II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pati Sagu
Batang pohon sagu (Metroxylon sagu Rottb.) menghasilkan pati sagu yang mempunyai arti khusus sebagai bahan pangan tradisional sumber karbohidrat. Daerah penyebarannya sangat luas mulai dari Sumatra, Kalimantan, Jawa, Sulawesi dan yang terluas di Papua serta Kepulauan Maluku. Potensi pengembangan sagu cukup besar mengingat sagu dapat tumbuh di tempat yang tanaman lain tidak dapat tumbuh baik, tidak memerlukan pemupukan dan sedikit perawatan (Stanton, 1993).
Granula pati sagu terdapat pada bagian empulur batang sagu dalam bentuk sel- sel (pith). Pertumbuhan batang sagu dapat dihitung berdasarkan jumlah ruas-ruas bekas daun. Periode pertumbuhan pohon sagu diperkirakan 135 – 141 bulan atau 11,25 – 11,75 tahun, dengan jumlah ruas bekas daun diperkirakan 207 ruas (Flach, 1993).
Granula pati sagu berbentuk oval seperti telur atau oval truncated dan ukurannya relatif besar, berkisar 5 – 65 μm, dengan ukuran rata-rata 30,0 μm (Swinkels, 1985 di dalam Van Beynum dan Roels, 1985). Sedangkan menurut Takahashi et al. (1995), ukuran granula pati sagu berkisar 10 – 65 μm, dengan ukuran rata-rata 31,0 μm. Bentuk granula pati sagu disajikan pada Gambar 3 dan 4.
Gambar 3. Pati sagu (perbesaran 188 x) : a. cahaya normal; b. cahaya polarisasi (Moss, 1976 di dalam Radley, 1976)
a b
Bentuk dan komposisi kimia granula pati sagu dibandingkan dengan jenis pati yang lainnya (Tabel 1), mendekati pati ubi kayu, sedangkan ukuran granula mendekati pati kentang (Swinkels, 1985 di dalam Van Beynum dan Roels, 1985). Hasil penelitian Ahmad et al. (1999), menunjukkan bahwa komposisi kimia pati sagu dari Asia Tenggara merupakan nilai kisaran, yaitu kadar air 10,6 – 20 %, abu 0,06 – 0,43 %, lemak kasar 0,8 – 0,13 %, serat 0,26 – 0,32 % dan protein kasar 0,19 – 0,25 %.
Pati terdiri dari fraksi amilosa dan amilopektin. Kandungan amilosa dan amilopektin pati sagu menurut Swinkels (1985) di dalam Van Beynum dan Roels (1985) adalah 27 % dan 73 %, yang mendekati kandungan amilosa dan amilopektin pati jagung dan gandum (Tabel 2). Menurut Takeda et al. (1989), pati sagu mengan- dung 27,3 % amilosa dan 72,7 % amilopektin. Sedangkan hasil penelitian Ahmad et al.
(1999) menunjukkan bahwa kandungan amilosa dalam pati sagu bervariasi, antara 24 – 31 %.
Menurut Takeda et al. (1989), pola difraksi dengan sinar X memperlihatkan bahwa pati sagu adalah tipe Ca (tipe C mendekati A), yaitu struktur antara serealia (tipe A) dan umbi-umbian (tipe B). Persentase tipe A dan tipe B dalam pola difraksi sinar X pati sagu, menurut Ahmad et al. (1999) adalah 65 % tipe A dan 35 % tipe B. Pola difraksi dengan sinar X untuk berbagai jenis pati (Takeda et al., 1989) dan pati sagu (Ahmad et al., 1999) disajikan pada Gambar 5 dan 6.
Gambar 4. Scanning Electron Microscopy (SEM) pati sagu (Ahmad et al.,1999)
Tabel 1. Sifat fisik dan komposisi kimia berbagai jenis pati
Sifat Granula Pati Jenis Pati
Beras Jagung
eGandum
eKentang
eUbi Kayu
eUbi Jalar
eSagu
eSifat Fisik :
- Tipe
- Kisaran ukuran diameter (μm) - Bentuk
Komposisi Kimia (rata-rata) : - Kadar air pada RH
a65%, 20°C - Lemak (% bk
b)
- Protein dalam N
cx 6,25 (% bk
b) - Kadar Abu (% bk
b)
- Fosfat (% bk
b)
Cereald
1 – 3
dpolygonald
12,00
f- - 0,50
f-
Cereal
3 – 26 Bulat,
polygonal13,00 0,60 0,35 0,10 0,02
Cereal
2 – 35 Bulat,
lenticular14,00 0,80 0,40 0,15 0,06
Tuber
5 – 100
Oval,
spherical19,00 0,05 0,06 0,40 0,08
Root
4 – 35
Oval,
truncated13,00 0,10 0,10 0,20 0,01
Root
5 – 25
polygonal13,00 - - 0,10 -
Pith
5 – 65
Oval,
truncated- 0,10 0,10 0,20 0,02
a RH = Kelembaban relatif
b bk = Basis kering
c N = Kandungan nitrogen
dSuparyono dan Agus (1997)
eSwinkels (1985) di dalam Van Beynum dan Roels (1985)
f Thomas dan Atwell (1999)
Tabel 2. Kandungan amilosa dan amilopektin, serta Nilai Degree of Polymerization (DP) berbagai jenis pati
Jenis Pati Amilosa
(% b/b) Amilopektin
(% b/b) DP Amilosa
(rata-rata) DP Amilopektin (rata-rata) Berasa
Jagungb Kentangb Gandumb Ubi Kayub Sagub
19 28 21 28 17 27
81 72 79 72 83 73
- 8.000 3.000 8.000 - -
- 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000
aThomas dan Atwell (1999) -
bSwinkels (1985) di dalam Van Beynum dan Roels (1985)
Gambar 5. (a) Pola difraksi beberapa jenis pati dengan sinar X; (b) Pola difraksi pati sagu, tipe Ca (tipe C mendekati A), yaitu struktur antara biji-bijian (tipe A) dan umbi-umbian (tipe B) (Takeda et al., 1989)
Gambar 6. Diagram X-ray diffraction pati sagu (Ahmad et al., 1999)
Pati sagu mempunyai suhu awal gelatinisasi sekitar 62 – 63oC, suhu pada viskositas maksimum 72 – 74°C, dan viskositas maksimum berkisar 735 BU (Arai et al., 1981). Hasil penelitian Ahmad et al. (1999) menunjukkan bahwa suhu gelatinisasi pati sagu berkisar antara 69,4 – 70,1°C. Suhu gelatinisasi pati sagu lebih tinggi dibanding-kan dengan pati jagung, kacang polong dan kentang, tetapi lebih rendah dibandingkan pati ubi jalar, tania dan yam. Sedangkan menurut Swinkels (1985) di dalam Van Beynum dan Roels (1985), sifat-sifat gelatinisasi pati sagu (kisaran suhu gelatinisasi Kofler, suhu brabender pasting, brabender viscosity, swelling power dan konsentrasi kritis pada suhu 95°C) mendekati sifat-sifat gelatinisasi pati ubi kayu.
Perbandingan sifat-sifat tersebut untuk beberapa jenis pati dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Karakteristik gelatinisasi berbagai jenis pati
Jenis Pati
Kisaran Suhu Gelatinisasi
Kofler (°C)
Suhu Brabender
Pasting (8%; °C)a
Brabender Peak Viscosity (8 %; BU)a,b
Swelling Power
pada 95°C
Konsentrasi Kritis pada
95°C Jagung
Kentang Gandum Ubi Kayu Sagu Ubi Jalar
62-67-72 58-63-68 58-61-64 59-64-69 60-66-72 58-65-72
75-80 60-65 80-85 65-70 65-70 65-70
700 3000 200 1200 1100 -
24 1153 21 71 97 46
4,4 0,1 5,0 1,4 1,0
aKonsentrasi pati, 8 % 2,2
bBU = Brabender Units
Sumber : Swinkels (1985) di dalam Van Beynum dan Roels (1985)
Dalam bentuk larutan, pati sagu menunjukkan sifat rheologi pseudoplastics.
Sifat rheologi ini dipengaruhi oleh shear rate dan konsentrasi pati (Nurul et al., 1999).
Dalam bentuk pasta, sifat-sifat pati sagu seperti viskositas, kejernihan, ketahanan gesek
dan laju retrogradasi, mendekati sifat-sifat pasta pati ubi kayu, kentang dan ubi jalar (Swinkels, 1985 di dalam Van Beynum dan Roels, 1985). Perbandingan lebih rinci sifat-sifat pasta berbagai jenis pati disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Sifat-sifat pasta beberapa jenis pati
Jenis Pati Viskositas Pasta Kejernihan
Pasta Ketahanan
Gesek Laju
Retrogradasi Jagung
Kentang Gandum Ubi Kayu Sagu Ubi Jalar
Sedang Sangat tinggi Sedang-Rendah
Tinggi Sedang-Tinggi
Tinggi
Tidak jernih Jernih Tidak jernih
Jernih Jernih Jernih
Sedang Sedang-rendah
Sedang Rendah Sedang-rendah
Rendah
Tinggi Sedang
Tinggi Rendah Sedang Sedang Sumber : Swinkels (1985) di dalam Van Beynum dan Roels (1985)
Gambar 7. Diagram sifat-sifat pati sagu (Kainuma, 1977)
Pada Gambar 7 disajikan sifat-sifat pati sagu dalam bentuk diagram. Pati sagu mempunyai sifat-sifat antara pati kentang, ubi jalar, ubi kayu dan jagung. Panjang rantai amilopektin (rata-rata), swelling power, dan suhu pada viskositas maksimum mirip pati ubi kayu; kadar air, kelarutan, suhu gelatinisasi dan viskositas maksimum
mirip pati ubi jalar; ukuran granula mirip pati kentang; sedangkan kandungan amilosa dan sifat retrogradasinya mirip pati jagung (Takahashi et al.,1995).
B. Pemisahan Fraksi-Fraksi Pati
Pati adalah karbohidrat, yang terdiri dari atom karbon, hydrogen dan oksigen dengan perbandingan 6:10:5 (C6H10O6)n. Pati merupakan polimer kondensasi dari glukosa yang tersusun dari dua jenis molekul, yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa adalah polimer berbentuk linier yang mengandung ikatan α (1,4), dan amilopektin adalah polimer bercabang yang mengandung ikatan α (1,4) dan α (1,6). Struktur kimia amilosa dan amilopektin dapat dilihat pada Gambar 8. Sedangkan sifat umum amilosa dan amilopektin yang lebih rinci disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Beberapa sifat umum amilosa dan amilopektin
Sifat Amilosa Amilopektin
Struktur molekul1) Jenis ikatan1) Bobot molekul1) Derajat polimerisasi1) Warna dengan iodine1) Film2)
Pembentukan kompleks2)
Konfigurasi molekul dalam larutan2) Stabilitas2)
Pemutusan oleh β-amilase1) Retrogradasi1)
Linier, teratur α(1,4)
100.000 – 1.000.000
< 7.000 biru tua kuat, lentur mudah
bergelung, heliks longgar cepat rusak
hampir lengkap tinggi
Bercabang, tidak teratur α(1,4) dan α(1,6) 1.000.000 – 10.000.000
> 7.000
ungu kemerahan rapuh, kaku lambat, sulit tidak teratur sangat lambat rusak lebih dari 60%
rendah
1) Mark (1970)
2) Koch et al. (1993)
Gambar 8. Struktur kimia : (a) amilosa dan (b) amilopektin
(a) (b)
Secara prinsip mekanisme proses fraksinasi pati dilakukan dengan meng- gunakan air panas, yang merupakan proses gelatinisasi pati. Adanya air dan energi panas yang cukup, menyebabkan granula pati mengalami pembengkakan, yang selanjut- nya granula pecah. Pecahnya granula pati menyebabkan fraksi amilosanya luruh atau keluar dari granula. Perubahan bentuk granula pati selama proses gelatinisasi dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Pola amilograph dan perubahan bentuk granula pati selama proses gelatinisasi (Angela, 2001)
Persentase amylose leached selama pemanasan meningkat dengan mening- katnya suhu pemanasan (Gambar 10). Pada saat dilakukan pendinginan, fraksi amilosa berada di luar granula pati yang sudah berubah struktur dan fungsinya. Perubahan granula pati selama pemanasan dan pendinginan disajikan pada Gambar 11.
Gambar 10. Grafik persentase amylose leached selama pemanasan pati (Whistler et al., 1984)
Viskositas Pasta
Suhu (°C)
Suhu (°C)
Amylose leached (mg/g pati)
Beberapa metode pemisahan amilosa dan amilopektin telah banyak dikem- bangkan, antara lain metode pemisahan fasa padatan-cairan dengan pengendapan selektif menggunakan katalis pengompleks, pemisahan fasa cairan-cairan dalam larutan garam, pemisahan fasa padatan-cairan tanpa katalis pengompleks, pemisahan fasa cairan-cairan tanpa larutan garam, pemisahan fasa padatan-cairan atau cairan-caiaran dalam larutan garam menggunakan katalis pengompleks dan fraksinasi dengan basa hidroksida (Potze, 1976).
Pati dapat membentuk kompleks dengan iodin dan berbagai komponen organik seperti butanol dan asam lemak. Kompleks tersebut bergabung dalam struktur heliks amilosa membentuk gabungan yang tidak larut dalam air (Chen, 2003). Menurut Wang et al. (1998), amilosa dengan iodin membentuk kompleks yang akan mengakibatkan perubahan struktur molekul yang pada awalnya berbentuk double helix menjadi single helix. Perubahan struktur teramati pada saat iodin membentuk kompleks dengan amilosa berantai panjang. Perubahan ini sangat penting karena merupakan dasar untuk melakukan pemisahan amilosa dan amilopektin menggunakan molekul kecil yang bersifat hidrofobik, seperti 1-butanol dan thymol. Banks et al. (1973) meyatakan bahwa amilosa berada dalam bentuk heliks pada saat dilarutkan pada pH 12 dalam garam.
Kondisi tersebut sangat memungkinkan terjadinya pembentukan kompleks. Penambah- an butanol menyebabkan fraksi amilosa-butanol kompleks mengendap secara tiba-tiba.
Hal ini tidak terjadi pada amilopektin.
Fraksinasi pati umumnya menggunakan metode butanol kompleks. Pem- bentukan bulatan kristal teramati saat larutan pati dan air panas dicampur dengan 1- butanol dan didinginkan. Kompleks amilosa terkonsentrasi dipisahkan dengan
Pendinginan
Kristal Amilopektin Kristal Amilosa
Amorf Amilopektin Amorf Amilosa
Gambar 11. Perubahan granula pati selama pemanasan dan pendinginan (Whistler et al., 1984)
Pemanasan
setrifugasi dan pemurniannya dilakukan melalui proses pencucian bertahap dengan etanol dan atau eter. Diagram alir proses fraksinasi pati dengan metode butanol kompleks disajikan pada Gambar 12.
C. Modifikasi Pati
Menurut BeMiller (1997) modifikasi pati dilakukan dengan berbagai tujuan : (1) memperbaiki karakteristik pemasakan, (2) menurunkan sifat retrogradasi, (3) menurun- kan kecenderungan pasta membentuk gel, (4) meningkatkan stabilitas freeze-thaw pasta, (5) menurunkan sifat sineresis pasta dan atau gel, (6) meningkatkan kejernihan pasta dan atau gel, (7) meningkatkan tekstur pasta dan atau gel, (8) meningkatkan pembentuk- an film, (9) meningkatkan sifat adhesi, dan (10) menambahkan gugus hidrofobik.
Pati asetat merupakan salah satu pati termodifikasi secara kimia yang banyak digunakan di industri, yang diperoleh dengan cara esterifikasi pati menggunakan asetat anhidrida yang dikenal dengan proses asetilasi (Jarowenko, 1989 di dalam Wurzburg, 1989). Pati asetat termasuk pati ester karena dihasilkan dari reaksi esterifikasi antara Gambar 12. Diagram alir pemisahan fraksi amilosa dan amilopektin dengan metode
hot-water soluble/HWS (Mizukami et al., 1999) Pati
40 g pati/3 ℓ air destilasi (pH 6,5 – 7,2).
Penyimpanan pada suhu ruang selama 20 menit Suspensi pati
1. Penambahan 1-butanol (1 – 10 x volume) 2. Inkubasi pada 30°C, 24 jam
3. Sentrifugasi
Filtrate Supernate
1. Pencucian dengan etanol 2. Pencucian dengan eter
3. Pengeringan dengan absorben CaCl2
Hot-Water Soluble (HWS) Residu
Fraksi Amilosa (SAM)
Fraksi Amilopektin (SAP)
1. Pemanasan pada 80°C selama 1 jam, sambil diaduk di bawah nitrogen atmosphere 2. Sentrifugasi
1. Pengentalan dengan menggunakan Rotary Evaporator
2. Liofilisasi
pati dengan bahan pengesterifikasi (Fleche, 1985). Pati asetat memiliki sifat-sifat yang lebih baik daripada pati alaminya (Wurzburg, 1989).
Menurut Agboola et al. (1991), pati asetat umumnya memiliki stabilitas viskositas dan kejernihan pasta yang lebih baik, daya tahan terhadap retrogradasi yang lebih tinggi dan stabilitas pada suhu yang sangat rendah lebih baik dibandingkan pati alaminya. Lebih lanjut Singh dan Sodhi (2004) menyatakan bahwa pati asetat memiliki kelarutan dan daya pembengkakan yang lebih tinggi daripada pati alaminya.
Menurut Singh dan Sodhi (2004), kekuatan gel pati asetat tergantung pada detajat substitusi (DS). Pati asetat dengan nilai DS yang semakin tinggi menunjukkan kekuatan gel yang semakin rendah. Fennema (1985) menyatakan bahwa pati asetat dengan DS yang lebih tinggi memiliki kemampuan yang lebih rendah untuk membentuk gel. Betancur et al. (1997), menambahkan bahwa pati asetat memiliki daya tahan yang tinggi untuk mengalami sineresis ketika pasta pati didinginkan. Penambahan gugus asetil secara dratis menurunkan atau bahkan menghilangkan terjadinya sineresis pada gel pati.
Nilai DS pati asetat digunakan sebagai parameter dalam aplikasinya. Menurut Singh dan Sodhi (2004), besarnya perubahan sifat-sifat fisiko-kimia pati asetat dibandingkan dengan pati alaminya tergantung pada derajat asetilasi atau derajat substitusi C=O yang bergabung dengan molekul pati.
Derajat substitusi (DS) adalah jumlah rata-rata tapak (sites) pada setiap unit anhidroglukosa yang terdapat gugus substitusi. Jika satu hidroksil pada setiap unit anhidroglukosa sudah diesterifikasi oleh gugus asetil, maka DS = 1. Jika tiga gugus hidroksil pada setiap unit anhidroglukosa sudah diesterifikasi seluruhnya oleh gugus asetil, maka DS = 3 (Wurzburg, 1989). Hubungan antara kadar asetil dan derajat substitusi disajikan pada Tabel 6. Sedangkan struktur kimia pati terasetilasi disajikan pada Gambar 13.
Pati asetat dengan DS 2 – 3 mempunyai keunggulan karena kemampuannya dapat larut dalam pelarut aseton dan kloroform, serta sifat thermoplastisnya. Di sisi lain, film yang dibuat dari triester amilosa mempunyai sifat kekerasan, kekuatan tarik dan densitas yang menurun sesuai dengan meningkatnya ukuran gugus ester. Secara umum, meningkatnya gugus substitusi menyebabkan titik lebur, densitas, dan viskositas menurun, serta permeabilitas film terhadap uap air juga menurun (Jarowenko, 1989 di
dalam Wurzburg,1989). Sedangkan menurut Albertsson dan Huang (1994), untuk menghasilkan DS intermediate (DS = 0,5 – 1,8) menggunakan media bukan cair (unaqueous media) sehingga tidak terjadi degradasi pati selama proses esterifikasi (asetilasi). Pati modifikasi yang dihasilkan lebih compatibility dengan polimer sintetik dan bahan pemlatis hidrofobik (hydrophobic plasticizers).
Tabel 6. Hubungan antara kadar asetil dan derajat substitusi
Kadar Asetil (%) DS
11,7 16,7 21,1 28,7 35,0 40,3 44,8
0,50 0,75 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 Sumber : Kirk dan Othmer (1993)
D. Pati sebagai Bahan Campuran Plastik
Potensi penggunaan pati sebagai bioplastik berkisar 85 – 90 % dari pasar bioplastik yang ada, termasuk polimer asam laktat yang diproduksi melalui fermentasi pati. Di antara bioplastik tersebut menggunakan pati alami dan modifikasinya dalam bentuk campuran dengan polimer sintetik (Vilpoux dan Averous, 2006). Beberapa produsen yang mengembangkan dan memproduksi environmentally degradable plastics/EDPs (bioplastik) di dunia yang berbasis pati disajikan pada Tabel 7.
Vilpoux dan Averous (2006), mendefinisikan starch-based plastics sebagai penggunaan pati dalam memproduksi bioplastik. Keuntungannya adalah harga murah,
Gambar 13. Struktur kimia pati asetat (de Graaf et al., 1995)
jumlah berlimpah dan dapat diperbaruhi. Contoh produk starch-based plastics yang diproduksi secara komersial disajikan pada Tabel 8.
Tabel 7. Daftar produsen EDPs di dunia yang berbasis bahan baku pati Produsen Nama merk dagang Komponen Inti Eropa :
Avebe Biopac Biotec
EMS Chemie/Battelle Fluntera AG
Neste OY Novamont
Novon Polymers AG Storopack
Sunstarke
Biopack Amylose Fluntera Plast Mater-BiTM Novan Potato starch
Starch-based blends
Extrusionable starch materials Starch-based blends
Extrusionable starch materials Extrusionable starch materials Poly(lactic acid)
Starch-based blends
Extrusionable starch materials Foamable starch materials Foamable starch materials USA :
Amylum Archer Daniels Bioplastics
Cargill Dow Polymers Chronopol
National Starch
National Strach & Chemical Hydroxypropyl Starch Novon International St. Lawrence Starch USDA-Agritech Warner & Lambert
PE/Starch PE/Strach Envar EcoPla® HeplonTM
DegraNovon® PE/Starch EAA/Starch Fluntera Plast
Extrusionable starch materials Extrusionable starch materials Starch/Polycaprolactone (PCL) Poly(lactic acid)
Poly(lactic acid) Starch-based blends Foamable starch materials
Starch-based derivatives Extrusionable starch materials Extrusionable starch materials Extrusionable starch materials Asia Pasific
Aicello
Chisso/Novon International Japan Corn Starch
Misui-Johatsu Nissei Shimadzu
Dolon CC Novon EverCorn Lacea Eco-ware Lacty
Chitosan/Cellulose/Starch Starch/PVA atau PCL blends Starch-based derivatives Poly(lactic acid) Starch-based Poly(lactic acid) Sumber : Chiellini (2001)
Tabel 8. Contoh produk starch-based plastics yang diproduksi secara komersial Merk dan
Perusahaan Aktivitas Patent Kapasitas
(ton/tahun) Aplikasi Biotec
(Melitta, Germany)
Campuran pati dan PCL Akuisisi Fluntera Patent
Pilot plant : 1.000 Komersial tahun 2002
Composting bags sejak 1995
Ecofoam
(National Starch) Thermoplastics-like starch (TPS) : campuran pati (kadar amilosa tinggi) dengan plasticizer (air, gliserin, sorbitol dan sebagainya) melalui proses injeksi, ekstrusi atau blowing
Linsensi Warner Lambert
± 5.000 Loose-fill dan Expanded
product
Sumber : Vilpoux dan Averous (2006)
Perbandingan amilosa dan amilopektin dalam pati sangat menentukan aplikasi- nya dalam industri. Menurut Nisperos-Carriedo (1994) di dalam Krochta et al. (1994), aplikasi yang membutuhkan viskositas, stabilitas dan kekuatan mengental yang tinggi, digunakan pati dengan kandungan amilopektin yang tinggi. Sedangkan untuk mem- bentuk film dan gel yang kuat, digunakan pati dengan kandungan amilosa yang tinggi.
Menurut Jarowenko (1989) di dalam Wurzburg (1989), film yang lebih kuat dihasilkan dari amilosa, pati amilosa tinggi dan turunannya (amilosa atau pati asetat) dengan bobot molekul (BM) tinggi. Krochta et al. (1994) menambahkan bahwa film yang dikembangkan dari amilosa mempunyai sifat tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna, tidak beracun, dan dapat diurai secara biologi.
Proses modifikasi kimiawi (esterifikasi) pati dilakukan untuk membentuk sifat- sifat film yang lebih baik. Menurut Jarowenko (1989) di dalam Wurzburg (1989), esterifikasi terhadap pati dan amilopektin akan membentuk film yang lemah dan patah.
Sedangkan hasil pengujian terhadap film amilosa asetat menunjukkan sifat lebih fleksibel dan kuat. Hasil penelitian Kiatkamjornwong et al. (2001) memperlihatkan adanya pati singkong termodifikasi dapat meningkatkan compatibility dengan matrik LDPE dan menunjukkan aksi seperti plasticizer dibandingkan pati singkong alamimya.
Secara umum, penambahan pati dalam matrik LDPE menyebabkan sifat LDPE brittle, tanpa adanya penambahan EBS wax sebagai plasticizer.
Hasil penelitian Rosa et al. (2004) yang menguji sifat mekanik campuran poly- caprolactone/PCL dengan pati jagung menunjukkan penambahan pati jagung 75 % dalam matriks PCL menyebabkan penurunan sifat mekanik, seperti tensile strength dan strain at break, sedangkan, penambahan pati sagu sampai 50 % dalam matriks PCL menyebabkan peningkatan nilai E-modulus.
E. Sifat Mekanik Bahan Polimer
Kekuatan tarik merupakan salah satu sifat mekanik dari bahan. Menurut Billmeyer (1971) kekuatan tarik menggambarkan kekuatan tegangan maksimum spesimen untuk menahan gaya yang diberikan. Pengujian kekuatan tarik akan meng- hasilkan kurva tegangan-regangan (stress-strain). Kurva tegangan-regangan suatu bahan termoplastik dapat dilihat pada Gambar 14.
Slope (kemiringan) awal yang ditunjukkan kurva tegangan-regangan merupakan nilai modulus elastisitas, yang mengukur kekakuan bahan. Tegangan tarik (stress) yang menyebabkan terjadinya bahan putus (patah) secara sempurna disebut tensile strength atau ultimate strength. Regangan pada saat bahan putus disebut strain at break (Lai dan Padua, 1997). Kurva tegangan-regangan juga menggambarkan daerah elastis dan plastis. Daerah kurva tegangan-regangan di bawah nilai yield stress dan yield strain menunjukkan sifat bahan elastis, artinya bahan yang mengalami regangan dapat kembali ke kondisi semula bila tidak ada gaya yang diberikan (Surdia dan Saito, 1995).
Toughness menunjukkan absorbsi energi oleh bahan sebelum bahan tersebut putus (patah), yang umumnya diekspresikan sebagai energy absorbed dalam pengujian benturan (impact test). Luas daerah di bawah kurva tegangan-regangan juga menentu- kan kekerasan bahan (toughness) (Lai dan Padua, 1997).
Kurva tegangan-regangan suatu bahan polimer menentukan tipe atau jenis bahan tersebut. Pada Gambar 15 disajikan kurva tegangan-regangan bahan polimer yang dikelompokkan dalam empat tipe, yaitu hard and brittle, hard and strong, hard and tough, dan soft and tough. Karakteristik mekanik bahan polimer tersebut secara rinci disajikan pada Tabel 9.
Tensile Strength Yield Stress
Yield Strain Strain at Break
Gambar 14. Kurva tegangan-regangan (stress-strain) bahan termoplastik (Billmeyer, 1971)
Tabel 9. Karakteristik bahan polimer berdasarkan sifat mekanik Karaketeristik
Bahan Polimer Tipe Bahan Polimer
Hard & Brittle Hard & Strong Hard & Tough Soft & Tough E-Modulus
Yield Stress Tensile Strength Strain at Break
Tinggi Tidak ada
Sedang Rendah
Tinggi Tinggi Tinggi Sedang
Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi
Rendah Rendah Sedang Tinggi Sumber : Billmeyer, 1971
Strain
Stress
Hard and Brittle
Hard and Strong
Hard and Tough
Soft and Tough
Gambar 15. Kurva tegangan-regangan (stress-strain) untuk empat tipe bahan polimer (Billmeyer, 1971)