• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gerakan Samin melawan kolonialisme Belanda: perlawanan petani kawasan hutan di Blora (abad XIX-XX).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gerakan Samin melawan kolonialisme Belanda: perlawanan petani kawasan hutan di Blora (abad XIX-XX)."

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

GERAKAN SAMIN MELAWAN KOLONIALISME BELANDA: PERLAWANAN PETANI KAWASAN HUTAN DI BLORA

( ABAD XIX-XX)

Oleh: Nurmalitasari Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisa tiga permasalahan pokok, yaitu: (1) latar belakang gerakan Samin melawan kolonialisme Belanda di Blora; (2) dinamika gerakan Samin melawan kolonialisme Belanda; (3) dampak gerakan Samin.

Penelitian ini disusun berdasarkan metode penelitian historis faktual dengan tahapan: pemilihan topik, pengumpulan sumber, verifikasi, interpretasi dan historiografi. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan multidimensional yaitu ilmu sosial-ekonomi dengan model penulisan deskriptif analitis.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Munculnya gerakan Samin merupakan akibat dari berbagai kebijakan yang diterapkan oleh Belanda di Indonesia termasuk di Blora terkait dengan penguasaan hutan. (2) Dinamika gerakan samin menunjukkan perkembangan pengikut yang semakin pesat dan ajaran-ajaran Samin Surosentiko yang merupakan hasil gagasan orisinalnya terhadap permasalahn terkait dengan keselamatan masyarakat Blora. (3) Dampak dari gerakan Samin, pada akhirnya melahirkan komunitas masyarakat yang hingga kini masih menghidupi prinsip Saminisme.

(2)

ABSTRACT

SAMIN MOVEMENT AGAINST DUTCH COLONIALISM: FARMER RESISTANCE OF FOREST AREA IN BLORA

( ABAD XIX-XX)

By: Nurmalitasari Universitas Sanata Dharma

2016

This aims the research is to describe and analyze three main topics, namely: (1) background of Samin movement against Dutch colonialism in Blora; (2) the dynamics of the Samin movement against Dutch colonialism; (3) the impact of Samin movement.

This research used hitsorical factual methods. The stages of this method are: choosing the topics, collecting the sources, verivication, interpretation, and historiography. The approach used is a multidimensional approach, namely social sciences-economic. The type of the writing is descriptive analysis.

The result of this research showed that (1) the emergenc of Samin movement is the result of policies implemented by the Dutch in Indonesia including in Blora related to forest tenure. (2) The dynamics of movement followers Samin shows the development of increasingly rapid and teachings Samin Surosentiko which is the result of the original idea of the problems related to public safety of people in Blora. (3) The impact of the Samin movement eventually led to communities that still support the Saminisme principle.

(3)

(ABAD XIX-XX) SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Sejarah

Nurmalitasari NIM : 121314009

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)

i

GERAKAN SAMIN MELAWAN KOLONIALISME BELANDA: PERLAWANAN PETANI KAWASAN HUTAN DI BLORA

(ABAD XIX-XX) SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Sejarah

Nurmalitasari NIM : 121314009

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(5)

ii SKRIPSI

GERAKAN SAMIN MELAWAN KOLONIALISME BELANDA: PERLAWANAN PETANI KAWASAN HUTAN DI BLORA

(6)
(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Sebagai ungkapan kasih, skripsi ini saya persembahkan kepada:

 Kepada Allah SWT.

 Kepada orang tua yang saya cintai.

 Kedua kakak saya yang telah mendukung dan memberi semangat.

 Sahabat-sahabat saya, Vega, Cimol, Tiwul, Lingga yang telah memberi

semangat dan dukungan agar skripsi ini cepat selesai.

 Pacar saya Gibran yang selalu memberi semangat dan motivasi dalam

menyelesaikan skripsi ini.

 Teman-teman Pendidikan Sejarah angkatan 2012 yang telah berjuang

(8)

v MOTTO

Masa depan adalah milik mereka yang percaya akan keindahan impian-impian

mereka.

( Eleanor Rosevelt)

Hidup adalah sebuah pulau, karangnya harapan, pepohonannya mimpi,

bunga-bunganya kesepian, mata airnya semangat. Dan ia di tengah lautan sendiri dan

kesepian.

( Kahlil Gibran)

Janganlah berdoa untuk hidup yang mudah, tetapi berdoalah untuk menjadi

manusia yang tangguh.

( John F. Kennedy)

In order to succeed, we must believe that we can.

(9)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah saya

sebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 20 Juni 2016

Penulis

(10)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswi Universitas Sanata Dharma

Nama : Nurmalitasari

Nomor Mahasiswa : 121314009

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

GERAKAN SAMIN MELAWAN KOLONIALISME BELANDA: PERLAWANAN PETANI KAWASAN HUTAN DI BLORA

( ABAD XIX-XX)

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada), dengan demikian saya

memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk

menyimpan, mengalihkannya dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam

bentuk pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas, dan

mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis

tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya

selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini

yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal 20 Juni 2016

Yang menyatakan

(11)

viii ABSTRAK

GERAKAN SAMIN MELAWAN KOLONIALISME BELANDA: PERLAWANAN PETANI KAWASAN HUTAN DI BLORA

( ABAD XIX-XX)

Oleh: Nurmalitasari Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisa tiga permasalahan pokok, yaitu: (1) latar belakang gerakan Samin melawan kolonialisme Belanda di Blora; (2) dinamika gerakan Samin melawan kolonialisme Belanda; (3) dampak gerakan Samin.

Penelitian ini disusun berdasarkan metode penelitian historis faktual dengan tahapan: pemilihan topik, pengumpulan sumber, verifikasi, interpretasi dan historiografi. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan multidimensional yaitu ilmu sosial-ekonomi dengan model penulisan deskriptif analitis.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Munculnya gerakan Samin merupakan akibat dari berbagai kebijakan yang diterapkan oleh Belanda di Indonesia termasuk di Blora terkait dengan penguasaan hutan. (2) Dinamika gerakan samin menunjukkan perkembangan pengikut yang semakin pesat dan ajaran-ajaran Samin Surosentiko yang merupakan hasil gagasan orisinalnya terhadap permasalahn terkait dengan keselamatan masyarakat Blora. (3) Dampak dari gerakan Samin, pada akhirnya melahirkan komunitas masyarakat yang hingga kini masih menghidupi prinsip Saminisme.

(12)

ix ABSTRACT

SAMIN MOVEMENT AGAINST DUTCH COLONIALISM: FARMER RESISTANCE OF FOREST AREA IN BLORA

( ABAD XIX-XX)

By: Nurmalitasari Universitas Sanata Dharma

2016

This aims the research is to describe and analyze three main topics, namely: (1) background of Samin movement against Dutch colonialism in Blora; (2) the dynamics of the Samin movement against Dutch colonialism; (3) the impact of Samin movement.

This research used hitsorical factual methods. The stages of this method are: choosing the topics, collecting the sources, verivication, interpretation, and historiography. The approach used is a multidimensional approach, namely social sciences-economic. The type of the writing is descriptive analysis.

The result of this research showed that (1) the emergenc of Samin movement is the result of policies implemented by the Dutch in Indonesia including in Blora related to forest tenure. (2) The dynamics of movement followers Samin shows the development of increasingly rapid and teachings Samin Surosentiko which is the result of the original idea of the problems related to public safety of people in Blora. (3) The impact of the Samin movement eventually led to communities that still support the Saminisme principle.

(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberi berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “Gerakan Samin Melawan Kolonialisme Belanda: Perlawanan

Petani Kawasan Hutan Di Blora ( Abad XIX-XX)”. Skripsi ini disusun untuk

memenuhi salah satu syarat meraih gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Sanata

Dharma, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Ilmu Pendidikan

Sosial, Program Studi Pendidikan Sejarah.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari

berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan

terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

2. Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma yang

memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

3. Dr. Anton Haryono, M.Hum selaku dosen pembimbing yang telah sabar

membimbing, membantu, dan memberikan banyak pengarahan, saran,

serta masukan selama penyusunan skripsi.

4. Drs, Y.R. Subakti, M.Pd selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah

membimbing, membantu, dan memberikan banyak pengarahan kepada

penulis selama proses studi.

5. Seluruh dosen dan sekretariat Program Studi Pendidikan Sejarah yang

telah memberikan dukungan dan bantuan selama penulis menyelesaikan

(14)

xi

6. Kedua orang tua penulis yang telah banyak memberi dorongan spiritual

dan material sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Universitas

Sanata Dharma.

7. Teman-teman seperjuangan di Pendidikan Sejarah angkatan 2012 yang

telah memberikan dukungan, bantuan, serta insiprasi dalam menyelesaikan

skripsi.

8. Semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu yang turut

membantu penulis menyelesaikan skripsi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu

penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga skripsi

ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca.

Yogyakarta, 20 Juni 2016

Penulis

(15)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... . ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

HALAMAN MOTTO ... v

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

BAB I PENDAHULUAN. ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penulisan ... 6

D. Manfaat Penulisan ... 7

E. Tinjauan Pustaka ... 7

F. Landasan Teori ... 13

G. Metodologi Penelitian ... 29

H. Sistematika Penulisan ... 33

BAB II LATAR BELAKANG GERAKAN SAMIN ... 35

A. Penguasaan Hutan oleh Belanda di Jawa ... 35

(16)

xiii

C. Arti Penting Hutan bagi Masyarakat Blora ... 44

D. Faktor Ekonomi ... 48

BAB III DINAMIKA GERAKAN SAMIN ... 52

A. Muncul dan Berkembangnya Gerakan Samin... 52

B. Samin dan Ajaran Ketuhanan... ... ... 56

C. Gerakan Tanpa Kekerasan ... 59

D. Bahasa sebagai Simbol Perlawanan ... 65

BAB IV DAMPAK GERAKAN SAMIN ... 69

A. Munculnya Masyarakat Samin ... 69

B. Identitas Diri Masyarakat Samin ... 72

C. Moral Ekonomi Masyarakat Samin ... 74

BAB V KESIMPULAN ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 80

(17)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Peta Persebaran Gerakan Samin ... 84

(18)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gerakan Samin muncul akibat semakin beratnya beban masyarakat akibat

kekuasaan pemerintah Belanda ketika berkuasa di Randublatung, kabupaten

Blora. Pihak kolonial berusaha menggali sumber daya alam sebanyak-banyaknya

di daerah jajahan. Aktivitas yang demikian ini memunculkan kesengsaraan rakyat.

Terjadinya berbagai penderitaan memunculkan gerakan protes masyarakat,

termasuk di daerah Blora.

Di daerah Blora, protes rakyat dilakukan oleh sekelompok masyarakat

yang ingin mempertahankan kawasan hutan jati yang telah menjadi sendi

kehidupan mereka. Memburuknya keadaan ekonomi masyarakat semakin

mempercepat terjadinya aksi protes. Salah satu gerakan protes yang pernah terjadi

di Blora adalah Gerakan Samin, sebuah gerakan protes petani yang anggotanya

terdiri dari petani kaya maupun petani miskin.

Perlawanan petani di Blora ini muncul seiring dengan menguatnya

hegemoni1 kekuasaan Pemerintah Belanda terhadap kehidupan rakyat. Dalam

kasus Blora, pemberlakuan pajak atas tanah serta alih fungsi hutan dari hutan

rakyat menjadi hutan negara telah mempersempit akses petani terhadap hutan.

1 Chris Barker, Cultural Studies, Teori dan Praktik, Yogyakarta, Kreasi Wacana, 2000, hlm. 62.

(19)

Seorang tokoh yang berperan penting dalam perlawanan petani Blora

adalah Samin Surosentiko yang pada waktu itu merupakan pemimpin gerakan. Ia

dilahirkan pada tahun 1859 di desa Ploso, Kediren, Randublatung, Kabupaten

Blora, Jawa Tengah.2 Ayahnya bernama Raden Surowijoyo. Nama asli Samin

sendiri adalah Raden Kohar, kemudian diubah menjadi Samin. Nama Samin

dipilih karena lebih bernafaskan kerakyatan.3

Gerakan Samin secara historis muncul pada tahun 1889, ketika Samin

mulai menentang kolonialisme Belanda di kabupaten Blora. Ia mampu

mengumpulkan masa untuk sama-sama melakukan perlawanan. Samin

mengawali perlawanannya dalam bentuk tanpa kekerasan. Sebuah konsep

penolakan terhadap praktek Belanda dan kapitalisme yang muncul pada masa

penjajahan Belanda pada abad ke-19 di Kabupaten Blora.

Sebagai gerakan yang cukup besar, gerakan ini tumbuh sebagai

perjuangan melawan kesewenangan Belanda yang merampas tanah-tanah yang

digunakan untuk perluasan hutan jati. Ketika intervensi Belanda di dalam

kehidupan desa menjadi langsung dan intensif pada akhir abad ke-19, gagasan

perlwanan dengan bayangan gagasan millenarian nampak jelas. Van der Kroef

mengkatagorikan gerakan Samin di antara lima gagasan mileniarisme.4 Kategori

2

Andrik Purwasito, Agama Tradisional: Potret Kearifan Hidup Masyarakat Samin dan Tengger Yogyakarta, LKIS, 2003, hlm.18.

-Titi Mumfangati dkk, Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin, Kabupaten Blora,

Propinsi Jawa Tengah, Yogyakarta, Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata, 2004, hlm.22.

3 Andrik Purwasito, Agama....op.cit,hlm.18.

4 Gagasan Milenari adalah harapan akan datangnya pemimpin yang adil serta sebuah sistem

(20)

khusus atas gerakan Samin dimungkinkan karena perlawanan Samin dan

pengikutnya memiliki ciri khusus yang tidak dimiliki oleh perlawanan yang lain.

Tempat kelahiran Samin yakni di desa Ploso Kadiren, Randublatung,

Blora memang merupakan penghasil kayu jati terbaik di Jawa. Struktur tanah

yang berkapur dan kering menyebabkan tanah di Blora dan beberapa wilayah di

seputar Karesidenan Rembang sangat cocok bagi jenis tanaman ini. Pada tahun

1920, proporsi luasan tanah yang dikuasai negara di kabupaten Blora mencapai

40% dari total wilayah kabupaten tersebut. Ini merupakan proporsi paling tinggi

bagi setiap kabupaten di Jawa kala itu.5

Pada tahun 1903-1905 pengikut Samin berjumlah 772 orang yang tersebar

di 34 desa di Kabupaten Blora. Pada waktu itu pula, Samin sebagai pemimpinnya

sudah dapat menggerakkan anggotanya untuk bertindak melawan pemerintah

kolonial atau pengawas desa dengan cara mengasingkan diri dan tidak tunduk

pada aturan desa terutama dalam membayar pajak.6

Pada tahun 1907, pengikut Samin mencapai 5000 orang dan kekuatan

mereka dianggap membahayakan pemerintah. Terlebih lagi, mereka akan

membangun kekuatan untuk memberontak.7 Rumor tentang akan adanya

pemberontakan Samin dan pengikutnya dihembuskan oleh Controleur.8 Pada

5

Harry J. Benda dan Lance Castles, The Samin Movement. Dalam Bijdragen Tot De Taal Land-en Volkenkunde, 1969, hlm. 221.

6

Ibid, hlm. 19.

7

Ibid, hlm. 20.

8

Controleur merupakan pejabat terendah dari korps pangreh praja Eropa. Jabatan kewilayahan

yang dipegang orang Eropa adalah Gubernur Jendral, Gubernur, asisten Residen, dan Controleur. Tugas dari Controleur adalah membantu Asisten Residen untuk mengawasi para Bupati serta memberikan laporan pengawasan kewilayahann ya tersebut kepada Asisten Residen untuk disampaikan kepada Residen. Lihat Hanis Nurcholis. 2007. Teori dan Praktik, Pemerintahan dan

(21)

tahun itu pula Samin dinobatkan oleh pengikunya sebagai ratu adil dengan gelar

Prabu Panembahan Surya Alam.9

Didengar kabar pada 1 Maret 1907 pengikut Samin akan mengadakan

perlawanan terhadap pemerintah kolonial Belanda. Karena kabar ini, kontrolir

Belanda melakukan penangkapan atas sejumlah pengikut Samin yang pada saat

itu sedang mengadakan selametan salah satu keluarga di Kedungtuban.

Selametan kerabat ini dianggap jika orang-orang Samin sedang melakukan

persiapan perlawanan kepada kolonial Belanda. Saat itu Samin sendiri sedang

berada di Rembang. Ketika tertangkap, Samin beserta delapan pengikutnya

diinterogasi dan diasingkan ke Sumatera.10

Pada tahun 1911 sampai 1914, ajaran Samin meluas ke wilayah Grobogan

dan Pati. Mereka menyosialisasikan gerakan dengan tidak membayar pajak

bahkan melakukan aksi kekerasan melawan aparat kolonial Belanda, termasuk

polisi dan lurah. Periode ini dianggap sebagai periode puncak gerakan Samin atau

disebut geger Samin.11

Pada tahun 1916, pengikut Samin meluas ke wilayah Kudus. Ini diawali

dengan kegagalan penyebaran ajaran itu di Tuban. Perluasan ajaran Samin terus

berlangsung yang ditandai dengan kepemimpinan Pak Engkrek di wilayah

9

Ibid., hlm.19.

10Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin Kabupaten Blora Jawa Tengah,Yogyakarta,

2004, hlm.23.

11 Geger Samin terjadi karena Belanda menaikkan pajak yang semakin mencekik masyarakat. Di

(22)

Grobogan dan Mbah Engkrek di wilayah Blora. 12 Sejarah dari perjuangan oleh

Mbah Engkrek inilah yang sampai sekarang masih menyisakan tradisi ajarannya.

Setelah Samin ditangkap serta meninggal di Padang pada 1914,

perlawanan masyarakat tidak berhenti. Pengikut maupun kerabat dekatnya

meneruskan perlawan di beberapa daerah sekaligus menyebarkan ajaran Samin.

Di Randublatung seorang bernama Samat telah menggantikan Samin dan

mengumumkan datangnya dua Ratu Adil sekaligus, yang satu dari timur dan

yang lain dari barat.

Dalam perkembangannya, ajaran Samin mulai meluas dan berkembang

hingga mampu menciptakan sebuah komunitas masyarakat atau yang lebih

dikenal sebagai masyarakat Samin. Sebuah komunitas masyarakat yang sering

menjadi cemoohan orang-orang di sekitarnya karena keluguan dan kepolosannya.

Terlepas dari anggapan banyak orang, masyarakat Samin adalah komunitas

masyarakat yang menjunjung tinggi nilai dan moral kehidupan yang lebih baik.

Penelitian ini mencoba menguraikan hubungan antara Samin dan

pengikutnya dengan hutan jati di Jawa abad XIX. Hubungan tersebut terutama

antara penduduk dengan pengelola hutan jati saat itu yakni pemerintah kolonial

Belanda. Dalam konteks sumber daya hutan, muncul berbagai peraturan hutan

jati oleh pemerintah Belanda. Samin memiliki dua prinsip pemerintahan hutan

yakni kelestarian serta dapat dimanfaatkan semua orang. Hipotesis awal dari

penelitian ini adalah penerapan dari prinsip-prinsip Samin atas pengelolaan

(23)

sumber daya alam yang terganggu oleh adanya peraturan-peraturan pemerintah

kolonial Belanda, sehingga muncul adanya perlawanan petani pengikut Samin.

B. Rumusan Masalah

Bertolak dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dapat

dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Apa saja latar belakang munculnya gerakan Samin dalam melawan

kolonialisme Belanda di wilayah Blora?

2. Bagaimana dinamika gerakan Samin dalam melawan kolonialisme Belanda di

wilayah Blora?

3. Apa dampak yang ditimbulkan dari gerakan Samin dalam melawan

kolonialisme Belanda di wilayah Blora dan sekitarnya?

C. Tujuan Penulisan

Sesuai dengan masalah yang dikemukakan, maka tujuan yang hendak

dicapai dalam penulisan ini adalah:

1. Menjelaskan latar belakang munculnya Gerakan Samin melawan pemerintah

kolonial Belanda.

2. Mendeskripsikan dinamika Gerakan Samin pada masa kolonial Belanda.

3. Menjelaskan dampak yang ditimbulkan dari Gerakan Samin beserta

(24)

D. Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan skripsi ini adalah :

1. Bagi Universitas Sanata Dharma

Membantu civitas akademika lainnya untuk melihat perjuangan masyarakat

kecil di Indonesia yang selama kurun waktu belakangan masih kurang

produktif. Perjuangan Samin dan pengikutnya sendiri masih dapat kita jumpai

hingga saat ini.

2. Bagi Dunia Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Memberikan sumbangan dalam menganalisa gerakan masyarakat bawah

dalam menentang praktek kolonialisme di daerah mereka.

3. Bagi penulis

Membantu penulis memahami bagaimana Samin dan pengikutnya

memperjuangkan hidupnya di bawah tekanan kolonial hingga mampu eksis

hingga sekarang.

4. Bagi Masyarakat Luas

Memperluas pengetahuan tentang dinamika rakyat kecil di Blora pada masa

pemerintah kolonial Belanda. Selama ini sejarah orang-orang kecil jarang

dibahas dalam buku-buku sejarah sekolah.

E. Tinjauan Pustaka

Sebagai suatu ilmu yang mempelajari masa lalu umat manusia, studi

sejarah menggunakan rekam peristiwa masa lalu sebagai sumber sejarah yang

(25)

lainnya, digunakan dalam penulisan skripsi ini. Dikarenakan keterbatasan

pengetahuan dalam menemukan sumber primer, maka sumber yang digunakan

dalam penulisan ini adalah sumber sekunder, yaitu sumber yang berasal dari

tangan kedua.

Beberapa buku yang digunakan antara lain Hutan Kaya, Rakyat Melarat:

Penguasa Sumber Daya dan Perlawanan di Jawa13 karya Nancy Lee Peluso.

Buku ini memberikan gambaran seputar politik kehutanan serta sikap resistensi

masyarakat sekitar hutan dalam menanggapi perkembangan model penguasaan

dan pengelolaan hutan jati di Jawa. Menurut Nancy, nilai-nilai masyarakat Samin

berpusat pada akses hutan pertanian. Kebanyakan petani pengikut Samin adalah

petani penggarap yang memiliki lahan. Banyak dari mereka adalah keturunan dari

cikal bakal atau pendiri desa dan pembuka hutan.14

Nusa Jawa: Silang Budaya, Warisan Kerajaan-Kerajaan Konsentris15

karya Denys Lombard. Pada masa kerajaan sebelum kedatangan VOC tidak

berarti belum ada peraturan perlindungan hutan. Pada masa pemerintahan Sultan

Agung di kerajaan Mataram telah terdapat sejumlah cagar alam untuk melindungi

buruannya dari pembabatan hutan. Menurut Lombard, pembabatan hutan

dilakukan hanya jika diperlukan perluasan pemukiman dan lahan pertanian, itu

saja masih kecil luasannya. Lazimnya, cagar alam hanya untuk hutan rimba,

bukan hutan yang sering digunakan penduduk untuk mendukung kehidupan

agrarisnya.

13 Nancy Lee Peluso,Hutan Kaya, Rakyat Melarat: Penguasa Sumber Daya dan Perlawanan di

Jawa,Jakarta,KOPHALINDO,2006.

14

Ibid., hlm.124.

15 Dennys Lombard,,Nusa Jawa Silang Budaya: Warisan kerajaan-kerajaan Konsentris,Jakarta:

(26)

Denys Lombard menambahkan, sistem pengetahuan Samin dan

pengikutnya terhadap keberadaan hutan berhubungan langsung dengan cerita

pewayangan yang dianggap memiliki keterkaitan dengan tanah Jawa. Dalam

cerita pewayangan , terdapat pemisahan yang jelas antara hutan dan cerang yakni

tanah lapang atau pemukiman. Hutan, di satu sisi merupakan tempat yang penuh

bahaya, dihuni oleh bangsa raksasa atau buta pemakan manusia. Namun di sisi

lain hutan juga sebagai tempat tinggal sang resi yaitu tokoh yang penuh dengan

kebajikan dan kesaktian.

Buku Sistem Tanam Paksa di Jawa16 karangan Robert van Niel,

menguraikan bagaimana pemerintah menerapkan sistem kolonial di Jawa pada

abad ke-19. Buku ini menjelaskan tentang kajian sosial dan ekonomi modern yang

dipraktikkan negara kolonial yang hidup berdampingan dengan sistem ekonomi

tradisional. Kajian sosial dan ekonomi abad ke-19 menunjukkan bahwa ekonomi

subsistensi17 mengalami gangguan yang serius akibat praktik-politik kolonial.

Menurut pengarang, gerakan-gerakan protes petani di Jawa abad ke-19 mau tidak

mau harus dikembalikan pada praktik kolonial yang diterapkan oleh pemerintah

kolonial Belanda.

Dua Abad Penguasaan Tanah: Pola Penguasaan Tanah Pertanian di

Jawa dari Masa ke Masa18 karya Sediono M.P. Tjondronegoro dan Gunawan

16

Robert van Niel, 2003, Sistem Tanam Paksa di Jawa. Jakarta, LP3ES. Umumnya tanah-tanah yang diperluas menjadi milik individu ini merupakan tanah-tanah yang selama masa awal Tanam Paksa tidak dikenakan beban sewa tanah atau dapat dikatakan merupakan tanah simpanan. Tanah ini kemudian diperluas menjadi milik individu karena tuntutan untuk peningkatan produksi Tanam Paksa

17 Suatu masyarakat primitif yang kegiatannya sangat terbatas dan setiap rumah tangga.

18 Sediono M.P Tjondronegoro dan Gunawan Wiradi, Dua Abad Penguasaan Tanah: Pola

(27)

Wiradi menjelaskan tentang ekonomi desa di Jawa terkait dengan tanah sebagai

sarana utama gerak ekonomi. Tanah sebagai sarana produksi pertanian memiliki

pengaturan-pengaturan dalam pola penguasaannya. Secara umum pola

penguasaan tanah di Jawa abad XIX dapat digolongkan menjadi dua yakni tanah

individual (tanah pribadi) dan komunal (tanah milik bersama).

Buku karangan James. C. Scott dengan judul Perlawanan Kaum Tani19,

mencatat bahwa buruh tani yang masih berakar pada dusun menganut ikatan

guyub dimana daya swakarsa perorangan atau kolektif mampu mempertahankan

ketahanan mereka. Keterlibatan buruh tani di luar dusun umumnya tidak terlepas

dari perantaraan patron baru. Gotong royong petani Jawa disimpulkan oleh Scott

sebagai bentuk resistensi sekaligus tindakan bertahan hidup atas tekanan dari

pihak luar. Moral ekonomi petani mengandaikan kolektifitas kebertahanan hidup

melalui praktek-praktek seperti sistem bagi hasil dan selamatan yang dilakukan

oleh petani kaya sebagai tanda pembagian rezeki.

Pemberontakan Petani Banten menjadi sumber penulisan yang dipakai

selanjutnya. Tesis karya Sartono Kartodirdjo20 ini menjelaskan dinamika protes

petani di Banten sebagai reaksi atas kolonisasi yang pernah terjadi. Tujuan

pertama studi ini adalah membahas aspek-aspek dari gerakan sosial yang

melibatkan lapisan-lapisan luas rakyat biasa di Indonesia. Studi kasus mengenai

gerakan-gerakan sosial ini tidak hanya bertujuan menyampaikan informasi faktual

mengenai pemberontakan petani di Banten pada 1888, melainkan juga

dimaksudkan sebagai sumbangsih kepada usaha-usaha untuk menjelaskan proses

19

James. C. Scott, Perlawanan Kaum Tani, Yayasan Obor Indonesia,1993.

20

(28)

sosial umumnya di Indonesia pada abad XIX. Menurut Sartono, pemahaman

mengenai hakikat gerakan-gerakan sosial di masa lampau sering kali dapat

diterapkan kepada studi mengenai gerakan-gerakan di masa sekarang dan masa

yang akan datang.

Potret kehidupan petani Indonesia merupakan sebuah kajian yang menarik

dari masa ke masa. Banyak penulis maupun peneliti mengkaji topik-topik yang

berkaitan dengan dinamika kehidupan petani. Syahrul Kirom dalam tesisnya

berjudul Ajaran Moral Masyarakat Samin dalam Perspektif Etika: Relevansinya

Bagi Pengembangan Bangsa21 memberikan suatu analisa mengenai dinamika

kehidupan petani Samin dalam melawan kolonialisme Belanda dan juga dampak

dari ajaran Samin Surosentiko bagi masyarakat Blora. Syahrul mengatakan,

masyarakat Samin merupakan salah satu komunitas tertentu yang sudah ada sejak

zaman kolonial Belanda. Masyarakat Samin yang ada di Jawa merupakan warisan

dari nilai-nilai luhur budaya Nusantara.

Buku Agama Tradisional: Potret Kearifan Hidup Masyarakat Samin dan

Tengger22 karya Dr.Andrik Purwasito, DEA, menjelaskan tentang komunitas

masyarakat Samin dan Tengger. Kedua komunitas ini menurut Andrik merupakan

potret masyarakat yang memiliki semangat revolusioner. Apa yang dilakukan

masyarakat Samin pada mulanya merupakan sebuah perlawanan terhadap

penguasa Belanda yang dianggapnya telah menginjak-injak martabat

21

Syahrul Kirom, Ajaran Moral Masyarakat Samin dalam Perspektif Etika:Relevansinya Bagi

Pengembangan Bangsa,Yogyakarta,Universitas Gadjah Mada,2011, hlm.9.

22

Andrik Purwasito, Agama Tradisional: Potret Kearifan Hidup Masyarakat Samin dan

(29)

kemanusiaan. Masyarakat Samin melawan dengan joke-joke dan perilaku yang

sangat cerdas. Mereka sangat kuat memegang identitas dan kemandiriannya.

Suripan Sadi Hutomo dalam studinya tentang Samin dan

Ajaran-ajarannya23 menjelaskan mengenai ajaran-ajaran Samin. Temuan Suripan ini

sangat penting untuk melihat beberapa segi seputar nilai-nilai kehidupan

masyarakat Samin. Selain itu, temuan Suripan yang sangat penting adalah lima

kitab yang disebut Jamuskalimasada yang berisi ajaran-ajaran Samin Surosentiko

perihal konsep ketuhanan, etika kehidupan, etika politik, dan lain-lain.

Menurut Suripan, kaitan antara Samin dan kehutanan tidaklah sesederhana

bentuk-bentuk reaksi sosial yang lain sebagai tanggapan atas penetrasi kolonial.

Penetrasi yang begitu kuat dalam bidang ekonomi namun tidak menyinggung

sistem sosial masyarakat, kemungkinan tidak menimbulkan reaksi sosial berupa

perlawanan. Tergganggunya sistem-sistem sosial yang terdapat di kalangan

masyarakat justru yang memicu munculnya perlawanan Samin.

Skripsi karya Agus Budi Purwanto dengan judul Samin dan Kehutanan

Abad XIX24, menguraikan nilai-nilai yang diperjuangkan oleh Samin dan

pengikutnya dalam melestarikan hutan jati. Skripsi ini juga menjelaskan

bagaimana kehidupan masyarakat Samin pada abad ke-19 dimana masyarakatnya

masih menjunjung nilai-nilai spiritual. Menurut Agus, dalam hubungannya

dengan hutan, Samin dan pengikutnya memiliki sistem pengetahuan yang pada

intinya menyatakan bahwa tanah Jawa termasuk di dalamnya ciptaan Tuhan yang

dititipkan Pandawa kepada orang Jawa sekaligus Samin dan pengikutnya. Ciptaan

23

Suripan Sadi Hutomo, Samin dan Ajaran-ajarannya, Semarang,Citra Almamater,1996,.

24

(30)

Tuhan tersebut tidak boleh dikuasai atas pemanfaatannya. Terganggunya

kepercayaan masyarakat pengikut Samin atas dominasi hutan jati oleh Belanda

yang pada akhirnya memunculkan perlawanan dalam rangka melestarikan hutan

jati di kabupaten Blora.

F. Landasan Teori

Penggunaan landasan teori dalam penelitian ilmu-ilmu sosial menjadi hal

penting dalam mendekati sebuah pokok persoalan. Realitas sosial sehari-hari

memiliki ragam yang tidak terhitung sekaligus berserakan antara satu dengan

lainnya. Penggunaan teori-teori sosial dalam penelitian sejarah masih sangat

relevan diajukan. Teori-teori sosial menuntut peneliti sejarah untuk berfikir

teoritis historis dalam menemukan genealogi fakta sejarah dan menunjukkan

gerak sejarah seperti apa yang terjadi. Menjelaskan fenomena gerakan Samin

abad XIX-XX dengan menggunakan teori sosial dimungkinkan tidak hanya

dalam konteks tersebut di atas, namun juga dalam usaha penyusunan sejarah

gerakan Samin yang lebih memperhatikan gerak sejarah dari dalam.

Penelitian ini menggunakan beberapa konsep sebagai dasar landasan teori.

Konsep-konsep tersebut antara lain adalah petani, kehutanan, kolonialisme, dan

gerakan petani.

1. Petani

Petani adalah orang yang bergerak di bidang pertanian dengan cara

melakukan pengolahan tanah dengan tujuan untuk menumbuhkan dan memelihara

(31)

digunakan sendiri ataupun dijual kepada orang lain. Menurut Mubyarto, petani

merupakan komponen terpenting dalam membicarakan politik pertanian. Dua

komponen terpenting adalah petani dan pemerintahan. Di satu pihak ada petani

penggarap dan pengelola tanah, di lain pihak ada pemerintahan yang mengatur

dan mengusahakan suasana dan iklim segar agar pertanian dapat berkembang dan

terus-menerus mengalami kemajuan.25 Sedangkan menurut Thomas Stamford

Raffles dalam karyanya History of Java, politik pertanian adalah prinsip untuk

mendorong rakyat di Jawa dalam mengolah dan memperbaiki tanah, dengan

merangsang minat mereka pada hasil yang dapat diperoleh dari pekerjaan itu,

hanya dapat diharapkan bila ada perubahan mendasar dari keseluruhan sistem

pemilikan dan penguasaan tanah. 26

Menurut Mubyarto dalam karyanya yang berjudul Pengantar Ekonomi

Pertanian, pertanian dalam arti luas meliputi pertanian rakyat atau disebut

pertanian dalam arti sempit, perkebunan (termasuk di dalamnya perkebunan

rakyat dan perkebunan besar), kehutanan, dan perikanan. Fokus perhatian

berhubungan dengan seluruh kegiatan ekonomis yang berorientasi pada

perkebunan dalam sejarah ekonomi Indonesia.27

Menurut Gilarso, ilmu ekonomi mempelajari persoalan-persoalan yang

berhubungan dengan usaha manusia untuk mencari nafkah dan memenuhi

kebutuhan hidupnya.28 Gilarso menyebutkan dalam usaha untuk mencari nafkah

25 Mubyarto, Politik Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Jakarta, Penerbit Sinar Harapan,

1983, hlm. 17.

26

Sir Thomas Stamford Raffles, The History of Java, London, John Murray, 1877, edisi kedua, 1830, hlm.170.

27

Mubyarto,op.cit., hlm.16.

28

(32)

dan memenuhi kebutuhan sangat luas meliputi konsumsi dan produksi,

perdagangan, uang dan pasar, ekspor, impor, pajak, investasi.29

Terdapat perbedaan status sosial antara penguasa dan kaum tani pada masa

kolonial. Di sisi lain, kekuasaan politik dan ekonomi dipegang oleh penguasa

kolonial. Kebijakan-kebijakan produk kolonial seperti sistem tanam paksa dan

land rent,30 semakin menempatkan posisi petani pada lapisan terbawah yang tidak

memiliki akses apapun untuk memperbaiki nasibnya.31

Keadaan yang semakin buruk, ternyata belum cukup untuk membuat

petani melawan dan memberontak. Sifat yang terbiasa hidup dalam kesusahan

membuat mereka tertempa untuk dapat mempergunakan berbagai cara untuk

mempertahankan tingkat subsistensi mereka.32 Eksploitasi yang dilakukan secara

berkelanjutan dengan kualitas terus meningkat, pada akhirnya menyebabkan

kemerosotan ekonomi bagi kehidupan petani di Indonesia.

Nasib petani yang memprihatinkan tersebut merupakan produk dari sistem

sosial dan politik yang telah hidup dalam masyarakat. Sisa-sisa konsep pandangan

feodalisme masih terasa pengaruhnya dalam kehidupan masyarakatnya. Petani

meskipun sebagai motor kehidupan dari suatu masyarakat agraris, namun peranan

mereka dalam sejarah belum banyak diketahui orang. Hal ini didasarkan oleh

29

Ibid, hlm. 18

30 Sistem sewa tanah dan wajib pajak yang harus diberikan kepada pemerintah kolonial. 31

Desi Rahmawati, Gerakan Petani dalam Konteks Masyarakat Sipil, 2003, hlm.332. Dalam jurnal Ilmu sosial dan politik volume 6, Nomor 3 bulan Maret 2003.

32

(33)

pemikiran yang bersifat konvensional dimana petani dilihat sebagai sumber energi

yang tidak memiliki hak untuk berperan dalam sejarah.33

2. Kehutanan

Hutan sebagai salah satu komunitas biologi memberikan kontribusi besar

bagi kehidupan. Selain sebagai tempat tinggal berbagai flora dan fauna, hutan

juga dapat dimanfaatkan oleh manusia. Sebagai sebuah ekosistem, hutan

terbentuk oleh beberapa komponen yang tidak dapat terpisahkan satu dan lainnya.

Hutan oleh beberapa ahli didefinisikan sebagai berikut:

Menurut Undang-Undang RI No. 41 Tahun 1999, hutan adalah kesatuan

ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang

didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan

lainnya tidak dapat dipisahkan.34

Sedangkan menurut Arifin Arief, hutan merupakan kumpulan tetumbuhan

dan binatang yang hidup dalam lapisan dan di pemukiman tanah yang terletak

pada suatu kawasan, serta membentuk suatu kesatuan ekosistem yang berada

dalam keseimbangan dinamis.35

Helms berpendapat jika hutan adalah sebuah ekosistem yang bercirikan

oleh penutupan pohon-pohon yang cukup rapat dan luas, sering kali terdiri dari

tegakan-tegakan yang beraneka ragam sifat, seperti komposisi jenis, struktur,

kelas umur, dan proses-proses yang berhubungan. Hutan mencakup pula bentuk

33

A. Kardiyat Wiharyanto, Asia Tenggara Zaman Pranasionalisme,Yogyakarta: Penerbit Universitas Sanata Dharma, 2005, hlm. 144.

34 Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167.

(34)

khusus, seperti hutan industri, hutan milik non industri, hutan tanaman, hutan

publik, hutan lindung, dan hutan kota.36

Hutan merupakan sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan untuk

kesejahteraan manusia karena dapat memberikan sumbangan berupa hasil alam.

Selain itu, hutan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat kawasan hutan sebagai

sumber pemenuhan kebutuhan hidupnya baik berupa kayu, binatang liar, pangan,

rumput, lateks, maupun obat-obatan. Keberadaan hutan yang selama ini menjadi

paru-paru dunia diharapkan mampu memberi manfaat bagi umat manusia. Sebagai

sebuah ekosistem, hutan berperan sebagai penyedia sumber air, penghasil oksigen,

tempat hidup binatang dan tanaman, juga sebagai pencegah pemanasan global.

Bahkan hutan merupakan sumber daya alam yang diharapkan sebagai leading

sector37 bagi pembangunan. Hutan yang diharapkan dapat membantu

perekonomian sebuah negara mempunyai fungsi yaitu:

Undang-undang No. 41 Tahun 1999 pasal 638 menyebutkan bahwa hutan

mempunyai tiga fungsi yakni fungsi konservasi, fungsi lindung, dan fungsi

produksi. Pertama, Fungsi Konservasi yakni hutan dicadangkan untuk keperluan

pengawetan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya. Sebagai fungsi

konservatif, hutan dibagi menjadi dua golongan yakni kawasan suaka alam dan

kawasan pelestarian alam. Kedua pengertian fungsi hutan ini sama-sama memiliki

fungsi pengawetan keanekaragaman satwa, tumbuhan dan ekosistemnya.

Kedua, Fungsi Lindung yaitu kawasan hutan yang mempunyai fungsi

pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan yang mengatur tata air,

36 www.academia.edu/8201808/HUTAN.

37 Sektor potensial yang dapat berperan sebagai penggerak bagi sektor lainnya. 38

(35)

pencegah banjir, pengendalian erosi, pencegah intrusi air laut39, dan pemelihara

kesuburan tanah.40 Hutan lindung mempunyai fungsi utama melindungi

kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber daya buatan,

dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan

berkelanjutan.

Ketiga, Fungsi Produksi yaitu hutan dimaksudkan untuk produksi kayu

dan hasil hutan lainnya untuk mendukung perekonomian negara dan masyarakat.

Hasil utama dari hutan produksi adalah berupa kayu sedangkan hasil hutan

lainnya disebut hasil hutan nirkayu yang meliputi rotan, bambu, rumput,

tumbuhan obat, biji, kulit kayu, daun, lateks, resin, dan zat ekstrasif lainnya.

Hutan merupakan sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan. Manfaat langsung

yang dapat diperoleh adalah kayu serta hasil hutan lainnya. Sedangkan manfaat

tidak langsung adalah hutan sebagai pengaturan tata air, rekreasi pendidikan,

sumber udara yang bersih, mencegah banjir dan lainnya.

Rimbawan41 berusaha menggolongkan hutan sesuai dengan ketampakan

khas masing-masing. Tujuannya untuk memudahkan manusia mengenali hutan

secara tepat. Berdasarkan proses terjadinya, hutan dibedakan menjadi dua yakni

hutan asli (primer) dan hutan buatan (sekunder) . Hutan asli adalah hutan yang

terjadi secara alami dan belum terkena campur tangan manusia. Hutan rimba

39

Intrusi air laut adalah menyusupnya air laut ke dalam pori-pori batuan dan mencemari air tanah yang terkandung di dalamnya. Hal ini bisa disebabkan oleh pemompaan yang berlebihan, kekuatan air tanah ke laut, serta fluktuasi air tanah di daerah pantai.

40

Arifin Arif, Hutan: Hakikat dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan, Jakarta: Penerbit Yayasan Obor Indonesia, 1994, hlm.14.

41 Rimbawan merupakan seseorang yang mempunyai profesi pengelolaan hutan atau orang yang

(36)

adalah jenis hutan asli. Sedangkan hutan buatan adalah hutan yang pernah

ditebang dalam kurun waktu kurang lebih 30 tahun. Hutan ini dapat tumbuh

kembali secara alami setelah ditebang atau karena kerusakan yang cukup

luas.42Akibatnya, pepohonan di hutan sekunder terlihat lebih pendek dan kecil.

Sedangkan berdasarkan status kepemilikannya, hutan dibagi menjadi hutan

negara dan hutan rakyat. Hutan negara merujuk pada hutan yang statusnya

dimiliki oleh negara. Hutan ini berada di atas tanah negara yang tidak dibebani

hak atas tanah. Segala bentuk penguasaan dan pengelolaan harus seijin negara.43

Sedangkan hutan rakyat adalah hutan yang dibangun dan dikelola oleh rakyat.

Kebanyakan berada di atas tanah milik rakyat. Hutan rakyat kini telah banyak

yang dikelola dengan orientasi komersil yaitu untuk pemenuhan kebutuhan pasar

komoditas.44 Dulunya sekitar tahun 1980an, kebanyakan hutan rakyat berorientasi

subsisten yaitu untuk memenuhi kebutuhan petani sendiri.

Dalam sejarah Indonesia, hutan telah banyak mengalami perubahan

terutama dalam hal kepemilikan. Hutan yang awalnya merupakan hutan rakyat,

lambat laun beralih fungsi menjadi hutan milik negara. Selama ini model

penguasaan hutan yang dilakukan oleh negara telah membawa pengaruh dalam

pola kebijakan pengelolaannya. Ini berarti bahwa keberadaan sumber daya alam

tersebut diharapkan mampu menunjang arah dan tujuan yang ditetapkan dalam

setiap perencanaan pembangunan di Indonesia.

Jika menengok sekilas tentang sejarah penguasaan sumber daya hutan di

Jawa, maka pengelolaan hutan di Jawa merupakan pengelolaan hutan tertua di

42Indrayanto., op.cit,hlm.56.

(37)

Indonesia. Dimulai ketika VOC 45 berlabuh di Indonesia pada 1602, hutan di Jawa

mulai dimanfaatkan untuk tujuan perdagangan. Pohon jati pada abad ke-15 sangat

melimpah dan VOC melihat hal ini sebagai sumber penghasilan yang potensial

bagi mereka.46 Terlihat mulai adanya motivasi ekonomi dari pihak kolonial

Belanda.

Pada tahun 1808 didirikan Boschwezen (jawatan kehutanan) yang

merupakan cikal bakal lahirnya Perum Perhutani milik pemerintah Indonesia saat

ini. Jawatan kehutanan banyak didirikan di daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Dalam perkembangannya, jawatan kehutanan dirubah statusnya menjadi

Perusahaan Negara Perhutani mulai tahun 1963.47 Namun sejak 1972 dirubah lagi

menjadi Perum Perhutani dan wilayah kelolanya diperluas hingga Jawa Barat.

Sistem yang digunakan oleh Perum Perhutani pada saat itu hingga

menjelang Orde Baru berakhir, adalah kebijakan yang menguntungkan Perum

Perhutani sendiri. Perum Pehutani mencoba menginisiasikan program Prosperity

Approach.48 Program ini kemudian disempurnakan menjadi PMDH (Program

Pembinaan Masyarakat Desa Hutan). Kebijakan pengelolaan hutan yang demikian

membawa implikasi bagi masyarakat desa kawasan hutan. Masyarakat hutan

hanya menjadi penonton saja atas segala kekayaan hutan yang ada di sekitarnya.

45

Verenigdee Oost Indische Compagnie yang merupakan persekutuan dagang asal Belanda yang memonopoli perdagangan di Asia.

46 Sulistyaningsih, Perlawanan Petani Hutan: Studi Atas Resistensi Berbasis Pengetahuan Lokal,

Yogyakarta: Kreasi Wacana,2013,hlm.3.

47

Sulistianingsih., op.cit.hlm.4.

48 Program kesejahteraan masyarakat dengan kegiatan subsidi saprotan dan saran air bersih,

(38)

Model penguasaan sumber daya hutan sebelum reformasi adalah model

penguasaan yang sangat sentralistik dan konvensional. Semua rencana yang

menyangkut tentang kebijakan kehutanan dibuat oleh Perum Perhutani Pusat di

Jakarta.49 Kebijakan ini diambil tanpa memperhatikan kebutuhan masyarakat

lokal. Pada model konservatif, biasanya pesanggem50 hanya menggarap lahan

selama 2-3 tahun dan sesudahnya mereka harus meninggalkan lahan garapannya.

Kondisi ini dirasa tidak adil dengan jerih payah yang telah dilakukan mereka baik

tenaga, waktu, dan uang.

Menurut Bachtiar51, model pengelolaan hutan yang konvensional dan

sentralistik menimbulkan berbagai persoalan. Pertama, perlakuan Perum

Perhutani, baik secara individual maupun institusional, kepada masyarakat

banyak menimbulkan konflik antara masyarakat desa hutan dan Perum Perhutani.

Perlawanan dan pembangkangan dilancarkan oleh masyarakat dengan berbagai

cara baik secara sembunyi-sembunyi maupun terbuka. Kedua, maraknya

penebangan liar dan penebangan resmi yang dilakukan di hutan Jawa

menimbulkan deforestasi yang memprihatinkan. Ketiga, dari sisi kenegaraan

hayati, berbagai jenis binatang liar dan tumbuhan yang pernah menjadi ciri khas

Pulau Jawa mulai sulit ditemukan, bahkan beberapa telah punah seperti harimau.

3. Kolonialisme

Kolonialisme adalah pengembangan kekuasaan sebuah negara atas

wilayah dan manusia di luar batas negaranya dan seringkali untuk mencari

49 Sulistianingsih., op.cit.hlm 11. 50

Petani yang menggarap sebagian lahan di kawasan hutan selepas tebang dengan ditanami padi atau aneka palawija.

51 Irfan Bachtiar, Hutan Jawa Menjemput Ajal, makalah dalam semiloka Temu inisiatif DPRD

(39)

dominasi ekonomi dan sumber daya.52 Kolonialisme juga dapat dikatakan sebagai

sebuah sistem yang digunakan negara dalam rangka menjalankan politik

pendudukan atau jajahan terhadap negara lain.

Berbicara mengenai masa kolonialisme Belanda, masalah yang seringkali

menjadi pembahasan pokok dalam setiap kajian sejarah adalah masalah ekonomi.

Khusus di Jawa, kolonialisme ekonomi Belanda lebih menekankan pada sektor

pertanian. Pemerintah kolonial membidik tanah Jawa sebagai lahan yang subur

bagi usaha-usahanya dalam memperoleh keuntungan ekonomi. Seperti diketahui,

pemerintah kolonial Belanda melihat tanah jajahan di Jawa memiliki potensi

ekonomi yang luar biasa menguntungkan, dalam artian Jawa memiliki sumber

daya manusia yang dapat dimanfaatkan.

Seperti telah diketahui, sejak kongsi dagang Belanda yaitu VOC,

menancapkan kekuasaannya di Nusantara tahun 1602, arah dan tujuan Belanda

telah nampak jelas yaitu mencari keuntungan ekonomi sebesar-besarnya. Bahkan

ketika kongsi ini harus dibubarkan pada tahun 1798 dan diambil alih oleh

pemerintah Belanda sendiri, tujuan penjajahan tetap berlanjut.53

Tidak dapat dipungkiri bahwa tujuan ekonomi telah menjadi suatu pola

utama bagi setiap periode penjajahan di berbagai belahan dunia. Penjajahan

berbasis ekonomi akan memberikan dampak tersendiri bagi wilayah yang

dijajahnya. Dari segi positif mungkin dampak penjajahan akan menghasilkan

suatu penemuan baru. Di Indonesia terlihat jika dampak kolonialisme lebih

kepada dampak negatif. Jika dilihat dari konteks historisnya, kecenderungan

52

http://irman.edi.blogspot/com/kolonialisme.

53 Marwati Djoened, Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Jilid V, Jakarta, PN.Balai Pustaka.

(40)

keuntungan sepihak tetap dimiliki oleh pihak penjajah, sedangkan yang menjadi

korban adalah masyarakat pribumi.54

Bagi Indonesia sendiri, masa kolonialisme dapat dikatakan sebagai masa

tersulit. Kondisi sosial dan ekonomi pada masa 1800-an mengalami

ketidakstabilan yang cukup hebat akibat adanya sistem kolonial yang cenderung

memaksa55. Kondisi masyarakat Jawa tidak semakin baik tetapi semakin miskin

dan mengalami pembodohan yang dilakukan oleh pemerintah demi mencapai

keuntungan ekonomi tersebut. Masyarakat Jawa hanya sekedar dimanfaatkan

sebagai sumber penyedia tenaga kerja murah serta memiliki tanah sangat

potensial. 56

4. Gerakan Petani

Gerakan petani merupakan suatu bentuk perlawanan yang sengaja

dilakukan oleh sekelompok petani yang terorganisir untuk menciptakan terjadinya

perubahan dalam pola interaksi atau keadilan untuk petani di dalam masyarakat.57

Gerakan tersebut memiliki ciri-ciri seperti halnya gerakan sosial yaitu, (1) gerakan

sosial merupakan satu bentuk perilaku kolektif, (2) senantiasa memiliki tujuan

untuk membuat perubahan sosial atau mempertahankan sebuah kondisi, (3) tidak

identik dengan gerakan politik yang terlibat dalam perebutan kekuasaan, (4)

merupakan perilaku kolektif yang terorganisir, (5) lahir dari kondisi masyarakat

54 Ibidem.

55

Marwati Djoened, Nugroho Notosusanto, op.cit, hlm.5.

56 Ibid.

57 Sadikin, 2005, Perlawanan Petani, Konflik Agraria, dan Gerakan Sosial.Yayasan Akatiga,

(41)

yang berkonflik, (6) aktivitas dan gerakannya terus menurus.58 Kemunculan

gerakan ditandai adanya kegelisahan akibat kesenjangan antara nilai-nilai harapan

dan kenyataan hidup sehari-hari. Kelompok masyarakat menginginkan tatanan

hidup yang baru dengan membentuk sebuah gerakan yang terorganisir.

Sepanjang abad 19 sampai awal abad 20, dikatakan oleh Sartono

Kartodirdjo, sejarah Indonesia ditandai dengan meledaknya gejolak atau protes

sosial di kalangan pribumi. Kesemuanya ini dapat dimaklumi sebagai akibat

konflik yang terjadi antara rakyat dan pemerintah kolonial.59 Gerakan sosial yang

terjadi juga dilakukan oleh para petani untuk menentang pemerintah kolonial.

Sartono dalam bukunya Ratu Adil menjelaskan bahwa ada beberapa gerakan

petani. Macam-macam gerakan tersebut adalah:

a. Gerakan Millenarianisme

Gerakan millenarianisme merupakan gerakan yang didasarkan pada

keyakinan (ramalan) akan datangnya suatu abad keemasan. Ketidakadilan akan

diakhiri dan keharmonisan akan dipulihkan. Gerakan millenarianisme tentang

kebahagiaan dan perdamaian dipercaya akan ditandai dengan bencana alam,

dekadensi moral, dan kemelaratan di kalangan masyarakat. Gerakan

millenarianisme merupakan gerakan petani yang mengharapkan kehidupan lebih

baik pada masa akan datang. Mereka yakin gerakannya akan berhasil, perdamaian

dan kebahagiaan sempurna akan tercipta. Gerakan millenaristis kaum tani ini

tidak dapat dipisahkan dari pikiran keagamaan tradisional yang masih memainkan

58 Kasmanto Sunarto, 2004, Pengantar Sosiologi,Jakarta, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi

Universitas Indonesia, hlm.47.

(42)

peranan penting dalam politik pedesaan.60 Gerakan-gerakan millenaristis

tradisional tumbuh subur bersama dengan gerakan sekuler modern dan

gerakan-gerakan keagamaan.

Gerakan-gerakan itu pada dasarnya dapat dianggap sebagai dinamika

intern masyarakat lokal atau regional dan merupakan sejarah mikro yang sering

menimbulkan kekhawatiran bagi pemerintah kolonial.61 Masyarakat lokal

mengalami berbagai macam tekanan dari luar. Pandangan millenarian telah

menimbulkan dorongan di dalam gerakan rakyat untuk memberontak dan

kadang-kadang orang mencari perlindungan fisik dari kejadian-kejadian yang merupakan

bencana besar.62

Ideologi milleniarian mengandung unsur-unsur keakhiratan yang

merupakan faktor yang mempercepat gerakan perlawanan. Peralihan dari situasi

yang ada dibayangkan berlangsung secara radikal dan revolusioner.63 Orang-orang

yang percaya dan mengharapkan dapat selamat dari bencana alam dianjurkan

supaya mematuhi petunjuk pemimpin dalam melakukan kegiatan perlawanan.

Dari sini kemudian muncul seorang pemimpin yang dianggap sebagai Mesias atau

sering disebut sebagai Ratu Adil.

b. Gerakan Mesianisme

Gerakan mesianisme merupakan gerakan rakyat yang timbul atas

kepercayaan bahwa seseorang tokoh yang akan datang untuk membebaskan orang

dari segala penderitaan. Studi tentang gerakan-gerakan keagamaan selama zaman

60

Sartono Kartodirdjo, Ratu Adil, Jakarta, Sinar Harapan, hlm. 84.

61 Ibid. hlm.12. 62

Ibid. hlm.15.

(43)

kolonial dapat memanfaatkan sumber-sumber materi yang cukup dan diperoleh

dari para pejabat kolonial yang diserahi tugas untuk mengurus

pergolakan-pergolakan yang ada. Gerakan-gerakan bercorak Ratu Adil merupakan ancaman

potensial bagi rezim kolonial. Gerakan Ratu Adil di Jawa, walaupun kelihatannya

semata-mata bersifat keagamaan dan tidak berbau politik, pada praktiknya

dipandang sebagai provokasi berbahaya terhadap pemerintah yang ada.64

Ratu Adil secara sederhana diartikan sebagai pemimpin yang menjadi

pemegang kekuasaan serta melaksanakan kekuasaannya secara adil. Ratu Adil

merupakan manusia terpilih yang memiliki hubungan khusus dengan Tuhan,

sehingga sosoknya dianggap memiliki sifat bijaksana, taat ibadah, dan mampu

membawa rakyat keluar dari penderitaan.

Gerakan Ratu Adil sebagai gerakan sosial menolak secara menyeluruh

tertib sosial yang sedang berlaku. Gerakan ini ditandai oleh kejengkelan moral

untuk menentang dan bermusuhan dengan kaum yang mempunyai hak istimewa.

Radikalisme menjadi suatu bagian dari Gerakan Ratu Adil yang bersifat

revolusioner. Keanggotaan gerakan sosial seperti itu terbatas pada strata sosial

rendah, kaum tertindas, dan orang-orang kurang mampu.65

Kebudayaan tradisional Jawa diliputi oleh suatu keyakinan yang kuat akan

hal-hal gaib. Kehidupan manusia berwujud di dalam suatu yang saling berkaitan

dengan waktu dan ruang kudus.66 Kaum petani dengan sangat mudah dipengaruhi

oleh kepercayaan akan kekuatan gaib dan ramalan-ramalan tentang Ratu Adil.

Orang-orang yang percaya dan mengharapkan dapapt selamat dari bencana alam

64 Sartono Kartodirdjo, Ratu,...op.cit.,hlm. 11. 65 Ibid.,hlm. 38.

66

(44)

dianjurkan supaya mematuhu petunjuk pemimpin gerakan dalam melakukan

pemberontakan. Ketidakberdayaan politik membuatnya tertarik akan unsur-unsur

kekuatan gaib.

c. Gerakan Nativisme

Gerakan nativisme merupakan gerakan petani yang menginginkan

bangkitnya kejayaan hidup yang sesuai dengan alam lingkungannya dimasa

lampau dengan dipimpin oleh raja yang adil dan memperhatikan kesejahteraan

rakyat. Gerakan ini menginginkan tampilnya pribumi sebagai penguasa adil

seperti yang terjadi sebelum masa penjajahan. Para nativis mengharapkan secara

khusus dengan membayangkan kedatangan suatu masyarakat di mana orang kulit

putih akan terusir dan sekutu-sekutu pribumi mereka akan digulingkan.67

Gerakan-gerakan sosial kepribumian kerap kali menyatakan keinginan

untuk menghidupkan kembali keadaan prajajahan dengan memproklamasikan

kembalinya sebuah kerajaan kuno. Kepribumian menambahkan suatu unsur

politik yang kuat terhadap pernyataan kepercayaan Ratu Adil dengan

menghubungkan kemerosotan martabat, khususnya dengan kekuasaan asing dan

pembantu-pembantunya serta kepada korupsi nilai-nilai dan patokan tradisional

yang diakibatkannya.68

Terdapat karakteristik umum dari perbedaan-perbedaan gerakan protes

yang terjadi di Jawa abad ke-19. Ekspresi perlawanan para petani pedesaan itu

terhadap otoritas kolonial memiliki akar kuat dalam masyarakat tradisional.

Kehadiran kolonial Belanda dianggap merusak tatanan nilai yang telah ada dalam

67 Ibid.

68

(45)

masyarakat tradisional mereka. Kehadiran kuasa kolonialisme di pedesaan Jawa

telah membawa perubahan sosial yang tak tertahankan, serta meningkatkan

potensi konflik.69

Penolakan radikal secara ideologis terjadi atas segala perubahan yang

dibawa modernitas kolonial lewat perambahan lahan-lahan yang menjadi sumber

kehidupan petani. Baik dilakukan secara sistematik atau paksaan,

perubahan-perubahan itu telah menaikkan posisi ide-ide keagamaan, magis, dan ritual-ritual

gaib dalam masyarakat petani pedesaan yang akhirnya bermuara pada

gerakan-gerakan protes.70 Semuanya itu bagi masyarakat pedesaan Jawa merupakan suatu

perlawanan terhadap pengaruh asing.

Perlawanan yang dilakukan oleh kaum tani dimaksudkan untuk

mempertahankan kelangsungan hidup mereka. Bentuk perlawanan yang dilakukan

tidak sampai pada tahap pembangkangan secara terbuka dengan melakukan

pemberontakan secara fisik dan dilakukan secara kolektif. Bentuk perlawanan ini

antara lain dengan mencuri kecil-kecilan, pura-pura tidak tahu, mengumpat di

belakang, membakar, dan melakukan sabotase. Bentuk perlawanan ini sedikit

sekali yang membutuhkan koordinasi atau perencanaan, dan secara cerdas

menghindari setiap konfrontasi simbolis langsung dengan pihak-pihak penguasa.71

Karena nasibnya hampir selalu kalah, maka pemberontakan yang besar

sama sekali tidak taktis untuk mencapai suatu hasil yang maksimal. Pertarungan

yang sabar dan diam-diam, dilakukan dengan tekad kuat oleh masyarakat desa

69 Sartono Kartodirdjo,Protest Movements in Rural Java: A Study Of Agrarian Unrests in The

Nineteenth and Twentieth Centuries, Oxford University Press, 1973 ,hlm.186.

70 Ibid., hlm.187. 71

James C Scott, Senjatanya Orang-Orang Yang Kalah, Bentuk Perlawanan Sehari-Hari Kaum

(46)

selama bertahun-tahun akan lebih banyak mendatangkan hasil. Para petani

pedesaan biasanya melakukan perlawanan pada malam hari dan dilakukan secara

diam-diam. Perlawanan petani tidaklah dimaksudkan untuk mengubah dominasi

secara langsung,72 namun yang menjadi titik pijakan dari perlawanan ialah

bagaimana untuk tetap bisa bertahan hidup.

Masyarakat Jawa sebagian besar merupakan masyarakat agraris yang

memandang tanah sebagai aset penting dalam kehidupan. Hal ini dikarenakan

tanah merupakan sumber daya alam yang diolah untuk keperluan hidup. Tanah

bagi masyarakat agraris berfungsi sebagai aset produksi untuk dapat

menghasilkan komoditas hasil pertanian. Pada masa kolonial dikenalkan tanah

partikelir73 sebagai hasil penjualan oleh Belanda.74 Di tanah-tanah milik swasta

itu, pemilik memperoleh hak untuk menarik pajak dari para petani. Hal tersebut

tentu memberatkan para petani hingga akhirnya menimbulkan gejolak.

Perlawanan yang munculpun banyak dipimpin oleh tokoh-tokoh lokal, baik ulama

ataupun bangsawan lokal.

G. Metodologi Penelitian

Sebagai sebuah studi sejarah, penelitian ini menggunakan metode sejarah.

Metode sejarah dalam konteks penulisan ini adalah proses menganalisa secara

rekaman dan peninggalan masa lalu. Tulisan ini merupakan sebuah kajian

pustaka, sehingga metode yang akan dilakukan dalam penulisan ini adalah

72

Ibid, hlm.2.

73 Tanah partikelir adalah tanah yang dimiliki orang-orang swasta Belanda dan orang pribumi yang

mendapat hadiah tanah karena dianggap telah berjasa kepada pemerintah Belanda.

74

(47)

mengumpulkan sumber-sumber tertulis baik primer maupun sekunder. Akan

tetapi, karena keterbatasan dalam menemukan dan menggunakan sumber primer,

maka penulisan ini lebih banyak menggunakan sumber sekunder dan tersier.

Secara metodologis, penelitian ini mendasarkan diri pada tahapan

penelitian sejarah secara umum. Menurut Kuntowijoyo75, penelitian sejarah

mempunyai lima tahapan, yakni: pemilihan topik, pengumpulan sumber,

verivikasi (kritik sejarah, keabsahan sumber), interpretasi berupa analisis dan

sintesis, dan yang terakhir adalah penulisan atau historiografi.

1. Pemilihan Topik

Pemilihan topik merupakan langkah pertama dalam penulisan sejarah.

Sebagaimana dengan hal tersebut, topik penelitian ini adalah “Gerakan Samin

Melawan Kolonialisme Belanda: Perlawanan Petani Kawasan Hutan di Blora

Abad XIX-XX”. Perkembangan sektor pertanian tradisional sangat menarik untuk

dibahas. Sektor ini mengalami perubahan seiring dengan kedatangan bangsa Barat

yang memanfaatkan hasil-hasil pertanian untuk memenuhi permintaan pasar

Eropa.

Topik yang dipilih memiliki nilai perjuangan tentang dinamika

masyarakat kecil yang tetap mempertahankan resistensi mereka di bawah tekanan

para penguasa. Perjuangan mereka pada akhirnya mampu menciptakan sebuah

masyarakat yang dapat hidup berdampingan dengan masyarakat lainnya.

(48)

2. Heuristik atau Pengumpulan Sumber

Setelah topik ditentukan, langkah selanjutnya adalah mengumpulkan

sumber-sumber sejarah (heuristik). Karena penelitian ini merupakan penelitian

pustaka, maka data-data diperoleh dari laporan-laporan penelitian tentang gerakan

Samin dan tentang politik kehutanan kolonial. Laporan-laporan tersebut terdapat

dalam buku, jurnal-jurnal, maupun artikel di internet. Karena keterbatasan sumber

di perpustakaan Sanata Dharma, maka penulis juga mencari sumber-sumber

terkait di perpustakaan lain.

3. Verifikasi atau Kritik Sumber.

Verifikasi atau kritik sumber merupakan tahap penelitian setelah

pengumpulan data. Kritik sumber sejarah adalah upaya untuk mendapatkan

otentisitas dan kredibilitas sumber. Yang dimaksud dengan kritik adalah kerja

intelektual dan rasional yang mengikuti metodologi sejarah untuk mendapatkan

obyektivitas suatu kejadian.76 Umumnya kritik sumber dilakukan terhadap

sumber-sumber pertama. Kritik ini meliputi verivikasi sumber, yaitu pengujian

mengenai kebenaran atau ketepatan dari sumber tersebut. Dalam metode sejarah

ada dua jenis kritik sumber, yaitu kritik eksternal dan kritik internal.77

Kritik eksternal adalah kritik yang dilakukan untuk mengetahui keaslian

sumber.78 Kritik ini dilaukan dengan cara meneliti bahan yang digunakan, sifat

bahan, gaya penulisan, bahasa tulisan, dan jenis huruf yang digunakan, apakah

membuktikan sumber yang didapat asli atau tidak. Sedangkan ktirik internal

ditujukan terhadap isi dari sumber sejarah. Apakah isi dari sumber yang dipakai

76 Suhartono W. Pranoto, Teori dan Metodologi Sejarah, Yogyakarta, Graha Ilmu,2010, hlm.35. 77 Ibid.,hlm. 103.

(49)

dapat dipercaya atau tidak. Untuk itu yang harus dilakukan adalah dengan

membandingkan kesaksian antar berbagai sumber. Sumber yang digunakan dalam

penulisan ini adalah buku-buku yang membahas tentang gerakan Samin dan

ajaran yang dihasilkannya. Teknik yang dilakukan peneliti adalah studi teks yang

didukung dengan studi pustaka. Sehingga data yang dipergunakan dalam

penulisan adalah berupa sumber tertulis. Sumber tertulis yang digunakan adalah

tulisan dari para peneliti lain yang juga pernah meneliti tentang gerakan Samin di

Blora. Selain sebagai sumber penulisan, teks tersebut juga untuk membandingkan

penelitian terkait gerakan Samin yang telah ada sebelumnya, dengan penelitian

yang akan dilakukan ini. Selain itu, penulisan ini juga menggunakan majalah yang

pernah memuat tulisan terkait gerakan Samin. Data yang diperoleh dibandingkan

dengan data lain yang berkaitan dengan topik dalam penelitian ini.

4. Interpretasi

Interpretasi data juga sering disebut penafsiran data. Interpretasi data harus

berdasarkan argumen yang memiliki landasan yang relevan. Terdapat dua macam

interpretasi yaitu analisis (menguraikan) dan sintesis (menyatukan). Fakta-fakta

yang diperoleh melalui sumber kemudian diinterpretasikan menjadi rangkaian

peristiwa yang dapat diuji kebenarannya. Dengan demikian interpretasi data

menjadi kuat karena berdasarkan data yang relevan.

Pendekatan sosial-ekonomi dipakai dalam memahami Gerakan Samin dan

pengikutnya serta dampaknya bagi masyarakat sekitar. Pendekatan

(50)

ekonomi negara jajahan. Dari permasalahan ekonomi tersebut kemudian ditarik ke

dalam permasalahan sosi

Referensi

Dokumen terkait