• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sementara faktor ekonomi-politik adalah faktor yang mempengaruhi tejadiya konnik tanah yang datang dari luar sistem masyarakat nagari Simawang.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sementara faktor ekonomi-politik adalah faktor yang mempengaruhi tejadiya konnik tanah yang datang dari luar sistem masyarakat nagari Simawang."

Copied!
146
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

RXNGKASAN

ZULKARh'ARV HARUN (95106lSPD) : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Konflik Tanah di Minangkabau : Studi Kasus di Nagari Simawang Kecamatan Rambatan Kabupaten Tanah Datar (dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. SAJOGYO, sebagai ketua, Drs. AMRI MARZALI, MA, PhD dan Ir. SAlD RUSLI, MA, sebagai anggota).

Persoalan tanah di Minangkabau (Sumatera Barat) saat ini terpusat kepada tiga masaalah pokok. Pertama, adalah masaalah perubahan sistem penguasaan tanah,

m,

masaalah konflik tanah, dan &; masaalah proses penyelesaian konflii tanah (Benda- Beckmann, 1979; Tanner, 1969; Benda-Beckmann, 1984; Saptomo, 1994).

Penelitian ini hanya mempelajari masaalah konflik tanah pusaka, khususnya mempelajari pengaruh s t ~ k t u r kekerabatan dan tata cara penguasaan tanah serta pengamh ekonorni-politik terhadap terjadiiya konflii tanah pusaka di Minangkabau.

Beberapa dasawarsa belakangan ini banyak muncul konflik yang berasal dari tanah-tanah pusaka. Konflik tersebut terjadi pada keempat tipe tanah yang disebutkan di atas, terutama banyak tejadi pada tipe tanah ulayat k a u q baik harta (tanah) pusaka rendah maupun harta (tanah) pusaka tinggi. Meningkatnya intensitas k o d i k tanah pusaka tersebut ditandai dengan meningkatnya perkara-perkara konflik tanah yang diajukan ke Pengadian Negeri. Naim (1994) menunjukan bahwa 80% perkara perdata yang diajukan ke Pengadilan Negeri adalah konflik tanah, dimana pada akhirnya konflii ini menimbulkan akibat sosial terhadap kehidupan kmm, suku dan nagari.

Kalau dilihat kebelakang kembali mengenai perhatian ahli terhadap kajian konflii tanah pusaka di Minangkabau, maka kebanyakan ahli lebih memusatkan perhatian kepada proses penyelesaian konflik tanah (Tanner, 1969; Naim, 1968; Benda-Beckmann, 1984), dan mengabaikan faktor-faktor yang mempengamhi terjadinya konflik tanah, khususnya yang berasal dari stmktur sosial dan sistem penguasaan tanah. Kecuali Saptomo (1994), ia memang menyinggung latar beiakang terjadinya konflik tanah, akan tetapi uraiannya pun dalam rangka menjelaskan proses penyelesaian konflik tanah.

Maka berdasarkan kekurangan tulisan-tulisan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi konflik tanah itulah, penelitian ini dilakukan. Paling tidak hasil penelitian ini akan dapat sebagai pelengkap penelitian konflik tanah yang diiakukan terdahulu.

Pihak-pihak yang terlibat konflik tanah pusaka yang dipelajari adalah antara pihak mamak dengan kemenakan, antara satu keluarga dengan keluarga lain dalam kaum yang sama, antara kaum dengan kaum lainya dalam satu suku, antara satu keluarga (anak mamak) dengan kaum bapaknya, bahkan juga tejadi konflik antara nagari dengan nagari lain.

Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus yang dipusatkan di nagari Simawang, Kecamatan Rambatan, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat (Minangkabau). Metode penelitian yang digunakan adalah metode kwalitatif, dengan tekhnik observasi-partisipasi dan wawancara mendalam sebagai tekhnik penelitian.Sementara tekhnik analisa adalah tekluuk diskriptif-interpretatif, dan laporan penelitian bersifat etnografis-deskriftif.

(3)

Sistem penguasaan tanah di nagari Simawang hampir sama halnya dengan sistem penguasaan tanah di Minangkabau pada umumnya. Menurut pandangan masyarakat nagari Simawang tanah yang mereka memiliki terdiri dari 4 (empat) kategori yakni tanah ulayat nagari, tanah ulayat suku, tanah ulayat kaum, d m tanah hasil pencaharian. Perbedaan dengan tipe yang diuraikan terdahulu adalah bahwa di nagari S i a w a n g tidak ditemui lagi tanah ulayat laleh. Untuk mempermudah penguraian dan penganalisaan selanjutnya, akan digunakan keempat kategori tanah ulayat di nagari Simawang tersebut. Keempat kategori itu adalah sebagai berikut:

Pertama: Tanah Ulayat Nagari. Tanah ulayat nagari ini adalah tanah ulayat yang dimiliki oleh nagari, dan digunakan untuk kepentingan nagari, dimana tanah ini merupakan warisan dari leluhur dahulu. Tanah ulayat nagari diawasi oleh Wali Nagari, tapi saat ini pengawasanya berada di tangan Kerapatan Adat Nagari.

m:

Tanah Ulayat Suku. Tanah ulayat suku di nagari Simawang merupakan tanah ulayat yang digunakan untuk kepentingan suku, dan pengawasanya berada di tangan penghulu suku. Tanah ulayat suku di Simawang dapat dimanfaatkan oleh orang perorangan untuk diolah, yang pemakaiannya dilakukan secara bergantian.

K A a : TanahUlayat Kaum. Tanah ulayat kaum di nagari Simawang adalah tanah-tanah yang dimiliki oleh kaum. Tanah ulayat kaum ini terdiri dari lahan-lahan untuk 'berladang' atau bertani di sawah, dan juga tanah-tanah perumahan dan sekitarnya.

Keempat: Tanah hasil Pencaharian. Tanah pencaharian adalah tanah diperoleh oleh seseorang dari hasil usahanya sendiri. Tanah ini dipisahkan kepada dua bentuk: Pertama: tembilang besi yaitu tanah yang didapatnya dari hasil teruka dari tanah ulayat kaum. Kedua: tembilang emas yaitu tanah yang didapatnya dengan cara membeli atau

memagang, dimana uang yang digunakan untuk memagang adaiah uang dari hasil

usahanya sendiri.

Penguasaan tanah secara komunal di Minangkabau saat ini diwarnai dengan berbagai masalah, yang kemudian memunculkan ko& tanah. Konflik tanah di nagari Simawang sebenarnya sudah muncul sejak tahun 50-an, namun konflik tersebut baru merebak setelah tahun 1965 dan mencapai puncaknya 15 tahun belakangan ini. Konflik tanah tersebut terjadi pada setiap tingkat pemilikan tanah, baik pada tanah

'

ulayat nagari, tanah ulayat suku, tanah ulayat kaum, maupun tanah hasil pencaharian. Konflik t&ah itu terjadi antara nagari dengan nagari, antara suku dengan nagari, antara kaum dengan kaum, antara kaum dan nagari, antara rnamak dan kemenakan serta konflik satu keluarga dengan kaum.

Secara garis besar, faktor yang mempengaruhi terjadinya konflik tanah dapat dibagi menjadi tiga bagian. Pertama adalah faktor struktur kekerabatan;

Kedua

adalah tata cara penguasaan tanah; dan &a adalah faktor ekonomi-politik.

Faktor yang berasal dari struktur kekerabatan terdiri dari: (1) pilih kasih antara mamak terhadap kemenakan; (2) perselisihan antar keluarga; dan (3) perubahan status mamak. Faktor kedua adalah tata cara penguasaan tanah, antara lain (1) sistem hibah; (2) sistem pegang gadai, dan ke (3) adalah kekaburan batas tanah. Faktor-faktor tersebut di atas (faktor 1 dan 2) merupakan faktor yang mempengamhi terjadinya konflik tanah yang muncul dari dalam sistem masyarakat nagari Simawang itu sendiri.

(4)

Sementara faktor ekonomi-politik adalah faktor yang mempengaruhi t e j a d i y a konnik tanah yang datang dari luar sistem masyarakat nagari Simawang.

Faktor pilih kasih mamak terhadap kemenakan berarti bahwa ada ketidakadilan mamak terhadap kemanakan pada berbagai ha1 dalam kehidupan sehari-hari. Di nagari Minangkabau tanah-tanah pusaka sudah banyak yang dibagi-bagi. Dalam pembagian ini, mamak selaku pimpinan dalam kaum berpihak berat sebelah, artinya dalam pembagian tanah pusaka mamak akan melebihkan bagian tanah yang lebih luas kepada kemenakan yang "dekat" dengan dia.

Adanya perselisihan antar keluarga mempengaruhi munculnya tanah pusaka. Perselisihan antar keluarga (keluarga inti) ini tejadi disebabkan oleh berbagai hal, temtama sebab-sebab yang berhubungan dengan masaalah-masaalah adat. Biasanya kalau ada keluarga merasa dikucilkan atau tidak dibawa serta dalam berbagai acara adat, maka mereka yang dikucikan akan memisahkan diri, dan menuntut dilakukan pembagian tanah pusaka kaum yang masih tersisa. Penuntutan ini bisa berakhir dengan menjual tanah oleh pihak yang dikucilkan, yakni tanah bagian dari keluarga mereka. Penjualan ini nantinya memunculkan konflik, karena keluarga lain tidak setuju tanah warisan itu diperjualbelikan.

Perubahan peranan mamak dalam kekehidupan kekerabatan juga bisa mempengamhi munculnya konflik tanah. Dalam banyak hal, peranan mamak telah mengalami perubahan, secara perlahan peranan mamak digantikan oleh urmg sumando (bapak). Seiring melemahnya peranan mamak terhadap kemenakan, maka tanggung jawab mamak semakin meningkat terhadap anak-istri, serta berbagai kebutuhan hidup lainnya, d m selanjutnya mendorong mamak untuk menggadai dan menjual tanah pusaka. Hal inilah yang memicu munculnya konflik, karena penjualan tersebut kadang-kadang dilakukan oleh mamak tanpa sepengetahuan dan persetujuan kemenakan dengan jalan memalsu tanda tangan, dan hasil penjualan tanah dibawa ke rumah anak-istri.

Sistem hibah yang berkembang dalam masyarakat nagari Simawang juga bisa mempengaruhi terjadinya ko& tanah pusaka. Hibah dari bapak ke an& mempakan hibah yang umum berkembang. Proses penghibahan suatu tanah biasanya dilaksanakan tanpa adanya bukti-bukti tertulis, akan tetapi cukup dikukuhkan dengan acara berdo'a yang dihadiri oleh pihak penghibah dan penerima hibah beserta ninik mamak. Cara penghibahan seperti itu berkembang karena dulunya (sebelum 1975) -secara ekonomi, tanah belum berarti, dan jumlah anggota kaum belum juga begitu banyak. Dalam ha1 ini, konflik akan muncul ketika penghibah (mamak) telah meninggal dunia. Pada saat mamak telah meninggal, kemenakan menuntut agar tanah-tanah yang dihibahkan dikembalikan.

Sistem pegang gadai yang berkembang juga mempengaruhi munculnya konflik tanah pusaka. Sistem ini berarti peminjaman sejumlah uang atau mas dari seseorang dengan jaminan sebidang atau lebih tanah, dimana si pemegang berhak menguasai dan memetik hasil dari tanah tersebut. Berhubung proses pegang gadai juga dilakukan tanpa bukti-bukti tertulis, maka hal itu akan memberi peluang terhadap tejadiiya konflik tanah. Batas-batas tanah yang kabur juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tejadinya kanflik tanah. Biasanya batas tanah ditandai dengan lanlak batu

(5)

dan lantak

kayu.

Lanfak batu untuk perbukitan dan lantak

kayu

untuk tanah yang lembek. Sekarang batas suatu tanah juga sudah dipertegas dengan pagar.

Akan tetapi tidak semua tanah-tanah di nagari Simawang mempuyai batas seperti di atas. Tanah-tanah yang tidak mempunyai batas yang jelas akan memberi kesempatan kepada jihad (orang yang mempunyai tanah pada batas suatu tanah) untuk memanipulasi batas tanah dengan cara mengambil alih batas tanah sedikit demi sedikit. Seandainya pemilik suatu tanah mengetahui batas tanahnya dipindahkan, maka hal tersebut akan menimbulkan konflik.

faktor ekonomi-polotik yang mempengaruhi tejadinya konflik tanah merupakan faktor luar, sementara dua faktor yang sudah diterangkan di atas merupakan faktor yang berasal dari dalam sistem masyarakat Simawang. Faktor ekonomi-politik terutama ekonomi-politik Hindia Belanda mempercepat tejadinya proses perubahan menjadi keluarga batih. Proses ini beriring tejadinya perubahan dalam struktur sosial dan pola penguasaan tanah. Perubahan-perubahan tersebut diawali oleh beberapa pristiwa penting di Minangkabau. Marzali (1973) memperlihatkan beberapa pristiwa penting tersebut; diantaranya adalah masuknya pengaruh agama Islam, pengaruh nilai mata uang (ekonomi keuangan), pengaruh sistem pemerintahan kolonial Belanda, pengaruh pedudukan Jepang, pengaruh masa pejuangan kemerdekaan dan penyerarahan kedaulatan.

Akibat dari adanya proses perubahan tersebut di atas, banyak pihak-pihak yang menjual tanah pusaka. Penjualan tanah dilatarbelakangi karena pennintaan akan tanah semakin meningkat untuk berbagai keperluan, sehingga harga tanah semakin meningkat. Disamping itu, tanah-tanah pusaka juga tidak luput dari perebutan oleh pihak-pihak

' terkait dengan tanah pusaka tersebut, d i i a pihak-pihak itu menghendaki pembagian

tanah pusaka kepada ahli waris.

Proses ini kemudian diperhebat lagi oleh ketentuan untuk mentaati aturan agama Islam, yaitu pewarisan harta menurut hukum faraidh, serta tanggung jawab ekonomi terhadap anak dan istri. Ketentuan ini tidak hanya didorong oleh hukum Islam, tetapi kemudian juga diperkuat oleh keputusan pemerintah Hindia Belanda (Soepomo, 1952).

Selanjutnya pengaruh ekonomi-politik itu terlihat pada kebutuhan keuangan keluarga, dimana dalam keluarga batih uang menjadi lebih penting. Faktor inilah yang mempengaruhi faktor-dalam (sistem hibah, sistem pegang gadai, kekaburan batas tanah) agar faktor-dalam memanfaatkan berbagai situasi yang ada dalam sistem penguasaan tanah. Perpaduan faktor-dalam dan faktor-luar ini nantinya akan memunculkan k o n w tanah.

Tesis ini ditutup dengan menjelaskan hubungan konflik tanah dengan konflik berkepanjangan dan integrasi sosial. Kedua faktor ini akan muncul kepennukaan apabila konflik telah berakhir. Konflik berkempanjangan muncul akibat adanya potensi-potensi lyang mendukung, seperti adanya prinsip bahwa tanah pusaka tidak boleh disimpangkan dari adat yang berlaku. Disamping itu, k o d i k tanah juga bisa melahirkan integrasi sosial diantara pihak-pihak yang berkonflik. Integrasi sosial tersebut muncul didukung oleh adanya kesamaan kesadaran karena satu suku dan satu agama Islam.

(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)
(91)
(92)
(93)
(94)
(95)
(96)
(97)
(98)
(99)
(100)
(101)
(102)
(103)
(104)
(105)
(106)
(107)
(108)
(109)
(110)
(111)
(112)
(113)
(114)
(115)
(116)
(117)
(118)
(119)
(120)
(121)
(122)
(123)
(124)
(125)
(126)
(127)
(128)
(129)
(130)
(131)
(132)
(133)
(134)
(135)
(136)
(137)
(138)
(139)
(140)
(141)
(142)
(143)
(144)
(145)
(146)

Referensi

Dokumen terkait

Instalasi CSSD melayani semua unit di rumah sakit yang membutuhkan kondisi steril, mulai dari proses perencanaan, penerimaan barang, pencucian, pengemasan &

Faktor dominan yang diakibatkan dari beban kerja yang tinggi pada operator 1 adalah faktor kekuatan fisik, dimana dari hasil perhitungan dapat dilihat bahwa salah

Satu rangkap berkas (poin a sampai j) dimasukkan ke dalam map (warna biru untuk S1 / D.IV dan warna merah untuk D.III) sesuai urutan di atas dengan menuliskan nama

Radioisotop 198Au yang dihasilkan dikarakterisasi dengan mengukur aktivitas, waktu paruh, energi, yield, kemurnian radionuklida dan kemurnian radiokimia serta ukuran

dihasilkan oleh sistem untuk memuaskan kebutuhan yang diidentifikasi. Output yang tak dikehendaki a) Merupakan hasil sampingan yang tidak dapat dihindari dari sistem yang

Oleh karena itu bagi lembaga pendidikan yang mengembangkan pendidikan vokasi tidak perlu minder dan kemudian mengubah menjadi pendidikan akademik, karena akan

Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Sebaliknya individu yang memiliki tingkat pe- ngetahuan tentang agama yang rendah akan melakukan perilaku seks bebas tanpa berpikir panjang terlebih dahulu sehingga