BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Salah satu yang berperan dalam peningkatan kualitas SDM adalah gizi yang baik, terutama untuk peningkatan gizi remaja. Obesitas merupakan salah satu masalah gizi pada remaja yang dapat mempengaruhi kualitas SDM. Kejadian obesitas ditandai dengan berat badan berlebih bila dibandingkan dengan usia atau tinggi badan remaja sebaya (Hariyani, 2011). Obesitas adalah gangguan dalam metabolisme yang melibatkan jaringan lemak tubuh berlebihan yang dapat menyebabkan gangguan medis dan psikososial (Alton, 2005).
Di Indonesia terjadi peningkatan jumlah penderita obesitas baik dari usia anak hingga tua. Hasil terbaru dari Laporan Riskesdas tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi gemuk pada kelompok remaja umur 16-18 tahun dari seluruh provinisi di Indonesia meningkat dari 1,4%
(2010) menjadi 7,3% (2013), di mana hasil ini terdiri dari 5,7% gemuk dan 1,6% obesitas. Adapun prevalensi status gizi kelompok remaja umur 16- 18 tahun di Provinsi Yogyakarta menurut Kemenkes (2013) adalah 9%
gemuk dan 2% obesitas.
Saha (2009) cit. Pusparini (2013) menyebutkan bahwa salah satu faktor penyebab obesitas adalah stres, baik karena faktor pendidikan maupun lingkungan. Stres didefinisikan sebagai hasil dari pengalaman emosi negatif yang muncul dari ketidaksesuaian antara harapan individu
mengenai stressor dan kemampuan untuk mengatasi stres tersebut.
Prawitasari (2011) mengatakan bahwa stres memiliki keterkaitan antara tekanan, kondisi fisik, dan kondisi biologis. Pada masa remaja tingkat stres meningkat karena remaja harus berusaha menyesuaikan diri dengan perubahan fisik dan emosional dalam dirinya serta mengatasi konflik-konflik yang terjadi dalam hidupnya (Papalia et al., 2008).
Daya tahan individu dalam menghadapi stressor atau nilai ambang frustasi pada setiap orang berbeda. Individu dengan toleransi stres rendah, tidak dapat mengendalikan stressor, sehingga akan mengalami stres (Sheridan dan Rachmacher, 1992, cit. Hartono, 2002).
Menurut Bayd dan Nihart (1998) dalam Kurniawati (2007) bahwa seseorang akan mengalami perubahan pola makan selama periode stres.
Makan berlebih merupakan respon terhadap ketegangan emosional tidak spesifik, atau merupakan substitusi dari gratifikasi yang tidak dapat ditoleransi pada situasi tertentu, atau merupakan gejala dari gangguan emosional yang mendasarinya, terutama depresi (Elvira, 2005).
Individu dengan obesitas memiliki rasa lapar yang tidak tertahankan, ditandai dengan adanya dorongan untuk makan untuk menghindari konsekuensi yang dikhawatirkan (Sibilia, 2010). Penelitian Nishitani dan Sakakibara (2006) menunjukkan bahwa stres secara psikis dapat memunculkan kecemasan. Perilaku makan subjek yang mengalami kecemasan serupa dengan keadaan subjek yang mengalami obesitas..
Apabila hal tersebut berlangsung secara terus menerus, maka semakin tinggi resiko terhadap penyakit kronik, seperti diabetes, penyakit kardiovaskuler, dan kanker (WHO, 2012 cit Putri, 2012).
Penelitian sebelumnya meneliti tentang hubungan antara toleransi stres dengan kejadian binge eating disorders pada remaja obesitas namun hasil yang diperoleh tidak bermakna (Kurniawati, 2007). Penelitian lain tentang hubungan stres terhadap gaya hidup pada remaja, di mana salah satu penilaian terhadap gaya hidup yaitu pola makan juga menunjukkan hasil yang tidak bermakna (Aortatika et al., 2013).
Berdasarkan keterangan di atas guna memperbaiki penelitian sebelumnya, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan antara toleransi stres dengan pola makan pada remaja di Yogyakarta.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:
1. Apakah terdapat perbedaan toleransi stres antara remaja laki-laki dan perempuan di Yogyakarta?
2. Apakah terdapat perbedaan toleransi stres antara remaja obes dan non obes di Yogyakarta?
3. Apakah terdapat perbedaan pola makan antara remaja laki-laki dan perempuan di Yogyakarta?
4. Apakah terdapat perbedaan pola makan antara remaja obes dan non obes di Yogyakarta?
5. Bagaimana hubungan antara toleransi stres dengan pola makan pada remaja di Yogyakarta?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara toleransi stres dengan pola makan pada remaja di Yogyakarta.
2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui perbedaan toleransi stres antara remaja laki-laki dan perempuan di Yogyakarta.
2. Untuk mengetahui perbedaan toleransi stres antara remaja obes dan non obes di Yogyakarta.
3. Untuk mengetahui perbedaan pola makan antara remaja laki-laki dan perempuan di Yogyakarta.
4. Untuk mengetahui perbedaan pola makan antara remaja obes dan non obes di Yogyakarta.
5. Untuk menganalisis hubungan antara toleransi stres dengan pola makan pada remaja di Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Menambah khasanah ilmu kesehatan jiwa dan ilmu gizi terutama tentang hubungan antara toleransi stres dengan pola makan pada remaja di Yogyakarta.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Pemegang Kebijakan SMA di Yogyakarta
Sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan dalam hal pemberian informasi kesehatan kepada para siswa tentang
mekanisme koping stres dan asupan makanan yang baik sehingga dapat terhindar dari pola makan yang salah yang dapat menyebabkan obesitas.
b. Bagi Peneliti
Sebagai sarana yang dapat memfasilitasi peneliti dalam mengembangkan kemampuan dalam meneliti sekaligus mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh sebelumnya selama menempuh pendidikan di S1 Gizi Kesehatan UGM.
c. Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Sebagai sumber referensi pada penelitian selanjutnya bagi penulis lain yang memiliki ketertarikan yang sama untuk meneliti hubungan antara toleransi stres dengan pola makan pada remaja lebih lanjut.
E. Keaslian Penelitian
1. Hubungan Toleransi Stres dengan Kecenderungan Binge Eating Disorder dan Obesitas pada Siswa SMA 1 Muhammadiyah
Yogyakarta (Kurniawati, 2007). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat toleransi stres dan kecenderungan binge eating disorder pada remaja obesitas di SMA Muhammadiyah
1 Yogyakarta. Berdasarkan hasil penelitian diketahui sekitar 80,8%
remaja obesitas mempunyai tingkat toleransi stres sedang dan 45,2%
mempunyai kecenderungan binge eating disorder. Tidak terdapat hubungan antara toleransi stres, kecenderungan binge eating disorder dan obesitas. Namun, terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat toleransi stres dengan kecenderungan binge eating
disorder pada kelompok perempuan. Persamaan dari penelitian ini
adalah desain penelitian yaitu cross sectional dan variabel bebas yaitu toleransi stres. Perbedaan dari penelitian ini adalah subjek penelitian dan variabel terikat. Subjek pada penelitian yang akan dilakukan yaitu siswa SMA baik obes maupun non obes. Variabel terikat pada penelitian yang akan dilakukan yaitu pola makan.
2. Induction of food craving experience; the role of mental imagery, dietary restraint, mood and coping strategies (Lobera et al., 2012).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kondisi mental terhadap keinginan mengkonsumsi makanan dan menganalisis peran variabel psikologis yang berbeda pada masing-masing individu. Hasil penelitian ini adalah kecemasan, depresi dan strategi coping stress yang buruk mempengaruhi keinginan untuk mengkonsumsi makanan manis khususnya cokelat. Perbedaan pada penelitian ini adalah subjek, variabel dan lokasi penelitian. Subjek pada penelitian ini adalah mahasiswa sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan pada siswa SMA. Variabel pada penelitian ini adalah kondisi mental dan keinginan mrengonsumsi makanan, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan variabel penelitian berupa variabel bebas yaitu toleransi stres dan variabel terikat yaitu pola makan. Penelitian ini berlokasi di Spanyol, sedangkan penelitian yang akan dilakukan berlokasi di Yogyakarta, Indonesia.
3. Hubungan Stres terhadap Gaya Hidup Remaja Obesitas di Kota Malang (Aortatika et al., 2013). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan stres terhadap gaya hidup. Hasil penelitian
menggunakan analisis chi-square didapatkan sebesar 0,578 (p>0,05) dengan jumlah remaja yang mengalami stres sebesar 40% dan responden menjalani gaya hidup baik sebesar 82%. Disimpulkan bahwa stres tidak mempengaruhi gaya hidup pada remaja obesitas di Kota Malang. Persamaan pada penelitian ini adalah desain penelitian yaitu cross sectional. Perbedaan pada penelitian ini adalah subjek, variabel, dan lokasi penelitian. Subjek pada penelitian yang akan dilakukan adalah siswa SMA baik obes maupun non obes. Variabel pada penelitian yang akan dilakukan berupa variabel bebas yaitu toleransi stres dan variabel terikat yaitu pola makan. Penelitian yang akan dilakukan berlokasi di Yogyakarta, Indonesia.
4. Hubungan status stres psikososial dengan konsumsi makanan dan status gizi siswa SMU Methodist 8 Medan (Nadeak et al., 2013).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status stres psikososial dengan konsumsi makanan dan status gizi siswa SMU Methodist 8 Medan. Hasil penelitian ini menunjukkan 47 responden (61,0%) memiliki status stres psikososial yang parah dan 18 responden (23,4%) dengan memiliki status stres psikososial menengah. Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara status stres psikososial dengan konsumsi pangan, antara status stres psikososial dengan status gizi, dan antara konsumsi energi dengan status gizi siswa. Persamaan penelitian ini adalah desain penelitian yaitu cross sectional.
Perbedaan penelitian ini adalah variabel penelitian. Variabel pada penelitian ini berupa variabel bebas yaitu stres psikososial dan
variabel terikat yaitu konsumsi makanan dan status gizi. Variabel penelitian yang akan dilakukan berupa variabel bebas yaitu toleransi stres dan variabel terikat yaitu pola makan.