• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Dunia perindustrian semakin berkembang pesat pada saat ini. Perkembangan tersebut tidak luput dari kemajuan ilmu pengetahuan dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Dunia perindustrian semakin berkembang pesat pada saat ini. Perkembangan tersebut tidak luput dari kemajuan ilmu pengetahuan dan"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dunia perindustrian semakin berkembang pesat pada saat ini.

Perkembangan tersebut tidak luput dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan industri meliputi sektor pertanian, kerajinan tangan, makanan, properti dan lain sebagainya. Perkembangan industri yang pesat ini diiringi pula oleh adanya risiko bahaya yang lebih besar dan beraneka ragam karena adanya alih teknologi dimana penggunaan mesin dan peralatan kerja yang semakin kompleks untuk mendukung berjalannya proses produksi. Hal ini dapat menimbulkan masalah kesehatan dan keselamatan kerja. 1

Perkembangan teknologi meliputi Mesin-mesin, alat-alat, pesawat- pesawat baru dan sebagainya banyak dipakai sekarang ini. Bahan-bahan teknis baru banyak diolah dan dipergunakan, serta m ekanisasi dan elektrifikasi diperluas di mana-mana. Dengan majunya industrialisasi, mekanisasi, elektrifikasi dan modernisasi, maka dalam kebanyakan hal berlangsung pulalah peningkatan intensitas kerja operasional dan tempo kerja para pekerja. 2

Oleh karena itu, diperlukan pengerahan tenaga secara intensif pula dari para pekerja. Kelelahan, kurang perhatian akan hal lain merupakan akibat dari padanya dan menjadi sebab terjadinya kecelakaan. Bahan-bahan yang mengandung racun, mesin-mesin, alat-alat, pesawat-pesawat yang serba pelik

(2)

serta cara-cara kerja yang buruk, kekurangan keterampilan dan latihan kerja, tidak adanya pengetahuan tentang sumber bahaya yang baru, senantiasa menjadi sumber-sumber bahaya dan penyakit akibat kerja. 2

Menurut data ILO tahun 2013 tercatat lebih dari 2,44 juta orang didunia meninggal dunia akibat kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Sekitar 321.000 akibat kecelakaan kerja dan sekitar 2,02 juta akibat penyakit akibat kerja. Menurut jamsostek tahun 2012 terjadi kecenderungan peningkatan kecelakaan kerja. Pada tahun 2007 terdapat 83,714 kasus kecelakaan kerja, Tahun 2008 terdapat 94,736 kasus, tahun 2009 terdapat 96, 314 kasus, tahun 2010 terdapat 98,771 kasus, tahun 2011 terdapat 99,491 kasus dan tahun 2012 terdapat 103,000 kasus. Kecelakaan kerja tertinggi terjadi di lingkungan industri.3

Bagian produksi yang disebut juga sebagai pabrik merupakan tempat melakukan proses produksi. Bagian produksi sebagai salah satu tempat diterapkannya penggunaan alat dan mesin, menjadi tempat dengan potensi bahaya yang besar dan risiko pekerjaan yang tinggi. Hal ini menjadi fokus perusahaan agar dapat dilakukan pengendalian bahaya dan pengendalian risiko pekerjaan untuk melindungi pekerja dari kecelakaan kerja.

PT. Utama Core Albasia yang berada di Kecamatan Cangkiran Kabupaten Sem arang Jawa Tengah Indonesia adalah suatu perusahaan yang mengolah kayu menjadi triplek. Dimana jumlah pekerja keseluruhan 250 orang pekerja, jumlah pekerja pada bagian staf sebanyak 30 orang, jumlah pekerja pada bagian produksi sebanyak 220 orang pekerja. Perusahaan kayu tersebut memiliki waktu kerja 8 jam setiap harinya kemudian ditambah 4 jam untuk waktu

(3)

lembur, terdapat dua shift jam kerja yaitu sift pagi antara jam 7 pagi sampai jam 3 sore, kemudian sift malam dari jam 7 malam sampai jam 3 pagi, jika dilihat dari jumlah jam kerja yang ditambah jam kerja lembur maka sangat berpotensi terhadap kejadian kecelakaan ditempat kerja.

Berdasarkan hasil survei awal yang dilakukan pada tanggal 8-9 April 2016, PT. Utama Core Albasia memiliki beberapa unit stasiun kerja yang saling menunjang berjalannya proses produksi. Diantara beberapa unit yang dimiliki yaitu bagian rotari, spindeles (pemotongan), driyer (pengeringan), hot pres, playwod, finishing.pada bagian produksi inilah yang memiliki potensi risiko yang

cukup tinggi terhadap kejadian kecelakaan kerja karyawannya.

Setiap tahap proses produksi yang bekerja tidak hanya manusia saja, tetapi juga dibantu oleh alat atau mesin produksi yang senantiasa berputar sehingga menimbulkan kebisingan dan getaran. Risiko di departemen produksi antara lain anggota badan terkena mesin, tertimpa kayu, terkena serpihan kayu, terjepit tumpukan kayu, terkena pisau/triplek, tertabrak troli.

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan pada 25 pekerja PT. Utama Core Albasia diperoleh hasil bahwa 88% pernah mengalami kecelakaan kerja, dengan jenis kecelakaan kerja yang dialami yaitu: tertimpa kayu 22%, terjepit kayu 31%, tergores pisau/triplek 31%, tersulut mesin hot pres 8%, tertabrak troli 8%. berdasarkan data diatas maka kecelakaan yang terjadi dilapangan bukan merupakan kesalahan dari sisi manajemen, melainkan kesalahan dari faktor manusia yang bekerja.

(4)

Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kecelakaan kerja pada pekerja pengangkut kayu di penggergajian kayu Jepara, menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara umur, pengetahuan, penggunaan APD dengan kejadian kecelakaan kerja.

Sedangkan ada hubungan antara masa kerja dengan kecelakaan kerja.4 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terjadinya kecelakaan dikarenakan lamanya seseorang bekerja dalam perusahaan tersebut.

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dilihat bahwa pekerjaan di departemen produksi memiliki risiko yang cukup tinggi terhadap kejadian kecelakaan kerja bagi karyawannya. Kebijakan manajemen K3, peraturan tertulis serta APD yang telah disediakan tidak akan berguna apabila tidak dilaksanakan dan didukung oleh pekerjanya. K3 hendaknya menjadi bagian yang diutamakan di sebuah perusahaan khususnya di unit-unit kerja yang memiliki risiko tinggi terhadap kejadian kecelakaan kerja pada pekerjanya.

Faktor-faktor yang mempengeraruhi kejadian kecelakaan kerja di departemen produksi diantaranya adalah umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama kerja, masa kerja, unsafe action dan unsafe condition, dengan demikian sangat penting untuk diidentifikasi sehingga dapat menjadi data dasar bagi perusahaan dalam rangka menciptakan budaya K3. Selain itu, belum adanya penelitian mengenai Faktor-faktor yang m empengeraruhi kejadian kecelakaan kerja pada pekerja di PT. Utama Core Albasia, mendorong penulis untuk melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian kecelakaan kerja pada pekerja di departemen produksi PT. Utama Core Albasia.

(5)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kejadian kecelakaan kerja pada pekerja di departemen produksi PT. Utama Core Albasia di Kecamatan Cangkiran?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Menganalisis faktor-faktor yang m empengaruhi kejadian kecelakaan kerja pada pekerja di departemen produksi PT. Utama Core Albasia.

2. Tujuan khusus

a. Mendeskripsikan kejadian kecelakaan kerja di PT. Utama Core Albasia b. Mendeskripsikan tentang umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama kerja, masa kerja, unsafe action, unsafe condition dengan kejadian kecelakaan kerja di PT. Utama Core Albasia

c. Menganalisa hubungan antara umur tenaga kerja dengan kejadian kecelakaan kerja di PT. Utama Core Albasia

d. Menganalisa hubungan antara jenis kelamin tenaga kerja dengan kejadian kecelakaan kerja di PT. Utama Core Albasia

e. Menganalisa hubungan antara tingkat pendidikan tenaga kerja dengan kejadian kecelakaan kerja di PT. Utama Core Albasia

(6)

f.

Menganalisa hubungan antara lama kerja tenaga kerja dengan kejadian kecelakaan kerja di PT. Utama Core Albasia

g.

Menganalisa hubungan antara masa kerja tenaga kerja dengan kejadian kecelakaan kerja di PT. Utama Core Albasia

h.

Menganalisa hubungan antara unsafe action tenaga kerja dengan kejadian kecelakaan kerja di PT. Utama Core Albasia

i.

Menganalisa hubungan antara unsafe condition tenaga kerja dengan kejadian kecelakaan kerja di PT. Utama Core Albasia

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Keilmuan

Penelitian ini dapat dijadikan Sebagai bahan pustaka untuk mengembangkan ilmu kesehatan masyarakat khususnya bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja Lingkungan Industri (K3LI).

2. Bagi Program

Sebagai bahan tambahan pengetahuan dan pengalaman berharga dalam penelitian dan penulisan ilmiah.

3. Bagi pekerja

Meningkatkan pengetahuan pekerja tentang risiko kecelakaan ditempat kerja yang sangat rawan terhadap terjadinya kecelakaan kerja.

(7)

E. Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Tabel Keaslian Penelitian Nama peneliti Judul

penelitian

Metode Hasil

penelitian 1. Mahda Nur

widiatm oko Tahun 2013

Faktor-faktor yang

berhubungan dengan kejadian kecelakaan kerja pada pekerja pengangkut kayu di penggergajian Kayu Jepara Tahun 2013

a. Variabel bebas:

umur, lama kerja, masa kerja, perilaku berbahaya, praktik

penggunaan APD b. Variabel terikat:

kejadian

kecelakaan kerja

Tidak ada hubungan umur, pengetahuan penggunaan APD dengan kecelakaan kerja, ada hubungan masa kerja dengan kecelakaan kerja.

2. Murniyati Tahun 2014

Faktor-faktor yang

berhubungan dengan kejadian kecelakaan kerja pada pekerja pande besi di dusun Tahunan desa Putatsari Kecamatan Grobogan Tahun 2014

a. Variabel bebas:

umur, lama kerja, masa kerja, tindakan

berbahaya,kondisi berbahaya, praktik penggunaan APD.

b. Variabel terikat:

kejadian

kecelakaan kerja.

Tidak ada hubungan antara umur, lama kerja, masa kerja, dan praktik penggunaan APD dengan kecelakaan kerja.

(8)

Tabel 1.1 Tabel Keaslian Penelitian (lanjutan )

Nama Peneliti Judul Penelitian Metode Hasil Penelitian

3. Anwarudin Tahun 2016

Faktor-faktor yang

berhubungan dengan

kecelakaan kerja pada pekerja bengkel pengelasan di Kota Ungaran tahun 2016

a. Variabel bebas:

umur, masa kerja, lama kerja,perila ku

berbahaya, penggunaa n APD, kebiasaan merokok.

b. Variabel terikat:

kecelakaan akibat kerja.

Tidak ada hubungan antara umur, masa kerja, lama kerja, perilaku berbahaya, praktik penggunaan APD, dan kebiasaan merokok tidah berhubungan secara signifikan dengan kejadian kecelakaan kerja pada pekerja bengkel las.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang sudah ada terletak pada obyek penelitian, yaitu pada pekerja pabrik kayu PT. Utama Core Albasia dan pada variabel bebas yaitu peneliti menambahkan pada tingkat pendidikan, jenis kelamin, unsafe action dan unsafe condition.

(9)

F. Ruang Lingkup Penelitian

1. Lingkup Keilmuan

Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini di bidang kesehatan dan keselamatan kerja.

2. Lingkup Materi

Lingkup materi penelitian ini adalah kesehatan dan keselamatan kerja (K3LI). Materi yang dibahas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian kecelakaan kerja di departemen produksi PT. Utama Core Albasia.

3. Lingkup lokasi

Lingkup lokasi yang menjadi tempat penelitian berada di PT. Utama Core Albasia.

4. Lingkup metode

Penelitian ini menggunakan metode wawancara serta kuisioner dengan para pekerja PT. Utama Core Albasia.

5. Lingkup sasaran

Sasaran penelitian ini adalah pekerja pada bagian produksi pabrik kayu PT. Utama Core Albasia

6. Lingkup waktu

Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2016 – Januari 2017.

(10)

10

A. Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

1. Definisi Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

K3 atau Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah suatu sistem program yang dibuat untuk pekerja maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan (preventif) timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian.

Tujuan dari dibuatnya sistem ini adalah untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja. 9

2. Definisi Kecelakaan Kerja

Kecelakaan tidak terjadi kebetulan, melainkan ada sebabnya. Oleh karena ada penyebabnya, sebab kecelakaan harus diteliti dan ditemukan, agar untuk selanjutnya dengan tindakan korektif yang ditujukan kepada penyebab itu serta dengan upaya preventif lebih lanjut kecelakaan dapat dicegah dan kecelakaan serupa tidak berulang kembali. World Health Organization (WHO) mendefinisikan kecelakaan sebagai suatu kejadian

(11)

yang tidak dapat dipersiapkan penanggulangan sebelumnya sehingga menghasilkan cedera yang riil. 8

Kecelakaan bukan terjadi, tetapi disebabkan oleh kelemahan di sisi perusahaan, pekerja, atau keduanya. Akibat yang ditimbulkannya dapat memunculkan trauma bagi keduanya; bagi pekerja, cedera dapat berpengaruh terhadap pribadi, keluarga, dan kualitas hidupnya, sedangkan bagi perusahaan, berupa kerugian produksi, waktu terbuang untuk penyelidikan, dan yang terburuk biaya untuk proses hukum. 9

Heinrich menyatakan bahwa kecelakaan bukanlah suatu peristiwa tunggal, melainkan hasil dari serangkaian penyebab yang saling berkaitan.

Dengan Teori Dominonya, Heinrich menggambarkan penyebab (keadaan atau situasi) yang mengawali kecelakaan yang menimbulkan cidera atau kerusakan. Dimana jika satu domino jatuh maka domino ini akan menimpa domnio-domino yang lainnya hingga domino yang terakhirpun jatuh yang artinya kecelakaan. Jika salah satu dari domino (sebab-sebab) itu dihilangkan (m isalnya dengan m elakukan tindakan keselamatan kerja yang benar), maka tidak akan ada kecelakaan.9

3. Klasifikasi Kecelakaan Kerja

Menurut ILO, kecelakaan kerja di klasifikasikan menjadi 4 golongan, yaitu:1 0

a. Klasifikasi Menurut Jenis Kecelakaan

Menurut jenis kecelakaan, kecelakaan di klasifikasikan sebagai berikut

:

(12)

1. Terjatuh

2. Tertimpa benda 3. Tertumbuk 4. Terjepit

5. Gerakan melebihi kemampuan 6. Pengaruh suhu

7. Terkena arus listrik

8. Terkena bahan-bahan berbahaya/radiasi b. Klasifikasi m enurut penyebab kecelakaan

Menurut penyebab kecelakaan, kecelakaan di klasifikasikan sebagai berikut:

1. Mesin 2. Alat angkut

3. Peralatan lain, seperti dapur pembakaran atau pemanas, instalasi listrik

4. Bahan-bahan zat kimia atau radiasi

5. Lingkungan kerja, misalnya di ketinggian atau kedalaman tanah.

c. Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan

Menurut sifat luka atau kelainan, kecelakaan di klasifikasikan sebagai berikut:

1. Patah tulang

2. Dislokasi ( keseleo ) 3. Regang otot ( urat )

4. Memar dan luka dalam yang lain 5. Amputasi

(13)

6. Luka di permukaan 7. Geger dan remuk 8. Luka bakar

9. Keracunan-keracunan mendadak 10. Pengaruh radiasi

11. Lain-lain

d. Klasifikasi menurut letak kelainan atau cacat di tubuh

Menurut letak kelainan atau cacat di tubuh, kecelakaan di klasifikasikan sebagai berikut:

1. Kepala 2. Leher 3. Badan 4. Anggota atas 5. Anggota bawah 6. Banyak tempat

7. Letak lain yang tidak termasuk klasifikasi tersebut

4. Penyebab Kecelakaan Kerja

Kecelakaan tidak terjadi kebetulan, melainkan ada sebabnya.

Kecelakaan terjadi karena adanya serangkaian peristiwa yang sebelumnya mendahului terjadinya kecelakaan. Menurut Heinrich dengan teori dominonya, beberapa contoh tipikal penyebab kecelakaan kerja, yaitu :9

a. Situasi kerja :

(14)

1) Pengendalian manajemen yang kurang 2) Standar kerja yang minim

3) Perlengkapan yang gagal atau tempat kerja yang tidak mencukupi b. Kesalahan orang :

1) Keterampilan dan pengetahuan yang minim 2) Masalah fisik atau mental

3) Motivasi yang minim atau salah penempatan 4) Perhatian yang kurang

c. Tindakan tidak aman :

1) Tidak mengikuti metode kerja yang telah disetujui 2) Mengambil jalan pintas

3) Menyingkirkan atau tidak menggunakan perlengkapan keselamatan kerja

d. Kecelakaan :

1) Kejadian yang tidak terduga

2) Akibat kontak dengan mesin atau listrik yang berbahaya 3) Terjatuh

4) Tertekan mesin atau material yang jatuh, dan sebagainya

Menurut Bird dan Loftus pada Tahun 1969 di Amerika Utara mengemukakan formula 1-10-30-600, yang berarti dalam satu kejadian cidera berat, 10 orang cidera ringan, kurang lebih 30 properti rusak, dan 600 Incident yang tidak terlihat adanya kecederaan dan kerusakan. 1 1

Gordon mengemukakan teori penyebab berganda (Multiple Causation Theory) yang memiliki dasar Epidemiologi. Dalam teorinya

Gordon menjelaskan bahwa kecelakaan adalah hasil interaksi yang

(15)

kompleks dan acak antara korban, agen dan lingkungan serta tidak dapat diterangkan hanya dengan memperhatikan satu dari ketiga faktor diatas.11

Haddon mem perkenalkan Model Perubahan Energi (Energy Exchange Model) yang menjelaskan bahwa bahaya tidak selalu digambarkan dengan obyek, melainkan dalam bentuk perubahan energi yang menyebabkan cidera.Model perubahan energi ini dapat dilihat dalam contoh cidera berikut: 1 1

a. Cidera tingkat 1: disebabkan oleh pengiriman energi yang berlebihan yang menyebabkan cidera pada sebagian atau seluruh tubuh. Bentuk energi yang dikirim berupa: mekanik, listrik, panas dan kimia.

b. Cidera tingkat 2: disebabkan oleh gangguan terhadap ambang batas perubahan energi seluruh tubuh atau normal. Bentuk perubahan energi dapat diganggu oleh: penggunaan oksigen, radiasi ion, dan keseimbangan suhu.

Menurut Sumakmur penyebab kecelakaan kerja dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu: 11

a. Kondisi berbahaya (Unsafe Condition), yaitu suatu kondisi tidak aman dari mesin, lingkungan,sifat pekerja, dan cara kerja. Kondisi berbahaya ini terjadi antara lain karena:

1. Alat pelindung tidak efektif 2. Pakaian kerja yang kurang cocok 3. Bahan-bahan yang berbahaya 4. Penerangan, ventilasi yang tidak baik 5. Alat yang tidak aman walau dibutuhkan 6. Alat atau mesin yang tidak efektif

(16)

b. Perbuatan berbahaya ( Unsafe Action), yaitu perbuatan berbahaya dari manusia atau pekerja yang dilatar belakangi oleh faktor-faktor intern seperti sikap dan tingkah laku yang tidak aman, kurang pengetahuan dan keterampilan, cacat tubuh yang tidak trlihat, keletihan dan kelesuan.

Menurut Suma’mur sebab-sebab kecelakaan akibat kerja ada dua golongan penyebab yaitu: 1 2

1. Factor mekanis dan lingkungan, yang meliputi segala sesuatu selain manusia. Misalnya diperusahaan-perusahaan sebab-sebab kecelakaan dapat disusun menurut golongan bahan, mesin penggerak dan pengangkat, jatuh dilantai dan tertimpa benda jatuh, pemakaian alat-alat atau perkakas yang dipegang dengan tangan, menginjak atau terbentur barang, luka-luka bakar oleh benda-benda pijar dan pengangkutan.

2. Factor manusia: manusia itu sendiri yang menyebabkan kecelakaan, misalnya seorang pekerja mengalami kecelakaan yang disebabkan kejatuhan benda dapat mengenai kepalanya, sesungguhnya ia tidak harus mendapat kecelakaan itu, seandainya ia mengikuti petunjuk untuk tidak berjalan dibawah alat angkkat barang, jadi sebabnya dalam hal ini adalah factor manusia.

(17)

5. Pencegahan Kecelakaan Kerja

Berbagai cara yang umum digunakan untuk meningkatkan keselamatan kerja dalam industri diklasifikasikan sebagai berikut: 1 0 a. Peraturan-peraturan, yaitu ketentuan yang harus dipatuhi mengenai

hal-hal seperti kondisi kerja umum, perancangan, konstruksi, pemeliharaan, pengawasan, pengujian dan pengoperasian peralatan industri, kewajiban-kewajiban para pengusaha dan pekerja, pelatihan, pengawasan kesehatan, pertolongan pertam a, dan pemeriksaan kesehatan.

b. Standarisasi yaitu menetapkan standar-standar resmi, setengah resmi, ataupun tidak resmi, misalnya mengenai konstruksi yang aman dari jenis-jenis peralatan industri tertentu, kebiasaan-kebiasaan yang aman dan sehat, ataupun tentang alat pengamanan perorangan.

c. Pengawasan, sebagai contoh adalah usaha-usaha penegakan peraturan yang harus dipatuhi.

d. Riset teknis, termasuk hal-hal seperti penyelidikan peralatan dan ciri- ciri dari bahan berbahaya, penelitian tentang pelindung mesin, pengujian masker pernafasan, penyelidikan berbagai metode pencegahan ledakan gas dan debu, atau pencarian bahan-bahan yang cocok serta perancangan tali kerekan dan alat-alat kerekan lainnya.

e. Riset medis, termasuk penyelidikan dampak fungsiologis dan patologis dari faktor-faktor lingkungan dan teknologi, serta kondisi- kondisi fisik yang merangsang terjadinya kecelakaan.

(18)

f. Riset psikologis, sebagai contoh adalah penyelidikan pola-pola psikologis yang dapat mengakibatkan kecelakaan.

g. Riset statistik, untuk mengetahui jenis kecelakaan yang terjadi, berapa banyak, kepada tipe orang yang bagaimana yang menjadi korban, dalam kegiatan-kegiatan seperti apa, dan apa saja yang menjadi penyebab.

h. Pendidikan, meliputi pengajaran subyek keselamatan sebagai mata ajaran dalam akademi teknik, sekolah-sekolah dagang ataupun kursus-kursus m agang.

i. Pelatihan, sebagai contoh yaitu pem berian instruksi-instruksi praktis bagi para pekerja, khususnya bagi pekerja baru, dalam hal-hal keselamatan kerja.

j. Persuasi, sebagai contoh yaitu penerapan barbagai m etode publikasi dan imbauan untuk mengembangkan kesadaran akan keselamatan.

k. Asuransi, yaitu dengan cara penyediaan dana-dana untuk meningkatkan upaya-upaya pencegahan kecelakaan, m isalnya pabrik-pabrik yang telah mengadakan standar pengamanan yang tinggi

l. Tindakan-tindakan pengamanan yang dilakukan oleh m asing-masing individu.

Beberapa teknik yang dilakukan untuk pencegahan kecelakaan yaitu sebagai berikut: 9

a. teknik-teknik praktis pencegahan kecelakaan 1. nyaris

(19)

a. membudayakan pelaporan kecelakaan yang nyaris terjadi b. menyelidikinya untuk mencegah kecelakaan serius c. menum buhkan budaya tidak saling menyalahkan 2. identifikasi bahaya

a. dengan melakukan inspeksi

b. melalui patroli dan inspeksi keselamatan kerja c. laporan dari operator

d. laporan dalam jurnal-jurnal teknis

3. penyingkitran bahaya

a. dengan sarana-sarana teknis b. mengubah pabrik

c. mengubah material d. mengubah proses 4. pengurangan bahaya

a. dengan sarana teknis, memodifikasi perlengkapan b. pemberian pelindung

c. pemberian alat [elindung diri

5. melakukan penilaian risiko, memastikan bahwa kesehatan dan keselamatan pekerja tidak terkena risiko pada saat bekerja 6. pengendalian risiko residual

a. dengan sarana teknis b. sistem kerja yang aman c. pelatihan para pekerja.

(20)

b. Teknik–teknik manajemen 1. Kom itmen

a. Mengimplementasikan prosedur laporan kejadian dan memantau pelaksanaannya

b. Manajer dilibatkan dan bertekad mencegah kecelakaan c. Memiliki kebijakan keselamatan kerja yang efektif

d. Membentuk organisasi formal dengan tanggung jawab- tanggung jawab keselamatan kerja

e. Mengembangkan aturan, standar, dan sistem kerja yang aman.

f. Memastikan komunikasi yang berjalan baik g. Memiliki prosedur konsultasi yang efektip h. Menggunakan analisis pekerjaan yang aman

i. Memantau kinerja dan menindaklanjuti perbaikan kelemahan

j. Memasukkan faktor keselamatan kerja sejak tahap pendesainan

k. Menjaminan kualitas dan keselamatan kerja c. Peran perekayasa teknik

1. Pengetahuan

a. Tentang teknik-teknik melindungi permesinan b. Tentang metode kerja operator

2. Pemeliharaan

a. Tindakan pencegahan di area berisiko tinggi b. Mem butuhkan keteram pilan dalam pengoperasian

(21)

c. Pelatihan teknis

d. Sistem kerja yang aman 3. Pabrik dan perlengkapan

a. Membuat operator terbiasa dengan pabrik dan perlengkapan

b. Merawat dengan baik c. Pemeliharaan pencegahan d. Kerugian biaya

1. Biaya langsung

a. Gaji yang dibayarkan kepada pekerja yang sakit b. Perbaikan atas kerusakan pabrik

c. Kerugian produksi

d. Peningkatan biaya asuransi 2. Biaya tidak langsung

a. Biaya penyelidikan b. Kehilangan niat baik

c. Mempekerjakan dan melatih pekerja pengganti.

B. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kecelakaan kerja

Dari berbagai macam teori, teori yang sering digunakan ialah tiga faktor utama (three main factor), yaitu: 1 0

a. Faktor Pekerjaan

Sangat berpengaruh terhadap terjadinya resiko kecelakaan kerja, yang dapat mempengaruhi antara lain :

(22)

1) Waktu kerja : bagi seorang tenaga kerja, waktu kerja menentukan efisiensi dan produktifitasnya.

2) Beban kerja : pekerjaan yang dibebankan kepada tenaga kerja baik berupa beban fisik maupun beban mental yang menjadi tanggung jawabnya.

3) Penggunaan APD : menggunakan APD (Alat Pelindung Diri) saat bekerja mengurangi resiko potensial kecelakaan kerja .

4) Peralatan / mesin : pengecekan rutin, memastikan peralatan atau mesin dalam keadaan baik saat digunakan.

b. Faktor Manusia

Kemampuan seorang tenaga kerja berbeda antara satu dengan yang lain, tergantung dengan :

1) Usia : mempunyai pengaruh yang cukup penting terhadap terjadinya kecelakaan kerja, dimana golongan usia muda kecenderungan untuk mendapatkan kecelakaan akibat kerja lebih rendah daripada golongan usia tua karena usia muda mem iliki kecepatan reaksi lebih tinggi dibandingkan usia tua.

2) Masa kerja : dihitung sejak terjadinya hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha atau sejak pekerja pertama kali mulai bekerja di perusahaan tertentu dengan berdasarkan pada perjanjian kerja..

3) Lama kerja: berkaitan dengan pengalaman kerja dan keterampilannya, semakin lama seseorang bekerja maka semakin banyak pengalamannya dan akan semakin meningkat

(23)

keterampilannya. Juga dapat meningkatkan kewaspadaan seseorang terhadap kecelakaan akibat kerja.

4) Jenis kelamin: jenis kelamin berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kepuasan kerja, wanita merasa lebih cepat puas dibanding pria, pria mempunyai beban tanggungan yang lebih besar dibandingkan wanita, sehingga pria akan menuntut kondisi kerja yang lebih baik seperti gaji yang lebih besar dari pada wanita.

5) Tingkat pendidikan : tingkat pendidikan mempengaruhi cara berfikir dan bertindak dalam menghadapi pekerjaan. Kurangnya pengetahuan tentang kesehatan dan keselamatan kerja akan menyebabkan tenaga kerja kurang menyadari pentingnya keselamatan sehingga bisa berakibat terjadinya kecelakaan kerja.

6) Tindakan tidak aman (unsafe action) : tindakan tidak aman dari tenaga kerja dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Unsafe action biasanya terjadi.

c. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar pekerja dan dapat mempengaruhi pekerja dalam menjalankan tugasnya atau tanggungjawabnya. Menurut Fraser ada dua kelompok komponen lingkungan, yaitu fisis dan psikososial. Komponen fisis meliputi :

1) Kebisingan : ledakan, akselerasi, deselerasi, vibrasi, dan lainnya.

2) Pencahayaan : gelap-terangnya suatu ruangan kerja.

(24)

3) Suhu : panas, dingin, lembab.

4) Unsafe condition: suatu kondisi fisik ditempat kerja yang berbahaya m emungkinkan secara langsung timbulnya kecelakaan

Sedangkan komponen psikososial suatu lingkungan kerja meliputi dua unsur yang behubungan dengan pekerjaan dan yang berhubungan dengan kebudayaan.

a. Yang berhubungan dengan pekerjaan meliputi : jam kerja, prosedur-prosedur kerja, tuntutan keterampilan dan pekerjaan, resiko dan keamanan, hubungan dengan manajemen dan rekan kerja.

b. Yang berhubungan dengan kebudayaan ialah : latar belakang etnis, tempat tinggal (dikota, didesa), gaya hidup, hubungan dengan keluarga.

Menurut Suma’m ur faktor-faktor yang menyebabkan kecelakaan kerja adalah: 15

a. Faktor Lingkungan : keadaan lingkungan kerja yang kurang baik (ventilasi yang jelek, penerangan cahaya yang kurang, dan suhu yang mengganggu), pemeliharaan tata rumah tangga yang kurang baik (pengaturan mesin-mesin dan peralatan kerja yang kurang baik), serta perencanaan kerja yang buruk (tidak adanya pedoman atau peraturan secara tegas, peralatan yang kurang mendukung).

(25)

b. Faktor Mesin dan Peralatan : peralatan mesin kerja yang diabaikan, tidak adanya perlindungan diri berupas arung tangan, masker, pakaian kerja yang tidak sesuai.

c. Faktor Manusia : kurangnya kemampuan pekerja, kurangnya pengalaman, kurangnya kecakapan, lambat dalam mengambil keputusan, kurang disiplin dalam bekerja, melanggar aturan, mengganggu teman sekerja, perbuatan yang mendatangkan kecelakaan, tergesa-gesa dalam melakukan pekerjaan, tidak cocok dan fisik (cacat, kelelahan, dan penyakit) serta mental (kejenuhan) yang semuanya dapat mempengaruhi kecelakaan akibat kerja.

C. Tindakan berbahaya

Tindakan berbahaya ialah adanya perbuatan atau tindakan dari manusia / tenaga kerja yang mengandung bahaya. Misalnya seseorang yang melakukan kegiatan dalam pekerjaan sesuai yang menjadi tanggung jawabnya, namun dalam melaksanakan kegiatannya itu dia tidak mentaati prosedur yang diharuskan. Misalnya bekerja tidak hati-hati sehingga lupa memasang alat pengaman dari suatu mesin atau peralatan, bekerja dengan tidak memakai alat pelindung tubuh sesuai yang diharuskan, dan sebagainya.1 6

Kita ketahui bahwa 80 % dari suatu kecelakaan kerja disebabkan karena faktor manusianya dan hanya 20 % disebabkan faktor lingkungan / peralatan. Kita perlu mengetahui, perilaku atau sebab-sebab

(26)

seseorang / tenaga kerja melakukan perbuatan berbahaya. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan diketahui adanya beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya Perbuatan Berbahaya ( Unsafe Action ). Faktor-faktor tersebut, ialah :16

1) Karena kurang pengetahuan dan ketrampilan ( Lack of knowledge and skill ). Hal ini umumnya disebabkan karena kurangnya pelatihan / drill ( Lack of training ).

2) Karena keletihan dan kelesuan ( Fatique and bordom ). Suatu keadaan keletihan dan kelesuan dapat juga disebabkan karena over training, yaitu kondisi dimana terlalu banyak atau berlehihan dalam

latihan / drill. Lack of training sering m enjadi penyebab dari suatu kecelakaan kerja, namun over training juga bisa menjadi penyebabnya.

3) Adanya cacat tubuh yang tidak terllihat 4) Karena ambisi yang berlebihan.

5) Karena sikap pribadi yang berbahaya, antara lain : merasa super dan ingin dipuji, overacting, overconfident, ego-apatis dan panikan.

Overconfident atau terlalu percaya diri sering merupakan penyebab dari terjadinya kecelakaan yang menimpa suatu kapal laut dan pesawat terbang ( overconfident dari nakhoda atau pilotnya ).

(27)

D. Sistem Manajemen K3

1. Pengertian Sistem Manajemen K3

Sistem manajemen adalah rangkaian kegiatan yang teratur dan saling berhubungan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan dengan menggunakan manusia dan sumber daya yang ada.

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau biasa disebut SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur prosesdan sum ber daya yang dibutuhkan bagi pengem bangan pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman (Permenaker No : PER. 05/MEN/1996).

Jadi, sistem manajemen K3 merupakan rangkaian kegiatan yang teratur dan saling berhubungan secara keseluruhan yang berguna dalam pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja agar dapat menciptakan suasana tempat kerja yang aman.

Sistem manajemen K3 dalam pelaksanaannya juga memiliki pola tahapan dalam kosep dasarnya. Pola tahapan pada konsep dasar tersebut disebut “Plan-Do-Check-Action”, yang meliputi:

a. Penetapan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dan menjami komitmen terhadap penerapan SMK3.

b. Merencanakan pemenuhan kebijakan, tujuan dan sasaran penerapan SMK3.

(28)

c. Menerapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja secara efektif dengan mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan untuk mencapai kebijakan, tujuan dan sasaran.

d. Mengukur dan memantau dan mengevaluasi kinerja keselamatan dan kesehatan kerja serta melakukan tindakan pencegahan dan perbaikan.

e. Meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan SMK3 secara berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan kinerja sekelamatan dan kesehatan kerja.

Dengan demikian sektor industri dapat memiliki dua dimensi yang sesuai dengan kemampuan dan policy managementnya dalam penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yaitu :

a. Innovative Managem ent dengan melakukan inovasi manajem en adalah bagaimana kita dituntut untuk memperkecil atau mengurasi insiden yang diakibatkan oleh kondisi tempat kerja seperti organisasi, peralatan kerja (mesin-mesin), lingkungan kerja dan sistem kerja.

b. Raditional Sistem dalam penyelamatan pekerjaan melalui “Unsafe Act Minimalizers” yang artinya adalah bagaimana kita dituntut untuk

memperkecil atau mengurasi tingkah laku orang yang tidak nyaman.

(29)

2. Tujuan Sistem Manajemen K3

Tujuan yang ingin dicapai pada sistem manajemen K3 meliputi berbagai golongan. Dari beberapa golongan tersebut diharapkan dapat menjadikan sebuah sistem managemen K3 yang baik dalam pelaksanaannya.

Sistem manajemen K3 tersebut dapat digolongkan meliputi : a. Alat ukur kinerja K3 dalam organisasi.

Sistem manajemen K3 digunakan untuk menilai dan mengukur kinerja penerapan K3 dalam organisasi. Dengan membandingkan pencapaian K3 organisasi dengan persyaratan tersebut, organisasi dapat m engetahui tingkat pencapaian K3.

b. Pedoman implementasi K3 dalam organisasi

Sistem manajemen K3 dapat digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam mengembangkan sistem manajemen K3. Beberapa bentuk sistem manajemen K3 yang digunakan sebagai acuan misalnya ILO OHSMS guidelines, API HSE MS Guidelines, Oil and Gas Producer Forum (OGP) HASEMS Guidelines, ISRS dari DNV dan lainnya.

c. Dasar penghargaan (awards)

Sistem manajemen K3 juga digunakan sebagai dasar untuk pemberian penghargaan K3 atas pencapaian kinerja K3.

Penghargaan K3 diberikan baik oleh instansi pemerintah maupun lembaga independent lainnya.

(30)

d. Sertifikasi penerapan K3

Sistem manajemen K3 juga dapat digunakan untuk sertifikasi penerapan manajemen K3 dalam organisasi. Sertifikat diberikan oleh lembaga sertifikat yang telah di akreditasi oleh suatu badan akreditasi. Sistem sertifikasi dewasa ini telah berkembang secara global karena dapat diacu di seluruh dunia.

3. Manfaat Sistem Manajemen K3

Manfaat penerapan sistem m anajemen keselamatan dan kesehatan kerja bagi perusahaan menurut Tarwaka (2008) adalah :

a. Pihak manajemen dapat mengetahui kelemahan-kelemahan unsur sistem operasional sebelum timbul gangguan operasional, kecelakaan, insiden dan kerugian-kerugian lainnya.

b. Dapat diketahui gambaran secara jelas dan lengkap tentang kinerja K3 di perusahaan.

c. Dapat m eningkatkan pemenuhan terhadap peraturan perundangan bidang K3.

d. Dapat meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan kesadaran tentang K3, khususnya bagi karyawan yang terlibat dalam pelaksanaan audit.

e. Dapat meningkatkan produktivitas kerja.

Penerapan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja bagi dunia industri / usaha memiliki banyak manfaat antara lain:

a. Mengurangi jam kerja yan g hilang akibat kecelakaan kerja.

b. Menghindari kerugian material dan jiwa akibat kecelakaan kerja.

(31)

c. Menciptakan tempat kerja yang efisien dan produktif karena tenaga kerja merasa aman dalam bekerja.

d. Meningkatkan image market terhadap perusahaan.

e. Menciptakan hubungan yang harmonis bagi karyawan dan perusahaan.

f. Perawatan terhadap mesin dan peralatan sem akin baik, sehingga membuat umur alat semakin lama.

4. Merencanakan Sistem Manajemen K3

Dalam Sistem Manajemen K3 menurut OHSAS 18001 adalah perencanaan (planning). OHSAS 18001 mewajibkan organisasi untuk membuat prosedur perencanaan yang baik. Tanpa perencanaan, sistem hasil tidak optimal. Perencanaan ini merupakan tidak lanjut dan penjabaran kebijakan K3 yang telah ditetapkan oleh manajemen puncak dengan mempertimbangkan hasil audit yang pernah dilakukan dan masukan dari berbagai pihak termasuk hasil pengukuran kinerja K3. Hasil dari perencanaan ini selanjutnya m enjadi masukan dalam pelaksanaan dan operasional K3.

Perencanaan K3 yang baik, dimulai dengan melakukan identifikasi bahaya, penilaian risiko dan penentuan pengendaliannya. Dalam melakukan hal tersebut, harus diperimbangkan berbagai persyaratan perundangan K3 yang berlaku bagi organisasi serta persyartan lainnya seperti standar, kode, atau pedoman industri yang terkait atau berlaku bagi organisasi. Dari hasil perencanaan tersebut, ditetapkan objektif K3

(32)

yang akan dicapai serta program kerja untuk mencapai objektif yang telah ditetapkan tersebut.

Penyuluhan K3 ke semua karyawan, pelatihan K3 yang disesuaikan dengan kebutuhan individu dan kelompok di dalam organisasi perusahaan. Fungsinya m emproses individu dengan perilaku tertentu agar berperilaku sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya sebagai produk akhir dari pelatihan. Melaksanakan program K3 sesuai peraturan yang berlaku diantaranyaManfaat penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja bagi perusahaan menurut Tarwaka (2008) adalah :

a. Pemeriksaan kesehatan petugas (prakarya, berkala dan khusus), b. Penyediaan alat pelindung diri dan keselamatan kerja,

c. Penyiapan pedoman pencegahan dan penanggulangan keadaan darurat,

d. Penempatan pekerja pada pekerjaan yang sesuai kondisi kesehatan, e. Pengobatan pekerja yang menderita sakit,

f. Menciptakan lingkungan kerja yang hygienis secara teratur, melalui monitoring lingkungan kerja dari hazard yang ada,

g. Melaksanakan biological monitoring (pemantauan biologi) h. Melaksanakan surveilas kesehatan pekerja

5. Penerapan Sistem Manajemen K3

Dalam pasal 87 (1) : UU No 13 Tahun 2003 Tentang ketenaga kerjaan dinyatakan bahwa : setiap perusahaan wajib menerapkan Sistem Manajemen K3 yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.

(33)

Selanjutnya ketentuan mengenai penerapan sistem manajemen K3 diatur dalam Permenaker RI. NO.Per.05 / MEN / 1996 tentang sistem Manajemen K3. Pada pasal 3 (1 dan 2) dinyatakan bahwa setiap perusahaan yang mempekerjakan Tenaga kerja sebanyak 100 orang atau lebih dan atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat mengekibatkan kecelakaan kerja seperti peledekan, kebakaran, pencemaran lingkungan dan Penyakit Akibat Kerja WAJIB menerapkan Sistem Manajemen K3.

Dengan demikian kewajiban penerapan Sistem Manajemen K3 didasarkan pada dua hal yaitu ukuran besarnya perusahaan dan potensi bahaya yang ditimbulkan. Meskipun perusahaan hanya mempekerjakan tenaga kerja kurang dari 100 orang tetapi apabila tingkat resiko bahayanya besar juga berkewajiban menerapkan Sistem Manajemen K3 di perusahaannya. Berdasarkan hal tersebut maka, penerapan Sistem Manajemen K3 bukanlah suka rela (voluntary), tetapi keharusan yang dimandatkan oleh peraturan perundangan (Mandatory).

Selanjutnya untuk menerapkan Sistem Manajemen K3 seperti yang tertuang dalam pasal 4 Permennaker RI. No. Per. 05/MEN/1996 beserta pedoman penerapan pada lampiran 1 maka organisasi perusahaan diwajibkan untuk m elaksanakan 5 ketentuan pokok yaitu :

1. Menerapkan kebijakan K3 dan menjamin komitmen terhadap penerapan Sistem Manajemen K3.

2. Adanya kebijakan K3 yang dinyatakan secara tertulis dan ditanda tangani oleh pengurus yang memuat keseluruhan visi dan tujuan perusahaan, komitmen dan tekat melaksanakan K3, kerangka dan

(34)

program Kerja yang mencakup kegiatan perusahaan secara menyeluruh. Didalam membuat kebijakan K3 harus dikonsultasikan dengan perwakilan pekerja dan disebar luaskan kepada semua tenaga kerja, pemasok, pelanggan dan kontraktor. Kebijakan perusahaan harus selalui ditinjau ulang atau di review untuk peningkatan kinerja K3.

3. Adanya komitmen dari pucuk pimpinan (top management) terhadap K3 dengan menyediakan sumber daya yang memadai yang diwujudkan dalam bentuk (a) penempatan organisasi K3 pada posisi strategis; (b) penyediaan anggaran biaya, tenaga kerja dan sarana pendukung lainnya dalam bidang K3; (c) menempatkan personil dengan tanggung jawab, wewenang dan kewajiban secara jelas dalam menangani K3; (d) perencanaan K3 yang terkoordinasi ; dan (e) penilaian kinerja dan tindak lanjut K3.

4. Adanya tinjauan awal (Initial Review) kondisi K3 di perusahaan, yang dilakukan dengan cara: (a) identifikasi kondisi yang ada, selanjutkan dibandingkan dengan ketentuan yang berlaku (pedoman Sistem Manajemen K3) sebagai bentuk pemenuhan terhadap peraturan perundangan (Law Enforcement); (b) identifikasi sumber bahaya di tempat kerja; (c) penilaian terhadap pemenuhan peraturan perundangan dan standar K3; (d) meninjau sebab akibat kejadian yang membahayakan, kompensasi kecelakaan, dan gangguan yang terjadi; (e) Meninjau hasil penilaian K3 sebelumnya; dan (f) menilai efisiensi dan efektifitas sumber daya yang disediakan.

(35)

5. Merencanakan pemantauan kebijakan, tujuan dan sasaran penerapan sistem manajemen K3

6. Adanya perencanaan tentang identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian resiko.

7. Adanya pemahaman terhadap peraturan perundangan dan persyaratan lainnya yang berkaitan dengan K3.

8. Adanya penetapan tujuan dan sasaran kebijakan perusahaan dalam bidang K3 yang mencakup criteria kebijakan sebagai berikut dapat diukur, satuan / indikator pengukuran, sasaran pencapaian, dan jangka waktu pencapaian.

9. Adanya indikator kinerja K3 yang dapat diukur.

10. Adanya perencanaan awal dan perencanaan kegiatan yang sedang berlangsung.

6. Pelaksanaan Sistem Manajemen K3 di Indonesia

Pelaksanaan Sistem Manajemen K3 di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penerapan Sistem Manajemen Keselamatana dan Kesehatan Kerja (SMK3). Dalam m enerapkan SMK3, setiap perusahaan wajib melaksanakan:

a. Penetapan Kebijakan K3

1. Penyusunan kebijakan K3 dilakukan melalui:

a. Tinjauan awal kondisi K3 dan

b. Proses konsultasi antara pengurus dan wakil pekerja/buruh.

(36)

2. Penetapan kebijakan K3 harus:

a. Disahkan oleh pucuk pimpinan perusahaan;

b. Tertulis, tertanggal dan ditanda tangani;

c. Secara jelas menyatakan tujuan dan sasaran K3;

d. Dijelaskan dan disebarluaskan kepada seluruh pekerja/buruh, tam u, kontraktor, pemasok, dan pelanggan;

e. Terdokumentasi dan terpelihara dengan baik;

f. Bersifat dinamik; dan

g. Ditinjau ulang secara berkala untuk menjamin bahwa kebijakan tersebut masih sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam perusahaan dan peraturan perundang- undangan.

3. Setiap tingkat pimpinan dalam perusahaan harus menunjukkan kom itmen terhadap K3 sehingga SMK3 berhasil diterapkan dan dikembangkan.

4. Setiap pekerja/buruh dan orang lain yang berada di tempat kerja harus berperan serta dalam menjaga dan mengendalikan pelaksanaan K3

b. Perencanaan K3

1. Pengusaha menyusun rencana K3 berdasarkan:

a. Hasil penelaahan awal. Hasil penelaahan awal merupakan tinjauan awal kondisi K3 perusahaan yang telah dilakukan pada penyusunan kebijakan.

(37)

b. Identifikasi potensi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko.

Identifikasi potensi bahaya, penilaian dan penilaian risiko harus dipertimbangkan pada saat merumuskan rencana.

c. Peraturan perundang-undangan dan persyaratan lainnya.

Peraturan perundang-undangan dan persyaratan lainnya harus ditetapkan, dipelihara, diinventarisasi dan diidentifikasi oleh perusahaan; dan disosialisasikan kepada seluruh pekerja/buruh

2. Rencana K3 yang disusun oleh perusahaan paling sedikit mem uat:

a. Tujuan dan Sasaran

Tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan ditinjau kembali secara teratur sesuai dengan perkembangan. Tujuan dan sasaran K3 paling sedikit memenuhi kualifikasi: (1) dapat diukur; (2) satuan/indikator pengukuran; dan (3) sasaran pencapaian. Dalam menetapkan tujuan dan sasaran K3, pengusaha harus berkonsultasi dengan wakil pekerja/buruh, ahli K3, P2K3; dan pihak-pihak lain yang terkait.

b. Skala Prioritas

Skala prioritas m erupakan urutan pekerjaan berdasarkan tingkat risiko, dimana pekerjaan yang mempunyai tingkat risiko yang tinggi diprioritaskan dalam perencanaan.

c. Upaya Pengendalian Bahaya

(38)

Upaya pengendalian bahaya, dilakukan berdasarkan hasil penilaian risiko melalui pengendalian teknis, administratif, dan penggunaan alat pelindung diri.

d. Penetapan Sumber Daya

Penetapan sumber daya dilaksanakan untuk menjamin tersedianya sumber daya manusia yang kompeten, sarana dan prasarana serta dana yang memadai agar pelaksanaan K3 dapat berjalan.

e. Jangka Waktu Pelaksanaan

Dalam perencanaan setiap kegiatan harus mencakup jangka waktu pelaksanaan.

f. Indikator Pencapaian

Dalam m enetapkan indikator pencapaian harus ditentukan dengan parameter yang dapat diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3 yang sekaligus merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian tujuan penerapan SMK3.

g. Sistem Pertanggung Jawaban

Sistem pertanggung jawaban harus ditetapkan dalam pencapaian tujuan dan sasaran sesuai dengan fungsi dan tingkat manajemen perusahaan yang bersangkutan untuk menjamin perencanaan tersebut dapat dilaksanakan.

Peningkatan K3 akan efektif apabila semua pihak dalam perusahaan didorong untuk berperan serta dalam penerapan

(39)

dan pengembangan SMK3, dan memiliki budaya perusahaan yang mendukung dan memberikan kontribusi bagi SMK3.

c. Pelaksanaan Rencana K3

Pelaksanaan rencana K3 harus dilaksanakan oleh pengusaha dan / atau pengurus perusahaan atau tempat kerja dengan menyediakan sumber daya manusia yang mempunyai kualifikasi; dan menyediakan prasarana dan sarana yang m emadai.

1. Penyediaan Sumber Daya Manusia

a. Prosedur Pengadaan Sumber Daya Manusia

Dalam penyediaan sumber daya manusia, perusahaan harus membuat prosedur pengadaan secara efektif, meliputi: (1) Pengadaan sumber daya manusia sesuai kebutuhan dan memiliki kompetensi kerja serta kewenangan dibidang K3 yang dibuktikan melalui sertifikat K3 yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang;

dan surat izin kerja/operasi dan/atau surat penunjukan dari instansi yang berwenang; (2) Pengidentifikasian kompetensi kerja yang diperlukan pada setiap tingkatan manajemen perusahaan dan menyelenggarakan setiap pelatihan yang dibutuhkan; (3) Pem buatan ketentuan untuk mengkomunikasikan informasi K3 secara efektif; (4) Pembuatan peraturan untuk memperoleh pendapat dan saran para ahli; dan (5) Pembuatan peraturan untuk pelaksanaan konsultasi dan keterlibatan pekerja/buruh secara aktif.

(40)

b. Konsultasi, Motivasi dan Kesadaran

Dalam menunjukkan komitmennya terhadap K3, pengusaha dan / atau pengurus harus melakukan konsultasi, motivasi dan kesadaran dengan melibatkan pekerja/buruh maupun pihak lain yang terkait di dalam penerapan, pengembangan dan pemeliharaan SMK3, sehingga semua pihak merasa ikut memiliki dan merasakan hasilnya.

Dalam melakukan konsultasi, motivasi dan kesadaran SMK3, pengusaha dan/atau pengurus harus memberi pemahaman kepada tenaga kerja atau pekerja/buruh tentang bahaya fisik, kimia, ergonomi, radiasi, biologi, dan psikologi yang mungkin dapat menciderai dan melukai pada saat bekerja, serta pemahaman sum ber bahaya tersebut. Pemahaman tersebut bertujuan untuk mengenali dan m encegah tindakan yang mengarah terjadinya insiden.

c. Tanggung Jawab dan Tanggung Gugat

Bentuk tanggung jawab dan tanggung gugat dalam pelaksanaan K3, harus dilakukan oleh perusahaan dengan cara:

1. Menunjuk, mendokumentasikan dan mengkomunikasikan tanggung jawab dan tanggung gugat di bidang K3;

2. Menunjuk sumber daya manusia yang berwenang untuk bertindak dan menjelaskan kepada semua tingkatan manajemen, pekerja/buruh, kontraktor, subkontraktor, dan pengunjung meliputi:

(a) pimpinan yang ditunjuk untuk bertanggung jawab harus memastikan bahwa SMK3 telah diterapkan dan hasilnya sesuai

(41)

dengan yang diharapkan oleh setiap lokasi dan jenis kegiatan dalam perusahaan; (b) pengurus harus mengenali kemampuan tenaga kerja sebagai sumber daya yang berharga dan dapat ditunjuk untuk menerima pendelegasian wewenang dan tanggung jawab dalam menerapkan dan mengembangkan SMK3;

3. Mempunyai prosedur untuk memantau dan mengkomunikasikan setiap perubahan tanggung jawab dan tanggung gugat yang berpengaruh terhadap sistem dan program K3;

4. Memberikan reaksi secara cepat dan tepat terhadap kondisi yang menyimpang atau kejadian-kejadian lainnya.

d. Pelatihan dan Kompetensi Kerja

Pelatihan dan kompetensi Kerja, dilakukan dengan melakukan pengidentifikasian dan pendokum entasian standar kompetensi kerja K3. Standar kompetensi kerja K3 dapat diidentifikasi dan dikembangkan sesuai kebutuhan dengan: (1) menggunakan standar kompetensi kerja yang ada; (2) memeriksa uraian tugas dan jabatan; (3) menganalisis tugas kerja; (4) menganalisis hasil inspeksi dan audit; dan (5) meninjau ulang laporan insiden.

Hasil identifikasi kompetensi kerja digunakan sebagai dasar penentuan program pelatihan yang harus dilakukan, dan menjadi dasar pertimbangan dalam penerimaan, seleksi dan penilaian kinerja.

2. Menyediakan Prasarana Dan Sarana yang Memadai

(42)

a. Organisasi/Unit yang bertanggung jawab di bidang K3

Perusahaan wajib m embentuk Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat P2K3 yang bertanggung jawab di bidang K3. P2K3 adalah badan pembantu di tempat kerja yang merupakan wadah kerjasama antara pengusaha dan tenaga kerja atau pekerja/buruh untuk mengembangkan kerjasama saling pengertian dan partisipasi efektif dalam penerapan keselamatan dan kesehatan kerja. Keanggotaan P2K3 terdiri dari unsur pengusaha dan tenaga kerja atau pekerja/buruh yang susunannya terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Anggota. P2K3 mempunyai tugas memberikan saran dan pertimbangan baik diminta maupun tidak kepada pengusaha atau pengurus mengenai masalah keselamatan dan kesehatan kerja.

b. Anggaran

Perusahaan harus mengalokasikan anggaran untuk pelaksanaan K3 secara menyeluruh antara lain untuk: (1) keberlangsungan organisasi K3; (2) pelatihan SDM dalam mewujudkan kompetensi kerja; dan (3) pengadaan prasarana dan sarana K3 termasuk alat evakuasi, peralatan pengendalian, peralatan pelindung diri.

c. Prosedur operasi / kerja, informasi, dan pelaporan serta pendokumentasian

Prosedur operasi / kerja harus disediakan pada setiap jenis pekerjaan dan dibuat melalui analisa pekerjaan berwawasan K3 (Job Safety Analysis) oleh personil yang kompeten.

(43)

Prosedur informasi K3 harus m enjam in pemenuhan kebutuhan untuk: (a) mengkomunikasikan hasil dari sistem manajemen, temuan audit dan tinjauan ulang manajemen dikomunikasikan pada semua pihak dalam perusahaan yang bertanggung jawab dan memiliki andil dalam kinerja perusahaan; (b) melakukan identifikasi dan menerima informasi K3 dari luar perusahaan; dan (c) menjamin bahwa inform asi K3 yang terkait dikomunikasikan kepada orang- orang di luar perusahaan yang membutuhkan.

Informasi yang perlu dikomunikasikan meliputi:

1. Persyaratan eksternal/peraturan perundangan-undangan dan internal/indikator kinerja K3;

2. Izin kerja;

3. Hasil identifikasi, penilaian, dan pengendalian risiko serta sum ber bahaya yang meliputi keadaan mesin-mesin, pesawat- pesawat, alat kerja, peralatan lainnya, bahan-bahan, lingkungan kerja, sifat pekerjaan, cara kerja, dan proses produksi;

4. Kegiatan pelatihan K3;

5. Kegiatan inspeksi, kalibrasi dan pem eliharaan;

6. Pem antauan data;

7. Hasil pengkajian kecelakaan, insiden, keluhan dan tindak lanjut;

8. Identifikasi produk termasuk komposisinya;

9. Informasi mengenai pemasok dan kontraktor; dan 10. Aaudit dan peninjauan ulang SMK3.

(44)

d. Prosedur pelaporan informasi yang terkait harus ditetapkan untuk menjamin bahwa pelaporan yang tepat waktu dan memantau pelaksanaan SMK3 sehingga kinerjanya dapat ditingkatkan. Prosedur pelaporan terdiri atas:

1. Prosedur pelaporan internal yang harus ditetapkan untuk menangani: (1) pelaporan terjadinya insiden; (2) pelaporan ketidaksesuaian; (3) pelaporan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja; dan (4) pelaporan identifikasi sumber bahaya.

2. Prosedur pelaporan eksternal yang harus ditetapkan untuk menangani pelaporan yang dipersyaratkan peraturan perundang-undangan; dan pelaporan kepada pemegang saham atau pihak lain yang terkait. Laporan harus disampaikan kepada pihak m anajemen dan/atau pemerintah.

e. Pendokumentasian kegiatan K3

Pendokumentasian kegiatan K3 digunakan untuk: (a) menyatukan secara sistematik kebijakan, tujuan dan sasaran K3; (b) menguraikan sarana pencapaian tujuan dan sasaran K3; (c) mendokumentasikan peranan, tanggung jawab dan prosedur; (d) memberikan arahan mengenai dokumen yang terkait dan menguraikan unsur-unsur lain dari sistem manajemen perusahaan;

dan (e) menunjuk bahwa unsur-unsur SMK3 yang sesuai untuk perusahaan telah diterapkan.

Dalam pendokumentasian kegiatan K3, perusahaan harus menjamin bahwa: (a) dokumen dapat diidentifikasi sesuai dengan

(45)

uraian tugas dan tanggung jawab di perusahaan; (b) dokumen ditinjau ulang secara berkala dan jika diperlukan dapat direvisi; (c) dokum en sebelum diterbitkan harus lebih dahulu disetujui oleh personil yang berwenang; (d) dokumen versi terbaru harus tersedia di tempat kerja yang dianggap perlu; (e) semua dokumen yang telah usang harus segera disingkirkan; dan (f) dokumen mudah ditemukan, bermanfaat dan mudah dipahami.

f. Instruksi kerja

Instruksi kerja merupakan perintah tertulis atau tidak tertulis untuk melaksanakan pekerjaan dengan tujuan untuk memastikan bahwa setiap pekerjaan dilakukan sesuai persyaratan K3 yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan rencana K3 paling sedikit meliputi:

1. Tindakan Pengendalian

Tindakan pengendalian harus diselenggarakan oleh setiap perusahaan terhadap kegiatan-kegiatan, produk barang dan jasa yang dapat menimbulkan risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Tindakan pengendalian dilakukan dengan mendokumentasikan dan m elaksanakan kebijakan tentang standar bagi tempat kerja, perancangan pabrik dan bahan, dan prosedur dan instruksi kerja untuk m engatur dan mengendalikan kegiatan produk barang dan jasa.

Pengendalian risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja dilakukan melalui:

(46)

a. Identifikasi potensi bahaya dengan m empertimbangkan kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya; dan jenis kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin dapat terjadi.

b. Penilaian risiko untuk menetapkan besar kecilnya suatu risiko yang telah diidentifikasi sehingga digunakan untuk menentukan prioritas pengendalian terhadap tingkat risiko kecelakaan atau penyakit akibat kerja.

c. Tindakan pengendalian dilakukan melalui pengendalian teknis/rekayasa yang m eliputi (1) eliminasi, subtitusi, isolasi, ventilasi, higienitas dan sanitasi; (2) pendidikan dan pelatihan;

(3) insentif, penghargaan dan motivasi diri; (4) evaluasi melalui internal audit, penyelidikan insiden dan etiologi; dan (5) penegakan hukum.

2. Perancangan dan Rekayasa

Tahap perancangan dan rekayasa m eliputi pengembangan, verifikasi, tinjauan ulang, validasi; dan penyesuaian.

Dalam pelaksanaan perancangan dan rekayasa harus memperhatikan unsur-unsur yaitu identifikasi potensi bahaya, prosedur penilaian dan pengendalian risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja; dan personil yang memiliki kompetensi kerja harus ditentukan dan diberi wewenang dan tanggung jawab yang jelas untuk melakukan verifikasi persyaratan SMK3.

(47)

3. Prosedur dan Instruksi Kerja

Prosedur dan instruksi kerja harus dilaksanakan dan ditinjau ulang secara berkala terutama jika terjadi perubahan peralatan, proses atau bahan baku yang digunakan oleh personal dengan melibatkan para pelaksana yang memiliki kompetensi kerja dalam menggunakan prosedur.

4. Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan

Perusahaan yang akan menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain harus menjamin bahwa perusahaan lain tersebut memenuhi persyaratan K3. Verifikasi terhadap persyaratan K3 tersebut dilakukan oleh personal yang kompeten dan berwenang serta mempunyai tanggung jawab yang jelas.

5. Pembelian/Pengadaan Barang dan Jasa

Sistem pembelian/pengadaan barang dan jasa harus terintegrasi dalam strategi penanganan pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, menjamin agar produk barang dan jasa serta mitra kerja perusahaan memenuhi persyaratan K3, dan pada saat barang dan jasa diterima di tempat kerja, perusahaan harus menjelaskan kepada semua pihak yang akan menggunakan barang dan jasa tersebut mengenai identifikasi, penilaian dan pengendalian risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

(48)

6. Produk Akhir

Produk akhir berupa barang atau jasa harus dapat dijamin keselamatannya dalam pengemasan, penyimpanan, pendistribusian, dan penggunaan serta pem usnahannya.

7. Upaya Menghadapi Keadaan Darurat Kecelakaan dan Bencana Industri

Perusahaan harus memiliki prosedur sebagai upaya menghadapi keadaan darurat kecelakaan dan bencana industri, yang meliputi penyediaan personil dan fasilitas P3K dengan jumlah yang cukup dan sesuai sam pai mendapatkan pertolongan medik; dan proses perawatan lanjutan. Prosedur menghadapi keadaan darurat harus diuji secara berkala oleh personil yang memiliki kompetensi kerja, dan untuk instalasi yang mempunyai bahaya besar harus dikoordinasikan dengan instansi terkait yang berwenang untuk mengetahui kehandalan pada saat kejadian yang sebenarnya.

8. Rencana dan Pemulihan Keadaan Darurat

Dalam melaksanakan rencana dan pemulihan keadaan darurat setiap perusahaan harus memiliki prosedur rencana pemulihan keadaan darurat secara cepat untuk mengembalikan pada kondisi yang normal dan membantu pemulihan tenaga kerja yang mengalami traum a

(49)

d. Pemantauan dan Evaluasi Kinerja

1. Pemeriksaan, pengujian, dan pengukuran

Pem eriksaan, pengujian, dan pengukuran harus ditetapkan dan dipelihara prosedurnya sesuai dengan tujuan dan sasaran K3 serta frekuensinya disesuaikan dengan obyek mengacu pada peraturan dan standar yang berlaku. Prosedur pemeriksaan, pengujian, dan pengukuran secara umum meliputi:

a. Personil yang terlibat harus mempunyai pengalaman dan keahlian yang cukup;

b. Catatan pemeriksaan, pengujian dan pengukuran yang sedang berlangsung harus dipelihara dan tersedia bagi manajemen, tenaga kerja dan kontraktor kerja yang terkait;

c. Peralatan dan metode pengujian yang memadai harus digunakan untuk menjamin telah dipenuhinya standar K3;

d. Tindakan perbaikan harus dilakukan segera pada saat ditemukan ketidaksesuaian terhadap persyaratan K3 dari hasil pemeriksaan, pengujian dan pengukuran;

e. Penyelidikan yang memadai harus dilaksanakan untuk menem ukan penyebab permasalahan dari suatu insiden; dan

f. Hasil temuan harus dianalisis dan ditinjau ulang 2. Audit internal SMK3

Audit internal SMK3 harus dilakukan secara berkala untuk mengetahui keefektifan penerapan SMK3. Audit SMK3 dilaksanakan secara sistematik dan independen oleh personil yang memiliki

(50)

kompetensi kerja dengan m enggunakan metodologi yang telah ditetapkan.

Frekuensi audit harus ditentukan berdasarkan tinjauan ulang hasil audit sebelumnya dan bukti sumber bahaya yang didapatkan di tempat kerja. Hasil audit harus digunakan oleh pengurus dalam proses tinjauan ulang manajemen.

Hasil temuan dari pelaksanaan pemantauan dan evaluasi kinerja serta audit SMK3 harus didokumentasikan dan digunakan untuk tindakan perbaikan dan pencegahan. Pemantauan dan evaluasi kinerja serta audit SMK3 dijamin pelaksanaannya secara sistematik dan efektif oleh pihak manajemen.

e. Peninjauan dan Peningkatan Kinerja SMK3

Untuk menjamin kesesuaian dan keefektifan yang berkesinambungan guna pencapaian tujuan SMK3, pengusaha dan/atau pengurus perusahaan atau tempat kerja harus melakukan tinjauan ulang terhadap penerapan SMK3 secara berkala; dan tinjauan ulang SMK3 harus dapat m engatasi implikasi K3 terhadap seluruh kegiatan, produk barang dan jasa termasuk dampaknya terhadap kinerja perusahaan.

Tinjauan ulang penerapan SMK3, paling sedikit meliputi: (1) evaluasi terhadap kebijakan K3; (2) tujuan, sasaran dan kinerja K3; (3) hasil temuan audit SMK3; dan (4) evaluasi efektifitas penerapan SMK3, dan kebutuhan untuk pengembangan SMK3.

Perbaikan dan peningkatan kinerja dilakukan berdasarkan pertim bangan:

(51)

a. perubahan peraturan perundang-undangan;

b. tuntutan dari pihak yang terkait dan pasar;

c. perubahan produk dan kegiatan perusahaan;

d. perubahan struktur organisasi perusahaan;

e. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk epidemologi;

f. hasil kajian kecelakaan dan penyakit akibat kerja;

g. adanya pelaporan; dan/atau adanya saran dari pekerja/buruh

E. Industri Pabrik Kayu

industri untuk kayu olahan mulai dikembangkan dan di ekspor oleh pabrik-pabrik di wilayah Indonesia yaitu sekitar tahun 1986 mengikuti kebijaksanaan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang isinya melarang untuk ekspor kayu bulat dan hanya memperbolehkan mengekspor kayu gergajian maupun kayu olahan sejenisnya, seperti lemari, kursi, laminating board, wood panel dan kebutuhan furniture lainnya.1 9

PT. Utama Core Albasia adalah pabrik kayu yang terletak di Kecamatan Cangkiran Kabupaten Semarang. Industri pabrik kayu tersebut mengolah bahan baku kayu sengon gelondongan menjadi bahan jadi menjadi triplek, yang kemudian di kirim ke berbagai wilayah di indonesia. Dalam proses produksinya melibatkan 250 karyawan dan menggunakan peralatan mesin yang setiap harinya beroperasi.

Dari seluruh proses atau kegiatan produksi yang meliputi peralatan, mesin, material yang digunakan, tenaga kerjanya maupun kondisi lingkungan kerja yang saling berinteraksi dapat menimbulkan

(52)

potensi dan faktor bahaya yang akan menyebabkan kecelakaan kerja.

Beberapa bahaya potensial dan akibat yang bisa di akibatkan oleh pabrik kayu antara lain :

1. Penggergajian

a. Debu kayu

Debu kayu yang terjadi akibat proses penggergajian dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan dan dapat pula menyebabkan allergi terhadap kulit. Dampak negarif dari debu terhadap kesehatan dapat berupa :

1. Iritasi dan allergi terhadap saluran pernafasan.

2. Allergi terhadap kulit.

b. Bising

Kegiatan penggergajian, pem otongan, pelubangan, dan penyambungan umumnya akan m enimbulkan kebisingan yang dapat menyebabkan gangguan aktivitas, konsentrasi dan pendengaran, gangguan pendengaran yang timbul pada awalnya masih bersifat sementara, tetapi pada pemajanan tingkat kebisingan tertentu, misalnya lebih dari 85 dB (A) dan dalam waktu yang lama, dapat menyebabkan kerusakan pendengaran yang menetap sehingga menyebabkan tuli yang tidak diobati dari pekerja yang bersangkutan.

c. Posisi kerja yang tidak benar / tidak ergonomis (seperti jongkok, membungkuk akan menumbulkan nyeri otot dan punggung).

Gambar

Gambar  1.1  Three  Main  Factor  Theory  (Teori  Tiga  Faktor Utama)  A.M  Sugeng  Budiono
Gambar  3-1  Kerangka  Konsep
Gambar  4.1  Ruang Rotari
Gambar  4.4  Ruang Hot dan Cool  Press
+7

Referensi

Dokumen terkait

Mesin Pencacah Batang Jagung untuk Pakan Ternak dengan Ukuran yang Sama Kapasitas 120 [Kg/Jam].. Batang jagung merupakan suatu hasil tanaman hijauan yang

Dengan merujuk pada hasil dari 4 (empat) grafik tersebut dapat ditemukan bahwa dengan perubahan pada porsi bobot beberapa komponen serta mengganti rasio BOPO dengan

Fungsi ini sangat sesuai digunakan jika anda ingin mengaplikasi sesuatu format yang sama kepada beberapa teks yang terdapat dalam dokumen. Sebagai contoh anda

Guru mengelola pembelajaran melalui teknik pembelajaran yaitu Teknik Bercerita Berpasangan, dalam penelitian ini peneliti sendiri dan yang menjadi pengamat adalah

Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif berbasis Multiple Intelligences masuk dalam kategori hasil belajar

Pemenuhan hak kesehatan dasar melalui ketersediaan layanan kesehatan dan fasilitas serta sarana prasarana yang menunjang kesehatan anak, abk dan anak korban

STANDING FLAG CONTESTANT CONTINGENT..

Terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada panitia penyusunan Buku Panduan Akademik ini, serta seluruh staf yang telah berperan aktif dan bekerjasama dalam