• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PEDAHULUAN. berada dalam pandangan sikap yang misogyny (pandangan sebelah mata),

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PEDAHULUAN. berada dalam pandangan sikap yang misogyny (pandangan sebelah mata),"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PEDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini, hegemoni pengetahuan masyarakat terhadap kaum perempuan berada dalam pandangan sikap yang misogyny (pandangan sebelah mata),

stereotype (anggapan buruk), dan citra negatif.1 Beberapa faktor yang mendukung

pemahaman tersebut ialah legitimasi agama yang diyakininya sebagai kebenaran yang tidak bisa diubah. Selain itu, anggapan negatif masyarakat terhadap perempuan merupakan paradigma yang sudah mengakar yang dijadikan suatu pembenaran bagi kalangan pria serta masyarakat pada umumnya. Begitu pula struktur dominasi raja pada rakyatnya yang menjadi model bagi struktur dominasi pria pada istri dan anaknya. Sehingga nasib perempuan bergantung pada ujung struktural dominasi suaminya, seperti halnya nasib rakyat yang bergantung pada raja, namun dampaknya, raja yang sewenang-wenang akan menimbulkan tekanan jiwa bagi rakyatnya.2

Adanya keadaaan ini sangat disayangkan, karena sejatinya hal-hal tersebut merupakan imbas dari hegemoni pra Islam. Hal ini dapat dibuktikan, bahwa sejak zaman pra-kenabian (sebelum adanya Islam) posisi perempuan secara sosial sangat tidak dihargai dan tidaklah bebas. Para perempuan tidak dapat memainkan peran yang independen dalam bidang sosial, ekonomi atau politik. Selain itu status perkawinan perempuan pada waktu itu tampak lebih buruk lagi, karena mereka harus hidup dengan seorang suami yang mempunyai istri lebih dari dua

1 Ukasyah Abdulmannan Aṭibi, Taḍū ru Akhlaqun Nisā’i (Kairo: Maktabah aṭ -ṭurāṡ al-Islami,

1993), hlm. 51.

2

(2)

2

belas. Bahkan, yang membuat nasib perempuan sangat buruk adalah keadaan adanya perempuan tersebut dijadikan anggapan sebagai beban hidup.3

Dalam tradisi pra Islam di India, perempuan diposisikan hanya sebagai pelayan ayah dan suaminya serta tidak memiliki kebebasan untuk menggunakan hartanya, bahkan tidak berhak pula untuk menggunakan apa yang dimilikinya, sebab apapun yang dimiliki seorang perempuan merupakan kepemilikan suami. Dan apabila seorang suaminya meninggal dunia, seorang istri harus membakar dirinya atau dikubur secara hidup-hidup.

Begitu juga kedudukan perempuan bagi bangsa Yunani dan Romawi. Dimana perempuan tidak berhak memerintah, melarang, mewarisi, dan memiliki harta. Jika perempuan tersebut mendapatkan harta, maka harta tersebut menjadi milik ayah atau suaminya. Dengan demikian, status perempuan juga tidak lebih sebagai barang dagangan, karena selama hidupnya ia hanya diberikan hak untuk bergantung kepada ayahnya jika ia belum menikah dan kepada suaminya jika ia sudah menikah.4 Hal ini seakan keadaan perempuan menjadi tidak diharapkan. Padahal secara esensi peran perempuan merupakan sebuah wasilah yang menjadikan adanya seorang laki-laki maupun terbentuknya masyarakat pada umumnya.

Atas hal tersebut, secara sosiologis perempuan seakan menjadi korban patologi masyarakat, sehingga menyebabkan kaum perempuan merasa tertindas

3 Asghar Ali Enginer, Islam dan Teologi Pembebasan, terj. Agung Pihantoro (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2000), hlm. 43.

4 Siti Muslikhati, Fenimisme dan Pemberdayaan Perempuan dalam Timbangan Islam (Jakarta:

(3)

3

dan perannya menjadi sempit serta memberikan dampak psikologi bagi kaum perempuan baik dalam peran ataupun hal yang berkaitan dengannya.

Sebagaimana dikutip oleh Nasaruddin Umar dalam buku Argumentasi Kesetataraan Gender, menurut Karl Marx, anggapan stereotype terhadap perbedaan jenis kelamin (perempuan) merupakan dampak dari rekayasa masyarakat (social contruction).5 Dari sini tidak bisa dipungkiri bahwa faktor geografis juga mendukung sikap diskriminasi masyarakat terhadap perempuan. Menurut M. Quraish Shihab, pemahaman tentang lemahnya posisi kaum perempuan dibandingkan dengan laki-laki disebabkan karena faktor kedangkalan pengetahuan agama, serta kesalahan penafsiran teks keagamaan. Oleh karena itu, tidak jarang agama Islam dijadikan sebagai justifikasi dan tujuan yang tidak dibenarkan.6

Sedangkan menurut Hamka, sebagaimana dikutip oleh Siti Rohaya, justifikasi agama terhadap diskriminasi perempuan merupakan suatu hal yang tidak dibenarkan. Hamka berpendapat dalam agama Islam perempuan mempunyai kedudukan yang mulia. Bahkan Islam sangat menghormati perempuan7 dan menjunjung tinggi perempuan, hal ini dibuktikan melalui beberapa kisah perempuan luar biasa dari kisah surat Maryam dan Ratu Bilqis.

Dengan latar belakang tersebut, peran teologi sebagai landasan agama perlu diungkap kembali guna menjawab beberapa kesalahpahaman sikap masayarakat

5 Nasaruddin Umar, Kesetaraan Jender Perspektif Al-Quran (Jakarta: Paramadina, 1999), hlm.

5.

6

M. Quraish Shihab, Konsep Wanita Menurut Al-Quran, Hadist, dan Sumber-sumber Ajaran Islam” dalam Wanita Islam Indonesia dalam Kajian Tekstual dan Kontekstual (Jakarta: INIS, 1993), hlm. 3.

7 Siti Rohaya, Wanita Menurut Hamka dalam Tafsir al-Azhar: Kajian terhadap Surah an-Nisa

(4)

4

terhadap kaum perempuan. Karena teologi sendiri merupakan upaya agama dalam mengatasi permasalahan hidup.8 Di samping itu, tidak bisa dipungkiri, dalam kehidupan sosial keagamaan teologi seringkali menjadi landasan dan paradigma hidup yang berpeluang membentuk karakter kepribadian dalam perilaku serta hubungan antar manusia yang bernilai membebaskan ataupun berkeadilan.9

Sebagaimana dikutip oleh Nur Said, menurut Hasan Hanafi dan Asghar Ali Enginer, teologi pada dasarnya merupakan konstruksi pemikiran atas kondisi sosial pada zamannya dengan nilai dan spirit religius. Dengan demikian, teologi akan senantiasa bersifat dinamis sesuai dengan perkembangan situasi dan kondisi zaman sebagai solusi alternatif terhadap problematika umat.10 Sedangkan menurut Fazlur Rahman, seorang tokoh revolusioner Pakistan juga mengungkapkan bahwa teologi harus dapat mengarahkan dan membimbing manusia dengan cara menanamkan dalam diri mereka untuk mencapai suatu kesadaran tanggungjawab etis sebagaimana yang diidealkan al-Quran. Sebab tanpa menjalankan fungsi ini, suatu teologi tidak ada gunanya sama sekali bagi agama.11

Sebagaimana banyak dikemukakan oleh para ahli, teologi merupakan aspek dasar yang sangat berpengaruh dalam mengarahkan perilaku seseorang atau sekelompok orang.12 Dalam hal ini Amin Abdullah menganalisis adanya pola pikir yang memandang bahwa pemikiran teologis sebagai pemikiran yang taken

8

Muhammad In’am Esha, “Kekerasan dan Afirmasi Teologi Sosial”, Jurnal, Dialogia, Vol. 4, 1 Januari 2006, hlm. 57.

9 Nur Said, Perempuan Dalam Himpitan Teologi dan HAM di Indonesia (Yogyakarta: Pilar

Religia, 2005), hlm. 16-17.

10

Nur Said, Perempuan dalam Himpitan Teologi dan HAM di Indonesia, hlm. Xxxvii.

11Fazlur Rahman, Islam and Modernity: Tranformation Intelektual Tradition (Chicago:

Chicago University Press, 1982), hlm. 152.

12 Muhammad In’am Esha, “Kekerasan dan Afirmasi Teologi Sosial”, Jurnal Dialogia, hlm.

(5)

5

for granted, pemikiran keagamaan dan doktrin-doktrin keagamaan yang dipahami sudah dari sananya.13

Dari hal tersebut pembangunan pemahaman terhadap teologi menjadi penting, guna memberikan nalar kritis yang struktural dalam suatu komunitas agama dengan tujuan agar masyarakat mampu memposisikan teologi secara proporsional dengan formulasi yang kontekstual.14 Teologi juga merupakan keilmuan yang mengungkap kalam Tuhan yang bersifat revolusioner, yang mana teologi dapat memposisikan dirinya dengan kesadaran praksis sosial yang akan menjadi tujuan dan hal utama, karena kesadaran beragama yang hanya berhenti pada ranah intelektual saja tidak akan membuahkan teologi yang membebaskan. Sedangkan teologi pembebasan menurut Gustavo Gutierrez lebih mengedepankan pemahaman teologi yang mampu menjadi kekuatan revolusioner menuju perubahan sosial.15

Untuk menjawab kegelisahan tersebut, penulis kira perlu adanya penelitian menggali pemahaman agama (teologis) terhadap perempuan melalui pemikiran Hamka dalam karya tafsir al-Azhar. Pemilihan Hamka, dikarenakan Hamka merupakan mufassir yang sangat produktif dengan berbagai karya-karyanya yang membahas isu-isu Islam dalam menghadapi problem sosial. Menurut penulis melalui pemikiran Hamka dalam tafsir al-Azhar, dimaksudkan dapat menjadi refleksi kritis agama terhadap permasalahan perempuan, yang dalam hal ini berarti al-Quran sebagai teks keagamaan didialogkan kembali dengan masyarakat sebagai

13 Amin Abdullah, Studi Islam (Yogyakarta: Pustaka, 1996), hlm. 51.

14 Nur Said, Perempuan dalam Himpitan Teologi dan HAM di Indonesia, hlm. 16-17.

15 Muhammad In’am Esa, Retinking Kalam Sejarah Sosial Pengetahuan Islam (Yogyakarta:

(6)

6

upaya pemahaman terhadap masyarakat akan hak kesetaraan gender terhadap perempuan.16

Karena pada dasarnya, al-Quran menganggap perempuan sebagai makhluk yang mempunyai karakteristik yang sama dengan laki-laki dalam mengungkap berbagai tema pokoknya. Laki-laki dan perempuan adalah dua kategori spesies manusia yang dianggap sama atau sederajat dan dianugerahi potensi yang sama. Al-Quran juga menghimbau semua orang beriman baik laki-laki maupun perempuan untuk mengiringi keimanan mereka dengan tindakan, sehingga mereka akan diberikan pahala yang sama pula.17 Al-Quran menjelaskan dalam QS. āli-Imrān ayat 195:

نِّم مُكُض ْعَب ىَثنُأ َو ٍرَكَذ نِّم مُكنِّم ٍلِماَع َلَمَع ُعٌ ِضُأَلآ ىِّنَأ ْمُهُّبَر ْمُهَل َباَجَتْساَف

اوُلِتُق َو اوُلَتاَق َو ًِلٌِبَس ًِف اوُذوُأ َو ْمِه ِراٌَِد نِم اوُج ِر ْخُأ َو اوُرَجاَه َنٌِذَّلاَف ٍضْعَب

ِدنِع ْنِّم اًبا َوَث ُراَهْنَلأْا اَهِت ْحَت نِم ي ِر ْجَت ٍتاَّنَج ْمُهَّنَلِخْدُلأ َو ْمِهِتاَئٌَِّس ْمُهْنَع َّنَرِّفَكُلأ

ِبا َوَّثلا ُن ْسُح ُهَدنِع ُالله َو ِالله

(

195

)

“Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): "Sesungguhnya aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan

16 Syarif Hidayatullah, Teologi Feminisme Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm.

25-26.

17 Amina Wadud Muhsin, Wanita di dalam al-Quran, terj. Yaziar Radianti (Bandung: Pustaka,

(7)

7

pastilah aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik." (QS. āli-Imrān: 195).18

Dengan demikian, penelitian ini bertujuan mengkaji pemikiran Hamka tentang pemahaman teologi perempuan ditinjau dari penafsirannya dalam tafsir al-Azhar, Berdasarkan uraian-uraian tersebut, maka penulis akan mengangkat penelitian dengan tema teologi perempuan dalam tafsir al-Quran (kajian atas pemikiran Hamka dalam tafsir al-Azhar).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan paparan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana teologi perempuan menurut Hamka ditinjau dari penafsiranya dalam tafsir al-Azhar?

2. Bagaimana penafsiran Hamka terhadap ayat-ayat al-Quran yang berkaitan dengan hak perempuan?

C. Pembatasan Masalah

Pembahasan masalah dalam penelitian ini agar lebih terfokus dan tidak melebar, maka akan dibatasi pada interpretasi Hamka terhadap hak-hak kesetaraan gender perempuan dalam ruang publik.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian ini, sebagai berikut:

18 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan terjemahnya (Jakarta: Kemenag RI,

(8)

8

1. Untuk menjelaskan teologi perempuan menurut Hamka ditinjau dari penafsiranya dalam tafsir al-Azhar.

2. Untuk mendeskripsikan penafsiran Hamka terhadap ayat-ayat al-Quran yang berkaitan dengan hak perempuan.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini yaitu sebagai berikut: a. Manfaat secara akademis teoritis

Secara akademis teoritis penelitian ini memberikan sumbangsih pemikiran konteks keislaman khususnya pembahasan dalam keilmuan ilmu al-Quran dan Tafsir, serta memperkaya paradigma tentang tafsir al-Quran yang selanjutnya diadakan penyempurnaan dengan pengkajian yang cukup komprehensif, sekaligus dalam rangka pengembangan pemikiran secara akademik.

b. Manfaat secara praktis

Diharapkan penelitin ini menjadi satu karya yang bisa digunakan untuk memecahkan persoalan anggapan negatif masyarakat terhadap perempuan yang sudah mengakar. Selain itu, penelitian ini bermanfaat bagi berkembangnya khazanah kajian Islam Indonesia dalam membangun manusia seutuhnya serta bermanfaat bagi pengembangan keilmuan Prodi Tafsir Hadits dan keilmuan tafsir al-Quran di STAIN Pekalongan khususnya dan di PTAIN pada umumnya.

F. Tinjauan Pustaka

Menjawab permasalahan diatas diperlukan kerangka teori sebagai peta atau langkah-langkah teoritis yang berkesinambungan. Adapun kerangka teori penelitian ini yaitu:

(9)

9

1. Landasan Teori

Penelitian ini, dianalisa berdasarkan pendekatan hermeneutika yang dikemukakan oleh Gadamer. Menurut Gadamer, suatu teks tidak terbatas pada masa lampau dan tetap memiliki keterbukaan untuk masa kini serta masa mendatang untuk ditafsirkan menurut cakrawala pemahaman suatu generasi19 sehingga dalam menafsirkan teks agama (dalam hal ini al-Quran) yang ijmāl. dibutuhkan usaha untuk menggali makna dengan mempertimbangkan horizon-horizon yang melingkupi teks tersebut. Horizon yang dimaksud dikenal dengan triadic hermeneutic atau the hermeneutical circle yaitu the world of text, the world of author dan the world of reader.20

Dengan ketiga horizon tersebut, diharapkan suatu upaya penafsiran menjadi kegiatan rekonstruksi dan reproduksi makna teks, di samping melacak bagaimana suatu teks itu dimunculkan oleh pengarangnya dan muatan apa yang masuk dan ingin dimasukkan oleh pengarang ke dalam teks yang dibuatnya, tetapi juga melahirkan kembali makna tersebut sesuai dengan situasi dan kondisi saat teks tersebut dibaca atau dipahami21untuk menerapkan hukum atau pesan al-Quran yang bersifat kekinian22 termasuk masalah teologi perempuan yang hingga kini banyak diperbincangkan.

Sedangkan teologi dan perempuan sendiri, merupakan dua kata kunci yang akan penulis bahas dalam penelitian ini. Teologi menurut William Resee

19 Hans Georg Gadamer, Truth and Method, terj. Ahmad Sahidah (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2004), hlm. 264.

20

Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama (Jakarta: Paramadina, 1996), hlm. 25.

21 Fahruddin Faiz, Hermeneutika Qur’ani, Antara Teks, Konteks dan Kontekstualisasi

(Yogyakarta: Kolam, 2002), hlm. 12

22 Abdul Hadi,“Hermeneutika Qur’ani dan Perbedaan Pemahaman dalam Menafsirkan

(10)

10

“theology to be a discipline resting on revealed truth and independent of both philosophy and science”, yang berarti teologi merupakan disiplin ilmu yang berbicara tentang kebenaran wahyu serta independensi filsafat dan ilmu pengetahuan’. Sedangkan menurut Gove, teologi diartikan sebagai penjelasan keimanan, perbuatan, dan pengalaman agama secara rasional.23

Namun sebagian tokoh mengartikan teologi sebagai suatu ilmu yang mengungkap kalam Tuhan yang bersifat revolusioner, yang mana teologi dapat memposisikan dirinya dengan kesadaran praksis sosial yang akan menjadi tujuan dan hal utama, karena kesadaran beragama yang hanya berhenti pada aras intelektual tidak akan membuahkan teologi yang membebaskan. Teologi juga harus dapat mengarahkan dan membimbing manusia dengan cara menanamkan dalam diri mereka suatu kesadaran tanggungjawab etis sebagaimana diidealkan al-Quran.24

Kontruksi pemahaman suatu teologi tidak terpisahkan dari posisi agama dalam struktur sosial yang menyejarah secara dialektis hingga bersinggungan dengan budaya dan konstruksi sosial hingga wacana teologi dalam setiap komunitas umat. Adapun untuk memahaminya dengan mencermati pola dialektika sosial yang ditawarkan oleh Berger. Sebagaimana dikutip oleh Nur Said, menurut Berger, ada tiga momen dialektis yang terjadi di masyarakat, yaitu eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi.25

23 William L Resse, Dictionary of Philosophy and religio (USA: Humanities Press Ltd, 1980),

hlm. 28.

24 Fazlur Rahman, Islam and Modernity: Tranformation Intelektual Tradition, hlm. 152. 25

(11)

11

Menurut Hasan Hanafi teologi bukanlah sekadar ilmu tentang ketuhanan, melainkan di dalamnya tersirat sisi kemanusiaan yang bersifat antropologis-konstekstual.26 Di lain itu, teologi juga merupakan manifestasi dari kemuliaan Tuhan dalam situasi yang selalu baru yang mana teologi harus mengakar dan membumi pada situasi tertentu.27

Sedangkan kaitanya dengan perempuan, karena dewasa ini, pemahaman masyarakat terhadap kaum perempuan berada dalam pandangan sikap yang misogyny (pandangan sebelah mata), stereotype (anggapan buruk) dan citra negatif.28 Selain itu, dalam hal ini teologi perempuan merupakan teologi fenimisme yang bersumber dari teologi pembebasan sebagai upaya dalam membebaskan perempuan dari problem stereotype yang memakai ideologi

patriarkhi sehingga menyudutkan kaum perempuan.29

Dengan demikian, teologi perempuan yang penulis maksudkan disini adalah konstruksi pemikiran Hamka secara sistematis mengenai perempuan yang akan digali berdasarkan interpretasi Hamka dalam karyanya tafsir al-Azhar.

2. Kajian Riset Sebelumnya

Dalam pembahasan penelitian yang membahas tentang kajian peran perempuan dirasa sudahlah banyak, akan tetapi yang membahas secara mengerucut dalam perspektif teologi belum terlalu banyak. Oleh karena itu, penulis ingin membuat sebuah penelitian dengan judul “teologi perempuan dalam

26 Hasan Hanafi, Agama Ideologi dan pembangunan (Jakarta: P3M, 1991), hlm. 7.

27 Ali Asghar Engginer, Islam a Liberation Theologi: Essay on Liberative Element in Islam

(New Delhi: Sterling Publishers Private Limited, 1990), hlm. 138.

28 Ukasyah Abdulmannan Aṭibi, Taḍūru Akhlaqun Nisā’i (Kairo: Maktabah aṭ-ṭurāṡ al-Islmāi,

1993), hlm. 51.

29 Mansour Fakih, dkk, Membincang Fenimisme Diskursus Gender Perspektif Islam (Surabaya:

(12)

12

tafsir al-Quran (kajian pemikiran Hamka dalam tafsir al-Azhar)”. Sedangkan beberapa karya yang setidaknya terdapat persamaan dan perbedaan dengan yang akan penulis tulis ialah sebagaimana berikut:

Pertama, Tesis Siti Rohaya, Mahasiswi Fakultas Pendidikan Universitas Teknologi Malaysia tahun 2008, dengan judul Wanita Menurut Hamka dalam tafsir al-Azhar: kajian terhadap surah an-Nisā. Hasil isi penelitian tersebut mendiskripsikan tentang wanita secara detail yang selanjutnya dijelaskan menurut Hamka dalam karya tafsir al-Azhar. Perbedaan penelitian tersebut dengan skripsi penulis terletak pada titik fokus penelitian, dimana dalam tesis milik Siti Rohaya hanya fokus pada tataran deskripsi perempuan yang selanjutnya dianalisa berdasarkan tafsiran Hamka terhadap ayat-ayat al-Quran yang terdapat dalam surah an-Nisā. Sedangkan penelitian penulis lebih fokus pada pembahasan istilah teologi yang selanjutnya dianalisa dengan pemikiran Hamka berdasarkan pada tafsir al-Azhar.

Kedua, Nasaruddin Umar, kesetaraan jender perspektif al-Quran (Jakarta: Paramadina, 1999).30 Dalam buku seri desertasi tersebut, membahas tentang penjelasan ayat-ayat al-Quran yang bernuansa jender dengan tujuan kesetaraan serta di dalamnya menjelaskan peran dan relasi jender yang menekankan pada kajian teks dan konteks dimana al-Quran tersebut diturunkan. Dalam pembahasan ini dikaitkan dengan keadaan jazirah Arab. Dalam buku tersebut juga menjelaskan pembahasan jender yang bersifat antropologis, psikologis, dan biologis. Namun dalam tulisan tersebut pendekatannya menggunakan ilmu tafsir dengan tafsir

30

(13)

13

mauḍhū’i secara content analisys. Perbedaan penelitian ini dengan pembahasan buku tersebut terletak pada fokus pernulis terhadap pemahaman stereotype masyarakat yang dikaitkan dengan teologi, sedangkan dalam pembahasan buku tersebut belum menyentuh pada ranah teologinya dan pendekatan penelitian penulis lebih fokus dalam pemikiran Hamka dalam tafsir al-Azhar.

Ketiga, Buku Amina Wadud Muhsin, wanita di dalam al-Quran, terj. Yaziar Radianti, (Bandung: Pustaka, 1994).31 Dalam buku tersebut berisi tentang konsep tentang wanita yang ditarik langsung dari al-Quran, dimana al-Quran sebagai sumber dijadikan sebagai studi yang mencakup upaya untuk mengatasi kesenjangan pemahaman terhadap al-Quran yang memuat usaha interpretasi ayat al-Quran dengan penekanan makna dalam kehidupan kaum wanita di era modern. Di dalam buku ini menjelaskan persepsi mengenai wanita yang berpengaruh dalam penafsiran Quran dengan penekanannya lebih terhadap interpretasi al-Quran yang mengandung pengalaman wanita tanpa adanya stereotype atau diskriminatif. Buku ini juga sedikit menjelaskan tentang perbedaan jender dalam kacamata biologis serta penjelasan yang menunjukkan beberapa ayat yang menunjukkan kesejajaran antara laki-laki dan perempuan. Adapun metode pendekatan yang digunakan lebih menekankan aspek hermeneutiknya sebagai upaya penggalian ayat dengan pola penjelasan-penjelasan hubungan al-Quran dengan perempuan. Perbedaan buku tersebut dengan penelitian ini terletak terhadap kefokusan penulis dalam kajian teologisnya sebagai upaya pemecahan

31 Amina Wadud Muhsin, Wanita di dalam Al-Quran, terj. Yaziar Radianti (Bandung: Pustaka,

(14)

14

problem dengan kajian pemikiran Hamka dalam tafsir al-Azhar, sedangkan dalam buku tersebut masih menjelaskan dalam ranah al-Quran secara garis besar.

Keempat, Buku Nur Said, perempuan dalam himpitan teologi dan HAM di

Indonesia, (Yogyakarta: Pilar Religia, 2005).32 Dalam buku tersebut berisi tentang

latar belakang perempuan dalam keadaan sosial banyak mengalami sikap kekerasan, penindasan serta pelecehan. Dengan demikian dalam tulisan tersebut berupaya menjelaskan pemahaman dekonstruksi dan kontekstualisasi terhadap wacana teologi Islam terutama dalam menghadapi isu-isu jender dan hak asasi perempuan dalam konteks ke-Indonesiaan. Selain itu, buku tersebut juga menjelaskan tentang epistimologi teologis yang bersifat transformatif sehingga secara metodologis berpotensi membangun paradigma teologi Islam yang pro terhadap perempuan dan HAM. Perbedaan penelitian ini dengan buku tersebut terletak pada beberapa penekanan tafsir al-Quran dalam menyelesaikan problem

stereotype perempuan, sedangkan persamaanya, sama-sama bertujuan

mengungkap teologi transformatif sebagai teologi yang membebaskan perempuan. Kelima, Zainul Fanani, Judul “Islam dan fenimisme: tela’ah atas teologi fenimisme”, dalam Jurnal justitia Islamic kajian hukum dan sosial, Jurusan Syari’ah Ponorogo, vol. 4/No. 1/Januari-Juni 2007.33

Dalam penelitian tersebut menjelaskan tentang fenimisme pra Islam dengan perbedaan fenimisme pasca Islam. Selain itu, dalam penelitian tersebut lebih banyak didasari dari beberapa varian kitab syariat (kitab fiqih) yang menukilkan beberapa pandangan negatif

32 Nur Said, Perempuan dalam Himpitan Teologi dan HAM di Indonesia (Yogyakarta: Pilar

Religia, 2005).

33 Zainul Fanani, “Islam dan Fenimisme: Tela’ah atas Teologi Fenimisme", Jurnal Justitia

(15)

15

ataupun sanggahannya terhadap peran perempuan. Dalam tulisan ini pada intinya menjelaskan sanggahan pemikiran atas suatu pemikiran yang bersifat diskriminatif terhadap perempuan, sehingga produk-produk pemikiran yang bersifat diskriminatif tersebut harus diganti dengan pola pemikiran yang berproduk kesetaraan manusia dan pembebasan manusia untuk memilih hidup tanpa ancaman dan bayangan kekerasan atau paksaan dari siapapun. Perbedaannya dengan penelitian ini terletak pada kefokusan kajian teologis. Peneltian tersebut fokus kajian teologis fiqih, sedangkan penelitian penulis menekankan kefokusan pada kajian tafsir al-Quran dalam tafsir al-Azhar.

Keenam, Tesis Khafidoh, Mahasiswa Progam Pascasarjana Ilmu Studi Agama dan Filsafat Konsentrasi Studi Al-Quran dan Hadits UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2011, dengan judul teologi bencana dalam perspektif Quraish Shihab. Dalam penelitian tesis tersebut dijelaskan tentang teologi kejadian bencana-bencana alam yang terjadi di Indonesia dikaitkan dengan al-Quran yang menjelaskan tentang berbagai macam bencana alam. Penelitian tesis tersebut mendiskripsikan pemikiran Quraish Shihab tentang ayat-ayat bencana alam dalam tafsir al-Misbah. Penelitian tesisi ini juga menggunakan teologi sebagai upaya solusi pemahaman kritis dalam menghadapi bencana alam yang terjadi di Indonesia. Adapun persamaan tesis ini dengan penelitian yang penulis angkat sama-sama mengkaji teologi sebagai pemecahan suatu problem, hanya saja perbedaan yang tampak adalah tesis ini mengangkat tema bencana alam yang kajiannya menggunakan pemikiran M. Quraish Shihab sedangkan penelitian yang

(16)

16

penulis angkat mengunakan problem yang terjadi pada pemahaman keagamaan perempuan dengan menggunakan kajian pemikiran Hamka dalam tafsir al-Azhar.

Ketujuh, Skripsi Nurul Irfan, Mahasiswa Progam studi Akhwalus Syakhsiyah Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2010, dengan Judul Perspektif M. Quraish Shihab Terhadap Wanita Pekerja. Dalam penelitian tersebut menjelaskan tentang pemikiran M. Quraish Shihab terhadap wanita pekerja. Penelitian skripsi tersebut menggunakan analisa tafsir al-Misbah sebagai pendiskripsian wanita pekerja menurut M. Quraish Shihab. Sedangkan persamaan penelitian tersebut dengan penelitian penulis adalah sama-sama mengkaji wanita (perempuan), perbedaan penelitian skripsi tersebut dengan penilitian yang penulis angkat terdapat pada fokus dalam kajian teologi perempuan yang dianalisa melalui penafsiran Hamka dalam karya tafsir al-Azhar.

Kedelapan, Skripsi Roni Saputra, Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2013, dengan judul Teologi Transformatif (Tela’ah Pemikiran Mansour Fakih). Dalam penelitian tersebut djelaskan teologi dalam bentuk universal yang melingkupi teologi fenimisme, plurarisme, modermisme, lingkungan, dan sebagainya. Penelitian ini mengungkap tentang pola pemikiran teologi yang bernuansa teologi pembebasan sebagai upaya dalam memahami agama yang tidak bersifat kaku ataupun memunculkan konflik sosial. Dalam skripsi ini menjelaskan teologi pembebasan manusia sebagai upaya teologi yang bersifat transformatif. Dengan demikian teologi yang dimaksudkan disini juga merupakan teologi sebagai upaya pemecahan problematika ummat. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian

(17)

17

ini terletak pada objek kajiannya, dalam penelitian tersebut teologi transformatif bertujuan lebih kepada teologi yang membebaskan dalam ruang lingkup problem masyarakat secara umum, sedangkan dalam penelitian ini lebih berobjek teologi sebagai tawaran pemecahan solusi problem pandangan stereotype dan diskriminatif masyarakat terhadap perempuan.

Dengan adanya kajian penelitian yang telah ada, dapat dicermati seacara jelas perbedaan penelitian skripsi penulis dengan penelitian-penelitian yang telah selesai di tahun-tahun sebelumnya. Studi review di atas juga dapat menjadikan informasi tambahan bagi penulis dalam pembahasan judul yang serupa dan selanjutnya untuk membedakan skripsinya dengan karya-karya yang telah ada.

G. Metode Penelitian

1. Jenis, Metode, dan Pendekatan Penelitian

Dalam pembahasan dan penulisan skripsi ini, penulis menggunakan penulisan penelitian dengan jenis kepustakaan (library research), yaitu penulisan penelitian yang dilakukan dengan menggunakan literatur-literatur kepustakaan baik berupa buku, catatan, maupun laporan hasil penelitian dari penelitian terdahulu34 sebagai sumber data dan fakta dalam rangka mencari jawaban atas suatu permasalahan.

Dalam menggunakan pendekatannya, penelitian ini menggunakan pendekatan hermeneutika yang dikemukakan oleh Gadamer. Menurut Gadamer, suatu teks tidak terbatas pada masa lampau dan tetap memiliki keterbukaan untuk masa kini serta masa mendatang untuk ditafsirkan menurut cakrawala pemahaman

34 Etta Mamang Sangaji dan Sopiah, Metodologi Penelitian – Pendekatan Praktis dalam

(18)

18

suatu generasi35 sehingga dalam menafsirkan teks agama (dalam hal ini al-Quran) yang ijmāl.

2. Sumber Data

Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah berupa kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.36 Adapun jenis data dalam penelitian ini dapat dibagi menjadi 2 (dua) jenis data, antara lain:

a. Sumber data primer, yaitu sumber data yang menjadi pokok dan fokus penelitian, dalam hal ini merupakan referensi-referensi dalam dari tafsir al-Azhar.

b. Sumber data sekunder, yaitu sumber data pendukung yang membantu untuk menyelesaikan penelitian, berupa literatur-literatur yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang dibahas seperti buku-buku, jurnal, pendapat dari para pakar, kamus, dan lainnya. Sumber sekunder ini kemudian dikombinasikan dengan sumber data primer sehingga peneliti memperoleh hasil analisa yang tepat dan akurat.

3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode dokumentasi yaitu mengambil sumber-sumber data pustaka terhadap literatur yang berkaitan dengan penelitian, baik berupa data primer maupun sekunder.

35

Hans Georg Gadamer, Truth and Method, terj. Ahmad Sahidah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 264.

36 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

(19)

19

4. Metode Analisis Data

Setelah data terhimpun dan dirasa cukup maka dilakukan analisa, yaitu proses yang melibatkan penyusunan data, perangkuman, penemuan pola-pola yang penting pemecahannya kedalam unit-unit yang dapat ditangani, dan pembuatan keputusan penelitian atas objek penelitianya. Maka tugas analisa adalah interpretasi dan membuat makna atas materi-materi yang telah dikumpulkan.37

H. Sistematika Pembahasan

Adapun sistematika pembahasan dalam penelitian ini disusun menjadi lima bab sedangkan masing-masing bab terbagi menjadi beberapa sub bab, dengan sistematika sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan, terdiri dari judul penelitian, latar belakang masalah, pembatasan masalah, signifikansi penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, sistematika pembahasan, sumber bacaan atau referensi.

Bab II tentang teologi perempuan, bab ini mengulas pengertian teologi, pengertian perempuan, teologi perempuan, prinsip kesetaraan jender dalam Islam sebagai pembebasan teologi perempuan, perempuan dalam ruang publik.

Bab III Sekilas tentang Hamka dan tafsir al-Azhar, bab ini akan mengulas tentang biografi dan perjalanan intelektual Hamka, karya-karya Hamka, serta kitab tafsir al-Azhar karya Hamka.

Bab IV Analisa teologi perempuan menurut Hamka, bab ini merupakan analisis teologi perempuan dari hasil pemikiran Hamka, terutama dalam tafsir

37 Emzi, Metodeologi Penelitian Kualitatif Analisa Data (Jakarta: Rajawali Press, 2010), hlm.

(20)

20

Azhar, yang berkaitan dengan kesetaraan perempuan, perempuan dan aktivitas publik.

Bab V Penutup, terdiri dari simpulan dan saran. Simpulan yaitu jawaban dari permasalahan penelitian untuk menjawab rumusan masalah. Sedangkan saran berisi hal-hal yang mungkin berguna dalam meningkatkan kualitas SDM yang berkelanjutan.

Referensi

Dokumen terkait

menurut Gaspert pada buku Al Fatta (2007), ada empat yaitu sistem tersebut beroperasi dalam suatu lingkungan, terdiri dari unsur-unsur, ditandai dengan saling berhubungan,

Alel M kemungkinan terkait dengan sifat bobot hidup yang lebih tinggi, didukung dengan frekuensi alel M tertinggi 0,29 pada populasi domba Garut tangkas Ciomas dan 0,24 pada

11 Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat di Desa Lematang Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten Lampung Selatan yang melakukan praktik upah mengupah dalam

Cara pelaku melakukan tindak pidana pencucian uang diantaranya adalah dengan transaksi secara tunai maupun transaksi secara perbankan yang biasanya transaksi

Pada sisi lain, sebuah perusahaan yang beroperasi pada titik B atau berada diatas garis Q-Q’ dinyatakan inefisien secara teknis karena titik a menggambarkan output yang

Kita dapat memperkirakan bahwa pada saat itu, Nazaret telah sedemikian rupa diabaikan sehingga tidak ada hal baik yang dapat diharapkan muncul dari mereka yang tinggal di

Di Malaysia tanaman ini digunakan sebagai tanaman obat (akar dan daunnya) dan bahan baku bangunan (kayunya). Status konservasi M minutum sampai saat ini belum

Lebih lanjut, hasil wawancara dengan guru- guru MIPA SMP di Kecamatan Karangnunggal terungkap bahwa guru-guru belum memiliki pemahaman berkaitan dengan budaya Sunda