• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN 2007 ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAANTRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN 2007 (Studi Kasus di Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN 2007 ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAANTRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN 2007 (Studi Kasus di Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan)."

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan

Oleh: TRI UTOMO

A.220040006

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

(2)

PERSETUJUAN

ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN 2007

(Studi Kasus di Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan)

Yang dipersiapkan dan disusun oleh:

NAMA : TRI UTOMO

NIM : A220040006

FAKULTAS : KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

JUR/PROG : PPKn / S1

Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Skripsi S-1

Pembimbing I

Dra. Hj. Sri Arfiah, SH. M. Pd NIK.235

Pembimbing II

Dra. Sundari, SH. M. Hum NIK. 151

(3)

PENGESAHAN

ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN 2008

(Studi Kasus di Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan)

Yang dipersiapkan dan disusun oleh:

TRI UTOMO NIM. A220040006

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal, 4 November 2008 dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Dewan Penguji

1. _________________________ (Dra. Hj. Sri Arfiah, SH. M. Pd) 2. _________________________ (Dra. Sundari, SH. M.Hum)

3. _________________________ (Drs. Mulyadi Sk. SH. M.Pd) Surakarta, November 2008

Universitas Muhammadiyah Surakarta Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dekan,

Drs. H. Sofyan Anif, M.Si NIK. 547

(4)

PERNYATAAN

Dengan ini, saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila ternyata kelak dikemudian hari terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas, maka saya bertanggungjawab sepenuhnya.

Surakarta, Oktober 2008

TRI UTOMO NIM. A220040006

(5)
(6)

!"#

$ %

! "

&

'

%

( )

%

&

*

+ %

#

,

&

-

&

,

& . &

#

-

*

/ & 0 1

&

,

2

#

-

"

&

&,

3 -3 & 4&

#

5%

&

-

&

(7)

!

-

'

6 %

!

&

'

!

&

,

,

,

(8)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah limpahkan rahmat, hidayah serta inayah-Nya sehingga penulis dapat me-nyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa banyak pihak yang secara langsung maupun tidak langsung memberikan bimbingan dan arahan serta berbagai masukan yang positif, sehingga membantu memperlancar terselesaikannya skripsi ini. Oleh karena itu penulis dengan segala kerendahan hati, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan berdo’a semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat kepada mereka. Selain itu, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. Sofyan Anif, M.Si, selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta yang telah memberikan ijin guna penyusunan skripsi.

2. Bapak Drs. Achmad Muthali’in, M.Si, selaku ketua jurusan PKn selaku ketua jurusan PKn yang selalu meluangkan waktu dan sabar dalam menerima keluhan mahasiswa.

(9)

3. Ibu Dra. Sri Arfiah, SH. M.Pd, selaku Pembimbing Pertama, sekaligus Sekretaris Program Studi PKn yang dengan sabar di dalam membimbing sehingga memberi semangat kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini 4. Ibu Dra. Sundari, SH. M.Hum, selaku Pembimbing Kedua, yang benar-benar

bisa membuat penulis menjadi termotivasi untuk menyelesaikan skripsi. 5. Bapak Drs. Mulyadi Sk. SH. M.Pd. selaku Penguji tiga yang dengan sabar dan

cepat di dalam menguji skripsi ini.

6. Ibu Dra. Hj. Sri Gunarsi, SH. M.H, selaku Pembimbing Akademik (PA) yang telah dengan ramah tamah memberikan saran-saran di saat penulis mengalami kesulitan perkuliahan.

7. Bapak Iman Tukidjo Kepala Desa Sekar yang telah memberi kesempatan dan ijin riset kepada penulis guna penyusunan skripsi.

8. Bapak Djumiran dan Ibu Tipah sebagai kedua orang tua yang dengan kasih sayang, cintanya serta do’anya yang selalu mengiringi setiap langkah dan memberi kepercayaan kepada penulis.

9. Kakak-kakak ku serta keponakan ku tercinta yang selalu memberi semangat dan motivator selama ini.

10.Sahabat-sahabat PKn FKIP UMS angakatan 2004, yang telah memberi bantuan dan canda tawanya yang selalu memberi semangat dan dukungannya. 11.Pihak-pihak lain yang tidak disebutkan satu persatu yang bersangkutan dalam

penyusunan skripsi ini.

Penulis berdoa semoga amal baik yang telah diberikan mendapat ridho, rahmat dan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT.

(10)

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini mengingat keterbatasan waktu dan tenaga serta ilmu penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun selalu penulis harapkan untuk lebih menyempurnakan skripsi ini.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Surakarta, Oktober 2008 Penulis

TRI UTOMO

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO... v

HALAMAN PERSEMBAHAN... vi

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR SKEMA ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN... xvii

ABSTRAK ... xviii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Perumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian... 6

F. Manfaat atau Kegunaan Penelitian... 7

G. Sistematika Penulisan ... 8 BAB II LANDASAN TEORI

(12)

A. Tinjauan Pustaka... 11

BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian... 26

B. Bentuk dan Strategi Penelitian... 27

1. Bentuk Penelitian ... 27

F. Teknik Pengumpulan Data... 32

(13)

1. Pengumpulan Data ... 34 A. Deskripsi Lokasi Penelitian... 37

1. Letak Geografis dan Keadaan Alam ... 37

2. Keadaan Penduduk... 37

B. Diskripsi Hasil Penelitian ... 38

1. Sejarah Tradisi Bersih Desa (Ceprotan) ... 39

2. Tujuan Tradisi ... 49

3. Waktu dan Tempat Tradisi ... 50

4. Persiapan Pelaksanaan dan Perlengkapan Tradisi ... 51

5. Prosesi Tradisi... 51

6. Fungsi dan makna tradisi Bersih Desa (Ceprotan) Bagi Masyarakat Pendukungnya ... 56

C. Temuan Studi yang Dihubungkan Kajian Teori ... 60

1. Pemahaman warga masyarakat Sekar dalam pelaksanaan tradisi Bersih Desa (Ceprotan)... 61

2. Pertisipasi Warga Masyarakat dalam Pelaksanaan Tradisi Bersih Desa (ceprotan) ... 62

3. Tinjauan Aspek pendidikan nilai yang ada pada tradisi Bersih Desa (Ceprotan) ... 63 BAB V KESIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN

(14)

A. Kesimpulan... 65

B. Implikasi ... 66

C. Saran-saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 69

LAMPIRAN- LAMPIRAN... 71

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Perincian Kegiatan Pokok Penelitian... 26

(16)

DAFTAR SKEMA

Skema Halaman 1. Analisis Ineraktif ... 35

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Surat permohonan menjadi konsultan... 71 2. Surat keterangan penelitian ... 73 3. Foto Pelaksanaan Tradisi Ceprotan ... 74

(18)

ABSTRAK

ASPEK PENDIDIKAN NILAI DALAM PELAKSANAAN TRADISI BERSIH DESA (CEPROTAN) TAHUN 2008

(Studi Kasus di Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan)

Tri Utomo, A220040006, Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2008.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji aspek pendidikan nilai dalam pelasanaan tradisi Bersih Desa (Ceprotan) di Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabapaten Pacitan. Peneitian ini merupakan penelitian etnografi yang bersifat diskriptif analitik. Strategi penelitian ini menggunakan studi kasus yang terpancang embedded case study. Strategi ini dipilih karena dalam penelitian ini telah ditentukan beberapa variabel pokok yang akan menjadi pusat kajian. Sumber data diperoleh dari beberapa sumber yaitu informan, tempat dan peristiwa serta arsip maupun dokumen. Cuplikan data penelitian ini adalah purposive sampling. Peneliti mengambil Key Informan sebagai subjek penelitian, yaitu Kepala Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan dan masyarakat sekitarnya. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam, observasi langsung serta mencatat arsip mapun dokumen. Teknik analisis data dalam penelitian ini menerapkan model analisis interaktif, baik dalam pengumpulan data, reduksi data, sajian data, maupun penarikan kesimpulan. Prosedur penelitiannya meliputi tahap pra lapangan, tahap penelitian lapangan, tahap analisis data, dan analisis dokumentasi, observasi dan tahap penulisan laporan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemahaman masyarakat terhadap tradisi Bersih Desa (Ceprotan) di Desa Sekar relatif normal, dengan adanya kesadaran yang tinggi dan keyakinan mereka semua atau pemahaman masyarakat. Tradisi Bersih Desa (Ceprotan) merupakan kewajiban yang harus ditunaikan dan menurut warga masyarakat Sekar banyak sekali berkah dan manfaatnya bagi perubahan hidup masyarakat juga merupakan sarana untuk memohon hajad (keingginan) agar Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan rejeki dan keselamatan kepada masyarakat Desa Sekar.

Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan tradisi Bersih Desa (Ceprotan) antara lain dalam mempersiapkan pelaksanaan Bersih Desa (Ceprotan), menyediakan keperluan pelaksanaan Bersih Desa (Ceprotan), menjaga ketertiban pada pelaksanaan Bersih Desa (Ceprotan), pelestarian dan pengembangan budaya pada tradisi Bersih Desa (Ceprotan).

Nilai pendidikan dalam tradisi Bersih Desa (Ceprotan) adalah dengan adanya kebersamaan tanpa memandang status sosial, karena dihadapan Tuhan semua manusia adalah sama. Nilai sosial pada Bersih Desa (Ceprotan) adalah

(19)

bahwa perayaan tradisi tersebut akan mendatangkan suatu pengaruh yang kuat berkenaan dengan kehidupan sosial budaya. Nilai religius pada tradisi Bersih Desa (Ceprotan) adalah untuk lebih meningkatkan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan pengucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah diiberi berkah serta pertolongan di masa sekarang dan akan datang.

Perayaan tradisi Bersih Desa (Ceprotan) bagi masyarakat Sekar mempunyai dampak bagi masyarakat sekitarnya. Dampak dalam bidang ekonomi pengucapansyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah diberi berkah dan pertolongan selama satu tahun dan mengharap ditahun yang akan datang menjadi lebih baik. Dampak dalam bidang sosial budaya yaitu adanya kebersamaan dalam memberikan simpatinya dalam menyelenggarakan tradisi Bersih Desa (Ceprotan) ini dapat mempersatukan kelompok-kelompok dalam ikatan yang paling erat untuk hidup bersama dalam kerukunan. Semua ini merupakan gambaran pola hidup gotong royong yang sangat kental bagi masyarakat Indonesia. Dampak dalam bidang religius yaitu pemahaman masyarakat terhadap tradisi Bersih Desa (Ceprotan), merupakan ajaran turun temurun dari para leluhur dalam rangka mensyukuri karunia Tuhan Yang Maha Esa.

Surakarta, Oktober 2008 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dekan,

Drs. H. Sofyan Anif, M.Si NIK. 547

(20)

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara kesatuan yang meliputi wilayah dari Sabang sampai Merauke yang terdiri dari pulau-pulau besar dan kecil, tanahnya subur kaya flora dan fauna serta sumber alamnya. Tanah air Indonesia terkenal kesuburan dan kekayaannya, bangsa lain tertarik dan berupaya untuk menguasai, terbukti tanah air kita pernah dijajah bangsa lain beberapa puluh tahun lalu.

Wilayah Indonesia yang sangat luas telah dihuni suku bangsa yang tersebar ke seluruh pelosok tanah air secara tidak merata. Penduduk menempati wilayah yang berbeda-beda sehingga menjadikan wilayah peradaban yang dimilikinya beraneka ragam, yang kemudian menjadi modal dasar pembangunan nasional.

Dari persebaran yang tidak merata tersebut, pulau Jawa adalah pulau yang paling padat penduduknya dibandingkan dengan jumlah penduduk di pulau lainnya. Di Pulau Jawa ini tidak hanya didiami oleh suku bangsa Jawa saja, melainkan juga suku-suku bangsa lainnya. Pada dasarnya masing-msing suku bangsa memiliki kebiasaan, tradisi, adat istiadat dan budaya yang saling mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya. Kehidupannya secara berdampingan dan penuh toleransi dengan peradaban yang berbeda-beda.

Salah satu kehidupan budaya diantaranya adalah budaya Jawa yang ada di Jawa Tengah dan Jawa Timur tersebut sudah banyak berbeda dan bervariasi yang bersifat lokal dalam berbagai unsur kebudayaan seperti perbedaan dialek, bahasa,

(21)

kesenian perilaku dalam pergaulan maupun adat-istiadat dan upacara adat. Dari perbedaan-perbedaan tersebut terdapat keunikan yang tidak dijumpai di daerah lain, sehingga sangat menarik bagi kita untuk datang mengadakan pengamatan atau penelitian.

Di Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan terdapat tradisi yang disebut “Ceprotan” yang artinya yaitu melempar dengan memakai buah kelapa yang masih muda dan dikupas kulitnya. Pelaksanaan upacara ceprotan ini bagi masyarakat Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan mengandung nilai kepercayaan, dan simbol serta penghayatan magis terhadap warisan budaya nenek moyang.

Masyarakat Desa Sekar Kecamaan Donorojo Kabupaten Pacitan meskipun mereka telah menerima keprcayaan Islam, namun mereka masih tetap mempertahankan dan menjunjung tinggi budaya warisan nenek moyang. Hal ini terlihat dengan jelas dalam kehidupannya sehari-hari, mereka masih melakukan bentuk ritual-ritual kepercayaan seperti melakukan upacara selamatan, membakar kemenyan, melakukan sesaji pada hari-hari tertentu yang dianggap sebagai hari yang keramat.

(22)

kehidupannya, serta berkuasa atas diri manusia, juga dianggap sebagai kekuatan yang mengerikan dan menakutkan.

Disamping itu masyarakat Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan sebagian besar masih percaya adanya roh-roh makhluk halus dan arwah-arwah leluhur yang dianggap masih berkeliaran disekitar hidupnya. Masyarakat meyakini bahwa makhluk-makhluk halus itu ada yang mendatangkan keuntungan dan ada yang mendatangkan mala petaka. Kemudian agar masyarakat merasa aman dan tentram dalam hidupnya, agar terhindar dari makhluk-makhluk halus, maka mereka melakukan upacara-upacara ritual dan memberikan sesaji.

Tradisi kepercayaan tersebut sampai saat ini masih dilaksanakan dan terpelihara dengan baik serta dianggap keramat oleh masyarakat yang sering disebut dengan nama upacaya bersih desa atau sedekah bumi. Upacara ini dilaksanakan setiap setahun sekali bertepatan dengan bulan Dulkaidah pada hari senin kliwon.

(23)

Maksud dan tujuan dari upacara bersih desa di Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan adalah sebagai ungkapan terimakasih terhadap “Sing Mbau Rekso” sumber mata air Desa Sekar yang memberikan keselamatan dan ketentraman hidup masyarakat.

B. Identifikasi Masalah

Keanekaragaman masyarakat Indonesia yang terdiri dari bermacam-macam suku bangsa sehingga menunjukan banyaknya kebudayaan-kebudayaan yang ada, karena masing-masing suku bangsa mempunyai kebudayaan khas sendiri-sendiri. Keanekaragaman masyarakat dan budaya yang telah terbentuk, sangatlah besar kemungkinan masuknya faktor dari luar maupun faktor dari dalam, baik faktor geografis maupun historis, dimana suatu bangsa mendiami suatu daerah kepulauan, sehingga memberikan warna dan corak tersendiri terhadap keanekaragaman budaya Indonesia.

Bagi sebagian besar masyarakat Jawa pandangan hidup yang berisikan nilai tradisional, aturan dan norma itu akan digunakan sebagai petunjuk untuk bertindak. Petunjuk itu kadang secara imperatif mendesak kepada masing-masing individu sebagai anggota masyarakat untuk melakukannya. Berbagai macam nilai, tradisi, dan norma telah pula menimbulkan berbagai macam masalah.

(24)

Bersih Desa (Ceprotan), bagaimana partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan tradisi Bersih Desa (Ceprotan), tentang nilai-nilai apa yang dijunjung oleh masyarakat Desa Sekar Kecamaan Donorojo Kabupaten Pacitan untuk melestarikan nilai-nilai tradisional tersebut, manfaat atau pengaruh apa yang diperoleh dari kegiatan tersebut. Selanjutnya bagaimana dampaknya bagi masyarakat sekitar. Dalam konteks ini tentu saja masih banyak yang dapat kemukakan dari tradisi Bersih Desa masyarakat yang bersangkutan.

C. Pembatasan Masalah

Permasalahan yang berkaitan dengan judul sangat luas sehingga tidak mungkin permasalahan yang ada dapat terjangkau dan terselesaikan semua. Oleh karena itu guna menghindari kemungkinan adanya kesalahfahaman dan penasifran yang berbeda-beda yang dapat mengakibatkan penyimpangan terhadap judul di atas, maka perlu adanya pembahasan dan perumusan masalah, sehingga persoalan yang akan diteliti menjadi jelas dan kesalahfahaman dapat dihindari. Dalam hal ini penulis membatasi ruang lingkup dan fokus masalah sebagai berikut:

1. Objek Penelitian

Objek penelitian adalah aspek-aspek dari subjek penelitian yang menjadi sasaran penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah aspek pendidikan nilai pada tradisi Bersih Desa (Ceprotan) di Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan.

(25)

Subjek penelitian adalah masyarakat Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan.

D. Perumusan Masalah

Perumusan masalah atau sering diistilahkan problematika merupakan kegiatan penting yang harus ada dalam penulisan suatu karya ilmiah. Oleh karena itu, peneliti sebelum melakukan penelitian harus mengetahui terlebih dahulu permasalah yang ada, sehingga dalam proses pemecahanya akan terarah dan terfokus.

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka dapat dirumuskan suatu permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana pemahaman masyarakat tentang tradisi Bersih Desa (Ceprotan) Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan?

2. Bagaiman partisipasi masyarakat Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan dalam pelaksanaan tradisi Bersih Desa (Ceprotan)?

3. Bagaiman tradisi Bersih Desa (Ceprotan) ditinjau dari aspek-aspek pendidikan nilai atau moral?

E. Tujuan Penelitian

Setiap kegiatan yang akan dilaksanakan oleh manusia pasti mempunyai tujuan tertentu sebagai motivasi gerak dan langkah yang ingin dicapai sehingga kegiatan yang dilakukan terarah dan teratur.

(26)

1. Untuk memperoleh gambaran secara jelas tentang pemahaman masarakat terhadap tradisi Bersih Desa (Ceprotan) di Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan.

2. Untuk memperoleh gambaran secara jelas tentang partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan tradisi Bersih Desa (Ceprotan) di Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan.

3. Untuk memahami aspek pendidikan nilai yang terdapat dalam tradisi Bersih Desa (Ceprotan) di Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan.

F. Manfaat atau Kegunaan Penelitian 1. Manfaat atau kegunaan teoritis

a. Sebagai suatu karya ilmiah, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada khususnya, maupun bagi masyarakat pada umumnya.

b. Melalui penelitian ini diharapkan dapat memperluas cakrawala pengetahuan, khususnya mengenai tradisi Bersih Desa (Ceprotan) di Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan sebagai bagian dari budaya bangsa Indonesia, yang secara langsung telah menentuh kehidupan sosial budaya dan ekonomi masyarakat sekitarnya.

c. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pedoman penelitian berikutnya yang sejenis.

(27)

a. Melalui kegiatan penelitian ini diharapkan digunakan sebagai salah satu masukan dan kerangka acuan yang sangat berharga bagi para pengambil keputusan, terutama dalam pengelolaan dan pelestarian tradisi Bersih Desa (Ceprotan).

b. Menyebarluaskan informasi mengenai arti pentingnya pelaksanaan tradisi Bersih Desa (Ceprotan).

c. Sebagai calon pendidik pelajaran pendidikan kewarganegaraan, pengetahuan dan pengalaman selama mengadakan penelitian ini dapat ditrasformasikan kepada peserta didik pada khususnya, serta bagi masyarakat luas pada umumnya.

d. Melalui kegiatan ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi jurusan pendidikan kewarganegaraan pada khususnya mengenai pengembangan mata kuliah antropologi budaya.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah para pembaca dalam memahami isi skripsi ini, peneliti perlu mengemukakan sistematika penulisannya. Adapun sistematika penulisan skripsi ini sebagaimana uraian berikut.

Bagian awal meliputi: Halaman Judul, Halaman Persetujuan, Halaman Pengesahan, Halaman Motto, Halaman Persembahan, Kata Pengantar, Daftar Isi, Daftar Tabel, Daftar Lampiran, dan Abstrak.

(28)

Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat atau Kegunaan Penelitian, serta Sistematika Penulisan.

Bab II Landasan Teori diawali dengan Tinjauan Pustaka yang mengemukakan hasil-hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini. Selanjutnya Kerangka Teoritik yang dimulai dengan Tinjauan Teoristis mengenai Kebudayaan yang berisi uraian: Pengertian Kebudayaan, Wujud dan Nilai Kebudayaan, Tahapan Perkembangan Budaya, Unsur-unsur Kebudayaan, serta Hakekat Kebudayaan. Uraian berikutnya mengenai Pelaksanaan Tradisi yang mencangkup: Pengertian Tradisi, dan Pengertian Religi. Uraian selanjutnya mengenai Kepercayaan yang mencangkup: Asal-usul Kepercayaan, Sistem Kepercayaan, Bentuk-bentuk Kepercayaan, Fungsi Upacara, dan Unsur-unsur Upacara. Uraian berikutnya mengenai Nilai yang berisi Pengertian Nilai, Fungsi Nilai dalam Tradisi serta mengenai Aspek Pendidikan yang berisi Pengertian Pendidikan, Cangkupan Pendidikan, Aspek Edukaif Dalam Tradisi yang dilanjutkan dengan Penyusunan Kerangka Pemikiran.

Bab III Metode Penelitian yang berisi uraian meliputi: Tempat dan Waktu Penelitian, Bentuk dan Strategi Penelitian, Identivikasi Variabel, Sumber Data, Sampling, Teknik Pengumpulan Data, Validitas Data, Teknik Analisis Data, serta Prosedur Penelitian.

(29)
(30)

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

Manusia dalam hidupnya memandang dunia sebagai sebuah kerangka acuan untuk dapat mengerti tentang masing-masing pengalaman yang dilalui. Pandangan khas orang Jawa realitasnya tidak dapat dibagi-bagi dalam berbagai bidang yang saling terpisah tanpa ada hubungan satu sama lain, melainkan dipandang sebagai satu kesatuan. Pada dasarnya orang Jawa tidak penah membedakan antara sikap religius dan bukan religius, menganggap ineteraksi sosial sekaligus merupakan sikap terhadap alam dan sebaliknya, sikap terhadap alam mempunyai relevansi terhadap sosial.

Suatu nilai budaya, walaupun suatu konsepsi yang abtrak, juga bisa mempengaruhi tindakan manusia secara langsung. Disamping itu nilai budaya juga bisa menyebabkan menimbulkan pola-pola cara pikir yang tertentu pada diri individu yang bersangkutan. Ada nilai budaya yang menganggap penting konsepsi bahwa dalam kehidupan masyarakat itu amat tergantung pada sesamanya, dan karena itu orang harus selalu ingat terhadap sesamanya.

Semua agama tidak terkecuali sedikit banyak mendorong terbentuknya simbol-simbol. Simbol tersebut merupakan pengembangan ide, bentuk, dan gaya yang mempunyai nilai instrumental dalam kegiatan keagamaan. Untuk menjadi sebuah hasil seni, gaya menjadi sangat esensial. Kadang-kadang agama tidak hanya berpengaruh pada bentuk, tetapi juga pada unsur seni.

(31)

Berkaitan dengan tradisi Bersih Desa (Ceprotan) di Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaen Pacitan, meskipun masyarakat telah menerima pengaruh budaya dari luar terutama pengaruh Islam, namun mereka masih mempertahankan dan menjunjung tinggi warisan budaya nenek moyangnya. Hal ini terlihat dengan jelas dalam kehidupan mereka sehari-hari, mereka masih melakukan berbagai bentuk ritus religius seperti melakukan upacara selamatan, membakar kemenyan, membuat sesaji pada hari-hari tertentu yang dianggap keramat.

Tradisi mempunyai tata nilai dan tata ukuran yang memadukan dan mengikat kehidupan masyarakat. Hasil penelitian Kamadi (1995: 64) menyatakan bahwa:

Pada dasarnya upacara bersih desa tersebut merupakan tindakan masyarakat dalam hubungannya dengan kepercayaan yang mereka anut. Mereka percaya bahwa kekuatan roh yang mendiami sumber (mata air) Sekar dapat melindungi keselamatannya. Adanya kepercayaan tersebut akan berpengaruh juga pada pola pikir masyarakat.

Semantara itu hasil penelitian Sumaryono (2003: 71) membuktikan bahwa:

1. Masyarakat Jawa yang tinggal di daerah pedesaan dalam kehidupannya masih diwarnai dengan beranekaragam tradisi yang bersifat religius masyarakat maupun non religius. Dan tradisi tersebut adalah merupakan peningkatan budaya nenek moyang yang diwariskan secara turun temurun.

2. Dalam tradisi tersebut pada dasarnya terkandung nilai-nilai luhur yang merupakan suatu pedoman, mengatur dan memberi arah bagi setiap orang dalam hubungannya dengan sesama manusia dengan Tuhan dan dengan alam lingkungannya.

3. Walaupun masyarakat Desa Sekar telah memeluk agama Islam, namun dalam pelaksanaan upacara bersih desa (Ceprotan) masih dipengaruhi oleh unsur-unsur kepercayaan animisme dan dinamisme, Hindu, Budha, dan Islam.

(32)

5. Upacara bersih desa Sekar tampak dirasakan adanya kerjasama dan gotong royong sesama warga. Hal tersebut merupakan sarana untuk mempererat kerukunan hidup sehingga tercipta suatu suasana kesatuan dan kesatuan.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa setiap upacara-upacara terdapat simbol-simbol yang mempengaruhi makna sakral. Kekuatan suatu tradisi akan tetap bertahan jika mitos masih tetap melekat pada upacara tersebut. Berdasarkan pada latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk meneliti suatu tradisi (Ceprotan) pada pelaksanaan upacara bersih Desa di Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan, karena pembahasan spesifik yang mengungkapkan suatu budaya lokal khususnya yang berkaitan dengan pemahaman, partisipasi, mengenai tradisi (Ceprotan) pada pelaksanaan upacara bersih Desa, serta aspek pendidikan nilai yang terdapat tradisi (Ceprotan) tersebut, sepanjang belum pernah dilakukan.

B. Kerangka Teoritik

Tradisi mempunyai sifat universal, akan tetapi perwujutan tradisi mempunyai ciri-ciri khusus yang sesuai dengan situasi maupun lokasinya. Hal ini menyebabkan setiap manusia di dalam masyarakat mempunyai tradisi yang berlainan. Perbedaan tersebut dikarenakan pendukung tradisi seperti latar belakang tradisi dan masyarakat tidaklah sama. Penjelasan mengenai kebudayaan tersebut dipaparkan dalam kajian teoritik sebagaimana uraian berikut ini.

1. Kebudayaan

(33)

dari penciptaan batin (akal budi) manusia, seperti kepercayaan, kesenian dan adat isiadat”. Menurut Sujarwa (1998: 10-11), kebudayaan adalah “keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia untuk memenuhi kehidupannya dengan cara belajar, yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat”. Menurut Kroeber dan Klukhon sebagamana dikutip Sujarwa (1998: 11), berpendapat bahwa:

Kebudayaan terdiri atas berbagai pola, bertingkah laku mantap, pikiran, perasaan dan reaksi yang diperoleh dan terutama diturunkan oleh simbol-simbol yang menyusun pencapaianya secara tesendiri dari kelompok-kelompok menusia, termasuk di dalamnya perwujudan benda-benda materi; pusat esensi kebudayaan terdiri atas tradisi cita-cita atau paham, dan terutama keterikatan terhadap nilai-nilai.

Berdasarkan pengertian kebudayaan adalah suatu hasil cipta, rasa, karsa manusia yang di dapat dengan cara belajar, bertingkah laku, pikiran perasaan yang tersusun dalam kehidupan masarakat yang diwujudkan dengan simbol-simbol atau ritus-ritus sakral. Kebudayaan dalam bentuk fisik yang kongkret biasa juga disebut kebudayaan fisik, mulai dari benda yang diam sampai dengan benda yang bergerak, seperti candi, masjid, lukisan relief atau patung.

b. Wujud dan Nilai Kebudayaan. Nilai kebudayaan yang sudah meresap dalam diri seseorang dapat diwujudkan dalam bentuk perayaan hari-hari besar tertentu. Menurut J. J. Hinigman sebagaiman dikutip Sujarwa (1998: 10-11), “tradisi sebagai bagian dari kebudayaan dapat dibedakan berdasarkan gejalanya, yaitu ideas, activities, dan artifact”. Menurut Koenjaraningrat yang dikutip Sujarwa (1998: 11), bahwa kebudayaan ada tiga wujud, yaitu:

(34)

2) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks akivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.

3) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.

Pewarisan tradisi diperoleh dengan cara belajar. Tradisi yang diwariskan berwujud material (jasmaniah) dan non material (rohaniah). Berwujud material (jasmaniah) misalkan patung, candi, keris, tempat-tempat yang dikeramatkan dan hewan-hewan keramat, sedangkan yang berwujud non material (rohaniah) misalkan tarian, hajatan, mantra-mantra, dan lain sebagainya.

Tradisi yang tumbuh dan berkembang dari masarakat tidak lepas dari nilai-nilai yang telah dibangunnya sendiri. Nilai-nilai-nilai tradisi tersebut berpengaruh bagi kehidupan masyarakat, kerena nilai-nilai tradisi itu merupakan konsep yang hidup di dalam alam pikiran sebagian besar dari warga suatu masyarakat mengenai apa yang mereka anggap bernilai, berharga dan penting dalam hidup, sehingga dapat berfungsi sebagai pedoman yang memberi arah dan orientasi kepada kehidupan.

c. Tahapan Perkembangan Budaya. Menurut pendapat Van Peurson yang dikutip oleh Sujarwa (1998: 17), perkembangan budaya dapat dibagi atas tiga tahap, yaitu:

1) Tahap mistis adalah tahap dimana manusia merasakan dirinya terkepung oleh kekuaan-kekuatan gaib di sekitarnya, yaitu kekuatan dewa-dewa, alam raya atau kekuasaan kesuburan. Kecenderungan bersifat mastis seperti ini sering dijumpai di daerah-daerah modernitasnya rendah. 2) Tahap ontologis adalah tahap dimana manusia mulai menyusun suatu

ajaran atau teori mengenai dasar segala sesuatu (ontologi). Tahap ini berkembang di daerah-daerah berkebudayaan kuno yang dipengaruhi oleh filsafat dan ilmu.

(35)

d. Unsur-Unsur Kebudayaan. Semua bentuk kebudayaan yang ada di dunia ini memiliki kesamaan unsur yang bersifat universal. Sujarwa (1998: 11), menyebutkan ada tujuh unsur-unsur budaya yang bersifat universal, yaitu:

1) Sistem religi dan upacara keagamaan 2) Sistem organisasi kemasyarakatan

e. Hakekat Kebudayaan. Menurut Sutrisno (1989: 25-26), aspek-aspek yang melingkupi esensi kebudayaan ada enam ciri yaitu:

1) Nilai. Eksistensi nilai harus selalu menyertai setiap kebudayaan dalam pertumbuhan dan perkembangan.

2) Insaniyah. Kebudayaan adalah karya manusia sebagai hasil kecendikiaan budi yang terbiasakan secara wajar.

3) Kontinyuitas. Kebudayaan secara berkelanjutan dicipakan manusia dalam rangka mempengaruhi situasinya, dan tdak mengenal kata akhir. 4) Totalias. Kebudayaan adalah semua unit yang meliputi semua unsur

kebudayaan yang ada.

5) Tersusun dan Terukur. Berbagai benda alami dan kegiatan manusia dalam suatu kebudayaan memiliki ketersusunan dan keteraturan.

6) Masyarakat. Kebudayaan terjadi dalam interaksi manusia dalam suatu masyarakat.

2. Pelaksanaan Tradisi

(36)

Dari pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa tradisi adalah kebiasaan turun-temurun dari nenek moyang dalam adat istiada yang diwariskan dengan tata cara tertentu yang berkaitan dengan mitos atau kepercayaan dan dianggap tata cara tersebut merupakan cara yang paling baik dan benar.

b. Pengertian Religi. Kehidupan masyarakat Jawa pada dasarnya syarat dengan nilai-nilai religi. Menurut Fowler (1995: 47), berpendapat bahwa:

Religi diartikan sebagai suatu kumpulan tradisi komulatif dimana semua pengalaman religius dan masa lampau didapakan dan diendamkan kedalam seluruh system berbentuk ekspresi tradisional yang bersifat kebudayaan dan lembaga.

(37)

3. Kepercayaan

a. Asal-usul Kepercayaan. Dyson dan Santoso yang dikutip oleh Sujarwa (1998: 139), menyatakan asal-usul kepercayaan adalah “adanya kepercayan manusia terhadap kekuatan yang dianggap lebih tinggi dari padanya. Oleh karenanya, manusia melakukan berbagai hal untuk mencapai kesenangan hidup”. Selanjutnya Sujarwa (1998: 139), menjelaskan teori mengenai asal-usul kepercayaan:

1) Teori kasadaran jiwa. Teori ini beranggapan manusia mulai sadar akan adanya jiwa (roh halus). Asalnya menganut animisme yang kemudian berkembang menjadi monotheisme.

2) Teori batas. Dalam memahami kehidupan manusia mempunyai keterbatasan dalam pemikiran, sehingga manusia percaya bahwa ada kekuatan di luar manusia yang lebih besar.

3) Teori kritis. Dalam kehidupannya manusia mengalami masa kreitis, misalkan sakit, takut, stres, dan sebagainya. Dan untuk mengatasi hal tersebut diperlukan upacara khusus/ritus maka dilakukan berbagai bentuk upacara.

4) Teori kekuatan luar biasa. Manusia merasakan kekuatan terhadap gejala alam yang memiliki kemampuan luar biasa (the supranatural).

5) Teori sentiment kemasyarakatan. Adanya perasaan kemasyarakatan dapat menimbulkan getaran jiwa dan emosi keagamaan, yang kemudian diwujudkan dalam bentuk totem (benda atau hewan keramat).

6) Teori firman Tuhan. Teori ini didasarkan pada suatu keyakinan atau kepercayaan terhadap Sang Pencipta alam semesta.

b. Sistem Kepercayaan. Keyakinan bahwa alam ada karena ada

penciptanya menumbuhkan berbagai sistem kepercayaan, yang menggunakan berbagai sarana dan prasarana, misalkan waktu dilaksanakan upacara, tempat upacara, dan orang-orang yang melakukan upacara. Sujarwa (1998: 141-142), menjelaskan bahwa masing-masing kepercayaan memiliki sistem kepercayaan, antara lain yaitu:

(38)

2) Animism, yaitu kepercayaan adanya berbagai macam roh yang melingkupi sekeliling manusia.

3) Animatism, yaitu percaya bahwa benda dan tumbuhan sekitar manusia itu memiliki jiwa dan bisa berfikir seperti manusia.

4) Prae-animism dan dinamism, yaitu kepercayaan pada kekuatan gaib/sakti yang ada dalam segala hal yang luar biasa.

5) Totemism, yaitu bentuk kepercayaan yang dianut oleh kelompok kekerabatan dan unilinear. Mereka percaya bahwa nenek moyangnya saling behubungan kerabat. Totem adalah lambang dari sejenis binatang, tumbuhan, gejala alam atau benda yang melambangkan nenek moyang tersebut.

6) Polhytheism, yaitu kepercayaan pada suatu sistem yang luas dari dewa-dewa.

7) Monothism, yaitu kepercayaan pada satu Tuhan.

8) Mistic, yaitu keercayaan pada satu dewa atau Tuhan yang dianggap meliputi segala hal dalam alam (kesatuan dengan Tuhan).

Berdasarkan pemahaman Ketuhanan dan kepercayaan tersebut setiap individu merasa pasti, bahwa tujuan hidupnya adalah uantuk kebahagiaan yang sempurna tidak sekedar di dunia ini melainkan ada di dunia lain yang lebih abadi yaitu di akherat (dunia setelah mati).

c. Benuk-bentuk Kepercayaan. Menurut Dhavamony (1995: 65), ada beberapa bentuk kepercayaan sebagai berikut:

1) Animisme yaitu suatu sistem kepercayaan dimana manusia religius, khususnya orang-orang primitif, membubuhi jiwa pada manusia dan juga pada semua makhuk hidup dan benda mati.

2) Pra-Animisme atau Animatisme yaitu suatu daya atau kekuatan supernatural ada dalam pribadi tertentu, binatang dan objek tak berjiwa lainnya.

3) Totemism yaitu fenomena yang memunjuk kepada hubungan organisasional khusus antar suatu suku bangsa atau kian dan suatu spesies tertentu dalam wilayah binatang atau tumbuhan.

4) Dinamisme yaitu pemujaan atau penghormatan terhadap barang-barang kuno khususnya buatan manusia seperti keris, tombak, lambang-lambang.

(39)

1) Sebagai sarana sosialisasi.

2) Untuk tinggal dekat dengan para Dewa, walaupun kehadiran itu tidak dapat dilihat dengan mata dan ditangkap dengan panca indra manusia. 3) Untuk mengokohkan rencana alam raya semula dan diharapkan akan

mempartisipasikan hidup seluruh umat manusia dalam tata keselamatan. 4) Melindungi individu dari resa ragu dan bahaya dengan

mengantisipasikan dan mengatasi secara simbolik.

5) Untuk memperlihatkan keinginan agar selamat dengan melestarikan keseimbangan yang tak tergoncangkan ataupun untuk memulihkannya kembali andai kata terganggu dan untuk mempertahankan tata tertib juga mencegah bahaya.

Upacara dalam arti keagamaan adalah tindakan-tindakan tertentu yang bertujuan sebagai ungkapan atas kewajibannya sebagai manusia untuk merayakan peristiwa-peristiwa penting untuk selalu mengingat kejadian-kejadian dalam hidupnya sebagai wujud rasa syukur atas apa yang diperoleh. Bentuk upacara yang bertalian dengan adat atau kehidupan beragama, mencerminkan sistem kepercayaan alam pikiran serta pandangan hidup masyarakat. Cara melakukannya dengan sikap yang sungguh-sungguh dan hati-hati, kelalaian dalam upacara dianggap dapat mengakibatkan hal-hal yang buruk atau malapetaka.

4. Nilai

a. Pengertian Nilai. Pengertian nilai menurut Danadjaja sebagaimana dikutip Ndraha (1997: 18) adalah “pengertian-pengertian (conception) yang dihayati seseorang mengenai apa yang lebih penting atau kurang penting, apa yang lebih baik atau kurang baik, dan apa yang lebih benar atau kurang benar”.

(40)

mereka anggap bernilai, berharga, dan penting dalam hidup, sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi kepada kehidupan para warga masyarakat tadi.

Walaupun nilai-nilai berfungasi sebagai pedoman hidup manusia dalam masyarakat, tetapi sebagai konsep, suatu nilai budaya itu bersifat sangat umum, mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, dan biasanya sulit diterangkan secara rasional dan nyata. Namun, justru karena sifatnya umum, luas, dan tidak kongkret itu, maka nilai-nilai tradisi dalam suatu nilai kebudayaan berada dalam daerah emosional dari alam para individu yang menjadi warga dari kebudayaan yang bersangkutan.

Berkaitan dengan fungsi nilai dalam tradisi, Koentjaraningrat (1979: 190) berpendapat bahwa:

Dalam tiap masyarakat, baik yang kompleks maupun sederhana, ada sejumlah nilai budaya yang satu dengan yang lain berkaitan hingga merupakan suatu sistem, dan sistem itu sebagai pedoman dari konsep-konsep ideal dalam kebudayaan memberi pandangan yang kuat terhadap arah kehidupan warga masyarakat.

(41)

Nilai-nilai religi dalam tradisi adalah geteran spiritual atau batin manusia yang akan mendorong semua tindakan budaya spiritual yang kadang-kadang bersifat sakral yang terkait dengan sistem keyakinan, seperti kepercayaan kepada roh halus, roh leluhur, dewa dan sebagainya.

5. Aspek Pendidikan Sebuah Tradisi

a. Pengertian Pendidikan. UU Sisdiknas No.20 tahun 2003 definisi pendidikan ternaktub dalam pasal 1 dan 2 yakni: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (pasal 1). Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berasaskan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945, yang berakar pada nlai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman (pasal 2).

(42)

b. Cangkupan Pendidikan. Pendidikan adalah usaha sadar yang dengan sengaja dirancang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sedangkan pendidikan dibagi menjadi tiga jalur yang terdiri dari pendidika formal, non formal, dan informal.

Jenjang pendidikan formal adalah UU Sisdiknas No.20 tahun 2003 pasal 13 ayat (1) terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Untuk jenjang pendidikan non formal, pasal 26 ayat (3) UU Sisdiknas No.20 tahun 2003 meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Sedangkan untuk pendidikan informal, menurut UU Sisdiknas No.20 tahun 2003 pasal 27 ayat (1) adalah pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Selanjutmya mengenai jenis pendidikan, dalam UU Sisdiknas No.20 tahun 2003 pasal 15, jenis pendidikan mencangkup umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan dan khusus.

(43)

c. Aspek Pendidikan dalam Tradisi. Sistem nilai budaya merupakan tingkat paling tinggi dan paling absrak dari adat istiadat. Hal ini disebabkan karena nilai-nilai budaya itu merupakan konsep-konsep mengenai apa yang hidup dalam alam fikiran sebagian besar deri warga suatu masyarakat mengenai suatu yang mereka anggap bernilai, berharga, dan penting dalam hidup sehingga dapat berungsi sebagai suatu pedoman yang memberi arah dan orientasi kepada kehidupan warga masyarakat tadi.

Walaupun nilai-nilai budaya dalam sebuah tradisi berfungsi sebagai pedoman hidup manusia dalam masyarakat, tetapi sebagai konsep nilai budaya itu sangat umum. Namun karena sifatnya yang umum, luas, dan tidak kongkret itulah, maka nilai-nilai budaya dalam suatu tradisi berada dalam daerah emosional dari alam jiwa para individu yang menjadi warga dalam sistem sosial masyarakat.

Dalam sebuah tradisi terdapat beberapa instrumen yang dapat dikaji mengenai aspek edukatifnya misalnya mengenai simbol, ritual, serta alat-alatnya. Instrumen yang pertama adalan simbol yang dalam sebuah tradisi merupakan suatu penafsiran yang digunakan manusia untuk mengungkap pemikirannya tentang Tuhan, yang diambil dari kebiasaan hidup yang disadari seperti yang diketahuinya dari dirinya dan dari orang lain yaitu emosi-emosi, perbuatan, dan nilai-nilai manusia.

(44)

C. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan berbagai kajian teoritis di atas maka dapat dirumuskan suatu kerangka pemikiran sebagai berikut:

1. Masyarakat Jawa memiliki khasanah budaya yang merupakan warisan dari nenek moyang. Budaya Jawa ini telah mengakar dengan kuat dalam kehidupan sehingga sulit untuk dipisahkan atau dihapuskan. Budaya Jawa dengan nilai-nilai budayanya merupakan pandangan hidup bagi masyarakat Jawa. Pendangan hidup ini merupakan suatu abtraksi pengalaman hidup yang dibentuk oleh suatu cara berfikir dan akhirnya menjadi pedoman yang dianut oleh sebagian besar masyarakat.

(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian ini adalah di Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan. Waktu penelitian yaitu bulan September 2007 sampai Oktober 2008. Adapun tahap-tahap perincian kegiatan pokok yang dilakukan adalah sebagaimana tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Perincian Kegiatan Pokok Penelitian

(46)

B. Bentuk dan Strategi Penelitian 1. Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan pendekatan kebudayaan (Etnografi) tetapi bersifat deskriptif analitik. Menurut Moleong (1989:15), Etnografi adalah “usaha untuk menguraikan kebudayaan atau aspek-aspek kebudayaan”. Sementara itu menurut Sutopo (1988:14-15), Etnografi adalah:

Diskripsi analitik atau rekontruksi-rekontruksi pemandangan budaya dan kelompok-kelompok secara utuh. Etnografi merupakan studi empiris dan naturalistik. Bentuk penelitian ini, secara tradisional telah memusatkan pada lokasi riset tunggal, dengan memusatkan diri pada pencatatan secara rinci aspek-aspek suatu fenomena tunggal, yang bisa berupa sekelompok manusia ataupun merupakan gerakan proses sosial. Riset etnografi bersifat holistik, artinya riset ini tidak hanya mengarahkan pada salah satu atau beberapa variabel tertentu yang menjadi perhatian peneliti dalam suatu studi. Bentuk holistik ini didasarkan pada pandangan bahwa budaya adalah merupakan keseluruhan yang terdiri atas bagian yang tidak dapat dipisah-pisahkan.

2. Strategi Penelitian

Strategi penelitian ini adalah studi kasus tunggal terpancang. Menurut Surakhmad (1985:143), “studi kasus memusatkan perhatian pada suatu kasus secara intensif dan mendetail. Subyek yang diselidiki terdiri dari satu unit (atau satu kesatuan unit) yang dipandang sebagai kasus”. Adapun studi kasus dalam penelitian ini adalah:

a. Pemahaman tradisi Bersih Desa (Ceprotan).

b. Partisipasi dalam pelaksanaan tradisi Bersih Desa (Ceprotan).

(47)

C. Identifikasi Variabel

Variabel merupakan objek penelitian yang bervariasi dan menjadi titik perhatian dari suatu penelitian. Menurut Hadi (1982: 224) bahwa “variabel adalah gejala-gejala yang menunjukan variasi, baik dalam jenisnya, maupun dalam tingkatannya”. Variabel tradisi Bersih Desa (Ceprotan) adalah sebagai berikut: 1. Pemahaman tentang tradisi Bersih Desa (Ceprotan), yaitu seberapa taraf

pengetahuan masyarakat mengenai tradisi Bersih Desa (Ceprotan). Adapun indikatornya meliputi:

a. Pemahaman tentang latar belakang kegiatan tradisi Besih Desa (Ceprotan). b. Pandangan masyarakat tentang tradisi Bersih Desa (Ceprotan).

c. Pengalaman individu berkaitan dengan kegiatan tradisi Bersih Desa (Ceprotan).

2. Partisipasi dalam pelaksanaan tradisi Bersih Desa (Ceprotan), yaitu intensitas keterlibatan warga masyarakat dalam pelaksanaan tradisi Bersih Desa (Ceprotan). Adapun indikatornya meliputi:

a. Partisipasi dalam mempersiapkan pelaksanaan tradisi Bersih Desa (Ceprotan).

b. Partisipasi dalam menyediakan keperluan untuk pelaksanaan tradisi Bersih Desa (Ceprotan).

c. Partisipasi dalam menjaga ketertiban pada pelaksanaan upacara tradisi Bersih Desa (Ceprotan).

(48)

3. Tinjauan aspek pendidikan nilai yang ada pada tradisi Bersih Desa (Ceprotan), yaitu: tinjauan dari segi aspek pendidikan nilai budaya dan moral, dengan indikator sebagai berikut:

a. Tinjauan aspek pendidikan nilai budaya tentang pelaksanaan tradisi Bersih Desa (Ceprotan).

b. Tinjauan aspek pendidikan nilai moral yaitu pada masyarakat Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kebupaten Pacitan.

4. Dampak Pelaksanaan tradisi Bersih Desa (Ceprotan) bagi masyarakat yaitu pengaruh atau efek yang ditimbulkan dari adanya tradisi Bersih Desa (Ceprotan) dengan indikator meliputi:

a. Dampak dalam bidang ekonomi dari pelaksanaan tradisi Bersih Desa (Ceprotan).

b. Dampak dalam bidang sosial budaya dari pelaksanaan tradisi Bersih Desa (Ceprotan).

c. Dampak dalam bidang religius dari pelaksanaan tradisi Bersih Desa (Ceprotan).

D. Sumber Data

Menurut Arikunto (1992: 102) sumber data dalam penelitian adalah “subyek dari mana data diperoleh”. Menurut Lofland dan Lofland yang dikutip Moleong (1989: 122), menyatakan “sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah

(49)

“kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai merupakan sumber data utama. Sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis atau melalui perekaman video/audio tapes, pengambilan foto atau film”. Sumber data tambahan, diantaranya adalah sumber tertulis, foto dan data statistik. Oleh karena itu data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dari beberapa sumber, yaitu:

1. Informan

Informan adalah orang yang memberikan tanggapan pada apa yang diminta atau ditanyakan oleh seseorang peneliti. Dalam penelitian yang ditunjukkan sebagai informan yang memberikan data-data yang diperlukan adalah dari Juru Kunci Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan.

2. Tempat dan peristiwa

Tempat atau lokasi yaitu di Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan, sedangkan peristiwa yang dimaksud adalah mengenai pelaksanaan upacara tradisi Bersih Desa (Ceprotan ) di Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan.

3. Arsip maupun Dokumen

(50)

E. Sampling

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif sehingga cuplikan yang digunakan bersifat purposive sampling. Menurut Hadi (1987: 82) bahwa: “Pemilihan sekelompok subyek dalam purposive sampling, didasarkan atas ciri-ciri tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri-ciri-ciri populasi yang sudah diketahui sebelumnya”.

Adapun yang menjadi kriteria dasar penelitian dengan menggunakan

purposive sampling ini, menurut Sutopo (1988: 22) terdiri dari tiga jenis, yaitu: 1.Internal sampling yaitu keputusan yang diambil, begitu peneliti memiliki

suatu pikiran umum tentang apa yang sedang dipelajari, dan berapa jumlah dokumen serta macamnya yang akan direviu, dengan siapa akan berbicara, dan kapan akan melakukan observasi.

2.Time sampling yaitu dimana peneliti menentukan kapan akan mengunjungi tempat dan subyek tertentu untuk mendapatkan data yang dianggap paling tepat.

3.Snowball sampling yaitu peneliti pertama-tama datang pada seseorang yang menurut pengetahuanya dapat dipakai sebagai “key informant”, tetapi setelah berbicara secara cukup, informant tersebut menunjukan subyek lain yang dipandang mengetahui lebih banyak masalahnya sehingga peneliti menunjuknya sebagai informant baru, dan demikian pula seterusnya berganti informan berikutnya yang tahu lebih dalam pula, sehingga data yang diperolehnya semakin banyak, lengkap dan mendalam.

Jenis sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis internal sampling, snowball sampling dan time sampling. Dalam penelitian ini internal sampling digunakan untuk pertimbangan peneliti dalam memperoleh data, dan

(51)

F. Teknik Pengumpulan Data

Sesuai dengan karakteristik yang diperlukan untuk keperluan penelitian ini maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah:

1. Wawancara mendalam

Berkaitan dengan wawancara mendalam Hamidi (2004: 72-73) menyatakan bahwa:

Dalam hal ini seharusnya peneliti mempelajari teknik wawancara agar bisa dilakukan wawancara secara mendalam. Teknik ini menuntut peneliti untuk mampu bertanya sebanyak-banyaknya dengan perolehan jenis data tertentu sehingga diperoleh data atau informasi yang rinci. Hubungan antara peneliti dengan para responden atau informan harus bisa dibuat akrab, sehingga subyek penelitian bersikap terbuka dalam menjawab setiap pertanyaan, bertanya atau ngobrol santai dengan responden berbicara sesuai dengan pengalaman, pengetahuan dan pandangan mereka. Peneliti harus tetap mempersiapkan pertanyaan-pertanyaan penting yang berkaitan dengan diperolehnya informasi dalam menjawab permasalahan peneliti (terstruktur), sehingga jawaban atau cerita para responden disadari atau tidak nmenjawab bagian-bagian atau indikator-indikator permasalahan penelitian atau struktur internal konsep yang hendak diteliti tepat sasaran. Dalam penelitian ini melaksanakan teknik wawancara dengan mengajukan pertanyaan untuk memperoleh informasi kepada Juru Kunci Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan dan masyarakat sekitar Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan. Teknik wawancara dalam penelitian ini digunakan untuk mengungkap data mengenai pemahaman tentang tradisi Bersih Desa (Ceprotan) di Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan.

2. Observasi Langsung

Berkaitan dengan observasi langsung Hamidi (2004: 74) mengemukakan pendapat bahwa:

(52)

diperbincangkan para responden dalam aktivitas kehidupan sehari-hari baik sebelum, menjelang, ketika dan sesudahnya.

Teknik observasi langsung dalam penelitian ini digunakan untuk mengungkap data mengenai rangkaian tata cara pelaksanaan tradisi Bersih Desa (Ceprotan) di Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan.

3. Mencatat arsip maupun dokumen

Menurut Hamidi (2004: 72) “Teknik dokumentasi yang berupa informasi yang berasal dari catatan penting baik dari lembaga atau organisasi maupun dari perorangan”. Dalam penelitian ini teknik dokumentasi digunakan untuk mencatat arsip maupun dokumen yang ada dan tersimpan di lokasi tempat pelaksanaan tradisi Bersih Desa (Ceprotan) maupun pada Juru Kunci Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan. Teknik mencatat arsip maupun dokumen ini digunakan untuk mengungkap data mengenai tata cara pelaksanaan tradisi Bersih Desa (Ceprotan) di Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan.

G. Validitas Data

Ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mengetahui validitas data (kestabilan data), sebagaimana dikemukakan Hamidi (2004: 82-83), yaitu:

a. Teknik trianggulasi antar sumber data, antar teknik pengumpulan data dan antar pengumpul data, yang dalam hal terakhir ini peneliti berupa mendapatkan rekan atau pembantu dalam penggalian data dari warga di lokasi yang mampu setelah diberi penjelasan.

b. Pengecekan kebenaran informasi kepada para informan yang telah ditulis oleh peneliti dalam laporan penelitian (member check).

c. Akan mendiskusikan dan menyeminarkan dengan teman sejawat di jurusan tempat peneliti belajar (peer debriefing), termasuk koreksi di bawah para pembimbing.

(53)

e. Perpanjangan waktu penelitian cara ini akan ditempuh selain untuk memperoleh bukti yang lebih lengkap juga untuk memeriksa konsistensi tindakan para informan.

Penelitian ini menggunakan dua macam trianggulasi, yang pertama trianggulasi sumber data yang berupa informasi dari tempat, peristiwa dan dokumen serta arsip yang memuat catatan yang berkaitan dengan data yang dimaksudkan. Kedua, trianggulasi teknik atau metode pengumpulan data yang berasal dari hasil wawancara, observasi, dan dokumen. Penelitian ini juga menggunakan teknik informasi riview bertujuan untuk menguji keabsahan data dengan cara memberikan daftar laporan kepada informan untuk dilakukan pengecekan keabsahan datanya.

H. Teknik Analisis Data

Menurut Hamidi (2004: 75) “Unit analisis adalah satuan yang diteliti yang bisa berupa individu, kelompok, benda atau suatu latar peristiwa sosial seperti misalnya aktivitas individu atau kelompok sebagai subjek penelitian”. Dalam penelitian ini, mengingat data yang diperoleh merupakan data yang didapat melalui pengamatan serta wawancara secara langsung, maka analisis data yang peneliti gunakan adalah dengan model interaktif baik dalam pengumpulan data, reduksi data, sampai pada penarikan kesimpulan. Adapun langkah-langkahnya menurut Miles dan Huberman (1992: 15-19) adalah sebagai berikut:

(54)

Pengumpulan Data

Reduksi data

Penyajian data

Kesimpulan-kesimpulan: Penarikan/verifikasi

menentukan fokus serta pendalaman data pada proses pengumpulan data berikutnya.

2. Reduksi data, yaitu sebagai proses seleksi, pemfokusan, pengabstrakan, transformasi data kasar yang ada di lapangan langsung, dan diteruskan pada waktu pengumpulan data, dengan demikian reduksi data dimulai sejak peneliti mulai memfokuskan wilayah penelitian.

3. Sajian data, yaitu rakitan organisasi informasi yang memungkinkan penelitian dilakukan. Dalam pengujian data meliputi berbagai jenis matrik gambar, jaringan kerja, keterkaitan kegiatan atau tabel.

4. Penarikan kesimpulan, yaitu dalam pengumpulan data, peneliti harus mengerti dan tanggap terhadap sesuatu yang diteliti langsung di lapangan dengan menyusun pola-pola pengarahan dan sebab akibat.

Menurut Miles dan Huberman (1992: 20), siklus analisis interaktif yang ditetapkan dalam penelitian ini ditunjukkan dalam gambar 1 berikut ini.

(55)

I. Prosedur Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan prosedur dengan langkah-langkah sebagaimana dirumuskan oleh Moleong (1989: 92-103) sebagai berikut:

1. Tahap Pra Lapangan, yaitu merupakan tahap yang dilakukan mulai dari pembuatan usulan penelitian sampai memperoleh izin penelitian.

2. Tahap Penelitian Lapangan. Pada tahap ini peneliti diharapkan mampu memahami latar belakang masalah dengan persiapan dari yang mantap untuk memasuki lapangan. Peneliti berusaha untuk menggali dan mengumpulkan data-data untuk dibuat analisis data, yang selanjutnya data dikumpulkan dan disusun.

3. Observasi. Dalam teknik pengumpulan data dengan cara observasi kegiatan yang dilakukan adalah mengadakan pengamatan tentang pelaksanaan tradisi Bersih Desa (Ceprotan) di Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten

Pacitan dan dampaknya bagi masyarakat Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan.

4. Tahap Analisis Data. Setelah data yang terkumpul cukup selanjutnya dianalisis untuk mengetahui permasalahan yang diteliti.

(56)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis dan Keadaan Alam

Ditinjau dari letak secara geografis tradisi Bersih Desa (Ceprotan) terletak di Desa Sekar Kecamatan Donorojo Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Digambarkan sebagai berikut:

a. Sebelah barat : Desa Sukodono b. Sebelah utara : Desa Donorojo

c. Sebelah timur : Desa Wareng Kecamatan Punung d. Sebelah selatan : Desa Klepu

2. Keadaan Penduduk

Jumlah total penduduk Desa Sekar adalah 3065 jiwa, dengan komposisi 1382 jiwa penduduk laki-laki, dan 1683 penduduk perempuan. Berdasarkan monografi yang tercatat dalam kantor kelurahan diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Jumlah penduduk menurut agama dan kepercayaan 1) Agama Islam : 3057 orang 2) Agama Kristen Katholik : 5 orang 3) Agama Kristen Protestan : 3 orang 4) Agama Budha : - orang 5) Agama Hindhu : - orang

(57)

b. Jumlah penduduk menurut mata pencaharian 1) Petani : 1993 orang 2) Buruh tani : 144 orang 3) Pedagang : 83 orang 4) Sopir angkutan : 15 orang 5) Pegawai negeri : 41 orang 6) Pensiunan : 6 orang 7) lain-lain : 391 orang

B. Deskripsi Hasil Penelitian

Di masyarakat sering terjadi ketegangan akibat adanya perbedaan pandangan mengenai tradisi yang bekembang. Dalam tradisi yang bersifat lokal, masyarakat mengikutsertakan unsur-unsur agama dan kepercayaan dengan tetap melakukan perlakuan khusus dengan sesaji. Peranan tradisi adalah untuk selalu mengingatkan manusia berkenaan dengan eksistensi dan hubunganya dengan lingkungan sekitar.

Dalam rangka mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa, masyarakat sering mengadakan tradisi selamatan. Tradisi yang terjadi dari berbagai macam bentuk sesaji disertai doa menjadi peristiwa lazim dilakukan masyarakat Desa. Perlengkapan yang digunakan dalam setiap tradisi harus sejajar antara sarana yang digunakan dengan yang disimbolkan.

(58)

oleh konfigurasi budaya ekspresif yang secara dominan mengandung nilai solidaritas, filsafat, estetika, dan religius.

Kepercayaan terhadap roh ataupun keyakinan terhadap adanya kekuatan-kekuatan gaib yang melingkupi kehidupan masyarakat desa sampai sekarang masih terus berlangsung. Dalam mengatasi segala kemungkinan yang mengancam segala keselamatan diadakanya selamatan yang ternyata sampai sekarang tidak pernah ditinggalkan dalam tata cara kehidupan masyarakat desa. Tradisi Bersih Desa di Sekitar diyakini sebagai tradisi yang mempunyai makna religi bagi masyarakat setempat, dan tradisi tersebut diadakan setiap tahun sekali yang bersifat turun temurun.

Hal ini juga nampak dalam tradisi Bersih Desa (Ceprotan) yang dapat dimaknai sebagai wujud ungkapan rasa terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rejeki dan keselamatan kepada masyarakat Sekar selama setahun dan berharap pula berkah dan pertolongan untuk tahun depan. 1. Sejarah Tradisi Bersih Desa (Ceprotan)

Pada hakekatnya tradisi Bersih Desa (Ceprotan) merupakan perwujudan rasa terimakasih masyarakat Sekar kepada Sing Mbau Rekso sumber air di Desa Sekar yang telah memberikan keselamatan dan ketentraman hidup. Tradisi ini sampai sekarang belum diketahui secara pasti kapan dimulainya. Ada suatu cerita rakyat yang melatarbelakangi adanya tradisi Bersih Desa (Ceprotan) di desa Sekar adalah sebagai berikut.

(59)

bernama Dewi Dwarawati dari Kerajaan Campa, dan seseorang selir atau garwo paminggir yang kedua-duanya sama-sama mengandung. Pada suatu hari sang permaisuri sedang beristirahat di Taman Sari dan duduk dibawah pohon Nagasari dan ditemani oleh sang selir. Keduanya sangat akrab dan rukun, kebaikan dan ketulusan sang selir ini telah menyentuh hati sang permaisuri dan tanpa disadari sampai berjanji ntuk menjodohkan putra mereka.

Mendengar bicara sang permaisuri yang demikian itu, sang selir menyutujuinya dan bersamaan itu pula terdengar suara menggelegar di langit yang seolah-olah menjadi saksi penyaji tersebut.

Beberapa bulan kemudian sang permaisuri melahirkan seorang anak putri yang cantik dan garwa selir melahirkn seorang anak laki-laki yang tampan dan diberi nama Raden Gugur.

Keduanya dibesarkan bersama di Istana Kerajaan Majapahit. Setelah dewasa, tiba saatnya permaisuri untuk menikahkan kedua putranya seperti yang menjadi sumpahnya ketika mengandung. Permaisuri tidak berani melanggar sumpah yang telah diucapkan, takut dengan kutukan dewata. Apalagi kedua putranya saling mencintainya, namun Prabu Brawijaya tidak memperbolehkan kedua putranya untuk melangsungkan pernikahan, karena mereka masih saudara yang berasal dari satu darah keturunan.

(60)

Kemudian oleh Kyai Modjo keduanya dinikahkan dan semenjak itu Raden Gugur memakai nama Raden Prawiroyuda. Kyai Modjo tidak mengetahui dan tidak menduga bahwa kedua abdinya adalah putra mahkota Kerajaan Majapahit. Mereka dianggap seperti anaknya sendiri atau seperti abdi lainnya. Mereka bekerja menanam padi, palawija, menyiangi rumput, mencari kayu bakar dan lain sebagainya. Sebaliknya Raden Prawiroyuda dan istrinya tidak menunjukkan sikap bahwa mereka adalah putra Raja Majapahit.

Sepeninggal kedua putranya, Prabu Brawijaya pikirannya sangat gelisah, karena kehilangan dua putra mahkotanya. Sang Prabu kemudian memerintahkan para abdi kerajaan untuk mencari kedua putranya sampai ketemu. Beberapa waktu kemudian datanglah utusan menghadap Sang Prabu bahwa kedua putranya telah diketahui tempat tinggalnya. Kabar ini membuat hati gembira Sang Prabu. Setelah mendengar berita gembira ini, Sang Prabu bersama pengawalnya menuju Dusun Modjo untuk menjemput kedua putranya. Sesampainya di Dusun Modjo Sang Prabu bertemu dengan Kyai Modjo dan segera menyampaikan maksud dan tujuan kedatangannya.

Betapa terkejutnya hati Kyai Modjo bahwa kedua abdinya ternyata Putra Mahkota Majapahit tidak lain yaitu Putra Sang Prabu Brawijaya. Barulah Kyai Modjo sadar dan minta maaf kepada Sang Prabu. Sebaliknya Prabu Brawijaya menyampaikan ucapan terima kasih karena selama ini Kyai Modjo telah merawat dan mendidik kedua putranya.

(61)

kedatangan Kyai Modjo yang tiba-tiba memberikan sembah. Kyai Modjo mengatakan kedatangannya dan menyampaikan pesan dari Prabu Brawijaya yang ingin mengajaknya kembali ke Istana. Raden Prawiroyuda menyuruh Kyai Modjo untuk pulang lebih dulu, nanti setelah pekerjaannya selesai barulah Raden Prawiroyuda dan istrinya menyusul.

Sepeningggal Kyai Modjo, Raden Prawiroyuda dan intrinya tidak segera pulang, melainkan pergi meninggalkan Dusun Modjo. Mereka merasa takut bertemu dengan Sang Prabu sebagai ayah kandungnya dan tidak ingin kembali ke Istana Kerajaan, karena tidak ingin menanggung malu.

Setelah ditunggu-tunggu kedua putranya tidak kunjung datang, Prabu Brawijaya kembali memerintahkan Kyai Modjo dan kepada para abdinya untuk mencari sampai ketemu. Dalam pencariannya Kyai Modjo bertemu dengan Demang Prawiromantri bersama-sama menyusul Raden Prawiroyuda. Kemudian Raden Prawiroyuda berpesan akan menemui Sang Prabu di kelak dikemudian hari.

(62)

seperti yang telah dijanjikan Raden Prawiroyuda. Di tempat tersebut oleh Raden Prawiroyuda diberi nama Liroboyo yang artinya angelirake ubaya atau mengingkari janji. Sampai saat ini tempat ini dikenal dengan nama Liroboyo.

Sepeninggal Prabu Brawijaya, Kyai Modjo berhasil menemukan Raden Prawiroyuda yang telah menjadi Raja di daerah Ngretati. Kemudian setelah menjadi Raja, Raden Prawiroyuda lebih dikenal dengan Gusti Kalak.

Berkat perjuangan yang telah dilakukan oleh Kyai Modjo maka Prabu Brawijaya menghadiahkan harta benda dan seorang selir yang saat itu sedang mengandung. Raja berpesan jika kelak lahir bayi laki-laki agar diberi nama Raden Lembu Peteng dan apabila lahir perempuan terserah Kyai Modjo. Prabu Brawijaya juga menitipkan perlengkapan raja dan sepucuk surat untuk disampaikan kepada Raden Prawiroyuda.

Perlengkapan tersebut antara lain berupa sebuah kepek yang berisi jimat yang terdiri dari bondong, kelat bahu, luluk atau kuluk matha, serat karo pakdo, dan keris Kyai Jaruman. Jimat tersebut hanya dipakai pada saat berperang. Disamping itu juga mengirimkan harta benda, perhiasan, dan hewan piaraan seperti kerbau, sapi dan kuda.

Kemudian Kyai Modjo pergi ke Ngretati untuk menyerahkan pemberian Prabu Brawijaya kepada Gusti Kalak. Semua barang kiriman diterima oleh Gusti Kalak sesuai yang tercantum dalam isi surat, kecuali keris Kyai Djaruman yang tidak ada.

Gambar

Tabel 1. Perincian Kegiatan Pokok Penelitian
Gambar 1. Skema Analisis Interaktif
Gambar 1 Sambutan Kapala desa Sekar dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Gambar 3 Tempat Sesaji dan Juru Kunci Tradisi Bersih Desa (Ceprotan)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Selain darat dan laut dalam, zona geomorfologi terumbu gugusan Pulau Pari terdiri dari zona lereng terumbu ( reef slope ), zona punggung terumbu ( reef crest ), zona goba dalam

[r]

Jika areal hutan produksi yang dapat dikonversi dimasukkan, total luas kawasan hutan produksi (hP, hPT dan hPk) mencapai 81.857.775,44 ha atau 61,44% dari luas hutan

Karena itu hak-hak asasi manusia seperti hak-hak ekonomi, sosial, budaya, dan hak atas pembangunan dapat membantu memperjelas arah dan orientasi perumusan konsep pembangunan yang

Hal ini berarti mahasiswa PPG-BK SM3T UNM memiliki kecerdasan budaya yang tinggi dimana mencerminkan bahwa mahasiswa telah memiliki kemampuan untuk memahami, berpikir

bentuk bahaya yang tampak, tetapi juga mengandung ajar an-ajar an yang dapat memberi kekuatan batin sebagai bagian dari ketahanan diri (Djoemali, 1985.4-7).. Setiap daerah

Sebagai bahan masukan bahwa perbedaan area kerja suami di luar kota merupakan salah satu faktor yang berperan dalam terjadinya kecemasan pada istri. Sehingga

Hasil uji(F pada pengujian hipotesis menunjukkan bahwa keputusan investasi, kebijakan hutang, kebijakan dividen dan profitabilitas secara simultan (bersama(sama)