SKRIPSI
Diajukan Untuk memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Jurusan Ilmu Ekonomi
Oleh :
Anggit Ardhana Reswary 0611010015/FE/IE
Kepada
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL "VETERAN" JAWA TIMUR
Segala puji da Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat
serta hidayahnya yang telah dilimpahkan sehingga penulis mampu menyelesaikan
skripsi ini. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu kewajiban sebagai
mahasiswa untuk memenuhi tugas dan syarat akhir akademis di Perguruan Tinggi
Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran “ Jawa Timur Fakultas Ekonomi
khususnya Jurusan Ekonomi Pembangunan. Dalam Penulisan skripsi ini penulis
mengambil judul “ Anilisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Industri
Di Surabaya “
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa di dalam penyusunan skripsi ini
masih banyak kekurangan. Hal ini di sebabkan karena masih terbatasnya
kemampuan dan pengetahuan yang ada walaupun demikian berkat bantuan dan
bimbingan yang di terima dari Ibu Drs. Ec. Niniek Imaningsih, MP, Selaku
Sebagai Dosen Pembimbing Utama yang dengan penuh kesabaran telah
mengarahkan dari wala untuk memberi bimbingan kepada peneliti, sehingga
skripsi ini dapat tersusun dan mampu terlesaikan dengan baik.
Atas terselesainya skripsi ini, penulis menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih yang sebesar – besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Doedarto, MP selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “ Veteran “ Jawa Timur
2. Bapak Dr. Dhani Ichsanuddin Nur, MM Selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Timur dan juga sebagai selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah
meluangkan waktu dan kesabaran dalam membimbing dan memberikan
masukan – masuka positif dan berbobot yang berarti bagi penulis
4. Segenap staf pengajar dari staf kantor Universitas Pembangunan Nasional
“ Veteran “ Jawa Timur yang telah dengan ikhlas memberikan ilmu dan
serta pelayanan akademik bagi penulis dan semua mahasiswa / i UPN
5. Keluarga tercinta yang telah sabar mendidik dan membesarkan dengan
penuh kasih sayang baik secara moral, material maupun spiritual atas
ukungan dan kesabarannya hingga mampu terselesaikannya skripsi ini
serta teman – teman HMC yang tak mungkin di sebutkan satu persatu
karena suatu keterbatasan
Akhir kata yang dapat terucap semoga penyusunan skripsi ini dapat berguna bagi
pembaca dan pihak – pihak lain yang membutuhkan, semoga ALLAH S.W.T
memberikan balasan setimpal.
Wassalamuaikum Wr. Wb
Surabaya, Mei 2012
Kata Pengantar ... i
Daftar Isi ... iii
Daftar Tabel ... vii
Daftar Gambar ... viii
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 3
1.3. Tujuan Penelitian ... 3
1.4. Manfaat Penelitian ... 4
BAB II. TINJAUAN HALAMAN 2.1. Hasil penelitian terdahulu ... 6
2.1.1 Perbedaan Dengan Penelitian Terdahulu ... 10
2.2. Landasan Teori ... 11
2.2.1. Tenaga Kerja ... 11
2.2.1.1. Pengertian Tenaga Kerja ... 11
2.2.1.2. Pengertian Angkatan kerja ... 12
2.2.1.3. Pengertian Bukan Angkatan Kerja ... 13
2.2.1.4. Permintaan Tenaga Kerja ... 15
2.2.1.5. Penawaran tenaga Kerja ... 17
2.2.1.6. Hubungan Jumlah Tenaga kerja Dengan
2.2.2.1. Pengertian Kurs Valas………. 20
2.2.2.2. Permintaan dan Penawaran Valuta Asing... 20
2.2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kurs Mata Uang ……... 21
2.2.2.4 Fungsi Pasar Valuta Asing... 23
2.2.2.5 Hubungan Kurs Valas Dengan Analisis Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Industri di Surabaya ... 23
2.2.3. Pengertian Investasi ... 24
2.2.3.1. Teori Investasi ... 26
2.2.3.2. Investasi Melalui Penanaman Modal Asing ... 28
2.2.3.3. Fakto-faktor yang Menentukan Investasi ... 30
2.2.3.4. Dampak Investasi Melalui PMA ………... 32
2.2.3.5. Suku Bunga... 33
2.2.3.6. Teori Suku Bunga ... 34
2.2.3.7. Hubungan Investasi Dengan Analisis Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Industri Di Surabaya... 37
2.2.4. Tinjauan Inflasi ... 37
2.2.4.1. Pengertian Inflasi ... 37
2.2.4.5. Cara Mengatasi Inflasi ……… 44
2.2.4.6. Hubungan Inflasi Dengan Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Industri Di Surabaya... 47
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 51
3.2. Teknik Penentuan Data ... 52
3.3. Jenis Dan Sumber Data ... 52
3.3.1. Jenis Data ... 52
3.3.2. Sumber Data ... 53
3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 53
3.5. Teknik Analisis Dan Uji Hipotesis ... 54
3.5.1. Teknik Analisis ... 54
3.5.2. Uji Hipotesis ... 55
3.6. Uji Asumsi Klasik ... 59
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Definisi Obyek Penelitian ... 64
4.1.1. Gambaran Geografis Surabaya ... 64
4.1.2. Keadaan Alam Surabaya... 66
4.2.2. Perkembangan Kurs Valas di Surabaya... 69
4.2.3. Perkembangan Penanaman Modal Asing di Surabaya ... 70
4.2.4. Perkembangan Inflasi di Surabaya ... 71
4.3. Analisis dan Uji Hipotesis ... 72
4.3.1. Pengujian Hasil Analisis Regresi Linear Berganda Sesuai denganAsumsi BLUE (Best Linier Unbiased Estimator)... 72
4.3.2. Analisis Hasil Perhitungan Koefisien Regresi ... 77
4.3.3. Uji Hipotesis secara Simultan ... 78
4.3.4. Uji Hipotesis secara Parsial ... 80
4.3.5. Pembahasan ... 86
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 89
5.2. Saran ... 91
DAFTAR PUSTAKA
Gambar 1 Komposisi Penduduk dan Tenaga Kerja ... 14
Gambar 2 Kurva Permintaan Tenaga Kerja ... 16
Gambar 3 Kurva Penawaran Tenaga Kerja ... 17
Gambar 4 Keseimbangan dalam Pasar Tenaga Kerja... 18
Gambar 5 Tingkat Suku Bunga Keseimbangan di Pasar Investasi (Loanable Found) Dalam Satu Periode ... 35
Gambar 6 Kerangka Pikir Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Sektor Perdagangan di Surabaya... 39
Gambar 7 Kurva distribusiPenolakan / Penerimaan Hipotesis Secara Simultan ... 40
Gambar 8 Kerangka Fikir Analis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyarapan Kerja Sektor Industri Di Surabaya ... 49
Gambar 9 Kurva Distribusi Penolakan / Penerimaan Hipotesis Secara Simultan ... 56
Gambar 10 Kurva Distribusi Penolakan / Penerimaan Hipotesis Secara Parsial ... 58
Gambar 11 Kurva Durbin-Watson... 60
Gambar 12 Kurva Statistik Durbin-Watson ... 74
Gambar 15 Kurva Distribusi Hasil Analisis secara Parsial Faktor
Kurs Valas (X2) terhadap Jumlah Industri di Surabaya ( Y ) .... 83
Gambar 16 Kurva Distribusi Hasil Analisis secara Parsial Faktor
PMA (X3) terhadap Jumlah Industri di Surabaya ( Y ) ... 84
Gambar 17 Kurva Distribusi Hasil Analisis secara Parsial Faktor
SURABAYA
Oleh
Anggit Ardhana Reswary
ABSTRACT
INTISARI
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dan variabel yang dominan dari faktor – faktor yang mempengaruhi jumlah industri di Surabaya. Variabel penelitian adalah Tenaga Kerja, Kurs Valas, Investasi, Inflasi, Industri. Pengumpulan data yang berkaitan dengan variabel dengan Tenaga Kerja, Kurs Valas, Investasi, Inflasi, dan Industri di peroleh dari instansi BPS Kota Surabaya. Teknik analisis untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat di gunakan analisis regresi linier berganda. Uji hipotesis untuk menguji pengaruh secara simultan anatara variabel bebas terhadap variabel terikat maka di pergunakan uji F, pengujian secara parsial menggunakan uji t.
Hasil penelitan dapat di simpulkan bahwa secara simultan bahwa Tenaga Kerja berpengaruh signifikan terhadap analisis faktor – faktor yang mempengaruhi jumlah industri di Surabaya. Secara parsial Kurs Valas, Investasi, Inflasi, Industri tidak berpengaruh atau tidak signifikan secara negative terhadap analisis faktor – faktor yang mempengaruhi jumlah industri di Surabaya, Sehingga dapat di simpulkan secara keseluruhan yang berpengaruh secara signifikan yang mempengaruhi terhadap analisis faktor – faktor yang mempengaruhi jumlah industri di Surabaya adalah variabel Tenaga Kerja, karena variabel ini memeliki koefisien Determinasi paling besar dari nilai keempat variabel lainnya.
Kata Kunci : Tenaga Kerja, Kurs Valas, Investasi, Inflasi, industri
1.1. Latar Belakang
Industrialisasi merupakan alur pokok pembangunan nasional dan
pembangunan daerah yang bertujuan mewujudkan masyarakat yang maju
dan mandiri. Selain berperan strategis untuk mendukung pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi secara berkelanjutan dan meningkatkan
produktifitas masyarakat, juga berperan menciptakan lapangan usaha serta
memperluas lapangan usaha serta memperluas kesempatan kerja,
meningkatkan serta meratakan pendapatan masyarakat dan mengentaskan
kemiskinan. (Rasyid, 2007 : 2).
Pembangunan industri, sebagai motor penggerak perekonomian,
akan terus didorong perannya karena telah terbukti memberi kontribusi
yang berarti terhadap pembangunan nasional. Berbagai upaya perbaikan
untuk mengatasi dampak krisis ekonomi terhadap kemerosotan kinerja
sektor industri telah dilakukan, namun kinerja itu tampaknya belum
sepenuhnya pulih. Hal ini disebabkan adanya permasalahan yang
membutuhkan perhatian dan perlu segera diatasi. (Wahyudi, 2008 : 3).
Namun demikian, industri masih menghadapi tantangan yang harus
segera diatasi. Belum berkembangnya industri bahan baku dan industri
penunjang di dalam negeri merupakan masalah utama yang dihadapi.
hilir, sehingga struktur industri secara keseluruhan menjadi rentan.
Dampaknya tercermin dari besarnya ketergantungan komponen impor
bahan baku dan setengah jadi pada industri kimia, otomotif, dan
elektronika. (Kuncoro, 2000 : 2-3).
Masalah lain yang menuntut perhatian bersama adalah lemahnya
penguasaan teknologi industri. Fakta di pasar menunjukkan bahwa
sebagian besar produk lokal dihasilkan oleh industri berbasis teknologi
rendah, yakni industri yang menghasilkan nilai tambah relatif rendah.
Kondisi ini juga disebabkan oleh belum terpadunya pengembangan iptek
di lembaga-lembaga penelitian yang tersebar di berbagai instansi dengan
dunia industri. Ketertinggalan atas penguasaan teknologi membuat daya
saing produk industri lemah dalam menghadapi persaingan yang semakin
ketat. Di pasar lokal, daya saing produk kita semakin terancam akibat
belum meluasnya penerapan standarisasi nasional. (Mashudi, 2001 : 9).
Dalam persaingan global yang semakin tajam, industri manufaktur
suatu negara dituntut untuk mampu menghasilkan output secara efisien
jika ingin tetap dapat bertahan. Efisiensi dalam produksi dapat tercapai
jika sumber daya yang tersedia dapat dialokasikan secara efektif dan
efisien. Hal ini dapat dikembangkan dengan adanya peran pemerintah ikut
campur dalam meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan kapabilitas
nasional. (Porter, 1990 : 15).
Atas dasar uraian diatas maka peneliti tertarik untuk mengamati
lagi tentang ”Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Industri Di
Surabaya ”
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas maka dapat
dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut :
a. Apakah tenaga kerja, kurs valas, investasi ( PMA ), inflasi
berpengaruh terhadap analisis faktor yang mempengaruhi jumlah
industri di surabaya
b. Diantara tenaga kerja, kurs valas, investasi ( PMA ), inflasi manakah
yang mempunyai pengaruh paling dominan terhadap analisis faktor
yang mempengaruhi jumlah industri di surabaya
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah di
tenaga kerja, kurs valas, investasi ( PMA ), inflasi kemukakan
sebelumnya, maka perlu diketahui tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut :
a. Untuk mengetahui apakah variabel berpengaruh terhadap analisis
faktor yang mempengaruhi jumlah industri di surabaya
b. Untuk mengetahui diantara variabel investasi, kurs valas, dan
terhadap analisis faktor yang mempengaruhi jumlah industri di
surabaya.
1.4. Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini, maka hasilnya diharapkan dapat diambil
manfaat sebagai berikut:
a. Bagi Pengembangan Keilmuan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan
sesuatu yang berharga bagi pihak universitas khususnya
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
sekaligus sebagai koleksi pembendaharaan referensi dan tambahan
wacana pengetahuan untuk perpustakaan Universitas Pembangunan
Nasional “VETERAN” Jawa Timur.
b. Bagi Sektor Industri Dan Sektor Perdagangan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi
atau masukan terhadap analisis faktor yang mempengaruhi jumlah
industri di surabaya serta sebagai bahan pertimbangan dalam
menentukan kebijakan pembangunan ekonomi industri yang
berhubungan dengan masalah analisis faktor yang mempengaruhi
c. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
tambahan pengalaman dan pengetahuan tentang cara penulisan
karya ilmiah yang baik khususnya peneliti dan dapat dipakai
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hasil Penelitian terdahulu
Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh pihak lain yang
dapat dipakai sebagai bahan masukan serta bahan pengkajian yang
berkaitan dengan analisis beberapa faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap pendapatan industri di Surabaya, antara lain :
a. Heriawan (2000) dengan judul penelitian ”Beberapa faktor Yang
Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri
Pengolahan Kayu Di Jawa Timur”. Berdasarkan hasil uji secara
simultan diperoleh hasil F hitung = 52,978 > F tabel = 4,76 yang
berarti bahwa variabel jumlah unit usaha, tingkat upah dan jumlah
nilai produksi secara bersama-sama berpengaruh terhadap
penyerapan tenaga kerja. Secara persial untuk variabel jumlah unit
usaha (X1) diperoleh hasil t hitung = 2,718 > t tabel = 2,447 yang
berarti variabel jumlah unit usaha berpengaruh secara positif
terhadap penyerapan tenaga kerja. Variable tingkat upah (X2)
diperoleh hasil t hitung = 3,653 > t tabel =2,447 yang berarti variabel
tingkat upah berpengaruh secara nyata terhadap penyerapan tenaga
kerja, variabel nilai produksi berpengaruh secara nyata terhadap
b. Handoko (2000) dengan judul penelitian ” Analisis beberapa
Faktor Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Pada
Sektor Industri Kecil Di Kota Mojokerto” dengan hasil penelitian
sebagai berikut : secara simultan (uji F) diperoleh hasil F hitung =
609,367 dan F tabel = 3,29 artinya F hitung > F tabel, dengan kata lain
jumlah unit usaha (X1), nilai produksi (X2), dan Investasi (X3)
secara simultan berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja
pada industri kecil (Y). Secara parsial (Uji t) diperoleh hasil t tabel =
3,567 masing masing berpengaruh terhadap penyerapan tenaga
kerja. Dan untuk nilai produksi (X2) t hitung = -1,103 tidak
berpengaruh secara nyata terhadap penyerapan tenaga kerja dengan
t hitung = 12,180
c. Widodo (2002) dengan judul penelitian ”Analisis Yang
Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor Industri
Menengah Ke Atas Di Propinsi Jawa Timur”. Dalam pengujian
hipotesis dengan menggunakan uji F secara simultan diperoleh
hasil F hitung = 71,90 > F tabel = 4,53 yang berarti variabel bebas
yaitu nilai investasi, tingkat upah, Produk Domestik Regional
Bruto, dan unit industri secara serempak berpengaruh terhadap
variabel terikat yaitu tenaga kerja yang diserap pada industri
menengah ke atas di propinsi jawa timur. Demikian juga hasil
analisis secara parsial diperoleh t hitung dari nilai investasi (X1)
secara individu tidak berpengaruh secara nyata terhadap jumlah
tenaga kerja yang terserap, hal ini disebabkan investasi kurang
maksimal digunakan untuk meningkatkan proses produksi.
Variabel tingkat upah (X2) berpengaruh secara nyata terhadap
variabel jumlah tenaga kerja yang terserap dengan t hitung -2,471 <-t
tabel = -2,447, variabel Produk Domestik Regional Bruto (X3)
diperoleh t hitung 2,705 > t tabel = 2,447 yang berarti bahwa Produk
Domestik Regional Bruto berpengaruh secara nyata terhadap
jumlah tenaga kerja yang diserap.
d. Yunita (2004) dengan judul penelitian ”Analisis Beberapa faktor
Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kecil
Di Kabupaten Sidoarjo” dengan hasil penelitian sebagai berikut :
Untuk mengetahui pengaruh antar variabel bebas yang terdiri dari
jumlah industri kecil (X1) nilai produksi (X2) investasi (X3)
dengan variabel terikat penyerapan tenaga kerja diperoleh hasil
secara simultan nilai F hitung = 22,395 > F tabel = 4,76 jadi secara
simultan variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel
terikat. Sedangkan secara parsial jumlah industri Kecil (X1) t hitung
=-1,182 > t tabel =-2,4469 berareti tidak berpengaruh terhadap
penyerapan tenaga kerja dan untuk Nilai Produksi (X2) t hitung =
3,020 Investasi (X3) = 2,708 > t tabel = 2,4469 yang berarti
e. Kristiawan (2004) dengan judul penelitian ”Analisis Beberapa
Faktor Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Pada
Industri Kecil Di Surabaya” dengan hasil penelitian sebagai
berikut: Untuk mengetahui pngaruh antara variabel bebas yang
terdiri dari modal usaha (X1), jumlah industri kecil (X2), dan
jumlah angkatan kerja (X3) terhadap penyerapan tenaga kerja di
surabaya (Y). Dengan menggunakan uji f diperoleh t hitung =
202,233 > F tabel =3,59 dan secara parsial menunjukkan modal
usaha industri kecil (X1) dan jumlah angkatan kerja (X3)
berpengaruh nyata terhadap penyerapan tenaga kerja di surabaya
(Y), dimana t hitung (X1) = 12.000 dan t hitung (X3) = 6,695 > t tabel =
2,201 sedangkan jumlah industri kecil (X2) tidak berpengaruh
terhadap penyerapan tenaga kerja di kota surabaya. Dimana
diperoleh t hitung (X2) = 0,244 < t tabel = 2,201
f. Tindage (2006) dengan judul jurnal penelitian ”Analisis
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja Pada Sektor
Perdagangan Di Jatim”. Dengan hasil penelitian sebagai berikut
Untuk mengetahui pengaruh antar variabel bebas yang terdiri dari
investasi (X1), nilai produksi (X2), dan unit usaha (X3) dengan
variabel terikatnya yaitu penyerapan tenaga kerja pada sektor
perdagangan di Jatim (Y) dengan menggunakan uji F secara
simultan variabel bebas berpengaruh secara nyata terhadap variabel
parsial diketahui bahwa variabel bebas investasi (X1) tidak
berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja pada sektor
perdagangan di Jatim (Y) dengan t hitung =1,164 < t tabel =2,201
sehingga secara parsial nilai produksi tidak berpengaruh terhadap
penyerapan tenaga kerja pada sektor perdagangan di Jatim. Untuk
variabel unit usaha (X3) diperoleh t hitung =8,786 > t tabel =2,201
sehingga secara parsial diketahui bahwa unit usaha (X3)
berpengaruh nyata terhadap penyerapan tenaga kerja pada sektor
perdagangan di Jatim.
2.1.1. Perbedaan Dengan Penelitian Terdahulu
Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
peneliti terdahulu yaitu pada kurun waktu, ruang lingkup, tempat
penelitian dan jumlah variabel yang digunakan untuk penelitian.
Berdasarkan penelitian terdahulu seperti yang telah disebutkan diatas,
yang juga merupakan dasar acuan untuk penelitian kali ini dengan judul
“Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Industri Di Surabaya”,
dengan variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis faktor yang mempengaruhi jumlah industri di surabaya (Y),
sedangkan variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Tenaga Kerja (X1), kurs valas (X2), Investasi ( PMA ) (X3), dan inflasi
2.2. Landasan Teori 2.2.1. Tenaga Kerja
2.2.1.1. Pengertian Tenaga Kerja
Tenaga kerja adalah penduduk yang berumur di dalam batas usia
kerja. Batasan usia kerja berbeda-beda antara negara satu dengan negara
lain. Batas usia yang di anut oleh Indonesia adalah minimum 10 tahun
tergolong sebagai tenaga kerja. (Dumairy, 1997 : 74).
Tenaga kerja (man power) adalah kemampuan manusia untuk
mengeluarkan usaha tiap satuan waktu guna menghasilkan barang dan
jasa, baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain. (Suroto, 1992 : 17).
Tenaga kerja yaitu penduduk pada usia kerja yaitu antara 15
sampai 64 tahun. Penduduk pada usia kerja ini digolongkan menjadi dua
yaitu angkatan kerja (labour force) dan bukan angkatan kerja.
(Suparmoko, 1992 : 114).
Tenaga kerja adalah semua orang yang bersedia untuk sanggup
bekerja. Pengertian tenaga kerja ini meliputi mereka yang bekerja untuk
diri sendiri ataupun untuk anggota keluarga yang tidak menerima bayaran
berupa upah ataupun mereka yang bersedia dan mampu untuk bekerja,
dalam arti mereka menganggur dengan terpaksa karena tidak ada
kesempatan kerja. (Sumarsono, 2003 : 5).
Tenaga kerja adalah mencakup penduduk yang sudah atau sedang
bekerja, sedang mencari pekerjaan dan melakukan kegiatan lain seperti
terakhir (pencari kerja, bersekolah dan mengurus rumah tangga)
walaupun sedang tidak bekerja, mereka dianggap fisik mampu dan
sewaktu-waktu dapat ikut bekerja. (Simanjuntak, 1995 : 2).
2.2.1.2. Pengertian Angkatan Kerja
Angkatan kerja adalah bagian penduduk yang mampu dan bersedia
melakukan pekerjaan. Kata “mampu” disini menunjukkan kepada tiga
hal, yaitu :
a. Mampu fisik, yaitu sudah cukup umur, jasmani, sudah cukup kuat
dan tidak mempunyai cacat mental.
b. Mampu mental, yaitu mempunyai mental yang sehat dan tidak
memiliki kelainan untuk melakukan pekerjaan normal.
c. Mampu yuridis, yaitu tidak kehilangan kebebasan dan bersedia
untuk memiliki dan melakukan pekerjaan. Kata “bersedia” berarti
orang yang bersangkutan dapat secara aktif mampu dan pasif atas
kemauannya sendiri mencari pekerjaan. (Dumairy, 1997 : 75).
Angkatan kerja adalah penduduk yang bekerja dan penduduk yang
belum bekerja, namun siap untuk bekerja atau sedang mencari pekerjaan
pada tingkat upah yang berlaku. Sedangkan penduduk yang bekerja
adalah mereka yang melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang
dan jasa untuk memperoleh penghasilan, baik bekerja penuh maupun
tidak bekerja penuh. (Suparmoko, 1992 : 67).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa angkatan
atau mempunyai pekerjaan, namun untuk sementara sedang tidak
mencari pekerjaan.
2.2.1.3. Pengertian Bukan Angkatan Kerja
Bukan Angkatan kerja adalah bagian dari tenaga kerja yang tidak
bekerja atau sedang mencari pekerjaan. (Sumarsono, 2003 : 116).
Bukan Angkatan kerja adalah tenaga kerja atau penduduk dalam
usia yang tidak bekerja, tidak mempunyai pekerjaan dan sedang tidak
mencari pekerjaan. Mereka ini adalah bagian dari tenaga yang
sesungguhnya tidak terlihat dalam kegiatan produktif yaitu memproduksi
barang dan jasa yang bukan angkatan kerja disini dapat di golongkan
menjadi 3 golongan, yaitu:
a. Golongan yang bersekolah, yaitu mereka yang kegiatannya hanya
sekolah.
b. Golongan yang mengurus rumah tangga, yaitu mereka yang
mengurus rumah tangga tanpa memperoleh upah.
c. Golongan lain-lain, yaitu :
1. Penerima pendapatan yaitu mereka yang tidak melakukan
sesuatu kegiatan ekonomi, tetapi memperoleh pendapatan,
seperti: tunjangan pensiun, bunga atas pinjaman atau sewa
atas hak milik.
2. Mereka yang hidupnya tergantung dari orang lain.
Konsep memilah-memilah tenaga kerja seperti ini disebut
diperkenalkan oleh International Labour Organization
(ILO). (Dumairy, 1997 : 74)
Gambar 1 : Komposisi Penduduk dan Tenaga Kerja
Bukan Angkatan Kerja
Penerima Pendapatan Mengurus
Rumah Tangga Sekolah
Setengah Pengangguran Bekerja Penuh
Bekerja Pengangguran
Penghasilan Rendah Produktifitas Rendah
Tidak Kentara Kentara (yang kerja sedikit)
Angkatan Kerja
Tenaga Kerja Bukan Tenaga Kerja
Penduduk
Sumber : Simanjuntak J. Payaman, 1995, Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, Penerbit LPFE UI, Jakarta, Halaman 19.
Keterangan :
Jumlah penduduk dan angkatan kerja, serta laju pertumbuhan
dukung yang efektif di negara itu cukup kuat untuk memenuhi berbagai
macam kebutuhan masyarakat termasuk penyediaan kesempatan kerja.
Penduduk disuatu negara bisa menjadi tenaga kerja atau bukan
tenaga kerja. Tenaga kerja dapat dibagi menjadi angkatan kerja dan
bukan angkatan kerja, sekalipun mereka adalah angkatan kerja tidak
semua angkatan kerja akan bekerja, ada juga yang menganggur.
Penduduk yang telah bekerja juga tidak selalu bekerja penuh, ada
penduduk yang bekerja setengah menganggur, dapat dilihat dan setengah
pengangguran kentara karena jam kerja yang sedikit dan pengangguran
tidak kentara karena produktivitas rendah ataupun penghasilan yang
rendah.
Bukan angkatan kerja dalam hal ini disebabkan oleh beberapa hal
karena masih duduk dibangku sekolah, mengurus rumah tangga bagi
mereka yang telah berkeluarga, penerima pendapatan atau orang yang
tidak produktif tetapi mendapatkan imbalan seperti, pensiunan
pendapatan dari jasa sewa, bunga simpanan dan lain sebagainya.
(Simanjuntak, 1995 : 16) 2.2.1.4 Permintaan Tenaga Kerja
Permintaan tenaga kerja adalah kebutuhan yang sudah didasarkan
atas kesediaan membayarkan upah tertentu sebagai imbalan pemberian
kerja bermaksud menggunakan atau meminta sekian orang karyawan
dengan kesediaan membayar upah sekian rupiah setiap waktu. Jadi,
yang berlaku dalam masyarakat atau yang dibayarkan kepada tenaga
kerja yang bersangkutan. (Suroto, 1992 : 21).
Gambar 2 : Kurva Permintaan Tenaga Kerja
Upah
VMPPL
D
w1
w
w2
D = MPPL X P
0
A N B Penempatan
Sumber : Simanjuntak J. Payaman, 1995, Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, Penerbit LPFE UI, Jakarta, Halaman 75.
Keterangan :
Garis DD melukiskan nilai hasil marginal karyawan (Value
marginal physical pruduct of VMPPL) untuk setiap tingkat penempatan. Bila misalnya jumlah karyawan yang dipekerjakan sebanyak OA = 100
orang, maka nilai hasil kerja orang yang ke 100 dinamakan VMPPL nya
tingkat upah yang sedang berlaku (W). Oleh karena itu laba perusahaan
akan bertambah dengan menambah tenaga kerja baru. Pengusaha dapat
terus menambah laba perusahaan dengan mempekerjakan orang hingga
ON. Dititik N pengusaha mencapai laba maksimum dan nilai MPPL X P
sama dengan upah yang dibayarkan kepada karyawan
2.2.1.5 Penawaran Tenaga Kerja
Persediaan tenaga kerja adalah istilah yang biasanya juga belum
dihubungkan dengan faktor upah. Sedangkan dalam istilah penawaran
tenaga kerja sudah ikut dipertimbangkan faktor upahnya. Dalam hal ini
pencari kerja bersedia menerima pekerjaan itu atau menawarkan
tenaganya apabila kepadanya diberikan upah sekian rupiah setiap waktu.
(Suroto, 1992 : 22).
Gambar 3 : Kurva Penawaran Tenaga kerja
Upah Ns (Pe = 2.0)
W2 Ns (Pe = 1.0)
W1
0 N1 Tenaga kerja
Keterangan :
Pada harga harapan Pe = 1.0. Upah nominal adalah W1 maka
jumlah tenaga kerja yang ditawarkan adalah N1. Apabila harga harapan
naik menjadi Pe = 2.0; tingkat upah w2 akan memberikan upah riil yang
sama, sehingga jumlah tenaga kerja yang ditawarkan tetap pada N1.
Jumlah tenaga kerja yang ditawarkan akan naik apabila upah riilnya naik,
yakni apabila upah nominal naik menjadi W2 sedang yang diharapkan
tetap tidak berubah pada Pe = 1.0
Gambar 4 : Keseimbangan dalam Pasar Tenaga Kerja
Upah
Nominal NS (P1)
W1
W2
W3 ND (P1)
N2 N1 N3 L Tenaga Kerja
bit BPFE UGM,
karta, Halaman 16.
Keter
Sumber : Nopirin, 1992, Ekonomi Moneter, Pener Yogya
angan :
Keseimbangan dalam pasar tenaga kerja akan terjadi pada tingkat
ditawarkan. Pada gambar 3 keseimbangan terjadi pada tingkat upah
(nominal) W1 dengan jumlah tenaga kerja N1 pada harga P1. Jika upah
nominal turun menjadi W2, dengan harga tetap P1 berarti upah riil turun,
jumlah tenaga kerja yang diminta (N3) melebihi yang ditawarkan (N2).
Kelebihan jumlah tenaga kerja yang diminta ini akan mendorong tingkat
upah naik sampai ke W1 kembali dimana tingkat upah riil juga kembali
2.2.1.6. nalisis Faktor Yang
Mem
nambah analisis faktor yang mempengaruhi
di surabaya
2.2.2.1. Peng
sama seperti semula.
Hubungan Jumlah Tenaga Kerja Dengan A pengaruhi Jumlah Industri Di Surabaya
Tenaga merupakan faktor produksi yang sangat penting dalam
analisis faktor yang mempengaruhi jumlah industri di surabaya karena
semakin banyak jumlah tenaga kerja dipakai maka produktivitas untuk
setiap proses produksi atau dalam menciptakan serta memperbesar nilai
suatu barang akan meningkat dan hasil produksinya juga semakin besar
sehingga nantinya akan me
jumlah industri
2.2.2. Kurs Valas
ertian Kurs Valas
Kurs valuta asing atau kurs mata uang asing menunjukkan harga
atau nilai mata uang sesuatu negara dinyatakan dalam nilai mata uang
negara lain. Kurs valuta asing dapat juga didefinisikan sebagai jumlah
dibutu
(
luar
ternasional. Sedangkan kurs adalah harga
mata
au membiayai transaksi ekonomi
keua
mendapatkan maka harus
mata uang negara lain agar
hkan, untuk memperoleh satu unit mata uang asing.
Sukirno, 2006 : 397).
Kurs adalah jumlah atau harga mata uang domestik dari mata uang
negeri (asing) atau ratio antara satu unit satuan mata uang dengan
jumlah mata uang yang lain pada waktu tertentu.(Salvatore, 1994 : 140).
Valuta asing adalah mata uang asing yang diperlukan untuk
melaksanakan transaksi in
uang suatu negara diukur dengan mata uang negara lain.
(McEachern, 2001: 436).
Valuta asing ( valas ) atau foreign exchange ( forex ) atau foreign
currency adalah mata uang asing atau alat pembayaran lainnya yang
digunakan untuk melakukan at
ngan internasional dan yang mempunyai catatan kurs resmi pada
bank sentral. (Hamdy, 1998 : 16).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kurs merupakan
perbandingan antara mata uang yang berbeda yang didalamnya terdapat
perbandingan nilai sehingga untuk
menukarkan mata uang tersebut dengan
memperoleh satu unit mata uang asing.
2.2.2.2.Permintaan dan Penawaran Valuta Asing
A. Permintaan Valuta Asing
Permintaan valuta asing merupakan keingginan dari penduduk suatu
tersebut memberikan gambaran tentang besarnya jumlah suatu
valuta asing tertentu yang ingin diperoleh penduduk suatu negara.
Dengan tujuan digunakan untuk membayar atau membiayai
pembelian barang-barang dari luar negeri dan asset-aset di luar
negeri. Keingginan penduduk yang bertambah besar untuk
kan menurunkan permintaan
B.
, tetapi
negara murah,
p
2.2.2.3.F
intaan dan penawaran suatu valuta, yang
luta disebabkan oleh
banyak faktor, diantaranya :
a).
memperoleh barang dari suatu negara a
valuta asing. (Sukirno, 1998 : 292).
Penawaran Valuta Asing
Merupakan keingginan dari penduduk suatu negara untuk membeli
mata uang asing atau negara lain. Keingginan tersebut menunjukkan
banyaknya (jumlah) mata uang suatu negara yang akan digunakan
untuk membeli produk-produk atau barang negara lain dan
ditawarkan kepada penduduk negara lain. Maka semakin mahal
harga mata uang suatu negara, makin banyak penawarannya
sebaliknya apabila harga mata uang suatu
enawarannya akan semakin sedikit. (Sukirno, 1998 : 359).
aktor-Faktor yang Mempengaruhi Kurs Mata Uang
Perubahan dalam perm
selanjutnya menyebabkan perubahan dalam kurs va
Perubahan dalam citarasa masyarakat
Citarasa masyarakat mempengaruhi corak konsumsi mereka maka
diproduksikan di dalam negeri maupun yang diimpor. Perbaikan
kualitas barang-barang dalam negeri menyebabkan keinginan
pengimpor berkurang dan ia dapat pula menaikkan ekspor.
ng impor menyebabkan
b).
ga barang ekspor dan impor akan menyebabkan
permintaan atas mata uang negara
c).
aruhnya pada kurs pertukaran valuta asing.
runkan
d).
menyebabkan modal dalam negeri mengalir ke luar negeri. Sedangkan perbaikan kualitas barang-bara
keinginan masyarakat untuk mengimpor bertambah besar.
Perubahan harga barang ekspor dan impor
Harga suatu barang merupakan salah satu faktor penting yang
menentukan apakah suatu barang akan diimpor atau diekspor.
Barang-barang dalam negeri yang dapat dijual dengan harga yang
relatif murah akan menaikkan ekspor dan apabila harganya naik
maka ekspornya akan berkurang. Dengan demikian perubahan
harga-har
perubahan dalam penawaran dan
tersebut
Kenaikan harga umum (inflasi)
Inflasi sangat besar peng
Inflasi yang berlaku pada umumnya cenderung untuk menu
nilai suatu valuta asing.
Perubahan suku bunga dan tingkat pengembalian investasi
Suku bunga dan tingkat pengembalian investasi sangat penting
peranannya dalam mempengaruhi aliran modal. Suku bunga dan
Sedangkan suku bunga dan tingkat pengembalian investasi yang
tinggi akan menyebabkan modal luar negeri masuk ke negara itu.
. 2.2.2.4.F
dalam
ta asing serta pemindahan dana
ntuk
gi
2.2.2.5 Hubungan Kurs Valas Dengan Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah
ila kita mengekspor barang /
jasa ke Luar Negeri. (Salvatore, 92 : 116).
(Sukirno, 2006 : 402) ungsi Pasar Valuta Asing
Pasar valuta asing mempunyai beberapa fungsi pokok
membantu kelancaran lalu lintas pembayaran internasional yaitu :
1) Mempermudah penukaran valu
dari satu negara ke negara lain.
2) Karena sering terdapat transaksi internasional yang tidak perlu
segera diselesaikan pembayaran dan penyerahan barangnya, maka
pasar valuta asing memberikan kemudahan u
dilaksanakannya perjanjian / kontrak jual beli dengan kredit.
3) Memungkinkan dilakukannya hedging. Hedging dilakukan
apabila pada saat yang sama melakukan transaksi jual beli valuta
asing di pasar yang berbeda, untuk menghilangkan / menguran
resiko kerugian akibat perubahan kurs. (Nopirin, 1994 : 234).
Industri Di Surabaya.
Pada umumnya, kurs mata uang asing ditentukan oleh
perpotongan kurva permintaan dan penawaran pasar dari mata uang
asing. Permintaan timbul bila negara mengimpor barang / jasa dari luar
Menurut Nopirin, menyebutkan bahwa makin tinggi tingkat
perubahan pendapatan (relatif terhadap negara lain), maka besar
kemungkinan untuk mengekspor berarti makin besar permintaan akan
kurs valuta asing cenderung naik (harga mata uang Rupiah menurun).
(Nopirin,1995 : 242).
2.2.3. Pengertian Investasi
Kata investasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu “Investment”,
apabila dalam memperlancar bahasa Indonesia investasi adalah
“penanaman modal” investasi adalah suatu kegiatan yang sangat penting
bagi kelangsungan hidup suatu kegiatan usaha, karena ini sangat
dibutuhkan sebagai faktor penunjang di dalam proses produksi.
Menurut pendapat Prof. Robinson yang dikutip oleh Suherman
Rosyidi dalam bukunya yang berjudul Pengantar Teori Ekonomi
mengatakan bahwa investasi itu penambahan barang-barang modal baru,
sedangkan membeli selembar kertas saham bukanlah investasi
(Rosyidi, 1994 : 158).
Investasi adalah pengeluaran yang ditunjukkan untuk
meningkatkan atau mmpertahankan stok barang modal. Stok barang
modal terdiri dari pabrik mesin dan produk-produk tahan lama yang
digunakan dalam proses produksi. (Dornbusch dan Fischer, 1995 : 46).
Menurut (Sukirno,2001:107). investasi diartikan sebagai
pengeluaran atau pembelanjaan penanaman modal atau perusahaan untuk
untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa
yang tersedia dalam perekonomian. Dalam prakteknya, suatu usaha untuk
mencatat nilai penanaman modal yang dilakukan dalam suatu tahun
tertentu, yang digolongkan sebagai investor (atau pembentukan modal
atau penanaman modal), meliputi pengeluaran atau pembelanjaan sebagai
berikut:
a. Pembelian berbagai jenis barang modal, yaitu mesin-mesin dan
peralatan produksi lainnya untuk mendirikan berbagai jenis industri
dan perusahaan.
b. Pembelanjaan untuk membangun rumah tempat tinggal, bangunan
kantor, bangunan pabrik, dan bangunan-bangunan lainnya.
c. Pertambahan nilai stok barang-barang yang belum terjual, bahan
mentah dan barang yang masih dalam proses produksi pada akhir
tahun perhitungan pendapatan nasional. (Sukirno, 2001: 107).
Dari berbagai penjelasan diatas tentang definisi investasi tersebut
maka dapat disimpulkan bahwa investasi adalah pengeluaran yang
disediakan untuk meningkatkan atau mempertahankan barang-barang
modal, selain itu bisa diartikan sebagai uasaha membina industri supaya
dapat lebih maju dan merupakan hal yang sangat penting bagi
kelangsungan hidup usaha sebagai faktor penunjang di dalam
2.2.3.1. Teori Investasi
Masalah investai adalah suatu masalah yang langsung berkaitan
dengan besarnya pengharapan akan pendapatan dari barang modal
dimasa depan. Pengharapan dimasa depan inilah yang menjadi faktor
terpenting untuk penentu besarnya investasi menurut
(Suparmoko 2000 : 84 ) terdapat 2 teori, yaitu :
a. Teori Klasik
Teori klasik tentang investasi didasarkan atas teori produktivitas
batas (marginal produktivity) dari faktor produksi modal. Menurut
teori ini besarnya modal yang akan di investasikan dalam proses
produksi ditentukan oleh produktivitas batasnya dibandingkan dengan
tingkat bunga-bunganya. Sehingga investasi ini akan terus dilakukan
bilamana produktivitas batas dari investasi itu masih lebih tinggi
daripada tingkat bunga yang akan diterimanya bila seandainya modal
itu dipinjamkan dan tidak di investasikan.
Dengan teori produktivitas batas, maka masalah investasi oleh
para-para ahli ekonomi klasik dipecahkan atas dasar prinsip
maksimalisasi laba dari perusahaan-perusahaan industri. Sebab suatu
perusahaan akan memaksimalisasi labanya dalam suatu persaingan
sempurna. Bila perusahaan itu menggunakan modalnya sampai pada
jumlah produksi marginal kapitalnya sama dengan harga capital yaitu
1. Suatu investasi akan dijalankan apabila pendapatan dari investasi
lebih besar dari tingkat bunga. Pendapatan dari investasi
merupakan jumlah pendapatan yang akan diterima setiap akhir
tahun selama barang modal digunakan dalam produksi.
2. Investasi dalam modal adalah menguntungkan bila biaya ditambah
bunga lebih kecil dari pendapatan yang diharapkan dari investasi
itu.
b. Teori Keynes
Masalah investasi baik penentu jumlah maupun kesempatan
untuk melakukan investasi oleh Keynes didasarkan atas konsep
Marginal Efficiency of Investment (MEI), yaitu bahwa investasi itu
akan dijalankan apabila MEI lebih tinggi daripada tingkat suku bunga.
Menurut garis MEI ini antara lain disebabkan oleh 2 hal, yaitu
(Suparmoko, 2000: 84) :
1. Bahwa semakin banyak investasi yang terlaksana dalam
masyarakat, maka semakin rendah efisiensi marginal investasi itu,
semakin banyak investasi yang terlaksana dalam lapangan ekonomi
maka semakin sengitlah persaingan para investor sehingga MEI
menurun.
2. Semakin banyak investasi dilakukan, maka biaya dari barang
2.2.3.2. Investasi Melalui Penanaman Modal Asing ( PMA )
Macam-macam investasi dibagi menjadi 4 kelompok, yang
pembagiannya sebagai berikut:
1. Autonomous Invesment dan Induced Investment
Autonomous Investment ( investasi otonomi ) adalah investasi yang
besar kecilnya tidak dipengaruhi oleh pendapatan, tetapi dapat
berubah oleh karena adanya perubahan faktor-faktor di luar
pendapatan. Faktor-faktor lain diluar selain pendapatan yang
mempengaruhi tingkat investasi seperti itu, misalnya tingkat
teknologi, kebijaksanaan pemerintah, harapan para pengusaha dan
sebagainya. Sedangkan Induced Investment atau investasi terimbas
adalah investasi yang dipengaruhi oleh tingkat pendapatan.
2. Public Investment dan Private Investment
Public Investment adalah Investasi atau penanaman modal yang
dilakukan oleh pemerintah (baik pusat maupun daerah). Public
investment tidak dilakukan oleh pihak-pihak yang bersifat personal,
investasi ini bersifat impersonal atau resmi. Sedangkan Private
Investment adalah investasi yang dilakukan oleh pihak swasta. Di
dalam private investment, unsur-unsur seperti keuntungan yang akan
diperoleh dimasa depan penjualan dan sebagainya merupakan
peranan yang sangat penting dalam menentukan volume investasi.
lebih diarahkan kepada melayani atau menciptakan kesejahteraan
bagi rakyat banyak.
3. Domestik Investment dan Foreign Investment
Domestik investment adalah penanaman modal di dalam negeri,
sedangkan Foreign Investment adalah penanaman modal asing.
Sebuah negara yang memiliki banyak sekali faktor produksi alam
atau faktor produksi tenaga manusia namun tidak memiliki faktor
produksi modal (capital) yang cukup untuk mengelolah sumber-
sumber yang dimiliki, maka mengundang modal asing agar
sumber-sumber yang ada termanfaatkan.
4. Gross Investment dan Net Investment
Gross Investment (Investasi Bruto) adalah total seluruh investasi yang
diadakan atau yang dilaksanakan pada suatu ketika. Dengan
demikian investasi bruto dapat benilai positif ataupun nol (yaitu ada
atau tidak ada investasi sama sekali) tetapi tidak akan bernilai
negatif. Sedangkan Net Investment (Investasi Netto) adalah selisih
antara investasi bruto dengan penyusutan. Apabila misalnya investasi
bruto tahun ini adalah Rp. 25 juta sedangkan penyusutan yang terjadi
selama tahun yang lalu adalah sebesar Rp. 10 juta, maka itu berarti
bahwa investasi netto tahun ini adalah sebesar Rp. 15 juta.
2.2.3.3. Faktor – Faktor Yang Menentukan Investasi
a. Ramalan mengenai keadaan dimasa yang akan datang.
Kegiatan perusahaan untuk mendirikan industri dan memasang
barang-barang modal dinamakan kegiatan memakan waktu. Dan
apabila investasi tersebut telah selesai dilaksanakan, yaitu pada
waktu industri atau perusahaan itu sudah mulai menghasilkan
barang dan jasa yang menjadi produksinya, maka para pemilik
modal biasanya akan melakukan kegiatan terus selama beberapa
tahun. Oleh karena itu dalam menentukan apakah semua kegiatan
yang akan dan dikembangkan itu dapat memperoleh atau
menimbulkan kerugian, maka para pemilik modal harus membuat
ramalan-ramalan mengenai keadaan dimasa mendatang.
b. Tingkat bunga.
Bagi perusahaan yang bijaksana hendaknya selalu mengikuti dan
memperhatikan perkembangan pasar, terutama tentang
perkembangan tingkat bunga yang dapat mempengaruhi
beropeasinya setiap perusahaan oleh karena itu tingkat bunga dapat
digolongkan sebagai salah satu faktor penting yang akan
menentukan besarnya investasi yang akan dilakukan oleh para
pengusaha.
c. Perubahan dan perkembangan teknologi.
Kegiatan yang dikembangkan dalam kegiatan produksi atau usaha
Pada umumnya semakin banyak perkembangan ilmu dan teknologi,
maka semakin banyak pula jumlah kegiatan pembaharuan yang
dilakukan oleh para pengusaha.
d. Tingkat pendapatan Nasional dan perubahan - perubahannya.
Sejarah perkembangan ekonomi dunia menunjukkan bahwa akhir
ini berbagai penemuan dan pembaharuan sangat besar peranannya.
Kenyataan yang ada menggambarkan bahwa hubungan antara
pendapatan nasional dan investasi merupakan cenderung untuk
mencapai tingkat yang lebih besar apabila pendapatan nasional
semakin besar jumlahnya. Demikian pula sebaliknya, apabila
pendapatan nasional rendah biasanya nilai investasinya juga rendah.
e. Keuntungan yang dicapai perusahaan.
Setiap perusahaan yang sangat berkembang salah satu faktor
penting yang dapat menentukan untuk kegiatan / pengembangan
investasi adalah keuntungan yang diperolehnya. Apabila
perusahaan-perusahaan itu melakukan investasi dengan
menggunakan tabungannya / modal kas, maka perusahaan yang
harus dibayar untuk jangka waktu berikutnya. Ini berarti di samping
mengurangi biaya investasi yang akan di lakukan secara otomatis
akan menambah modal / keuntungan perusahaan-perusahaan yang
2.2.3.4. Dampak Investasi Melalui PMA :
Kehadiran penanaman modal asing di Negara kita bukan merupakan sesuatu
yang baru bagi Negara dan masyarakat Indonesia. Penanaman modal asing secara
langsung sempat menjadu primadona dalam mitra pembangunan saat Negara kita
melaju pada tingkat percepatan pertumbuhan ekonomi yang tinggi di atas 7 % per
tahun. saat belum krisis perekonomian terjadi. Bersama dengan investasi
masyarakat dan PMDN, penenemen modal secara keseluruhan telah tumbuh
rata-rata sekitar 10 % per tahun pada periode 1991-1996 dengan kontribusi hamper
mencapai 30 % terhadap Produk Domestik Bruto.
Kinerja penanaman modal yang kurang baik sejak tahun 1996 menyebabkan
lambatnya proses pemulihan ekonomi Negara kita beberapa tahun setelah krisis.
Beberapa tantangan yang dihadapi untuk memberdayakan penanaman modal telah
diakui Pemerintah dalam buku Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional 2004-2009. Kendala dan tantangan tersebut antara lain :
a. Persaingan kebijakan investasi yang dilakukan oleh Negara pesaing
seperti China, Vietnam, Thailand dan Malaysia.
b. Masih rendahnya kapasitas hukum, karena berlarutnya RUU Penanaman
Modal.
c. Lemahnya insentif investasi.
d. Kualitas SDM yang rendah dan terbatasnya infrastruktur.
e. Tidak adanya kebijakan yang jelas untuk mendorong pengalihan
teknologi dari PMA.
keamanan dan penyalah gunaan wewenang.
g. Meningkatnya nilai tukar riil efektif rupiah.
h. Belum optimalnya pemberian insentif dan fasilitasi.
Tantangan dan kendala di atas lambat laun mulai dapat diatasi oleh
Pemerintah pada beberapa tahun terakhir ini. Pemerintah bertekad dalam program
pembangunan yang sedang berjalan untuk mewujudkan iklim infestasi yang sehat.
Restrukturisasi lembaga pemerintahan segera dilakukan dengan menuntaskan
sinkronisasi peraturan antar sector dan antar pusat daerah. Peningkatan efisieni
pelayanan ekspor impor ke pelabuhan, kepabeanan dan administrasi ekspor dan
import telah menjadi prioritas penanganan oleh Instansi Pemerintah terkait.
Pemangkasan prosedur perijinanpun telah dilakukan sekaligus dengan
dikeluarkannya berbagai paket insentif investasi pada tahun 2006 ini.
2.2.3.5. Suku Bunga
Pengertian Suku Bunga
Bunga tidak hanya terdapat dalam kredit bank, tetapi pada setiap
kegiatan simpan pinjam selalu terkandung adanya pungutan bunga.
( Sinungan, 2001 : 42 )
Definisi suku bunga adalah jangka waktu tertentu atau bias di
pandang sebagai sewa atas dasar penggunaan uang untuk jangka waktu
tertentu ( Boediono , 2000 : 2 )
Suku bunga adalah harga yang harus dibayar bank peminjam
lainnya atas pemanfaatan uang selama jangka waktu pinjaman (misalnya
variabel. Ada bunga yang aman karena berasal dari obligasi ang terjamin
(seperti obligasi pemerintah) dan ada pula bunga dari obligasi
“rongsokan“ yang berasal dari perusahaan yang hampir bangkrut. (
Samuelson dan Nordhaus,1993:332 )
Suku bunga adalah tingkat harga dari uang yakni berapa persenkah
dari sejumlah uang tertentu yang harus dikembalikan atau dibayarkan
karena terpakainya uang itu.
2.2.3.6. Teori Suku Bunga
Ada pun teori mengenai suku bunga, yaitu :
1. Teori Klasik
Pengertian dasar dari suku bunga, yaitu sebagai harga dari
penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu, sedangkan menurut
teori klasik, bunga adalah harga yang terjadi di pasar investasi
(loaneble found). Pasar dana investasi ini dapat di ilustrasikan
sebagai anggota masyarakat yang menerima pendapatan melebihi
kebutuhan konsumsinya selama periode tertentu dan mereka ini
disebut kelompok “ penabung “ di mana bersama – sama jumlah “
tabungan “ membentuk suplai dan penawaran (loaneble found). Di
lain pihak, pada periode yang sama ada anggota masyarakat yang
membutuhkan dana, mereka adalah pengusaha yang membutuhkan
dana untuk operasi atau perluasan usahanya. Mereka adalah
“ investor ” dan jumlah seluruh kebutuhan mereka akan dana
penabung dan para investor bertemu di pasar dana investasi
(loaneble found), dan dari proses tawar menawar di antara mereka
akhirnya di hasilkan suku bunga kesepakatan atau keseimbangan.
( Boediono, 2000 : 76 )
Gambar 5 : Tingkat Suku Bunga Keseimbangan Di Pasar Investasi ( Loanable Found ) dalam Satu Periode
Tingkat Bunga (%)
R
0
F
S
I
Dana Investasi
Sumber : Boediono 2000, Ekonomi Moneter, Edisi keempat, Badan Penerbit
Fakultas Ekonomi, Universitass Gajah Mada, Yogyakarta Hal 77
Keterangan : I : Investor
S : Penabung
R : Suku Bunga
Penawaran akan dana investasi ( S ) bertemu dengan permintaan
akan dana investasi ( I ) di pasar investasi ( loaneble found ) dan
terciptalah suku bunga keseimbangan ( di mana S = I ). Faktor utama dari
penentu dari kurva S adalah rate of time preference pada penabung atau
premi yang harus di bayarkan kepada pemilik dana agar ia mau
meminjamkan uangnya. Sedangkan fackor penentu utama dari kurva I
adalah marginal product dari kapital jadi tingkat bunga dalam teori klasik
berubah apabila kedua factor penentu utama berubah.
( Boediono, 2000 : 82 )
2. Teori Keynes
Menurut teori Keynes adalah suku bunga di pengaruhi permintaan
dan penawaran uang. Ada tiga motif menurut teori ini yaitu motif
transaksi, berjaga – jaga, dari spekulasi. Taga motif tersebut sumber
timbulnya “ permintaan akan uang “ yang di beri nama liquidity
preference. Liquidity Preference mempunyai makna bahwa permintaan
akan uang menurut Keynes berlandaskan pada konsepsi bahwa uang pada
umumnya menginginkan dirinya tetap likuid untuk memenuhi tiga motif
tersebut. Preferensi atau keinginan untuk tetap likuid membuat orang
bersedia untuk membayar harga tertentu untuk penggunaan uang.
Teori keynes menekankan adanya hubungan langsung antara
kesediaan orang untuk membayar harga uang ( tingkat bunga ) dengan
apabila tingkat bunga rendah dan permintaan kecil apabila tingkat bunga
tinggi. ( Boediono, 2000 : 83 )
2.2.3.7. Hubungan Investasi Dengan Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Industri Di Surabaya.
Pengaruh jumlah industri memberikan peran yang penting dalam
mendorong kemajuan investasi, di antaranya jumlah industri yang
melimpah dengan penanaman modal asing dan memperbanyak produksi
yang di hasilkan dengan asumsi bahwa stabilitas politik dan ekonomi
yang stabil. Dengan kestabilan itu maka akan berpengaruh pada
meningkatnya investasi. ( Irawan Dan Suparmoko, 1992 :80 )
2.2.4. Tinjauan Inflasi 2.2.4.1. Pengertian Inflasi
Inflasi adalah suatu kondisi, ketika tingkat harga (agrept)
meningkat secara terus menerus dan mempengaruhi individu, dunia
usaha dan pemerintah. (Puspopranoto, 2004 : 38).
Inflasi adalah kenaikan harga-harga umum barang dan jasa secara
terus-menerus pada suatu periode tertentu. (Nopirin, 2000 : 25).
Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk kenaikkan
secara umum dan terus-menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua
jenis barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut
meluas kepada sebagian besar dari harga-harga yang lain. (Boediono,
Beberapa pengertian yang patut digaris bawahi dalam definisi
inflasi tersebut adalah mencakup tip aspek yaitu :
1. Adanya kecenderungan (tendency) harga-harga untuk meningkat,
yang berarti mungkin saja tingkat harga yang terjadi pada waktu
tertentu naik dibandingkan dengan sebelumnya.
2. Peningkatan harga tersebut berlangsung terus-menerus (sustained),
yang berarti peningkatan harga tersebut bukan hanya terjadi pada
suatu waktu tertentu atau sekali waktu saja, melainkan secara.
Terus-menerus dalam jangka waktu yang lama.
3. Mencakup pengertian tingkat harga umum (general level prices),
yang berarti tingkat harga yang meningkat itu bukan hanya pada satu
atau beberapa komoditi saja. (Anonim, 2000: 11).
2.2.4.2. Jenis -Jenis Inflasi
Inflasi bisa ditinjau dari tiga segi. Pertama, berdasarkan tingkat
keparahannya. Kedua, berdasarkan penyebabnya, yang sangat berkaitan
erat dengan arus uang dan barang. Ketiga, berdasarkan asalnya.
a. Berdasarkan Tingkat Keparahannya
Berdasarkan tingkat keparahannya inflasi dibedakan atas beberapa
macam, yaitu .
Inflasi ringan (dibawah 10% setahun).
Inflasi sedang (antara 10-30% setahun).
Inflasi berat (antara 30-100% setahun).
b. Berdasarkan Penyebab
Berdasarkan penyebabnya, inflasi dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu :
1. Inflasi Tarikan Permintaan (Demand Pull Inflation)
Inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan
berbagai barang bertambah terlalu kuat akibat tingkat harga
umum naik (misalnya karena bertambahnya pengeluaran
perusahaan).
Gambar 6 : Terjadinya Demand Pull Inflation
Sumber : Boediono, 2001, Pengantar Ilmu Ekonomi Makro, Penerbit BPFE UGM, Yogyakarta, Halaman 156.
Sebagaimana dalam gambar perekonomian dimulai
pada PI dan tingkat output riil dimana (P1,Q1) berada pada
penawaran S. Kurva permintaan bergeser keluar D2
pergeseran seperti itu dapat berasal dari faktor kelebihan
pengeluaran permintaan.
Pergeseran kurva permintaan menaikkan output riil
(dari Q1 ke Q2) dan tingkat harga (dari P1 ke P2) maka inilah
yang disebut demand pull inflation (inflasi tarikan
permintaan) yang disebabkan penggeseran kurva permintaan
menarik keatas tingkat harga dan menyebabkan inflasi.
2. Inflasi Dorongan Penawaran (Cost Push Inflation)
Inflasi yang timbul karena kenaikan biaya produksi biasanya
ditandai dengan kenaikan harga barang serta turunnya
produksi (misalnya kenaikan harga Wang baku yang
didatangkan dari luar negeri, kenaikan harga-harga BBM)
Gambar 7 :Terjadinya Cost Push Inflation S2
Pada gambar diatas bahwa bila ongkos produksi
naik (misalnya kenaikan sarana produksi naik dari luar negeri
atau karena harga bahan bakar minyak) maka kurva
penawaran masyarakat bergeser dari S1 ke S2, harga tentu saja
naik dan menyebabkan inflasi dorongan biaya.
c. Berdasarkan Asal dari Inflasi
Dari segi asalnya, inflasi dapat dibedakan atas :
1. Inflasi yang berasal dari dalam negeri (Domestic Inflation)
Inflasi yang berasal dari dalam negeri timbul misalnya karena
defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan pencetakan uang
baru, panenan yang gagal dan sebagainya.
2. Inflasi yang berasal dari luar negri (Imported Inflation)
Inflasi yang berasal dari luar negri adalah inflasi yang timbul
karena kenaikan harga-harga yaitu inflasi diluar negri atau di
negara-negara langganan berdagang negara kita.
2.2.4.3. Dampak Inflasi
Menurut Sukirno, akibat buruk dari inflasi dapat dibedakan
menjadi dua aspek :
a. Akibat Buruk pada Perekonomian
Inflasi yang sangat tinggi dan tidak terkendali dapat mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi negara, hal ini disebabkan oleh faktor-faktor
1. Inflasi menggalakkan penanaman modal spekulatif
kepercayaan pada nilai uang yang semakin turun menyebabkan
masyarakat pemilik modal menanamkan uangnya pada
investasi yang bersifat spekulatif, misal : tanah, bangunan dan
benda berharga.
2. Tingkat bunga meningkatkan dan akan menggurangi investasi,
untuk menghindari merosotnya nilai modal yang dipinjamkan
perbankan kepada debitur, maka institusi perbankan akan
meningkatkan bunga kreditnya sehingga akan mempengaruhi
penurunan investasi.
3. Inflasi menimbulkan ketidakpastian mengenai keadaan
ekonomi dimasa yang akan datang
4. Menimbulkan masalah neraca pembayaran, inflasi
menyebabkan harga barang impor lebih murah dibandingkan
dengan barang produksi dalam negeri.
b. Akibat Buruk pada Individu dan Masyarakat
1. Memperburuk distribusi pendapatan
Dalam masa inflasi nilai harga tetap seperti rumah, tanah dan
bangunan akan meningkat pesat, sedangkan bagi masyarakat
yang tidak memiliki harta pendapatan riilnya akan semakin
merosot.
2. Pendapatan riil merosot bagi penduduk yang berpenghasilan
barang yang selalu mendahului peningkatan pendapatan
masyarakat. (Sukirno, 2002: 307).
2.2.4.4 Teori-Teori Inflasi
Secara garis besar ada tiga kelompok teori mengenai inflasi,
masing -masing menyoroti aspek-aspek tertentu yang mencakup semua
aspek penting dari proses inflasi atau kenaikan harga. Teori-teori inflasi
antara lain sebagai berikut :
a. Teori Kuantitas
Adalah teori yang paling tua mengenai inflasi, inti dari teori ini adalah
sebagai berikut :
1. Inflasi hanya bisa. terjadi kalau ada penambahan volume uang
yang beredar (apakah berupa penambahan uang kartal atau uang
giral tidak menjadi soal). Bila jumlah uang tidak ditambah, inflasi
akan berhenti dengan sendirinya, apapun sebab musabab awal dari
kenaikan harga tersebut.
2. Laju inflasi ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang beredar
dan oleh harapan masyarakat mengenai kenaikan harga- harga di
masa. mendatang.
b. Teori Keynesian
Teori ini menyatakan bahwa inflasi terjadi karena masyarakat hidup
diluar atas kemampuan ekonominya. Teori ini juga menyoroti
menimbulkan permintaan agregat yang lebih besar daripada jumlah
barang yang tersedia yaitu I > S.
c. Teori Strukturalis
Teori ini disebut juga teori jangka panjang adalah teori yang menyoroti
sebab-sebab inflasi yang berasal dari kekakuan struktur ekonomi,
khususnya ketegaran supply bahan makan dan barang-barang ekspor.
Karena sebab-sebab struktural pertambahan produksi barang-barang
ini terlalu lambat di banding dengan pertumbuhan kebutuhannya,
sehingga menaikkan harga bahan makanan dan kalangan devisa.
Akibat selanjutnya adalah kenaikan harga-harga barang lain, sehingga
terjadi inflasi yang relative berkepanjangan bila pembangunan sektor
penghasilan bahan pangan dan industri barang ekspor tidak dibenahi
atau ditambah (Putong, 2003 : 261).
2.2.4.5 Cara Mengatasi Inflasi
Inflasi tentunya harus diatasi dan untuk mengatasinya dapat
dilakukan pemerintah dengan cara melakukan beberapa kebijakan yang
menyangkut bidang moneter, fiskal dan non moneter. Adapun penjelasan
kebijakan tersebut akan diuraikan di bawah ini.
a. Kebijakan Moneter
Kebijakan Moneter adalah kebijakan yang bertujuan untuk
meningkatkan pendapatan nasional dengan cara mengubah jumlah
uang yang beredar. Penyebab inflasi diantara jumlah uang yang
jumlah uang yang beredar dapat dikurangi menuju kondisi normal.
Untuk menjalankan kebijakan ini Bank Indonesia menjalankan
beberapa politik/kebijakan yaitu politik diskonto, politik pasar
terbuka dan menaikkan cash ratio.
1. Politik Diskonto ditujukan untuk menaikkan tingkat bunga
karena dengan bunga kredit tinggi maka aktivitas ekonomi
yang menggunakan dana pinjaman akan tertahan karena
modal pinjaman menjadi mahal.
2. Politik Pasar Terbuka dilakukan dengan cara menawarkan
surat berharga ke pasar modal. Dengan cara ini diharapkan
masyarakat membeli surat berharga tersebut seperti SBI yang
memiliki tingkat bunga tinggi, dan ini merupakan upaya agar
uang yang beredar di masyarakat mengalami penurunan
jumlahnya.
3. Cash Ratio artinya cadangan yang diwajibkan oleh Bank
Sentral kepada bank-bank umum yang besarnya tergantung
kepada keputusan dari bank sentral/pemerintah. Dengan jalan
menaikkan perbandingan antara uang yang beredar dengan
uang yang mengendap di dalam kas mengakibatkan
kemampuan bank untuk menciptakan kredit berkurang
b. Kebijakan Fiskal
Kebijakan Fiskal adalah kebijakan yang berhubungan dengan
finansial pemerintah. Bentuk kebijakan ini antara lain:
1. Pengurangan pengeluaran pemerintah, sehingga pengeluaran
keseluruhan dalam perekonomian bisa dikendalikan.
2. Menaikkan pajak, akan mengakibatkan penerimaan uang
masyarakat berkurang dan ini berpengaruh pada daya beli
masyarakat yang menurun, dan tentunya permintaan akan
barang dan jasa yang bersifat konsumtif tentunya berkurang.
c. Kebijakan Non Moneter
Kebijakan non moneter dapat dilakukan dengan cara menaikkan
hasil produksi, kebijakan upah dan pengawasan harga dan
distribusi barang.
1. Menaikkan hasil produksi, cara ini cukup efektif mengingat
inflasi disebabkan oleh kenaikan jumlah barang konsumsi
tidak seimbang dengan jumlah uang yang beredar. Oleh
karena itu pemerintah membuat prioritas produksi atau
memberi bantuan (subsidi) kepada sektor produksi bahan
bakar, produksi beras.
2. Kebijakan upah, tidak lain merupakan upaya menstabilkan
upah/gaji, dalam pengertian bahwa upah tidak sering
dinaikkan karena kenaikan yang relatif sering dilakukan akan
meningkatkan permintaan terhadap barang-barang secara
keseluruhan dan pada akhirnya akan menimbulkan inflasi.
3. Pengawasan harga dan distribusi barang dimaksudkan agar
harga tidak terjadi kenaikan, hal ini seperti yang dilakukan
pemerintah dalam menetapkan harga tertinggi (harga eceran
tertinggi / HET). Pengendalian harga yang baik tidak akan
berhasil tanpa ada pengawasan. Pengawasan yang baik
biasanya akan menimbulkan pasar gelap. Untuk menghindari
pasar gelap maka distribusi barang harus dapat dilakukan
dengan lancar, seperti yang dilakukan pemerintah melalui
Bulog atau KUD.
2.2.4.6 Hubungan Inflasi Dengan Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Industri Di Surabaya
Inflasi, yang ditandai dengan kenaikan harga barang-barang
adalah peristiwa moneter yang penting dan biasa dijumpai di hampir
semua negara. Inflasi dapat menimbulkan keresahan bagi industri dan
perdagangan. apalagi jika hal itu terjadi secara terus-menerus
(berkepanjangan). Kenaikan harga akan menyulitkan jumlah industri yang
mempunyai jumlah tenaga kerja yang sedikit dan yang jumlah tenaga
kerjanya tetap. Misalnya, sebelum terjadi inflasi, penyerapan tenaga kerja
sektor industri dan sektor perdagangan pada Agustus 2007 masing-masing
sebesar 8.39 juta orang dan 10.34 juta orang namun pada akhir Agustus
mengalami penurunan sekitar 1 ribu orang. Jadi, dengan analisis faktor
yang mempengaruhi jumlah industri di surabaya . Oleh karena itu inflasi
diharapkan agar turun supaya tidak mengurangi jumlah indsutri yang akan
mempengaruhi jumlah industri di Surabaya.
2.3. Kerangka Pikir
Kerangka pikir dari penelitian ini membahas “Analisis
Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Industri Di Surabaya”, dalam
pembahasan ini variabel yang mempengaruhi yaitu Tenaga Kerja, Kurs
Valas, Investasi ( PMA ), dan Inflasi. Untuk mengetahui keterkaitan
hubungan antar variabel maka dapat dijelaskan dalam uraian sebagai
berikut :
1. Tenaga Kerja ( X1 )
Penduduk yang berumur di dalam batas usia kerja. Batasan usia kerja
berbeda-beda antara negara satu dengan negara lain. Batas usia yang di
anut oleh Indonesia adalah minimum 10 tahun tergolong sebagai tenaga
kerja
2. Kurs Valas Asing ( X 2 )
Adalah nilai mata uang asing ( USD ) terhadap mata uang rupiah yang
digunakan untuk melakukan transaksi – transaksi atau membiayai
transaksi keuangan internasional yang memiliki nilai ukur atau harga
konstan sesuai dengan standart dari setiap Negara. Apabila Kurs Valas
turun sehingga Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Industri
akan mengalami peningkatan.
3. Investasi ( X3 )
Investasi yang tertanam pada sektor jumlah industri yang dapat
meningkatkan tenaga kerja dan memperluas lapangan kerja
4. Inflasi ( X4 )
Kecenderungan dari harga-harga untuk kenaikan secara umum dan terus
menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua jenis barang saja tidak
disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada sebagian
besar dari harga-harga yang lain. Apabila inflasi turun hal ini dapat
menyebabkan barang dan jasa meningkat sehingga Analisis Faktor Yang
Mempengaruhi Jumlah Industri juga mengalami peningkatan.
Gambar 8 : Kerangka Pikir Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Industri Di Surabaya
Tenaga kerja ( X1)
Jumlah Industri
( Y ) Kurs valas
(X2)
Investasi (X3)
Inflasi (X4)