• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. - Sebelah Utara : Berbatasan dengan laut Jawa. - Sebelah Timur : Berbatasan dengan DKI Jakarta. Kabupaten Lebak.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III METODOLOGI PENELITIAN. - Sebelah Utara : Berbatasan dengan laut Jawa. - Sebelah Timur : Berbatasan dengan DKI Jakarta. Kabupaten Lebak."

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

Bab III Metodologi Penelitian

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian “Analisis dan Identifikasi Kerusakan Garis Pantai di Kabupaten TangerangProvinsi Banten” adalah sebuah kabupaten di Provinsi Banten. Kabupaten ini berbatasan dengan :

- Sebelah Utara : Berbatasan dengan laut Jawa.

- Sebelah Timur : Berbatasan dengan DKI Jakarta.

- Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Lebak.

- Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kabupaten Serang.

Gambar 3.1 Peta Orientasi Kabupaten Tangerang (sumber : google earth) 2. Pantai Tanjung pasir

1. Pantai Tanjung Kait

±51 km

(2)

Bab III Metodologi Penelitian

3.2 Pengumpulan dan Pengolahan Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang didapatkan dari lapangan atau lokasi penelitian. Sedangkan data sekunder adalah data yang langsung bisa diperoleh dari instansi – instansi seperti Badan Meteorologi dan Geofisika, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geoogi, Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional, Dinas Hyro-Oceanografy Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (Dishidros TNI AL),Jawatan dan Instansi lain yang terkait.

Adapun metode perolehan data sekunder dalam tugas akhir ini dilakukan cara metode literature yaitu suatu metode yang digunakan untuk mendapatkan data dengan cara mengumpulkan, mengidentifikasi dan mengolah data. Data sekunder antara lain :

3.2.1 Pasang Surut Air Laut

Analisis pasang surut dilakukan untuk mendapatkan komponen – komponen penyusunan pasang surut yang kemudian digunakan untuk meramal fluktuasi muka air pasang surut, yang kemudian digunakan untuk menentukan elevasi – elevasi penting (acuan) untuk pengukuran ketinggian (elevasi) di darat maupun kedalaman perairan.

Analisa data pasang surut dapat dilakuakan dengan menggunakan 2 (dua) metode yaitu dengan metode Doodson Rooster atau dengan menggunakan metode Admiralty.

(3)

Bab III Metodologi Penelitian

1. Metode Doodson Rooster

Berdasarkan metode Doodson Rooster pengmatan pasang surut dilakukan selama 9 seri yaitu 9 x 28 jam yaitu sekitar 15 hari pengamatan secara terus menerus. Perhitungan MSL, HWI dan LWL (sembilan seri) dilakukan dengan menggunakan rumus berikut ini.

Rumus duduk tengah (MSL)

) (

) (

Factor aan factorxbac MSL

Zo LWL MSL

ARR

Zo HWL MSL

ATR

Keterangan :

MSL = Duduk tengah suatu air laut

Faktor = Konstanta pengali dari jawatan hidro-oseanografi jakarta

Bacaan = Tinggi bacaan/Pengamatan pasang surut ARR = Air rendah rata – rata

ATR = Air tinggi rata – rata

Zo = 60cm = Elevasi muka air pada duduk tengah (MSL)

2. Metode Admiralty

Peramalan gelombang dengan menggunakan metode Admiralty memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan metode Doodson Rooster. Jika menggunakan metode Admiralty maka dapat diketahui tipe

(4)

Bab III Metodologi Penelitian

pasang surut dan elevasi muka air rencana. Rumus perhitungan dengan menggunakan metode Admiralty adalah sebagai berikut :

Di dalam menentukan tipe pasang surut dengan menggunakan metode Admiralty, terlebih dahulu ditentukan parameter – parameter pasang surut antara lain S0, Ms, S2, N2, K2, K1, O1, P1, M4, MS4. dengan menggunakan parameter – parameter hasil perhitungan maka dapat ditentukan nilai F (Formzahl) dimana nilai F inilah yang akan dipakai untuk menentukan tipe pasang surut yang terjadi.

) ( 2 ) ( 2

) ( 1 ) ( 1

A S A M

A O A F K

Keterangan :

1. 0,00<F<0,25 : Pasut semi diural murni 2. 0,25<F<1,50 : Pasut campuran semi diural 3. 1,50<F<3,00 : Pasut campuran diural 4. F<3,00 : Pasut diural murni

Sedangkan penentuan elevasi muka air dilakukan dengan menggunakan rumusan sebagai berikut :

HHWL = S0 + 1,2 (M2 +S2 + N2 + K1 + O1) LLWL = S0 - 1,2 (M2 +S2 + N2 + K1 + O1)

(5)

Bab III Metodologi Penelitian

3.2.2 Angin

1. Mawar Angin (Wind Rose)

Angin yaitu sirkulasi udara yang kurang lebih sejajar dengan permukaan bumi. Data angin yang di dapat biasanya diolah dan disajikan dalam bentuk tabel atau diagram yang disebut dengan mawar angin (wind rose).

Gambar 3.2 Windrose (Mawar angin) (sumber : Triatmodjo, 1999)

Pada umumnya pengukuran angin dilakukan di daratan, sedangkan di dalam rumus – rumus pembangkitan gelombang data angin yang digunakan adalah yang ada diatas permukaan laut. Oleh karena itu diperlukan transformasi data angin di atas daratan yang terdekat dengan lokasi studi ke data angin diatas permukaan laut. Hubungan antara angin diatas laut dan angit diatas daratan terdekat diberikan persamaan sebagai berikut :

(6)

Bab III Metodologi Penelitian

L W

L U

R U

Keterangan :

UL = Kecepatan angin yang diukur di darat (m/dt) Uw = Kecepatan angin di laut (m/dt)

RL = Tabel koreksi hubungan kecepatan angin di darat dan di laut (Grafik 2.1)

Gambar 3.3 Grafik hubungan antara kecepatan angin di laut dan di darat Dari kecepatan angin di dapat, dicari faktor tegangan angin (wind stress factor) dengan persamaan :

23 ,

71 1

, 0 U UA

Dimana U adalah kecepatan angin dalam m/dt.

Sebelum merubah kecepatan angin menjadi wind stress factor, koreksi dan konversi terhadap data kecepatan angin perlu dilakukan.

(7)

Bab III Metodologi Penelitian

Berikut ini adalah koreksi dan konversi yang perlu dilakukan pada data angin untuk mendapatkankan nilai wind stress factor.

Koreksi Ketinggian

Wind stress factor dihitung dari kecepatan angin yang diukur dari ketinggian 10 m di atas permukaan. Bila data angin di ukur tidak dalam ketinggian ini, koreksi perlu dilakukan dengan persamaan berikut ini (persamaan ini dapat dipakai untuk z<20m)

7

10 1

10 U z z U

Keterangan :

U(10) = Kecepatan angin pada elevasi 10 m (m/dt)

U(z) = Kecepatan angin pada ketinggian pengukuran(m/dt) Z = Kecepatan angin pada ketinggian pengukuran(m) Koreksi Stabilitas

Koreksi stabilitas ini berkaitan dengan perbedaan temperatur bertiupnya angin dan air tempat terbentuknya gelombang.

Persamaan koreksi stabilitas ini adalah sebagai berikut:

10 U R U T

Keterangan :

U = Kecepatan angin setelah di koreksi (m/dt) U(10) = Kecepatan angin sebelum dikoreksi (m/dt)

RT = Koefisien stabilitas, nilainya dapat dari grafik pada gambar 3.4

(8)

Bab III Metodologi Penelitian

jika data temperatur udara dan air (sebagai data untuk membaca grafik) tidak dimiliki maka dianjurkan memakai nilai RT =1,10 Koreksi Efek Lokasi

Koreksi ini diperlukan bila data angin yang diperoleh berasal dari stasiun darat, bukan diukur langsung di atas permukaan laut, ataupun di tepi pantai. Untuk merubah kecepatan angin yang bertiup di atas air, digunakan grafik yang ada pada gambar 3.3 di laporan ini

Koreksi Ke Wind Stress Factor

Setelah koreksi dan konversi kecepatan di atas dilakukan, tahap selanjutnya adalah mengkonversi kecepatan angin tersebut menjadi wind stress factor, dengan menggunakan persamaan berikut ini:

23 ,

71 1

, 0 U UA

Keterangan :

UA = Wind stress factor (m/dt) U = Kecepatan angin (m/dt)

Gambar 3.4 Grafik yang digunakan untuk melakukan koreksi stabilitas

(9)

Bab III Metodologi Penelitian

pembentukan gelombang di laut dalam analisa dengan formula – formula empiris yang diturunkan dari model parametrik berdasarkan spektrum gelombang JONSWAP (Shore Protection Manual, 1984).

Prosedur permalan tersebut berlaku baik kondisi fetch terbatas (fetch limited condition) maupun kondisi durasi terbatas (duration limited condition) sebagai berikut :

3 1 2

2 0,0016

A A

m

U gF U

gH o

3 1 2

2 0,2857

A A

P

U gF U

gTo

3 2

8 2

, 68

A A

d

U gF U

gt o

Dalam bentuk tersebut UA 0 U,71 1,23adalah faktor tekanan angin, dimana Ua dan U10 dalam m/dt. Hubungan antara Tp dan Ts diberikan sebagai Ts = 0,95 Tp. Persamaan tersebut di atas hanya berlaku hingga kondisi gelombang telah terbentuk penuh (fully developed sea condition), sehingga tinggi dan perioda gelombang yang dihitung harus dibatasi dengan persamaan empiris berikut:

243 ,

2 0

A mo

U gH

13 , 8

A P

U gT

104

15 , U 7 x gT

A d

(10)

Bab III Metodologi Penelitian

Keterangan :

Hmo = Tinggi gelombang signifikan menerut energi spektral Tp = Periode puncak gelombang

Distribusi arah dan tinggi gelombang hasil peramalan gelombang disajikan dalam bentuk wave seperti pada gambar 3.5

2. Fetch Efektif

Adalah panjang daerah angin dimana angin berhembus dengan kecepatan dan arah yang konstan. Di dalam penijauan pembangkitan gelombang di laut, fetch dibatasi oleh daratan yang mengelilingi. Di daerah pembangkitan gelombang, gelombang tidak hanya dibangkitkan dalam arah yang sama dengan arah angin tetapi dalam berbagai sudut terhadap arah angin.

Gambar 3.5 Fetch

(11)

Bab III Metodologi Penelitian

cos cos Feff Xi

Keterangan :

Feff = fetch rerata efektif

Xi = Panjang segmen fetch yang diukur dari titik observasi gelombang ke ujung akhir fetch

= deviasi pada kedua sisi arah angin, dengan

menggunakan pertambahan 6°- 42° pada kedua sisi dari arah angin

3.2.3 Gelombang

Diantara beberapa bentuk gelombang yang paling penting adalah gelombang angin dan gelombang pasang surut. Pada umumnya bentuk gelombang sangat komplek dan sulit digambarkan secara matematis karena ketidaklinieranya, tiga dimensi, dan bentuknya yang random (Triatmodjo, 1999). Ada beberapa teori dengan berbagai tingkat kompleknya dan ketelitian untuk menggambarkan fenomena gelombang di alam, diantaranya adalah teory Airy, teori Stokes, teori Gerstner, teori Mich, teori Knoidal, dan teori Tunggal. Teori gelombang Airy adalah teori gelombang kecil, sedangkan teori yang lain adalah teori gelombang amplitudo terbatas (finite amplitude waves). Dari berbagai teori diatas, teori gelombang Airy adalah teori yang paling sederhana. Teori

(12)

Bab III Metodologi Penelitian

gelombang Airy sering disebut teori gelombang linier atau teori gelombang kecil (Triatmodjo, 1999) yaitu.

1. Gelombang di laut dangkal (shallow water) o d/L ≤1/20

o tanh (2πd/L) ≈ (2πd/L) o C = gd

o L = T gd

2. Gelombang di laut transisi (transitional water) o 1/20 < d/L < ½

o 2πd/L < tanh (2πd/L) < 1 o C = gT/2 tanh2 d/L o L = gT²/2 tanh gT²/2

3. Gelombang di laut dalam (deep water) o d/L1/20

o tanh (2πd/L) ≈ (2πd/L) o C = C0 = gd

o L = L0 = T gd Keterangan :

d/L = Kedalaman relatif

C = Cepat rambat gelombang (m) L = Panjang gelombang (m) g = Gravitasi 9,81 m/dt² T = Periode gelombang (dt)

(13)

Bab III Metodologi Penelitian

Dalam suatu perencanaan, pengukuran gelombang secara langsung umumnya jarang dilakukan mengingat dan biaya yang sayangat besar, selain itu pengukuran yang dilakukan hanya dalam waktu pendek kurang bisa mewakili gelombang yang dilakukan waktu pendek kurang bisa mewakili gelombang yang ada di lapangan. Oleh karena itu, biasanya digunakan data sekunder, yaitu data angin, yang kemudian diolah untuk mendapatkan peramalan data gelombang

3.2.4 Statistik dan Peramalan Gelombang

Untuk menentukan gelombang dengan periode ulang tertentu dibutuhkan data gelombang dalam jangka waktu pengukuran cukup panjang (beberapa tahun). Data tersebut bisa berupa data pengukuran gelombang data gelombang hasil prediksi berdasarkan data angin (Triatmodjo, 1999). Ada 2 metode untu memprediksi gelombang dengan periode ulang tertentu, yaitu metode Gumbel/Metode Fisher-Tippet Type I dan metode Weibull (CERC 1992). Dalam metode ini, prediksi dilakukan untuk memperkirakan tinggi gelombang signifikan dan periode gelombang signifikan dengan periode ulang (Triatmodjo, 1999).

1. Metode Gumbel/Metode Fisher-Tippet Type I

Langkah – langkah memprediksi tinggi gelombang dengan periode ulang gelombang menggunakan metode Gumbel/ Fisher-Tippet Type I adalah sebagai berikut :

a. Memasukan data berupa tahun pencatatan dan tinggi gelombang yang sudah ada di urutkan dari besar ke kecil.

(14)

Bab III Metodologi Penelitian

b. Menghitung besarnya probabilitas untuk setiap tinggi gelombang menggunakan rumus :

12 , 0

44 , 1 0

n Hsm m

Hs P

Keterangan :

P (Hs ≤ Hsm) = Probabilitas dari tinggi gelombang representatif ke-m yang tidak dilampui

Hsm = Tinggi gelombang urutan ke-m

m = Nomor urut tinggi gelombang signifikan 1,2,3,...,N

NT = jumlah kejadian gelombang selama pencatatan c. Menghitung nila ym menggunakan rumus :

ym = - ln * {-ln F(Hs≤Hsm)}

ym = - ln * {-ln P}

d. Menghitung parameter skala (A) dengan rumus :

2

* 2

*

*

*

Ym Ym

n

Ym Hsm

Ym Hsm A n

e. Menghitung parameter lokasi (B) dengan rumus : ym

A sm H

B *

Keterangan : sm

H = rerata Hsm sm

H = rerata

y

m

f. Menghitung nilai

y

r menggunakan rumus :

T

(15)

Bab III Metodologi Penelitian

ym = - ln

T L* 1 1 ln

Keterangan :

TT = Periode Ulang (tahun) L = Rerata jumlah kejadian =

K N

NT = Jumlah kejadian gelombang selama pencatatan K = Panjang data (Tahun)

g. Menghitung nilai tinggi gelombang signifikan Hsr menggunakan rumus :

Hsr = (A*

y

r ) + B

h. Menghitung nilai nr menggunakan rumus :

5 , 2 0

ln 1 1

v c

y N

Keterangan :

nr = Standar deviasi yang dinormalkan dari tinggi gelombang signifikan dengan periode ulang TT

N = Jumlah data tinggi gelombang signifikan v

K

e N ln

* 1,3

1 2

Dengan v =

NN dan nilai 1; 2;k1;c; merupakan koefisien empiris untuk menghitung deviasi standar Metode Gumbel/Fisher- Tippet Type I (FT-1) yang diberikan oleh tabel dibawah ini:

T

T

r

T

(16)

Bab III Metodologi Penelitian

Tabel 3.1 Koefisen Untuk Menghitung deviasi standar (Triatmodjo, 1999)

i. Menghitung nilai r menggunakan rumus :

Hs nr

r *

Keterangan :

r = Kesalahan standar dari tinggi gelombang signifikan dengan periode ulang TT

Hs = Deviasi standar dari data tinggi gelombang signifikan Hs dihitung dengan menggunakan rumus :

1

2

N H Hsm sm

Hs

j. Menentukan batas interval keyakinan untuk tinggi gelombang signifikan ekstrim berdasar tabel dibawah ini :

(17)

Bab III Metodologi Penelitian

Tabel 3.2 Batas interval keyakinan tinggi gelombang signifikan ekstrim (Triatmodjo, 1999)

2. Metode Weibull

Langkah – langkah memprediksi gelombang dengan periode ulang gelombang menggunakan metode Weibull (CERC, 1992) hamper sama dengan metode Fisher-Tippet Type I, hanya rumus koefisien yang digunakan disesuaikan dengan metode Weibull (CERC, 1992.

a. Memasukan data berupa tahun pencatatan dan tinggi gelombang yang sudah ada di urutkan dari besar ke kecil.

b. Menghitung besarnya probabilitas untuk setiap tinggi gelombang menggunakan rumus :

K N

K m

H H P

T sm

s 0,2 0,23

27 , 2 0 , 0 1

Keterangan :

sm

s H

H

P = Probabilitas dari tinggi gelombang representatif ke-m yang tidak dilampui

Hsm = Tinggi gelombang urutan ke-m

(18)

Bab III Metodologi Penelitian

m = Nomor urut tinggi gelombang signifikan 1,2,3,.,N K = parameter bentuk (dapat dilihat di tabel 3.1)

untuk laporan tugas akhir ini K=0,75 c. Menghitung nilai ym menggunakan rumus :

sm K s

m F H H

y ln* 1 1

m P K

y ln* 1 1

d. Menghitung parameter skala (A) menggunakan rumus :

2

* 2

*

*

*

m m

m sm

m sm

y y

n

y H

y H A n

e. Menghitung parameter lokasi (B) dengan rumus :

sm A ym

H

B *

Keterangan : sm

H = rerata Hsm sm

H = rerata

y

m

f. Menghitung nilai

y

r menggunakan rumus :

T K

r L T

y ln * 1

Keterangan :

TT = Periode Ulang (tahun) L = Rerata jumlah kejadian =

K N

NT = Jumlah kejadian gelombang selama pencatatan K = Panjang data (Tahun)

T

(19)

Bab III Metodologi Penelitian

g. Menghitung nilai tinggi gelombang signifikan Hsr menggunakan rumus :

Hsr = (A*

y

r ) + B

h. Menghitung nilai nr menggunakan rumus :

5 , 2 0

ln 1 1

v c

y N

Keterangan :

nr = Standar deviasi yang dinormalkan dari tinggi gelombang signifikan dengan periode ulang TT

N = Jumlah data tinggi gelombang signifikan v

K

e N ln

* 1,3

1 2

Dengan v = N

N dan nilai 1; 2;k1;c; merupakan koefisien

empiris untuk menghitung deviasi standar Metode Weibull yang diberikan oleh tabel 3.1 diatas.

i. Menghitung nilai r menggunakan rumus :

Hs nr

r *

Keterangan :

r = Kesalahan standar dari tinggi gelombang signifikan dengan periode ulang TT

Hs = Deviasi standar dari data tinggi gelombang signifikan Hs dihitung dengan menggunakan rumus :

r

T

(20)

Bab III Metodologi Penelitian

1

2

N H Hsm sm

Hs (Triatmodjo, 1999)

j. Menentukan batas interval keyakinan untuk tinggi gelombang signifikan ekstrim terbesar berdasar Tabel 3.2 di atas :

3.2.5 Deformasi Gelombang

Gelombang merambat dari laut dalam ke laut dangkal. Selama penjalaran tersebut, gelombang mengalami perubahan – perubahan atau disebut deformasi gelombang. Refraksi, pendangkalan gelombang, difraksi dan refleksi akan menentukan tinggi gelombang dan pola (bentuk) garis puncak gelombang disuatu tempat didaerah pantai.

1. Gelombang laut dalam ekivalen

Analisis deformasi gelombang sering dilakukan dengan konsep gelombang laut ekivalen, yaitu tinggi gelombang di laut dalam apabila gelombang tidak mengalami refraksi. Tinggi gelombang laut dalam ekivalen diberikan persamaan :

0 0 '

' K K H

H r

Keterangan :

'0

H = Tinggi gelombang laut dalam ekivalen (m) H0 = Tinggi gelombang laut dalam (m)

K' = Koefisien defraksi

Kr = Koefisien refraksi

(21)

Bab III Metodologi Penelitian

2. Refraksi Gelombang dan Wave Shoaling

Refraksi terjadi dikarenakan adanya pengaruh perubahan kedalaman laut. Refraksi dan pendangkalan gelombang (Wave Shoaling) dapat menentukan tinggi gelombang di suatu tempat berdasarkan karakteristik gelombang datang. Refraksi mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap tinggi gelombang dan arah gelombang serta distribusi energi gelombang di sepanjang pantai. (Triatmodjo, 1999).

 Tinggi Gelombang

Tinggi gelombang akibat pengaruh refraksi gelombang dan pendangkalan (wave shoaling), menggunakan rumus :

* 0

*K H K

H s r

Keterangan :

H = Tinggi gelombangakibat pengaruh refraksi H0 = Tinggi gelombang laut dalam (m)

Ks = Koefisien pendangkalan (Shoaling), Kr = Koefisien refraksi

 Koefisien Refraksi

Cos Kr Cos

Dimana pada hukum snell berlaku apabila ditinjau gelombang di laut dalam dan di suatu titik yang ditinjau, yaitu :

(22)

Bab III Metodologi Penelitian

Gambar 3.6 Hukum Snell untuk refraksi gelombang (sumber : Triatmodjo 1999)

sin

C Sin C

Keterangan :

= Sudut antara garis puncak gelombang dan garis kontur dasar laut di titik yang ditinjau

Kr = Koefisien refraksi

C = Kecepatan rambat gelombang (m/s)

C = Kecepatan rambat gelombang di laut dalam (m/s)

(23)

Bab III Metodologi Penelitian

3. Difraksi Gelombang

Gambar 3.7 Difraksi gelombang dibelakang rintangan

(sumber : Triatmodjo 1999)

Difraksi terjadi apabila tinggi gelombang di suatu titik pada garis puncak gelombang lebih besar dari pada titik di dekatnya, yang menyebabkan perpindahan energi sepanjang puncak gelombang ke arah tinggi gelombang yang lebih kecil. Perbandingan anatara tinggi gelombang di titik yang terletak di daerah terlindung dan tinggi gelombang datang disebut koefisien difraksi K’, dapat dijelaskan menggunakan rumus:

P

A K H

H '

L r f

K' , , / Keterangan :

HA = Tinggi gelombang dibelakang rintangan (m)

HP = Tinggi gelombang di ujung pemecah gelombang (m)

(24)

Bab III Metodologi Penelitian

K = Koefisien difraksi 4. Refleksi Gelombang

Gelombang datang yang mengenai atau mmebentur suatu rintangan akan dipantulkan sebagian atau seluruhnya. Suatu bangunan yang mempunyai sisi miring dan terbuat dari tumpukan batu akan bisa menyerap energi gelombang yang lebih banyak dibanding dengan bangunan yang tegak dan masif. Bersar kemampuan suatu bangunan memantulkan gelombang diberikan oleh koefisien refleksi, yaitu perbandingan antara tinggi gelombang refleksi Hr dan tinggi gelombang datang Hi menggunakan rumus :

i r

H X H

Keterangan :

X = Koefisien refleksi

Hr = Tinggi gelombang refleksi (m) Hi = Tinggi gelombang datang (m)

Koefisien refleksi beberapa tipe bangunan dibelikan dalam tabel berikut :

Tabel 3.3 Koefisien refleksi (Triatmodjo, 1999)

(25)

Bab III Metodologi Penelitian

5. Gelombang Pecah

Gelombang yang merambat dari laut dalam menuju pantai mengalami perubahan bentuk karena adanya pengaruh perubahan kedalaman laut. Perubahan tersebut ditandai dengan puncak gelombang semakin tajam sampai akhirnya pada kedalaman tertentu. Kedalaman gelombang pecah (db) dan tinggi gelombang pecah (Hb) dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

3 1

' 3,3 '

1 Lo Ho Ho

Hb

Parameter Hb/Ho disebut dengan indeks tinggi gelombang pecah.

Gambar 3.8 menunjukan hubungan antara Hb/Ho danHb/Lo untuk berbagai kemiringan dasar laut. Gambar 3.9 menunjukan hubungan antara db/Hb dan Hb/gT² untuk berbagai kemiringan dasar. Gambar 3.9 dapat dituliskan menggunakan rumus :

2

1

gT b aHb Hb

db

Dimana a dan b merupakan fungsi kemiringan pantai m dan diberikan oleh persamaan berikut :

e m

a 43,751 19

e m

b 19,5 1

56 , 1

(26)

Bab III Metodologi Penelitian

Gambar 3.8 Grafik penentuan tinggi gelombang pecah (Hb)

(sumber : Triatmodjo 1999)

Gambar 3.9 Grafik penentuan kedalaman gelombang pecah (db)

(sumber : Triatmodjo 1999)

(27)

Bab III Metodologi Penelitian

3.2.6 Pemodelan Perubahan Garis Pantai

Untuk mempermudah dan mempercepat perencanaan menggunakan bantuan software. Dalam pemodelan perubahan garis pantai ini dipergunakan software GENESIS dan SMS.

1. Program GENESIS

Program GENESIS (Generalized Model For Simulating Shoreline Change) diperkenalkan oleh US Army Corps of Engineers. Program GENESIS dapat melakukan prediksi nilai longshore dan onshore sediment transport yang pada akhirnya akan digunakan untuk memprediksi garis pantai. Asumsi dasar yang digunakan dalam perhitungan adalah menggunakan one-line shoreline change model (model perubahan garis pantai satu garis) yang menganggap bahwa:

a. Profil pantai memiliki bentuk yang konstan.

b. Transpor sediment di sepanjang pantai disebabkan oleh gelombang pecah.

c. Detail struktur di sekitar nearshore dapat diabaikan.

d. Garis pantai yang digunakan yaitu garis pantai pada kontur ±0 kondisi Mean Sea Level (MSL).

e. Perubahan garis pantai yang bergerak maju mundur tergantung pada sediment yang masuk atau keluar.

(28)

Bab III Metodologi Penelitian

2. Program SMS

Program SMS (Surface Water Modeling System) adalah program yang dirancang untuk mentransformasikan kondisi oseanografi yang terjadi di alam ke dalam sebuah model simulasi satu dimensi, dua dimensi atau tiga dimensi dengan finite element metode (metode elemen hingga).

Model yang dipakai untuk membuat simulasi pola arus yang terjadi pada lokasi penelitian.

(29)

Bab III Metodologi Penelitian

Bagan alir tahap – tahap

“Analisis dan Identifikasi Kerusakan Garis Pantai di Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten”

``

Ya Data Lengkap

Mulai

- Studi Pustaka - Kebutuhan Data

TAHAPAN ANALISIS KERUSAKAN GARIS PANTAI - Analisis Pasang Surut Air Laut

- Analisis Data Angin - Analisis Gelombang

- Analisis Statistik dan Peramalan Gelombang - Analisis Deformasi Gelombang

INPUT DATA - Pasang Surut Air Laut - Angin

- Gelombang

- Topografi dan Bathimetri

Tidak

Hasil Analisa

PEMODELAN GARIS PANTAI - Menggunakan Program GENESIS - Menggunakan Program SMS

1

(30)

Bab III Metodologi Penelitian

Bagan alir tahap – tahap

“Analisis dan Identifikasi Kerusakan Garis Pantai di Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten”

1

Grafik/Video Simulasi Perubahan

Garis Pantai Pantai

Identifikasi Kerusakan Garis Pantai

Tabulasi Kerusakan Garis

Pantai

Alternatif Penanganan Kerusakan Garis

Pantai

Tabulasi Penanganan Kerusakan Garis

Pantai

Selesai

Gambar

Gambar 3.1  Peta Orientasi Kabupaten Tangerang   (sumber : google earth) 2. Pantai Tanjung pasir
Gambar 3.2 Windrose ( Mawar angin)   (sumber : Triatmodjo, 1999)
Gambar 3.3  Grafik hubungan antara kecepatan angin di laut dan di darat Dari kecepatan angin di dapat, dicari faktor tegangan angin (wind  stress factor)  dengan persamaan :
Gambar 3.4  Grafik yang digunakan untuk melakukan koreksi stabilitas
+7

Referensi

Dokumen terkait

“ Ya Allah, berikanlah bagi kami dari rasa takut (kami) kepada-Mu sesuatu yang dapat menghalangi kami dari berbuat maksiat kepada-Mu, dan dari ketaatan

3) Sikap dan sumber-sumber yang dimiliki kelompok masyarakat 4) Kesepakatan dan kemampuan kepemimpinan para pejabat pelaksana 3. Model yang dikemukan oleh Merilee S. Model

Pemanfaatan Hasil Penelitian Pengaruh Lama Waktu Fermentasi Basah Menggunakan Ragi Terhadap Kadarn Kafein pada Kopi Arabika (Coffea arabica L) sebagai Referensi Materi

Seperti yang dikemukakan Semi (1993): “berbicara atau bercakap memainkan peranan penting karena bahasa pada hakikatnya adalah bahasa lisan”. Dalam kehidupan sehari-hari

Lensa merupakan bagian utama dari kamera, elemen kaca atau plastik yang terdiri atas susunan elemen optik yang berfungsi untuk menangkap gambar di depan

Untuk meningkatkan usaha golongan ekonomi kecil, pemerintah melakukan upaya dengan memberikan kredit sebagai modal kerja dengan jumlah yang berbeda sesuai dengan

Sedangkan pada Badan Pendapatan Daerah dalam pelayanan pembuatan NPWPD dan pembayaran pajak yang terbagi dalam dua jenis pelayanan yakni offline dan online sudah

3 Bahasa Indonesia * 2 Eko Prasetiyo, M.Pd Perencaaan Pembelajaran AUD 2 Kandita Kurniasari Ayu A, M.Pd 1 Pendidikan Anak Dalam Keluarga 2 Dewi Susilo Reni, M.Pd.I Bahasa Arab AUD