• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu faktor yang menghambat penyediaan sumber daya manusia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu faktor yang menghambat penyediaan sumber daya manusia"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian

Mutu pendidikan di berbagai jenis dan jenjang pendidikan menjadi salah satu masalah serius yang sedang dihadapi Indonesia antara lain rendahnya mutu pendidikan. Banyak pihak berpendapat bahwa rendahnya mutu pendidikan merupakan salah satu faktor yang menghambat penyediaan sumber daya manusia untuk memenuhi tuntutan pembangunan bangsa di berbagai bidang. Hal ini dikemukakan oleh Muhaimin (dalam Jalal dan Supriadi 2001:1) yang menyatakan bahwa pendidikan di Indonesia dihadapkan pada tiga permasalahan pokok yang mendasar. Permasalahan tersebut meliputi tidak meratanya pendidikan, rendahnya mutu pendidikan, dan lemahnya manajemen pendidikan.

Dalam Undang – undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pusat dan Daerah, telah mendorong perubahan besar pada sistem pengelolaan pendidikan di Indonesia. Pendidikan termasuk salah satu sektor yang diserahkan pengelolaannya kepada pemerintah daerah, sementara pemerintah pusat hanya sebatas menyusun acuan dan standar yang bersifat nasional. Walaupun pengelolaan pendidikan menjadi kewenangan kabupaten/kota, tetapi pengelolaan tersebut harus mengacu pada standar yang ditetapkan secara nasional.

Terkait dengan itu Pasal 35 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa Standar Nasional Pendidikan (selanjutnya disingkat SNP) dijadikan landasan (pedoman) pengebangan satuan

(2)

pendidikan. SNP tersebut dimaksudkan sebagai acuan pengembangan dan pengendalian pendidikan, antara lain pengembangan kurikulum, kompetensi lulusan, penilaian, proses pembelajaran, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan dan pembiayaan pendidikan. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 juga menyebutkan standar nasioal pendidikan mencakup standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana-prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan.

Hal ini juga lebih ditegaskan lagi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). Ketentuan tentang SNP tentunya akan berupa dokumen, yang menurut UU Nomor 20 Tahun 2003 yang telah diwujudkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah tersebut. Untuk memudahkan bagi sekolah maupun masyarakat pada umumnya dalam memahami bagaimana wujud sekolah yang telah memenuhi SNP diperlukan contoh nyata, berupa keberadaan Sekolah Standar Nasional.

Dalam kerangka itu, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama (SMP) melakukan rintisan pengembangan Sekolah Standar Nasional untuk jenjang SMP, dan disebut SMP Standar nasional (SSN). SSN diharapkan dapat memberikan wujud nyata SMP yang dimaksudkan dalam SNP dan menjadi acuan rujukan bagi sekolah lain dalam pengembangan sekolah, sesuai dengan standar nasional. Sekolah lain yang sejenis diharapkan dapat bercermin untuk memperbaiki diri dalam menciptakan iklim psiko-sosial sekolah untuk menjamin terselenggaranya proses pendidikan yang bermakna, menyenangkan sekaligus mencerdaskan. Selain itu dengan adanya SSN, diharapkan SMP-SMP lain yang

(3)

berada pada daerah yang sama dapat dipacu untuk terus mengembangkan diri dan mencapai prestasi dalam berbagai bidang yang sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing sekolah. SSN diharapkan juga berfungsi sebagai patok duga (bench mark) bagi sekolah dalam mengembangkan diri menuju layanan pendidikan yang baik dan komperehensif. Sekolah-sekolah yang dijadikan rintisan SSN inilah nantinya diharapkan menjadi sekolah mandiri dan termasuk dalam kelompok atau jenis jalur pendidikan formal mandiri.

Di setiap kabupaten/kota diharapakan minimal terdapat sebuah SSN, yang dikembangkan dari SMP yang ada didaerah. Namun demikian, karena kondisi pendidikan, khususnya keberadaan sekolah disetiap kabupaten/kota sangat bervariasi, maka dimungkinkan ada beberapa kabupaten/kota yang memiliki lebih dari satu SMP yang telah memenuhi Standar Nasional Pendidikan (SNP), sehingga dapat dikategorikan sebagai SSN, karena SMP yang terbaik dikabupaten/kota tersebut masih belum memenuhi yang ditetapkan dalam SNP. Selanjutnya mengingat keterbatasan anggaran dan daya dukung lainnya, pada tahap perintisan, Direktorat Pembinaan SMP telah dan akan menangani beberapa SMP untuk dijadikan rintisan SSN, sesuai dengan jumlah SMP yang ada dikabupaten/kota yang bersangkutan. Dengan demikian , jika pada kabupaten kota tertentu terdapat banyak SMP yang sudah memenuhi SNP, sedangkan alokasi rintisannya kurang dari itu, perlu ada seleksi untuk menentukan sekolah yang dijadikan rintisan SSN.

Setelah terpilih SMP sebagai SSN diharapkan dapat mengembangkan diri menjadi SMP yang benar-benar memenuhi Standar Nasional Pendidikan dan

(4)

dapat menjadi rujukan bagi sekolah lain yang pada akhirnya semua SMP layak masuk dalam kelompok jalur pendidik formal mandiri. Pemerinah pusat, pemerintah provinsi dan pemeritah kabupaten/kota diharapkan dapat melakukan pembinaan, sesuai denga tugas dan kewenangannya. Untuk mencapai stnadar tersebut perlu ditetapkan beberapa strategi pengembangan Sekolah Standar Nasional (SSN) pada periode tertentu.

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) dijelaskan bahwa standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang berbagai aspek yang relevan dalam pelaksanaan sistem pendidikan nasioanl yang harus dipenuhi oleh penyelenggara dan/atau satuan pendidikan, yang berlaku diseluruh wilayah hukum negara kesatuan republik Indonesia. SNP tersebut mencakup kurikulum, ketenagaan, kesiswaan, sarana prasarana, keuangan, hubungan sekolah dan masyarakat, dan layanan khusus. Berdasarkan pemikiran pendidikan sebagai suatu sistem, terlihat bahwa standar nasional pendidikan mencakup komponen input, proses dan output.

Sebagaimana tujuan dari manajemen pendidikan tidak lain sebagai alternatif strategis untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Karena peningkatan kualitas pendidikan bukanlah tugas ringan dan bukan hanya berkaitan dengan permasalahan teknis, tetapi mencakup berbagai persoalan yang sangat rumit dan kompleks baik menyangkut perencanaan pendanaan, maupun efesiensi dan efektivitas penyelenggaraan sekolah. Untuk menuju pada perubahan pendidikan secara menyeluruh, maka manajemen pendidikan adalah hal yang harus

(5)

diprioritaskan untuk kelangsungan pendidikan sehingga menghasilkan output yang diinginkan.

Selanjutnya penulis menemukan beberapa masalah dalam proses pengelolaan SSN disekolah SMP Negeri 8 Gorontalo, dimana kurangnya penunjang atau dukungan baik dari guru maupun dari siswa dalam hal pengelolaan kurikulum, sarana prasarana dan ketenagaan sehingga perlunya ada perhatian yang lebih dari kepala sekolah maupun pihak-pihak yang dapat meningkatkan proses pengelolaan Sekolah Standar Nasional (SSN) disekolah tersebut.

Penelitian ini hanya difokuskan pada aspek pengelolaan sekolah atau manajemen sekolah yang meliputi aspek-aspek kurikulum, sarana prasarana,dan ketenagaan. Dalam kerangka memberikan life skill kepada anak didik, Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama (Dit. PLP) melakukan rintisan pengembangan Sekolah Standar Nasional (SSN) yang diharapkan dapat menjadi contoh wujud nyata dari sekolah yang dimaksudkan dalam SNP dan menjadi acuan atau rujukan sekolah lain dalam mengembangkan diri, sesuai dengan standar nasional.

Berdasarkan hasil observasi pada tanggal 21 Desember 2011 salah satu sekolah penyelenggara Sekolah Standar Nasional (SSN) adalah SMP Negeri 8 Kota Gorontalo. Berdasarkan uraian sebelumnya, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengangkat judul: “Pengelolaan Sekolah Standar Nasional (SSN) (Studi Kasus di SMP Negeri 8 Kota Gorontalo)”.

(6)

B. Fokus Masalah

Berdasarkan konteks penelitian sebelumnya, maka penelitian ini akan membahas fokus masalah sebagai berikut :

1. Pengelolaan kurikulum pada Sekolah Standar Nasional (SSN) di SMP Negeri 8 Kota Gorontalo.

2. Pengelolaan sarana dan prasarana pada Sekolah Standar Nasional (SSN) di SMP Negeri 8 Kota Gorontalo.

3. Pengelolaan ketenagaan pada Sekolah Standar Nasional (SSN) di SMP Negeri 8 Kota Gorontalo.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengelolaan kurikulum pada Sekolah Standar Nasional (SSN) di SMP Negeri 8 Kota Gorontalo.

2. Untuk mengetahui Pengelolaan sarana dan prasarana pada Sekolah Standar Nasional (SSN) di SMP Negeri 8 Kota Gorontalo.

3. Untuk mengetahui Pengelolaan ketenagaan pada Sekolah Standar Nasional (SSN) di SMP Negeri 8 Kota Gorontalo.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapakan peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai gambaran bagi Dinas Pendidikan Nasional Kota Gorontalo dalam upaya peningkatan mutu pendidikan di daerah dalam rangka pengembangan

(7)

dan pengendalian pendidikan yang mengacu pada standar yang ditetapkan secara nasional.

2. Bagi kepala sekolah agar bisa mengawasi kegiatan-kegiatan pengelolaan sekolah standar nasional mulai dari pengelolaan kurikulum, sarana prasarana, dan ketenagaan yang ada di sekolah.

3. Bagi guru agar bisa meningkatkan karir melalui pelatihan-pelatihan yang diadakan dan juga mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya di dunia pendidikan agar bisa meningkatkan kualitas pembelajaran 4. Bagi peneliti, menambah wawasan dan pengetahuan tentang pengelolaan

sekolah standar nasional.

5. Sebagai referensi bagi peneliti lain yang akan mengadakan penelitian tentang Pengelolaan Sekolah Standar Nasional (SSN).

Referensi

Dokumen terkait

Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan penggunaan model pembelajaran Kooperatif tipe TGT (Team Games Tournament) sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa kelas

Banyak dari masyarakat Kota Gresik menginginkan sesuatu yang mudah, keinginan tersebut merupakan hal yang timbul dari diri manusia termasuk masyarakat Kota Gresik

(2006), The role of intrinsic (sensory) cues and the extrinsic cues of country of origin and price on food product evaluation, 3rd International Wine Business &

1 Telah ada organisasi profesi dalam bentuk Komite Medik dan Kelompok Staf Medis (SMF), akan tetapi belum/tidak sesuai dengan yang dianjurkan sebagaimana dalam Peraturan

Ketika perusahaan menerima kontrak jangka panjang, perusahaan akan menggunakan metode persentase penyelesaian yang merupakan sebuah pendapatan kontrak dihubungkan

Abad XXI sebagai era globalisasi merupakan era perubahan, atau era yang mau tak mau menuntut adanya perubahan. Perubahan kadang muncul sebagai suatu paradoks dalam

Berdasarkan uraian yang telah disajikan sebelumnya, penulis tertarik untuk menuangkan tema penelitian ke dalam rumusan judul sebagai berikut: “Pengaruh Kompetensi, Motivasi,

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini yaitu Pelatihan, Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Melaui