• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI PERLAKUAN BENIH TERHADAP PERKEMBANGAN PENYAKIT LAYU FUSARIUM (Fusarium oxysporum f.sp.cepae) PADA BAWANG MERAH (Allium cepa L.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "UJI PERLAKUAN BENIH TERHADAP PERKEMBANGAN PENYAKIT LAYU FUSARIUM (Fusarium oxysporum f.sp.cepae) PADA BAWANG MERAH (Allium cepa L."

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

UJI PERLAKUAN BENIH TERHADAP PERKEMBANGAN PENYAKIT LAYU FUSARIUM (Fusarium oxysporum f.sp.cepae) PADA BAWANG MERAH (Allium cepa L.)

SKRIPSI

OLEH:

FEBRI D A GIRSANG / 130301205 AGROTEKNOLOGI-HPT

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2020

(2)

UJI PERLAKUAN BENIH TERHADAP PERKEMBANGAN PENYAKIT LAYU FUSARIUM (Fusarium oxysporum f.sp.cepae) PADA BAWANG MERAH (Allium cepa L.)

SKRIPSI

OLEH:

FEBRI D A GIRSANG / 130301205 AGROTEKNOLOGI-HPT

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapat Gelar Sarjana di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2020

(3)
(4)

ABSTRAK

FEBRI D A GIRSANG : Uji Perlakuan Benih Terhadap Perkembangan Penyakit Layu Fusarium (Fusarium oxysporum f.sp.cepae) Pada Bawang Merah (Allium cepa L.), dibimbing oleh Mukhtar Iskandar Pinem, dan Suzanna Fitriany Sitepu.

Penyakit layu Fusarium yang disebabkan oleh patogen Fusarium oxysporum f.sp. cepae merupakan penyakit pada bawang merah yang harus diwaspadai pada awal pertumbuhan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh fungisida yang diaplikasikan melalui perlakuan benih terhadap perkembangan penyakit layu Fusarium pada tanaman bawang merah. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera utara, Medan, mulai bulan Oktober 2019 sampai Maret 2020. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap non-faktorial yang terdiri dari Tanpa perlakuan, Fungisida bahan aktif benomil (0,1 %), Fungisida bahan aktif mankozeb (0,1 %), Fungisida bahan aktif propineb ( 0,1 %), Fungisida bahan aktif difenokonazol (0,1 %), Fungisida bahan aktif metalaksil (0,1 %), Fungisida bahan aktif tebokonazol (0,1 %) dengan empat ulangan. Analisis data dilakukan menggunakan analisis sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji Duncan 5%. Hasil penelitian diperoleh bahwa bahan aktif fungisida mankozeb, tebokonazol, dan propineb memiliki kemampuan menekan kejadian serta keparahan penyakit layu fusarium yang lebih tinggi dibandingkan bahan aktif fungisida lainnya.

Kata kunci: bawang merah, perlakuan benih, Fusarium oxysporum

(5)

ABSTRACT

FEBRI D A GIRSANG : Test of Seed Treatment on the Development of Fusarium Wilt Disease (Fusarium oxysporum f.sp.cepae) in Onion Plants (Allium cepa L.) Supervised by Mukhtar Iskandar Pinem, and Suzanna Fitriany Sitepu.

Fusarium wilt disease caused by the pathogen Fusarium oxysporum f.sp.

cepae is a disease in onions(Allium cepa L.) that must be watched out for at the beginning of growth. The research was conducted to determine the effect of fungicides applied through seed treatment on the development of Fusarium wilt disease in onion plants.The research was conducted in Greenhouse in the Faculty of Agriculture, Universitas Sumatera Utara, Medan from October 2019 until Maret 2020. The research was used the non factorial completely randomized design such as Without treatment, benomyl (0,1 % ), mankozeb (0,1 % ), propineb (0,1 %), difenoconazole (0,1 %), metalaxyl (0,1 % ), teboconazole (0,1 % ) with four replications. Data analysis was performed using analysis of variance and the means were comparing with duncan test at level of 5%. The results showed the active ingredients of mankozeb, teboconazole, and propineb fungicides have the ability to suppress the incidence and severity of fusarium wilt which is higher than other active fungicides.

Keywords: onion, Seed treatment, Fusarium oxysporum

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Paropo, Kec. Silahi Sabungan, Kab. Dairi pada tanggal 10 Februari 1995 dari ayah Monang Girsangdan ibu Erni Nanci Pintubatu.

Penulis merupakan anak ketiga dari enam bersaudara. Pendidikan yang pernah ditempuh hingga saat ini adalah: menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 033922 Paropo pada tahun 2006, menyelesaikan pendidikan SLTP di SMP Negeri 1 Silahisabungan pada tahun 2009, menyelesaikan pendidikan SLTA di SMA Swasta YAPIM Merek Kab. Karo pada tahun 2012. Terdaftar sebagai mahasiswa di Universitas Sumatera Utara, Fakultas Pertanian di Jurusan Agroteknologi pada tahun 2013 melalui jalur SBMPTN.

Semasa kuliah, penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan antara lain anggota Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi (HIMAGROTEK), Pemerintahan Mahasiswa (PEMA) Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara sebagai Sekretaris jendral, sebagai Anggota Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, sekretaris Kelompok Aspirasi Mahasiswa Bhinneka Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, serta menjadi anggota Ikatan Mahasiswa Katolik (IMK) Fakultas Pertanian USU.

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan di PT. Socfindo Bangun Bandar, Kabupaten serdang Bedagai, Sumatera Utara pada tahun 2016.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

Adapun judul dari skripsi saya ini adalah Uji Perlakuan Benih Terhadap Perkembangan Penyakit Layu Fusarium (Fusarium oxysporum f.sp.cepae) Pada Bawang Merah (Allium cepa L.) yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Komisi Pembimbing Ir. Mukhtar Iskandar Pinem, M.Agr selaku Ketua dan Ir. Suzanna Fitriany Sitepu M.Si selaku Anggota yang telah banyak membantu, dan memberi saran kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Dr. Lisnawita, SP, M.Si dan Ir. Lahmuddin Lubis, MP selaku dosen Penguji yang telah memberi saran kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan tulisan ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juli 2020 Penulis

(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Hipotesis Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman ... 5

Syarat Tumbuh ... 6

Iklim ... 6

tanah ... 8

Biologi Jamur ... 9

Gejala Serangan ... 11

Daur hidup ... 11

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyakit ... 12

Fungisida Kimia ... 13

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 20

Alat dan Bahan ... 20

Metode Penelitian ... 20

Pelaksanaan Penelitian ... 23

Di Laboratorium ... 23

Penyediaan Patogen Fusarium oxysporum ... 23

Di Rumah Kaca ... 23

Persiapan Media Tanam ... 23

Inokulasi Fusarium oxysporum. ... 24

Persiapan Benih ... 24

Penanaman ... 24

Pemeliharaan ... 24

Peubah Amatan. ... 24

Tinggi Tanaman ... 24

(9)

Jumlah Daun ... 24

Jumlah Anakan ... 25

Bobot Basah ... 25

Bobot Kering ... 25

Kejadian Penyakit ... 25

Keparahan Penyakit ... 26

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 27

Pembahasan ... 36

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 40

Saran ... 40 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(10)

DAFTAR TABEL

1. Pengaruh beberapa bahan aktif fungisida terhadap tinggi tanaman pada

umur 1-7 minggu setelah tanam (MST) ... 27 2. Pengaruh bebarapa bahan aktif fungisida terhadap jumlah daun tanaman

pada umur 1-7 minggu setelah tanam (MST). ... 29 3. Pengaruh bebarapa bahan aktif fungisida terhadap jumlah anakan tanaman

pada umur 1-7 minggu setelah tanam (MST). ... 30 4. Pengaruh bebarapa bahan aktif fungisida terhadap kejadian penyakit

tanaman pada umur 1-7 minggu setelah tanam (MST).. ... 32 5. Pengaruh bebarapa bahan aktif fungisida terhadap keparahan penyakit

tanaman pada umur 1-7 minggu setelah tanam (MST).. ... 34 6. Pengaruh bebarapa bahan aktif fungisida terhadap bobot basah dan bobot

kering tanaman bawang merah. ... 35

No Judul Hal

(11)

DAFTAR GAMBAR

1. Fusarium oxysporum ... 10

2. tanaman bawang merah yang diserang layu fusarium ... 11

3. Siklus hidup Fusarium Oxysporum ... 12

4. rumus bangun benomil ... 16

5. Rumus bangun mankozeb ... 16

6. Rumus bangun Propineb ... 17

7. Rumus bangun Difenokonazol ... 18

8. Rumus bangun Metalaksil... 19

9. Rumus bangun Tebokonazol... 20

10. Pertumbuhan tinggi tanaman bawang merah pada pemberian bahan aktif fungisida pada umur 1-7 MST ... 28

11. Kemampuan bahan aktif fungisida terhadap jumlah daun tanaman bawang merah dibandingkan kontrol pada umur 5 MST... 29

12. Jumlah anakan bawang merah pada umur 1-7 MST ... 31

13. Kejadian penyakit layu fusarium pada tanaman bawang merah akibat pemberian bahan aktif fungisida pada umur 1-7 MST ... 33

14. Keparahan penyakit layu fusarium pada tanaman bawang merah akibat pemberian bahan aktif fungisida pada umur 1-7 MST ... 34

15. Pertumbuhan biomassa tanaman bawang merah akibat pemberian bahan aktif fungisida dibandingkan kontrol ... 36

No Judul

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Bagan Plot Penelitian ... 45

2. Data Nilai Rataan Tinggi Tanaman Bawang 1- 7 MS ... 46

3. Data Nilai Rataan Jumlah Daun Bawang 1- 7 MST ... 48

4. Data Nilai Rataan Jumlah Anakan Bawang 1- 7 MST ... 50

5. Data Nilai Rataan Kejadian Penyakit Bawang 1- 7 MST ... 52

6. Data Nilai Rataan Keparahan Penyakit Bawang 1- 7 MST ... 54

7. Data Nilai Rataan bobot basah Bawang... 56

8. Data Nilai Rataan bobot kering Bawang ... 56

9. Deskripsi tanaman Bawang Merah Varietas Brebes ... 57

10. Foto Penelitian ... 58

No Judul

(13)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang sejak lama telah diusahakan oleh petani secara intensif. Komoditas ini juga merupakan sumber pendapatan dan kesempatan kerja yang memberikan kontribusi cukup tinggi terhadap perkembangan ekonomi wilayah. Karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi, maka pengusahaan budidaya bawang merah

telah menyebar di hampir semua provinsi di Indonesia (Sumarni dan Hidayat, 2005).

Dalam tahun 2017 produksi bawang merah di Indonesia adalah 1.470.155 ton dan meningkat pada tahun 2018 yaitu mencapai 1.503.446 ton. Luas panen tanaman bawang merah pada tahun 2017 sebesar 158.172 Ha dan mengalami penurunan pada tahun 2018 yaitu 156.779 Ha. Produktivitas bawang merah tahun 2017 sebesar 9,29 ton/ Ha dan tahun 2018 sebesar 9,58 ton/Ha (BPS, 2019).

Salah satu provinsi penghasil bawang merah di Indonesia dengan luas lebih dari 1000 ha adalah Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan data pada tahun 2018, produksi bawang merah di Sumatera Utara hanya 16.337 ton, sedangkan konsumsi bawang merah di Sumatera Utara mencapai 36.653,7 ton per tahun. Hal ini berarti terjadi kekurangan produksi bawang merah sebesar 20.316 ton. Jumlah impor bawang merah yang masuk ke Provinsi Sumatera Utara juga terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Perkembangan harga bawang merah sebenarnya berfluktuasi dengan cepat, tidak dalam tahunan, tetapi dari bulan ke bulan (BPS Sumatera Utara, 2018).

(14)

Beberapa masalah yang dihadapi dalam budidaya bawang merah, antara lain adalah : ketersediaan benih bermutu belum mencukupi secara tepat (waktu, jumlah, dan mutu), penerapan teknik budidaya yang baik dan benar belum dilakukan secara optimal, sarana dan prasarana masih terbatas, kelembagaan usaha di tingkat petani belum dapat menjadi pendukung usaha budidaya, skala usaha relatif masih kecil akibat sempitnya kepemilikan lahan dan lemahnya permodalan, produktivitas cenderung mengalami penurunan, harga cenderung berfluktuasi dan masih dikuasai oleh tengkulak; dan serangan OPT semakin bertambah ( Udiarto et al., 2005).

Pengembangan bawang merah banyak mengahadapi kendala diantaranya adalah serangan hama dan penyakit. Salah satu penyakit bawang merah yang harus diwaspadai pada awal pertumbuhan adalah penyakit layu Fusarium yang disebabkan oleh patogen Fusarium oxysporum. Menurut laporan petani, layu Fusarium telah menimbulkan kerusakan dan menurunkan hasil umbi lapis hingga 50% (Wiyatiningsih et al., 2009).

Pada umumnya, bawang merah diperbanyak dengan umbi bibit. Bibit merupakan salah satu komponen utama dalam budidaya bawang merah.

Penggunaan bibit yang bermutu tinggi merupakan suatu langkah awal peningkatan produksi, dengan memperhatikan keadaan iklim dan cara bercocok tanam (Sumarni dan Hidayat, 2005)

Fusarium mampu bertahan hidup lama di dalam tanah meskipun tanpa tanaman inang, karena dapat membentuk klamidospora yaitu spora aseksual yang dibentuk dari ujung hifa yang membengkak. Meskipun pada dasarnya cendawan ini adalah patogen tular tanah, tetapi patogen tersebut dapat tersebar pula lewat air

(15)

pengairan dari tanah yang terkontaminasi, dari satu tempat ke tempat lainnya.

Infeksi akhir pada umbi yan terjadi di pertanaman akan terbawa sampai umbi disimpan di gudang. Cendawan akan berkembang mulai dari dasar umbi, lalu masuk ke dalam umbi lapis. Jika umbi digunakan sebagai bibit, penyakit tersebut akan tersebar di lapangan. Drainase yang buruk dan kelembaban tanah yang tinggi sangat membantu berkembangnya penyakit moler tersebut ( Udiarto et al., 2005).

Menurut Irawani (2017) penggunaan fungisida efektif dalam menekan insidensi penyakit bulai, Fenamidone untuk menekan keparahan penyakit hawar dan meningkatkan tinggi tanaman, Metalaksil untuk meningkatkan kehijauan daun, Mancozeb+Cymoxanil untuk memperbesar diameter batang, meningkatkan berat basah batang dan berat kering batang pada tanaman jagung.

Ditinjau dari segi ekonomis penggunaan fungisida memerlukan biaya yang cukup besar. Meskipun begitu penggunaan pestisida termasuk taktik penting dalam konsep PHT. Penggunaan pestisida dulu, kini, dan yang akan datang tetap merupakan hal pokok yang masih penting dalam manajemen pengendalian OPT

dengan syarat pemakaian dosis yang tepat sesuai dengan anjuran ( Wardojo, et al., 1978).

Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2005) untuk mencegah serangan penyakit layu fusarium dilakukan perlakuan benih dengan cara setiap 100 kg benih bawang ditaburi dengan fungisida Mankozeb sebanyak 100 g • Benih yang telah ditaburi fungisida disimpan dalam karung plastik selama 1 – 2 hari sebelum tanam.

(16)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh fungisida yang diaplikasikan melalui perlakuan benih terhadap perkembangan penyakit layu Fusarium yang muncul.

Hipotesis Penelitian

Adanya salah satu jenis fungisida yang efektif dalam mengendalikan penyakit Fusarium pada bawang merah melalui perlakuan benih.

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

2. Sebagai sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan.

(17)

TINJAUAN PUSTAKA Botani tanaman

Klasifikasi tanaman bawang merah adalah sebagai berikut: Kingdom:

Plantae; Divisi: Spermatophyta; Subdivisio: Angiospermae; Class:

Monocotyledonae; Ordo: Lilliflorae; Famili: Amaryllidaceae/Lilliaceae; Genus : Allium; Species: Allium ascalonicum L. (Wibowo, 2009).

Akar bawang merah terdiri atas akar pokok ( primary root), akar adventif (adventitious root), akar muda (root initial), dan bulu akar. Akar bawang merah dapat mencapai kedalaman 15 cm-20 cm. secara individu jumlah perakaran tanaman bawang dapat mencapai 20-200 akar. Diameter akar bervariasi antara 0,5 mm-2 mm. akar cabang tumbuh dan terbentuk antara 3-5 akar (AAK, 2005).

Batang tanaman bawang merah merupakan bagian kecil dari keseluruhan tanaman, berbentuk seperti cakram (discus), beruas-ruas, dan diantara ruas-ruas terdapat kuncup-kuncup. Bagaian bawah cakram merupakan tempat tumbuh akar.

Bagian atas batang sejati merupakan umbi semu, berupa umbi lapis (bulbus) yag berasal dari modifikasi pangkal daun bawang merah. Pangkal dan sebagian tangkai daun menebal, lunak, dan berdaging; berfungsi sebagai tempat penyimpanan cadangan makanan (Pitojo, 2003).

Daun tanaman bawang pada umumnya memanjang, berpelepah daun( leaf sheath), daun berwarna putih kehijauan sampai hijau. Bentuk daun dari berbagai

macam jenis tanaman bawang juga berbeda-beda. Bentuk daun yang bulat memanjang dengan lubang ditengahnya merupakan salah satu ciri daun bawang merah ( AAK, 2005).

(18)

Bunga bawang merah merupakan bunga majemuk berbentuk tandan. Pada ujung dan pangkal tangkai mengecil dan di bagian tengah menggembung, bentuknya seperti pipa yang berlubang di dalamnya. Tangkai tandan bunga ini sangat panjang, lebih tinggi dari daunnya sendiri dan mencapai 30-50 cm.

Sedangkan kuntumnya juga bertangkai tetapi pendek, antara 0,2-0,6 cm ( Wibowo, 2009).

Bakal buah bawang merah tampak seperti kubah, terdiri atas tiga ruangan yang masing-masing memiliki dua bakal biji. Bunga yang berhasil mengadakan persarian akan tumbuh membentuk buah, sedangkan bunga-bunga yang lain akan mongering dan mati. Buah bawang merah berbentuk bulat; di dalamnya terdapat biji yang berbentuk agak pipih dan berukuran kecil. Pada waktu masih muda, biji berwarna putih bening dan setelah tua berwarna hitam (Pitojo, 2003).

Dalam tiap umbi kadang-kadang dapat dijumpai banyak tunas lateral, dapat mencapai 2-20 tunas. Tunas-tunas lateral ini dapat membentuk cakram baru dan dari cakram baru ini dapat tumbuh kelopak-kelopak daun sehingga dapat membentuk umbi baru. Dengan demikian tiap umbi lapis bawang merah dapat menjadi beberapa umbi. Sifat yang seperti ini mengakibatkan terbentuknya rumpun tanaman ( Wibowo, 2009).

Syarat tumbuh Iklim

Dataran rendah cocok untuk membudidayakan tanaman bawang merah.

Ketinggian tempat terbaik untuk tanaman bawang adalah di bawah 800 m diatas permukaan air laut (dpl). Namun sampai ketinggian 1.100 m dpl tanaman bawang merah masih dapat tumbuh. Ketinggian suatu daerah berkaitan erat dengan suhu

(19)

udara, semakin tinggi letak suatu daerah dari permukaan air laut, suhu udaranya semakin rendah. Sementara itu pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh suhu udara. Misalnya proses perkecambahan, pertunasan, pembungaan,dan sebagainya ( AAK, 2005).

Bawang merah paling menyukai daerah yang beriklim kering dengan suhu yang agak panas dan cuaca cerah. Tempatnya yang berbuka, tidak berkabut, dan angin yang sepoi-sepoi. Penanaman di tempat terlindung akan menyebabkan pembentukan umbi yang kurang baik dan berukuran kecil. Daerah yang sering berkabut juga kurang baik untuk bawang merah karena sering menimbulkan penyakit. Daerah yang cukup mendapat sinar matahari sangat diutamakan dan lebih baik jika lama penyinaran matahari lebih dari 12 jam (Wibowo, 2009).

Tanaman bawang merah dapat membentuk umbi di daerah yang suhu udaranya rata-rata 22°C, tetapi hasil umbinya tidak sebaik di daerah yang suhu udara lebih panas. Bawang merah akan membentuk umbi lebih besar bilamana ditanam di daerah dengan penyinaran lebih dari 12 jam. Di bawah suhu udara 22°C tanaman bawang merah tidak akan berumbi. Oleh karena itu, tanaman bawang merah lebih menyukai tumbuh di dataran rendah dengan iklim yang cerah (Sumarni dan Hidayat, 2005).

Air diperlukan oleh tanaman selama proses kehidupannya. Masuknya air hujan kedalam tanah akan mempermudah proses penyerapan zat makanan dari dalam tanah. Kelembaban udara juga dipengaruhi oleh besarnya curah hujan dan penguapan air. Tanaman bawang merah cocok ditanam pada daerah dengan kelembaban rendah,memerlukan curah hujan antara 100 mm-200 mm/ bulan ( AAK, 2005).

(20)

Tanah

Bawang merah dapat ditanam di sawah setelah panen padi dan dapat juga di tanah darat seperti tegalan, kebun dan perkarangan. Tanah yang gembur, subur, banyak mengandung bahan organic atau humus sangat baik untuk bawang merah.

Selain itu, hendaknya dipilih tanah yang bersifat mudah melakukan air, aerasinya baik dan tidak becek. Tanah yang gembur dan subur akan mendorong perkembangan umbi sehingga hasilnya besar-besar. Jenis tanah yang paling baik adalah tanah lempung berpasir atau berdebu karena sifat tanah yang demikian ini mempunyai aerasi yang bagus dan drainasenya pun baik (Wibowo, 2009).

Tanaman bawang merah memerlukan tanah berstruktur remah, tekstur sedang sampai liat, drainase/aerasi baik, mengandung bahan organik yang cukup, dan reaksi tanah tidak masam (pH tanah : 5,6 – 6,5). Tanah yang paling cocok untuk tanaman bawang merah adalah tanah Aluvial atau kombinasinya dengan tanah Glei-Humus atau Latosol. Tanah yang cukup lembab dan air tidak menggenang disukai oleh tanaman bawang merah (Sumarni dan Hidayat, 2005).

Nilai pH yang paling baik untuk lahan bawang merah yaitu pH antara 6,0- 6,8. Keasaman dengan pH antara 5,5-7,0 masih termasuk kisaran keasaman yang dapat digunakan untuk lahan bawang merah. Jika tanahnya terlalu masam, tanaman akan menjadi kerdil. Bila terlalu basa, umbinya menjadi kecil dan hasilnya rendah. Jika terlalu asam sehingga terpaksa harus dilakukan pengapuran, hati-hati jangan mengapur tanah saat bawang merah sudah ditanam. Sistem perakarannya tidak tahan kapur. Sebaiknya pengapuran dikerjakan beberapa sebelum penanaman (Wibowo, 2009).

(21)

Biologi Jamur

Menurut Agrios (1996), Fusarium dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Fungi, Divisio : Eumycota, Class : Deuteromycetes Ordo : Moniliales, Family : Tuberculariaceae, Genus : Fusarium, Species : Fusarium oxysporum sp.

Cepae.

F. oxysporum merupakan salah satu patogen tular tanah yang banyak

dijumpai dan sangat tersebar diseluruh dunia, dan diketahui sebagai penyebab penyakit pada berbagai tanaman seperti tebu, jagung, cabai, tomat, bawang, dan lainnya (Widodo dan Budiarti, 2009).

Fusarium memiliki konidium yang bercabang maupun tidak, mikrokonidia bersepta hingga 2, terbentuk lateral pada fialid yang sederhana atau terbentuk pada fialid yang terdapat pada konidium bercabang pendek, umumnya terdapat dalam jumlah yang banyak sekali dan terdiri dari beraneka bentuk dan ukuran (Gandjar et al., 1999).

Jamur F. oxysporum sp. cepae merupakan penyebab penyakit layu dan busuk batang pada berbagai jenis tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan.

Inang dari patogen ini adalah sayuran, bawang, kentang, tomat, kubis, lobak, petsai, sawi, temu-temuan, semangka, melon, pepaya, salak, krisan, anggrek, kacang panjang, cabai, ketimun, jambu biji, dan jahe. Tanaman lain yang diketahui menjadi inang patogen ini adalah kelapa sawit, kelapa, lada, vanili, dan kapas (Semangun, 2004).

(22)

Gambar 1. Fusarium oxysporum. (A) mikrokonidia; (B) makrokonidia berbentuk sabit, berdinding tipis dan halus; (C) mikrokonidia diproduksi di kepala palsu pada monofialida pendek; dan (D) klamidospor terminal tunggal.

(Fouri et al 2011)

F. oxysporum sp. cepae merupakan fungi berfilamen yang memiliki 3

macam konidia, yaitu klamidiospora, makrokonidia yang berbentuk lengkung seperti bulan sabit dengan kedua ujung yang lancip dan mikronidia yang berbentuk bulat, tidak bersekat dan tidak berwarna, berdinding tebal dan sangat resisten terhadap keadaan lingkungan yang buruk ( Gambar 1). Spora ini terbentuk dari penebalan bagian-bagian tertentu dari suatu hifa somatik. Inokulum F. oxysporum terdiri atas makrokonidium, mikrokonidium, klamidospora dan

miselia (Juniawan, 2015).

Pada medium Potato Dextrose Agar (PDA) mula-mula miselium berwarna putih, semakin tua warna menjadi krem atau kuning pucat, dalam keadaan tertentu berwarna merah muda agak ungu. Miselium bersekat dan membentuk percabangan. Beberapa isolat Fusarium akan membentuk pigmen biru atau merah di dalam medium (Juniawan, 2015).

A B

C D

(23)

Gejala Serangan

Sasaran serangan adalah bagian dasar umbi lapis. Akibatnya pertumbuhan akar maupun umbi terganggu. Gejala visual adalah daun yang menguning dan cenderung terpelintir (terputar). Tanaman sangat mudah tercabut karena pertumbuhan akar terganggu bahkan membusuk. Pada dasar umbi terlihat cendawan yang berwarna keputih-putihan, sedangkan jika umbi lapis dipotong membujur terlihat adanya pembusukan, yang berawal dari dasar umbi meluas ke atas maupun ke samping. Serangan lanjut akan mengakibatkan tanaman mati, yang dimulai dari ujung daun dan dengan cepat menjalar ke bagian bawahnya (Udiarto et al, 2005).

Gejala yang ditimbulkan oleh patogen yaitu daun yang menguning dan cenderung terpelintir (Gambar 2). Infeksi pada bagian akar atau batang yang berbatasan dengan permukaan tanah merupakan awal serangan patogen tular tanah pada tanaman. Hal ini menyebabkan transportasi hara dan air tersumbat sehingga tanaman layu (Kaeni et al, 2015).

Gambar 2. Gejala layu fusarium pada bawang merah (cybext.pertanian.go.id)

Daur Hidup

Cendawan mampu bertahan hidup lama di dalam tanah meskipun tanpa tanaman inang, karena dapat membentuk klamidospora yaitu spora aseksual yang

(24)

ini adalah patogen tular tanah, tetapi patogen tersebut dapat tersebar pula lewat air pengairan dari tanah yang terkontaminasi, dari satu tempat ke tempat lainnya.

Infeksi akhir pada umbi yang terjadi di pertanaman akan terbawa sampai umbi disimpan di gudang. Cendawan akan berkembang mulai dari dasar umbi, lalu masuk ke dalam umbi lapis. Jika umbi digunakan sebagai bibit, penyakit tersebut akan tersebar di lapangan. Drainase yang buruk dan kelembaban tanah yang tinggi sangat membantu berkembangnya penyakit moler tersebut ( Udiarto et al, 2005).

Patogen penyebab layu Fusarium, dapat menginfeksi tanaman melalui biji yang terkontaminasi atau pencangkokan tanaman yang terinfeksi. Jamur ini dapat menginfeksi tanaman melewati sistem serabut akar dan mengganggu proses pengambilan air dan mineral pada tanaman. Perkembangan infeksi dan penyakit layu Fusarium, didukung oleh suhu tanah yang hangat (80o F) dan kelembaban tanah yang rendah (Sinaga, 2011).

Gambar 3. Siklus hidup Fusarium oxysporum (Hardiyanti1992.wordpress.com) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyakit

Faktor yang berpengaruh adalah cuaca lembab sehingga penyakit banyak dijumpai di kebun yang terlalu rapat, terutama pada musim hujan karena banyak terjadi infeksi baru. Kebun yang peteduhnya ringan kurang mendapat gangguan

(25)

penyakit. Jamur F. oxysporum sp. cepae juga dapat bertahan lama di dalam tanah.

Tanah yang sudah terinfeksi sukar dibebaskan kembali dari jamur ini.

F.oxysporum f. sp. cepae adalah cendawan tanah yang dapat bertahan lama

dalam tanah sebagai klamidospora yang terdapat banyak dalam akar-akar yang sakit. Cendawan dapat bertahan juga pada akar bermacam-macam rumput, dan pada tanaman jenis Heliconia (Semangun, 2004).

Temperatur optimum untuk pertumbuhan F.oxysporum f. sp. cepae berkisar antara 240 C sampai 270 C yang berpengaruh pada diameter koloni dan berat kering setelah 146 dan 177 jam. Suhu tanah dapat menjadi faktor utama yang memberikan respon untuk perkembangan busuk pangkal Fusarium bawang dalam kondisi lahan di pegunungan, yang umumnya dingin dalam sebagian stadium pertumbuhannya (Choiruddin, 2010).

Perkembangan penyakit fusarium terutama dipengaruhi oleh suhu tanah yang tinggi dan pH tanah yang rendah. Suhu tanah mempunyai peranan yang sangat penting, sebab cendawan tersebut sangat peka terhadap perubahan suhu.

Suhu optimum bagi perkembangan penyakit adalah 280 C dengan pH sekitar 4-7.

Fusarium dapat hidup pada kelembaban tanah optimum, yang sama dengan pertumbuhan inangnya.

Fungisida Kimia

Fungisida adalah senyawa kimia beracun untuk memberantas dan mencegah perkembangan jamur. Penggunaan fungisida adalah termasuk dalam pengendalian secara kimia. Adapun keuntungan yang diperoleh dalam penggunaan fungisida ini yaitu mudah diaplikasikan, tidak memerlukan banyak tenaga kerja, penggunaanya praktis, jenis dan ragamnya bervariasi, hasil

(26)

pengendalian tuntas. Fungisida adalah pestisida yang secara spesifik digunakan untuk pengedalian penyakit yang disebabkan oleh cendawan (Djojosumarto,2008).

Menurut cara kerjanya didalam tubuh tanaman sasaran yang diaplikasi, fungisida terdiri atas :

1. Fungisida non-sistemik, yakni hanya membentuk lapisan penghalang dipermukaan tanaman (umumnya daun) tempat fungisida disemprotkan, fungisida ini mencegah infeksi cendawan dengan menghambat perkecambahan spora atau miselia fungi yang menempel di permukaan daun.

2. Fungisida sistemik, yaitu fungisida yang diabsorsi oleh organ-organ tanaman dan ditranslokasi ke bagian tanaman lainnya lewat aliran cairan tanaman.

3. Fungisida sistemik lokal, yaitu fungisida yang diabsorbsi oleh jaringan tanaman, tetapi tidak ditransformasikan kebagian tanaman lainnya.

(Djojosumarto, 2008).

Fungisida sistemik adalah senyawa kimia apabila diaplikasikan terhadap tanaman, sebagian akan ditranslokasikan ke bagian lain, dalam kuantitas fungisidal. Aplikasi dapat melalui tanah untuk diabsorbsi oleh akar, atau melalui penetrasi daun, atau injeksi melalui batang (Djunaedy, 2008).

Mekanisme kerja fungisida sistemik meliputi : 1) netralisasi enzim atau toksin yang terkait dalam invasi dan kolonisasi jamur, 2) akumulasi selektif fungisida karena permeabilitas dinding sel jamur menjadi lebih besar, 3) terjadinya kerusakan membrane semipermeabel dan struktur infeksi jamur, 4) penghambatan system enzim jamur sehingga menggangu terbentuknya buluh kecambah, apresorium dan haustorium, 5) terjadinya chelat dan presipitasi zat

(27)

kimia, 6) terjadinya antimetabolisme, 7) mempengaruhi sistesis asam nukleat dan protein ( Djunaedy, 2008).

Syarat ideal fungisida sistemik adalah bekerja sebagai toksikan dalam tanaman inang, menggangu metabolisme inang dan mengimbas ketahanan fisik maupun kimia terhadap patogen dan tidak mengurasi kuantitas maupun kualitas tanaman, dapat diabsorbsi dengan baik dan ditranslokasikan dari titik aplikasi ke tempat pathogen dan mempunyai derajat stabilitas dalam tanaman inang, toksisitas tehadap mamalia cukup rendah dan menigkatkan ketahanan inang (Djunaedy, 2008).

Benomil

Benomil adalah fungisida dengan daya racun sangat rendah dengan nilai LD50 lebih dari 10.000 mg/kg, diformulasi dalam bentuk WP. Benomil juga efektif untuk pengelolaan penyakit bercak daun Cercospora, penyakit blas pada padi (Pyricularia oryzae), berbagai penyakit Sclerotinia dan Botyris. Fungisida ini sangat efektif untuk pengelolaan Rhizoctonia, Thielviopsis, Ceratocsystis, Fusarium dan Verticullum. Benomil diaplikasikan untuk penyemprotan, perlakuan

benih, penyuntikan cabang, perendaman akar, dan perendaman buah untuk mencegah penyakit antraknos. Untuk pengelolaan penyakit karat palsu (Fals rust) yang disebabkan oleh Synchtryum pogostemonis digunakan pada kepekatan 0,1%, delapan kali penyemprotan dengan selang waktu satu minggu (Sumardiyono,2015).

Benomil termasuk golongan karbamat, stabil pada penyimpanan dalam kondisi yang normal, tak dapat campur dengan asam kuat, peroksida dan oksidator (Gambar 4). Tak larut dalam air. non korosif terhadap logam-logam.

(28)

Sedikit larut dalam kloroform, dimetil formamida, aseton, silene, dan etanol.

Dapat campur dengan insektisida non alkali lain dan fungisida dan dapat bercampur dengan banyak pestisida yang lain (Badan POM RI, 2012).

Gambar 4. Rantai karbon benomil (Badan POM RI, 2012) Mankozeb

Mancozeb merupakan fungisida bahan campuran mangan dan zink yang termasuk dalam pengelompokan fungisida dithiocarbamat dan lebih khusus lagi pada kelas senyawa yang dikenal sebagai ethylene bisdithiocarbamates (EBDC) (Gambar 5). Mayoritas penggunaan mancozeb digunakan untuk aplikasi daun.

Namun, senyawa tersebut juga dapat digunakan dalam perlakuan benih dan sebagai fungisida celup untuk bagian tanaman tertentu yang digunakan dalam perbanyakan vegetatif. Mancozeb adalah fungisida berspektrum luas, sehingga digunakan untuk membasmi berbagai jamur termasuk ascomycetes, oomycetes, basidiomycetes, dan beberapa jamur lainnya (Gullino et al, 2010).

Adapun rumus bangun mankozeb adalah sebagai berikut :

Gambar 5. Rumus bangun mankozeb (Gullino et al, 2010)

(29)

Propineb

Propineb adalah golongan fungisida dengan nama dagang Antracol, Petrostar, Agrokol, Melody Duo, Pruvit dengan formulasi WDG dan WP.

Propineb mempunyai daya racun rendah dengan angka LD50 5000mg/kg.

penyakit dan pathogen yang dapat dikelola antara lain penyakit tepung (Plasmopara viticola) pada anggur, bercak ungu pada bawang merah dan bawang putih (Alternaria porri), penyakit mopog (Rhizoctonia solani) pada kina, Cercospora spp, pada kacang tanah, Phytopthora palmivora pada cabai, penyakit

cacar the (Exobasidium vexans), damping off, penyakit busuk daun pada tomat dan kentang (Phytopthora infestans), dan penyakit antraknos pada cabai (Sumardiyono,2015).

Propineb merupakan bahan aktif fungisida golongan ditiokarbamat yang secara luas digunakan sebagai fungisida dan mengandung komponen belerang organik yang merupakan kelompok utama dari fungisida untuk mengendalikan kurang lebih 400 patogen pada lebih dari 70 tanaman (Gambar 6). Namun, penggunaan fungisida memiliki risiko menimbulkan ketahanan jamur patogen terhadap fungisida dan juga menyebabkan kematian sasaran lain seperti parasit, antagonis dan patogen serangga, termasuk jamur filosfer (Pratiwi, 2018).

Adapun rumus bangun propineb adalah sebagai berikut :

Gambar 6. Rumus bangun Propineb ( Pal et al, 2015)

(30)

Difenokonazol

Senyawa Difenokonazol selama ini dikenal sebagai fungisida sistemik untuk berbagai jenis tanaman, namun belakangan diketahui bahwa senyawa ini memiliki fungsi lain, yaitu sebagai ZPT tanaman (Gambar 7). Pada konsentrasi rendah senyawa ini diidentifikasi memiliki efek sebagai growth retardant yang termasuk golongan Triazol yaitu zat penghambat tumbuh. Zat penghambat tumbuh merupakan salah satu golongan ZPT yang memiliki mekanisme menekan pertumbuhan vegetatif, menghambat penuaan (senessence) dan meningkatkan pertumbuhan organ-organ khusus. Penghambatan senessence berarti akan memperbanyak fotosintat yang dapat diproduksi tanam, sedangkan penghambatan tumbuh bagian vegetatif tanaman akan mengurangi sink vegetatif sehingga organ reproduktif dapat berkembang lebih baik (Manik, 2011).

Adapun rumus bangun difenokonazol adalah sebagai berikut

Gambar 7. Rumus bangun Difenokonazol (Latiff et al, 2010) Metalaksil

Metalaksil dengan sinonim (N-(2,6-dimethylphenyl)-N-(methoxy-acetyl) D, L-alanine methyl ester dengan rumus kimia C15H21NO4 merupakan fungisida sistemik yang banyak digunakan untuk mengendalikan penyakit busuk daun, bule, dan lanas yang dijual dengan beberapa merek dagang (Gambar 8) (Swibawa et al, 2018).

(31)

Metalaksil adalah fungisida sistemik yang digunakan untuk mengendalikan penyakit tanaman yang disebabkan oleh jamur. Formulasinya meliputi butiran, tepung, debu, dan konsentrat. Metalaksil dapat diaplikasikan ke daun atau tanah, penyemprotan pada permukaan, dan perlakuan benih. Produk terdaftar metalaksil meliputi fungisida mengandung metalaksil sebagai bahan aktif tunggal atau dikombinasikan dengan bahan aktif lainnya (misalnya, captan, mancozeb, senyawa tembaga, karboksin). Karena aktivitas spektrumnya yang luas, metalaksil digunakan di seluruh dunia pada berbagai tanaman buah dan sayuran. Efektivitasnya dihasilkan dari penghambatan penggabungan uridin ke dalam RNA dan penghambatan spesifik RNA polimerase-1. Metalaksil memiliki sifat kuratif dan sistemik.. Studi laboratorium dan lapangan menunjukkan bahwa metalaksil stabil terhadap hidrolisis di bawah nilai pH lingkungan normal, juga stabil secara fotolitik di air dan tanah ketika terkena sinar matahari alami.

Toleransinya terhadap berbagai pH, cahaya, dan suhu membuatnya terus digunakan dalam pertanian (Sukul dan Spiteller, 2000).

Adapun rumus bangun karbon metalaksil adalah sebagai berikut :

Gambar 8. Rumus bangun Metalaksil (NCATS, 2000) Tebokonazol

Tebokonazol adalah fungisida yang biasa digunakan di bidang pertanian.

Tebokonazol termasuk dalam fungisida golongan triazol (gambar 9). Fungisida triazol (teboconazole) mampu meningkatkan pengendalian penyakit, memberi efek peningkatan hijau daun dan biji dibandingkan dengan fungisida tradisional.

(32)

Tebokonazol tergolong fungisida baru, dan sangat aman dari sudut pandang lingkungan. fungisida tebokonazol memiliki cara kerja penghambatan respirasi mitokondria pada jamur dan menghentikan pasokan energi jamur tersebut Tebokonazol efektif digunakan untuk tanaman sereal, tanaman merambat, buah- buahan, sayuran, padi, rumput dan tanaman hias (Khan dan Haider, 2016).

Adapun rumus bangun karbon tebokonazol adalah sebagai berikut

Gambar 9. Rumus bangun Tebokonazol ( NCBI, 2004)

(33)

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan rumah kasa Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan dengan ketinggian ± 32 mdpl. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juni 2019 sampai dengan maret 2020.

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan adalah benih bawang merah, tanaman bawang merah yang terserang penyakit fusarium (Fusarium oxyporum f.sp.cepae), fungisida dengan 6 jenis bahan aktif (benomil, mankozeb, propineb, difenokonazol ,metalaksil, tebokonazol), alkohol 96%, kloroks 5%, kapas, spritus, cling wrap, methyl blue, label nama, tanah, polibag, air, top soil, dan kompos.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mikroskop compound, micropipette, spatula, cawan petri, pipet tetes, tabung reaksi,

incubator, timbangan analitik, erlenmeyer, bunsen, oven, kulkas, jarum ose, gunting, pisau, beaker glass, objek glass, autoclave, laminar air flow, handsprayer, kamera, alat tulis, gembor, dan meteran.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Non Faktorial dengan perlakuan sebagai berikut:

F0 : Tanpa pemberian fungisida

F1 : Fungisida bahan aktif benomil dengan konsentrasi 0,1 % F2 : Fungisida bahan aktif mankozeb dengan konsentrasi 0,1 % F3 : Fungisida bahan aktif propineb dengan konsentrasi 0,1 %

(34)

F4 : Fungisida bahan aktif difenokonazol dengan konsentrasi 0,1 % F5 : Fungisida bahan aktif metalaksil dengan konsentrasi 0,1 % F6 : Fungisida bahan aktif tebokonazol dengan konsentrasi 0,1 % Jumlah ulangan diperoleh dari perhitungan:

(t-1) (r-1) ≥ 15 (7-1) (r-1) ≥ 15 6 (r-1) ≥ 15

6r-6 ≥ 15

6r ≥21

r ≥21/6

r ≥ 4

ulangan = 4 Jumlah perlakuan (t) = 7 Jumlah ulangan = 4

Total unit percobaan (txr) = 28

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam berdasarkan model linear dari rancangan yang digunakan adalah :

Yijk = Dimana :

Yijk : Nilai pengamatan pada suatu percobaan yang memperoleh µ : Nilai tengah umum

τi : Pengaruh perlakuan ke - i.

∑ij : Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke - i dan ulangan ke - j.

(Wiyatiningsih et al., 2009).

(35)

Pelaksanaan Penelitian Di Laboratorium

Penyediaan Patogen Fusarium oxysporum sp. cepae.

Sumber inokulum diperoleh dari tanaman bawang merah yang terserang F.

oxysporum sp. cepae. Bagian yang terinfeksi seperti bagian daun dan umbi

dibersihkan dengan air steril, lalu di potongpotong sebesar 0,5 cm. Setelah itu disterilkan dengan klorox 5% selama kurang lebih 3 menit dan dibilas 2-3 kali dengan air steril. Selanjutnya patogen tersebut ditanam dalam media PDA dan diinkubasi pada suhu kamar selama 1 minggu. Isolasi dilakukan mulai dari hari kelima dengan mengambil miselium yang tumbuh dari jaringan terinfeksi dan dikulturkan kembali pada medium baru sampai diperoleh isolat F. oxysporum sp.

cepae yang murni. Setelah didapatkan biakan murni selanjutnya dibiakkan media

sebanyak 1 kg beras dicuci bersih dan ditiriskan kemudian dimasukkan kedalam plastik tahan panas lalu disterilkan kedalam autoklaf. Setelah itu beras didinginkan di ruangan steril. Kemudian cendawan yang sudah dibiakkan di cawan petri di inokulasi ke dalam substrat beras. Media di inkubasi selama 30 hari (Wiyatiningsih et al., 2009).

Di Rumah Kaca

Persiapan Media Tanam

Tanah top soil, pasir dan kompos yang akan digunakan (5:3:2) diayak terlebih dahulu. Kemudian diletakkan pada tempat yang terlindung. Media campuran tersebut kemudian disterilkan (sterilisasi uap panas) dengan cara memanaskannya (mengkukus) pada suhu ±105ºC, selama ±30 menit. Media yang telah dipanaskan dikeluarkan dari kukusan lalu dikeringanginkan di atas alas

(36)

plastik di ruangan tertutup selama ±2 hari. Keudian tanah dimasukkan ke polibag ukuran 5 kg.

Inokulasi Fusarium oxysporum sp. cepae.

Jamur F. oxysporum sp. cepae diinokulasikan dengan cara dicampur dengan tanah seminggu sebelum tanam, dilakukan inokulasi pada waktu sore hari sebanyak 20 g/polibag.

Persiapan benih

Benih bawang merah direndam dengan larutan fungisida sesuai dengan perlakuan yang telah ditentukan selama 15 menit kemudian dikeringkan.

Penanaman

Penanaman benih bawang merah ke dalam polibag dilakukan setelah patogen F. oxysporum sp. cepae diinokulasikan ke media tanam. Benih ditanam satu persatu kedalam polibag yang sudah diisi media tanam.

Pemeliharaan

Penyiraman dilakukan tergantung kondisi kelembaban tanah. Penyiangan dilakukan sekali seminggu.

Peubah Amatan Tinggi Tanaman (cm)

Panjang tanaman diukur dari pangkal umbi hingga ujung daun. Panjang tanaman diukur mulai 1 MST hingga 7 MST, yang dilakukan dengan interval 1 minggu sekali.

Jumlah Daun per Rumpun (helai)

Jumlah daun dihitung mulai 1 MST hingga 7 MST yang dilakukan dengan

(37)

interval 1 minggu sekali. Daun yang dihitung adalah daun yang telah tumbuh sempurna.

Jumlah Anakan per Rumpun (anakan)

Jumlah anakan dihitung mulai 1 MST hingga 7 MST yang dilakukan dengan interval 1 minggu sekali. Anakan yang dihitung adalah yang telah tumbuh sempurna.

Bobot Basah Umbi per Sampel (g)

Bobot basah umbi per rumpun ditimbang setelah dipanen. Dengan syarat umbi bersih dari tanah dan kotoran, dibersihkan, dikeringanginkan, kemudian ditimbang.

Bobot Kering Umbi per Sampel (g)

Bobot kering umbi per rumpun ditimbang setelah dibersihkan dan dikering anginkan selama 2 minggu.

Kejadian Penyakit

Pengamatan terhadap kejadian penyakit dilakukan setiap minggu sampai dengan 7 minggu setelah tanam dengan melihat gejala serangan secara visual.

Kejadian penyakit dihitung dengan menggunakan rumus dari Wiyatiningsih et al (2009) sebagai berikut:

KjP = a / (a+b) X 100%

Keterangan:

KjP = Kejadian penyakit Fusarium oxysporum sp. cepae.

a = Jumlah yang terserang Fusarium oxysporum sp. cepae.

b = Jumlah tanaman sehat

(38)

Keparahan Penyakit

Pengamatan terhadap keparahan penyakit dilakukan setiap minggu setelah sampai dengan 7 minggu setelah tanam dengan melihat gejala serangan secara visual. Kejadian penyakit dihitung dengan menggunakan rumus dari Dirmawati dan Hendarto (2019) sebagai berikut:

Kp = (n X z) X 100%, N X Z

Keterangan:

KP = Keparahan penyakit (%)

n = Jumlah rumpun bawang merah dengan skor tertentu

z = skor pada masing-masing rumpun bawang merah yang diamati N = Jumlah total rumpun per perlakuan

Z = Skor tertinggi

Skor keparahan penyakit layu Fusarium pada bawang merah :

Skor Kelayuan dan batang semu meliuk pada

bawang merah (%) 0

1 2 3 4 5

Tidak ada gejala

>0-20

>21-40

>41-60

>61-80

>81-100

(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Tinggi Tanaman (cm)

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 2) diperoleh bahwa pemberian fungisida beberapa bahan aktif berpengaruh tidak nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman bawang merah pada umur 1-7 MST (Tabel 1).

Tabel 1. Pengaruh beberapa bahan aktif fungisida terhadap tinggi tanaman pada umur 1-7 minggu setelah tanam (MST)

Perlakuan umur tanaman bawang merah (MST)

1 2 3 4 5 6 7

---Tinggi Tanaman (cm)--- F0 16.45 26.68 31.30 33.38 25.84 25.96 26.05 F1 15.93 28.50 31.25 33.20 33.69 33.81 33.91 F2 15.73 30.63 34.25 37.25 38.00 38.19 38.32 F3 14.90 28.63 31.50 34.25 34.94 35.11 35.24 F4 15.83 31.63 33.88 36.38 37.00 37.16 37.27 F5 14.75 28.00 31.88 34.75 35.47 35.65 35.78 F6 16.48 29.75 32.75 35.78 36.53 36.72 36.85 Tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan F0-F6 (tanpa fungisida, fungisida bahan aktif benomil, mankozeb, propineb, difenokonazol, metalaksil, dan tebokonazol) berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman bawang merah pada umur 1-7 MST. Pemberian beberapa fungisida menunjukkan terjadi peningkatan tinggi tanaman bawang merah dibandingkan kontrol, meskipun pengaruhnya berbeda tidak nyata. Fungisida bahan aktif mankozeb (F2) memberikan tinggi tanaman bawang merah tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya.

Grafik pertumbuhan tinggi tanaman bawang merah pada pemberian bahan aktif fungisida pada umur 1-7 MST dapat dilihat pada Gambar 10.

(40)

Gambar 10. Pertumbuhan tinggi tanaman bawang merah pada pemberian bahan aktif fungisida pada umur 1-7 MST.

Gambar 10 menunjukkan bahwa pertumbuhan tinggi tanaman bawang merah pada pemberian bahan aktif fungisida F1-F6 (bahan aktif benomil, mankozeb, propineb, difenokonazol, metalaksil, dan tebokonazol) mengalami peningkatan setiap minggu meskipun berbeda tidak nyata dibandingkan tanpa pemberian fungisida. Pada perlakuan tanpa fungisida tanaman bawang merah mengalami perubahan warna daun dan mengarah kematian secara perlahan pada umur 5 MST.

Jumlah Daun (helai)

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 3) diperoleh bahwa pemberian fungisida beberapa bahan aktif berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan jumlah daun tanaman bawang merah pada umur 5 MST tetapi berpengaruh tidak nyata pada umur 1-4 dan 6-7 MST (Tabel 2).

(41)

Tabel 2. Pengaruh bebarapa bahan aktif fungisida terhadap jumlah daun tanaman pada umur 1-7 minggu setelah tanam (MST).

Perlakuan umur tanaman bawang merah (MST)

1 2 3 4 5 6 7

---Jumlah Daun (helai)--- F0 6.00 11.25 11.50 14.50 16.75 c 18.75 19.00 F1 5.25 10.00 11.25 14.50 20.75 bc 28.00 29.00 F2 5.50 12.00 15.00 19.50 27.50 a 31.00 31.00 F3 4.75 8.25 11.50 15.25 21.50 abc 26.75 26.75 F4 5.00 8.00 11.00 15.50 20.00 bc 25.00 25.00 F5 4.50 9.00 11.50 16.50 23.00 abc 27.50 27.50 F6 5.00 9.75 11.00 14.50 25.00 ab 28.25 28.25 Tabel 2 menunjukkan bahwa perlakuan F0-F6 (tanpa fungisida, fungisida bahan aktif benomil, mankozeb, propineb, difenokonazol, metalaksil, dan tebokonazol) berpengaruh nyata terhadap jumlah daun tanaman bawang merah pada umur 5 MST. Pemberian beberapa fungisida menunjukkan terjadi peningkatan jumlah daun tanaman bawang merah dibandingkan kontrol.

Fungisida bahan aktif mankozeb (F2) signifikan menunjukkan jumlah daun tanaman bawang merah tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya.

Grafik kemampuan bahan aktif fungisida terhadap jumlah daun tanaman bawang merah dibandingkan kontrol pada umur 5 MST dapat dilihat Gambar 11.

Gambar 11. Kemampuan bahan aktif fungisida terhadap jumlah daun tanaman

(42)

Gambar 11 menunjukkan bahwa kemampuan bahan aktif fungisida mankozeb terhadap peningkatan jumlah daun tanaman bawang merah sebesar 64,18% pada umur 5 MST.

Jumlah Anakan

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 4) diperoleh bahwa pemberian fungisida beberapa bahan aktif berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan jumlah anakan tanaman bawang merah pada umur 3, 5, dan 6 MST namun berpengaruh tidak nyata pada umur 1, 2, 4, dan 7 MST (Tabel 3).

Tabel 3. Pengaruh bebarapa bahan aktif fungisida terhadap jumlah anakan tanaman pada umur 1-7 minggu setelah tanam (MST).

Perlakuan umur tanaman bawang merah (MST)

1 2 3 4 5 6 7

---Jumlah Anakan--- F0 3.25 3.25 3.50 c 5.00 5.00 b 5.00 b 5.25 F1 3.25 3.25 4.50 ab 5.25 5.50 b 6.25 ab 6.50 F2 4.00 4.00 5.00 a 5.25 6.75 a 7.00 a 7.00 F3 3.50 3.50 4.00 bc 5.50 5.75 ab 6.50 a 6.50 F4 2.75 2.75 3.50 c 5.00 5.25 b 5.75 ab 6.00 F5 4.00 4.00 4.50 ab 4.75 5.00 b 5.75 ab 6.75 F6 3.50 3.50 4.50 ab 5.00 5.25 b 5.75 ab 6.00

Keterangan: nilai rataan yang diikuti oleh huruf yang tidak sama menunjukkan bahwa nilai rataan tersebut adalah berbeda nyata pada DMRT 5%.

Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan F0-F6 (tanpa fungisida, fungisida bahan aktif benomil, mankozeb, propineb, difenokonazol, metalaksil, dan tebokonazol) berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan tanaman bawang merah pada umur 3, 5, dan 6 MST. Pemberian beberapa fungisida menunjukkan terjadi peningkatan jumlah anakan tanaman bawang merah dibandingkan kontrol..

Fungisida bahan aktif mankozeb (F2) dan propineb (F3) signifikan menunjukkan jumlah anakan tanaman bawang merah, namun tertinggi terdapat pada fungisida mankozeb umur 3, 5, dan 6 MST masing-masing sebesar 5,00; 6,75 dan 7,00.dibandingkan perlakuan lainnya.

(43)

Grafik kemampuan bahan aktif fungisida terhadap jumlah anakan tanaman bawang merah dibandingkan kontrol pada umur 3, 5 dan 6 MST dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Jumlah anakan bawang merah pada umur 1-7 MST.

Gambar 12 menunjukkan fungisida mankozeb memiliki kemampuan tertinggi dalam melindungi tanaman bawang merah dari serangan jamur sehingga terjadi peningkatan jumlah anakan pada umur 3, 5 dan 6 MST. Fungisida propineb dan difenokonazol memiliki pola kemampuan melindungi tanaman bawang merah yang sama sehingga terjadi peningkatan jumlah anakan dari 3 menjadi 5 MST dan begitu selanjutnya dari umur 5 menjadi 6 MST dibandingkan bahan aktif fungisida lainnya.

Kejadian Penyakit (%)

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 5) diperoleh bahwa pemberian fungisida beberapa bahan aktif berpengaruh nyata terhadap kejadian penyakit

(44)

pada tanaman bawang merah umur 5-7 MST, namun berpengaruh tidak nyata pada umur 1-4 MST (Tabel 4).

Tabel 4. Pengaruh bebarapa bahan aktif fungisida terhadap kejadian penyakit tanaman pada umur 1-7 minggu setelah tanam (MST).

Perlakuan umur tanaman bawang merah (MST)

1 2 3 4 5 6 7

---Kejadian Penyakit (%)--- F0 0.00 0.00 11.11 24.05 54.79 b 55.59 b 58.35 b F1 0.00 0.00 0.00 11.36 9.42 a 9.57 a 9.94 a F2 0.00 0.00 0.00 7.00 6.25 a 6.88 a 7.77 a F3 0.00 0.00 0.00 13.46 8.18 a 9.26 a 10.4 a F4 0.00 0.00 0.00 8.93 8.97 a 9.25 a 10.08 a F5 0.00 0.00 0.00 5.88 9.26 a 9.87 a 11.26 a F6 0.00 0.00 0.00 11.54 8.46 a 7.45 a 8.37 a

Keterangan: nilai rataan yang diikuti oleh huruf yang tidak sama menunjukkan bahwa nilai rataan tersebut adalah berbeda nyata pada DMRT 5%.

Tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan F0-F6 (tanpa fungisida, fungisida bahan aktif benomil, mankozeb, propineb, difenokonazol, metalaksil, dan tebokonazol) berpengaruh nyata terhadap kejadian penyakit tanaman bawang merah pada umur 5-7 MST. Pemberian beberapa fungisida (F1-F6) menunjukkan kejadian penyakit tanaman bawang merah lebih rendah dibandingkan kontrol.

Fungisida bahan aktif mankozeb (F2) menunjukkan kejadian penyakit terendah pada tanaman bawang merah umur 5-7 MST masing-masing sebesar 6,25%, 6,88%; dan 7,77%.

Grafik kejadian penyakit layu fusarium pada tanaman bawang merah akibat pemberian bahan aktif fungisida pada umur 1-7 MST dapat dilihat pada Gambar 13.

(45)

Gambar 13. Kejadian penyakit layu fusarium pada tanaman bawang merah akibat pemberian bahan aktif fungisida pada umur 1-7 MST.

Gambar 13 menunjukkan pemberian bahan aktif fungisida (fungisida bahan aktif benomil, mankozeb, propineb, difenokonazol, metalaksil, dan tebokonazol) memiliki kemampuan menekan kejadian penyakit layu fusarium pada tanaman bawang merah umur 5-7 MST. Fungisida bahan aktif mankozeb memiliki kemampuan menekan kejadian penyakit layu fusarium tertinggi dibandingkan fungisida lainnya.

Keparahan Penyakit (%)

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 6) diperoleh bahwa pemberian fungisida beberapa bahan aktif berpengaruh nyata terhadap keparahan penyakit pada tanaman bawang merah umur 7 MST, namun berpengaruh tidak nyata pada umur 1-6 MST (Tabel 5).

(46)

Tabel 5. Pengaruh bebarapa bahan aktif fungisida terhadap keparahan penyakit tanaman pada umur 1-7 minggu setelah tanam (MST).

Perlakuan umur tanaman bawang merah (MST)

1 2 3 4 5 6 7

---Keparahan Penyakit (%)--- F0 0.00 0.00 15.75 22.15 40.96 42.03 47.95 b

F1 0.00 0.00 0.00 8.64 8.71 7.60 7.71 a

F2 0.00 0.00 0.00 5.00 4.58 5.79 5.91 a

F3 0.00 0.00 0.00 7.69 7.53 8.84 7.83 a

F4 0.00 0.00 0.00 6.79 6.84 7.18 7.17 a

F5 0.00 0.00 0.00 5.59 6.85 7.73 7.49 a

F6 0.00 0.00 0.00 3.21 3.69 4.81 5.60 a

Keterangan: nilai rataan yang diikuti oleh huruf yang tidak sama menunjukkan bahwa nilai rataan tersebut adalah berbeda nyata pada DMRT 5%.

Tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan F0-F6 (tanpa fungisida, fungisida bahan aktif benomil, mankozeb, propineb, difenokonazol, metalaksil, dan tebokonazol) berpengaruh nyata terhadap keparahan penyakit tanaman bawang merah pada umur 7 MST. Pemberian beberapa fungisida menunjukkan terjadi penurunan keparahan penyakit tanaman bawang merah dibandingkan kontrol.

Fungisida bahan aktif tebokonazol (F6) memberikan tingkat keparahan penyakit tanaman bawang merah terendah sebesar 5,60% dibandingkan perlakuan lainnya meskipun secara statistik tidak berbeda nyata.

Grafik keparahan penyakit layu fusarium pada tanaman bawang merah akibat pemberian bahan aktif fungisida umur 1-7 MST dapat dilihat Gambar 14.

(47)

Gambar 14. Keparahan penyakit layu fusarium pada tanaman bawang merah akibat pemberian bahan aktif fungisida pada umur 1-7 MST.

Gambar 14 menunjukkan pemberian bahan aktif fungisida (fungisida bahan aktif benomil, mankozeb, propineb, difenokonazol, metalaksil, dan tebokonazol) memiliki kemampuan menekan tingkat keparahan penyakit layu fusarium pada tanaman bawang merah umur 7 MST. Fungisida bahan aktif tebokonazol memiliki kemampuan menekan tingkat keparahan penyakit layu fusarium tertinggi dibandingkan fungisida lainnya.

Biomassa Tanaman (g)

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 7 dan 8) diperoleh bahwa pemberian fungisida beberapa bahan aktif berpengaruh nyata terhadap biomassa tanaman (bobot basah dan bobot kering) tanaman bawang merah pada akhir pengamatan (Tabel 6).

Tabel 6. Pengaruh bebarapa bahan aktif fungisida terhadap bobot basah dan bobot kering tanaman bawang merah

Bahan Aktif Fungisida Biomassa Tanaman

Bobot Basah (g) Bobot Kering (g)

F0 11.12 b 18.08 b

F1 16.80 a 12.08 a

F2 16.65 a 13.14 a

F3 19.96 a 14.37 a

F4 16.12 a 11.69 a

F5 19.39 a 14.19 a

F6 19.05 a 13.03 a

Keterangan: nilai rataan yang diikuti oleh huruf yang tidak sama menunjukkan bahwa nilai rataan tersebut adalah berbeda nyata pada DMRT 5%.

Tabel 6 menunjukkan bahwa perlakuan F0-F6 (tanpa fungisida, fungisida bahan aktif benomil, mankozeb, propineb, difenokonazol, metalaksil, dan tebokonazol) berpengaruh nyata terhadap bobot basah dan bobot kering tanaman bawang merah.. Pemberian beberapa fungisida menunjukkan terjadi peningkatan

(48)

bobot basah tanaman bawang merah dibandingkan kontrol. Fungisida bahan aktif propineb (F3) memberikan bobot basah dan bobot kering tanaman bawang merah tertinggi dibandingkan bahan aktif fungisida lainnya.

Grafik pertumbuhan biomassa tanaman (bobot basah dan bobot kering) tanaman bawang merah akibat pemberian bahan aktif fungisida dibandingkan tanpa fungisida (kontrol) dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Pertumbuhan biomassa tanaman bawang merah akibat pemberian bahan aktif fungisida dibandingkan kontrol.

Gambar 15 menunjukkan pemberian bahan aktif fungisida propineb memiliki kemampuan melindungi tanaman bawang merah dari serangan penyakit layu fusarium sehingga biomassa tanaman yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan bahan aktif fungisida lainnya.

Pembahasan

Pemberian beberapa jenis bahan aktif fungisida berpengaruh nyata terhadap jumlah daun pada umur 5 MST, jumlah anakan pada umur 3, 5, 6 MST, biomassa tanaman (bobot basah dan bobot kering) bawang merah dan signifikan menekan kejadian penyakit 5-7 MST dan keparahan penyakit layu fusarium pada

(49)

umur 7 MST. Namun, berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman bawang merah pada umur 1-7 MST, jumlah daun 1-4, 6, 7 MST, jumlah anakan 1, 2, 4, 7 MST, dan berpengaruh tidak nyata terhadap kejadian penyakit pada umur 1-4 MST serta keparahan penyakit pada umur 1-6 MST. Kemampuan bahan aktif fungisida mankozeb dalam melindungi tanaman bawang merah terhadap jamur fusarium lebih tinggi dibandingkan bahan aktif fungisida lainnya. Hal ini terlihat jumlah daun dan anakan tanaman bawang merah lebih banyak pada perlakuan bahan aktif mankozeb. Selain itu, mankozeb efektif dan lebih tinggi menekan kejadian penyakit layu fusarium. Hal ini terlihat bahan aktif fungisida mankozeb memiliki kemampuan melindungi jumlah daun dan anakan serta menekan kejadian penyakit fusarium masing-masing sebesar 64,18%; 40,00%; dan 86,74%

dibandingkan kontrol (Gambar 2-3 dan Tabel 4). Hal ini disebabkan fungisida mankozeb mode of action yang dapat menghambat perkecambahan spora jamur secara langsung yang dibuktikan dengan persentase penekanan kejadian penyakit lebih tinggi dibandingkan fungisida lainnya. Hal ini sesuai dengan literatur Kaars Sijpesteijn, (1984); Ludwig dan Thorn, (1960) menyatakan bahwa fungisida mankozeb merupakan profungisida yang efektif saat terkena air dan terjadi penguraian dengan melepaskan ethylene bisisothiocyanate sulfide (EBIS) menjadi etilen bisisothiocyanate (EBI) saat terpapar cahaya matahari. Senyawa EBIS dan EBI bersifat racun aktif dan menggangu enzim yang memiliki gugus sulfidril sehingga menghambat proses enzimatis dan biokimia di dalam sitoplasma sel jamur dan mitokondria. Szkolnik, (1981); Wicks dan Lee, (1982); Wong dan Wilcox, (2001) menyatakan efek langsung dari mancozeb pada proses biokimia dalam jamur yaitu penghambatan perkecambahan spora. Hal ini didukung

(50)

penelitian Fravel et al., (2005) melaporkan penggunaan mankozeb dosis 2,52 kg/ha efektif menekan F. oxysporum f. sp. lycopersici sebesar 54% pada tanaman tomat. Futane et al., (2018) melaporkan penggunaan mankozeb 0,25% dapat menghambat F. oxysporum f. sp. cepae pada tanaman bawang merah secara in vitro sebesar 90,82%.

Selain itu, bahan aktif fungisida tebokonazol memiliki kemampuan menekan keparahan penyakit layu fusarium yang lebih tinggi dibandingkan bahan aktif fungisida lainnya. Bahan aktif fungisida tebokonazol memiliki kemampuan menekan keparahan penyakit layu fusarium sebesar 88,32% dibandingkan kontrol (Tabel 5). Hal ini disebabkan fungisida tebokonazol memiliki mode of action menghambat biosintesis sterol yang mengakibatkan pertumbuhan jamur menjadi terhambat. Futane et al., (2018) melaporkan fungisida tebokonazol konsentrasi 0,1% efektif menekan diameter koloni jamur F. oxysporum f. sp. Cepae sebesar 20,23 mm dengan persentase hambatan sebesar 77,52%. Stevic et al., (2017) Melaporkan penggunaan fungisida tebokonazol konsentrasi 0.075% dapat menekan jamur Dirinaria applanata sebesar 99,3% pada tahun 2016.

Bahan aktif fungisida propineb juga memiliki kemampuan melindungi tanaman bawang merah dari serangan jamur fusarium sehingga membentuk biomassa tanaman yang lebih besar dibandingkan fungisida lainnya. Bahan aktif fungisida propineb memiliki kemampuan melindungi biomassa tanaman (bobot basah dan bobot kering) dari serangan jamur fusarium masing-masing sebesar 79,51% dan 77,96% dibandingkan kontrol (Gambar 6). Hal ini disebabkan fungisida propineb memiliki mode of action yang menekan pertumbuhan dan bobot miselium jamur. Hal ini didukung penelitian Hamini-Kadar et al (2014)

(51)

menyatakan bahwa penggunaan antracol dosis 500 mg/l efektif menekan berat miselim jamur F. redolens, F. oxysporum f.sp. radicis lycopersici dan F.

Commune masing-masing sebesar 29,80%; 42,33; dan 88,49%. Selain itu dapat

pengunaan fungisida antracol dan trifidan pada dosis 500 mg/l dapat menghambat pertumbuhan ketiga jamur tersebut sebesar 64,75%. Vani et al., (2019) menyatakan bahwa penggunaan propineb dosis 0,2% efektif menekan perkembangan spora dan diameter pertumbuhan jamur fusarium oxysporum selama 7 hari masing-masing sebesar 86,6% dan 7.8 mm.

Berdasarkan kejadian dan keparahan penyakit F. oxysporum diperoleh semua bahan aktif fungisida dapat digunakan namun fungisida mankozeb dan tebokonazol memiliki kemampuan yang lebih tinggi dalam menekan kejadian dan keparahan penyakit dibandingkan fungisida lainnya.

(52)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Diperoleh bahan aktif fungisida benomil, mankozeb, propineb, difenokonzol, metalaksil,dan tebokonazol, memiliki kemampuan melindungi tanaman bawang merah dan menekan kejadian serta keparahan penyakit layu fusarium.. Bahan aktif fungisida mankozeb, tebokonazol, dan propineb memiliki kemampuan melindungi tanaman bawang merah dan menekan kejadian serta keparahan penyakit layu fusarium yang lebih tinggi dibandingkan bahan aktif fungisida lainnya.

Saran

Diperlukan pengujian persentase hambatan jamur fusarium pada tanaman bawang merah dari penggunaan fungisida mankozeb, tebokonazol, dan propineb pada skala laboratorium di akhir pengamatan.

(53)

DAFTAR PUSTAKA

AAK. 2005. Pedoman Bertanam Bawang. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Agrios G N. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2005. Pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (opt) pada budidaya bawang merah.

http://hortikultura.litbang.pertanian.go.id. Diakses pada tanggal 25 November 2017

Badan POM RI. 2012.Benomil. http://ik.pom.go.id/v2016/katalog/BENOMIL.pdf .Diakses pada Tanggal 27 Juli 2020

Badan Pusat Statistik. 2018. Statistik tanaman hortikultura Sumatera Utara.

Medan: Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara.

Badan Pusat Statistik. 2019. Statistik tanaman sayuran dan buah-buahan semusim indonesia. www.bps.go.id. Diakses pada tanggal 25 Agustus 2020 pukul 22.16 WIB

Choiruddin, M. R. 2010. Virulensi dan keanekaragaman genetika Fusarium Oxysporum F. Sp. Cepae penyebab busuk pangkal pada bawang putih.

Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta

Dirmawati, S. R., dan Hendarto, K. 2019. Upaya aplikasi pupuk hayati untuk pengurangan penyakit moler dan peningkatan pertumbuhan bawang merah. Seminar Nasional dan Kongres XXV Perhimpunan Fitopatologi Indonesia.

Djojosumarto, P. 2008. Fungisida dan Aplikasinya. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Djunaedy, A. 2008. Aplikasi fungisida sistemik dan pemanfaatan mikoriza dalam rangka pengendalian pathogen tular tanah pada tanaman kedelai (Glycine max L.). EMBRYO 5(2) : 149-157

Fourie, G., Steenkamp, E. T., Ploetz, R. C., Gordon, T. R., & Viljoen, A. (2011).

Current status of the taxonomic position of Fusarium oxysporum formae specialis cubense within the Fusarium oxysporum complex. Infection, Genetics and Evolution, 11(3), 533-542.

Fravel, D. R., Deahl, K. L., and Stommel, J. R. 2005. Compatibility of the biocontrol fungus Fusarium oxysporum strain CS-20 with selected fungicides. Biol. Control 34:165-169.

Futane, A. S., Dandnaik, B. P., Salunkhe, S. S., Jadhav, P. P., & Magar, S. J.

(2018). Management of storage diseases of onion by using different

Gambar

Gambar 1. Fusarium oxysporum. (A) mikrokonidia; (B) makrokonidia berbentuk  sabit,  berdinding  tipis  dan  halus;  (C)  mikrokonidia  diproduksi  di  kepala  palsu  pada monofialida pendek; dan (D) klamidospor terminal tunggal
Gambar 2. Gejala layu fusarium pada bawang merah  (cybext.pertanian.go.id)
Gambar 3. Siklus hidup Fusarium oxysporum  (Hardiyanti1992.wordpress.com)  Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyakit
Gambar 4. Rantai karbon benomil (Badan POM RI, 2012)  Mankozeb
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rata-rata persentase serangan hasil pengamatan V (Tabel 1) menunjukkan bahwa semua perlakuan berbeda sangat nyata terhadap A0, dimana persentase serangan tertinggi terdapat

Parameter yang diamati adalah perkecambahan tanaman (hari), tinggi tanaman (cm), jumlah helaian daun (helai), jumlah anakan (buah), bobot basah umbi (gr), bobot kering umbi (gr),

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang ayam berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman umur 3 - 7 MST, jumlah daun per rumpun 3 - 7 MST, jumlah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang ayam berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman umur 3 - 7 MST, jumlah daun per rumpun 3 - 7 MST, jumlah

Varietas berpengaruh nyata pada tinggi tanaman pada 4 sampai 7 MST, jumlah anakan produktif, kejadian penyakit pada 8 dan 9 MST, bobot brangkasan, jumlah gabah bernas

Pemberian pupuk organik yang berbeda berpengaruh nyata pada bobot kering umbi per sampel dan jumlah anakan umur 3 MST namun berpengaruh tidak nyata pada tinggi

Pemberian berbagai komposisi media tanam berpengaruh nyata terhadap parameter : tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah daun, bobot basah umbi per sampel, bobot kering

Pemberian berbagai komposisi media tanam berpengaruh nyata terhadap parameter : tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah daun, bobot basah umbi per sampel, bobot kering