• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGANTAR KARYA TUGAS AKHIR PENYUNTRADARAAN FILM DOKUMENTER TENTANG KAULINAN BUNCIS DI KAMPUNG PASIR GARUT PENGANTAR KARYA TUGAS AKHIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGANTAR KARYA TUGAS AKHIR PENYUNTRADARAAN FILM DOKUMENTER TENTANG KAULINAN BUNCIS DI KAMPUNG PASIR GARUT PENGANTAR KARYA TUGAS AKHIR"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

PENGANTAR KARYA TUGAS AKHIR

PENYUNTRADARAAN FILM DOKUMENTER TENTANG KAULINAN BUNCIS DI KAMPUNG PASIR GARUT

PENGANTAR KARYA TUGAS AKHIR

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Program Studi Desain Komunikasi Visual

Oleh:

Anisa Dea Tri Utami 1601160480

Konsentrasi: Multimedia

Dosen Pembimbing:

Lingga Agung, S .I.Kom.M.Sn

PROGRAM STUDIDESAIN KOMUNIKASI VISUAL FAKULTAS INDUSTRI KREATIF

UNIVERSITAS TELKOM BANDUNG 2020

(2)

i LEMBAR PENGESAHAN

PENYUNTRADARAAN FILM DOKUMENTER TENTANG KAULINAN BUNCIS DI KAMPUNG PASIR GARUT

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Desain

Oleh :

Anisa Dea Tri Utami

Konsentrasi : Multimedia

Di Setujui Tgl...2020

Pembimbing I

Lingga Agung, S.I.Kom., M.Sn.,

(3)

ii ABSTRAK

Utami, 2019. PENYUTRADARAAN FILM DOKUMENTER TENTANG KAULINAN ANGKLUNG BUNCIS DI DAERAH KAMPUNG PASIR.

Program Studi Desain komunikasi visual. Fakultas Industri Kreatif.

Universitas Telkom.

Kaulinan Murangkalih yakni permainan yang diperankan oleh orang dewasa atau anak-anak yang mengandung unsur kearifan lokal. Kaulinan Murangkalih sangat banyak dan bermacam-macam khususnya di daerah Kampung Pasir. Namun kaulinan yang menonjol di masyarakat Kampung Pasir yaitu Angklung Buncis, yang artinya Budaya Urang Nurutken Cara-ciri Insan Sanusantara. Dianggap paling menonjol karena, Angklung Buncis tersebut merupakan kaulinan paling penting sebagai pembukaan acara adat di daerah Kampung Pasir untuk menyambut tamu agung.

Penyutradraan film dokumenter ini bertujuan untuk memberikan informasi terkait makna, fungsi, nilai dari Kaulinan Angklung Buncis di Kampung Pasir, Garut. Dalam tugas akhir ini penulis menggunakan pendekatan etnografi, sutradara memiliki peran yang sangat penting dalam pembuatan film dengan membuat konsep cerita serta informasi yang akan di sampaikan kepada masyarakat.

Kata Kunci: Kaulinan Murangkalih, Budaya, Film Dokumenter.

(4)

iii ABSTRACT

Utami, 2019. DIRECTION OF DOCUMENTARY FILM ABOUT ANGKLUNG BUNCIS KAULINAN AS CULTURAL IN KAMPUNG PASIR AREA. Visual Communication Design Study Program. Faculty of Creative Industries.

Kaulinan murangkalih is a game played by adults or children that contains elements of local wisdom. The kaulinan murangkalih very many and varied, especially in the kampung pasir area. However, the prominent kaulinan int the people of kampung pasir is Angklung Buncis, which means the Urang Nurutkeun Culture, the charachteristic of sanusantara people. It is considered the most prominent because, the Buncis Angklung is the most important ritual as the opening of a traditional event in the Kampung Pasir area to welcome the great guest. This documentary film directing aims to provide information related to the meaning, function, value of the kaulinan Angklung Buncis in Kampung Pasir, Garut. In this final project the writer uses an ethnographic approach, the director has a very important role in making film by making the concept of stories and information that will be conveved to the public.

Keyword: Kaulinan Murangkalih, Culture, Documentary Film.

(5)

iv KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini. yang berjudul “Penyutradaraan Film Dokumenter tentang Kaulinan Angklung Buncis”.

Tugas Akhir ini disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana pada jurusan Desain Komunikasi Visual konsentrasi Multimedia Film Fakultas Industri Kreatif Telkom University

Laporan penelitian ini tidak luput dari bantuan banyak pihak, baik yang terlihat langsung maupun secara tidak langsung. Oleh karena itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Allah SWT untuk semua pertolongan-Nya dan kemudahan-Nya.

2. Nova Novisa yang sudah memberikan doa, dukungan, serta kasih sayangnya.

3. Lingga Agung, S.I.kom., M.Sn. Selaku pembimbing Tugas Akhir yang sudah banyak membantu.

4. Wibisono Tegar Guna Putra, S.E.. Selaku pembimbing yang sudah memberikan masukan.

5. Anggar Erdhina Adi, S. Sn., M. Ds. Selaku Dosen Wali Saya.

6. Bapak Endan, Bu Elis, Pak Lili, dan Pak Entis yang sudah bersedia menjadi narasumber dalam laporan penelitian ini.

7. Teman-teman bimbingan yang sudah saling memberikan informasi dan semangat.

8. Risya, Raka, Umay, yang sudah sangat memberikan semangat moral saat gundah mengerjakan Tugas Akhir.

Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran dari berbagai pihak agar penelitian

(6)

v ini semakin baik.

Bandung,...2020

Anisa Dea Tri Utami

(7)

vi DAFTAR ISI

ABSTRAK ... III

ABSTRACT ... IV KATA PENGANTAR ... V

DAFTAR ISI ... VI

DAFTAR BAGAN DAN TABEL ... IX

DAFTAR GAMBAR ... X

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 5

1.3 Rumusan Masalah ... 5

1.4 Ruang Lingkup ... 5

1.4.1 Apa (what) ... 5

1.4.2 Siapa (who) ... 5

1.4.3 Bagaimana (how) ... 6

1.4.4 Dimana (where) ... 6

1.4.5 Kapan (when)... 6

1.5 Tujuan Perancangan ... 6

1.6 Manfaat Perancangan ... 7

1.6.1 Manfaat Teoritis ... 7

1.6.2 Manfaat Praktis ... 8

1.6.2.1 Bagi Perancang ... 8

1.6.2.2 Bagi Universitas ... 8

(8)

vii

1.6.2.3 Manfaat Praktis ... 9

1.7 Metode Perancangan ... 9

1.7.1 Pengumpulan Data... 9

1.7.2 Analisis Data ... 9

1.8 Kerangka Perancangan ... 10

1.9 Pembabakan ... 11

BAB II LANDASAN PEMIKIRAN ... 12

2.1 Kebudayaan ... 12

2.2 Kampung Adat di Jawa Barat ... 12

2.3 Permainan Anak (Kaulinan Murangkalih) ... 19

2.5 Film Dokumenter ... 20

2.6 Penyutradaraan Dalam Film ... 21

2.7 Tanggung Jawab Sutradara ... 21

BAB III DATA DAN ANALISIS ... 23

3.1 Data dan Analisis Objek ... 23

3.1.1 Data Wawancara ... 23

3.1.2 Data Sunda Wiwitan ... 26

3.1.3 Permainan Anak (Kaulinan Murangkalih) ... 27

3.1.4 Analisis Objek ... 27

3.2 Data dan Analisis Fim Sejenis ... 32

3.1.2 Kampung Pasir ... 32

3.1.3 Kaulinan Murangkalih ... 32

3.1.4 Angklung Buncis ... 33

3.3 Data & Khalayak Analisis Sasaran ... 33

(9)

viii

3.2.1 Demografis Kependudukan ... 33

3.3.1 Maya 2015 ... 34

3.3.2 Kebudayaan Baduy Luar...47

3.3.3 Perjalanan Ke Tanah Leluhur Batak... 54

3.4 Hasil Analisis ... 60

BAB IV KONSEP DAN HASIL PERANCANGAN ... 89

4.1 Konsep Perancangan... 89

4.1.2 Konsep Kreatif ... 89

4.1.3 Konsep Visual ... 90

(10)

ix DAFTAR BAGAN DAN TABEL

Bagan 1.1 Kerangka Perancangan ... 10

Tabel 3.1 Analisis Objek ... 46

Tabel 3.2 Data Analisis Objek ... 47

Tabel 3.2 Analisis Penokohan Alur dan Cerita ... 59

Tabel 3.2 Penokohan Alur dan Cerita ... 69

Tabel 3.3 Penokohan Alur dan Cerita ... 79

(11)

x DAFTAR GAMBAR

Sumber: dokumentasi pribadi, 2019 ... 33

Gambar 3.2 Alat dari Kaulinan Angklung Buncis ... 34

Gambar 3.3 Pemain Angklung Buncis yang memakai warna kostum berbeda ... 35

Gambar 3.4 Pemain Angklung Buncis ... 35

Gambar 3.5 Pemain Angklung Buncis Anak ... 36

Gambar 3.6 Lengser ... 37

Gambar 3.7 Padepokan ... 37

Gambar 3.8 Latihan Tari ... 38

Gambar 3.9 Kecapi ... 39

Gambar 3.10 membatik ... 39

Gambar 3.2 Penokohan dan Alur ... 59

Gambar 3.4 Penokohan dan Alur ... 60

Gambar 3.5 Penokohan dan Alur ... 61

Gambar 3.6 Penokohan dan Alur ... 61

Gambar 3.7 Penokohan dan Alur ... 62

(12)

xi

Gambar 3.8 Penokohan dan Alur ... 62

Gambar 3.9 Penokohan dan Alur ... 63

Gambar 3.10 Penokohan dan Alur ... 63

Gambar 3.11 Penokohan dan Alur ... 64

Gambar 3.16 Penokohan dan Alur ... 64

Gambar 3.17 Penokohan dan Alur ... 65

Gambar 3.18 Penokohan dan Alur ... 65

Gambar 3.19 Penokohan dan Alur ... 66

Gambar 3.20 Penokohan dan Alur ... 66

Gambar 3.21 Poster Kebudayaan Baduy Luar ... 68

Gambar 3.22 Penokohan dan Alur ... 69

Gambar 3.23 Penokohan dan Alur ... 69

Gambar 3.24 Penokohan dan Alur ... 70

Gambar 3.25 Penokohan dan Alur ... 70

Gambar 3.26 Penokohan dan Alur ... 70

Gambar 3.27 Penokohan dan Alur ... 71

Gambar 3.28 Penokohan dan Alur ... 71

(13)

xii

Gambar 3.29 Penokohan dan Alur ... 72

Gambar 3.30 Penokohan dan Alur ... 72

Gambar 3.31 Penokohan dan Alur ... 73

Gambar 3.32 Penokohan dan Alur ... 73

Gambar 3.33 Penokohan dan Alur ... 74

Gambar 3.34 Penokohan dan Alur ... 74

Gambar 3.36 Penokohan dan Alur ... 75

Gambar 3.37 Penokohan dan Alur ... 75

Gambar 3.38 Poster Perjalanan Ke Tanah Leluhur Batak ... 78

Gambar 3.38 Penokohan dan Alur ... 79

Gambar 3.39 Penokohan dan Alur ... 79

Gambar 3.40 Penokohan dan Alur ... 80

Gambar 3.41 Penokohan dan Alur ... 80

Gambar 3.42 Penokohan dan Alur ... 81

Gambar 3.43 Penokohan dan Alur ... 81

Gambar 3.44 Penokohan dan Alur ... 82

Gambar 3.45 Penokohan dan Alur ... 82

(14)

xiii

Gambar 3.46 Penokohan dan Alur ... 83

Gambar 3.47 Penokohan dan Alur ... 83

Gambar 3.49 Penokohan dan Alur ... 84

Gambar 3.50 Penokohan dan Alur ... 84

Gambar 3.51 Penokohan dan Alur ... 84

Gambar 3.63 Penokohan dan Alur ... 85

(15)

xiv

DAFTAR ISTILAH

1. Kaulinan Murangkalih : Permainan yang diperankan oleh orang dewasa atau anak-anak yang mengandung unsur kearifan lokal (Wawancara, 2019).

2. Madhab : Pandangan.

3. Pancer : Pancaran

4. Talingtit : Nama tangga nada di Sunda.

(16)

1 BAB 1

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Masyarakat Kampung Pasir disebut sebagai Kampung Adat, karena mereka masih menjaga adat kebudayaan leluhur dari zaman dahulu hingga zaman sekarang, namun sebagian masyarakat lain memandang bahwa Kampung Adat Pasir memiliki perilaku unik, seperti perilaku mereka yang mempunyai ruang lingkup sendiri, dan mereka tidak mengetahui apa saja kegiatan di masyarakat Kampung Pasir. Pada hari kamis, dan sabtu masyarakat Kampung Pasir melakukan kegiatan rutin berlatih Kaulinan Murangkalih.

Kaulinan Murangkalih yaitu permainan yang diperankan oleh orang dewasa atau anak-anak yang mengandung unsur kearifan lokal (Wawancara, 2019). Kebudayaan yang menonjol di masyarakat Kampung Pasir yaitu Angklung Buncis, yang artinya Budaya Urang Nurutken Cara-ciri Insan Sanusantara. Angklung Buncis dimainkan oleh 12 orang dalam satu kelompok, 4 memainkan Dog-dog dan 8 memainkan Angklung. Arti dari pemain Dog-dog beranggota 4 orang karena menandakan sebagai ciri bahwa Tuhan menciptakan dari 4 sudut Madhab (pandangan), 4 kalimat Pancer yang menerangi semua alam semesta, Dog-dog juga mempunyai urutan nada tersendiri seperti pemandu yang dinamakan Talingtit yang menandakan sebagai ajakan dan dimainkannya menggunakan alat pemukul, alat ke 2 yaitu Tong yang mengartikan tong salempang, tong hariwang, dan dimainkannya menggunakan pemukul, alat ke 3 dinamakan Brung mengartikan sebagai ajakan untuk bersama-sama, Sarigeg, Saigel, Sabobot Sapinahean. Alat ke 4 dinamakan Padublagblag diartikan sebagai melaksanakan semua ajakan, dan harus di tekuni.

Pemain Angklung beranggota 8 orang mengartikan kepada 8 tujuan yang menjadi pencapaian kehidupan sehari-hari, dan yang ke 9 nya sebagai tujuan ke Parawali. 7 nya dibagi dua yaitu: Pasamuan Luhur terdiri dari: Bulan, Bintang, Matahari, sedangkan Pasamuan Handap terdapat 4 bagian yakni: Adanya kehidupan yang tidak lepas dari air, angin, tanah, dan api. Urutan nada dalam Angklung bernama Daminatilada, dan 1 pemain sebagai komando penuntun irama. Gerakan dalam Angklung Buncis yang dilakukan mengikuti irama harus wirahma secara bersama-sama diartikan sebagai hal yang harus ditekuni, diingat, dilakonan, dan harus teratur dalam

(17)

2 satu tujuan. Namun dalam gerakan melingkar diartikan harus buleud pamadegan, buleud tujuan, pamikiran dan raket cakeut.

Tidak hanya jumlah pemain dan gerakan Angklung Buncis yang memiliki makna tersendiri, namun kostum yang dikenakan juga memiliki makna tertentu. Saat pementasan acara Angklung Buncis yaitu baju kebaya yang berwarna merah yang diartikan sebagai api, hitam sebagai tanah, putih sebagai air, dan kuning sebagai angin, warna baju tersebut mempunyai tujuan sebagai pengingat bahwa kita harus mempunyai rasa menghayati ketika bermain Agklung Buncis sebagai rasa bahwa kita bisa mensyukuri dan melewati rintangan yang ada dari 4 pancer tersebut. Akan tetapi warna baju yang mereka pakai itu sesuai dengan kesepakatan juga tujuan dalam acara tersebut, mereka juga memakai pola ikat barangbang semplak, yang berarti satu ikatan satu tujuan dalam kekompakan.

Pemain Dog-dog menggunakan selendang untuk mengikat Dog-dog, dan memakai samping di pinggang sebagai penutup aurat. Pin kujang yang mereka kenakan di bagian dada sebelah kiri mengartikan bahwa mereka harus konsisten. Alat yang dipakai Angklung itu berasal dari Awi yang berarti Asal Wiwitan agar mengingat asal mula jati diri manusia dari rupa, bahasa, adat, aksara, dan kebudayaan. Diambil dari awi karena agar berirama, dan ingat sedapu-dapuranana. Lengser dalam Kaulinan Angklung Buncis diartikan harus lungsur langsar dalam acara buncis ini dijauhkan dari segala huru-hara, arti lain sebagai pengarah jalan dan mengajak semua penonton (ngahiyap).

Kaulinan Buncis disebut juga sebagai pemanis acara karena kebudayaan tersebut mengiringi beberapa Kaulinan Murangkalih yakni: Oray-orayan, Manggul Pacul, Ibu Tani, Tonggeret, Tokecang, dan Cis kacang Buncis.

Angklung Buncis dan beberapa Kaulinan Murangkalih selalu ditampilkan pada tanggal 1 Sura 1953 Saka, 17 Agustus, Hajatan, dan Acara Tutup taun. Dahulu Angklung Buncis hanya dimainkan sebagai hiburan masyarakat Sunda setelah Panen Raya, mereka menghilangkan rasa lelahnya dengan memainkan 2 kayu yang di pukul diserta nyanyian sunda sebagai warisan leluhur, namun sekarang Angklung Buncis sangat penting bila acara peringatan 1 Sura.

Pertunjukan Angklung Buncis selalu ditampilkan pada awal pembukaan acara karena Angklung Buncis berfungsi sebagai pembuka acara atau menyambut tamu

(18)

3 agung, dan untuk menarik perhatian penonton. Selain itu Buncis juga memberi nilai dan manfaat tersendiri yang berkesan seperti, mendatangkan lebih banyak penonton, menaikan mood penonton dan tamu, pemanis sebagai media hiburan.

Sutradara menjadi peran penting dalam pembuatan film, yang bertugas untuk mengarahkan dan memegang tanggung jawab tertinggi terhadap proses, yang bersifat penafsiran dan teknik yang akan digunakan dalam pembuatan film. Peran sutradara menjadi penting dalam pembuatan film dokumenter tentang kaulinan Angklung Buncis.

Dengan film dokumenter ini, penulis mengharapkan bisa menyampaikan pesan dan informasi terhadap kaulinan Angklung Buncis yang tidak pernah hilang kebudayaannya.

Berdasarkan fenomena di atas penulis tertarik merancang film dokumenter untuk merancang sebuah film dengan mengangkat tentang makna, fungsi, juga nilai pada kaulinan Angklung Buncis di Kampung Pasir, Garut. Dengan gaya film dokumenter performatif.

(19)

4 Saat ini film sudah menjadi media populer di kalangan masyarakat, guna memberikan informasi, komunikasi, dan edukasi. Dalam pembuatan film dibutuhkan cerita yang menarik dan penyutradaraan dalam konsep yang jelas agar pesan mudah di tangkap oleh masyarakat. Dalam pembuatan film sutradara bertugas mengaplikasikan naskah menjadi sebuah visual. Dalam pra-produksi sutradara bertugas membuat timeline produksi, menulis naskah, membuat director treatment, casting, atau mencari pemain sesuai karakter yang dibutuhkan, menentukan lokasi yang sesuai, memilih kru dan pemain, memastikan dan melakukan briefing sebelum produksi. Saat produksi sutradara menjelaskan adegan berdasarkan treatment kepada asisten sutradara, dan kru utama tentang shot yang akan diambil, memberikan arahan pada pemain, melihat hasil shooting, menentukan tentang musik yang akan digunakan dengan penata musik, mendampingi editor saat editting sampai selesai.

Berdasarkan fenomena di atas penulis memilih untuk merancang film dalam genre Dokumenter yang tepat untuk mempromosikan kebudayaan Angklung Buncis yang ada di masyarakat Kampung Pasir, dan menyampaikan pesan tentang kebudayaan masyarakat Sunda Wiwitan. Steve Blandford mengatakan, yakni Dokumenter adalah pembuatan film yang subyeknya adalah masyarakat, peristiwa atau situasi yang benar- benar terjadi di dunia realita dan di dunia sinema. (Dictionary, 73).

Dengan kata lain, ide cerita untuk film dokumenter bisa di dapat dari yang dilihat dan didengar, bukan berdasarkan suatu khayalan imajinatif. (Aryawalia, 2017:33).

(20)

5 1.2 Identifikasi Masalah

1. Masyarakat tidak mengetahui bahwa kebudayaan Angklung Buncis memiliki nlai dan makna pada jumlah pemain, kostum, dan gerakan yang ditampilkan.

2. Masyarakat Kampung Pasir disebut sebagai masyarakat Kampung adat yang memiliki perilaku unik yang berbeda dengan Kampung pada umumnya.

3. Kebudayaan Angklung Buncis hanya dikenal dikalangan masyarakat Kampung Adat Pasir.

4. Belum ada penyutradaraan film dokumenter dalam menyampaikan kaulinan Angklung Buncis.

1.3 Rumusan Masalah

1. Bagaimana Kaulinan Angklung Buncis di masyarakat Kampung Pasir, Garut?

2. Bagaimana penyutradaraan film dokumenter pada Kaulinan Angklung Buncis di Kampung Pasir, Garut ?

1.4 Ruang Lingkup

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dipaparkan sedemikian rupa, maka ruang lingkup penelitian ditentukan sebagai berikut:

1.4.1 Apa (what)

Film Dokumenter sebagai media pengenalan tentang kehidupan masyarakat Kampung Adat di kampung Pasir.

1.4.2 Siapa (who)

Target audience yang ditujukan yaitu:

 Usia : 14-23 tahun

 Demografis : Garut.

(21)

6 1.4.3 Bagaimana (how)

Perancangan film Kampung Adat Pasir sebagai media yang menyampaikan informasi untuk memberi pesan kepada masyarakat yang belum mengetahui tentang kaulinan di kampung Pasir di desa Cintakarya.

1.5.2 Dimana (where)

Film ini akan di produksi di daerah Kampung Pasir, Desa Cintakarya, Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut. Karena lokasi kampung adat ini terletak di daerah tersebut.

1.5.3 Kapan (when)

Desember-Februari

Desember : Penulisan Naskah

Januari : Produksi

Februari : Editting

1.5 Tujuan dan Manfaat Perancangan 1.5.1 Tujuan Perancangan

1. Untuk mengetahui pola kehidupan masyarakat Kampung Adat Pasir yang terletak di daerah Garut.

2. Untuk memberitahukan dan mengenalkan kebudayaan Angklung Buncis di daerah Kampung Pasir kepada masyarakat umum khsusunya daerah Garut.

1.5.2 Manfaat Perancangan 1. Secara Umum

a. Masyarakat mengenal kebudayaan Angklung Buncis.

b. Menciptakan perancangan sebagai media informasi dan memberi pesan.

c. Menambah wawasan bagi masyarakat umum.

(22)

7 2. Secara Khusus

a. Sebagai syarat penyelesaian tugas akhir .

b. Sebagai pengalaman baru dalam pembuatan film Dokumenter.

1.6 Metode Perancangan

Metode yang digunakan adalah metode kualitatif, serta melakukan pendekatan etnografi yang bertujuan untuk memahami dan mengetahui sudut pandang masyarakat terhadap kaulinan Angklung Buncis. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang melakukan analisis dan interpretasi text dan hasil wawancara dari narasumber dengan tujuan untuk menemukan makna dari suatu fenomena yang ada (Sugiyono, 2017:3).

Etnografi adalah upaya memperhatikan makna tindakan dari kejadian yang menimpa orang yang ingin kita pahami. (Spradley, 1997:5).

1.6.1 Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data penulis hasil observasi, wawancara, dan studi visual.

a. Observasi

Penulis melakukan pengamatan secara langsung ke lapangan terhadap kegiatan yang dilakukan masyarakat Kampung Pasir, dan melakukan pendekatan dengan beberapa warga Kampung Adat untuk mengamati bagaimana kaulinan Angklung buncis tersebut.

Agar penelitian yang dilakukan oleh penulis bukan hanya sekedar tanggapan penulis, melainkan telah sesuai dengan kenyataan yang terjadi di lapangan.

b. Wawancara

Penulis melakukan proses wawancara terhadap narasumber yang berkaitan dengan topik yang diangkat. Narasumber yang penulis wawancarai yaitu, pupuhu dan penanggung jawab di daerah Kampung Adat Pasir. Di rumah Adat Kp Pasir tepatnya di rumah pak enden, lalu di bale atikan, dan di rumah pak entis penulis

(23)

8 melakukan wawancara.

c. Studi Visual

Pada penelitian ini penulis melakukan studi visual dari film- film sejenis berkaitan. Proses ini digunakan untuk mempelajari struktur dan konsep viusal dalam sebuah film, sehingga menambah referensi dan teknik estetika visual.

1.6.2 Analisis Data

Setelah melakukan pengumpulan data, maka penulis menganalisis data menggunakan pendekatan metode analisis. Analisis yang diangkat untuk meneliti objek yaitu pendekatan etnografi. Pendekatan etnografi ini yang sudah membantu lebih dalam kaulinan Angklung Buncis secara langsung pergi ke lapangan.

1.6.3 Perancangan

Setelah menyelesaikan pengumpulan data dan analisis masalah kemudian data tersebut diolah menjadi sistematika perancangan film Dokumenter di antaranya sebagai berikut:

1. Pra Produksi

a. Membuat timeline produksi.

b. Penulisan naskah dimulai dari sinopsis maslah yang diangkat.

c. Membuat director’s treatment untuk mempermudah penokohan.

d. Casting atau pencarian aktor/aktris sesuai dengan karakter yang dibutuhkan.

e. Mencari lokasi sesuai cerita.

f. Menentukan kru produksi.

g. Menyusun anggaran biaya.

h. Membuat jadwal produksi.

(24)

9 i. Reading dan briefing bersama kru dan aktor/aktris.

2. Produksi

a. Menjelaskan adegan berdasarkan treatment kepada asissten sutradara juga kru utama tentang urutan shot yang akan diambil.

b. Memberikan pengarahan kepada aktor/aktris.

c. Melihat hasil shooting.

3. Pasca Produksi

a. Mengevaluasi hasil shooting / materi editting.

b. Mendiskusikan hasil shooting dengan edittor.

c. Mendiskusikan tentang musik yang akan digunakan penata musik.

d. Mendampingi editor saat editting sampai selesai.

(25)

10 1.7 Kerangka Perancangan

Bagan 1.1 Kerangka Perancangan (Sumber: Dok. Penulis, 2019)

(26)

11 1.8 Pembabakan

Perancangan tugas akhir ini terbagi menjadi 5 bab, yaitu:

BAB I Pendahuluan yang berisi tentang latar belakang topik yang diangkat, permalasahan, ruang lingkup, tujuan peranangan, hingga pembabakan.

BAB II Dasar pemikiran yang menjelaskan tentang dasar dari teori-teori yang relevan sebagai panduan dalam perancangan.

BAB III Data dan analisis masalah yang berisi tentang data yang berkaitan dengan perancangan dan analisis data.

BAB IV Konsep dan hasil perancangan yang menjelaskan tentang penyutradaraan film dokumenter hingga akhir.

BAB V Penutup yang berisi kesimpulan dan saran.

(27)

12 BAB II

LANDASAN PEMIKIRAN

2.1 Kebudayaan

Kebudayaan adalah sikap, perilaku dan kehidupan yang mempunyai ciri khas yang dilakukan oleh manusia. Sedangkan menurut Herkovits, kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi lain. Yang kemudian disebut sebagai superorganic, yang mengandung keseluruhan nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur sosial, religius, dan lain-lain, segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyrakat (Nasution, 2015:15).

Jadi kesimpulannya Kebudayaan adalah perilaku kehidupan manusia yang dilakukan dari generasi ke generasi dan mengandung keseluruhan nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur sosial baik secara religius atau pernyataan intelek lainnya.

2.2 Kampung Adat di Jawa Barat

Kampung adat yaitu suatu wilayah dimana ia masih menerapkan tradisi leluhurnya, dan di dalamnya mempunyai beragam kebudayaan atau kebiasaan lama.

Kata adat berasal dari bahasa arab, dalam bahasa sunda: biasa, umum, lumrah, artinya: segala hal yang senantiasa tetap atau sering diterapkan kepada manusia atau binatang yang mempunyai nyawa. Pemakaian kata adat sedapat mungkin dipergunakan untuk menghaluskan perbuatan, perlakuan yang, membuat kebaikan dengan orang lain, yang sama adatnya dan tata cara pada umumnya yang terdapat dalam satu desa atau satu negara, seagama atau sama kebudayaannya (Ekadjati, 2014).

Dari kesimpulan di atas Kampung Adat adalah suatu wilayah yang mempunyai kegiatan, perilaku, atau kebiasaan yang sering diterapkan kepada manusia sehingga menjadi sebuah ciri khas bagi wilayah, desa atau satu negara, seagama.

Di indonesia mempunyai berbagai macam Kebudayaan dan Kampung Adat khususnya di daerah Jawa Barat, begitu pula Indonesia memiliki beragam etnik dan budaya yang sampai saat ini masih menjadi daya tarik berbagai pihak untuk

(28)

13 dijadikan sebagai bahan penelitian menjadi pusat daya tarik pariwisata.

Berbagai suku dan budaya di Indonesia sebagian besar masih mewarisi nenek moyang ataupun leluhurnya. Salah satu suku dan budaya di Indonesia adalah suku Sunda. Suku dan budaya sunda memiliki corak khas yang berbeda dari kebudayaan lainnya. Kebudayaan sunda memupnyai kepribadian identitas khususnya, dan tentunya berbeda dengan kebudayaan-kebudayaan suku lainnya (Koentjaraningrat, 2009:214-215).

Daerah Jawa Barat memiliki beberapa macam masyarakat yang mempunyai ciri- ciri sebagai masyarakat tradisional salah satunya adalah:

2.2.1 Kampung Naga

Kampung naga berlokasi di desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya. Kampung ini telah lama dikenenal sebagai salah satu Kampung Adat di Jawa Barat. Lokasi Kampung Naga sendiri tidak jauh dari jalan raya yang menghubungkan kota Garut dengan kota Tasikmalaya. Kampung ini berada di lembah yang subur, dengan batas alam di sebelah barat berupa hutan yang dianggap keramat karena terdapat makam leluhur masyarakat Kampung Naga. Disebelah selatan dibatasi oleh sawah-sawah penduduk, dan disebelah utara dan timur dibatasi oleh Sungai Ciwulan yang sumber airnya berasal dari Gunung Cikuray di daerah Garut.

Menurut salah satu versi sejarahnya, Kampung Naga bermula pada masa kewalian Syeh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, kemudian seorang abdinya yang bernama Singaparna ditugasi untuk menyebarkan agama islam ke arah barat dan sampai di Neglasari di tempat tersebut, singaparna disebut Sembah Dalem Singaparna oleh masyarakat setempat. Suatu hari ia mendapat ilafat atau petunjuk untuk bersemedi. Dalam persemediannya Singaparna mendapat petunjuk, bahwa ia harus mendiami satu tempat yang sekarang disebut Kampung Naga.

Kampung Cikondang secara administratif terletak di dalam wilayah Desa Lamajang, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Kampung Cikondang ini berbatasan dengan Desa Cikalong

(29)

14 dan Desa Cipinang (Kecamatan Cimaung) di sebelah utara, dengan Desa Pulosari di sebelah selatan, dengan desa Tribakti Mulya di sebelah Timur, serta di sebelah barat berbatasan dengan Sukamaju.

Menurut kuncen Kampung Cikondang konon mulanya di daerah ini ada seke (mata air) yang ditumbuhi pohon besar yang dinamakan Kondang. Oleh karena itu selanjutnya tempat ini dinamakan Cikondang atau Kampung Cikondang. Nama itu perpaduan antara sumber air dan pohon Kondang, “ci” berasal dari kependekan “cai” artinya air (sumber air), sedangkan “kondanng” adalah nama pohon tadi.

2.2.2 Kampung Mahmud

Kampung Mahmud berada di Desa Mekar rahayu, Kecamatan Margaasih, Kabuptaen Bandung. Kampung adat ini adalah kampung bersejarah yang dihuni 200 kepala keluarga di area seluas 4 hektar, dengan mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani, sang pendiri, Embah Eyang Abdul manaf, keturunan Syarif Hidayatullah seorang wali yang berasal dari Cirebon, mendirikan Kampung ini dipinggiran Sungai Citarum setelah kembali dari haji, di mana beliau mendapat firasat bahwa negerinya akan dijajah oleh bangsa asing (Belanda).

Nama mahmud diberikan sesuai dengan nama tempat Eyang Manaf berdoa ketika berada di Mekah, yakni Gubah Mahmud. Pada zaman penjajahan, tempat ini dimanfaatkan untuk persembunyian yang aman oleh penduduk sekitar. Sampai saat ini, masyarakat Kampung Mahmud sangat mencintai dan menghormati leluhurnya, dengan memelihara makamnya dengan baik, bahkan menempatkannya sebagai makam keramat yang senantiasa dizarahi oleh mereka.

2.2.3 Kampung Pulo

Salah satu perkampungan yang terdapat di dalam pulau di tengah kawasan situ Cangkuang, di Kecamatan leles, Kabupaten Garut.

Menurut cerita rakyat, masyarakat Kampung Pulo dulunya menganut agama Hindu, lalu Embah Dalem Arif Muhammad singgah di daerah ini karena terpaksa mundur pada saat mengalami kekalahan sewaktu

(30)

15 menyerang Belanda. Karena malu kepada Sultan Agung maka Embah Dalem Arif Muhammad tidak mau kembali ke Mataram. Pada saat itu beliau mulai menyebarkan agama islam pada masyarakat Kampung Pulo.

2.2.4 Kampung Urug

Kampung Urug berada di Wilayah Bogor, sekitar 48KM dari pusat kota. Kampung Adat ini adalah sebuah Kampung Adat yang masyarakatnya percaya sebagai keturunan Prabu Siliwangi, raja di Kerajaan Padjajaran, Jawa Barat. Salah satu bukti yang dianggap mendukung adalah konstruksi bangunan rumah tradisional di Kampung Urug.

yang memiliki ciri sambungan kayu yang sama dengan sambungan kayu yang terdapat pada salah satu bangunan di Cirebon yang juga merupakan sisa-sisa peninggalan Kerajaan Padjajaran. Kata Uurug dijadikan nama Kampung karena dianggap berasal dari kata

“Guru”, dengan mengubah cara membaca yang dilakukan dari kiri namun sekarang dibaca dari sebelah kanan. Kata “Guru” berdasarkan etimologi rakyat atau kirata basa adalah akronim dari diguru ditiru. Jadi seorang guru haruslah “digugu dan ditiru”, artinya dipatuhi dan diteladani segala pengajaran dan petuahnya.

2.2.5 Kampung Dukuh

Kampung Dukuh berlokasi di Desa Cijambe, Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut. Dalam tradisi yang dipercayai masyarakat setempat bahwa yang berjasa sebagai pendiri Kampung Dukuh adalah Syekh Abdul Jalil menurut cerita nama dukuh diambil dari bahasa sunda yang berarti tukuh (kukuh, patuh, teguh), dalam mempertahankan apa yang menjadi miliknya, atau taat dan sangat patuh menjalankan tradisi warisan nenek moyangnya.

Jadi pendukuhan sama dengan pacalikan atau tempat bermukim.

Kampung Dukuh merupakan kesatuan pemukiman yang mengelompok, terdiri atas beberapa puluh rumah yang berjajar pada kemiringan tanah

(31)

16 bertingkat.

2.2.6 Kampung Kuta Ciamis

Kampung Kuta konon sempat dicalonkan sebagai Ibukota Kerajaan Galuh ini dikelilingi oleh perbukitan (kuta=tembok), dari mana namanya berasal. Yang unik disini adalah pelapisan sosial yang didasarkan pada status dan peran golongan,yang memimpin secara formal menduduki jawaban tertentu dalam lembaga pemerintahan dsa seperti kepala desa, kepala dusun, ketua RT, ketua RW, sedangkan pimpinan non-formal adalah pimpinan berdasarkan penghormatan dan penghargaan masyarakat terhadap seseorang karena alasan usia, pengalaman, pengetahuan, dan peran di lingkungannya (dikenal dengan sebutan sesepuh atau kuncen).

2.2.7 Kampung Adat Paseban Tri Panca Tunggal

Kampung adat paseban tri panca tunggal yang berlokasi di Kabupaten Kuningan yang tepatnya berada di Kampung Wage Desa Cigugur Kuningan. Wilayah tersebut terletak di kaki Gunung di ciremai, sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Cirebon, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah, sebelah selatan dengan Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Ciamis, serta sebelah barat dengan Kabupaten Majalengka. Daerah Kabuptaen Kuningan terdiri atas perbukitan, lereng, lembah, dataran yang indah, berudara sejuk. Kaya dengan objek dan daya tarik wisata yang alami dan menyegarkan serta didukung oleh atraksi kesenian daerah yang beraneka ragam.

Adapun wilayah yang merupakan pecahan dari Kampung Adat Paseban di Kuningan yaitu:

a. Kampung Adat Cirendeu (Cimahi)

Kampung Adat Cirendeu merupakan sebuah Kampung yang terletak di Kelurahan Lewigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi. Secara umum masyarakat Kampung Cirendeu memiliki kehidupan yang sama dengan masyarakat pedesaan pada umumnya,

(32)

17 namun yang menjadikannya berbeda ialah sebagian warga Kampung Adat Cirendeu ialah masyarakat adat, yang menganut kepercayaan Sunda Wiwitan (Ramdhan, 2017).

b. Kampung Pasir (Garut)

Salah satu masyarakat Sunda Wiwitan yang berada di Garut yaitu daerah Kampung Pasir, Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut.

Masyarakat Kampung Pasir disebut sebagai Kampung Adat, karena mereka masih menjaga adat kebudayaan leluhur dari zaman dahulu hingga zaman sekarang, namun sebagian masyarakat lain memandang bahwa Kampung Adat Pasir memiliki perilaku unik, seperti perilaku mereka yang mempunyai ruang lingkup sendiri, dan mereka tidak mengetahui apa saja kegiatan di masyarakat Kampung Pasir (Wawancara, 2019).

Dalam penelitian ini penulis memilihh Kampung Pasir karena kampung tersebut tidak banyak diketahui oleh masyarakat luar, adapun masyarakat luar yang mengetahuinya hanya di kalangan kasundaaan, kebanyakan masyarakat luar beranggapan bahwa masyarakat Kampung Pasir berprilaku aneh karena berbeda dari segi keyakinan, dan tata cara kehidupannya. Masyarakat luar juga tidak banyak mengetahui adanya kegiatan yang dilakukan oleh masyrakat Kampung Pasir.

Maka penulis memilih Kampung Pasir untuk mengenalkan kepada masyarakat luar bahwa masyarakat Kampung Pasir ini mempunyai beragam kebudayaan dan memberitahukan bahwa kehidupan mereka pun sama seperti halnya masyarakat lain.

2.3 Kebudayaan di Kampung Adat

Menurut Koentjaraningrat, budaya di dalam masyarakat dapat dibagi menjadi tiga aspek yaitu mentifak, sosiofak dan artefak. Mentifak berkaitan dengan pemikiran dan falsafah dasar kebudayaan, sosiofak berkaitan dengan perilaku sosial dan penerapan nyata mentifak dalam kehidupan, dan artefak merupakan hasil nyata dari sebuah kebudayaan yang dapat berupa barang, tarian,

(33)

18 teks atau lagu. (percikanrenungan.blogspot.com, 2011).

2.3.1 Mentifak a. Sunda Wiwitan

Sunda wiwitan adalah suatu kumpulan masyarakat yang terbentuk menjadi sebuah komunitas dan berpegang teguh kepada kebudayaan leluhur juga bersatu kepada alam. Abah Wiratma mendefinisikan pengertian Sunda Wiwitan adalah sunda itu bersih dan suci,Wiwitan itu adalah ngawitan atau kembali kepada semula. (Abah Wiratma, Sunda Wiwitan. 2019, Agustus 07).

Sunda Wiwitan disebut juga sebagai Kampung Adat, karena mereka masih melestarikan tradisi budaya dari leluhurnya. Ada beberapa kebudayaan yang terdapat di masyarakat kampung adat yaitu: Seni tari, Batik, Ukir, Degung dan Buncis.

Pada fenomena ini, penulis berfokus pada kebudayaan Buncis. Karena kebudayaan Buncis itu menceritakan tentang Kebudayaan salah satu ciri khas sunda, yang memiliki fungsi sebagai penyambutan di sebuah acara, menarik perhatian penonton lebih banyak, juga bermanfaat sebagai nilai tambah membangun mood penonton.

b. Ritual

Menurut Koentjaraningrat 1985 ritual merupakan tatacara dalam upacara atau suatu perbuatan keramat yang dilakukan sekelompok umat beragama yang ditandai dengan adanya unsur dan komponen, yaitu adanya waktu, tempat-tempat dimana upacara dilakukan, alat-alat dalam upacara, serta orang-orang yag menjalankan upacara (Syafii, 2015). Di beberapa Kampung Adat Jawa Barat terdapat ritual yang sering dilakukan, sebagai berikut:

- Seren taun

Seren taun adalah acara tahunan budaya sunda yang selalu

(34)

19 diadakan di beberapa desa Jawa Barat, upacara seren taun diadakan sebagai rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rejeki panen yang diterima pada tahun lalu, diantaranya:

Ritual ngaseup, ritual sapangjadian pare, ritual salametan pare nyiram, ritual pare sawenan, ritual mipit, ritual nganyaran/ngabukti, ritual ponggokan, dan ritual ngadiukeun pare (budaya, 2018)

- Upacara Saweran

Upacara saweran dilakukan selesai akad nikah, pasangan pengantin dibawa ketempat panyaweran, tepat di muka pintu mereka dipayungi dan tukang sawer berdiri di hadapan kedua pengantin. Panyawer mengucapkan ijab kabul, dilanjutkan dengan melantunkan syair sawer. Ketika melantunkan syair sawer, penyawer menyelinginya dengan menaburkan beras, irisan kunir, dan uang logam ke arah pengantin.

Anak-anak bergerombol dibelakang pengantin saling berebut memungut uang sawer. Isis nyair sawer berupa nasihat kepada pasangan baru. Usai upacara sawer dilanjutkan dengan upacara nincak endog lalu disimpan di atas golodog dan mempelai laki-laki menginjaknya. Kemudian mempelai perempuan mencuci kaki mempelai laki-laki dengan air kendi.

Setelah itu mempelai perempuan masuk ke dalam rumah, sedangkan mempelai laki-laki berdiri di muka pintu untuk melaksanakan upacara buka pintu (Net).

c. Aturan

Dalam masyrakat Kampung Adat memiliki prinsip dalam kehidupan mereka yang menjungjung tinggi tiga aturan dimana yang satu sama lainnya tidak dapat dipisahkan, (Kompasiana, 2013) diantaranya:

4. Sarang (aturan agama)

(35)

20 5. Nagara (aturan nagara)

6. Mokaha (aturan adat) d. Kematian

Titik akhir perjalanan hidup manusia secara individual ialah kematian,

walaupun secara sosial mungkin ia telah digantikan oleh generasi berikutnya (Ekadjati, 2014). Adapun cara-cara proses kematian yaitu:

a) Dikubur b) Dikremas c) Dipetian 2.3.2 Sosiofak a. Pernikahan

Pernikahan dalam suatu tahapan baru dalam perjalanan hidup manusia, di mana sejak itu mereka dianggap memasuki masa dewasa.

Pertama-tama adapun tata cara mereka menghadap suatu tahapan dewasa menurut kebudayaan tersendiri yaitu:

a) Jaro Tangtu yaitu untuk menyampaikan maksud mereka dan mohon bantuan dalam pelaksanaanya. Kemudian laki-laki menyiapkan sirih pinang terbuat dari bumbu, tetapi sirih pinang yang akan dipersembahkan kepada puun ditempatkan pada bokor yag terbuat dari logam.

b) Lalamar yaitu upacara yag diselenggarakan di bale kapuunan pada mlam hari yang dimulai sekitar pukul 18.30. pesertanya terdiri atas calon besan, jaro tangtu, dan puun beserta stafnya (seurat baresan).

c) Tempat sirih yaitu dimana waktu 2 orang yang mau menikah ditutupi kain putih di keluarkann dari rumahh jaro tangtu dan dibawa ke Bale kapuunan beserta beda pusaka upacara kebesaran seperti payung, tombak. Dalam acara ini jaro tangtu bertindak sebagai wakil para calon besan untuk mengutarakan maksud menjodohkan anak-anak mereka dan

(36)

21 mohon persetujuan serta doa restu puun.

d) Penyampaian maksud tersebut mengiringi pertukaran bokor yang telah mengemukakan persetujuan dan doa restunya, lalu diakhiri dengan makan sirih bersama.

e) Lamaran yaitu waktu antara upacara lamaran dengan pernikahan relatif, bisa cepat dan lambat. Hal itu tergantung kepada kesiapan kedua pihak orang tua calon pengantin.

Biasanya jarak waktu satu tahun telah dianggap lama (Ekadjati, 2014).

b. Tatakrama

Peribahasa ini datang dari bahasa Jawa yang memberi cacandaan semacam itu orang-orang tua, bisa juga diartikan oleh pujangga muda, sebagai contoh “tata, tanaman (semut hitam), banyak temannya, walaupun seddang berjalan terburu-buru, kalau bertemu dengan temannya, selalu berhenti dulu saling bertanya (Ekadjati, 2014).

2.4 Permainan Anak (Kaulinan Murangkalih)

Permainan anak (Kaulinan Murangkalih) adalah suatu permainan yang di perankan oleh anak kecil dengan jumlah tertentu, dan ketentuan yang telah di tetapkan. Sedangkan Permainan menurut KBBI yaitu sesuatu yang digunakan untuk bermain, barang atau sesuatu yang dipermainkan, mainan. Hal bermain, perbuatan bermain (bulu tangkis, dan sebagainya). Perbuatan yang dilakukan dengan tidak sungguh-sungguh (hanya untuk main-main). Pertunjukan, tontonan, dan sebagainya. Perhiasan yang digantungkan pada kalung dan sebagainya, seperti medalion.

Ada beberapa kaulinan murangkalih di Kampung Adat, yakni:

a. Oray-orayan

Ular Naga atau oray-orayan adalah salah satu permainan berkelompok yang biasa dimainkan di luar rumah, di waktu sore. Tempat bermainnya di tanah lapang atau halaman rumah yang agak luas. Pemainnya bbiasanya

(37)

22 sekita 5-10 orang, bisa juga lebih. Jika dimainkan di Sunda ada lagu (kawih) yang mengiringi permainan tersebut (Sujatmika, 2015).

b. Gasing

Gasing merupakan permainan yang terbuat dari kayu dengan bentuk kerucut dan diikat oleh tali lalu dilepaskan dengan cara memutarkan permainan tersebut. Biasanya Gasing dimainkan oleh 2 orang atau lebih.

c. Egrang

Egrang atau jangkauan adalah tongkat bambu yang digunakan agar bisa berdiri dalam jarak tertentu di atas tanah. egrang berjalan adalah egrang yang diperlengkapi dengan tangga sebagai tempat berdiri atau tali pengikat untuk diikatkan ke kaki, kemudian berjalanlah di atas ketinggian normal (Sujatmika, 2015).

d. Boy-boyan

Boy-boyan adalah suatu permainan menyusun lempengan batu, biasanya diambil dari pecahan genting atau porselen yang berukuran relatif kecil.

Bolanya bervariasi, biasanya terbuat dari buntalan kertas yang dilapisi plastik, empuk, dan tidak keras, sehingga tidak melukai (Sujatmika, 2015).

e. Bebentengan

Bebentengan adalah permainan yang dimainkan oleh dua grup, masing- masing terdiri dari 4 sampai 8 orang. Masing-masing grup memilih suatu tempat sebagai markas, biasanya sebuah tiang, batu, atau pilar sebagai

„benteng‟ (Sujatmika, 2015).

f. Kaleci

Main poces (kelereng) adalah permainan tradisional favorit anak-anak, biasanya dilakukan oleh 3 orang atau lebih. Semakin banyak menang, semakin banyak pula kesempatan meraih sebanyak mungkin kelereng dari temanmu (Sujatmika, 2015).

g. Congklak

(38)

23 Congklak adalah permainan yang biasa dimainkan oleh 2 orang dan identik dimainkan perempuan, walaupun laki-laki boleh memainkannya.

Permainan ini biasanya menggunakan sejenis cangkang kerang sebagai biji congklak atau biji-bijian dari tumbuh-tumbuhan (Sujatmika, 2015).

h. Susumputan

Susumputan adalah permainan yang dilakukan secara berkelompok, dimulai dengan “hompimpa” untuk menentukan siapa yang menjadi

“kucing” (berperan sebagai pencari teman-temannya yang bersembunyi).

Si kucing ini nantinya akan memejamkan mata atau berbalik sambil berhitung sampai 10. Biasanya dia menghadap tembok, pohon, atau apa saja supaya dia tidak melihat teman-temannya bergerak untuk bersembunyi (Sujatmika, 2015).

2.5 Film

Film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara yang dapat dipertunjukan, pengertian tersebut menurut Undang-Undang Republik Indonesia No 33 tahun 2019 pasal 1 ayat 1 (Rina Damayanti, 2017). Pada zaman digital ini dengan adanya film sebagai alat bantu penyebaran informasi, seseorang dapat lebih mudah untuk menyuarakan pendapatnya dan menyalurkan ide yang dimiliki kesebuah film dengan jenis dan genre bebas. Berikut adalah jenis film:

Film Dokumenter, Film Cerita Pendek, Film Cerita Panjang, Film Dfiksi, Film Web Seried dan TvCommercial.

2.5.1 Film Dokumenter

Film dokumenter merupakan karya film berdasarkan realita atau fakta perihal pengalaman hidup seseorang atau mengenai peristiwa. Ide cerita untuk film dokumenter bisa didapat dari yang dilihat dan didengar, bukan berdasarkan suatu khayalan imajinatif (Gerzon R. Ayawalia, 2008:33).

Film dokumenter memiliki bentuk dan gaya bertutur yang bervariasi. Setiap bentuk dan gaya memiliki kriteria dan pendekatan spesifik . Munculnya teori dan pendekatan baru yang kemudian menjadi bentuk representasi, film

(39)

24 dokumenter terus berkembang dengan bentuk, tipe, gaya bercerita yang spesifik (Ayawalia, 2008:38).

Ada banyak tipe, kategori, dan bentuk penuturan dalam dokumenter. Dalam beberapa hal terlihat adanya kemiripan yang membedakan adalah spesifikasinya.

Beberapa contoh yang berdasar gaya dan bentuk bertutur itu, antara lain:

1. Laporan Perjalanan

Penuturan model laporan perjalanan menjadi ide awal seseorang untuk membuat film nonfiksi. Awalnya, hanya mendokumentasikan pengalaman yang didapat selama melakukan perjalanan jauh (Ayawaila, 2008: 39).

Bentuk dokumenter ini juga dikenal dengan nama travel film, travel documentary, adventures film, dan road movies. Penuturan dokumenter tipe ini mengetengahkan adegan-adegan yang serba menantang atau menegangkan (Ayawaila, 2008:40).

2. Sejarah

Dokumenter sejarah berdurasi panjang. Dengan adanya siaran televisi, dokumenter sejarah dapat dipresentasikan secara utuh, mengingat lewat tayangan televisi dokumenter tersebut dapat ditayangkan secara terperinci tanpa terikat waktu sebagaimana film yang memerlukan durasi maksimal 4 jam dalam satu siaran (Ayawaila, 2008:40).

Ada 3 hal yang perlu diperhatikan dalam menilik dokumenter sejarah, yaitu: periode (Waktu peristiwa sejarah), tempat (Lokasi peristiwa sejarah), dan pelaku sejarah (Ayawaila, 2008:40).

3. Potret/biografi

Isi film bentuk ini merupakan representasi kisah pengalaman hidup seseorang tokoh terkenal ataupun anggota masyarakat biasa yang riwayat hidupnya dianggap hebat, menarik, unik, atau menyedihkan. Bentuk potret umumnya berkaitan dengan human interest, sementara isi tuturan bisa merupakan kritik, penghormatan, atau simpati (Ayawaila, 2008:42).

Dokumenter tipe potret atau biografi yang terlalu banyak

(40)

25 menampilkan proses sejarah dari lingkungan, situasi, kondisi, tempat, dan waktu, akhirnya malah bisa mendekati tipe dokumenter sejarah begitupun sebaliknya (Ayawaila, 2008:43).

4. Perbandingan

Dokumenter ini dapat dikemas kedalam bentuk dan tema yang bervariasi, selain dapat pula digabungkan dengan bentuk penuturan lainnya, untuk mengetengahkan sebuah perbandingan. Dalam bentuk perbandingan umumnya diketengahkan perbedaan suatu situasi atau kondisi, dari satu objek atau subjek dengan yang lainnya misalnya, perbandingan masa lampau dan masa kini perihal budaya suatu masyarkat, dalam tradisi, kesenian, serta politik (Ayawaila,2008:43- 44).

5. Kontradiksi

Dari sisi bentuk ataupun isi, tipe kontradiksi memiliki kemiripan dengan tipe perbandingan. Hanya saja tipe kontradiksi cenderung lebih kritis dan radikal dalam mnegupas isu permasalahan. Oleh karena itu, tipe ini lebih banyak menggunakan wawancara untuk mendapatkan informasi lengkap mengenai opini publik.

Tipe kontradiksi lebih menekan kan pada visi dan solusi mengenai proses menuju suatu inovasi. Bahkan untuk memiliki daya tarik adegan wawancara disertai komentar kritis sangat di perlukan untuk membentuk opini baru. Misalnya, kontradiksi mengenai masyarakat kaya dan miskin (Ayawaila, 2008:44).

6. Ilmu pengetahuan

Dokumenter ini berisi penyampaian informasi mengenai suatu teori, sistem berdasarkan disiplin ilmu tertentu. Dokumenter tipe ilmu pengetahuan terbagi dalam dua bentuk kemasan dengan tujuan publik berbeda, yaitu: ditujukan untuk publik khusus biasa disebut film edukasi, sedangkan jika ditujukan untuk publik umum dan luas disebut film intruksional (Ayawaila, 2008:44).

7. Nostalgia

(41)

26 Dalam dokumenter nostalgia menceritakan kisah kilas balik dan napak tilas para veteran perang, bentuk nostalgia terkadang dikemas dengan menggunakan penuturan perbandingan, yang mengetengahkan perbandingan mengenai kondisi dan situasi masa lampau dengan masa kini (Ayawaila, 2008:45-46).

8. Rekontruksi

Dokumenter ini dapat ditemui pada dokumenter investigasi dan sejarah, termasuk pula pada film etnografi dan antropologi visual.

Konsep penuturan rekontruksi terkadang tidak mementingkan unsur dramatik, tetapi lebih terkonsentrasi pada pemaparan isi sesuai kronologi peristiwa. Pada akhirnya, memang tergantung pada tema, pendekatan dan gaya karena ada pula yang memperhatikan unsur dramatik dalam struktur penuturan (Ayawaila, 2008:46).

9. Investigasi

Tema-tema yang menarik bagi tipe investigasi biasanya berkisar peristiwa kriminalitas dan skandal politik yang mengedepankan adegan penuh ketegangan dan suspens (Ayawaila, 2008:46).

Dokumenter investigasi ini mencoba mengungkap misteri sebuah peristiwa yang belum atau tidak pernah terungkap jelas. Tipe ini disebut pula Investigative journalism, karena metode kerjanya dianggap berkaitan erat dengan jurnalistik (Ayawaila, 2008,47).

10. Assosiation picture story

Sejumlah pengamat film menganggap bentuk ini merupakan film seni atau eksperimen. Gabungan gambar, musik, dan suara atmosfer (noise) secara artistik menjadi unsur utama. Biasanya, dokumenter tipe ini tidak pernah menggunakan narasi, komentar, maupun dialog (Ayawaila, 2008:48).

11. Buku Harian

Dokumenter ini disebut juga diary film. Dari namanya, buku harian, jelas bahwa bentuk penutururannya sama seperti catatan pengalaman hidup sehari-hari dalam buku harian pribadi. Hal i ni sebenarnya sama seperti seseorang membuat dokumentasi video secara

(42)

27 sederhana tentang kegiatan keluarga atau acara internal lainnya (Ayawaila, 2008:49).

12. Dokudrama

Dokudrama merupakan bentuk dan gaya bertutur yang memiliki motivasi komersial. Karena itu subjek yang berperan di sini adalah artis film terkenal. Bentuk penuturan macam ini bertujuan komersial dengan menampilkan profile suatu produk atau profile sebuah perusahaan atau lembaga untuk kepentingan promosi, propaganda atau kampanye. Karenanya, tak mengherankan bila isi cerita tak sepenuhnya otentik berdasarkan realita. Pada umumnya pembuatan dokumenter tipe ini lebih sering ditangani rumah produksi khusus untuk jasa periklanan atau pencitraan (Ayawaila, 2008:50).

2.5.2 Tipe Gaya

Adapun tipe gaya dalam film dokumenter, yaitu:

1. Eksposisi

Tipe film dokumenter ini biasanya menggunakan narator sebagai peraturan tunggal.

2. Observasi

Tipe film dokumenter observasi hampir tidak menggunakan narator sebagai penutur, melainkan fokus pada dialog antar subyek.

3. Interaktif

Film dokumenter ini yang lebih berperan aktif adalah sutradara sehingga komunikasi sutradara dengan subjeknya ditampilkan dalam gambar.

4. Refleksi

Penuturan proses pembuatan syuting film daripada menampilkan keberadaan subjek atau karakter dalam film dokumenter tersebut.

5. Performatif

Gaya film dokumenter ini lebih mendekati film fiksi, karena film dengan tipe ini lebih memperhatikan kemasan yang harus dibuat semenarik mungkin.

Penulis akan menggunakan gaya dalam bentuk Performatif, karena gaya film dokumenter performatif ini menceritakan tentang film yang akan dibuat semenarik mungkin.

(43)

28 Konsep penuturan performatif pada pemaparan isi sesuai dengan peristiwa Angklung Buncis yang dimana menceritakan kehidupan masyarakat Kampung Pasir di pandang sebelah mata. Tujuan penulis memecahkan sudut pandang masyarakat dan membuat film dokumenter untuk memberitahukan bahwa masyarakat disana berprilaku seperti hal biasanya masyarakat luar, bahkan mereka pun mempunyai kesenian yang menjadi ciri khasnya tersendiri.

2.6 Penyutradaraan Dalam Film

Teknik penyutradraan dalam film sangat berpengaruh, karena memberikan dan menyampaikan pesan atau informasi secara singkat dan jelas. Dengan demikian film memiliki potensi yang baik sebagai bentuk dominan dari komunikasi massa Visual (Ardianto, 2015:143).

2.7 Tanggung Jawab Sutradara

Tugas dan tanggung jawab sutradara di dalam sebuah produksi film di kategorikan menjadi empat tahapan kerja, yaitu: Tahap perencanaan, tahap pra- produksi, produksi, pasca produksi (Poetra, 2018:5).

a. Tahap perancangan

Pada tahap ini sutradara membaca dan menganalisis skenario, di dalam skenario sutradara harus memahami tentang alur cerita/plot, tempat kejadian, waktu kejadian, karakter atau tokoh dalam cerita. setelah itu sutradara menentukan jenis film (genre) dan rasa (mood) film yang akan dibuat.

Selanjutnya sutradra melakukan rekontruksi adegan untuk membuat tangga dramatik (Poetra, 2018:7).

b. Pra produksi

 Pemilihan kru produksi.

 Casting mencari aktor/aktris yang memerankan tokoh.

 Reading atau latihan berdialog.

 Mencari lokasi tempat.

 Perancangan shot dan blocking.

(44)

29

 Reading dengan aktor/aktris dan kru produksi.

c. Produksi

 Menjelaskan adegan berdasarkan treatment kepada assistent sutradara juga kru utama tentang urutan shot yang akan diambil.

 Memberikan pengarahan kepada aktor/aktris.

 Mengambil keputusan dengan cepat da tepat apabila terjadi persoalan.

 Melihat hasil shooting tiap harinya.

d. Pasca Produksi

 Mengevaluasi hasil shooting/ materi editting.

 Mendiskusikan dengan editor hasil shooting.

 Mendiskusikan tentang musik yang akan digunakan dengan penataan musik.

 Mendampingi editor saat editting sampai selesai.

2.8 Etnografi

Etnografi merupakan pekerjaan mendeskripsikan suatu kebudayaan, tujuan utama aktivitas ini adalah memahami suatu pandangan hidup dari sudut pandang penduduk asli. Inti dari etnografi adalah upaya memperhatikan makna dan tindakan dari kejadian yang menimpa orang yang ingin kita pahami. dalam melakukam kerja lapangan, etnografer membuat kesimpulan budaya dari tiga sumber yaitu: (1) Dari hal yang dikatakan orang. (2) Dari cara orang bertindak, dan (3) dari berbagai artefak yang digunakan orang mulanya (Spradley, 1997:3-13)

Etnografi juga dapat diartikan sebgai suatu kebudayaan yang mempelajari kebudayaan lain, etnografi merupakan suatu bangunan pengetahuan yang meliputi teknik penelitian, teori etnografi, dan berbagai macam deskripsi kebudayaan. Etnografi berulangkali bermakna untuk membangun suatu pengertian yang sistematik mengenai semua kebudayaan manusia dari persfektif orang yang telah mempelajari kebudayaan itu. Dalam studi tingkah laku manapun, etnografi mempunyai peranan penting, dimana didalamnya terdapat kebudayaan yang memberikan kategori, tanda, dan juga mendefinisikan dunia dimana orang itu hidup. Etnografi juga dapat menunjukan

(45)

30 berbagai perbedaan budaya dan bagaimana orang dengan persfektif yang berbeda interaksi. Oleh karena itu, termasuk salah satu tujuan etnografi yang dapat memahami rumpun manusia. (Spradley, 1997:12).

Dalam buku etnografi James P Spradley terdapat alur penelitian maju bertahap, dimana penulis menggunakan cara analisis dalam topik yang akan diambil sebagia contoh jenis-jenis analisis etnografis merupakan sebuah domain dari budaya etnografer yang mencakup empat istilah asli, yaitu:

1. Domain

Dengan menggunakan konsep ini etnografer dapat menemukan sebagian besar prinsip-prinsip yang dimiliki oleh sebuah kebudayaan untuk menyusun simbol- simbol ke dalam domain-domain. Analisis domain dimulai dari penggunaan hubungan-hubungan semantik, bukan istilah-istilah pencakup untuk menemukan domain. Satu prosedur yang lebih efesien untuk mengindentifikasikan domain adalah menggunakan hubungan semantik sebagai satu titik berangkat.

Hubungan semantik memungkinkan pembicara dengan suatu bahasa tertentu untuk merujuk pada semua seluk beluk makna yang berhubungan dengan istilah- istilah. Seperti, nama-nama benda, peristiwa, kualitas, proses, serta tindakan ini membentuk kata-kata yang masuk ke dalam suatu kamus yang khusus, penulis menggunakan istilah penduduk asli ini untuk menyampaikan makna kepada orang lain ketika berbicara (Spradley, 1997:140).

2. Taksonomik

Taksonomi yaitu bahasa asli yang diteliti merupakan serangkaian kategori yang diorganisir atas dasar satu hubungan semantik tunggal. Taksonomi ini berbeda dengan domain hanya dalam satu hal: taksonomi menunjukan hubugan diantara semua istilah bahasa asli dalam sebuah domain. Sebuah taksonomi mengungkapkan berbagai subset dari berbagai istilah asli serta cara-cara subset itu dihubungan dengan domain itu sebagai suatu keseluruhan (Spradley, 1997:183).

3. Analisis Komponen

Analisis komponen merupakan suatu pencarian sistematik berbagai atribut (komponen makna) yang berhubungan dengan simbol-simbol budaya. Kita dapat

(46)

31 mengidentifikasi suatu atribut sebagai elemen informasi apa saja yang berhubungan secara teratur dengan sebuah simbol. Atribut selalu dihubungan dengan istilah-istilah asli informan oleh hubungan semantik tambahan, dalam menempatkan sebuah istilah asli informan dalam sebuah domain tertentu, dan juga dalam menemukan tempatnya dalam sebuah taksonomi tertentu, penulis dapat mengisolasi satu hubungan semnatik tunggal (Spradley, 1997:231-232).

Dalam membuat analisis kompone, penulis akan memfokuskan pada hubungan ganda (multiple) antara sebuag istilah asli informan dengan simbol-simbol lain.

4. Tema Budaya

Konsep tema mempunyai akar dalam ide umum bahwa kebudayaan lebih dari potongan-potongan kebiasaan. Lebih dari itu, kebudayaan merupakan suatu pola yang kompleks. Dalam bukunya, Patterns of Culture, Ruth Benedict adalah yang pertama kali menerapkan ide ini keseluruh kebudayaan. Dia mempelajari berbagai detail kebudayaan Kwakiult, Pueblo, dan Dobuan dalam mencari tema- tema umum yang mengorganisir berbagai cara ini ke dalam suatu keseluruhan yang dinamis.Tema ini selalu muncul dalam tari-tarian, ritual, mitos-mitos, dan kehidupan sehari-hari: dan Benedict menyebutnya Dionsyian (Spradley, 1997:250).

(47)

32 BAB III

DATA DAN ANALISIS

3.1 Data dan Analisis Objek

Penulis melakukan pengumpulan data dan objek melalui metode kualitatif dengan cara wawancara langsung dengan pelaku sebagai ketua adat, orang yang melakukan kebudayaan tersebut, penduduk sekitar, dinas kebudayaan. Selain itu penulis juga mencari data melalui media sosial, dan jurnal. Dari media sosial penulis juga memastikan kebenaran berita tersebut pada pelakunya secara langsung.

3.1.1 Data Objek Penelitian

Kampung Adat Pasir adalah sebuah kampung adat yang memiliki ciri khas pada kehidupan sosial, kepercayaan, kebudayaan, juga beberapa kesenian yang menjadikan kampung tersebut bertahan, dan tradisi yang masih bertahan turun-temurun hingga saat ini. Kampung Pasir berada di wilayah Desa Cintakarya, Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut. Perjalanan dari Garut Kota menuju Kampung Pasir kurang lebih 30 menit, dikarenakan jalan yang ditempuh cukup jauh dan berada di kaki gunung. Data objek yang sudah penulis peroleh yang berasal dari buku ataupun data didadapat dari tempat yang bersangkutan. Di Kampung Pasir terdapat kasenian yang bernama Angklung Buncis yaitu salah satu Kaulinan yang menjadi ciri khas disetiap acara yang digelar oleh masyarakat Kampung Pasir. Angklung Buncis mempunyai makna dan simbol tersendiri terlihat dari gerakan yang dimainkan, kostum yang mereka kenakan, dan properti dari alat musik yang mereka pakai.

Dari uraian diatas, penulis mendapat hasil observasi di Rumah Adat Kampung Pasir Garut yang terdapat beberapa objek

(48)

33 Gambar 3.1 Penyambutan Tamu Agung

Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2019

Masyarakat Kampung Pasir mempunyai Kesenian yaitu Angklung Buncis, yang artinya Budaya Urang Nurutken Cara-ciri Insan Sanusantara. Angklung Buncis ini mendampingi Sesepuh di Kampung Adat untuk menyambut Tamu Agung yang ditunggu-tunggu oleh mereka, sekaligus pemecahan kendi sebagai tanda pembukaan dalam acara tersebut telah dimulai secara resmi. Tamu yang dianggap agung oleh mereka melainkan tamu yang berasal dari Kepala Kebudayaan, Bupati atau Wakil Bupati, Gubernur, dan sebagainya. Sesepuh melakukan penyambutan didampingi oleh beberapa Pemain Angklung Buncis yang dimainkan oleh orang-orang dewasa perempuan atau laki-laki, tergantung ketentuan dari acara tersebut karena Kaulinan Angklung Buncis ini tidak dijadikan patokan atau syarat pada pemain.

(49)

34

Gambar 3.2 Alat dari Kaulinan Angklung Buncis Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2019

Dalam melaksanakan Kaulinan Angklung Buncis perlu menggunakan alat musik yaitu Angklung dan Dog-dog. alat ini mempunyai arti tersendiri seperti Angklung yang terbuat dari Awi yang mempunyai arti Asal Wiwitan agar mmengingat asal mula jati diri manusia dari rupa, bahasa, adat, aksara, dan kebudayaan. Diambil dari Awi supaya berirama, dan ingat sedapur-dapuranana. Dalam Angklung juga mempunyai urutan nada yang bernama Daminatilada. Sedangkan dog-dog juga mempunyai urutan nada tersendiri seperti pemandu yang dinamakan Talingtit yang menandakan sebagai ajakan dan dimainkannya mengguakan alat pemukul, alat ke 2 yaitu Tong yang mengartikan tong salempang, tong hariwang, dan dimainkannya menggunakan pemukul, alat ke 3 dinamakan Brung mengartikan sebagai ajakan untuk bersama-sama, Sarigeg, Saigel, Sabobot Sapinahean. Alat ke 4 dinamakan Padubablag diartikan sebagai melaksanakan semua ajakan, dan harus ditekuni.

(50)

35 Gambar 3.3 Pemain Angklung Buncis Yang Memakai Warna Kostum

Berbeda

Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2019

Kostum yang digunakan oleh pemain Angklung Buncis ini memiliki makna tertentu, seperti baju kebaya dari warna yang akan mereka pakai pada saat pementasan itu ditentukan sesuai dengan tema dari acara atau hajatan tersebut. Berikut ada beberapa warna kostum yang mereka pakai, yaitu: Kebaya warna merah yang diartikan sebagai api, Kebaya warna hitam sebagai tanah, Kebaya warna putih sebagai air, dan Kebaya yang berwarna kuning diartikan sebagai angin. Warna baju tersebut mempunyai tujuan sebagai pengingat bahwa kita harus mensyukuri dan melewati rintangan yang ada dari 4 kalimat Pancer tersebut.

Gambar 3.4 Pemain Angklung Buncis Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2019

(51)

36 Pemain Angklung Buncis diatas terlihat sedang mengantarkan Tamu Agung setelah melakukan penyambutan sekaligus pembukaan acara tersebut. Pemain Angklung Buncis ini berjumlah 24 orang atau 2 set pemain, yakni 16 pemain Angklung dan 8 orang pemain Dog-dog. Iket kepala yang mereka pakai adalah pola iket yang bernama barangbang semplak, yang mempunyai arti satu ikatan, satu tujuan dalam kekompakan.

Gambar 3.5 Pemain Angklung Buncis Anak Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2019

Pemain Angklung Buncis yang dimainkan anak kecil ini berjumlah 12 orang, mereka menggunakan warna kostum yang berbeda dengan pemain Angklung Buncis dewasa di acara penyambutan Tamu Agung. Mereka memainkan Angklung Buncis dari awal pementasan Kaulinan Murangkalih diselenggarakan hingga selesai, karena Angklung Buncis yang dimainkan pada acara inti setelah ia melakukan gerakan yang menirukan tarian anak kecil mereka juga akan melingkar dan berpindah posisi berhadapan sebagai penggiring Kaulinan Murangkalih lainnya.

(52)

37 Gambar 3.6 Lengser

Sumber: Dokumentasi Pribadi, 201z

Lengser dalam Kaulinan Angklung Buncis ini sangat penting sebagai pengarah jalan yang mengajak beberapa pemain Kesenian lain dan ngahiyap (mengajak) penonton lainnya untuk mengumpul dan menyaksikan pentas dalam acara tersebut.

Lengser dalam Kaulinan Angklung Buncis mempunyai arti, yakni harus Lungsur Langsar dalam acara Angklung Buncis ini dan dijauhkan dari segala huru-hara yang menyebabkan adanya kendala tak terduga.

Gambar 3.7 Padepokan Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2019

Padepokan ini adalah tempat yang paling penting di Kampung Pasir, disebut penting padepokan ini karena digunakan untuk peribadatan, digunakan melatih anak kecil belajar berbagai kasenian seperti: Menari, belajar Akssara Sunda, dan Ajaran

(53)

38 tambahan terhadap kepercayaan mereka. Selain itu padepokan ini juga digunakan sebagai tempat penyimpanan alat musik, dan tempatnya para ibu-ibu membatik untuk membuat kain samping, dan iket kepala.

Gambar 3.8 Latihan Tari

Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2019

Terlihat ibu-ibu sedang mengajarkan kesenian Tari tradisional yang termasuk salah satu kebudayaan mereka, anak kecil dilatih mulai dari umur 4 tahun hingga dewasa. Mereka berlatih di dalam padepokan dengan membuka alas (tikar) yang biasa dipakai untuk peribadatan.

(54)

39 Gambar 3.9 Kecapi

Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2019

Kecapi adalah alat musik yang digunakan masyarakat Kampung Pasir, untuk peribadatan, untuk mengiringi mereka ketika memulai peribadatan dan setelah selesai dan menjadikannya sebagai simbol instrumen untuk menambah penghayatan dalam kerohanian.

Gambar 3.10 Membatik

Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2019

Di depan padepokan biasanya digunakan untuk para ibu-ibu membuat batik di sore hari, mereka membuat pola batik yang disesuaikan dengan kebutuhan barang yang akan mereka buat. Seperti pola pada iket kepala, dan pola pada kain samping.

Referensi

Dokumen terkait

persentase hasil belajar siswa yang mencapai KKM, sedangkan berdasarkan pengujian normalitas hitung hasil belajar fisika siswa kelas VII B SMP Negeri 17 Bulukumba

Persaingan bukan harga : pemasar berusaha mempertahankan tingkat harga yg stabil dengan : (1) pembedaan barang dan (2) mrnitik beratkan pada jenis dan kualitas jasa dengan

Dengan demikian hipotesis Ha diterima dan menolak Ho karena F hitung > F tabel, artinya anggaran waktu audit, kompleksitas dokumen audit dan pengalaman auditor

NHUMD WHUKLWXQJ VHMDN VLGDQJ SHUWDPD ´ Penyelesaian perselisihan hak dalam proses kasasi sebagaimana dalam ketentuan Pasal 115 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2

gaya hidup, melainkan kesadaran akan konsumsi sehat (heal- thy foods & beverages). Titik-masuk ini sangat berpeluang un- tuk membangun kembali pertanian

Partikel per dalam bilangan pecahan yang ditulis dengan huruf dituliskan serangkai dengan kata yang mengikutinya. Singkatan ialah bentuk singkat yang terdiri atas satu huruf

Pendapatan Operasional (BOPO) tidak memliki pengaruh yang signifikan terhadap Pertumbuhan Laba dengan Capital Adequacy Ratio (CAR) Sebagai Variabel Intervening,

Lipid adalah nama suatu golongan senyawa organik yang meliputi sejumlah senyawa yang Lipid adalah nama suatu golongan senyawa organik yang meliputi sejumlah