• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Remaja - Perilaku Berisiko Seksual Remaja Pengamen Jalanan di Kota Medan Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Remaja - Perilaku Berisiko Seksual Remaja Pengamen Jalanan di Kota Medan Tahun 2012"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Defenisi Remaja

Mendefenisikan remaja untuk masyarakat Indonesia sama sulitnya dengan menetapkan definisi remaja secara umum. Masalahnya adalah karena Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat dan tingkatan sosial-ekonomi maupun pendidikan. Masa remaja merupakan masa transisi yang unik dan ditandai oleh berbagai perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja, yaitu usia 10-19, merupakan masa yang khusus dan penting. Karena merupakan periode pematangan organ reproduksi manusia, dan sering disebut masa pubertas. Masa remaja merupakan periode peralihan dari masa anak ke masa dewasa (FKM-UI, 2002; Sarwono, 2002).

Pada masa remaja terjadi perubahan fisik (organobiologik) secara cepat, yang tidak seimbang dengan perubahan kejiwaan (mental-emosional). Perubahan yang cukup besar ini dapat membingungkan remaja yang mengalaminya. Karena itu merekan memerlukan pengertian, bimbingan dan dukungan di lingkungan di sekitarnya, dapat tumbuh dan berkembang menjadi dewasa yang sehat baik jasmani, maupun mental psikhososial.

(2)

mereka mulai mengalami haid. Walaupun dewasa ini praktek seperti itu telah jarang ditemukan. Namun perlakukan terhadap remaja pria dan wanita diperlukan dalam mengatasi masalah kesehatan reproduksi remaja, agar masalahnya dapat tertangani secara tuntas (FKM-UI, 2002).

Menurut ciri perkembangannya, masa remaja dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:

1. Remaja awal (early adolescence) (10-12 tahun)

Seorang remaja pada tahap ini masih heran akan perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis. Dengan dipegang bahunya saja oleh lawan jenis, ia sudah berfantasi erotic. Kepekaan berlebih-lebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap “ego” menyebabkan para remaja awal ini sulit mengerti dan dimengerti orang dewasa.

2. Remaja madya (middle adolescence) (13-15 tahun)

(3)

ramai-sebagainya. Remaja pria harus membebaskan diri dari Oedipoes Complex

(perasaan cinta pada ibu sendiri pada masa kanak-kanak) dengan mempererat hubungan dengan kawan-kawan dari lain jenis.

3. Remaja akhir (late adolescence) (16-19 tahun)

Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian lima hal, yaitu:

a. Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.

b. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan dalam pengalaman-pengalaman baru.

c. Terbentuk identitas seksual yang akan berubah lagi.

d. Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain. e. Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan

masyarakat umum (the public) (Sarwono, 2002).

2.2. Defenisi Anak Jalanan

(4)

Penggunaan istilah anak jalanan berimplikasi pada dua pengertian yang harus dipahami. Pertama, pengertian sosiologis, yaitu menunjuk pada aktifitas sekelompok anak yang keluyuran di jalan-jalan. Masyarakat mengatakan sebagai kenakalan anak, dan perilaku mereka dianggap mengganggu ketertiban sosial.

Kedua, pengertian ekonomi, yaitu menunjuk pada aktifitas sekelompok anak yang terpaksa mencari nafkah di jalanan karena kondisi ekonomi orangtua yang miskin (Nugroho, 2000;

UNICEFmembagi anak jalanan dalam Bagong, 1999).

tiga kategori yaitu: anak-anak yang menghuni jalanan, anak yang bekerja di jalanan, dan anak-anak keluarga jalanan. Ada sejumlah faktor utama yang diyakini menyebabkan atau memperburuk, masalah anak jalanan termasuk:

Secara garis besar anak jalanan dibedakan ke dalam tiga kelompok :

faktor ekonomi, hubungan keluarga, tingkat pendidikan orangtua rendah, jumlah keluarga besar, migrasi dari desa ke kota, perang dan bencana alam.

(5)

Beberapa diantara mereka masih mempunyai hubungan dengan orangtuanya, tetapi frekuensi pertemuan mereka tidak menentu. Banyak diantara mereka adalah anak-anak yang karena suatu sebab lari atau pergi dari rumah. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa anak-anak pada kategori ini sangat rawan terhadap perlakuan salah, baik secara sosial-emosional, fisik maupun seksual.

3. Children from families of the street atau children in street, yakni anak-anak yang berasal dari keluarga yang hidup dijalanan. Salah satu ciri penting dari kategori ini adalah kehidupan jalanan sejak anak masih bayi bahkan sejak masih dalam kandungan. Di Indonesia, kategori ini dengan mudah ditemui di berbagai kolong jembatan, rumah-rumah liar sepanjang rel kereta api, dan sebagainya walau secara kuantitatif jumlahnya belum diketahui secara pasti (Bagong, 1999, Boaten, 2008).

2.3. Faktor–faktor yang Menyebabkan Munculnya Anak Jalanan

(6)

kemiskinan merupakan kondisi yang mendorong anak-anak hidup dijalanan. Namun, bukan berarti kemiskinan merupakan satu-satunya faktor determinan yang menyebabkan anak lari dari rumah dan terpaksa hidup dijalanan. Kebanyakan anak bekerja dijalanan bukanlah atas kemauan sendiri, melainkan sekitar 60% diantaranya karena dipaksa oleh orangtuanya (Bagong, 1999).

Menurut Surjana menyebutkan bahwa faktor yang mendorong anak untuk turun ke jalan terbagi dalam tiga tingkatan, sebagai berikut:

(7)

2. Tingkat Meso (underlying cause), yaitu faktor agar berhubungan dengan struktur masyarakat (struktur disini dianggap sebagai kelas masyarakat, dimana masyarakat itu ada yang miskin dan kaya. Bagi kelompok keluarga miskin anak akan diikut sertakan dalam menambah penghasilan keluarga). Sebab-sebab yang dapat diidentifikasikan ialah pada komunitas masyarakat miskin, anak-anak adalah aset untuk membantu meningkatkan ekonomi keluarga, oleh karena itu anak-anak diajarkan untuk bekerja pada masyarakat lain. Pergi ke kota untuk bekerja adalah sudah menjadi kebiasaan masyarakat dewasa dan anak-anak (berurbanisasi).

3. Tingkat makro (basic cause), yaitu faktor yang berhubungan dengan struktur masyarakat (struktur ini dianggap memiliki status sebab akibat yang sangat menentukan, dalam hal ini sebab banyak waktu di jalanan, akibatnya akan banyak uang). Sebab yang dapat diidentifikasikan secara ekonomi adalah membutuhkan modal dan keahlian besar. Untuk memperoleh uang yang lebih banyak mereka harus lama bekerja dijalanan dan meninggalkan bangku sekolah (Siregar, 2004).

2.4. Pengamen Jalanan

(8)

Definisi Pengamen itu sendiri, awalnya berasal dari kata amen atau mengamen (menyanyi, main musik, dsb) untuk mencari uang. Amen/pengamen (penari, penyanyi, atau pemain musik yang tidak bertempat tinggal tetap, berpindah-pindah dan mengadakan pertunjukkan di tempat umum). Jadi pengamen itu mempertunjukkan keahliannya di bidang seni. Seorang pengamen tidak bisa dibilang pengemis, karena perbedaannya cukup mendasar. Seorang pengamen yang sebenarnya harus betul-betul dapat menghibur orang banyak dan memiliki nilai seni yang tinggi. Sehingga yang melihat, mendengar atau menonton pertunjukkan itu secara rela untuk merogoh koceknya, bahkan dapat memesan sebuah lagu kesayangannya dengan membayar mahal (Suswandari, 2000).

Pengamen adalah salah satu pekerjaan yang dilakukan anak jalanan dengan cara menyanyikan lagu baik menggunakan alat maupun tidak. Sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah dan atau berkeliaran dijalan atau tempat-tempat umum lainnya, tidak atau bergantung dengan keluarga, dan mempunyai kemampuan untuk bertahan hidup dijalanan.

2.5. Pengertian Perilaku

(9)

Menurut Skinner (2001) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus. Skinner membedakan perilaku menjadi dua :

a. Perilaku tertutup (Covert Behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup. Respon terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

b. Perilaku terbuka (Overt Behavior)

Repon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Skinner dalam Notoatmodjo (2001) mengemukakan bahwa perilaku adalah merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan atau respon, respon dibedakan menjadi dua respon :

1) Respondent response atau reflexive respon

Respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu yang relatif tetap. Responden respon (Respondent behaviour) mencakup juga emosi respon dan emotional behaviour.

2) Operant respons atau instrumental respon

(10)

Proses pembentukan atau perubahan perilaku dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik dari dalam maupun dari luar individu.

Menurut Quin, Anderson, dan Finkelstein bahwa ada 4 tingkatan dari pengetahuan yang perlu dikenal:

1. Pengetahuan kognitif (know-what) yang berasal dari pelatihan dasar dan sertifikasi.

2. Keahlian lanjutan (know-how) yang menerjemahkan buku pelajaran menjadi eksekusi yang efetif.

3. Pemahaman sistem (know-why) yang berasal dari dua tingkatan di atas ditambah kemampuan untuk memimpin suatu intuisi pelatihan.

4. Aktifitas yang berasal dari motivasi sendiri (care-why) yang mendorong kelompok-kelompok kreatif untuk menjadi kelompok yang terbaik dengan menggunakan kemampuan yang maksimal.

Menurut Quin, Anderson, dan Finkelstein bahwa tiga tingkatan yang pertama terdapat pada system-sistem didalam organisasi seperti basis-basis data, teknologi dan sistem prosedur operasional, sedangkan yang ke empat hanya ada diperoleh melalui kultur dari organisasi (Wiranata, 2000).

(11)

Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni:

1. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang merupakan pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour).

Tingkat Pengetahuan di Dalam Domain Kognitif

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan. a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling tendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyakatan, dan sebagainya. Contoh: dapat menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori dan protein pada anak balita.

(12)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. Misalkan dapat menjelaskan mengapa harus makan-makanan yang bergizi.

c. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggukan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau pengunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.

d. Analisis (analysis)

(13)

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menuju kepada suatu kemampuan untuk meletakan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada. f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya, dapat membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi, dapat menanggapi terjadinya diare disuatu tempat, dapat menafsirkan sebab-sebab mengapa ibu-ibu tidak mau ikut KB, dan sebagainya.

2. Sikap (Attitude)

(14)

merupakan reaksi terbuka atau tingkat laku yang terbuka. Sikap merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan. a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

b. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

c. Menghargai (valuing)

Mengajarkan orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

d. Bertanggung jawab (responsible)

(15)

3. Praktik atau Tindakan (Practice)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas.

Praktik ini mempunyai beberapa tingkatan. a. Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama

b. Respon terpimpin (guided response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat dua.

c. Mekanisme (mecanism)

Apabila seseorang telah sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga.

d. Adopsi (adooption)

Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasikannyatanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

Menurut Green (2000), perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor :

(16)

2. Faktor pendukung atau pemungkin (enabling factors) meliputi semua karakter lingkungan dan semua sumber daya atau fasilitas yang mendukung atau memungkinkan terjadinya suatu perilaku.

3. Faktor pendorong atau penguat (reinforcing factors) yaitu faktor yang memperkuat terjadinya perilaku antara lain tokoh masyarakat, teman atau kelompok sebaya, peraturan, undang-undang, surat keputusan dari para pejabat pemerintahan daerah atau pusat (Notoatmodjo, 2007).

2.6. Perilaku Seksual

Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah laku berkencan, bercumbu dan senggama. Objek seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri (Sarwono, 2002).

2.7. Perilaku Berisiko Seksual Pengamen Jalanan

(17)

pengaruh dan tekanan kelompok yang mengakibatkan anak jalanan minum alkohol, merokok, dan penyalahgunaan narkotika dan zat adiktif (Napza), rentan juga terhadap penyakit infeksi, seperti ISPA, diare, tifus, hepatitis, dan kulit maupun rawan masalah gizi serta kriminal atau kejahatan seperti mencopet, mencuri, merampas, memeras bahkan merampok hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yang mereka rasa kurang.

A.Pelecehan Seksual

Menurut Mboiek, (1992:1) dan Stanko (1996:56) yang di kutip oleh Kinasih pengertian pelecehan seksual adalah suatu perbuatan yang biasanya dilakukan laki -laki dan ditujukan kepada perempuan dalam bidang seksual, yang tidak disukai oleh perempuan sebab ia merasa terhina, tetapi kalau perbuatan itu ditolak ada kemungkinan ia menerima akibat buruk lainnya. Pengertian lainnya dikemukakan oleh Sanistuti (dalam Daldjoeni,1994:4), pelecehan seksual adalah semua tindakan seksual atau kecenderungan bertindak seksual yang bersifat intimidasi nonfisik (kata-kata, bahasa, gambar) atau fisik (gerakan kasat mata dengan memegang, menyentuh, meraba, mencium) yang dilakukan seorang laki-laki atau kelompoknya terhadap perempuan atau kelompoknya (Kinasih, 2007). B.Kekerasan Seksual

(18)

melecehkan dengan mengarah pada aspek jenis kelamin atau seks korban dengan keadaan fisik maupun memaksa melakukan aktivitas-aktivitas seksual yang tidak sesuai, merendahkan, menyakiti dan melukai korban. Bentuk kekerasan seksual seperti melakukan hubungan seksual secara paksa terhadap anak, meraba -raba alat kelamin, memegang dada yang tidak dikehendaki oleh korban, dipeluk dan dicium secara paksa dan penganiayaan secara emosional seperti penggunaan kata-kata kasar yang di maksudkan untuk menjatuhkan harga diri anak.

Menurut Kaplan dan Sadock (1997) tindak kekerasan seksual pada anak jalanan adalah tindakan dibawah paksaan terhadap anak untuk melakukan aktivitas seksual, kekerasan seksual adalah perbuatan yang disengaja menimbulkan kerugian atau bahaya terhadap anak-anak secara fisik atau emosional. Istilah child abuse berbagai macam bentuk tingkah laku, dari tindakan ancaman fisik secara langsung oleh orangtua atau orang dewasa lainnya sampai kepada penelantaran kebutuhan-kebutuhan dasar anak.

Menurut Rahima (2005) kekerasan fisik yang dialami anak jalanan baik laki-laki maupun perempuan sangat banyak antara lain tamparan, pemukulan, pencekikkan, lemparan benda keras, penyiksaan menggunakan senjata, pengrusakan alat kelamin, penganiayaan dan pembunuhan (Rambe, 2009).

C.Penyimpangan Seksual

(19)

wajar. Penyebab terjadinya kelainan ini bersifat psikologis atau kejiwaan, seperti pengalaman sewaktu kecil, dari lingkungan pergaulan, dan faktor genetik. Berikut ini macam-macam bentuk penyimpangan seksual:

1. Homoseksual

Homoseksual merupakan kelainan seksual berupa disorientasi pasangan seksualnya. Disebut gay bila penderitanya laki-laki dan lesbi untuk penderita perempuan. Hal yang memprihatinkan disini adalah kaitan yang erat antara homoseksual dengan peningkatan risiko AIDS. Pernyataan ini dipertegas dalam jurnal kedokteran Amerika (JAMA tahun 2000), kaum homoseksual yang “mencari” pasangannya melalui internet, terpapar risiko penyakit menular seksual (termasuk AIDS) lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak.

2. Sadomasokisme

Sadisme seksual termasuk kelainan seksual. Dalam hal ini kepuasan seksual diperoleh bila mereka melakukan hubungan seksual dengan terlebih dahulu menyakiti atau menyiksa pasangannya. Sedangkan masokisme seksual merupakan kebalikan dari sadisme seksual. Seseorang dengan sengaja membiarkan dirinya disakiti atau disiksa untuk memperoleh kepuasan seksual.

3. Ekshibisionisme

(20)

kehendaknya. Bila korban terkejut, merasa jijik dan menjerit ketakutan, ia akan semakin terangsang. Kondisi begini sering diderita pria, dengan memperlihatkan penisnya yang dilanjutkan dengan masturbasi hingga ejakulasi.

4. Voyeurisme

Istilah voyeurisme (disebut juga scoptophilia) berasal dari bahasa Prancis yakni vayeur yang artinya mengintip. Penderita kelainan ini akan memperoleh kepuasan seksual dengan cara mengintip atau melihat orang lain yang sedang telanjang, mandi atau bahkan berhubungan seksual. Setelah melakukan kegiatan mengintipnya, penderita tidak melakukan tindakan lebih lanjut terhadap korban yang diintip. Dia hanya mengintip atau melihat, tidak lebih. Ejakuasinya dilakukan dengan cara bermasturbasi setelah atau selama mengintip atau melihat korbannya. Dengan kata lain, kegiatan mengintip atau melihat tadi merupakan rangsangan seksual bagi penderita untuk memperoleh kepuasan seksual.

5. Fetishisme

(21)

pasangannya untuk mengenakan benda-benda favoritnya, kemudian melakukan hubungan seksual yang sebenarnya dengan pasangannya tersebut. 6. Pedophilia/Pedophil/Pedofilia/Pedofil

Pedophilia Adalah orang dewasa yang yang suka melakukan hubungan seks/kontak fisik yang merangsang dengan anak di bawah umur.

7. Bestially

Bestially adalah manusia yang suka melakukan hubungan seks dengan binatang seperti kambing, kerbau, sapi, kuda, ayam, bebek, anjing, kucing, dan lain sebagainya.

8. Incest

Incest Adalah hubungan seks dengan sesama anggota keluarga sendiri non suami istri seperti antara ayah dan anak perempuan dan ibu dengan anak laki-laki.

9. Necrophilia/Necrofil

Necrophilia/Necrofil Adalah orang yang suka melakukan hubungan seks dengan orang yang sudah menjadi mayat/orang mati.

10.Zoophilia

Zoofilia adalah orang yang senang dan terangsang melihat hewan melakukan hubungan seks dengan hewan.

11.Sodomi

(22)

12.Frotteurisme/Frotteuris

Frotteurisme Yaitu suatu bentuk kelainan seksual di mana seseorang laki-laki mendapatkan kepuasan seks dengan jalan menggesek-gesek/menggosok-gosok alat kelaminnya ke tubuh perempuan di tempat publik/umum seperti di kereta, pesawat, bis dan lain-lain. (Sarwono, 2002; Suyatno, 2009)

D. Minuman Beralkohol

Alkohol adalah zat penekan susuan syaraf pusat meskipun dalam jumlah kecil mungkin mempunyai efek stimulasi ringan. Bahan psikoaktif yang terdapat dalam alkohol adalah etil alkohol yang diperoleh dari proses fermentasi madu, gula sari buah atau umbi umbian. Di Indonesia penjualan minuman beralkohol di batasi dan yang boleh membeli adalah mereka yang telah berumur 21 tahun. Beberapa etnik di Indonesia menggunakan minuman beralkohol pada acara tertentu dalam jumlah yang sedikit. Mereka juga memproduksi minuman beralkohol dengan nama yang bermacam ragam misalnya : tuak, minuman cap tikus, ciu dan lain-lain (Widianti, 2007).

Terdapat 4 kelompok determinan dari penyalahgunaan alkohol (sosial, ekonomi, budaya, dan lingkungan) yang mana peranannya sangat kompleks dan saling terkait satu sama lainnya.

• Sosial

(23)

(keluarga dan masyarakat) juga menjadi kunci dalam permasalahan penyalahgunaan alkohol.

• Ekonomi

Masalah penyalahgunaan alkohol bisa ditinjau dari sudut ekonomi. Tentu saja meningkatnya jumlah pengguna alkohol di Indonesia juga dapat diasosiasikan dengan faktor keterjangkauan harga minuman beralkohol (import atau lokal) dengan daya beli atau kekuatan ekonomi masyarakat. Dan secara makro, industri minuman beralkohol baik itu ditingkat produksi, distribusi, dan periklanan ternyata mampu menyumbang porsi yang cukup besar bagi pendapatan negara (tax, revenue dan excise).

• Budaya

Melalui sudut pandang budaya dan kepercayaan masalah alkohol juga menjadi sangat kompleks. Di Indonesia banyak dijumpai produk lokal minuman beralkohol yang merupakan warisan tradisional (arak, tuak, badeg, dll) dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat dengan alasan tradisi. Sementara bila tradisi budaya tersebut dikaitkan dengan sisi agama dimana mayoritas masyarakat Indonesia adalah kaum muslim yang notabene melarang konsumsi alkohol, hal ini tentu saja menjadi sangat bertolak belakang.

• Lingkungan

(24)

tentang minuman beralkohol, serta pelaksanaan yang tegas menjadi kunci utama penanganan masalah alkohol ini. Selain itu yang tidak kalah penting adalah peranan provider kesehatan dalam mempromosikan kesehatan terkait masalah alkohol baik itu sosialisasi di tingkat masyarakat maupun advokasi pada tingkatan decision maker.

D.Penyalahgunaan Narkotika dan Zat Adiktif (Napza)

Narkoba (singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif berbahaya lainnya) adalah bahan/zat yang jika dimasukan dalam tubuh manusia, baik secara oral/diminum, dihirup, maupun disuntikan, dapat mengubah pikiran, suasana hati atau perasaan, dan perilaku seseorang. Narkoba dapat menimbulkan ketergantungan (adiksi) fisik dan psikologis (Widianti, 2007).

Napza pada mulanya ditemukan dan dikembangkan untuk pengobatan dan penelitian. Tujuannya adalah untuk kebaikan manusia. Namun berbagai jenis obat tersebut kemudian disalahgunakan untuk mencari kenikmatan sementara atau mengatasi persoalan sementara (Wilopo, 2006).

(25)

yang mungkin disalah gunakan adalah tembakau, alcohol, obat-obat terlarang, dan zat-zat yang dapat memberikan keracunan, misalnya yang dihisap dari asapnya. Penyalangunaan narkoba dapat menyebabkan kebergantungan zat narkoba, jika dihentikan maka si pemakai akan sakau/withdrawal. Lama kelamaan generasi muda itu bergantung kepada zat-zat tersebut dan sukar untuk melepaskan diri karena mereka telah kecanduan (ketergantungan narkoba). Jika sudah demikian maka generasi muda yang sudah bergantung pada zat-zat narkoba akan apa saja bangaimana mendapatkan uang, baik secara halal maupun haram seperti mencuri, merampok, mencopet dan sebagainya (Willis, 2010).

2.8.Alur Pikir Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian dan landasan teori yang telah dikemukan di atas, maka kerangka pikir penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :

Perilaku Seksual

Gambar 2.1 Alur Pikir Penelitian Lama Menjadi Anak

Gambar

Gambar 2.1 Alur Pikir Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Ezyload Nusantara Surabaya dalam 8 bulan terakhir mulai bulan Mei – Desember 2010 menunjukkan telah terjadi kecenderungan penurunan jumlah pelanggan (counter) yang melakukan

Pembelajaran dengan model pembelajaran problem posing menekankan pada aktivitas siswa untuk melakukan penyelidikan pemecahaan suatu permasalahan berupa soal yang

Sikap masyarakat khususnya suami di Surabaya tentang pemberitaan “Ibu Baik-Baik Terancam Suamu Nakal” di Jawa Pos adalah respon yang diberikan oleh masyarakat

Penelitian ini difokuskan untuk menghasilkan modul pembelajaran matematika berbasis konstruktivisme dengan sisipan karikatur yang valid, praktis, dan efektif khusus

Costal band mengembang jelas berwarna gelap sampai pada spot yang terdapat pada bagian puncak sayap, biasanya dengan pita berwarna hitam gelap yang melebar sepanjang dm-cu

Wilayah yang termasuk dalam KSN Mamminasata meliputi Kecamatan Maros Baru, Turikale, Marusu, Mandai,.. Moncongloe, Bontoa, Lau, Tanralili, Tompobulu, Bantimurung, Simbang, dan

Penulisan dari skripsi ini bertujuan untuk membangun protokol CLNP yang digunakan pada ATN, khususnya pada modul output,selain itu skripsi ini juga bertujuan

Starting from the left, we have a Consumer bundle (represented using a component icon); it is utilizing Blueprint Container to import services from OSGi Service Registry