• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III HUSEIN MUHAMMAD DAN HAK KEWAJIBAN SUAMI ISTRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB III HUSEIN MUHAMMAD DAN HAK KEWAJIBAN SUAMI ISTRI"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

HUSEIN MUHAMMAD DAN HAK KEWAJIBAN SUAMI ISTRI

A. Biografi Husein Muhammad

1. Riwayat Hidup Husein Muhammad

KH Husein Muhammad lahir pada tanggal 9 mei 1953 di Arjawinangun, Cirebon. Keluarga KH Husein Muhammad merupakan dari keluarga besar Pondok Pesantern Dar At-Tauhid Arjawinangun, Cirebon.

ayahnya bernama Muhammad Asrofuddin merupakan lahir dari keluarga biasa yang berlatar pendidikan dari pesantren. Sedangkan ibunya bernama Ummu Salma Syathori yang merupakan putri dari pendiri Pondok Pesantren Dar At-Tauhid Arjawinangun, yakni KH. Syathori.1

KH Husein Muhammad menikah dengan Lilik Nihayah Fuad Amin, dan dikaruniai lima orang putra-putri. Antara lain: Hilya Auliya, Layali Hilwa, Muhammad Fayyaz Mumtaz, Najlah Hammadah, Fazla Muhammad.2

Nazab kyai diperoleh dari ibunya yang merupakan putri pendiri pondok pesantren Dar at-Tauhid yaitu KH. A. Syathori. Sedangkan ayahnya hanyalah orang biasa yang diambil menantu oleh kyai di pesantren tersebut. Walaupun orang biasa, KH Husein Muhammad juga merupakan keturan keluarga yang biasa mengenyam pendidikan agama atau di lingkungan pesantren. Sehingga secara kultural KH Husein Muhammad lahir dan tumbuh dari keluarga pesantren.

Adapun saudara-saudara KH Husein Muhammad berjumlah delapan orang, yaitu:3

a. Hasan Thuba Muhammad, Pengasuh Pondok Pesantren Raudlah at- Thalibin, Bojonegoro, Jawa Timur.

1 M. Nuruzzaman, Kiai Husein Muhammad Membela Perempuan (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2005), hal. 110

2 Susanti, Husein Muhammad Antara Feminis Islam dan Feminis Liberal, Vol. 4 No. 1 (Juni, 2014), hal. 199

3 Noviyati Widiyani, Peran KH. Husein Muhammad dalam Gerakan Kesetaraan Gender di Indonesia (Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah, 2010), hal. 38

(2)

b. Husein Muhammad, Pengasuh Pondok Pesantren Dar at-Tauhid, Cirebon, Jawa Barat

c. Dr. Ahsin Sakho Muhammad, Pengasuh Pondok Pesantren Dar at-Tauhid, Cirebon, Jawa Barat

d. Ubaidah Muhammad, Pengasuh Pondok Pesantren Lasem, Jawa Tengah e. Mahsum Muhammad, Pengasuh Pondok Pesantren Dar at-Tauhid,

Cirebon, Jawa Barat

f. Azza Nur Laila, Pengasuh Pondok Pesantren HMQ Lirboyo, Kediri, Jawa Timur

g. Salman Muhammad, Pengasuh Pondok Pesantren Tambak Beras Jombang, Jawa Timur

h. Faiqoh, Pengasuh Pondok Pesantren Langitan Tuban, Jawa Timur.

Semua saudara KH Husein Muhammad yang menjadi pengasuh di banyak pondok pesantren, hal itu mengindikasikan bahwa mereka merupakan keturunan keluarga yang peduli terhadap pendidikan. Hal ini bisa dilihat dari figur kakek mereka KH. A. Syathori yang giat memperjuangkan pendidikan dengan menggunakan sistem pendidikan madrasah. Padahal waktu itu sistem pendidikan madrasah belum banyak digunakan oleh pesantren.4

Riwayat pendidikan KH Husein Muhammad dimulai sejak beliau masih kecil yaitu di lingkungan keluarga yang sangat religius. kemudian pada tahun 1873, KH Husein Muhammad menempuh pendidikan di pondok pesantren lirboyo Kediri Jawa Timur. Selain itu, ia melanjutkan studinya di perguruan tinggi yang ada di Jakarta tepatnya di Perguruan Tinggi Ilmu al- Qur’an (PTIQ), beliau tamat pada tahun 1980. Setelah menempuh pendidikan di PTIQ Jakarta, lalu meneruskan Dirasah Khassah di al-Azhar Kairo, Mesir

4 Noviyati Widiyani, Peran KH. Husein Muhammad dalam Gerakan Kesetaraan Gender di Indonesia, hal. 39

(3)

hingga tahun 1983. Sepulangnya dari Mesir, beliau memimpin pondok pesantren Dar at-Tauhid Arjawinangun Cirebon Jawa Barat hingga sekarang.5

Beliau menempuh pendidikan baik pendidikan agama, yang merupakan kultur dari keluarganya dan juga pendidikan umum. Pada mulanya pendidikan yang beliau peroleh yaitu dari kakeknya sendiri dan juga madrasah diniyah (agama). Di samping itu juga beliau bersekolah di sekolah dasar, selesai tahun 1966, kemudian melajutkan di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 1 Arjawinangun, selesai tahun 1969. Pada saat duduk di bangku SMP KH Husein Muhammad sudah mulai aktif di organisasi bersama rekan-rekannya dan juga menghafal al-Qur’an sampai pada saat itu beliau memperoleh tiga juz. Hal ini membuktikan bahwa sejak dulu beliau haus akan pengetahuan dan pengalaman sejak kecil .

Barulah setelah beliau lulus SMP, KH Husein Muhammad merantau ke Jawa Timur, untuk belajar di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri yang terkenal banyak melahirkan kyai. Banyak hal yang dilakukan saat beliau hidup di pesantren. Ketika santri lain keluar untuk mencari hiburan di kota pada waktu-waktu tertentu, justru dalam hal ini beliau memanfaatkan waktu tersebut untuk mencari koran untuk dibacanya. Bahkan beliau juga sempat mengirim tulisannya kepada koran setempat.6

Setelah tamat dari Lirboyo pada tahun 1973, KH Husein Muhammad melanjutkan pengembaraannya dalam mencari ilmu di Perguruan Tinggi Ilmu al-Qur’an (PTIQ) Jakarta yang merupakan perguruan tinggi yang mengkhususkan kajian tentang al-Qur’an dan mewajibkan mahasiswanya hafal al-Qur’an ketika belajar di PTIQ.7

Selama beliau kuliah di PTIQ, darah aktivisnya tidak terbendung, kemudian beliau bersama rekan-rekannya mendirikan Pergerakan Mahasiswa

5 Noviyati Widiyani, Peran KH. Husein Muhammad dalam Gerakan Kesetaraan Gender di Indonesia, hal. 38

6 M. Nuruzzaman, Kiai Husein Muhammad Membela Perempuan, hal. 111-112

7 Noviyati Widiyani, Peran KH. Husein Muhammad dalam Gerakan Kesetaraan Gender di Indonesia, hal. 40

(4)

Islam Indonesia (PMII) Rayon Kebayoran Lama. Bahkan beliau sempat menjadi Ketua Umum Dewan PTIQ. Selain itu dengan berbekal pengetahuan jurnalistik yang beliau peroleh bersama Mustofa Hilmy, seorang yang pernah menjadi redaktur bersama Tempo. KH Husein Muhammad aktif juga dalam tulis menulis dan mempelopori majalah dinding kampus. Dari jiwa menulis inilah yang mengantarkan beliau dalam kancah internasional dan diakui sebagai tokoh feminis muslim sekaligus dikenal sebgai “kyai gender”.8

Aktivitas yang dilakukan KH Husein Muhammad semasa kuliah menunjukan bahwa beliau merupakan orang yang tidak mau membuang waktunya dengan sia-sia. Beliau selalu ingin mengisi waktunya untuk mengkaji berbagai pengetahuan. Beliau memperoleh gelar sarjananya pada tahun 1980, dan pada tahun yang sama beliau mendapat saran dari gurunya Prof. Ibrahim Husein untuk kembali menimba Ilmu Tafsir al-Qur’an di Universitas al-Azhar kairo, Mesir. Di al-Azhar inilah beliau mulai mengenal dengan buku-buku yang ditulis oleh pemikir besar seperti Qasim Amin, Ahmad Amin maupun buku-buku filsafat dari barat yang sudah di terjemahkan ke dalam bahasa arab seperti Nietzsche, Sartre, Albert Camus, dan lain-lain.9

Pendidikan di al-Azhar sampai pada tahun 1983, dan pada tahun itu pula beliau kembali ke tanah air untuk melanjutkan kembali perjuangan kakeknya mengembangkan Pondok Pesantren Dar at-Tauhid walaupun sebelumnya sudah ada tawaran untuk menjadi dosen di PTIQ.

Sudah menjadi kesimpulan bahwa beliau sejak kecil memang merupakan seseorang yang sudah akrab dengan dunia pengetahuan, mulai dari beliau belajar al-Qur’an bahkan menghafalnya sejak usia dini, belajar di

8 Noviyati Widiyani, Peran KH. Husein Muhammad dalam Gerakan Kesetaraan Gender di Indonesia, hal. 40

9 M. Nuruzzaman, Kiai Husein Muhammad Membela Perempuan, hal. 6

(5)

pesantren yang memang kultur dari keluarga beliau, sampai beliau belajar Ilmu Tafsir di Kairo.10

2. Pengalaman Organisasi

Pengalaman organisasi yang digeluti KH Husein Muhammad begitu banyak. Dari pengalaman organisasinya KH Husein Muhammad di antaranya sebagai pendiri, pengasuh, ketua, kepala madrasah mliyah, wakil ketua, penanggung jawab, dewan redaksi, konsultan dan tim pakar. Berikut pengalaman organisasinya:

a. Pengasuh Pondok Pesantren Dar at-Tauhid Arjawinangun, Cirebon b. Ketua Badan Koordinasi TKA-TPA Wilayah III Cirebon (1992-

Sekarang)

c. Ketua KOPONTREN Dar at-Tauhid Arjawinangun, Cirebon (1994- Sekarang)

d. Ketua Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) Arjawinangun, Cirebon (1996-Sekarang)

e. Kepala Madrasah Aliyah Nusantara Arjawinangun, Cirebon (1998- Sekarang).

f. Ketua Umum DKM Masjid Jami’ Fadhlullah Arjawinangun, Cirebon (1998)

g. Wakil Ketua DPRD Kabupaten Cirebon, (1999)

h. Pendiri/Wakil Ketua Puan Amal Hayati Jakarta, (1999-Sekarang) i. Ketua Umum Yayasan Wali Sanga, (1996-Sekarang)

j. Pendiri dan Ketua Dewan Kebijakan Fahmina Institut, Cirebon (1999- Sekarang)

k. Pendiri dan Pengurus Yayasan Rahima Jakarta (2000-Sekarang)

l. Pendiri Puan Amal Hayati Cirebon (Women Crisis Center/WCC Balqis), (2001- Sekarang)

m. Anggota Pengurus Associate The Wahid Institut Jakarta (2004-Sekarang)

10 Noviyati Widiyani, Peran KH. Husein Muhammad dalam Gerakan Kesetaraan Gender di Indonesia, hal. 41

(6)

n. Pemimpin Umum atau Penanggung Jawab Majalah Dwi Bulanan Swara Rahima (Jakarta: 2001-Sekarang)

o. Dewan Redaksi Jurnal Dwi Bulanan Puan Amal Hayati, Jakarta (2001- Sekarang)

p. Penanggung Jawab Buletin Mingguan Warkah al-Basyar, Fahmina Institut, Cirebon (2003-Sekarang)

q. Penanggung Jawab Newsletter Dwi Bulanan Masalih al-Ra‟iyyah, Fahmina Institut (Cirebon, 2003)

r. Konsultan Yayasan Balqis untuk Hak-hak Perempuan, Cirebon (2001- Sekarang)

s. Konsultan The Asia Foundations (TAF) untuk Islam dan Civil Society t. Anggota Pengurus Associate Yayasan Desantara Jakarta (2002-Sekarang) u. Anggota National Board of International Center for Islam and Pluralisme

(ICIP), Jakarta (2003-Sekarang)

v. Tim Pakar Indonesian Forum of Parliamentarians on Population and Development (2003)

w. Anggota Dewan Syuro DPPP PKB (2001-2005) x. Komisioner pada Komnas Perempuan (2007-2009)

KH Husein Muhammad selain aktif dalam berbagai macam organisasi, juga aktif dari berbagai seminar maupun konferensi, baik itu merupakan di dalam negeri maupun di luar negeri, dari mulai sebagai peserta, fellowship, narasumber, lectur, dan juga sebagai pembicara. Dan untuk lebih jelasnya berikut penjelasannya:

a. Konferensi Internasional tentang Al-Qur‟an dan Iptek, yang diselenggarakan oleh Rabithah Alam Islami Makkah, di Bandung, (1996) b. Peserta Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Kesehatan

Reproduksi, di Kairo, Mesir, (1998)

c. Peserta Seminar Internasional tentang AIDS di Kuala Lumpur, Malaysia, (1999)

(7)

d. Mengikuti Study Banding tentang Aborsi Aman di Turkey, (6-13 Juli 2002)

e. Fellowship pada Institute Study Islam Modern (ISIM) Universitas Leiden Belanda, (November 2002)

f. Narasumber pada Seminar dan Lokakarya Internasional: Islam dan Jender, di Colombo, Srilanka, (29 Mei s/d 2 Juni 2003)

g. Lecture pada Internasional Scholar Visiting di Malaysia, (07-13 Oktober 2004)

h. Peserta Seminar Internasional Conference of Islam Shoolars di Jakarta, (23-25 Februari 2004)

i. Pembicara pada Seminar International: “Social Justice and Gender Equity within Islam”. di Dhaka, Bangladesh, (8-9 Februari 2006)

j. Pembicara pada Seminar International “Trends in Family Law Reform in Muslim Countries” di Malaysia, (18-20 Maret 2006)

k. Narasumber Pemakalah dalam berbagai Seminar/Diskusi/Lokakarya tentang Keislaman, dan Jender & Hak-Hak Reproduksi Perempuan Tingkat Nasional, Regional dan Internasional.11

Selain aktifitas beliau di berbagai organisasi dan berbagai kegiatan seminar maupun konferensi. Beliau juga aktif dalam menulis di berbagai media, di antara sebagai berikut:

a. Kontributor/Tim Penyusun Counter Legal Drafting Kompilasi Hukum Islam

b. Penulis Tetap Buletin Mingguan Warkah al-Basyar, Fahmina Institute c. Penulis Tetap dalam Majalah Dwi Mingguan Swara Rahima

d. Kontributor di berbagai media masa, baik lokal, nasional maupun internasional.12

11 Husein Muhammad, Spiritualitas Kemanusiaan, Perspektif Islam Kemanusiaan (Yogyakarta: LkiS, 2006), hal. 317

12 Noviyati Widiyani, Peran KH. Husein Muhammad dalam Gerakan Kesetaraan Gender di Indonesia, hal. 45

(8)

Keterlibatan beliau dalam berbagai kegiatan, dalam hal ini secara tidak langsung memberiakan khazanah keilmuan semakin berwarna. Oleh karena itu, tidak heran jika berbagai penghargaan telah diberikan atas apresiasi dan jerih payah beliau dalam memperjuangkan hak-hak perempuan. Adapun penghargaan yang berhasil diraih oleh beliau misalnya:

a. Penghargaan Bupati Cirebon sebagai Tokoh Penggerak, Pembina dan Pelaku Pembangunan Pemberdayaan Perempuan.

b. Penerima Penghargaan dari Pemerintah AS untuk “Heroes Acting To End Modern-Day Slavery”. (Trafficking in Person). “Award for Heroisme”.13

3. Karya-karya Husein Muhammad

KH Husein Muhammad merupakan seorang tokoh intelektual yang mempunyai kemampuan dalam berbagai bahasa melakukan eksplorasi pengetahuannya dengan menulis buku. Tercatat KH Husein Muhammad merupakan seorang penulis aktif yang karya ilmiahnya berhasil diterbitkan.

Diantara karya-karya Husein Muhammad adalah :

a. Refleksi Teologis tentang kekerasan terhadap perempuan, dalam Syafiq Hasyim (ed), Menakar Harga Perempuan: Eksplorasi Lanjut atas Hak- Hak Reproduksi Perempuan dalam Islam (Bandung: Mizan, 1999).

b. Metodologi Kajian Kitab Kuning, dalam Marzuki Wahid dkk. (ed), Pesantren Masa Depan: Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999)

c. Fiqih Perempuan, Refleksi Kiai atas Wacana Agama dan Gender (Yogyakarta: LkiS, 2001)

d. Islam Agama Ramah Perempuan: Pembelaan Kiai Pesantren (Yogyakarta: LkiS, 2001)

e. Taqliq wa Takhrij Syarh al Lujain (Yogyakarta: Forum Kajian Kitab Kuning LkiS, 2001)

13 Noviyati Widiyani, Peran KH. Husein Muhammad dalam Gerakan Kesetaraan Gender di Indonesia, hal. 45

(9)

f. Panduan Pengajaran Fiqh Perempuan di Pesantren (Yogyakarta: YKF-FF, 2001)

g. Gender di Pesantren: Pesantren and The Issue of Jender Relation, dalam Majalah Culture, The Indonesia Jurnal of Muslim Cultures, (Jakarta:

Center of Languages and Cultures, UIN Syarif Hidayatullah, 2002)

h. Kelemahan dan Fitnah Perempuan, dalam Maqosith Ghazali,et. All, Tubuh, Seksualitan dan Kedaulatan Perempuan: Bunga Rampai Pemikiran Ulama Muda (Yogyakarta: Rahima-FF-LkiS, 2002)

i. Kebudayaan yang Timpang, dalam K. M Ikhsanuddin, dkk. Panduan Pengajaran Fiqh Perempuan di Pesantren (Yogyakarta: YKF-FF, 2002) j. Fiqh Wanita: Pandangan Ulama Terhadap Wacana dan Gender (Malaysia:

Sister in Islam, 2004)

k. Pemikiran Fiqh yang Arif, dalam KH. MA. Sahal Mahfud, Wajah Baru Fiqh Pesantren (Jakarta: Citra Pustaka. 2004)

l. Kembang Setaman Perkawinan: Analisis Kritis Kitab “Uqud al Lujain”

(Jakarta: FK3-Kompas, 2005)

m. Spritualitas Kemanusiaan, Perspektif Islam Kemanusiaan (Yogyakarta:

LkiS, 2006)

n. Darwah Fiqh Perempuan: Modul Kursus Islam dan Gender (Cirebon:

Fahmina Institute, 2006)14

o. Ijtihad Kyai Husein, Upaya Membangun Keadilan Gender. 2011 p. Fiqh Seksualitas (Jakarta: PKBI, 2011)

q. Sang Zahid, Mengurangi Sufisme Gus Dur (Bandung: Mizan, 2012) r. Mengaji Pluralisme kepada Mahaguru Pencerahan (Bandung: Mizan,

2011)

s. Menyusuri Jalan Cahaya: Cinta, Keindahan, Penceraham. Buyan, 2013 t. Kidung Cinta dan Kearifan (Cirebon: Zawiyah, 2014)15

u. Pendar-pendar Kebijaksanaan (Cirebon: Fahmina Institut, 2018)

14 Husein Muhammad, Spiritualitas Kemanusiaan: Perspektif Islam Kemanusiaan , hal 314

15 Susanti, Husein Muhammad Antara Feminis Islam dan Feminis Liberal, hal. 202

(10)

Selain dari pada karya-karya ilmiah diatas, KH Husein Muhammad juga memiliki karya-karya dalam bentuk terjemahan, di antaranya:

a. Khutbah al Jumu‟ah wa al „Idain, Lajnah min Kibar Ulama al Azhar (Wasiat Taqwa Ulama-Ulama Besar al Azhar), Cairo: Bulan Bintang, 1989)

b. DR. Abu Faruq Abu Yazid, Al Syari‟ah al Islamiyah bain al Mujaddidin wa al Muhadditsin, (Hukum Islam antara Modernis dan Tradisionalis), Jakarta: P3M, 1986

c. Syekh Muhammad al Madani, Mawathin al Ijtihad fi al Syari‟ah al Islamiyah; Sayid Mu‟in al-Din, al-Taqlid wa al-Talfiq fi al-Fiqh al- Islamy, Sayid Mu’in al-Din, al-Taqlid wa al-Talfiq fi al-Fiqh al-Islamy, DR. Yusuf al Qardawi, al Ijtihad wa Taqlid baina al Dawabith al Syariyah wa al Hayah al Mu‟ashirah (Dasar-Dasar Pemikiran Hukum Islam), Jakarta: Pustaka Firdaus, 1987

d. Kasyifah al Saja, Bandung: Mizan, 1992

e. Syeikh Mushthafa al Maraghi, al-Fath fi Thabaqat al Ushuliyyin (Pakar- pakar Fiqh Sepanjang Sejarah), Yogyakarta: LKPSM, 2001

f. Wajah Baru Relasi Suami Istri Telaah Kitab Syarah Uqud al Lujain, Jakarta: Forum Kajian Kitab Kuning-LkiS, 2001.

g. Shinta Nuriah, et.al, Kembang Setaman Perkawinan, Jakarta: Kompas, 2004.16

B. Istinbath Hukum Husein Muhammad

Basis pemikiran KH Husein Muhammad adalah sikap keterbukaan untuk menerima sesuatu yang berasal dari manusia. Menurutnya segala ilmu berasal dari Allah SWT, yang merupakan seluruh hikmah kebijaksanaan dari siapa pun sebenarnya itu merupakan hikmah yang diberikan oleh Allah tanpa memandang keluarnya dari siapapun tanpa memandang ras, suku bahkan perbedaan agama.

16 Husein Muhammad, Spiritualitas Kemanusiaan: Perspektif Islam Kemanusiaan, hal. 315- 316

(11)

Jika hal itu baik maka menurutnya layak untuk diapresiasi. Banyaknya perdebatan terkait gender disinyalir karena beranggapan gender dari mana berasal dan siapa yang mencetuskannya. KH Husein Muhammad dalam hal ini tidak mempermasalahkannya hal ini, sejauh ini mengandung kemaslahatan buat semua umat baginya ini merupakan suatu hikmah bagi kehidupan manusia.17

Menurut KH Husein Muhammad beliau lebih mengedepankan fikih yang mana berorientasi pada masalah kekinian dan pada saat yang sama memberikan catatan (kritis) terhadap (kemapanan) fikih hasil kodifikasi masa lalu.18

Beliau juga merupakan tokoh ahli fikih terlihat begitu menghargai kodifikasi fikih yang sejak awal sudah menjadi perhatian mayoritas ulama.

Beliau mengatakan bahwa, baginya fikih merupakan sebuah karya intelektual tentang hukum yang berlandaskan teks-teks keagamaan yaitu al-Qur’an dan Sunnah. Lebih lanjut, beliau juga menegaskan bahwa fikih merupakan sebuah karya cerdas yang menjadi jawaban terhadap masalah-masalah yang berkembang. Dengan demikian, fikih tidak dapat diposisikan seperti halnya al- Qur’an dan Sunnah. Jika al-Qur’an dan Sunnah merupakan sesuatu yang sudah final. Maka fikih senantiasa berkembang dan berdinamika.19

Fikih merupakan suatu jawaban atas masalah yang dihadapi umat maka dia tidak dalam posisi kehampaan ruang dan kevakuman posisi. Dalam logika Husein Muhammad, fikih merupakan sebagai karya intelektual yang senantiasa berada dalam fakta historis dan sosiologis. Oleh karena itulah, kesimpulan- kesimpulan yang ada dalam fikih yang ada dalam sejarah tertentu tidak bisa ditarik dalam ruang dan waktu yang berbeda. Sesungguhnya dalam pandangan KH Husein Muhammad, akan mengalami kerancuan ketika kita memaksa fikih

17 Nurul Mimin Janah, Telaah Metode Pemikiran KH. Husein Muhammad Terhadap Pemikiran Kesetaraan Gender dalam Hukum Islam (Skripsi, IAIN Salatiga, 2016), hal. 51

18 Samsul Zakaria, Kepemimpinan Perempuan dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Komparatif Antara Pemikiran KH. Husein Muhammad dengan Prof. Musda Mulia), Vol. 6 No. 1 (Juni, 2013), hal. 81

19 Samsul Zakaria, Kepemimpinan Perempuan dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Komparatif Antara Pemikiran KH. Husein Muhammad dengan Prof. Musda Mulia), hal. 83

(12)

masa lampau untuk menghukumi suatu persoalan yang hadir pada masa sekarang.20

Persoalan yang sering dilupakan dalam fikih itu sendiri adalah walaupun fikih merupakan sesuatu yang sangat penting adalah fikih bahwa fikih selalu dihasilkan dari buah dari aktivitas fikiran atau intelektual yang bukannya berada dalam kehampaan ruang dan waktu dengan berbagai persoalan dan logikanya sendiri. Dengan kata lain dengan fakta-fakta sejarah dan fakta-fakta sejarah- sosiologis ini menyimpan makna dan hujah-hujahnya sendiri. Oleh karena itu, kesimpulan-kesimpulan fikiran fikih yang lahir pada zaman tertentu itu tidak bisa ditarik kedalam ruang dan waktu yang lain yang tentunya telah banyak perbedaan. Fikih juga bermakna dalam menentukan hukum-hukum terhadap persoalan-persoalan yang datang pada masa kini, bukan selalu dapat dilakukan menurut hukum yang telah diberikan pada masa lampau. Kekusutan dan kekeliruan besar akan muncul jika kita memaksa keputusan yang dibuat terhadap persoalan-persoalan yang wujud dalam seluruh ruang dan waktu yang berbeda atau banyak perubahan.

Beliau (KH Husein Muhammad) mendapati bahwa kaedah pemikiran fikih tetap mempertahankan teks-teks kitab apa adanya. Dan ini masih menjadi suatu fenomena yang sudah biasa dan terus diikuti mayoritas umat Islam sejak berabad-abad yang yang lalu sehingga saat ini masih berlaku dimana-mana.

Dalam hal ini, Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam bukunya A‟lam al- Muwaqqi’in beliau mengatakan:

“janganlah anda terikat kepada teks-teks (nusyuz) yang dikutip sepanjang hidup anda jika orang luar daerah anda menemui anda untuk menanyakan suatu persoalan (meminta fatwa hukum), maka tanyailah terlebih dahulu tradisinya itu. Sesudah itu barulah anda putuskan berdasarkan kajian anda terhadap tradisinya itu, dan bukan pada tradisi daerah anda dan apa yang terdapat dalam kitab-kitab anda. Para ulama mengatakan bahwa ini adalah kebenaran yang jelas. Sikap statik atau jumud dengan tidak melakukan analisis sosiologi dan tetap memberikan keputusan berdasarkan teks-teks

20 Samsul Zakaria, Kepemimpinan Perempuan dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Komparatif Antara Pemikiran KH. Husein Muhammad dengan Prof. Musda Mulia), hal. 83

(13)

yang ada dalam buku-buku adalah kesesatan dan tidak memahami maksud para ulama islam dalam generasi Islam awal.”

Bahkan Ibnu Qayyim menegaskan bahwa membuat keputusan fatwa fikih tanpa mempertimbangkan faktor-faktor kebiasaan, tradisi, situasi dan keadaan serta petunjuk-petunjuk yang lain merupakan keputusan yang sesat dan menyesatkan. 21

1. Landasan Pikiran Fikih

Al-Qur’an sebagai sumber utama fikih mengakuinya bahwa Al-Qur’an adalah kitab petunjuk dan rahmat. Al-Qur’an juga mengatakan bahwa diutusnya Nabi Muhammad SAW ke dunia adalah untuk memberi kerahmatan bagi alam semesta. Matlamat Al-Qur’an adalah agar terciptanya kehidupan yang bermoral yang menghargai nilai-nilai kemanusiaan universal.22 al- Qur’an menyatakan:











































Artinya: Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa- bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.

Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal (Q.S Al-Hujurat (49): 13).23 2. Mencari Pendekatan Bukan Hukum

Jika dilihat semua persoalan yang diuraikan di atas merupakan suatu bentuk penyelesaian menurut hukum, dan termasuk hukum fikih. Yang mana

21 Husein Muhammad, Fiqh wanita: Pandangan Ulama Terhadap Wacana Agama dan Gender (Malaysia: Sisters In Islam, 2004), hal. 157

22 Husein Muhammad, Fiqh Wanita: Pandangan Ulama Terhadap Wacana Agama dan Gender, hal. 159

23 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya (Jakarta: Bumi Restu, 1976).

(14)

dalam hukum selalu saja memandang persoalan secara hitam putih dan menurut kebiasaan lama. Penyelesain persoalan dengan cara tersebut cenderung akan menimbulkan ketegangan di antara mereka meskipun mungkin juga ia merupakan suatu penyelesaian yang terbaik bagi ketegangan- ketegangan yang berlaku itu. Ketegangan akan timbul jika kedua belah pihak saling menggunakan kuasanya tanpa mau bertolak ukur. Sebaliknya, ketegangan akan dapat dihindari manakala semua persoalan yang berkaitan dengan hak dan kewajiban mereka buat melalui sikap moral dan akhlakul karimah. Pada pandangan ini lebih menitikberatkan suatu sikap dan pandangan demokrasi, kemanusiaan dan kemaslahatan bersama. Pendekatan yang seperti ini akan menyadarkan mereka (suami-istri) bahwa seks dan ekonomi bukanlah segalanya. Kedua keperluan manusia ini sebaiknya dipandang sebagai salah satu sarana untuk membangun tamadun dalam rumah tangga. Sehingga akan terciptanya kebahagiaan dalam rumah tangga.

Dalam konsep membangun tamadun memaksa setiap orang untuk berperan aktif dalam isu-isu kemanusiaan. Peluang-peluang yang memang ada pada setiap orang perlu diberikan ruang dan waktu secara seimbang.

Maksudnya perempuan diberi ruang untuk menampilkan diri dalam aktivitas- aktivitas awam. Selain dari itu juga perempuan dapat memenuhi setiap keperluan laki-laki yang menjadi suaminya dengan tulus. Sikap ego dari kedua belah pihak tidak akan melahirkan peradaban dan menangani masalah- masalah kemanusiaan. Kerjasama dan saling memahami antara laki-laki dan perempuan menjadi peran yang amat penting karena seks, kebendaan, menyerahkan potensi diri sebenarnya keperluan bersama diantara kedua belah pihak. Pemahaman Islam secara keseluruhan akan memberikan jalan ke arah ini. Yang penting dilakukan adalah bagaimana kedua insan ini dapat membangun kehidupan dalam keluarga mereka dalam suasana yang harmoni dan maslahat, bukan untuk mereka berdua, tetapi juga untuk keluarga,

(15)

masyarakat dan negara.24Basis pemikiran KH Husein Muhammad yang lain yaitu beliau memahami tauhid sebagai manifestasi terhadap penghargaan terhadap hak-hak manusia. Manusia dari manapun dia berasal, dari mana latar belakangnya pada ujungnya kita berasal dari satu sumber yang sama yakni ciptaan Allah SWT. Tidak ada perbedaan kedudukan antara manusia yang satu dengan manusia yang lain, antara laki-laki dan perempuan karena kedudukan tertinggi hanyalah Allah.25

Pemikiran-pemikiran KH Husein Muhammad pada dasarnya adalah mengajak kita untuk menggunakan metodologi yang tepat dan memiliki keberpihakan dan menolong yang selama ini banyak terlemahkan. Dalam konteks relasi gender yang selama ini menjadi pihak yang terlemahkan adalah perempuan.26

Peran KH Husein Muhammad dalam pemikiran-pemikiran Islam sangatlah penting yaitu karena beliau membangun kembali pemikiran- pemikiran keislaman dan menawarkan pemikiran-pemikiran baru yang lebih adil, lebih humanis dan lebih menjanjikan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan.27

Husein Muhammad menganggap sudah saatnya kesadaran akan teks- teks pemikiran dan wacana keagamaan menjadi perhatian yang serius, agar substansial teks dan makna dapat dipahami. Sehingga pada masanya akan memberi jalan bagi upaya-upaya ke arah perwujudan ide kemanusiaan universal Islam secara menyeluruh, dari sini kita akan melihat bahwa Islam akan selau relevan dengan tuntutan kemashlahatan sosial yang selalu berubah.

Hal ini perlu kita ketahui bahwa sejarah Islam akan selalu berubah dari zaman

24 Husein Muhammad, Fiqh Wanita: Pandangan Ulama Terhadap Wacana Agama dan Gender, hal. 155

25 Nurul Mimin Janah, Telaah Metode Pemikiran KH. Husein Muhammad Terhadap Pemikiran Kesetaraan Gender dalam Hukum Islam, hal. 51

26 Noviyati Widiyani, Peran KH. Husein Muhammad dalam Gerakan Kesetaraan Gender di Indonesia, hal. 55

27 Noviyati Widiyani, Peran KH. Husein Muhammad dalam Gerakan Kesetaraan Gender di Indonesia, hal. 55

(16)

ke zaman. Jadi perubahan atas wacana-wacana keagamaan dan pikiran-pikiran manusia merupakan suatu keniscayaan sejarah.28

KH Husein muhammad dalam tulisannya, menekankan akan pentingnya pendekatan dan kajian terhadap teks-teks klasik sebagai bahan perbandingan dan referensi untuk memperluas pandangan keagamaan. Dalam konteks ini beliau melakukan pengkajian berdasarkan sudut metodologis dan geneologi teks berdasarkan sejarah, serta spirit dari kandungan teks. Termasuk dalam memahami ayat-ayat, hadits atau pendapat-pendapat ulama terkait kedudukan perempuan dalam Islam.29

3. Menjadikan Ayat Al-Qur’an Sebagai Dasar Memahami Al-Qur’an dan Hadits KH Husein Muhammad dalam menafsirkan Al-Qur’an dan Hadits yaitu dengan mengelompokkannya menjadi dua bagian. Pertama ayat-ayat Al- Qur’an yang mana mengandung prinsip dasar Islam yang bersifat universal, kedua ayat-ayat yang bersifat spesifik dalam menjelaskan aturan teknis.

Beliau menjadikan ayat yang bersifat universal untuk memahami ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits yang bersifat spesifik.

Adapun ayat universal yaitu ayat yang berisi prinsip dasar yang diinginkan oleh semua orang. Seperti ayat yang menjelaskan tentang kebebasan, kesetaraan, dan kemaslahatan. Pada dasarnya terkait pembagian Al-Qur’an menjadi dua karena beliau menganalogikan dengan membangun sebuah negara. Beliau menjelaskan bahwa sebelum mendirikan sebuah negara harus mempunyai prinsip-prinsip sebagai acuan dalam menerapkan hukum.

Menurut beliau ayat-ayat Al-Qur’an yang bersifat universal merupakan prinsip dasar yang akan dibangun oleh Islam untuk manusia di bumi. Oleh

28 Husein Muhammad, Islam Agama Ramah Perempuan; Pembelaan Kiai Pesantren (Yogyakarta: LkiS, 2004), hal. 96

29 Noviyati Widiyani, Peran KH. Husein Muhammad dalam Gerakan Kesetaraan Gender di Indonesia, hal. 69-70

(17)

karena itulah menurut beliau ayat Al-Qur’an yang bersifat universal harus dijadikan landasan untuk menerapkan ayat Al-Qur’an yang bersifat spesifik.30

Adapun ayat-ayat universalnya diantaranya:













Artinya: Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam (Q.S Al-Anbiyaa (21): 107).31































Artinya: Hai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman (Q.S Yunus (10): 57).32

Adapun hadits Nabi yang menjelaskan bahwa kerahmatan itu sebagai makārim al- akhlāk:

امنإ تثعب ممتلأ مراكم قلاخلأا

Artinya: Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak (H.R Imam Malik dan Imam Ahmad).

Atas dasar ini beliau mengatakan bahwa sesungguhnya prinsip-prinsip Islam adalah untuk mewujudkan tegaknya kehidupan manusia yang bermoral dan menghargai nila-nilai kemanusiaan secara universal. Adapun prinsip- prinsip kemanusiaan universal antara lain adanya upaya untuk menegakan

30 Wawancara pribadi dengan KH Husein Muhammad, pada tanggal 23 juli 2018

31 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya (Jakarta: Bumi Restu, 1976).

32 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya (Jakarta: Bumi Restu, 1976).

(18)

keadilan, kesetaraan, kebersamaan, kebebasan dan penghargaan terhadap hak- hak setiap orang kapanpun dengan latar belakang apapun.

Menurut beliau bahwa ayat-ayat yang mengandung suatu prinsip- prinsip dasar Islam merupakan ayat yang tidak terikat dengan konteks sosial.

Sehingga berlaku tetap dan selamanya. Menurut beliau ayat seperti ini harus dijadikan dasar sebagai petunjuk untuk memahami ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits yang membahasa persoalan-persoalan yang lebih spesifik. Yaitu ketika ayat-ayat mengenai suatu persoalan yang hadir ditengah-tengah masyarakat, haruslah kehadiran tersebut dijadikan sebagai petunjuk memahami dan mengimplementasikan cita-cita diatas dalam realitas sejarah yang ada.33

4. Memahami Hadits

KH Husein Muhammad berpendapat bahwa dalam memahami hadits ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk memahami secara keseluruhan. Pertama adalah harus memahami maksud dari kata-kata yang terkandung dalam suatu ayat secara mendalam, harus pula memahami tujuan hukum hadits tersebut dikaluarkan, harus memahami objek yang dibicarakan dalam hadits tersebut, dan yang terakhir adalah mengetahui situasi dari objek yang dibicarakan dalam hadits tersebut. Suatu teks dipengaruhi oleh situasi yang melatarbelakangi turunnya ayat tersebut. Menurut beliau situasi dibagi menjadi dua, pertama situasi asbab al-wurud, dan yang kedua situasi sistem sosial. Yaitu suatu sistem yang dimana mempengaruhi masyarakat pada saat hadits itu turun.34

Adapun konsep yang dipakai dalam memahami hadits tidak berbeda jauh dengan konsep yang digunakan dalam memahami Al-Qur’an. KH Husein Muhammad berpegang pada prinsip dasar Islam sebagai dasar untuk memahami hadits-hadits Nabi SAW. Menurut KH Husein Muhammad prinsip-prinsip dasar Islam berpegang pada nilai kemashlahatan, untuk itu

33 Husein Muhammad, Fiqh perempuan, Refleksi Kiai atas Wacana Agama dan Gender (Yogyakarta: LkiS, 2001), hal. 16

34 Wawancara pribadi dengan KH Husein Muhammad, pada tanggal 23 juli 2018

(19)

pengambilan hukum pada hadits-hadits Nabi SAW harus bersumber pada prinsip dasar Islam atau yang memuat nilai kemashlahatan, keadilan, dan kesetaraan. Beliau menolak hadits-hadits yang bertentangan dengan prinsip- prinsip dasar Islam meskipun nilainya kuat. Dan menerima hadits-hadits yang sejalan dengan prinsip dasar Islam walaupun nilai haditsnya lemah. Beliau berpendapat bahwa Al-Qur’an dan hadits tidak ada satu ayat pun yang bertentangan. Adapun pertentangan yang ada itu akibat adanya perbedaan situasi dan kondisi pada saat ayat itu turun. Hal ini menjadi penyebab perbedaan penerapan hukum yang berbeda yang sesuai dengan kemashlahatan situasi dan kondisi pada saat itu. Sehingga beliau berpendapat suatu teks hukum pada masa tertentu dapat diterapkan pada masa yang akan datang jika menimbulkan kemashlahatan yang sesuai dengan prinsip dasar Islam.35

Pandangan KH Husein Muhammad ada beberapa hal yang menjadi dasar dalam reinterpretasi terhadap sebuah teks:

1. Menjadikan tujuan-tujuan syari’ah sebagai basis utama dalam mentakwil 2. Menggunakan metode analisis terhadap aspek sosiologis dan historis atau

kasus-kasus yang ada dalam teks.

3. Melakukan analisis bahasa dan konteknya.

4. Menggunakan identifikasi aspek kualitas dalam teks sebagai suatu bentuk pemikiran analisis untuk kebutuhan sosial baru kini dan disini.

5. Melakukan analisis kritis terhadap sumber-sumber transmisi hadits dan matan.36

Jika analisis dari uraian diatas, penulis menyimpulkan. Hal yang mendasar dari pemikiran-pemikiran KH Husein Muhammad adalah bahwa seiring berjalannya waktu sejarah islam akan berubah dari waktu ke waktu.

Untuk itulah setiap persoalan-persoalan yang hadir pada masa lampau, tidak mungkin bisa menghukumi persoalan yang datang pada masa sekarang. Itu

35 Wawancara pribadi dengan KH Husein Muhammad, pada tanggal 23 juli 2018

36 Husein Muhammad, Islam Agama Ramah Perempuan; Pembelaan Kiai Pesantren, hal.

177-178

(20)

artinya, hukum yang berlaku sejak dulu tidak relevan lagi untuk menghukumi pada zaman sekarang.

C. Kewajiban Nafkah Menurut Husein Muhammad

Kewajiban nafkah dalam rumah tangga sudah dibahas dalam bab sebelumnya. Bahwa suami berkewajiban memberikan nafkah dalam rumah tangga. Lain halnya dengan pandangan KH Husein Muhammad, terkait nafkah beliau tidak membebankan kewajibakan nafkah kepada sepihak atau kepada suaminya. Beliau mengatakan bahwa dalam hal kewajiban nafkah dalam rumah tangga tidak ada yang diberikan kewajiban secara khusus artinya siapa yang mampu dalam memberikan nafkah atau mencari nafkah dialah yang berkewajiban memberi nafkah dalam keluarga.37

KH Husein Muhammad mengatakan bahwa kewajiban nafkah ada pada suami karena dianggap laki-laki sebagai makhluk publik dan istri sebagai makhluk domestik. Posisi tersebut berlangsung berabad-abad. Hal ini didasarkan karena laki-laki lebih mampu. Namun ketika dalam konteks perempuan lebih pandai lebih mampu lebih produktif dari pada suami mencari nafkah. Menurut beliau tidak ada unsur keadilan, sedangkan suami tidak mampu.38

Menurut KH Husein Muhammad isu yang paling krusial dan sangat mendasar adalah mengenai kepemimpinan perempuan dalam rumah tangga.

Dalam teks fikih sama sekali tidak ditemuka pemberikan hak kepemimpinan kepada perempuan meskipun pada faktanya, perempuan mampu dan sukses memimpin kehidupan rumah tangga. Akan tetapi, pandangan fikih menilai hal ini berlawanan dengan kodrat dan agama dan menganggap ini tidaklah sah. Akibat dari pandangan yang demikian perempuan sulit mengambil keputusan dalam rumah tangganya sendiri, bahkan dirinya sendiri. Istri sangat bergantung kepada suaminya, bahkan istri wajib mengikuti apapun keputusan dari suaminya.

37 Wawancara pribadi dengan KH Husein Muhammad, pada tanggal 12 Maret 2018

38 Wawancara pribadi dengan KH Husein Muhammad, pada tanggal 23 Juli 2018

(21)

Pandangan yang demikian berpotensi menafikan hak-hak asasi perempuan (istri).39

Dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa (4): 34



















































































Artinya: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.40 Dalam surat an-Nisa (4): 34. Teks-teks ketuhanan memberi informasi kepada kita tentang status subordinat istri (perempuan). Laki-laki dalam ayat ini

“Qawwam” yang diterjemahkan berbeda-beda pemimpin, pendidik, pelindung atau istilah lain yang menunjukan makna superioritas laki-laki atas perempuan.

Sebagian umat muslim memahami ayat ini perempuan sebagai kelas dua. Teks- teks sejenis ini sesungguhnya teks yang sedang berbicara tentang sejarah sosial yang dalam hal ini adalah Arabia pada abad 6 masehi. Di mana kebudayaan Arab pada saat itu adalah patriarkhi. Bahkan tidak sedikit kasus adalah teks tersebut sejatinya tidak sedang menjustifikasi sistem subordinasi perempuan, melainkan sedang mengakomodasi dan berbicara tentang realitas sosial. Dalam teks tersebut

39 Husein Muhammd, Perempuan Islam dan Negara (Yogyakarta: Qalam Nusantara, 2016), hal. 170

40 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya (Jakarta: Bumi Restu, 1976).

(22)

tidak ditemukan secara jelas sesuatu yang mengindikasikan faktor-faktor pendukung superioritas laki-laki atas perempuan. Tetapi para ahli tafsir menyebutkan antara lain: akal-intelektual. Mereka juga mengatakan bahwa keunggulan ini berlaku general dan mutlak. Dalam pandangan ini tentu sangatlah simplistis. Karena justru dalam teks ini menyebutkan secara jelas, bahwa keunggulan tersebut merupakan sesuatu yang relatif (sebagian atas sebagian).

Jadi mutlak, kalaupun superioritas laki-laki atas perempuan tersebut didasarkan karena dia pemberi nafkah, maka sesungguhnya ini bukanlah sesuatu yang kodrat, melainkan fungsional belaka.41

Dalam konteks keagamaan dan budaya, keberadaan perempuan di ruang domestik dipandang sebagai norma agama dan budaya, hal ini terkait akan fungsi ibu rumah tangga seperti mengurus anak dan melayani suami. Pada sisi lain menganggap hadirnya perempuan di ruang publik dapat menimbulkan masalah sosial yang serius. Wacana keagamaan dan budaya ini dihadirkan dan dibekukan dalam masyarakat melalui berbagai media dan sarana budaya, politik dan agama, sekali lagi, selama berabad-abad.42 Bahkan perempuan di luar rumah sering juga dianggap sebagai suatu bentuk penyimpangan dari karakter mereka. Pandangan umum juga mengangap hasil kerja kaum perempuan sebagai hasil tambahan atau sampingan belaka. Lebih dari itu, hasil kerja perempuan acap kali juga menjadi miliknya sendiri melainkan sah ketika diambil suaminya, baik untuk kepentingan sendiri maupun kepentingan keluarga.43

Hadirnya perempuan di ruang publik untuk kerja sosial, ekonomi, budaya dan politik telah menjadi bagian dari sejarah Islam masa Nabi dan para sahabatnya. Khadijah, istri Nabi adalah seorang pedagang yang sukses dan Aisyah adalah salah seorang pemimpin politik terkemuka pada masanya.44 Ada juga al-Hawla al-Attharah, seorang perempuan pedagang parfum di madinah.

41 Husein Muhammad, Perempuan Islam dan Negara, hal. 179-180

42 Husein Muhammad, Perempuan Islam dan Negara, hal. 283-284

43 Husein Muhammad, Ijtihad Kyai Husein, Upaya Membangun Keadilan Gender (Jakarta:

Rahima, 2011), hal. 243-244

44 Husein Muhammad, Perempuan Islam dan Negara, hal. 285

(23)

Nabi juga terkadang sering mengunjungi tokonya. Ada nama Rithah Bint Abd Allah al-Tsaqafiyah, perempuan ini pemiliki sekaligus manager pabrik. Dia perah menemui Nabi dan mengatakan: “Nabi aku seorang perempuan pengusaha yang cukup sukses. Suamiku miskin, anal-anaku tak bekerja. Apakah aku bisa menafkahi mereka ? Nabi menjawab: “kamu memperoleh pahala dari apa yang kamu berikan kepada mereka”. Zainab binti Jahsy adalah perempuan pengusaha yang sukses. Dia mengerjakan usahanya dengan tangnnya sendiri dan sebagian keuntungannya dia berikan untuk perjuangan Islam. Hal ini membuktikan bahwa perempuan bukan hanya sekedar pada intensitas reproduksi tetapi juga produktif.45

Oleh karena itulah pekerjaan menjadi hak asasi manusia. Banyak ayat al- Qur’an yang mana menyerukan manusia untuk bekerja di mana saja dan kapan saja, tergantung kecenderungan dan pilihannya masing-masing.46

Dalam Al-Qur’an:

































Artinya: Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.(Q.S Al- Mulk (67): 15).47

































Artinya: Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.(Q.S Al-Jumuah (62): 10).48

45 Husein Muhammad, Ijtihad Kyai Husein, Upaya Membangun Keadilan Gender, hal. 242

46 Husein Muhammad, Perempuan Islam dan Negara, hal. 286

47 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya (Jakarta: Bumi Restu, 1976).

48 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya (Jakarta: Bumi Restu, 1976).

(24)

Tuntutan bekerja tidak hanya ditunjukan hanya kepada kaum laki-laki saja (suami) saja, begitu juga dengan kaum perempuan. Perempuan adalah makhluk dengan segala kehormatan dirinya dan berhak untuk memenuhi kebutuhan dirinya, menghidupi anak-anaknya atau untuk bersedekah untuk orang-orang yang membutuhkan. Mereka adalah pribadi yang mandiri dan dituntut untuk kerja mandiri, meskipun mereka mempunya suami.

Jika dianalisis terkait pendapat KH Husein Muhammad mengenai nafkah.

Pada prinsipnya soal pendapat beliau, mengatakan ada pandangan bahwa suami dianggap makhluk yang berperan di wilayah publik. Yang menganggap suami atau laki-laki lebih mampu menjadi pemimpin, ini yang mendasari suami sebagai pemberi nafkah. Padahal hal demikian terjadi pada masa lampau. Jika dilihat dengan masa sekarang tidak sedikit istri jauh lebih pintar untuk mencari nafkah.

Ini yang mendasari pemikiran beliau. Pada intinya kesalingan dalam rumah tangga.49

49 Wawancara pribadi dengan KH Husein Muhammad, pada tanggal 23 Juli 2018

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian tindakan bimbingan dan konseling secara keseluruhan pada pengelolaan pelayanan informasi menggunakan metode PBL dan Debat di kelas X I IPA

Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Cabang Pekanbaru yang meliputi faktor-faktor diantaranya, kebijakan perusahaan, latar belakang pendidikan, pelatihan, pengalaman

Penelitian yang dilakukan Setyawan et al., (2008) pada lahan revegetasi pasca tambang batubara di PT Bukit Asam menunjukkan bahwa keragaman sifat fisik dan kimia tanah

d.. Kerjasama merupakan salah satu faktor penting dalam terwujudnya suatu tujuan yang diinginkan, dalam hal ini terlaksananya tugas pokok dan fungsi dari

Melihat angka kelahiran di RSUD DR Soedirman Kebumen pada tahun 2014 cukup tinggi yaitu 1.980 kelahiran baik yang melahirkan secara pervaginam maupun secara

Dengan Kelurahan Panjang Utara sebagai kelurahan dengan kasus kematian ibu tertinggi, sedangkan kelurahan lainnya yang ada di Kecamatan Panjang tidak mengalami kasus

Pengujian menggunakan persoalan 1.4 dilakukan untuk menguji performansi 3 algoritma (brute force, greedy, dan program dinamis) dalam menyelesaikan masalah yang

Adapun saran yang diberikan bagi pihak manajemen SK Kebun Sireh adalah untuk meningkatkan budaya organisasi dalam internal sekolah dan juga memberikan peluang dan