• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. para stakeholders, terutama para investor dan calon investor sebagai pemilik dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. para stakeholders, terutama para investor dan calon investor sebagai pemilik dan"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

13 BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Teori Sinyal ( Signaling theory)

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan selalu berdampak pada para stakeholders. Kegiatan-kegiatan tersebut menjadi perhatian dan minat dari para stakeholders, terutama para investor dan calon investor sebagai pemilik dan penanam modal perusahaan. Oleh karenanya, perusahaan berkewajiban untuk memberikan laporan sebagai informasi kepada para stakeholders ( Danu,2011).

Laporan – laporan yang dipublikasikan oleh perusahaan pada umumnya yaitu satu set laporan keuangan. Belakangan laporan keuangan mulai dilengkapi dengan laporan tambahan, yaitu laporan yang lebih dari laporan keuangan seperti misalnya laporan tahunan yang berisikan laporan perusahaan mengenai aktivitas CSR. Hal ini dilakukan untuk mengurangi terjadinya asimetri informasi yang terjadi antara perusahaan dan stakeholders.

Dengan disertakannya laporan tambahan seperti laporan aktivitas CSR perusahaan maka diharapkan hal tersebut akan berdampak positif bagi perusahaan. Dalam hal ini, perusahaan memberikan tanda (signal) kepada stakholders mengenai kepedulian perusahaan terhadap lingkungan sekitarnya.

Dengan demikian diharapkan investor dapat melihat sinyal yang diberikan perusahaan bahwa perusahaan tidak mengejar keuntungan semata namun, tetap memperhatikan lingkungan sekitarnya.

(2)

14

Menurut Drever dkk (2007) dalam Danu (2011) signaling theory menekankan bahwa perusahaan pelapor dapat meningkatkan nilai perusahaan melalui pelaporannya. Jika perusahaan gagal dalam menyajikan informasi yang lebih, maka para stakeholders hanya akan menilai perusahaan sebagai perusahaan rata-rata samadengan perusahaan-perusahaan yang tidak mengungkapkan laporan tambahan.

Hal ini memberikan motivasi bagi perusahaan-perusahaan untuk mengungkapkan laporan tambahan. sehingga, signaling theory menekankan bahwa perusahaan akan cenderung menyajikan informasi yang lebih lengkap untuk memperoleh reputasi yang lebih baik dibandingkan perusahaan-perusahaan yang tidak mengungkapkan, yang pada akhirnya akan menarik investor serta meningkatkan nilai perusahaan itu sendiri.

2.1.2 Teori Stakeholder

Stakeholder dapat diartikan sebagai pemangku kepentingan dalam hal ini

orang atau kelompok yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh berbagai keputusan. Menurut Daud dan Abrar (2008), kelompok inilah yang menjadi pertimbangan utama bagi suatu perusahaan untuk mengungkapkan atau tidak mengungkapkan suatu informasi dalam laporan keuangan.

Freeman dan McVea (2001) menyatakan bahwa pendekatan stakeholder dilatarbelakangi adanya keinginan untuk membangun suatu kerangka kerja yang responsif terhadap masalah yang dihadapi para manajer saat itu yaitu perubahan lingkungan. Tujuan dari manajemen stakeholder adalah merancang metode untuk

(3)

15

mengelola berbagai kelompok dan hubungan yang dihasilkan dengan cara yang strategis (Freeman dan McVea, 2001).

Dalam teori stakeholder dikatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingan sendiri namun harus memberikan manfaat bagi stakeholder-nya. Dengan demikian, keberadaan suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh dukungan yang diberikan oleh stakeholder kepada perusahaan tersebut. Pihak-pihak yang mempunyai kepentingan terhadap perusahaan yaitu meliputi karyawan, konsumen, pemasok, masyarakat, pemerintah selaku regulator, pemegang saham, kreditur dan pesaing (Purwanto, 2011).

Keberlangsungan perjalanan perusahaan sangat erat kaitannya dengan keberadaan stakeholder, seperti halnya pemegang saham yang mempunyai hak terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan, stakeholder juga mempunyai hak terhadap perusahaan (Waryanti, 2009).

Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan merupakan sarana yang sukses bagi hubungan suatu perusahaan dengan stakeholdernya.

2.1.3 Teori Keagenan (Agency Theory)

Teori keagenan membahas tentang adanya hubungan keagenan antara principal dengan agen. Hubungan keagenan adalah sebuah kontrak dimana satu atau lebih principal menyewa orang lain (agen) untuk melakukan beberapa jasa untuk kepentingan mereka yaitu mendelegasikan beberapa wewenang pembuatan keputusan kepada agen. Yang disebut dengan principal adalah pihak yang

(4)

16

memberi mandat kepada agen, dalam hal ini yaitu pemegang saham. Sedangkan yang disebut dengan agen adalah pihak yang mengerjakan mandat dari principal, yaitu manajemen yang mengelola perusahaan. Tujuan utama dari teori keagenan adalah untuk menjelaskan bagaimana pihak-pihak yang melakukan hubungan kontrak dapat mendesain kontrak yang tujuannya untuk meminimalisir cost sebagai dampak adanya informasi yang tidak simetris dan kondisi ketidakpastian (diakses melalui http: digilib.petra.ac.id)

Teori keagenan dilandasi oleh beberapa asumsi (Eisenhardt, 1989 dalam Emirzon, 2007). Asumsi-asumsi tersebut dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu asumsi tentang sifat manusia, asumsi keorganisasian dan asumsi informasi.

Asumsi sifat manusia menekankan bahwa manusia memiliki sifat mementingkan diri sendiri (self-interest), manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan manusia selalu menghindari resiko (risk averse). Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik antar anggota organisasi, efisiensi sebagai kriteria efektivitas dan adanya asimetri informasi antara principal dan agent. Asumsi informasi adalah bahwa informasi sebagai barang komoditi yang dapat diperjualbelikan.

Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia dijelaskan bahwa masing- masingin individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara prinsipal dan agen. Pihak pemilik (principal) termotivasi mengadakan kontrak untuk mensejahterahkan dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat. Sedangkan manajer (agent) termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan ekonomi dan psikologinya, antara

(5)

17

lain dalam hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun kontrak kompensasi.

Dengan demikian terdapat dua kepentingan yang berbeda di dalam perusahaan dimana masing-masing pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendaki (Ningsaptiti, 2010).

Permasalahan yang timbul akibat adanya perbedaan kepentingan antara prinsipal dan agen disebut dengan agency problems. Salah satu penyebab agency problems adalah adanya asimetri informasi. Asimetri informasi adalah

ketidakseimbangan informasi yang dimiliki oleh prinsipal dan agen, ketika prinsipal tidak memiliki informasi yang cukup tentang kinerja agen sebaliknya, agen memiliki lebih banyak informasi mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja dan perusahaan secara keseluruhan (Widyaningdyah, 2001)

Teori keagenan menjelaskan bahwa hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut (Jensen dan Meckling, 1976). (Arfan dkk, 2005) Teori agensi mendasarkan pemikiran atas adanya perbedaan informasi antara atasan dengan bawahan, antara kantor pusat dan kantor cabang, atau adanya asimetri informasi yang memengaruhi penggunaan sistem akuntansi. Dari sudut pandang teori agensi, prinsipal (pemilik dan manajemen puncak) membawahi agen (karyawan atau manajer yang lebih rendah) untuk melaksanakan kinerja yang efisien. Teori ini mengasumsikan kinerja yang efisien dan bahwa kinerja organisasi ditentukan oleh usaha dan pengaruh kondisi lingkungan. Agen dan prinsipal diasumsikan termotivasi kepentingannya sendiri, dan sering kali

(6)

18

kepentingan antara keduanya berbenturan. Menurut pandangan prinsipal, kompensasi yang diberikan kepada agen tersebut didasarkan pada hasil, sementara menurut pandangan agen, dia lebih suka jika sistem kompensasi tersebut tidak semata-mata melihat hasil tapi juga tingkat usahanya.

Sebagai pengelola perusahaan, agen akan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan dibandingkan prinsipal (pemilik atau pemegang saham). Agen berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada prinsipal sebagai wujud dari pertanggungjawaban atas pengelolaan perusahaan.

2.1.4 Corporate Social Responsibility

CSR saat ini sudah menjadi isu global dimana perusahaan baik nasional maupun internasional kini kerap mengungkapkan CSR dalam laporan keuangannya. Hal ini dikarenakan adanya dampak yang positif terhadap pengungkapan CSR bagi perusahaan dan lingkungan selain itu juga karena perusahaan dituntut untuk lebih transparan dan adanya tututan publik terhadap akuntabilitas perusahaan.

Sebagai sebuah konsep yang makin populer, CSR ternyata belum memiliki definisi yang tunggal;

a. The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD), lembaga internasional yang berdiri tahun 1995 dan beranggotakan lebih dari 120 multinasional company yang beranggotakan lebih dari 30 negara itu, dalam publikasinya Making Good Business Sense

(7)

19

mendefinisikan CSR, sebagai komitmen dunia usaha untuk terus menerus bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas. Pada pengertian ini lebih menfokuskan pada tujuan yang hendak dicapai dari suatu entitas dunia usaha dimana tujuan tersebut mencakup semua lingkup baik itu perekonomian, karyawan maupun masyarakat secara lebih luas. Perusahaan atau entitas bisnis tetap bisa melaksanakan kegiatannya dengan legal serta tetap memberi kontribusi yang baik kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

b. Magnan dan Ferrel (2004) yang mendefinisikan CSR sebagai memberikan perhatian secara seimbang terhadap kepentingan berbagai stakeholders yang beragam dalam setiap keputusan dan tindakan yang

diambil oleh para pelaku bisnis melalui perilaku yang secara sosial bertanggung jawab. Pengertian yang diaparkan oleh Magna dan Ferrel (2004) ini lebih fokus kepada stakeholders yang berusaha untuk memenuhi kebutuhan para stakeholders berkaitan dengan tanggung jawab sosial perusahaan.

c. The Jakarta Consulting Group tanggung jawab sosial ini diarahkan baik ke dalam (internal) maupun ke luar (eksternal) perusahaan. Ke dalam, tanggung jawab ini diarahkan kepada pemegang saham dalam bentuk profitabilitas serta kepada karyawan dalam bentuk

(8)

20

kompensasi-kompensasi yang adil. Ke luar, tanggung jawab sosial ini berkaitan dengan peran perusahaan sebagai pembayar pajak dan penyedia lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan dan kompetensi masyarakat, serta memelihara lingkungan tempat mereka beroperasi demi peningkatan kualitas hidup masyarakat dalam jangka panjang, baik untuk generasi saat ini maupun bagi generasi penerus. Pada pengertian ini lebih jelas terlihat pembagian kepentingan atas tujuan yang diharapkan oleh entitas bisnis daripada pengertian sebelumnya.

Pengertian ini juga menguraikan secara lebih jelas hal-hal yang berkaitan langsung dengan perusahaan ataupun pihak luar perusahaan.

Konsep CSR sudah mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir ini. CSR adalah sebuah konsep yang telah menarik perhatian dunia dan mendapat perhatian dalam ekonomi global. Namun demikian, konsep CSR masih belum seragam dengan pandangan yang masih beragam tentang kegunaan dan aplikabilitas potensialnya (Jamali dan Mirshak, 2006).

Salah satu perkembangan besar tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) dikemukakan oleh John Eklington (1997) yang terkenal dengan “The Triple Bottom Line” yang dimuat dalam buku “Cannibals with Gorks, the Triple Bottom Line of Twentieth Century Business”. Lebih lanjut dinyatakan, bahwa jika perusahaan ingin sustain maka perlu memperhatikan 3P, yaitu bukan hanya profit, namun juga harus dapat memberikan kontribusi terhadap masyarakat (people) dan ikut aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet).

(9)

21

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa CSR adalah suatu tindakan yang dilakukan secara legal oleh suatu etitas bisnis dengan tujuan berkontribusi terhadap peningkatan ekonomi dengan memperhatikan kepentingan stakeholders serta kualitas hidup karyawan, lingkungan luar perusahaan,

masyarakat secara luas yang diaplikasikan dengan perilaku sosial yang bertanggungjawab.

2.1.5 Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial (CSR Disclosure)

CSR yang dilakukan oleh perusahaan perlu diungkapkan kepada stakeholder. CSR disclosure oleh Gray et al. (2001) didefinisikan sebagai suatu

proses penyediaan informasi yang dirancang untuk mengemukakan masalah seputar social accountability, yang mana secara khas tindakan ini dapat dipertanggungjawabkan dalam media-media seperti laporan tahunan maupun dalam bentuk iklan-iklan yang berorientasi (dalam Rakhiemah dan Agustia, 2009). Laporan tahunan atau laporan keberlanjutan digunakan sebagai media pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dengan tujuannya agar stakeholder dapat dengan mudah mengetahui bagaimana kinerja perusahaan tidak

hanya dari aspek financial namun juga aspek sosial dan lingkungan.

Pengungkapan CSR perusahaan menggunakan standar dari Global Reporting Initiative. Global Reporting Initiative (GRI) adalah sebuah jaringan

berbasis organisasi yang telah mempelopori perkembangan dunia, paling banyak menggunakan kerangka laporan keberlanjutan dan berkomitmen untuk terus menerus melakukan perbaikan dan penerapan di seluruh dunia

(10)

22

(www.globalreporting.org). survei KPMG diseluruh dunia tahun 2005 memperlihatkan bahwa praktek pelaporan yang berkesinambungan mengirimkan pesan pada GRI yaitu peningkatan signifikan penggunaan GRI guidline sejak tahun 2002 sebagai kerangka pelaporan satu-satunya secara global (Ardhi, 2012).

CSR Disclosure dalam laporan tahunan merupakan salah satu cara perusahaan untuk membangun, mempertahankan dan melegitimasi kontribusi perusahaan dari sisi ekonomi dan politis (Guthrie dan Parker, 1990 dalam Ardhi, 2012).

Indikator GRI sudah digunakan oleh beberapa peneliti seperti penelitian yang dilakukan oleh Sembiring (2003), Gamerschlag, et al., (2011), Nurkhin (2009), Sari (2012), Sufian dan Zahan (2013), serta Putrid an Yulius (2014) yang menggunakan indikator GRI untuk mengukur CSR Disclosure. Kamil dan Herusetya (2012) serta Kinantika (2013) menggunakan indikator GRI untuk mengukur pengungkapan CSR perusahaan. Adapun indikator- indikator pada pengungkapan CSR dikategorikan dalam 7 tema, yang terdiri dari 84 item pengungkapan sosial untuk perusahaan manufaktur.

2.1.6 Profitabilitas

Profitabilitas menunjukkan seberapa besar kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba atau ukuran efektivitas manajemen perusahaan (Wiagustini, 2010:76). Rasio profitabilitas merupakan salah satu aspek penting perusahaan karena selain sebagai daya tarik untuk investor rasio ini juga digunakan untuk mengukur efiisiensi dan efektivitas perusahaan dalam mengelola sumber daya

(11)

23

yang ada dalam operasi perusahaan.Profitabilitas dapat diukur dengan Profit Margin,Return on Assets (ROA), dan Return on Equity (ROE).

Menurut Rimba (2011), keuntungan yang layak dibagikan kepada pemegang saham adalah keuntungan setelah bunga dan pajak (Earning After Taxes). Semakin besar keuntungan yang diperoleh semakin besar kemampuan

perusahaan untuk membayarkan dividennya (Rimba, 2011). Semakin tinggi profitabilitas perusahaan, maka cenderung semakin luas pengungkapan tanggung jawab sosialnya. Hubungan kinerja keuangan dengan tanggung jawab sosial perusahaan menurut Belkaoui dan Karpik (1989 dalam Sari, 2012:129) paling baik diekspresikan dengan profitabilitas, hal itu disebabkan karena pandangan bahwa tanggapan sosial yang diminta dari manajemen sama dengan kemampuan yang diminta untuk membuat suatu perusahaan.

2.1.7 Laverage

Financial leverage atau rasio solvabilitas digunakan untuk mengukur sampai seberapa jauh perusahaan dibiayai oleh modal pinjaman (Wiagustini, 2010:79).Selain itu, rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban jangka panjangnya. Rasio tersebut digunakan untuk memberikan gambaran mengenai struktur modal yang dimiliki perusahaan, sehingga dapat dilihat tingkat resiko tak tertagihnya suatu leverage.

Perusahaan yang tidak solvabel adalah perusahaan yang total leveragenya lebih besar dibandingkan total asetnya. Perusahaan yang memiliki rasio leverage yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan tersebut sangat tergantung pada

(12)

24

pinjaman luar untuk membiayai asetnya. Belkaoui dan Karpik (1989) dalam Sari (2012:130) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat rasio leverage semakin besar kemungkinan perusahaan akan melanggar perjanjian kredit sehingga perusahaan akan melaporkan laba sekarang lebih tinggi. Apabila leverage dihubungkan dengan pengungkapan tanggung jawab sosial maka tambahan informasi diperlukan untuk menghilangkan keraguan pemegang obligasi terhadap dipenuhinya hak-hak mereka sebagai kreditur (Schipper,1981 dan Meek et. al., 1995 dalam Anggraini, 2006). Oleh karena itu perusahaan dengan rasio leverage yang tinggi memiliki kewajiban untuk melakukan pengungkapan yang lebih luas daripada perusahaan dengan rasio leverage yang rendah (Widyatmoko, 2011).

2.1.8 Ukuran Perusahaan

Ukuran suatu perusahaan dapat mempengaruhi luas pengungkapan informasi dalam laporan keuangan mereka. Secara umum perusahaan besar akan mengungkapkan informasi lebih banyak daripada perusahaan kecil. Teori agensi menyatakan bahwa perusahaan besar memiliki biaya keagenan yang lebih besar daripada perusahaan kecil (Marwata, 2001). Oleh karena itu perusahaan besar akan mengungkapkan informasi yang lebih banyak sebagai upaya untuk mengurangi biaya keagenan tersebut.

Perusahaan besar juga akan mengungkapkan informasi lebih banyak daripada perusahaan kecil, karena perusahaan besar akan menghadapi resiko politis yang lebih besar dibanding perusahaan kecil. Secara teoritis perusahaan besar tidak akan lepas dari tekanan politis, yaitu tekanan untuk melakukan

(13)

25

pertanggungjawaban sosial. Pengungkapan sosial yang lebih besar merupakan pengurangan biaya politis bagi perusahaan (Hasibuan, 2001). Dengan mengungkapkan kepedulian pada lingkungan melalui laporan keuangan, maka perusahaan dalam jangka waktu panjang bisa terhindar dari biaya yang sangat besar akibat dari tuntutan masyarakat.

Penjelasan lain yang juga sering diajukan adalah perusahaan besar memiliki sumber daya yang besar, sehingga perusahaan perlu dan mampu untuk membiayai penyediaan informasi untuk keperluan internal. Informasi tersebut sekaligus menjadi bahan untuk keperluan pengungkapan informasi kepada pihak eksternal, sehingga tidak perlu ada tambahan biaya yang besar untuk dapat melakukan pengungkapan dengan lebih lengkap.

Sebaliknya, perusahaan dengan sumber daya yang relatif kecil mungkin tidak memiliki informasi siap saji sebagaimana perusahaan besar, sehingga perlu ada tambahan biaya yang relatif besar untuk dapat melakukan pengungkapan selengkap yang dilakukan perusahaan besar. Perusahaan kecil umumnya berada pada situasi persaingan yang ketat dengan perusahaan yang lain. Mengungkapkan terlalu banyak tentang jati dirinya kepada pihak eksternal dapat membahayakan posisinya dalam persaingan sehingga perusahaan kecil cenderung tidak melakukan pengungkapan selengkap perusahaan besar (Singhvi dan Desai,1971;

Buzby,1975) dalam Marwata (2001).

(14)

26 2.2 Hipotesis Penelitian

2.2.1 Pengaruh Profitabilitas pada Pengungkapan Corporate Social Responsibility

Hubungan antara profitabilitas dan pengungkapan CSR menurut Kamil dan Ahmad (2012) adalah positif, dimana jumlah pengungkapan CSR akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya profitabilitas. Penelitian Fahrizqi (2010), Febrina dan Suaryana (2011), dan Oktariani dan Mimba (2014) menemukan bahwa profitabilitas berpengaruh terhadap pengunkapan CSR.

Karena ketika perusahaan memiliki tingkat laba yang tinggi perusahaan akan memiliki dana untuk mengungkapkan informasi sosial yang lebih luas, dengan demikian terdapat pengaruh positif antara profitabilitas terhadap pengungkapan CSR. Dengan profitabilitas yang tinggi, manajemen perusahaan wajib untuk mengungkapkannya secara terbuka sehingga menimbulkan sinyal positif mengenai posisi perusahaan saat itu. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

H1: Profitabilitas berpengaruh positif pada pengungkapan CSR

2.2.2 Pengaruh Leverage pada Pengungkapan Corporate Social Responsibility

Teori keagenan memprediksi bahwa perusahaan dengan rasio leverage yang lebih tinggi akan mengungkapkan lebih banyak informasi, karena biaya keagenan perusahaan dengan struktur modal seperti itu lebih tinggi (Jensen dan Meckling, 1976 dalam Yintayani, 2011). Menurut Schipper (1981) dan Meek et.

al., (1995) dalam Anggraini (2006) menyebutkan bahwa tambahan informasi diperlukan untuk menghilangkan keraguan pemegang obligasi terhadap

(15)

27

dipenuhinya hak-hak mereka sebagai kreditur. Oleh karena itu perusahaan dengan rasio leverage yang tinggi memiliki kewajiban untuk melakukan pengungkapan yang lebih luas daripada perusahaan dengan rasio leverage yang rendah.

Roberts (1992) dalam Sembiring (2003) menggunakan debt to equity ratio (DER) sebagai proksi untuk menghitung rasio leverage, dan memperoleh hasil semakin tinggi rasio leverage suatu perusahaan maka pengungkapan tanggung jawab sosial akan semakin tinggi. Pendapat lain yang serupa juga diungkapkan oleh Naser, et al., (2006) dalam Febrina dan Suaryana (2011) yang menduga bahwa leverage ratio berhubungan positif dengan pengungkapan, karena perusahaan yang berisiko tinggi berusaha untuk meyakinkan investor dan kreditor dengan pengungkapan yang lebih detail.

Penelitian sebelumnya mengenai pengungkapan tanggung jawab sosial yang menggunakan variabel leverage yaitu,hasil penelitian Fahrizqi (2010), Nur dan Priantinah (2012), dan Oktariani dan Mimba (2014) menemukan bahwa leverage berpengaruh signifikan pada pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Berdasarkan analisis dan kajian di atas, maka hipotesis penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

H2: Leverage berpengaruh positif pada pengungkapan CSR

2.2.3 Pengaruh Ukuran Perusahaan pada Pengungkapan Corporate Social Responsibility

Ukuran perusahaan dapat dilihat melalui total nilai aktiva, total penjualan, jumlah tenaga kerja dan sebagainya. Semakin tinggi jumlah item-item tersebut maka akan semakin besar perusahaan tersebut. Pada umumnya semakin besar ukuran perusahaan, maka pengungkapan CSR akan semakin besar dan semakin

(16)

28

luas. Hal ini berhubungan terhadap teori stakeholder dimana, besarnya ukuran perusahaan tidak terlepas dari peran lingkungan serta masyarakat. Sehingga perusahaan bertanggungjawab untuk lebih transparan atau terbuka pada masyarakat dan lingkungan sekitar terutama lingkungan yang sangat dekat dengan perusahaan tersebut.

Ukuran perusahaan juga berhubungan dengan teori agensi dimana teori agensi dilakukan dengan tujuan menghindari terjadinya konflik yang terjadi antara agen dan principal. Ukuran perusahaan akan mempengaruhi seluruh item perusahaan, antara lain jumlah pegawai atau karyawan, jumlah produksi, pendapatan perusahaan dan sebagainya. Dari hal tersebut sangat diharapkan para stakeholder mendapatkan informasi yang lengkap dan untuk mendapatkan

informasi yang lengkap itu maka tidak terlepas dengan hubungan teori keagenan, yang dimana teori keagenan tersebut berisikan perjanjian antara agen kepada principal untuk selalu memberikan semua informasi mengenai keadaan

perusahaan tanpa adanya permainan dari manager. Hubungan antara ukuran perusahaan dengan pengungkapan sosial perusahaan telah ditunjukkan dalam beberapa penelitian empiris dalam Achmad 2007. Berdasarkan analisis dan kajian di atas, maka hipotesis penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

H3: Ukuran Perusahaan berpengaruh positif pada pengungkapan CSR

Referensi

Dokumen terkait

Defenisi Istilah 4.1 Rencana pembelajaran semester (RPS) adalah rencana proses pembelajaran yang disusun untuk kegiatan pembelajaran selama satu semester guna memenuhi

Dengan melihat latar belakang masalah dan pokok masalah yang telah penulis paparkan pada bab sebelumnya, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa Pendekatan yang digunakan

Berdasarkan penelitian yang bersifat deskriptif untuk mengetahui gambaran kandungan zat gizi pada beras hitam kultivar Toraja Sulawesi Selatan, didapatkan hasil

Masalah yang akan diteliti adalah sejauh mana pengungkapan lingkungan dalam laporan tahunan telah dilakukan, dan sejauh mana faktor-faktor pendorong pengungkapan tersebut

Meningkatkan Kecerdasan Interpersonal Anak Usia Dini (Studi Kasus di Taman Kanak-Kanak Dharma Wanita Persatuan Tlasih Sidoarjo). Skripsi Program Studi Pendidikan

Oleh karena kinerja saham menjadi salah satu pertimbangan investor dalam melakukan investasi, maka penelitian ini ingin menganalisis kembali temuan penelitian

(5) Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (l) wajib melakukan perbaikan sesuai dengan rekomendasi yang diberikan dalam waktu paling lama. 3 (tiga) bulan sejak

Berdasarkan hasil penelitian M.idrus (2006) tentang uji aktivitas immunoglobulin M (IgM) mencit akibat pengaruh pemberian minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil)