binder adonan. Setelah itu diadon hingga kalis.
Kemudian adonan dicetak menjadi bihun. Selanjutnya bihun dikukus dengan suhu
Dihasilkan bihun instan dan dikemas. Dilakukan pengujian karakterisitik bihun
instan.
Pengamatan dan Pengukuran Data
Pengamatan dan pengukuran data dilakukan dengan cara analisa. Pada pati
ubi jalar alami diamati karakteristik fisikokimia meliputi kadar air, derajat asam,
derajat putih, bentuk dan ukuran granula pati serta karakteristik pasta,. Pada pati ubi
jalar termodifikasi HMT diamati karakteristik fisiko kimia meliputi kadar air, derajat
asam, kadar abu, serta sifat fungsional meliputi derajat putih, kejernihan pasta, daya
larut dalam air dingin, daya serap air, daya serap minyak, dextrose equivalent, derajat polimerisasi, sifat amilografi, bentuk dan ukuran granula pati. Pada bihun
instan dilakukan pengujian meliputi analisis proksimat yang terdiri dari kadar air,
kadar abu, kadar serat kasar, kadar lemak, kadar protein, daya serap air, kehilangan
padatan akibat pemasakan, warna (metode Hunter), tekstur (elongasi) dan uji
organoleptik (aroma, rasa dan tekstur).
Kadarair (AOAC, 1995).
Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam cawan alumunium yang telah
dikeringkan selama satu jam pada suhu 1050C dan telah diketahui beratnya. Sampel
tersebut dipanaskan pada suhu 1050C selama tiga jam, kemudian didinginkan dalam
desikator sampai dingin kemudian ditimbang. Pemanasan dan pendinginan
dilakukan berulang sampai diperoleh berat sampel konstan.
Kadar air = 100%
(g) awal sampel berat
(g) akhir sampel berat -(g) awal sampel berat
Kadar abu (SNI-01-3451-1994)
Sampel sejumlah 5 g dimasukkan ke dalam cawan porselin kering yang telah
diketahui beratnya (yang terlebih dulu dibakar dalam tanur dan didinginkan dalam
desikator). Kemudian sampel dimasukkan ke dalam tanur dengan suhu 1000C
selama satu jam kemudian suhu dinaikkan menjadi 3000C selama dua jam dan
dinaikkan lagi menjadi 5000C selama dua jam hingga terbentuk abu. Setelah itu
cawan yang berisi abu didinginkan dalam desikator sampai mencapai suhu kamar
dan selanjutnya ditimbang beratnya. Kadar abu dihitung dengan formula sebagai
berikut.
Kadar serat kasar (AOAC, 1995)
Sampel sebanyak 2 g dimasukan ke dalam labu Erlenmeyer 300 ml
kemudian ditambahkan 100 ml H2SO4 0,325 N. Hidrolisis dengan Autoclave selama 15 menit pada suhu 1050C. Setelah didinginkan sampel ditambahkan NaOH 1,25 N
sebanyak 50 ml, kemudian dihidrolisis kembali selama 15 menit. Sampel disaring
dengan kertas saring Whatman No. 41 yang telah dikeringkan dan diketahui
bobotnya. Kertas saring tersebut dicuci berturut-turut dengan air panas lalu 25 ml
H2SO4 0,325 N, kemudian dengan air panas dan terakhir dengan 25 ml etanol 95%.
Kertas saring dikeringkan dalam oven bersuhu 1050C selama satu jam, pengeringan
dilanjutkan sampai bobot tetap.
Kadar lemak (AOAC 1995)
Analisa lemak dilakukan dengan metode Soxhlet. Sampel sebanyak 5 g
dibungkus dengan kertas saring, kemudian diletakkan diletakan dalam alat ekstraksi
Soxhlet. Alat kondensor dipasang diatasnya dan labu lemak di bawahnya. Pelarut
lemak heksan dimasukkan ke dalam labu lemak, kemudian dilakukan reflux selama
± 6 jam sampai pelarut turun kembali ke labu lemak dan berwarna jernih. Pelarut
yang ada dalam labu lemak didestilasi dan ditampung kembali. Kemudian labu
lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 1050C
hingga mencapai berat yang tetap, kemudian didinginkan dalam desikator. Labu
beserta lemaknya ditimbang.
Kadar
(g) sampel bobot
(g) lemak bobot
lemak = x 100 %
Kadar protein (metode kjeIdahl, AOAC, 1995)
Sampel sebanyak 0,1 g yang telah yang telah dihaluskan dimasukkan ke
dalam labu kjedhal 30 ml selanjutnya ditambahkan dengan 2,5 ml H2SO4 pekat, satu
gram katalis dan batu didih. Sampel dididihkan selama 1-1,5 jam atau sampai cairan
berwarna jernih. Labu beserta isinya didinginkan lalu isinya dipindahkan ke dalam
alat destilasi dan ditambahkan 15 ml larutan NaOH 50%. kemudian dibilas dengan
air suling. Labu erlenmeyer berisi HCl 0,02N diletakan di bawah kondensor,
sebelumnya ditambahkan ke dalamnya 2 – 4 tetes indikator (campuran metil merah
0,02% dalam alkohol dan metil biru 0,02% dalam alkohol dengan perbandingan
2 :1). Ujung tabung kondensor harus terendam dalam labu larutan HCl, kemudian
dilakukan destilasi hingga sekitar 25 ml destilat dalam labu erlenmeyer. Ujung
erlenmeyer lalu dititrasi dengan NaOH 0,02 N sampai terjadi perubahan warna hijau
menjadi ungu. Penetapan blanko dilakukan dengan cara yang sama.
Kadar protein = 100%
A = ml NaOH untuk tittrasi blanko
B = ml NaOH untuk titrasi sampel
N = Normalitas NaOH
Derajat asam pati
Ditimbang 10g pati dituang ke beacker glass, kemudian ditambahkan 100 ml
etanol 70% yang sudah dinetralkan dengan indikator pp. Dikocok selama 1 jam pada
alat pengocok mekanis. Saring dengan cepat melalui kertas whatman no.1. Pipet
50ml, tuangkan kedalam erlenmeyer 500 ml dan titrasi dengan larutan NaOH 0.1N.
(g)
Kejernihan pasta (Luis et al., 1999)
Pasta sampel (1%) dibuat dengan cara mensuspensikan 50 mg sampel ke
dalam 5ml akuades didalam tabung reaksi berulir. Pasta sampel tersebut direbus ke
dalam air mendidih selama 30 menit sambil dikocok setiap 5 menit. Selanjutnya
pasta sampel didinginkan hingga suhu kamar kemudian diukur %T pada λ 650
dengan akuades sebagai blanko.
Daya serap air dan minyak pati (Sathe and Salunkhe, 1981).
Dilarutkan 1 gram pati kedalam 10 ml air atau minyak selama 30 detik dan
dibiarkan pada suhu kamar (210C). Setelah itu dilakukan sentrifugasi pada 5000
dihitung dengan asumsi berat jenis air 1 g/ml sedangkan minyak 0,8888 g/ml.
Kemudian dihitung dengan rumus :
(g)
Daya larut dalam air dingin (SNI 06-1451-1989)
Ditimbang teliti 2 g sampel, lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml,
ditambahkan air suling sampai tanda tera. Dikocok selama 1 menit dan didiamkan
selama 30 menit. Setelah itu disaring dengan menggunakan kertas saring, kemudian
diambil 10 ml dan dituang ke dalam cawan porselin yang sudah ditimbang beratnya.
Kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu pertama 800C untuk 1 jam
pertama, lalu langsung dinaikkan suhunya menjadi 900C untuk 1 jam kedua dan
dinaikkan lagi menjadi 1000C untuk 1 jam ketiga, kemudian dikeluarkan dari oven
dan ditimbang. Sampel tersebut dimasukkan lagi ke dalam oven selama 30 menit,
lalu diangkat dan ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai diperoleh berat yang
konstan.
Profil amilograf diukur dengan menggunakan Rapid Visco Analyzer (RVA,
Model Tecmaster Newport Scientific, Australia). Sebanyak ± 3,00g dilarutkan
secara langsung pada aquades sebanyak ±25 ml pada canister. Pada pengukurannya digunakan standar dua dimana sampel akan diatur suhu awalnya 500C dalam satu
ditahan pada suhu tersebut selama 5 menit. Setelah itu, suhu sampel didinginkan
kembali pada suhu awal 500C selama 7,5 menit dan ditahan selama 2 menit.
Kecepatan rotasi diatur pada 160 rpm selama proses. Parameter yang dapat diukur
antara lain viskositas puncak, viskositas pada akhir waktu ditahan 950C atau
viskositas pasta panas (VPP), viskositas akhir (FV) pada akhir pendinginan,
viskositas breakdown (BD=VP-VPP), setback (SB=FV-VPP) temperatur pasta dan
suhu pada saat viskositas puncak.
Bentuk granula pati, metode mikroskop polarisasi
Bentuk granula dapat dilihat di bawah mikroskop yaitu, mikroskop polarisasi
cahaya dan mikroskop cahaya (Olympus model BHB, Nippon Kogaku, Jepang)
yang dilengkapi dengan kamera (Olympus model C-35A) dengan cara sebagai
berikut :
Untuk pengamatan di bawah mikroskop polarisasi cahaya yaitu suspensi pati
disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian ditambahkan
larutan iod untuk menambah daya kontras. Suspensi ini diteteskan di atas gelas
objek dan kemudian ditutup dengan gelas penutup. Objek diuji dengan meneruskan
cahaya melalui alat polisator dan selama pengamatan, alat analisator diputar
sehingga cahaya terpolarisasi sempurna yang ditunjukkan oleh butir-butir pati yang
belum mengalami gelatinisasi dengan sifat birefringence. Bila pengamatan
dilakukan tanpa menggunakan polarisator dan alat penganalisa (analisator), maka
disebut mikroskop cahaya.
Derajat putih
derajat putih 100 % (110.8). Sejumlah contoh dimasukkan ke dalam wadah khusus,
dipadatkan, ditutup, kemudian dimasukkan ke dalam tempat pengukuran lalu nilai
derajat putih akan keluar pada layar (A).
% 100 110
A (%) putih
Derajat = x
A= Nilai yang terbaca pada alat
Total gula (metode fenol sulfat dalam Apriantono, et al., 1989)
Terlebih dahulu dilakukan persiapan sampel dengan cara ditimbang bahan
5g, tambahkan 20 ml alkohol 80% dan aduk 1 jam. Disaring dengan kertas saring
dan dicuci dengan aquadest sampai volume filtrat 200 ml. Dipanaskan di waterbath
hingga tidak berbau etanol lagi (volume air berkurang ±50 ml). Dimasukkan ke
dalam labu ukur 250 ml dan ditambahkan aquades hingga tanda tera. Dilakukan
pengenceran dengan mengambil 1 ml sampel dan ditambahkan 19 ml aquadest
kemudian diaduk. Setelah persiapan sampel selesai, diukur total gula dengan cara
diambil 1ml sampel, ditambahkan 1 ml larutan fenol 5%, kocok. Ditambahkan
dengan cepat 5 ml larutan asam sulfat pekat dengan cara menuangkan secara tegak
lurus ke permukaan lautan. Dibiarkan selama 10 menit, kocok. Diukur
absorbansinya pada 490 nm. Dibuat kurva standart. Kemudian ditentukan total
karbohidrat atau total gula sampel (dinyatakan sebagai % glukosa).
Pengukuran gula pereduksi (metode DNS, dalam Apriantono, et al., 1989)
Terlebih dahulu dibuat pereaksi DNS dengan cara dilarutkan 10,6 g asam
3,5-dinitrosalisilat dan 19,8 g NaOH ke dalam 1416 ml air ditambahkan ke dalam
larutan tersebut 106 g NaK-tartarat. 7,6 ml fenol (cairkan pada suhu 500C) dan 8,3
Na-metabisulfit, dicampur merata. Distandarisasi dengan cara dititrasi 3 ml pereaksi
jika kurang dari itu ditambahkan 2 g NaOH untuk setiap kekurangan 0,1 ml HCL 0,1
N. Ditambahkan larutan glukosa standart 0,2 – 5,0 mg/ml.
Setelah itu dilakukan persiapan sampel dengan cara ditimbang pati 20g,
tambahkan 40ml alkohol 80% dan aduk 1 jam. disaring dengan kertas saring dan
dicuci dengan aquadest sampai volume filtrat 100 ml. Dipanaskan di waterbath
hingga tidak berbau etanol lagi (volume air berkurang ±50ml). Dimasukkan ke
dalam labu ukur 50 ml dan ditambahkan aquades hingga tanda tera. Setelah
persiapan sampel selesai diukur gula reduksi dengan cara diambil 1 ml sampel dan
dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup, ditambahkan 3 ml pereaksi DNS.
Ditempatkan dalam air mendidih selama 5 menit. Dibiarkan dingin sampai suhu
ruang. Diencerkan sampel bila perlu sampai dapat terukur pada kisaran 20- 80% T
pada panjang gelombang 550 nm. Gunakan air sebagai blanko. Dibuat kurva
standart dengan menggunakan larutan glukosa standart dengan kisaran 0,05-0,25
mg/ml. Untuk sampel yang sedikit mengandung glukosa. 3 ml pereaksi DNS akan
bereaksi dengan lebih kurang 10 mg glukosa.
Dextrose equivalent (DE) (Dokic, et al., 2004)
Dextrose Equivalent merupakan tingkat konversi dari hidrolisa pati yang diukur total penurunan dari seluruh gula yang dihasilkan pada hidrolisa terhadap
reagen tembaga fehling. Nilai ini dapat diukur dengan membandingkan nilai gula
pereduksi terhadap total gula yang dihasilkan pada hidrolisis.
Derajat polimerisasi (DP) (Wurzburg, 1989)
Derajat polimerisasi merupakan indikasi dari nilai rata-rata unit monomer
dekstrosa = 1, DP maltose = 2 dan DP glukosa = 100. Kemudian DP dihitung
dengan menggunakan rumus :
DE 100
DP=
Kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP)
Penentuan KPAP dilakukan dengan cara merebus 5 gram bihun dalam 150ml
air. Setelah mencapai waktu optimum, bihun ditiriskan dan disiram air kemudian
ditiriskan kembali selama 5 menit. Bihun kemudian ditimbang dan dikeringkan pada
suhu 1500C sampai tercapai berat konstan.Ditimbang kembali.
%
Daya serap air bihun (Raspel, 1980)
Sebanyak 5 g contoh yang telah diketahui kadar airnya dimasukkan ke dalam
air mendidih selama 10 menit. Kemudian dituang ke atas saringan plastik untuk
ditiriskan selama 10 menit. Segera setelah itu dipindahkan ke dalam cawan yang
telah diketahui beratnya dan ditimbang (A). Cawan beserta isinya dimasukkan ke
dalam oven 1050C selama 3-5 jam atau sampai beratnya konstan. Setelah itu
didinginkan dalam desikator dan ditimbang (B). Berdasarkan prinsip DSA
merupakan selisih antara berat air setelah rehidrasi dan sebelum rehidrasi lalu dibagi
dengan berat contoh.
Pengukuran menghasilkan nilai L, a, b, dan 0H.L menyatakan parameter kecerahan.
Warna kromatik campuran merah hijau ditunjukkan oleh nilai a. Warna kromatik
campuran biru kuning ditunjukkan oleh nilai b.
Tekstur (elongasi)
Gaya putus dan elongasi diukur dengan alat yang sama, yaitu Rheoner
RE-3305. Probe yang digunakan merupakan probe yang dapat menjepit kedua ujung mie
yang akan diukur elastisitasnya. Beban voltase yang digunakan 0.2volt, test speednya 1mm/s, chart speed 40mm/menit, dengan jarak peak tertinggi 2cm.
Sampel yang telah direhidrasi diletakkan pada probe dan dijepit sedemikian rupa
pada kedua ujungnya. Hasil pengukuran berupa kurva yang menunjukkan hubungan
antara kekuatan (g) dan waktu (s). nilai kekuatan tarikan bihun ditunjukkan pada
puncak kurva dengan satuan gf (gramforce), sedangkan elongasi dinyatakan dalam
persen.
Gaya putus = t ruas garis x 5gf.
% 100 20 (%)
Elongasi =∆ρ x
Uji organoleptik rasa, warna dan tekstur (numerik) (Soekarto, 1982).
Uji organoleptik rasa, warna dan tekstur dilakukan dengan uji kesukaan atau
uji hedonik. Sampel berupa bihun yang sudah dimasak diberikan pada panelis
sebanyak 15 orang dengan kode tertentu. Parameter yang diamati adalah rasa, warna
dan tekstur dari mie yang dihasilkan dengan skala hedonik dan numerik seperti
Tabel 10. Skala hedonik untuk rasa, warna dan tekstur
Skala hedonik Skala numerik
Sangat suka 5
Suka 4
Agak suka / netral 3
Tidak suka 2
Sangat tidak suka 1
Gambar 3. Skema ekstraksi pati ubi jalar
1. Ubi Jalar Putih 2. Ubi Jalar Kuning 3. Ubi Jalar Oranye 4. Ubi Jalar Ungu
Dikupas dan dicuci
Dibiarkan selama 12 jam dan pati akan mengendap sebagai pasta
Diletakkan pasta diatas loyang Ubi Jalar
Ditimbang beratnya
Diparut halus hingga menjadi bubur
Ditambah air dan diaduk
Disaring dengan kain saring
Dihaluskan dengan menggunakan blender Dikeringkan di oven dengan suhu 50oC selama 20 jam
Pati Ubi Jalar
Analisa : 1. Kadar air 2. Derajat asam 3.Karakteristik pasta 4.Derajat putih 5.Bentuk dan ukuran
granula pati Diayak dengan menggunakan ayakan ukuran 80 mesh dan dikemas
Dibuang air sebelumnya dan ditambah air lagi
Dibiarkan selama 6-8 jam
Gambar 4. Skema modifikasi pati dengan
heat moisture treatment (HMT)
Gambar 5. Skema pembuatan bihun instan
Dipanaskan hingga tergelatinisasi
Pati Termodifikasi HMT
20% Tepung beras ditambah air 1:3
1. Pati termodifikasi dari Ubi Jalar Putih 2.Pati termodifikasi dari
Ubi Jalar Kuning 3.Pati termodifikasi dari
Ubi Jalar Oranye 4. Pati termodifikasi dari
Ubi Jalar Ungu
Ditambah CMC 0,5%
Dicampur dan diadon Analisa :
1. Kadar air 2. Kadar abu 3. Kadar lemak 4. Kadar protein 5. Kadar serat kasar 6.Tekstur (% Elongasi) Ditambah air kansui (air abu)1%, STTP 0,5%
Dicetak
Dikukus dengan suhu 90 oC selama 3 menit
Dikeringkan pada suhu 60oC selama 1jam dan dikemas
Bihun Instan Disimpan pada suhu 6oC di refrigerator selama 12 jam
Pati Ubi Jalar
Diatur kadar air menjadi 25% dan pH menjadi 7
Dipanaskan selama 3 jam pada suhu 110oC sambil diaduk
Dikeringkan pada suhu 50oC selama 4 jam dan dikemas
Pati termodifikasi
Didinginkan pada suhu ruang
Analisa :
8. Daya larut dalam air dingin 9. Daya serap air
10. Daya serap minyak 11.. Dextrose equivalent 12. Derajat polimerisasi