• Tidak ada hasil yang ditemukan

FKH Didukung Fasilitas dan SDM yang Unggul

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FKH Didukung Fasilitas dan SDM yang Unggul"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

FKH Didukung Fasilitas dan SDM yang Unggul

UNAIR NEWS – Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) memiliki banyak peneliti yang telah membuat penemuan aplikatif untuk masyarakat. Fasilitas yang lengkap menjadi faktor penentu.

Berikut sejumlah potret di sudut-sudut fakultas ini. Helmy Rafsanjani dan Yudira Pasada Lubis, dua fotografer Pusat Informasi dan Humas, menyajikan sedikit gambaran tentang fakultas ini. Misalnya, keberadaan hewan-hewan yang siap dijadikan materi penelitian dan bahan perkuliahan, rumah sakit hewan yang umumnya menerima pasien anjing atau binatang peliharaan lain, serta suasana perkuliahan yang akrab melalui diskusi dosen dan mahasiswa.

[Best_Wordpress_Gallery id=”84″ gal_title=”fkh1″]

Excelzyme, Produk Ramah Lingkungan yang Siap Dukung Kemandirian Bangsa

UNAIR NEWS – Produk ramah lingkungan Excelzyme yang dihasilkan peneliti Universitas Airlangga (UNAIR) Prof. Dr. Ni Nyoman Tri Puspaningsih, M.Si., dan tim, bakal segera dihilirisasi. PT Petrosida Gresik sudah menyampaikan kesiapan untuk mem-back up keinginan ini. Kesepakatan bersama antara UNAIR dan perusahaan tersebut secara resmi dikemukakan di Ruang Sidang Pleno Kantor Manajemen kampus pada rabu, 8 Maret 2017.

(2)

Prof Nyoman menyampaikan, Excelzyme adalah nama dagang.

Merujuk pada temuan dia dan kawan-kawannya, terhadap enzim yang memiliki banyak kegunaan. Excelzime sendiri terdiri dari enzim-enzim konsorsium yang bekerja dan beraktifitas untuk memaksimalkan limbah pertanian, nan kaya lignoselulosa.

Yang menarik, bahan dasar Excelzyme berasal dari tempat-tempat kaya sumber daya alam di Indonesia. Jadi, buah pemikiran Prof Nyoman dan segenap peneliti dari Laboratorium Proteomik Institute of Tropical Disease salah satu tujuannya adalah memaksimalkan potensi yang ada di nusantara.

Disampaikan Prof. Nyoman, penelitian ini sudah dilakukan sejak tahun 90-an. Fokusnya dilaksanakan pada sekitar 1999, dan masih berjalan hingga saat ini. Pada 2007, telah mulai dikomersialisasikan, meski masih dalam lingkup terbatas. Pada 2011, patennya terbit, sedangkan pada 2016, terbit paten formulasi produksinya. Sampai sekarang, pengembangan formula ini setidaknya sudah berjalan lebih dari 17 tahun.

Produk Excelzyme saat ini sudah memiliki empat varian.

Excelzyme 1 (membantu proses deinking untuk daur ulang kertas), Excelzyme 2 (membantu pembuatan pakan ternak organik), Excelzyme 3 (membantu pembuatan pupuk organik), dan Excelzyme 4 (varian ini masih dalam pengembangan, ditujukan untuk proses pengurangan lignin yang aplikasi diterapkan pada industri kertas atau industri berbahan dasar kayu). “Exelzyme dicetuskan untuk bisa memberikan sumbangsih pada industri ramah lingkungan. Dengan produk kami, pemakaian bahan kimia untuk sejumlah keperluan dapat diminimalkan,” papar Prof Nyoman.

Proses daur ulang kertas, umumnya membutuhkan banyak bahan kimia. Limbahnya, tentu tidak baik buat lingkungan. Dengan produk Excelzyme, penggunaan bahan kimia dapat ditekan sekecil mungkin. Dengan hasil daur ulang yang semaksimal mungkin.

Dengan temuan aplikatif ini, Indonesia bisa secara bertahap

(3)

melepaskan diri dari ketergantungan terhadap impor enzim.

Disampaikan Prof. Nyoman, enzim dengan fungsi yang sama dengan Excelzyme, per kilogram harganya bisa mencapai 150 sampai 200 ribu rupiah. Sedangkan produk dalam negeri yang “diracik” tim UNAIR, nilainya jauh di bawah itu.

Fakta ini menunjukkan bahwa kemandirian bangsa di bidang ini dapat segera dicapai. Sekaligus, logis dan realistis untuk terkabul. Meski memang, butuh proses yang tidak sekejap mata.

Asalkan, ada keseriusan dari pihak kampus dan perusahaan dalam negeri untuk terus mengembangkannya. Yang harus diyakini, khazanah sumber daya alam Indonesia sudah tidak terbantahkan.

Maka itu, perlu dioptimalkan untuk kesejahteraan bangsa.

“Baik kampus maupun pihak swasta dan pihak lain yang punya visi membangun kemandirian bangsa harus peduli pada penelitian. Khususnya, penelitian yang sudah dijalankan dalam tempo lama dan konsisten serta telah tampak hasilnya. Karena memang, penelitian itu butuh proses panjang,” kata dia.

Diapresiasi Banyak Pihak

Mengeksplorasi kekayaan alam lokal melalui penelitian enzim, kemudian memanfaatkan limbah pertanian demi pengembangan bidang argoindustri, adalah aktifitas yang dilakukan Prof. Dr.

Ni Nyoman Tri Puspaningsih, Dra., M.Si. bersama tim di laboratorium Proteomik ITD UNAIR. Excelzyme, nama dagang yang dipakai mereka atas temuan aplikatif itu, diapresiasi oleh Direktur Pengembangan Teknologi Industri Dr. Eng, Hotmatua Daulay, M.Eng, dari Kemenristekdikti. Hotmatua merespon positif terhadap keberhasilan UNAIR dalam menghilirisasi hasil penelitian menjadi produk yang akan siap dipakai oleh industri dan masyarakat. “Ini merupakan langkah tepat dalam menyikapi persaingan,” tutur Hotmatua.

Direktur Utama PT Petrosida Gresik Hery Widyatmoko juga memberikan respon positif. Dia yakin, produk ini bakal memberi sumbangsih di masyarakat. Termasuk, memompa optimisme

(4)

kemandirian bangsa. “Tentu saja kami mendukung pengembangan dan penelitian gagasan ini,” papar dia.

R e k t o r U N A I R P r o f . D r . M . N a s i h , S . E . , M . T . , A k . , mengutarakan, ada banyak peneliti di UNAIR yang memiliki produk bagus. Semua itu siap dihilirisasi atau diperbanyak dalam lingkup industri yang luas. “Kami berkomitmen untuk menciptakan gagasan, konsep, maupun temuan yang bermanfaat kongkret dan langsung di masyarakat,” ujar Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis tersebut. (*)

Editor: Nuri Hermawan

Dokter Masa Depan Harus Menguasai Teknologi Mutakhir Sejak Dini

UNAIR NEWS – Kiprah Prof. Dr. David Sontani Perdanakusumah, dr., Sp.BP-RE (K) di ranah bedah plastik Indonesia sudah tidak terbantahkan. Begitu banyak prestasi yang diukir pria yang sekarang menjabat Wakil Dekan I Fakultas Kedokteran (FK) ini.

Tak terhitung kasus bedah yang telah sukses ditanganinya.

Keberhasilan yang merupakan buah dari kerja kerasnya tak lantas membuat pongah. Sebaliknya, ini merupakan motivasi bagi David untuk berbuat lebih banyak. Dia juga tak lelah merumuskan langkah-langkah strategis untuk kemajuan fakultas.

Peningkatan mutu sivitas akademika terus dilaksanakan. Dengan harapan, FK UNAIR dapat bersaing dan menang di dunia global.

“Kami ini levelnya bukan lagi nasional. Tapi, sudah antar negara,” kata dia saat ditemui seusai membuka acara

(5)

Sosialisasai Pemutakhiran Data Website Kampus di FK pada pertengahan Maret 2017 silam.

Yang tak kalah penting, imbuhnya, konsistensi penguasaan hi- tech di segala bidang. Sebab, kemajuan teknologi informasi yang sedemikian pesat merupakan sarana pengembangan potensi diri dan ilmu pengetahuan. “Dokter yang hebat di masa datang adalah dokter yang terpapar fasilitas berteknologi tinggi sejak dini. Mereka yang akan memenangkan persaingan,” ungkap dia.

Dia yakin, dari Sumber Daya Manusia, Indonesia tidak kalah.

Buktinya, tak sedikit orang Indonesia yang memiliki prestasi internasional. Bahkan secara khusus, ada banyak dokter dari FK UNAIR yang sudah kenyang berkiprah di tingkat global. Jadi, kualitas manusia di kampus ini tidak perlu diragukan lagi.

Di sisi lain, komitmen untuk mempertahankan akreditasi sempurna pun merupakan jalan yang mesti ditempuh. Karena itulah, pemutakhiran data yang saat ini lagi gethol digelorakan di FK mesti menjadi atensi. David mengatakan, arsip yang dimiliki fakultas mesti rapi dan gampang diakses.

Apalagi, bersama RSUD dr Soetomo, FK sudah mencetak banyak rekor dan raihan mentereng. “Rekam jejak yang lengkap harus dimiliki fakultas,” papar dia.

Prof David, Si Kolektor Penghargaan

Sementara itu, Penelitian dan penemuan yang dihadirkan dokter kelahiran Singkawang ini memiliki manfaat kongkret di tengah masyarakat. Salah satunya, krim yang berfungsi untuk mengatasi keloid, jenis luka tubuh berserat, tebal dan berwarna kontras dengan kulit di sekitar.

Dalam mengatasi keloid, pada umumnya dokter menggunakan berbagai cara, seperti operasi, suntikan kortison, cryotherapy, dan cara-cara lainnya. Namun, metode-metode itu tak dapat menghilangkan keloid. Bahkan, tindakan operasi justru memperbesar keloid. Tak jarang, keloid menjadi mimpi

(6)

buruk bagi pasien ataupun dokter.

Keloid tumbuh akibat aktivitas kolagen yang berlebih.

Pertumbuhan kolagen itu dipengaruhi enzim kolagenase yang kurang terkontrol. Enzim kolagenase adalah enzim yang mengatalisis hidrolisis kolagen.

Melanin, pewarna pada kulit, memiliki sifat kimia asam. Agar kolagenase berfungsi, maka enzim tersebut harus bersifat basa.

Pada orang yang tidak berkulit putih, banyaknya melanin membuat suasana kulit bersifat asam.

Bertolak dari fakta itu, David merumuskan cara agar melanin itu turun dengan pemutih yang menggunakan pelarut basa. Agar keadaan asam dan basa tak membuat kulit kian sensitif, ia mengombinasikan pemutih dengan liposom sehingga sifat basa baru keluar ketika sudah memasuki lapisan dermis. Pemutih yang ia gunakan adalah Hydroquinone dengan kadar empat persen.

Ide yang dia dipatenkan adalah pemutih dalam suasana basa untuk keloid. Dituangkan dalam karya berjudul Penggunaan Hidrokuinon untuk Mencegah dan Mengobati Keloid. Yang akhirnya berhasil dipatenkan pada tanggal 17 Oktober 2012 dengan nomor paten ID P0031959.

“Saya mengurus paten sekitar tahun 2004, tetapi baru keluar tahun 2012. Delapan tahun. Karena hydroquinone dianggap bukan barang baru. Itu sudah lama dipakai untuk pemutih, tapi hydroquinone untuk keloid tidak pernah ada di dunia. Itu riset saya orisinal,” tambahnya.

Dia sudah sering mengaplikasikan temuan itu pada pasien yang telah melalui tindakan operasi dan meninggalkan keloid di tubuh. Hasilnya, keloid mengecil dan warna di kulit tersebut jadi lebih cerah. Untuk keloid yang bentuknya besar, pemberian krim perlu dikombinasikan dengan tindakan bedah.

Selain pasien dengan keloid, dia pernah memberikan krim pemutihnya pada pasien dengan bekas cacar dan luka bakar.

(7)

“Bekas luka bakar di tangan, saya kasih terus mulus. Ada luka trauma, bekas operasi, saya kasih kemudian memudar dan halus,”

terang peraih penghargaan Science Achievement Award 2015 dari media Republika.

Saat ini, melalui Institute of Tropical Disease UNAIR, krim milik David tengah dihilirisasi oleh salah satu industri farmasi. Uji produk sudah masuk tahap uji stabilitas.

Setelahnya, uji klinik di berbagai pusat kesehatan.

Kepiawaian ayah empat anak ini “memainkan” pisau bedah, membuatnya banyak diganjar penghargaan (lihat tabel). Baik dari asosiasi, pemerintah daerah, bahkan pemerintah pusat.

Profesor yang pernah mengikuti training dan pelatihan di Singapura, Belgia, Australia, Amerika Serikat, dan Kanada ini juga rutin menjadi pembicara di banyak seminar, kongres, maupun event ilmiah lain. Mulai level nasional, hingga level internasional.

Selain mengajar, penulis setidaknya delapan buku ini aktif pula melakukan penelitian dan pengabdian masyarakat. Tercatat di rentang 2006 hingga 2014, sekitar 10 aktifitas pengabdian masyarakat berskala regional/nasional dilaksanakannya.

Selain itu, dia juga resmi didaulat sebagai penguji eksternal program S-3 (Doktor) pada Universitas Indonesia, Universitas Udayana, Universitas Hasanuddin, Universitas Padjadjaran, serta Universitas Gajah Mada pada periode 2012-2015. Dia juga tak henti menelurkan paten maupun hak cipta.

Kekayaan intelektual yang dimaksud antara lain Penggunaan Hidrokuinon untuk Mencegah dan Mengobati Keloid, Hak Cipta Manekin Luka, Hak Cipta Poster Luka, Hak Cipta CD Interaktif Kegawatdaruratan Pernafasan (Modul 1), dan Hak Cipta CD Interaktif Kegawatdaruratan Sirkulasi (Modul 2). Termasuk, Hak Cipta CD Interaktif Kegawatdaruratan Luka Bakar dan Hak Cipta CD Interaktif Kegawatdaruratan Pediatri.

David mengatakan, aplikasi ilmu bedah plastik berawal dari

(8)

upaya rekonstruksi struktur di bagian tubuh manusia. Misalnya, bagi mereka yang mendapat kecelakaan atau kondisi yang perlu dibenahi sejak lahir. Sebagai contoh, mereka yang lahir sumbing atau tanpa telinga.

“Bedah plastik tidak mengubah kodrat dari Tuhan. Bidang ilmu ini hanya membuat struktur yang berbeda dari sebelumnya, sesuai permintaan yang bersangkutan. Dengan harapan, mendapatkan kondisi yang lebih bagus. Selayaknya penghias.

Saya sering menganalogikan ini dengan seniman yang ingin membuat sesuatu menjadi lebih indah,” urai dia.

Dalam perjalanannya, bedah plastik menyentuh bidang estetik.

Ini berkaitan dengan orang yang secara subjektif ingin memperbaiki wajah atau bagian tubuhnya yang dirasa perlu dibenahi. Dengan catatan, dia berhasrat melakukannya tanpa paksaan dan dengan alasan yang logis. Ahli bedah plastik wajib untuk taat pada rambu-rambu etik dan agama. Sehingga, tidak semua calon pasien bisa dilayani secara langsung.

Sementara itu, prospek ilmu bedah plastik di Tanah Air sangat terang. Ini menjadi tantangan tersendiri. Oleh karena pertumbuhan penduduk yang terus meningkat, kebutuhan akan ahli bedah plastik pun ikut naik. Maka itu, sudah menjadi tugas institusi pendidikan tinggi di Indonesia, khususnya FK di semua kampus, untuk mencetak pakar-pakar muda di bidang ini.

(*)

Editor: Nuri Hermawan

(9)

Metode Tim TDDC Memiliki Nilai Ekonomis Tinggi

UNAIR NEWS – Gunawan, salah satu peternak Cucak Rawa asal Wisma Mukti Surabaya, binaan peneliti Tropical Disease Diagnostic Center (TDDC) Institute of Tropical Disease (ITD) U N A I R , E d u a r d u s B i m o A k s o n o H . ( D r . , M . K e s . , d r h ) mengutarakan, metode dan teknologi penentuan jenis kelamin burung yang digagas Bimo dan tim memiliki nilai ekonomis tinggi. Maksudnya, keuntungan dari segi materi saat berbisnis dengan sentuhan ilmiah seperti ini memberikan margin laba yang jauh lebih besar dari sebelumnya.

Sebab, selama ini, penentuan jenis kelamin burung monomorfik (hewan yang sulit dibedakan hanya dari struktur anatomi dan morfologi) hanya berdasarkan perasaan dan kebiasaan. Padahal, kepastian terkait jenis kelamin itu sangat menentukan kesuksesan pengembangbiakan burung.

“Dulu, dari dua puluh pasang burung, yang menghasilkan cuma dua pasang. Kenapa? Diduga kuat, pasangan yang lain itu jenis kelaminnya sama,” ungkap pria yang mulai merintis bisnis ini sejak 2009 tersebut.

Saat pertama kali menggunakan metode ini di tahun 2014, Gunawan langsung memasangkan 30 ekor burung miliknya. Dari 15 pasang itu, yang berhasil menetaskan telur dan menghasilkan sejumlah 10 pasang.

Jadi, bila dulu yang menghasilkan sekadar 10 persen dari jumlah pasangan. Setelah disentuh teknologi ini, yang menghasilkan mencapai 66 persen.

“Tapi, bukan berarti yang lima pasang itu jenis kelaminnya sama, lho. Mereka tetap berpasangan dan bisa menghasilkan.

Hanya, nunggunya harus lebih sabar,” tambah Gunawan.

(10)

Perbandingan yang lebih gampang, berdasarkan pengalaman Gunawan, dulu peternakannya sekadar menghasilakan laba bersih maksimal dua juta rupiah perbulan. Saat ini, bisa mencapai minimal 38 juta perbulan. Bahkan, lelaki yang sekarang sudah memiliki puluhan pasang burung Cucak Rawa itu sudah berencana mindahkan penangkarannya ke kawasan Pandaan. Sebab, di sana, dia bisa beternak dengan lebih lapang dan cuacanya jauh lebih pas buat burung. (*)

Editor: Nuri Hermawan

Modifikasi Mikroskop untuk Diagnosa Cepat Malaria

Modifikasi Mikroskop untuk Diagnosa Cepat Malaria

UNAIR NEWS – Para peneliti dari Universitas Airlangga (UNAIR) tak pernah miskin terobosan. Selalu saja ada langkah inovatif yang berpengaruh positif bagi masyarakat. Pemikiran yang dicurahkan dalam berbagai produk tak pernah lepas dari azas kebermanfaatan.

Salah satu peneliti yang selama ini aktif di Institute of Tropical Disease (ITD) adalah Prof. Indah S. Tantular , dr., M.Kes., Ph.D., Sp.Par-K. Peraih gelar doktor dari Universitas Nagoya Jepang itu, bersama timnya, melakukan inovasi dengan tajuk “Modifikasi Mikroskop Fluoresens untuk Diagnosa Cepat Malaria”. Nomor paten produk itu P00201000244, yang dipublikasikan dengan nomor 051.4628 A pada 6 Oktober 2011.

“Dengan mikroskop ini, pengecekan darah untuk melihat parasit malaria dapat dilakukan dengan cepat, mudah, dan murah,” kata dia.

(11)

Sejatinya, mikroskop fluoresens sudah ada di pasaran. Gunanya pun sama, sebagai alat bantu diagnosis malaria atau penyakit lain yang berasal dari parasit. Namun, alat tersebut cenderung berukuran besar dengan harga mahal. Untuk menghidupkannya, dibutuhkan aliran listrik yang prima.

Indah S. Tantular dan kawan-kawan melihat hal itu sebagai sebuah tantangan untuk dipecahkan. Mereka pun memodifikasi mikroskop biasa, dengan pengubahan filter tertentu di dalamnya. Lantas, dipakailah lampu halogen sebagai pelengkap.

Meski kemudian, jenis lampu itu juga diganti dengan LED.

Mikroskop fluoresense hasil modifikasi itu tidak kalah bermanfaat dengan versi yang lebih besar dan umum digunakan selama ini.

Ada beberapa kelebihan mikroskop modifikasi ini. Pertama, harganya relatif lebih murah, hanya tiga sampai tujuh juta rupiah. Sedangkan mikroskop yang ada di pasaran harganya di atas seratus juta rupiah. Kedua, ukurannya lebih kecil dan bisa dijinjing ke mana-mana. Ini cocok untuk dibawa ke daerah- daerah perifer (daerah terluar atau terpencil). Ketiga, daya listrik yang dipakai cukup ringan. Bisa dengan daya AC/DC dari air aki mobil. Dengan demikian, aki mobil puskesmas bisa dimanfaatkan untuk mengoperasionalkannya. Jelas lebih praktis.

“Sekarang sedang dikembangkan terobosan penggantian halogen dengan LED. Pastinya, akan makin praktis. LED listriknya cukup dari baterai,” urai peer reviewer Nepal Medical College Journal tersebut.

Ditanya soal produksi massal temuan itu, Indah mengatakan, semua masih dalam proses. Sedang ada komunikasi, antara ITD dengan pemerintah pusat. Yang jelas, pihaknya siap untuk mendiskusikan ini lebih lanjut dengan pihak-pihak terkait.

Selama ini, timnya sudah sering menggunakan mikroskop yang dimaksud saat melakukan pengabdian masyarakat ke daerah perifer. Terutama, di Indonesia bagian timur.

(12)

Hasil inovasi ini dapat memberikan kontribusi positif pada pemerintah. Khususnya, dalam program pengendalian dan pembasmian malaria. Alat ini sederhana, ringan, compact, praktis dan gampang digunakan di mana saja dan kapan saja.

“Pencegahan dan penanggulangan malaria adalah tugas kita bersama. Diagnosa penyakit yang cepat, akan bermuara pada pengobatan yang sedini mungkin. Pengaruhnya pun pasti bagus untuk kesehatan pasien. Pengembangan ilmu pengetahuan untuk menangani penyakit ini amat diperlukan,” kata dia. (*)

Editor: Defrina S. Satiti

Inovasi Mikroskop Diagnosa Malaria ala Prof. Indah S.

Tantular

free instagram followermake up wisudamake up jogjamake up prewedding jogjamake up wedding jogjamake up pengantin j o g j a p r e w e d d i n g j o g j a p r e w e d d i n g y o g y a k a r t a b e r i t a indonesiayogyakarta wooden craft

Tempurung Kelapa

(13)

Didedikasikan untuk Pasien Kanker Usus Besar yang Kurang Mampu

UNAIR NEWS – Dokter penemu skin barrier dari tempurung kelapa, Dr. Vicky S Budipramana, dr., SpB., KBD, termasuk sosok yang peduli dengan pasiennya. Dulu, skin barrier tempurung kepala buatannya diproduksi sendiri lalu diberikan kepada pasien secara cuma-cuma. Pertimbangannya, batok kelapa bisa didapatkan secara gratis dari pasar.

“Tapi lama kelamaan ndak bisa begitu. Sekarang mesti beli kelapa utuh. Satu batok bisa dibuat jadi empat sampai lima produk. Pasien cukup mengganti ongkos pembuatan dan bahannya saja, murah tidak lebih dari lima ribu rupiah,” jelasnya.

Namun demikian, murah bukan berarti diminati banyak orang. Ia mengakui tidak semua pasiennya mau menggunakan skin barrier batok kelapa. Jika pasien tersebut mampu, maka mereka lebih memilih menggunakan colostomy bag.

Produk colostomy bag karayagam buatan pabrik ini diklaim lebih nyaman digunakan. Tinggal ditempel di permukaan kulit, tanpa harus menggunakan sabuk atau tali elastis. Produk ini juga memiliki kemampuan daya serap tinggi tapi hanya bisa digunakan selama beberapa hari. Hanya saja, produk tersebut mesti didapat dengan harga cukup mahal.

“Penggunaan batok kelapa memang spesifik untuk pasien kurang mampu dan tinggal di daerah periferi. Bayangkan, kalau mereka harus membeli yang mahal, satu kantong untuk penggunaan 3-4 hari saja dikalikan Rp 80ribu. Sebulan sudah habis berapa biayanya? Apalagi mereka orang desa, mau beli di mana? Karena persediaan colostomy bag hanya ada di perkotaan saja,”

jelasnya.

(14)

Lain halnya jika batok kelapa. Selain bahannya mudah didapat, batok kelapa ternyata memiliki kemampuan daya serap yang tinggi dan perawatannya mudah. Perawatannya mudah. Jika kantong stoma sudah penuh dengan cairan ekskreta, batok kelapa bisa dilepas dan dicuci. Sisa kerak yang menempel di permukaan batok bisa disikat sampai bersih, kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari selama 7 jam atau dioven 130 derajat selama 20 menit. Setelah itu dapat digunakan berulang kali seumur hidup.

Keduanya memang memiliki kekurangan dan kelebihan. Sebut saja karayagam. Dalam kondisi kulit yang masih lecet dan basah, karayagam tidak bisa digunakan. Alhasil, mau tidak mau pasien harus menggunakan batok kelapa sementara waktu sampai kondisi kulitnya membaik.

Sedangkan batok kelapa, hanya penggunaanya saja yang dianggap kurang nyaman, karena dinilai kurang praktis dan musti menggunakan tali elastis. Namun bagi pasien kurang mampu, itu saja sudah sangat membantu. Tanpa mengeluarkan biaya lebih besar, kulit mereka aman dari iritasi, tanpa mengganggu aktivitas mereka.

Teknik pemanfaatan batok kelapa menjadi skin barrier tampaknya hanya ada di Indonesia dan tidak menutup kemungkinan di beberapa wilayah tropis lainnya.

Agar bisa diproduksi, tentu dibutuhkan sejumlah persyaratan.

Pengalamannya dalam memperjuangkan hak paten dilaluinya dengan cukup berliku. Jauh sebelum hak paten diperjuangkan, ia melakukan penelitian seputar potensi batok kelapa terlebih dulu, dan kemudian berhasil masuk jurnal internasional.

Selanjutnya, tahun 2008 ia mencoba mengurus hak paten. Namun usahanya memperjuangkan hak paten sempat terhalang, karena dalam proses paten pihak tersebut menelusuri, ide hak patennya sama dengan hasil penelitian yang sudah ada di dalam jurnal, sehingga dianggap tidak orisinal lagi. Setelah melalui usaha

(15)

yang cukup keras, inovasinya berhasil disetujui pada tahun tahun 2012.

Menurutnya, angka prevalensi kanker usus meningkat setiap tahun. Diperkirakan setiap minggu, Instalasi Rawat Darurat RSUD Dr. Soetomo menerima puluhan pasien baru kanker usus besar. Banyak dari mereka berasal dari luar kota, tinggal di pedesaan.

Bahkan, ia mengajarkan kepada para pasien bagaimana cara membuat skin barrier dari batok kelapa. Tapi ternyata tak semua orang bisa membuat.

“Kelihatannya sederhana, ya, tapi ternyata ndak semua orang mampu membuatnya. Karena kebutuhan terus meningkat, akhirnya saya minta bantuan orang lain untuk membuat, dan pasien tinggal ganti ongkos dan bahannya saja, dan ini bukan komersil,” jelasnya. (*)

Penulis: Sefya H. Istighfarica Editor: Defrina Sukma S

RSUA Telemedicine, Inovasi Terbaru dari RS UNAIR

UNAIR NEWS – Rumah Sakit Pendidikan Universitas Airlangga mengembangkan teknologi terbaru untuk memudahkan pelayanan rujukan pasien. Teknologi terbaru itu bernama “RSUA Telemedicine”. Kini, aplikasi tersebut sudah bisa diunduh oleh pengguna sistem operasi Android.

Aplikasi tersebut diluncurkan pada acara “Symposium Telemedicine: Inovasi Pelayanan Kesehatan melalui Pengembangan

(16)

Health Science Institute”, di Aula Dharmawangsa RS UNAIR, Rabu (8/2). Peluncuran aplikasi disaksikan oleh Direktur RS UNAIR Prof. Dr. Nasronudin, dr., Sp.PD., K-PTI, beserta jajaran pimpinan, dan para perwakilan rumah sakit serta puskesmas di Surabaya dan sekitarnya.

Dalam aplikasi RSUA Telemedicine, pengguna akun adalah para tenaga medis di bagian Instalasi Gawat Darurat fasilitas kesehatan terkait. Untuk bergabung dengan RSUA Telemedicine, para tenaga medis di IGD harus memiliki akun pengguna.

Caranya, adalah perwakilan fasilitas kesehatan melakukan pendaftaran ke pihak RS UNAIR. Setelah itu, pihak RS UNAIR a k a n m e l a k u k a n s u r v e i k e f a s i l i t a s k e s e h a t a n y a n g bersangkutan. Setelah dilakukan survei, maka pihak fasilitas kesehatan tersebut akan menandatangani nota kesepahaman.

Nantinya, setiap fasilitas kesehatan akan mendapatkan satu akun pengguna beserta kata sandi.

Setelah berhasil mendaftar, maka tim IGD dari fasilitas kesehatan terkait bisa berkomunikasi dengan tim pengembang aplikasi RSUA Telemedicine, Tedy Apriawan, dr., Sp.BS., menuturkan bahwa mereka nantinya akan berkomunikasi dengan tim medis di bagian IGD RS UNAIR.

Dalam proses komunikasi itu, tim IGD dari fasilitas kesehatan terkait hendaknya memberikan informasi mengenai kondisi lengkap pasien. “RSUA Telemedicine kita gunakan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan, khususnya untuk sistem rujukan utama. Harapannya, kita dalam merujuk harus sudah mulai lengkap baik dari datanya, pemeriksaan fisiknya, diagnosis, dan terapinya. Satu-satunya jalan untuk hanya menggunakan telemedicine. Kita bisa ngasih foto, informasi lengkap baik terapi maupun diagnosa,” tutur Tedy.

Usai data pasien diterima, tim IGD RS UNAIR akan berdiskusi, menentukan tindakan perawatan yang tepat untuk pasien, dan mempersiapkan peralatan medis penunjang. Harapannya, pasien bisa segera diselamatkan.

(17)

“Dengan adanya rekam medis tersebut atau data yang diberikan kepada kami sudah lengkap, kami pasti akan segera menyiapkan alat-alat apa saja yang kami butuhkan di sini. Misal, penderita tersebut adalah penderita multitrauma, dari kepala sampai kaki kena semua, saat mereka merujuk ke kita, kita sudah siap langsung bergerak sesuai dengan penyakit yang diderita pasien tersebut,” terang dokter bedah RS UNAIR itu.

Saat ini, aplikasi tersebut sudah dapat digunakan. Dalam waktu dekat, pihak RS UNAIR akan melakukan sosialisasi terkait aplikasi RSUA Telemedicine. Rencana selanjutnya, tim RS UNAIR akan mengembangkan aplikasi dengan teknologi yang lebih canggih, seperti panggilan video. Pengembangan sistem akan dilakukan pada beberapa bulan ke depan.

Untuk mendukung kelancaran penggunaan aplikasi RSUA Telemedicine, pihak RS UNAIR akan menggandeng pihak RS St.

Mary, Jepang. Mereka akan mengikuti pelatihan dan mempelajari tentang sistem informasi aplikasi telemedicine.

Direktur RS UNAIR ketika diwawancarai mengatakan, inovasi RSUA Telemedicine merupakan langkah untuk mengatasi kesenjangan antara fasilitas kesehatan. Dengan adanya aplikasi tersebut, diharapkan pasien mendapatkan perawatan yang tepat dan berkualitas. Ditambah pula dengan keberadaan tim dokter berkapasitas unggul dan fasilitas yang dimiliki RS UNAIR, diharapkan inovasi tersebut dapat membantu visi sebagai rumah sakit pendidikan terbaik segera tercapai.

Penulis: Defrina Sukma S.

Editor: Nuri Hermawan

(18)

Dosen FK Manfaatkan Tempurung Kelapa Untuk Penderita Kanker Usus Besar

UNAIR NEWS – Alam telah menyediakan segalanya. Kemanfaatan buah kelapa (Cocos nucifera) ternyata melebihi perkiraan orang. Dokter spesialis divisi bedah digestif, Dr. Vicky S Budipramana, dr., SpB., KBwD, menemukan bukti bahwa tempurung kelapa bagus digunakan sebagai skin barrier (penampung cairan) bagi pasien kanker kolostomi. Bahkan skin barrier dari batok termasuk aman, murah, dan memiliki nilai plus dibandingkan produk pabrikan.

Vicky menjelaskan, penanganan kanker kolostomi selalu bermuara pada tindakan operasi pengangkatan benjolan kanker. Mulai dari bagian usus sampai ke jaringan sekitarnya. Setelah operasi pengangkatan kanker, bagian usus yang masih tersisa di dalamnya tidak bisa langsung disambung begitu saja.

Solusinya, bagian usus dikeluarkan dari dalam perut sementara waktu selama proses pemulihan.

“Nah, selama itu pula proses pengeluaran cairan ekskreta berlangsung di luar perut. Kondisi ini ternyata menyisakan persoalan baru. Pada kasus yang sering ditemui, seringkali pasien mengalami masrasi atau peradangan hebat di permukaan kulit disekitar perutnya,” kata peneliti di Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RSUD Dr.

Soetomo.

Hal itu terjadi karena mereka tidak menggunakan penampung cairan ekskreta yang tepat. Akibatnya, setiap kali keluar dari usus, cairan tidak tertampung dengan baik. Sebagaimana diketahui, cairan ekskreta bersifat alkali, sedangkan permukaan kulit sifatnya asam. Kulit yang sering berkontak dengan cairan ekskreta akan mengakibatkan kerusakan pada

(19)

pelindung kulit. Akibatnya terjadi peradangan.

“Seringkali kita melakukan tindakan operasi dari bagian usus halus karena lebih mudah dilakukan. Selain itu, yang keluar masih berupa cairan ekskreta yang encer dan tidak berbau, tidak seperti hasil buangan dari usus besar. Namun, risikonya bocor dan tumpah mengenai permukaan kulit, jika alat penampungnya kurang bagus,” jelasnya.

Persoalan ini yang kemudian menginspirasinya untuk menemukan solusi. Apalagi kebanyakan pasien adalah mereka yang berasal d a r i d e s a . “ M a y o r i t a s p a s i e n d a t a n g d a l a m k o n d i s i memprihatinkan. Mereka mengeluh kesakitan karena kulitnya lecet dan meradang. Malah saking perihnya, pasien ada yang kemudian meninggal. Bukan karena penyakitnya, tapi karena tidak mampu menahan rasa sakit akibat luka sepsis,” jelasnya.

Tentu untuk mencapai kesembuhan, harus diupayakan kondisi kulit tetap kering. Dengan begitu setelah dinyatakan pulih, maka bisa segera dilakukan operasi penyambungan usus. Namun, selama kondisi kulit belum membaik, maka operasi penyambungan usus belum bisa dilakukan.

(20)

Skin barrier dari batok kelapa (Foto: UNAIR NEWS)

Untuk mendapatkan skin barrier yang sempurna, maka bentuk tempurung kelapa disesuaikan sehingga permukaan cembung tempurung dapat ditempelkan pada kulit peristoma dan ujung (stump) usus menonjol (protrusi) melalui lubang tempurung yang terletak di bagian sentral. Bentuk tempurung kelapa secara alamiah sudah cekung sehingga bentuknya sesuai dengan skin barrier. Selain itu, daya serapnya juga tinggi.

“Agar stump usus dapat protrusi, perlu diberi penekanan yaitu dengan sabuk yang melingkar pada pinggang, sehingga ekskreta yang keluar tidak kontak dengan kulit peristoma,” ujarnya.

Kekencangan sabuk dapat diatur sendiri sesuai kenyamanan penderita karena lingkaran sabuk dapat diatur seperti halnya orang memakai ikat pinggang. Tempurung kelapa berporus sehingga dapat bersifat sebagai adsorben.

Cairan ekskreta dan keringat pada permukaan kulit akan diserap oleh permukaan cembung tempurung kelapa, sehingga kulit bebas dari paparan ekskreta. Penderita bisa memakai kantong stoma

(21)

tempurung kelapa untuk mengatasi problema kerusakan kulit.

“Secara ekonomis pemakaian kantong stoma dengan skin barrier tempurung kelapa dapat meringankan beban penderita karena tempurung kelapa sangat murah, dapat dibuat sendiri, dan dapat dipakai berulang-ulang,” jelasnya.

Ia mengklaim, penggunaan skin barrier dari batok kelapa memiliki daya serap tinggi. Semakin sering digunakan, maka daya serapnya semakin tinggi. Hal ini karena penggunaan yang sering membuat pori-pori tempurung makin lama makin lebar.

“Kuman usus memiliki enzim celulase, sedangkan batok adalah selulose. Selulose pada tempurung kelapa akan dimakan oleh enzim celulase sehingga semakin lama pori-pori tempurung semakin melebar. Ini yang membuat tempurung memiliki daya serap makin tinggi. Tapi jangan sampai tertutup kerak. Harus dibersihkan agar tidak sampai ada kerak. Karena kerak akan mengganggu proses penyerapan,” jelasnya.

Spesifikasi batok kelapa yang digunakan pun harus batok kelapa tua karena sudah memiliki kemampuan daya serap. Berbeda dengan batok kelapa muda yang masih banyak mengandung air sehingga sulit menyerap air. (*)

Penulis: Sefya H. Istighfarica Editor: Defrina Sukma S

Ahli Bedah Plastik Ciptakan Krim Atasi Keloid

UNAIR NEWS – Latar belakangnya sebagai dokter bedah plastik membuat Prof. Dr. David Sontani Perdanakusumah, dr., Sp.BP-RE

(22)

(K) banyak bergelut dengan rekonstruksi dan perbaikan cacat tubuh manusia. Dari sederet tindakan operasi yang pernah ia lakukan membuatnya penasaran dengan jenis luka tubuh yang berserat, tebal dan berwarna kontras dengan kulit sekitarnya.

Jenis luka ini disebut keloid.

Dalam mengatasi keloid, pada umumnya dokter menggunakan berbagai cara, seperti operasi, suntikan kortison, cryotherapy, dan cara-cara lainnya. Namun, metode-metode itu tak dapat menghilangkan keloid. Bahkan, tindakan operasi justru memperbesar keloid. Tak jarang, keloid menjadi mimpi buruk bagi pasien ataupun dokter.

Keloid tumbuh akibat aktivitas kolagen yang berlebih.

Pertumbuhan kolagen dipengaruhi enzim kolagenase yang kurang terkontrol. Enzim kolagenase adalah enzim yang mengatalisis hidrolisis kolagen.

“Versi saya, kolagen itu nggak akan berlebih kalau ada kolagenase. Jadi, saya bilang, kalau kolagenase berfungsi dengan bagus, mungkin tidak akan ada keloid. Karena semua yang berlebih dihancurkan. Jadi, (kolagenase berfungsi) seperti mandor,” imbuhnya.

Dokter kelahiran Singkawang itu lantas kembali melanjutkan risetnya yang ia mulai sejak melakukan penelitian disertasi.

Melanin, pewarna pada kulit, memiliki sifat kimia asam. Agar kolagenase berfungsi, maka enzim tersebut harus bersifat basa.

Pada orang yang tidak berkulit putih, banyaknya melanin membuat suasana kulit bersifat asam.

Akhirnya, David merumuskan cara agar melanin itu turun dengan pemutih yang menggunakan pelarut basa. Agar keadaan asam dan basa tak membuat kulit kian sensitif, ia mengombinasikan pemutih dengan liposom sehingga sifat basa baru keluar ketika sudah memasuki lapisan dermis. Pemutih yang ia gunakan adalah Hydroquinone dengan kadar empat persen.

“Jadi, ide saya yang dipatenkan adalah pemutih dalam suasana

(23)

basa untuk keloid. Karena dengan dikasih pemutih ke keloid, suasananya basa, kolagenasenya aktif, melaninnya turun sehingga suasana di dalam akan basa, kolagenasenya muncul (aktif) dan kolagen semua yang berlebih akan dipapas sehingga turun,” tutur David.

Prof. Dr. David S o n t a n i

P e r d a n a k u s u m a h , dr., Sp.BP-RE (K) ( F o t o : D e f r i n a Sukma S)

Pemikirannya itu ia tuangkan dalam paten berjudul “Penggunaan Hidrokuinon untuk Mencegah dan Mengobati Keloid”. Pemutih keloid dalam suasana basa akhirnya berhasil dipatenkan pada tanggal 17 Oktober 2012 dengan nomor paten ID P0031959.

Pendaftaran produknya menuju paten sempat melewati jalan berliku. Selain karena rutinitas, ide penggunaan pemutih untuk menyamarkan warna kulit dianggap bukan barang baru.

“Saya mengurus paten sekitar tahun 2004, tetapi baru keluar tahun 2012. Delapan tahun. Karena hydroquinone bukan barang baru. Itu sudah lama dipakai untuk pemutih, tapi hydroquinone untuk keloid tidak pernah ada di dunia. Itu riset saya.

Original,” tegas Wakil Dekan I FK UNAIR.

Ia praktikkan itu ke pasien-pasiennya yang telah melalui tindakan operasi. Hasilnya, keloid jadi mengecil dan lebih cerah. Untuk keloid yang bentuknya besar, pemberian krim perlu

(24)

dikombinasikan dengan tindakan bedah.

“Krim itu bisa mengecilkan. Sedikit dipangkas. Tapi untuk mendapatkan hasil yang dramatis, perlu dikombinasi dengan tindakan bedah,” imbuh David.

Selain pasien dengan keloid, dokter berusia 56 tahun itu pernah memberikan krim pemutihnya pada pasien dengan bekas cacar dan luka bakar. “Bekas luka bakar di tangan, saya kasih terus mulus. Ada luka trauma, bekas operasi, saya kasih kemudian memudar dan halus,” terang peraih penghargaan Science Achievement Award 2015 dari media Republika.

Pemutih yang David gunakan saat ini mengandung empat persen hydroquinnon dalam suasana basa dengan derajat keasaman atau pH 7,5. Ia saat ini tengah mengembangkan krim dengan derajat keasaman 7,6 sebab angka ini merupakan angka yang ideal untuk kolagenase.

Saat ini, oleh Institute of Tropical Disease UNAIR, krim pemutih milik David tengah dihilirisasi oleh salah satu industri farmasi di Indonesia. Uji produk krim pemutih milik Guru Besar bidang Ilmu Bedah Plastik ini dalam tahap uji stabilitas. Setelah uji stabilitas, tahap berikutnya adalah uji klinik di berbagai pusat kesehatan. Ia berharap, krim pemutihnya bisa memberi harapan baru bagi pasien dan tenaga medis dalam mengatasi keloid pada tubuh. (*)

Penulis: Defrina Sukma S Editor : Faridah hari

Referensi

Dokumen terkait

 Menyatakan diri sebagai bagian dari NII Kartosuwiryo  Diselesaikan dengan Musyawarah Kerukukan Rakyat Aceh C..

Jenis data dalam penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu data primer diperoleh dari bentuk kata-kata atau ucapan lisan (verbal) dan perilaku dari subjek

Binbir Gece Masalları’nda kişniş otu, bir afrodizyak olarak belirtilir; Pliny sek şarapla alınan taze kişniş otunun, tam bir afrodizyak olduğuna inanıldığını

Lean Production : suatu perubahan dari produksi massal yang mana pekerja dan work cells d ibuat leb ih fleksibel dan efisien, dengan memakai metode yang

Salah satu kompetensi inti dalam melakukan praktek kolaborasi interprofesional adalah dengan melakukan komunikasi interprofesional dimana untuk melakukan kolaborasi dan

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 1 Tahun 2019 tentang Pertimbangan Teknis Impor Besi atau Baja, Baja Paduan, dan Produk Turunannya (Berita

16 tersebut berhasil diimplementasikan dengan baik maka akan membantu menciptakan ketahanan pangan khususnya dari aspek availability (produksi dan ketersediaan

Response Blocking merupakan usaha yang dilakukan oleh individu yang merawat atau menjaga pasien pica agar tidak mengambil benda (bukan makanan) untuk