• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Oleh: SATRIA UTAMA ILMU TANAH PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2019

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Oleh: SATRIA UTAMA ILMU TANAH PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2019"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

RESPONS PEMBERIAN KOMPOS TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT DAN MIKORIZA VESIKULAR ARBUSKULAR TERHADAP PERTUMBUHAN

DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) DI TANAH ULTISOL

SKRIPSI

Oleh:

SATRIA UTAMA 140301157 ILMU TANAH

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

RESPONS PEMBERIAN KOMPOS TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT DAN MIKORIZA VESIKULAR ARBUSKULAR TERHADAP PERTUMBUHAN

DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) DI TANAH ULTISOL

SKRIPSI

Oleh:

SATRIA UTAMA 140301157 ILMU TANAH

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)
(4)

Arbuscular Mycorrhizal aplication on the growth and production of soybean (Glycine max (L.) Merr.) at ultisols, supervised by ASMARLAILI SAHAR

HANAFIAH and HARDY GUCHI.

Soybean production in North Sumatera province has decreased Soybean production in North Sumatra province has decreased from 2015 by 6,549 tons to 5,062 tons in 2016, that was cause by decrease in planting land area. Efforts made to increase soybean production is by optimizing the ultisols land. The objectives of the research was study response of empty palm oil fruit bunches and Vesicular Arbuscular Mycorrhizal aplication on the growth and production of soybean (Glycine max (L.) Merr.) at ultisols. The research was conducted in January until April 2019 at research area, Soil Biology Laboratory and Research and Technology Laboratory, Agriculture Faculty, University of North Sumatera,

Medan. The research used a Randomized Block Design duplo method with 2 factors and 4 replications. First factor was empty palm oil fruit bunches (0, 125,

dan 250 g/polybags) and second factor was Vesicular Arbuscular Mycorrhizal (0 dan 8 g/polybags). The result of research showed that application 250

g/polybags of empty palm oil fruit bunches able to increased plant root dry weight, P-uptake, number of pods, number of seeds, and weight dry seeds of soybean. In the application 8 g/polybags of Vesicular Arbuscular Mycorrhizal able to increased number of seeds, and weight dry seeds. The interaction of aplication of empty palm oil fruit bunches and Vesicular Arbuscular Mycorrhizal were able to increase weight dry seeds.

Keywords : soybean, empty palm oil fruit bunches, Vesicular Arbuscular Mycorrhizal

(5)

Vesikular Arbuskular terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai (Glycine max (L.) Merr.) di tanah ultisol, dibimbing oleh ASMARLAILI SAHAR

HANAFIAH dan HARDY GUCHI.

Produksi kedelai di provinsi Sumatera Utara mengalami penurunan dari tahun 2015 sebesar 6.549 ton menjadi 5.062 ton di tahun 2016, hal ini disebabkan oleh penurunan luas lahan tanam. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan produksi kedelai yaitu dengan mengoptimakan lahan ultisol. Penelitian ini

bertujuan untuk mempelajari respons pemberian tandan kosong kelapa sawit dan Mikoriza Vesikular Arbuskular terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai (Glycine max (L.) Merr.) di tanah ultisol. Penelitian ini dilaksanakan pada Januari

sampai April 2019 di areal percobaan, Laboratorium Biologi Tanah dan Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial metode duplo dengan dua faktor dan 4 ulangan. Faktor pertama tandan kosong kelapa sawit (0, 125, dan 250 g/polybag) dan faktor kedua Mikoriza Vesikular Arbuskular (0 dan 8 g/polybag). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian tandan kosong kelapa sawit 250 g/polibag mampu meningkatkan bobot kering tajuk, serapan P, jumlah polong, jumlah biji, dan berat biji kedelai. Pemberian Mikoriza Vesikular Arbuskular 8 g/polibag meningkatkan jumlah biji dan berat biji kedelai. Interaksi pemberian tandan kosong kelapa sawit dan Mikoriza Vesikular Arbuskular meningkatkan berat biji kedelai.

Kata kunci : kedelai, tandan kosong kelapa sawit, Mikoriza Vesikular Arbuskular

(6)

atas berkat dan rahmat Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Adapun judul dari skripsi ini adalah “Respons Pemberian Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit dan Mikoriza Vesikular Arbuskular Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) di Tanah Ultisol” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua atas do’a dan dukungannya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada ketua komisi pembimbing yaitu Prof. Dr. Ir. Asmarlaili Sahar Hanafiah, MS., DAA., dan Ir. Hardy Guchi, MP., selaku anggota komisi pembimbing atas arahan dan bimbingan yang diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik demi penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Agustus 2019

Penulis

(7)

desa Pematang Bandar. Penulis merupakan putra dari Bapak Rahmadi (Alm.) dan Ibu Megah Sriastuti. Penulis merupakan anak pertama dari 2 bersaudara. Pada tahun 2002 penulis masuk pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 097812 Bandar Betsy II selama 6 tahun. Pada tahun 2008, penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 5 Tanah Putih selama 3 tahun. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan menengah atas pada tahun 2011 di SMA Negeri 2 Tanah Putih selama 3 tahun.

Pada tahun 2014, penulis lulus dari pendidikan menengah atas dan melanjutkan pendidikannya ke Universitas Sumatera Utara (USU) melalui jalur SBMPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri) pada Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian dengan minat Ilmu Tanah. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan organisasi kemahasiswaan yaitu Himpunan Mahasiswa Agroteknologi (HIMAGROTEK) Fakultas Pertanian USU.

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Tasik Raja- Tasik Harapan Estate (Anglo Eastern Plantation), kecamatan Torgamba, kabupaten Labuhan Batu Selatan, Povinsi Sumatera Utara pada tahun 2017.

(8)

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Hipotesis Penelitian ... 3

Kegunaan Penulisan ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kedelai (Glycine max (L) Merr.) ... 4

Ultisol ... 5

Tandan Kosong Kelapa Sawit ... 7

Mikoriza Vesikular Arbuskular... 10

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 13

Bahan dan Alat ... 13

Metode Penelitian... 13

Pelaksanaan Penelitian ... 15

Pengambilan dan Persiapan Tanah... 15

Analisis Awal Tanah ... 15

Persiapan Lahan ... 15

Persiapan Media ... 16

Pemupukan ... 16

Penanaman ... 16

Aplikasi Perlakuan ... 16

Pemeliharaan Tanaman ... 16

Penyiraman ... 16

Penjarangan Tanaman ... 17

Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman ... 17

Pemanenan ... 17

Parameter Pengamatan ... 17

Bobot Kering Tajuk ... 17

Serapan Hara P Tanaman ... 17

(9)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bobot Kering Tajuk ... 19

Serapan P ... 20

Jumlah Polong ... 22

Jumlah Biji ... 23

Berat Biji ... 24

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 27

Saran ... 27 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(10)

1. Bobot kering tajuk tanaman kedelai pada pemberian kompos TKKS

dan mikoriza vesicular arbuskular di tanah ultisol ... 19 2. Serapan P tanaman kedelai pada pemberian kompos TKKS dan

mikoriza vesicular arbuskular di tanah ultisol ... 20 3. Jumlah polong tanaman kedelai pada pemberian kompos TKKS dan

mikoriza vesicular arbuskular di tanah ultisol ... 22 4. Jumlah biji tanaman kedelai pada pemberian kompos TKKS dan

mikoriza vesicular arbuskular di tanah ultisol ... 23 5. Bobot biji tanaman kedelai pada pemberian kompos TKKS dan

mikoriza vesicular arbuskular di tanah ultisol ... 24

(11)

1. Deskripsi benih kedelai varietas Anjasmoro ... 32

2. Peta pengambilan sampel tanah ... 33

3. Bagan plot penelitian ... 34

4. Analisis awal tanah ... 35

5. Kriteria sifat tanah ... 35

6. Analisis kompos tandan kosong kelapa sawit ... 36

7. Data bobot kering tajuk ... 37

8. Sidik ragam bobot kering tajuk ... 37

9. Data serapan P tanaman ... 38

10. Sidik ragam serapan P tanaman ... 38

11. Data jumlah polong ... 39

12. Sidik ragam jumlah polong ... 39

13. Data jumlah biji ... 40

14. Sidik ragam jumlah biji ... 40

15. Data bobot biji ... 41

16. Sidik ragam bobot biji ... 41

17. Foto kedelai fase vegetatif ... 42

18. Foto biji kedelai... 46

19. Foto kegiatan pelaksanaan penelitian... 50

20. Foto lahan penelitian ... 52

(12)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kedelai merupakan bahan pangan sumber protein nabati utama bagi masyarakat. Produksi kedelai di provinsi Sumatera Utara mengalami

penurunan produksi dari tahun 2015 sebesar 6.549 ton menjadi 5.062 ton di tahun 2016. Penurunan produksi kedelai disebabkan oleh adanya penurunan luas lahan dari tahun 2015 sebesar 5.303 ha menjadi 3.955 ha di tahun 2016 (Badan Pusat Statistik, 2017).

Tanah ultisol mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan bagi perluasan lahan pertanian untuk tanaman pangan. Menurut Subagyo et al. (2004) dalam Prasetyo dan Suriadikarta (2006) ultisol mempunyai sebaran luas mencapai

45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia dan berdasarkan Mulyani et al. (2010) khusus di provinsi Sumatera Utara luas ultisol mencapai 1.524.414 ha. Namun, ultisol merupakan tanah yang memiliki masalah keasaman tanah, bahan organik rendah dan nutrisi makro rendah dan memiliki ketersediaan P sangat rendah (Fitriatin et al., 2014).

Upaya meningkatkan kadar unsur hara di tanah ultisol dapat dilakukan dengan memanfaatkan bahan organik yang berasal dari limbah industri kelapa sawit yaitu tandan kosong kelapa sawit (TKKS). TKKS merupakan limbah organik kelapa sawit dengan tingkat ketersediannya yaitu sekitar 20% - 27% dari Tandan Buah Segar (TBS) yang telah diolah. TKKS dapat diolah menjadi pupuk kompos karena pupuk kompos TKKS mengandung unsur hara seperti N 1,5%;

P 0,3%; K 2,00%; Ca 0,72%; Mg 0,4%; bahan organik 50%; C/N 15,03%; dan kadar air 45 - 50% (PPKS, 2008 dalam Fauzi dan Puspita, 2017).

(13)

Peningkatan ketersediaan P akibat pemberian bahan organik terjadi karena selama proses dekomposisi bahan organik akan menghasilan asam humat. Asam humat memegang peranan penting pada lepasnya pengikatan Al dan Fe, sehingga P yang semula terjerap Al dan Fe menjadi tersedia (Herviyanti et al., 2012).

Fungi Mikoriza Vesikular Arbuskular dapat dijadikan sebagai alternatif dalam memperbaiki dan meningkatkan kualitas tanah dan pertumbuhan tanaman.

Fungi mikoriza dapat bersimbiosis dengan akar tanaman dan mempunyai peranan yang penting dalam pertumbuhan tanaman. Peranan tersebut diantaranya adalah meningkatkan serapan fosfor (P) dan unsur hara lainnya, seperti N, K, Zn, Co, S dan Mo dari dalam tanah, meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan, memperbaiki agregat tanah, meningkatkan pertumbuhan mikroba tanah yang bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman inang serta sebagai pelindung tanaman dari infeksi patogen akar (Halis et al., 2008).

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka diperlukan pengelolaan yang tepat agar tanah ultisol dapat dimanfaatkan secara optimal. Diantaranya adalah dengan menggunakan kompos tandan kosong kelapa sawit dan mikoriza untuk meningkatkan ketersediaan fosfor di dalam tanah dan meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai.

Tujuan Penelitian

1. Mempelajari respons pemberian kompos tandan kosong kelapa sawit terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai (Glycine max (L.) Merr.) di tanah ultisol.

2. Mempelajari respons pemberian Mikoriza Vesikular Arbuskular terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai (Glycine max (L.) Merr.) di tanah

(14)

ultisol.

3. Mempelajari respons pemberian kompos tandan kosong kelapa sawit dan

Mikoriza Vesikular Arbuskular terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai (Glycine max (L.) Merr.) di tanah ultisol.

Hipotesis Penelitian

1. Pemberian kompos tandan kosong kelapa sawit dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi kedelai (Glycine max (L.) Merr.) di tanah ultisol.

2. Pemberian Mikoriza Vesikular Arbuskular dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi kedelai (Glycine max (L.) Merr.) di tanah ultisol.

3. Interaksi kompos tandan kosong kelapa sawit dan Mikoriza Vesikular

Arbuskular dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi kedelai (Glycine max (L.) Merr.) di tanah ultisol.

Kegunaan Penulisan

Adapun kegunaan dari skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana di Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.

(15)

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merr.)

Kedelai merupakan sumber protein nabati paling populer bagi masyarakat Indonesia pada umumnya. Konsumsi utamanya dalam bentuk tempe dan tahu yang merupakan lauk pauk utama bagi masyarakat Indonesia. Produk ini dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, rata-rata kebutuhan kedelai per tahun adalah 2,2 juta ton. Ironisnya pemenuhan kebutuhan kedelai sebanyak 67,99% harus diimpor dari luar negeri. Hal ini terjadi karena produksi

dalam negeri tidak mampu mencukupi permintaan produsen tempe dan tahu (Kementan, 2016).

Produksi kedelai nasional pada tahun 2016 sebesar 859.653 ton, menurun sebanyak 103.530 ton (12,04 %) dibandingkan tahun 2015. Khususnya produksi kedelai di provinsi Sumatera Utara mengalami penurunan yaitu pada tahun 2016 sebesar 5.062 ton sedangkan pada tahun 2015 sebesar 6.549 ton. Hal ini disebabkan penurunan luas lahan pada tahun 2016 sebesar 3.955 ha sedangkan pada tahun 2015 sebesar 5.303 ha (Badan Pusat Statistik, 2017).

Untuk meningkatkan produksi kedelai perlu dilakukan intensifikasi pertanaman untuk mendukung peningkatan produksi kedelai antara lain dapat dilakukan melalui perluasan areal tanam. Perluasan areal tanam tidak hanya dilakukan pada daerah-daerah yang sebelumnya menjadi sentra produksi kedelai tetapi juga membuka daerah-daerah pertumbuhan baru (Atman, 2009).

Salah satu kendala dalam peningkatan produksi kedelai adalah kurangnya lahan produktif, sehingga peningkatan produksi kedelai akan diarahkan ke lahan kering masam ultisol yang arealnya cukup luas. Menurut Subagyo et al. (2004)

(16)

dalam Prasetyo dan Suriadikarta (2006) ultisol mempunyai sebaran luas mencapai

45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia.

Namun pemanfaatan lahan ultisol memiliki beberapa kendala karena pH tanah yang rendah. Rendahnya pH tanah tersebut berimplikasi terhadap kelarutan Al yang tinggi serta ketersediaan P yang rendah. Untuk mengatasi hal tersebut maka dapat dilakukan dengan memanfaatkan bahan organik dan mikoriza.

Beberapa peneliti membuktikan bahwa bahan organik efektif dalam meningkatkan ketersediaan P pada tanah ultisol. Wahyuningsih et al. (2016) menyatakan

ketersediaan P pada tanah Ultisol dapat ditingkatkan dengan pemberian bahan organik. Sementara itu, assosiasi mikoriza menyebabkan tanaman

mampu memanfaatkan unsur-unsur P yang tidak tersedia menjadi tersedia (Suciatmih, 1996).

Ultisol

Menurut Subagyo et al., (2004) dalam Prasetyo dan Suriadikarta (2006) tanah ultisol merupakan salah satu jenis tanah yang tersebar luas di Indonesia yaitu sekitar 25 % (45.794.000 ha) dari total luas daratan Indonesia. Tanah ultisol tersebar di Kalimantan (21.938.000 ha), Sumatera (9.469.000 ha), Maluku dan Papua (8.859.000 ha), Sulawesi (4.303.000 ha), Jawa (1.172.000 ha) dan Nusa Tenggara (53.000 ha).

Kata Ultisol berasal dari bahasa latin Ultimus, yang berarti terakhir atau pada kasus-kasus ultisol yaitu tanah yang mengalami pelapukan terbanyak dan hal tersebut memperlihatkan pengaruh pencucian yang terakhir. Ultisol memiliki horizon B argilik dengan reaksi agak masam sampai masam dan kejenuhan basa yang rendah. Pada ultisol biasanya terdapat aluminium yang dapat dipertukarkan

(17)

dalam jumlah yang tinggi. Pada umumnya terbentuk di daerah humid dengan

curah hujan tinggi, pencucian terjadi cukup intensif, sehingga kandungan basa rendah, yang jika diukur kejenuhan basa-pH 7 adalah <50%

(Subagyo et al., 2000).

Tanah Ultisol mempunyai tingkat perkembangan yang cukup lanjut, dicirikan oleh penampang tanah yang dalam, memiliki potensi keracunan Al dan kurangnya hara terutama P dan kation - kation dapat ditukar seperti Ca, Mg, Na, dan K. Beberapa sifat tanah ultisol adalah : 1) Tingginya kandungan pasir

sehingga memiliki konsistensi lepas, 2) Rendahnya kandungan bahan organik, 3) Rendahnya kapasitas tukar kation, 4) Persentase kejenuhan basa <4%

menyatakan jumlah basa yang dapat dipertukarkan sangat rendah (Adiwiganda et al., 1996).

Tanah Ultisol memiliki pH rendah berkisar antara 4 - 5,5 yang cukup masam. pH tanah dapat mempengaruhi ketersediaan hara dan bisa menjadi faktor yang berhubungan dengan kualitas tanah. pH tanah sangat penting dalam menentukan aktivitas dan dominasi mikroorganisme tanah yang berhubungan dengan siklus hara, penyakit tanaman, dekomposisi dan sintesa senyawa kimia organik dan transpor gas ke atmosfir seperti metan (Sudaryono, 2009).

Kapasitas tukar kation (KTK) tanah berkaitan erat dengan sifat tanah lainnya seperti liat, pasir, kandungan bahan organik ataupun C-organik dan pH tanah. Umumnya tanah dengan tekstur liat, bahan organik tinggi, pH tanah tinggi, tanah mempunyai KTK tinggi, karena banyaknya muatan negatif tapak jerapan meningkat terutama dari muatan tergantung pH sedangkan tanah dengan tekstur kasar cenderung rendah KTK nya (Supriyadi, 2002).

(18)

Diantara semua kendala dalam tanah ultisol, defisiensi P merupakan kendala yang penting dan umum dijumpai pada tanah masam. Hal ini karena fosfat yang difiksasi oleh mineral liat dalam tanah sebagai anion diikat oleh oksida dan oksida hidrat Fe dan Al dalam bentuk yang tidak tersedia untuk diserap tanaman. Akibatnya ketersediaan P menjadi sangat rendah bagi tanaman sehingga pertumbuhan tanaman terganggu (Mujib et al., 2006).

Tandan Kosong Kelapa Sawit

Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) adalah limbah pabrik kelapa sawit yang jumlahnya sangat melimpah. Pengolahan setiap 1 ton TBS menghasilkan 230 kg tandan kosong kelapa sawit. Kompos TKKS dapat menambahkan kandungan unsur hara yang ada di dalam tanah dan mampu memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Mustaqim et al., 2016).

Pupuk kompos diperoleh pada pemanfaatan bahan organik seperti TKKS yang sudah diolah menjadi kompos. TKKS merupakan limbah organik kelapa sawit dengan tingkat ketersediaanya yaitu sekitar 20% - 27% dari Tandan Buah Segar (TBS) yang telah diolah. TKKS dapat diolah menjadi pupuk kompos karena pupuk kompos TKKS mengandung unsur hara seperti N 1,5%; P 0,3%; K 2,00%;

Ca 0,72%; Mg 0,4%; bahan organik 50%; C/N 15,03%; dan kadar air 45 - 50%

(PPKS, 2008 dalam Fauzi dan Puspita, 2017).

Menurut Budianta dan Ristiani (2013), bahan organik berperan terhadap perubahan sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Peran bahan organik sebagai bahan pembenah tanah yakni dengan memperbaiki struktur tanah, porositas dan aerasi tanah, dan juga memperbaiki stabilitas agregat tanah. Bagi sejumlah organisme tanah bahan organik merupakan makanan yang menjadi sumber energi. Hasil

(19)

dekomposisi bahan organik menghasilkan senyawa sederhana yang merupakan sumber hara bagi tanaman. Sebagai bahan ameliorasi, bahan organik mengikat logam-logam toksik seperti Al, Fe, Mn sehingga logam - logam tersebut tidak mobil. Sifat humus yang koloidal mampu mengikat air dalam waktu yang lama mengakibatkan tanah akan lembab terus. Peran lain dari bahan organik tanah adalah sebagai bagian dari komponen penyusun tanah yang kandungannya dalam tanah berkisar < 5%.

Pengaruh bahan organik terhadap ketersediaan hara fosfat di dalam tanah melalui hasil pelapukannya yaitu asam-asam organik dan CO2. Asam-asam organik seperti asam malonat, tartarat, humat, fulvik akan menghasilkan anion organik. Anion – anion organik ini dapat mengikat logam-logam seperti Al, Fe dan Ca dari dalam larutan tanah, kemudian membentuk senyawa komplek yang bersifat sukar larut. Dengan pengikatan Al, Fe dan Ca ini ion-ion akan bebas dari pengikatan logam tersebut sehingga tersedia di dalam larutan tanah. Proses pengikatan logam seperti Al, Fe dan Ca oleh senyawa asam-asam organik komplek disebut dengan khelasi dan senyawa kompleknya disebut khelat (Damanik et al., 2011).

Keunggulan kompos TKKS adalah kandungan kalium yang tinggi, tanpa penambahan starter dan bahan kimia, memperkaya unsur hara yang ada di dalam tanah, dan mampu memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Selain itu kompos TKKS memiliki beberapa sifat yang menguntungkan antara lain: (1) memperbaiki struktur tanah berlempung menjadi ringan; (2) membantu kelarutan unsur-unsur hara yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman; (3) bersifat homogen dan mengurangi risiko sebagai pembawa hama tanaman; (4) merupakan

(20)

pupuk yang tidak mudah tercuci oleh air yang meresap dalam tanah dan (5) dapat diaplikasikan pada sembarang musim (Winarti dan Neneng, 2013).

Bahan organik meningkatkan retensi air tanah karena sifat hidrofiliknya dan pengaruhnya yang positif terhadap struktur tanah. Meningkatnya bahan organik tanah mampu meningkatkan pembentukan agregat tanah dan stabilitas agregat dengan demikian meningkatkan porositas yang menahan air tersedia dari tanaman dan meningkatkan infiltrasi dan retensi air di seluruh zona perakaran.

Ketika bahan organik berkurang, agregasi tanah dan agregat stabilitas menurun dan kepadatan meningkat (Huntington, 2007).

Kapasitas memegang air tanah merupakan komponen penting dari keseimbangan air dan energi terestrial lingkungan. Kapasitas memegang air tanah mengendalikan laju evapotranspirasi, dan merupakan kunci untuk produksi

tanaman. Sudah diterima secara luas kapasitas air yang tersedia di tanah

dapat ditingkatkan dengan meningkatkan kandungan bahan organik (Minasny and McBratney, 2017).

Hasil penelitian Sahputra et al. (2016) menyatakan bahwa pemberian berbagai dosis kompos TKKS pada kedelai tidak meningkatkan secara nyata pada luas daun, waktu berbunga dan persentase polong bernas, namun meningkatkan secara nyata pada jumlah polong dan produksi perplot dengan hasil terbaik pada 20 ton/ha. Berdasarkan penelitian Pasaribu et al. (2018) bahwa bahan organik mampu meningkatkan secara nyata pH tanah, P-tesedia, KTK serta menurunkan Al-dd dan kejenuhan Al pada tanah ultisol. Asam-asam organik yang dihasilkan pelapukan bahan organik akan mengikat Al3+ dan Fe2+ sehingga mampu meningkatkan pH tanah dan mampu menurunkan kadar Al tanah sehingga P yang

(21)

terikat oleh logam dapat terlepas dari ikatan dan menjadi tersedia.

Mikoriza Vesikular Arbuskular

Mikoriza adalah jamur yang dapat berasosiasi dangan sistem perakaran tanaman tinggi. Dalam fenomena ini jamur menginfeksi dan mengkoloni akar tanpa menimbulkan nekrosis sebagaimana biasa terjadi pada infeksi jamur patogen dan mendapatkan pasokan nutrisi secara teratur dari tanaman. Secara harfiah mikoriza diartikan sebagai cendawan akar (Rao, 1994)

Usaha untuk meningkatkan penyerapan fosfat dapat dilakukan dengan simbiosis antara tanaman dengan mikoriza. Hifa fungi mikoriza dapat meningkatkan pengambilan P dengan cara memperluas daerah penyerapan dari sistem perakaran tanaman sehingga dapat dimanfaatkan untuk menambang residu P yang menumpuk dalam tanah. Pengaruh mikoriza terhadap pertumbuhan, serapan P dan hasil tanaman dipengaruhi oleh jenis dan varietas tanaman, jenis tanah, jenis pupuk, dan faktor lingkungan (Kabirun, 2002).

Asosiasi mikoriza dicirikan dengan adanya penyediaan karbon (C) oleh tanaman untuk fungi dan tanaman mendapatkan nutrisi dari fungi. Keuntungannya pada tanaman yaitu meningkatkan unsur hara yang tersedia bagi tanaman terutama unsur P yang dapat memacu pertumbuhan dan meningkatkan kesehatan tanaman.

Tanaman yang mengandung mikoriza lebih kompetitif dan toleran terhadap cekaman/tekanan lingkungan dibandingkan dengan tanaman tanpa mikoriza (Bardgett, 2005).

Tanaman inang dalam pertumbuhannya mendapatkan sumber hara lebih banyak dari dalam tanah dengan bantuan penyerapan lebih luas dari organ-organ mikoriza pada sistem perakaran dibandingkan yang diserap oleh rambut akar

(22)

biasa. Hara utama yang diserap adalah fosfor (P) dan juga termasuk nitrogen (N), kalium (K) dan unsur mikro lain seperti Zn, Cu dan B. Melalui proses enzimatik, hara yang terikat kuat dalam ikatan senyawa kimia seperti aluminium (Al) dan besi (Fe), dapat diuraikan dan dipecahkan dalam bentuk tersedia bagi tanaman inang. Karena cuma tanaman inang yang berfotosintesa, sebagai imbalannya, sebagian hasil fotosintat (berupa karbohidrat cair) yang dimasak pada daun berklorofil didistribusikan ke bagian akar inang, dan tentunya mikoriza di jaringan korteks akar inang mendapatkan aliran energi untuk hidup dan berkembangbiak di dalam tanah (Santoso et al., 2006).

Infeksi jamur pada akar tanaman dapat membantu pengambilan fosfor dengan cara memperluas permukaan serapan dari akar. Miselium jamur yang berada di luar akar analog sebagai rambut untuk mengambil bahan makanan dan air. Miselium jamur ini dapat tumbuh menyebar ke luar akar untuk beberapa sentimeter (>9cm), sehingga dapat berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan mintakat (zona) kekosongan (deplesi) bahan makanan terutama P di sekitar akar dengan tanah (Suciatmih, 1996).

Kolonisasi mikoriza pada akar tanaman dapat memperluas bidang serapan akar dengan adanya hifa eksternal yang tumbuh dan berkembang melalui bulu akar. Selanjutnya miselia fungi mikoriza vesikular arbuskular dapat tumbuh dan menyebar keluar akar sekitar lebih 9 cm, dengan total panjang hifanya dapat mencapai 26-54 m/g tanah (Talanca, 2010).

Perkembangan mikoriza berkorelasi erat dengan jumlah eksudat akar. Hal ini disebabkan karena dari akar dikeluarkan eksudat yang mengandung bahan- bahan organik termasuk karbohidrat dan asam amino yang berguna bagi

(23)

perkecambahan spora mikoriza tersebut. Adanya mikoriza dapat memperbaiki dan meningkatkan kapasitas serapan air. Bagi tanaman sendiri pengaruh adanya mikoriza sangat menguntungkan karena terjadinya pemindahan unsur hara dari mikoriza ketanaman inang ini menyebabkan kepekaan unsur hara terutama P jaringan tanaman yang terinfeksi, jauh lebih tinggi daripada yang tidak terinfeksi (Simanjuntak, 2004).

Secara umum manfaat pupuk hayati mikoriza menurut Hanafiah et al., (2009) adalah: 1. Memperbaiki struktur tanah, 2. Mikoriza

dapat meningkatkan absorpsi hara dari dalam tanah, 3. Mikoriza dapat berperan sebagai penghalang biologi terhadap patogen akar, 4. Meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan dan kelembaban yang ekstrim, dan 5. Menjamin terselenggaranya proses biogeokemis.

Berdasarkan penelitian Fahmissidqi (2016) bahwa inokulasi Mikoriza Vesikular Arbuskular meningkatkan panjang akar dan derajat infeksi akar tanaman kedelai dengan dosis 7,5 g/polybag. Sagala et al. (2013) menyatakan bahwa pemberian mikoriza berperan secara nyata dalam meningkatkan bobot kering tanaman, serapan P tanaman, derajat infeksi akar pada tanaman sawi dan kadar P tanah di tanah andisol.

(24)

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di areal percobaan Fakultas Pertanian dan analisis dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian dan Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 32 m dpl. Penelitian ini dimulai pada Januari 2019 sampai dengan April 2019.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah ultisol yang berasal dari Desa Tanah Abang Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang, benih kedelai varietas Anjasmoro sebagai tanaman indikator, Mikoriza Vesikular Arbuskular dan kompos tandan kosong kelapa sawit sebagai perlakuan, pupuk dan Urea, SP-36 dan KCl serta inokulan Rizhobia sebagai pupuk dasar, polybag 10 kg, goni, aquadest, serta bahan - bahan kimia yang digunakan untuk keperluan analisis tanah dan tanaman di laboratorium.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul untuk mempersiapkan lahan, timbangan untuk mengukur berat tanah dan alat-alat yang digunakan dilaboratorium untuk analisis tanah dan tanaman.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan metode duplo dengan dua faktor dan 4 ulangan, yaitu :

Faktor I : Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) B0 : 0 ton/ha (0 g/Polybag)

B1 : 25 ton/ha (125 g/Polybag)

(25)

B2 : 50 ton/ha (250 g/Polybag)

Faktor II : Mikoriza Vesikular Arbuskular M0 = 0 g/polybag

M1 = 8 g/polybag

Sehingga diperoleh kombinasi perlakuannya sebagai berikut : B0M0 B0M1

B1M0 B1M1 B2M0 B2M1

Jumlah Taraf kompos TKKS : 3 Jumlah Taraf Mikoriza : 2

Jumlah Ulangan : 4

Jumlah Unit Percobaan : 3 x 2 x 4 x 2 = 48 Model linier Rancangan Acak Kelompok :

Yijk = μ + αi + βj + (αβ) ij + γk + εijk Dimana:

Yijk : Data pengamatan pada satuan satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan ke-i dari faktor tandan kosong kelapa sawit dan perlakuan ke-j dari faktor Mikoriza Vesikular Arbuskular

Μ : Nilai tengah umum

αi : Pengaruh perlakuan ke-i dari faktor tandan kosong kelapa sawit βj : Pengaruh ulangan ke-j dari faktor Mikoriza Vesikular Arbuskular

(αβ)ij : Pengaruh interaksi taraf ke- i dari faktor tandan kosong kelapa sawit dan taraf j dari faktor Mikoriza Vesikular Arbuskular

γk : Pengaruh blok ke-k

(26)

εijk : Pengaruh galat taraf ke-i dari faktor tandan kosong klapa sawit dan taraf j dari faktor Mikoriza Vesikular Arbuskular pada blok ke-k

Data yang diperoleh dianalisis secara statistik berdasarkan analisis Varian pada setiap peubah amatan yang diukur, dan diuji lanjutan bagi perlakuan yang nyata dengan menggunakan uji beda Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5% .

Pelaksanaan Penelitian

Pengambilan dan Persiapan Tanah

Tanah yang digunakan adalah tanah ultisol yang berasal dari desa Tanah Abang Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang. Pengambilan contoh tanah dilakukan pada kedalaman 0-20 cm secara komposit yang di ambil dari tiga titik pengambilan dengan koordinat sebagai berikut:1) Titik 1 : 98052.348’ BT, 03026.572’ LU, 2) Titik 2 : 98052.353’ BT, 03026.616’ LU, 3) Titik 3 : 98052.432’

BT, 03026.645’ LU. Tanah yang sudah di ambil kemudian di kering udarakan dan diayak menggunakan ayakan 10 mesh.

Analisis Awal Tanah

Tanah yang telah kering udara dan telah diayak dilakukan analisa pH H2O (Metode Elektrometri), Al-dd (Metode Trimetry), P-total (Destruksi

Asam), N-total (Kjeldahl) dan C-organik (Walkey and Black).

Persiapan Lahan

Areal yang digunakan untuk penelitian terlebih dahulu diukur sesuai kebutuhan, lalu dibersihkan dari gulma yang ada sehingga benar-benar bersih.

Setelah itu dibentuk blok sebanyak 4 blok dengan jarak antar blok 50 cm. Pada sekeliling areal dibuat parit sedalam 30 cm untuk menghindari adanya

(27)

penggenangan air.

Persiapan Media

Media tanam yang digunakan adalah tanah ultisol. Tanah ultisol terlebih dahulu dikering udarakan dan diayak, kemudian dimasukkan kedalam polibeg berukuran 10 kg dan di susun di lahan penelitian.

Pemupukan

Pemupukan dilakukan sesuai dengan dosis anjuran Balai Penelitian Tanah (2005) yaitu 25 kg urea/ha (0,13 g/lubang tanam), 150 kg SP-36/ha (0,75 g/lubang tanam), dan 100 kg KCl/ha (0,5 g/lubang tanam). Pemupukan dilakukan sebelum benih ditanam. Kemudian seminggu setelah tanam atau setelah munculnya akar tanaman diberikan inokulan Rizhobia sebanyak 20 ml.

Penanaman

Pada penanaman, benih ditanam pada lubang dengan kedalaman 2 cm dari permukaan tanah sebanyak 2 benih/lubang tanam. Sebelum ditanam benih kedelai direndam air selama 15 menit untuk mempercepat proses perkecambahan.

Aplikasi Perlakuan

Aplikasi kompos tandan kosong kelapa sawit dilakukan pada saat penanaman benih. Aplikasi mikoriza diberikan pada setiap lubang tanam dengan dosis sesuai perlakuan perlubang tanam. Pemberian mikoriza dilakukan pada saat seminggu setelah tanam.

Pemeliharaan Tanaman Penyiraman

Penyiraman tanaman dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari sampai mencapai kondisi kapasitas lapang.

(28)

Penjarangan Tanaman

Penjarangan tanaman dilakukan saat tanaman berumur 2 minggu.

Penjarangan dilakukan dengan memotong tanaman yang tidak perlu sehingga menyisakan satu tanaman yang baik pertumbuhannya.

Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman

Pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) dilakukan secara manual, dengan membuang dan membunuh OPT yang ada pada tanaman.

Pengendalian OPT juga dilakukan dengan pemberian pestisida nabati.

Penyemprotan pestisida nabati dilakukan sesuai kondisi di lapangan yaitu apabila terjadi serangan hama dan penyakit pada tanaman.

Pemanenan

Panen dilakukan pada saat tanaman sudah menunjukan matang fisiologis yaitu polong bewarna kuning kecoklatan dan berumur sekitar ± 90 hari setelah tanam. Pemanenan dilakukan dengan cara memetik polong.

Parameter Pengamatan Bobot Kering Tajuk

Pengamatan bobot kering tajuk diambil pada akhir masa vegetatif tanaman yaitu dengan cara tanaman dicabut dan dipisahkan antara tajuk dan akarnya, kemudian dibersihkan dari kotoran dan diovenkan pada suhu 70°C selama 24 jam, kemudian ditimbang.

Serapan P Tanaman

Penentuan serapan P tanaman dilakukan di laboratorium, pada akhir masa vegetatif, dengan cara destruksi basa yang menggunakan H2SO4 dan H2O2 dan penentuannya menggunakan alat spektrofotometri.

(29)

Jumlah Polong

Jumlah polong dihitung dengan cara menghitung seluruh polong yang tumbuh sempurna. Jumlah polong dapat diketahui dengan menghitung semua polong yang terbentuk pada setiap tanaman. Pengamatan dilakukan pada saat panen.

Jumlah Biji

Pengamatan jumlah biji dilakukan setelah tanaman di panen, biji kedelai dilepaskan dari polongnya dan kemudian di hitung tiap sampel tanaman.

Bobot Biji

Pengamatan bobot biji (g) dilakukan setelah tanaman di panen, biji kedelai dilepaskan dari polongnya dan dijemur di bawah sinar matahari selama 2-3 hari kemudian ditimbang tiap sampel tanaman.

(30)

HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Kering Tajuk

Hasil pengukuran bobot kering tajuk tanaman kedelai dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 1. Bobot kering tajuk tanaman kedelai pada pemberian kompos TKKS dan mikoriza vesicular arbuskular di tanah Ultisol

Kompos TKKS Mikoriza

Rataan M0 (0 g) M1 (8 g)

…...g...

B0 (0 g) 1,52 2,14 1,83 b

B1 (125 g) 4,87 4,85 4,86 ab

B2 (250 g) 5,57 6,47 6,02 a

Rataan 3,99 4,49

Keterangan : Angka - angka yang diikuti notasi yang berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan yang nyata pada Uji Duncan taraf α = 5%

Berdasarkan data yang ditampilkan pada Tabel 1 menunjukan bahwa

bobot kering tajuk tertinggi diperoleh pada perlakuan kompos TKKS 250 g/polybag (B2) yaitu 6,02 g dan terendah pada kontrol atau tanpa perlakuan

kompos TKKS (B0) yaitu 1,83 g. Perlakuan B2 berbeda nyata dengan B0 tetapi tidak berbeda nyata dengan B1.

Pemberian kompos TKKS mampu meningkatkan bobot kering tajuk. Hal ini dikarenakan kompos TKKS mampu meningkatkan ketersediaan unsur hara

yang cukup bagi pertumbuhan kedelai. Hal ini sesuai dengan pernyataan Carter (2001) bahwa bahan organik dapat meningkatkan ketersediaan hara dalam

tanah, memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah, selain itu juga memperbaiki sifat-sifat kimia tanah seperti penurunan kelarutan aluminium, serta meningkatkan KTK tanah melalui gugus karboksil yang aktif. Unsur hara yang diserap oleh tanaman mampu meningkatkan proses pembelahan sel, fotosintesis, dan proses

(31)

lain dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang ditunjukan melalui bobot kering tajuk. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rizqiani et al. (2006) bahwa unsur yang terserap dapat digunakan untuk mendorong pembelahan sel dan pembentukan sel-sel baru guna membentuk organ tanaman seperti daun, batang dan akar yang lebih baik sehingga dapat memperlancar proses fotosintesis.

Perlakuan mikoriza menunjukkan bobot kering tajuk yang tidak berbeda nyata secara statistik namun menghasilkan bobot kering tajuk tertinggi pada perlakuan mikoriza 8 g/polybag (M1) yaitu 4,49 g dan terendah pada perlakuan tanpa mikoriza (M0) yaitu 3,99 g. Hal ini dikarenakan pemberian mikoriza dapat menginfeksi sistem perakaran sehingga penyerapan unsur hara lebih meningkat dibandingkan tanpa pemberian mikoriza. Hal ini sesuai dengan pernyataan Masria (2015) bahwa mikoriza menginfeksi sistem perakaran tanaman inang dan memproduksi jalinan hifa secara intensif sehingga tanaman yang mengandung mikoriza tersebut akan mampu meningkatkan kapasitas dalam penyerapan hara.

Serapan P Tanaman

Hasil pengukuran serapan P tanaman kedelai dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 2. Serapan P tanaman kedelai pada pemberian kompos TKKS dan mikoriza vesicular arbuskular di tanah Ultisol

Kompos TKKS Mikoriza

Rataan M0 (0 g) M1 (8 g)

...mg/tanaman...

B0 (0 g) 1,60 1,65 1,62 b

B1 (125 g) 3,45 3,70 3,58 ab

B2 (250 g) 4,10 4,31 4,20 a

Rataan 3,05 3,22

Keterangan : Angka - angka yang diikuti notasi yang berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan yang nyata pada Uji Duncan taraf α = 5%

(32)

Berdasarkan data yang ditampilkan pada Tabel 2 menunjukan bahwa serapan P tertinggi diperoleh pada perlakuan kompos TKKS 250 g/polybag (B2) yaitu 4,20 mg/tanaman dan terendah pada kontrol atau tanpa perlakuan kompos TKKS (B0) yaitu 1,62 mg/tanaman. Perlakuan B2 berbeda nyata dengan B0 tetapi tidak berbeda nyata dengan B1.

Pemberian kompos TKKS mampu meningkatkan serapan P tanaman. Hal ini dikarenakan asam-asam organik yang dihasilkan oleh dekomposisi bahan organik mampu bertindak sebagai pengkhelat senyawa Al dan Fe sehingga terjadi pelepasan P terikat menjadi P tersedia. Hal ini ditunjukkan pada Tabel 2 bahwa pemberian kompos TKKS 250 g/polybag mampu meningkatkan serapan P. Hal ini sesuai dengan pernyataan Weil dan Magdoff (2004) aktivitas asam-asam organik (asam humat dan asam fulvat serta asam-asam lainnya) hasil dekomposisi bahan organik menurunkan aktivitas aluminium dan besi, disebabkan oleh hasil pertukaran ligan dari oksidasi Al dengan asam-asam organik membentuk ikatan organo-logam yang dapat pula meningkatkan pH tanah, sehingga dengan demikian terjadi pelepasan P terikat menjadi P-tersedia yang dapat diserap oleh tanaman.

Perlakuan mikoriza tidak berpengaruh nyata terhadap serapan P, akan tetapi menghasilkan serapan P tertinggi pada perlakuan mikoriza 8 g/polybag (M1) yaitu 3,22 mg/tanaman dan terendah pada perlakuan tanpa mikoriza (M0) yaitu 3,05 mg/tanaman. Hal ini dikarenakan mikoriza menghasilkan enzim fosfatase yang dapat melepaskan hara P yang terikat oleh Al dan Fe sehingga hara lebih tersedia bagi tanaman. Musfal (2010) menyatakan bahwa mikoriza mampu meningkatkan serapan hara, khususnya fosfat. Hal ini disebabkan jaringan hifa

(33)

eksternal mikoriza mampu memperluas bidang serapan. Mikoriza menghasilkan enzim fosfatase yang dapat melepaskan hara P yang terikat unsur Al dan Fe pada lahan masam sehingga hara lebih tersedia bagi tanaman.

Jumlah Polong

Hasil penghitungan jumlah polong tanaman kedelai dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 3. Jumlah polong tanaman kedelai pada pemberian kompos TKKS dan mikoriza vesicular arbuskular di tanah Ultisol

Kompos TKKS Mikoriza

Rataan M0 (0 g) M1 (8 g)

B0 (0 g) 11,00 11,75 11,38 c

B1 (125 g) 24,00 25,25 24,63 b

B2 (250 g) 30,00 38,00 34,00 a

Rataan 21,67 25,00

Keterangan : Angka - angka yang diikuti notasi yang berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan yang nyata pada Uji Duncan taraf α = 5%

Berdasarkan data yang ditampilkan pada Tabel 3 menunjukan bahwa jumlah polong tertinggi diperoleh pada perlakuan kompos TKKS 250 g/polybag (B2) yaitu 34,00 dan terendah pada kontrol atau tanpa perlakuan kompos TKKS (B0) yaitu 11,38. Perlakuan B2 berbeda nyata dengan B0 dan B1.

Pemberian kompos TKKS mampu meningkatkan jumlah polong tanaman.

Hal ini ditunjukkan pada Tabel 3 bahwa pemberian kompos TKKS 250 g/polybag

mampu meningkatkan jumlah polong kedelai. Hal ini sesuai dengan pernyataan Samuli et al. (2012) menyatakan pemberian bahan organik mampu meningkatkan

jumlah polong pada tanaman kedelai hal ini disebabkan karena bahan organik selain memperbaiki kondisi tanah juga mampu menyuplai unsur hara yang dibutuhkan tanaman, mempercepat pendewasaan tanaman sehingga memberikan jumlah polong yang lebih baik.

(34)

Perlakuan mikoriza menunjukkan jumlah polong yang tidak berbeda nyata secara statistik namun menghasilkan jumlah polong tertinggi pada perlakuan mikoriza 8 g/polybag (M1) yaitu 25,00 dan terendah pada perlakuan tanpa mikoriza (M0) yaitu 21,67. Hal ini dikarenakan tanaman kedelai yang diberikan perlakuan mikoriza mengalami peningkatan dalam kemampuannya menyerap unsur hara, sehingga metabolisme untuk pertumbuhan tanaman kedelai menjadi lebih baik. Hal ini sesuai pernyataan Haris dan Adnan (2005) bahwa manfaat penambahan fungi mikoriza antara lain yaitu pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik sehingga hasil yang didapat jauh lebih banyak.

Jumlah Biji

Hasil penghitungan jumlah biji tanaman kedelai dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4. Jumlah biji tanaman kedelai pada pemberian kompos TKKS dan mikoriza vesicular arbuskular di tanah Ultisol

Kompos TKKS Mikoriza

Rataan M0 (0 g) M1 (8 g)

B0 (0 g) 24,75 26,00 25,38 c

B1 (125 g) 54,50 60,50 57,50 b

B2 (250 g) 70,75 92,75 81,75 a

Rataan 50,00 b 59,75 a

Keterangan : Angka - angka yang diikuti notasi yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukan perbedaan yang nyata pada Uji Duncan taraf α = 5%

Berdasarkan data yang ditampilkan pada Tabel 4 menunjukan bahwa jumlah biji tertinggi diperoleh pada perlakuan kompos TKKS 250 g/polybag (B2) yaitu 81,75 dan terendah pada kontrol atau tanpa perlakuan kompos TKKS (B0) yaitu 25,38. Perlakuan B2 berbeda nyata dengan B0 dan B1.

Pemberian kompos TKKS 250 g/polybag mampu meningkatkan jumlah biji kedelai. Hal ini dikarenakan kompos TKKS mampu meningkatkan

(35)

ketersediaan unsur hara bagi tanaman yang dapat meningkatkan proses fotosintesis sehingga fotosintat yang dihasilkan meningkat dan dapat mempengaruhi biji yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Zainal et al.

(2014) bahwa bahan organik berperan efektif dalam menambah unsur hara seperti hara P yang sangat penting untuk pembentukan dan pengisian polong yang akhirnya untuk pembentukan biji tanaman kedelai. Semakin baik pertumbuhan vegetatif tanaman kedelai maka proses fotosintesis akan berjalan dengan baik sehingga fotosintat yang dihasilkan makin banyak. Hasil fotosintesis dari fase vegetatif ke fase generatif akan disimpan sebagai cadangan makanan dalam bentuk karbohidrat yang berupa biji. Semakin tinggi fotosintat maka hasil biji juga akan semakin meningkat.

Jumlah biji tertinggi pada perlakuan mikoriza 8/polybag g (M1) yaitu 59,75 dan terendah pada perlakuan tanpa mikoriza (M0) yaitu 50,00. Perlakuan M1

berbeda nyata dengan M0. Hal ini dikarenakan pemberian mikoriza secara efektif dapat meningkatkan fosfor yang tersedia bagi tanaman. Fosfor berperan penting dalam meningkatkan produksi biji. Menurut Mulyani (2002), unsur hara P berperan penting dalam pengisian biji, pemasakan buah atau gabah, dan meningkatkan produksi biji-bijian. Hal ini sejalan dengan pernyataan Malik et al.

(2017) bahwa aplikasi fungi mikoriza arbuskula meningkatkan produksi tanaman kedelai dengan meningkatnya jumlah polong, bobot polong, jumlah biji, serta bobot 20 butir biji.

Bobot Biji

Hasil penghitungan bobot biji tanaman kedelai dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

(36)

Tabel 5. Bobot biji tanaman kedelai pada pemberian kompos TKKS dan mikoriza vesicular arbuskular di tanah Ultisol

Kompos TKKS Mikoriza

Rataan M0 (0 g) M1 (8 g)

……….g………..….

B0 (0 g) 2,63 e 3,05 e 2,84 c

B1 (125 g) 6,53 bcd 7,15 b 6,84 b

B2 (250 g) 8,18 b 11,50 a 9,84 a

Rataan 5,78 b 7,23 a

Keterangan : Angka - angka yang diikuti notasi yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukan perbedaan yang nyata pada Uji Duncan taraf α = 5%

Berdasarkan hasil pengukuran bobot biji yang ditampilkan pada Tabel 5

diketahui bobot biji tertinggi ditunjukkan pada pemberian kompos TKKS 250 g/polybag dengan mikoriza 8/polybag g yaitu 11,50 g dan bobot biji terendah

ditunjukkan oleh perlakuan tanpa kompos TKKS dan tanpa mikoriza yaitu 2,63 g.

Perlakuan B2M1 berbeda nyata dengan B0M0, B0M1, B1M0, B1M1, dan B2M0. Jika hasil perlakuan B2M1 dikonversikan ke dalam luasan hektar dengan jarak tanam 20 x 30 cm, maka diperoleh bobot biji sebesar 1.916 kg/ha atau setara dengan 1,9 ton/ha. Hal ini menunjukan bahwa hasil tersebut belum memenuhi kriteria daya hasil kedelai berdasarkan deskripsi kedelai varietas anjasmoro.

Pemberian kompos TKKS 250 g/polybag dan mikoriza 8g/polybag mampu meningkatkan bobot biji tanaman. Hal ini dikarenakan pemberian kompos TKKS mampu meningkatkan P tersedia bagi tanaman, dan mikoriza mampu memperluas perakaran tanaman sehingga penyerapan unsur hara yang tersedia menjadi lebih optimal. Hal ini sesuai dengan pernyataan Novizan (2005) bahwa pada saat fase pertumbuhan generatif, fosfat dibutuhkan tanaman untuk sintesis protein dan proses enzimatik. Dengan demikian bila pengisian biji berjalan dengan optimal maka biji yang dihasilkan akan lebih bernas.

(37)

bobot biji tertinggi diperoleh pada perlakuan kompos TKKS 250 g/polybag (B2) yaitu 9,84 g dan terendah pada kontrol atau tanpa perlakuan kompos TKKS (B0) yaitu 2,84 g. Perlakuan B2 berbeda nyata dengan B0 dan B1. Hal ini dikarenakan kompos TKKS mampu meningkatkan ketersediaan fosfor. Fosfor berguna untuk mempercepat pemasakan buah atau biji. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sihaloho et al. (2015) fosfor dapat merangsang perkembangan akar sehingga tanaman akan lebih tahan terhadap kekeringan, mempercepat pembungaan dan

pemasakan buah, biji atau gabah selain itu juga dapat menambah nilai gizi (lemak dan protein).

Pemberian mikoriza mampu meningkatkan bobot biji kedelai seperti terlihat pada Tabel 5. Bobot biji tertinggi pada perlakuan mikoriza 8 g/polybag (M1) yaitu 7,23 g dan terendah pada perlakuan tanpa mikoriza (M0) yaitu 5,78 g.

Perlakuan M1 berbeda nyata dengan M0. Hal ini dikarenakan dengan adanya fungi mikoriza arbuskular yang membantu penyerapan unsur hara dan membaiknya status serapan hara terutama fosfor. Menurut Husin (1989) dalam Zuhri dan Puspita (2008) menyatakan bahwa unsur P sangat penting dalam pertumbuhan dan menentukan hasil tanaman, karena peranan utama P adalah meningkatkan perkembangan akar, peningkatan kadar P dalam tanaman akan diikuti dengan meningkatnya serapan unsur hara lain, sehingga fotosintesis juga meningkat.

Dengan demikian fotosintat yang dihasilkan juga lebih besar sehingga meningkatkan pasokan berat kering ke dalam biji. Zuhri dan Puspita (2008) juga melaporkan bahwa pemberian Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) cenderung dapat meningkatkan umur berbunga, umur panen, jumlah polong, dan berat biji kering kedelai pada tanah Podzolik Merah Kuning.

(38)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Pemberian kompos TKKS 250 g/polibag meningkatkan bobot kering tajuk, serapan P, jumlah polong, jumlah biji, dan bobot biji kedelai pada tanah ultisol.

2. Pemberian Mikoriza Vesikular Arbuskular 8 g/polibag meningkatkan jumlah biji dan bobot biji kedelai pada tanah ultisol.

3. Interaksi pemberian kompos TKKS dan Mikoriza Vesikular Arbuskular meningkatkan bobot biji kedelai pada tanah ultisol.

Saran

Sebaiknya untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai pada tanah Ultisol menggunakan bahan organik 250 g/tanaman dan pemberian Mikoriza Vesikular Arbuskular 8 g/tanaman.

(39)

DAFTAR PUSTAKA

Adiwiganda, R., A. Purba, dan Z. Poeloengan. 1996. Pengolahan Tanah Areal Peremajaan Kelapa Sawit Berdasarkan Sifat Tanah Pada Tingkat Sub Grup (Macam). Warta PPKS 4(1):9-22.

Atman. 2009. Strategi Peningkatan Produksi Kedelai di Indonesia. Peneliti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Jurnal Ilmiah Tambua 8(1): 39-45.

Badan Pusat Statistik, 2017. Produksi Kedelai. Di akses dari http://www.bps.go.id. [di akses pada 2 April 2018]

Balai Penelitian Tanah. 2005. Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk.

Bogor: Pusat Penelitian dan Tanah Agroklimat. Departemen Pertanian.

215 hal.

Bardgett, R. 2005. The Biology of Soil-Acommunity and Ecosystem Approach.

Oxford university Press Inc., New York.

Budianta, D. dan D. Ristiani. 2013. Pengelolaan Kesuburan Tanah Mendukung Pelestarian Sumberdaya Lahan dan Lingkungan. 196 hal.

Carter, M.R., 2001. Critical Level of Soil Organic Matter: the Evidence for England and Wales. Dalam: R.M. Rees et al., (eds) Sustainable Management of Soil Organic Matter. CAB Int., Wallingford, UK. p 9-23.

Damanik, M. M. B., B. E. Hasibuan, Fauzi, Sarifuddin dan H. Hanum, 2011.

Kesuburan Tanah dan Pemupukan. USU Press. Medan.

Fahmissidqi, D. 2016. Pengaruh Pemberian Berbagai Dosis Fungi Mikoriza Arbuskular Terhadap Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Kedelai (Glycine max L. (Marr.). Jurnal Agroekotek 8(1): 47 – 55.

Fauzi, A. dan F. Puspita. 2017. Pemberian Kompos TKKS Dan Pupuk P Terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Di Pembibitan Utama. Jom Faperta 2(4):1-12.

Fitriatin, B. M., A. Yuniarti, O. Mulyani, F. S. Fauziah, dan M. D. Tiara. 2009.

Pengarih Mikroba Pelarut Fosfat dan Pupuk P terhadap P Tersedia, Aktivitas Fosfatase, P Tanaman dan Hasil Padi Gogo pada Ultisol. Jurnal Agrikultura 20(3):210-215.

Halis, P. Murni dan A. B. Fitria. 2008. Pengaruh Jenis dan Dosis Cendawan Mikoriza Arbuskular terhadap Pertumbuhan Cabai (Capsicum annuum L.) pada Tanah Ultisol. Jurnal Biospeciese 1(2):59-62.

Hanafiah, A. S., T. Sabrina, dan H. Guchi. 2009. Biologi dan Ekologi Tanah.

Universitas Sumatera Utara. Medan.

(40)

Haris, A. dan A. M. Adnan. 2000. Mikoriza dan Manfaatnya. Balai Penelitian Tanaman Serelia. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XVI Komda Sul-Sel.

Herviyanti, A., F., Sofyani, R. Darmawan, Gusnidar dan A. Saidi. 2012. Pengaruh Pemberian Bahan Humat dari Ekstrak Batubara Muda (Subbituminus) dan Pupuk P terhadap Sifat Kimia Ultisol serta Produksi Tanaman Jagung (Zea Mays L.). Jurnal Solum 11(1):15-24.

Huntington, T. G. 2007. Available Water Capacity and Soil Organic Matter.

Encyclopedia of Soil Science.

Kabirun, S. 2002. Tanggapan Padi Gogo terhadap Inokulasi Jamur Mikoriza Arbuskula dan Pemupukan Fosfat di Entisol. Jurnal Ilmu Tanah Lingkungan 3(2) : 49-56.

Kementan. 2016. Outlook Komoditas Pertanian Sub Sektor Tanaman Pangan.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian.

Jakarta.

Malik, M., K. F. Hidayat, S. Yusnaini dan M.V. Rini. 2017. Pengaruh Aplikasi Fungi Mikoriza Arbuskula dan Pupuk Kandang dengan Berbagai Dosis terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) Pada Ultisol. Jurnal Agrotek Tropika 5(2) : 63-67.

Masria. 2015. Jurnal Peranan Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) untuk Meningkatkan Resistensi Tanaman terhadap Cekaman Kekeringan dan Ketersediaan P pada Lahan Kering. Jurnal Partner 15(1) : 48-56.

Minasny, B. And A. B McBratney. 2017. Limited Effect of Organic Matter on Soil Available Water Capacity. European Journal of Soil Science. 39-47.

Mujib, M., D. Setya, dan S. Arimurti. 2006. Efektifitas Bakteri Pelarut Fosfat dan Pupuk P terhadap Tanaman Jagung (Zea mays) pada Tanah Masam.

http://www.unej.ac.id/fakultas/mipa/skripsi/biologi/mujib.Pdf. Hal 2-3.

Mulyani. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta.

Mulyani, A., A. Rachman., dan A. Dairah. 2010. Penyebaran Lahan Masam, Potensi dan Ketersediaannya Untuk Pengembangan Pertanian. dalam Prosiding Simposium Nasional Pendayagunaan Tanah Masam. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor. Hal: 23-34.

Musfal. 2010. Potensi Fungi Mikoriza Arbuskular untuk Meningkatkan Hasil Tanaman Jagung. Jurnal Litbang Pertanian 29(4):6-20.

Mustaqim, R., Armaini, dan A. E. Yulia. 2016. Pengaruh Pemberian Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit Dan Pupuk N, P, K terhadap Pertumbuhan

(41)

dan Produksi Tanaman Melon (Cucumis melo L.). Jom Faperta 3(1):1-13.

Novizan, 2005. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Agro Media Pustaka. Jakarta.

Pasaribu, N. R., Fauzi dan A. S. Hanafiah. 2018. Aplikasi Beberapa Bahan Organik dan Lamanya Inkubasi dalam Meningkatkan P-Tersedia Tanah Ultisol. TALENTA Conference Series: Agricultural & Natural Resources (ANR) 1(2):110-117.

Prasetyo, B. H. dan D. A. Suriadikarta. 2006. Karakteristik, Potensi, dan Teknologi Pengelolaan Tanah Ultisol untuk Pengembangan Pertanian Lahan Kering di Indonesia. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor.

Rizqiani, N, F., E. Ambarwati, dan N. W. Yuwono. 2006. Pengaruh Dosis dan Frekuensi Pemberian Pupuk Organik Cair terhadap Pertumbuhan dan Hasil Buncis (Phaseolus vulgaris L.) Dataran Rendah. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan 7(1):43-53.

Rao, N.S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. UI - Press.

Jakarta. [Terjemahan Herawati].

Sagala, Y., A. S. Hanafiah, dan Razali. Peranan Mikoriza terhadap Pertumbuhan, Serapan P dan Cd Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) serta kadar P dan Cd Andisol yang Diberi Pupuk Fosfat Alam. Jurnal Online Agroekoteknologi 2(1):487-500.

Sahputra, N., A. E. Yulia, dan F. Silvina. 2016. Pemberian Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit dan Jarak Tanam pada Kedelai Edamame

(Glycine max (L.) Merrill). Jom Faperta 3(1):1-12.

Samuli, L.O., K. La, S. Laode. 2012. Produksi Kedelai (Glycine max (L.) Merrill)

pada Berbagai Dosis Bokashi Kotoran Sapi. Penelitian Agronomi 1(2):145-147.

Santoso, E., Turjan, dan R. S. B. Irianto. 2006. Aplikasi Mikoriza untuk Meningkatkan Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Terdegradasi.

Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian.

Sihaloho, N. S, N. Rahmawati, dan L. A. P. Putri. 2015. Respons Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kedelai Varietas Detam 1 terhadap Pemberian Vermikompos dan Pupuk P. Jurnal Agroekoteknologi 3(4):1591- 1600.

Simanjuntak, D. 2004. Manfaat Pupuk Organik Kascing dan Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) pada Tanah dan Tanaman. Jurnal Penelitian Bidang Ilmu Pertanian 2(1):1-3.

Subagyo, H., S. Nata dan A. B. Siswanto. 2000. Tanah-Tanah Pertanian di

(42)

Indonesia dalam Sumberdaya Lahan Indonesia dan Pengelolaannya. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Badan penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Bogor.

Suciatmih. 1996. Bagaimana Jamur Mikoriza Vesikular Arbuskular Meningkatkan Ketersediaan dan Pengambilan Fosfor. Warta Biotek Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi. LIPI. Bogor.

Sudaryono. 2009. Tingkat Kesuburan Tanah Ultisol pada Lahan Pertambangan

Batubara Sangatta Kalimantan Timur. Jurnal Teknik Lingkungan 10(3):337-346.

Supriyadi. 2002. Thitonia Diversifolia dan Theprosia Candida sebagai Sumber Bahan Organik Alternatif untuk Perbaikan P Tanah Andisol. Sains Tanah 1(2):7-15.

Talanca, H. 2010. Status Cendawan Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) pada Tanaman. Prosiding Pekan Serealia Nasional.

Wahyuningsih, E., Proklamasiningsih, dan M. Dwiati. 2016. Serapan Fosfor dan Pertumbuhan Kedelai (Glycine max (L.) Merill) pada Tanah Ultisol dengan Pemberian Asam Humat. Jurnal Biosfera 33(2):66-70.

Weil, R. R. and F. Magdoff. 2004. Significance of Soil Organic Matter to Soil Quality and Health in Agriculture. eRe Press LLC 1-43p.

Winarti, S. dan L. Neneng. 2013. Pengaruh Pemberian Limbah Kelapa Sawit Terhadap Sifat Fisik, Kimia dan Biologi Tanah pada Lahan Kritis Eks Penambangan Emas. Jurnal Agripeat 14(2):53-58.

Zuhri, E. dan F. Puspita. 2008. Pemberian Cendawan Mikoriza Arbuskular (CMA) pada Tanah Podzolik Merah Kuning (PMK) terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine max (L) Merill). Jurnal Sagu 7(2): 25-29.

(43)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Deskripsi Benih Kedelai Varietas Anjasmoro Dilepas tahun : 22 Oktober 2001

SK Mentan : 537/Kpts/TP.240/10/2001 Nomor galur : Mansuria 395-49-4

Asal : Seleksi massa dari populasi galur murni Mansuria Daya hasil : 2,03 - 2,25 t/ha

Warna hipokotil : Ungu Warna epikotil : Ungu Warna daun : Hijau Warna bulu : Putih

Warna bunga : Ungu

Warna kulit biji : Kuning Warna polong masak : Coklat muda Warna hilum : Kuning kecoklatan

Bentuk daun : Oval

Ukuran daun : Lebar Tipe tumbuh : Determinit Umur berbunga : 35,7 - 39,4 hari Umur polong masak : 82,5- 92,5 hari Tinggi tanaman : 64 - 68 cm Percabangan : 2,9 - 5,6 cabang Jml. buku batang utama : 12,9 - 14,8 Bobot 100 biji : 14,8 - 15,3 g Kandungan protein : 41,8 - 42,1%

Kandungan lemak : 17,2 - 18,6%

Kerebahan : Tahan rebah

Ketahanan thd penyakit : Moderat terhadap karat daun Sifat-sifat lain : Polong tidak mudah pecah

Pemulia : Takashi Sanbuichi, Nagaaki Sekiya, Jamaluddin M., Susanto, Darman M.A., dan M. Muchlish

(44)

an 2. Peta Pengambilan Sampel Tanah

(45)

B1M0 B1M0

B2M1 B2M1 B0M0 B0M0

B1M1 B1M1 B0M1 B0M1

B2M0 B2M0

B2M0 B2M0

B0M1 B0M1 B1M0 B1M0

B2M1 B2M1 B0M0 B0M0

B1M1 B1M1

B1M1 B1M1

B2M1 B2M1 B0M0 B0M0

B1M0 B1M0 B2M0 B2M0

B0M1 B0M1

B0M1 B0M1

B1M0 B1M0 B2M1 B2M1

B1M1 B1M1 B2M0 B2M0

B0M0 B0M0

Lampiran 3. Bagan Plot Penelitian

Luas lahan seluruhnya : 5,9 x 4 m

BLOK I BLOK II BLOK III BLOK IV

U

S

25 cm

25 cm cmcm

50 cm cmcm

(46)

Lampiran 4. Analisis Awal Tanah

Parameter Metode Analisis Nilai Satuan Kriteria

pH H2O Elektrometri 5,66 - Agak Masam

Al-exch Ammonium Acetate pH 7 0,01 me/100 g tanah -

P Total Destruksi Asam 0,05 % Rendah

C-Organik Walkley and Black 0,20 % Sangat Rendah

N Total Kjeldahl 0,03 % Sangat Rendah

Sumber : PT. Socfin Indonesia Lampiran 5. Kriteria Sifat Tanah Sifat Tanah Satuan Sangat

Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat

Tinggi C (Karbon) % <1.00 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-3.00 >5.00 N (Nitrogen) % <0.10 0.10-0.20 0.21-0.50 0.51-0.75 >0.75

C/N - <5 05-10 11-15 16-25 >25

P2O5 Total % <0.03 0.03-0.06 0.06-0.079 0.08-0.010 >0.10 P2O5 eks-HCL % <0.021 0.021-0.039 0.040-0.060 0.061-0.10 >0.10

P-avl Bray II ppm <8.0 8.0-15 16-25 26-35 >35

P-avl Trough ppm <20 20-39 40-60 61-80 >80

P-avl Olsen ppm <10 10-25 26-45 46-60 >60

K2O eks-HCl % <0.03 0.03-0.06 0.07-0.11 0.12-0.20 >0.20 CaO eks-HCl % <0.05 0.05-0.09 0.10-0.20 0.21-0.30 >0.30 MgO eks-HCl % <0.05 0.05-0.09 0.10-0.20 0.21-0.30 >0.30 MnO eks-HCl % <0.05 0.05-0.09 0.10-0.20 0.21-0.30 >0.30 K-tukar

me/100 g

tanah <0.10 0.10-0.20 0.30-0.50 0.60-1.00 >1.00 Na-tukar

me/100 g

tanah <0.10 0.10-0.30 0.40-0.70 0.80-1.00 >1.00 Ca-tukar

me/100 g

tanah <2.0 2.0-5.0 6.0-10.0 11.0-20.0 >20.0 Mg-tukar

me/100 g

tanah <0.40 0.40-1.00 1.10-2.00 2.10-8.00 >8.00 KTK (CEC)

me/100 g

tanah <5 5-16 17-24 25-40 >40

Kejenuhan

Basa % <20 20-35 36-50 51-70 >70

Kejenuhan Al % <10 10-20 21-30 31-60 >60

EC (Nedeco) mmhos/cm - - 2.5 2.6-10 >10

Sifat Tanah Sangat

Masam Masam Agak

Masam Netral Agak

Alkalis Alkalis

pH H2O <4.5 4.5-5.5 5.6-6.5 6.6-7.5 7.6-8.5 >8.5

pH KCl <2.5 2.5-4.0 - 4.1-6.0 6.1-6.5 >6.5

Sumber : Balai Penelitian Tanah, 2005

(47)

Lampiran 6. Analisis Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit

Parameter Metode Analisis Nilai Satuan

P Total Destruksi Asam 0,02 %

C-Organik Walkley and Black 25,15 %

N Total Kjeldahl 1,88 %

C/N - 13,37 -

Sumber : PT. Socfin Indonesia

(48)

Lampiran 7. Data Bobot Kering Tajuk

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV

B0M0 0.37 1.63 2.59 1.5 6.09 1.52

B0M1 0.92 3.15 3.29 1.21 8.57 2.14

B1M0 3.54 3.96 6.01 5.97 19.48 4.87

B1M1 7.7 6.04 3.48 2.18 19.4 4.85

B2M0 4.65 3.48 8.16 5.99 22.28 5.57

B2M1 8.11 7.6 4.49 5.69 25.89 6.47

Total 25.29 25.86 28.02 22.54 101.71

Rataan 4.215 4.31 4.67 3.76 4.24

Lampiran 8. Sidik Ragam Bobot Kering Tajuk

Sumber db JK KT F hitung F.05 Ket

Blok 3 2.544 0.848 0.260 3.29 tn

Perlakuan 5 77.225 15.445 4.740 2.9 *

Kompos TKKS 2 74.826 37.413 11.482 3.68 *

Mikoriza 1 1.505 1.505 0.462 4.54 tn

Interaksi 2 0.894 0.447 0.137 3.68 tn

Galat 15 48.877 3.258

Total 23 128.646

KK = 42,59%

Keterangan : * = nyata tn = tidak nyata

Referensi

Dokumen terkait

Masalah utama yang ingin di jawab dalam penelitian ini adalah apakah dengan menggunakan metode Card Sort dapat meningkatkan prestasi belajar pendidikan kewarganegaraan

log akhir dan fase kematian bakteri Bacillus megaterium , maka dibuat pola pertumbuhan dari data jumlah sel pada media molase serta media NB (kontrol) yang.. diukur

Judul Skripsi : Pengaruh Waktu Pemberian Pupuk Organik Hayati (POH) Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung ( Zea mays ) di Lahan Ultisol.. Nama : Ali Mangatas

Sehubungan berakhirnya masa sanggah dan tidak adanya sanggah dari peserta, maka dengan ini diundang untuk hadir sebagaimana perihal di atas pada :. Hari / Tanggal : JUM AT,

pemrogram  12 TIK.PR02.00 5.01 Menulis program  dasar.      Skema  Klaster  Perekaya saan  Perangka t Lunak I 3.4 Menerapkan  penggunaan tipe data, variabel, 

Perda/Keputusan Bupati/Camat BelumAda Dasar Hukum Dasar hukum pembentukan BPD Tidak Ada / Perda/Keputusan Bupati/Camat Belum Ada Dasar Hukum Jumlah aparat pemerintahan Desa/Kelurahan

Catatan : Form Ini Digunakan Pada Setiap Penyerahan Jilid Proposal Dan Jilid Laporan Kerja Praktik Dan Tugas Akhir Dan Segera Dikembalikan Ke Bapendik Sebagai Syarat

[r]