Nomor: 23/PKh-S1/FIP-UPI/Agustus/2013
PENGARUH MULTIMEDIA INTERAKTIF MODEL PERMAINAN
TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN OPERASI HITUNG
PENJUMLAHAN SAMPAI 10 PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI
SPLB-C YPLB CIPAGANTI BANDUNG
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari
Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Jurusan Pendidikan Khusus
Oleh
Desi Nurdianti
0809240
JURUSAN PENDIDIKAN KHUSUS
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
Pengaruh Multimedia Interaktif Model Permainan Terhadap
Peningkatan Kemampuan Operasi Hitung Penjumlahan Sampai
10 Pada Anak Tunagrahita Ringan di SPLB-C YPLB Cipaganti
Bandung
Oleh Desi Nurdianti
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Ilmu Pendidikan
© Desi Nurdianti 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Agustus 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
LEMBAR PENGESAHAN
DESI NURDIANTI
0809240
PENGARUH MULTIMEDIA INTERAKTIF MODEL PERMAINAN
TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN OPERASI HITUNG
PENJUMLAHAN SAMPAI 10 PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI
SPLB-C YPLB CIPAGANTI BANDUNG
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH:
Pembimbing I
Dra. Oom Sitti Homdijah, M.Pd. NIP : 196101051983032002
Pembimbing II
Dr. Nia Sutisna, M.Si. NIP : 195701311986031001
Mengetahui
Ketua Jurusan Pendidikan Khusus
Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Pendidikan Indonesia
ABSTRAK
PENGARUH MULTIMEDIA INTERAKTIF MODEL PERMAINAN TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN OPERASI HITUNG PENJUMLAHAN SAMPAI 10 PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI
SPLB-C YPLB CIPAGANTI BANDUNG (Desi Nurdianti, 0809240)
Kemampuan operasi hitung penjumlahan sampai 10 dipengaruhi oleh perkembangan kognitif yang terjadi pada anak. Terdapat anak tunagrahita ringan berinisial MI di SPLB-C YPLB Cipaganti Bandung yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal-soal tentang operasi hitung penjumlahan sampai 10, motivasi anak dalam belajar rendah, ini disebabkan karena pembelajaran matematika bersifat konsep, media yang digunakan dalam proses pembelajaran kurang mampu mengkonkritkan konsep matematika. Salah satu media yang dapat digunakan dalam proses belajar berhitung adalah multimedia interaktif model permainan. Multimedia interaktif model permainan merupakan media pembelajaran yang cocok digunakan oleh anak tunagrahita ringan karena di dalamnya terdapat unsur audio dan visual yang dapat melatih daya ingat anak, dapat mengkonkritkan konsep matematika yang abstrak, serta disajikan dengan tampilan yang menarik sehingga dapat memotivasi anak dalam belajar sehingga dapat meningkatkan kemampuan operasi hitung penjumlahan sampai 10 pada anak tunagrahita ringan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh multimedia interaktif model permainan terhadap peningkatan kemampuan operasi hitung penjumlahan sampai 10 pada anak tunagrahita ringan yaitu MI. Metode yang digunakan adalah metode penelitian eksperimen dengan menggunakan pendekatan Single Subject Research dengan menggunakan desain A-B-A. Hasil penelitian membuktikan bahwa multimedia interaktif model permainan berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan operasi hitung penjumlahan sampai 10 pada anak tunagrahita ringan (MI). Hal ini dibuktikan dengan peningkatan mean level target behaviour sebesar 33,34%. Bertolak dari hasil penelitian diajukan rekomendasi kepada guru dan peneliti selanjutanya. Multimedia interaktif model permainan dapat digunakan sebagai salah satu alternatif dalam pembelajaran matematika dan untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan multimedia interaktif model permainan.
Desi Nurdianti, 2013
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GRAFIK ... ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Identifikasi Masalah ... 5
C. Batasan Masalah ... 6
D. Rumusan Masalah ... 6
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 7
BAB II MULTIMEDIA INTERAKTIF MODEL PERMAINAN DALAM PEMBELAJARAN OPERASI HITUNG PENJUMLAHAN BAGI ANAK TUNAGRAHITA RINGAN A. Multimedia Interaktif Model Permainan ... 8
1. Media Pembelajaran... 8
2. Multimedia Interaktif ... 9
3. Multimedia Interaktif Model Permainan ... 13
B. Kemampuan Operasi Hitung Penjumlahan Anak Tunagrahita Ringan ... 14
1. Perkembangan Kognitif Anak Tunagrahita Ringan ... 14
2. Konsep Bilangan ... 17
3. Operasi Hitung ... 19
4. Kemampuan Operasi Hitung Penjumlahan Anak Tunagrahita Ringan .. 21
C. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 23
BAB III METODE PENELITIAN
A. Variabel Penelitian
1. Definisi Konsep Variabel ... 26
a. Variabel Bebas ... 26
b. Variabel Terikat ... 27
2. Definisi Operasional Variabel ... 27
a. Variabel Bebas ... 27
b. Variabel Terikat ... 29
B. Metode Penelitian ... 29
C. Desain Penelitian ... 29
D. Prosedur Penelitian ... 31
E. Subjek Penelitian ... 34
F. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data ... 35
1. Instrumen Penelitian ... 35
a. Membuat Kisi-kisi Instrumen... 35
b. Pembuatan Butir Soal ... 36
c. Mambuat Kriteria Penilaian Butir Soal ... 37
2. Teknik Pengumpulan Data ... 37
3. Hasil Pengujian Persyaratan Instrumen ... 38
a. Validitas Instrumen ... 38
b. Reliabilitas Instrumen ... 40
G. Teknik Pengolahan Data ... 42
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian ... 44
2. Hasil Baseline 1 (A-1) ... 44
3. Hasil Intervensi (B) ... 45
Desi Nurdianti, 2013
1. Analisis dalam Kondisi ... 50
2. Analisis antar Kondisi ... 58
B. Pembahasan ... 65
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 69
B. Rekomendasi ... 69
DAFTAR PUSTAKA ... 71
LAMPIRAN Lampiran 1 Surat-surat Penelitian ... 75
Lampiran 2 Hasil Pengujian Persyaratan Instrumen ... 79
Lampiran 3 Dokumentasi Penelitian ... 112
Lampiran 4 RPP... 113
Lampiran 5 Instrumen Penelitian ... 119
Lampiran 6 Jadwal Kegiatan Penelitian ... 124
Lampiran 7 Hasil Lembar Kerja Siswa ... 125
Lampiran 8 Multimedia Interaktif Model Permainan ... 173
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Peraturan Pemerintah No. 72 (Amin, 1995: 11) menyebutkan bahwa anak
tunagrahita adalah „Anak-anak dalam kelompok dibawah normal dan atau
lebih lamban daripada anak normal, baik perkembangan sosialnya maupun
kecerdasannya.‟ Sejalan dengan pendapat di atas, Edgar Doll dalam Efendi
(2006:89) menyebutkan bahwa „Seseorang dikatakan tunagrahita jika (1)
secara sosial tidak cakap, (2) secara mental di bawah normal, (3)
kecerdasannya terhambat sejak lahir atau pada usia muda, dan (4)
kematangannya terhambat.‟
Deklarasi PBB tahun 1977 tentang hak-hak anak (Amin, 1995: 153)
menyatakan bahwa „Anak-anak dengan cacat fisik, mental atau sosial harus
mendapatkan perawatan, pendidikan dan pemeliharaan secara khusus sesuai
dengan kondisi kelainannya.‟ Berdasakan pernyataan di atas jelas, bahwa
pendidikan merupakan hak bagi setiap anak berkebutuhan khusus termasuk
anak tunagrahita ringan dengan harapan agar anak tunagrahita ringan dapat
mengembangkan potensi yang dimiliki dalam mengimbangi kelainan yang
disandangnya sehingga menjadi kecakapan yang berarti. Salah satu lembaga
yang diharapkan dapat mengembangkan potensi anak adalah sekolah.
Sekolah merupakan tempat terselenggaranya pendidikan dimana semua
potensi yang dimiliki oleh anak dikembangkan secara optimal, termasuk
potensi akademik. Potensi yang dikembangkan meliputi tiga keterampilan
dasar akademis yaitu membaca, menulis dan berhitung. Keterampilan dasar
akademis yang diajarkan pada anak tunagrahita ringan di sekolah selanjutnya
akan berkembang menjadi mata pelajaran matematika, bahasa indonesia, IPA,
IPS dan mata pelajaran lainnya yang memfokuskan pada pengembangan
pengetahuan umum dan kemampuan kognisi anak tunagrahita ringan.
Desi Nurdianti, 2013
yang berhubungan dengan wilayah persepsi.‟ Kognisi meliputi proses di
mana pengetahuan itu diperoleh, disimpan, dan dimanfaatkan. Anak
tunagrahita ringan memiliki hambatan dalam kognisinya sehingga mengalami
kesulitan dalam berpikir abstrak, kesulitan dalam mencari hubungan
sebab-akibat dan kesulitan dalam mengingat, dan ini memiliki dampak pada proses
pembelajaran mereka di sekolah termasuk pada pembelajaran berhitung.
Kemampuan berhitung merupakan salah satu keterampilan dasar akademis
harus dikuasai sebab hampir seluruh aktivitas yang terjadi dalam kehidupan
sehari-hari membutuhkan kemampuan berhitung sehingga berhitung
ditempatkan sebagai salah satu keterampilan dasar akademis yang perlu
ditanamkan sedini mungkin pada anak. Berhitung penting untuk kehidupan
praktis sehari-hari bagi setiap individu ataupun untuk melanjutkan sekolah ke
jenjang yang lebih tinggi. Berhitung mempunyai dua aspek, yakni aspek
matematis atau aspek hitung menghitung dan aspek sosial. Pakasi (1970: 17)
menjelaskan bahwa “Aspek matematis ialah hal mengerjakan
bilangan-bilangan, menjumlah, mengurang, dan sebagainya dalam berhitung
sedangkan aspek sosial adalah mempergunakan berhitung itu untuk keperluan
hidup atau keperluan dalam masyarakat.”
Pembelajaran merupakan proses interaksi yang terjadi antara peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Piaget dalam Alimin (2008) mengemukakan
bahwa „Belajar adalah melakukan tindakan terhadap apa yang dipelajari‟.
Berdasarkan pendapat tersebut, diketahui bahwa dalam proses pembelajaran
bagi anak-anak harus memfungsikan semua sensoris sehingga belajar selalu
dimulai dari hal yang konkrit, oleh karena itu proses belajar yang dilalui oleh
anak hendaknya melalui tahapan konkrit, semi konkrit, semi abstrak dan
abstrak.
Belajar pada tahap konkrit adalah proses belajar yang dilakukan dengan
cara memanipulasi objek dengan mengaktifkan alat sensoris. Contoh, belajar
dengan menggunakan benda asli, misalnya belajar tentang operasi hitung
konkrit adalah proses belajar yang dilakukan dengan menggunakan gambar
dari media konkrit. Contoh, belajar tentang operasi hitung penjumlahan
dengan menggunakan gambar jeruk. Belajar pada tahap semi abstrak adalah
proses belajar yang dilakukan dengan menggunakan media gambar yang
obyeknya tidak mewakili benda konkrit. Contoh, belajar tentang operasi
hitung penjumlahan dengan menggunakan turus atau tally. Belajar pada tahap
abstrak adalah proses belajar yang menggunakan simbol, seperti angka 1, 2, 3
dan seterusnya.
Berdasarkan studi pendahuluan pada 5 orang siswa kelas 2 SDLB-C di
SPLB-C YPLB Cipaganti Bandung, 1 siswa diantaranya belum mampu
berhitung dengan baik. Anak mengalami kesulitan dalam mengerjakan
soal-soal yang diberikan khususnya yang berkaitan dengan operasi hitung
penjumlahan. Anak sering salah dalam menjumlahkan dua bilangan pada
soal-soal yang diberikan. Hal ini terlihat dari kekeliruan yang dilakukan anak
pada saat menjumlahkan bilangan. Ketika diberikan soal penjumlahan 6 + 3,
anak mempergunakan jari-jari tangannya sebagai alat bantu untuk
menghitung. Angka 6 disimbolkan dengan ibu jari di tangan kiri dan angka 3
disimbolkan dengan tiga buah jari di tangan kanan, kemudian anak
menghitung jari-jarinya dan menjawab hasil dari 6+3 adalah 4. Selain itu
kekeliruan yang dilakukan oleh anak, motivasi anak dalam belajar yang
rendah menyebabkan anak kurang antusias dalam mengikuti proses
pembelajaran. Proses pembelajaran berhitung yang kurang menarik serta
seringkali anak tunagrahita ringan langsung dihadapkan pada persoalan yang
bersifat abstrak sehingga anak kurang menaruh perhatian terhadap materi
pembelajaran yang disampaikan oleh guru. Media yang digunakan kurang
mampu mengkonkritkan konsep matematika yang abstrak, ini terlihat saat
proses pembelajaran berlangsung. Media yang digunakan dalam proses
pembelajaran masih belum sesuai dan metode yang digunakan dalam proses
pembelajaran masih metode latihan yang ditulis di buku. Apabila hal ini terus
Desi Nurdianti, 2013
berdampak terhadap perkembangan kemampuan berhitung anak dalam
kehidupan sehari-hari.
Rochyadi dan Alimin (2003: 76) mengemukakan bahwa “Anak
tunagrahita itu tahap perkembangan koginitifnya berada dalam tahapan konkrit dan semi konkrit”. Berdasarkan pendapat tersebut maka proses pembelajaran yang terjadi pada anak tunagrahita diharapkan berada pada
tahap konkrit dan semi konkrit. Pada proses pembelajaran konkrit dan semi
konkrit, media pembelajaran diperlukan untuk mempermudah siswa dalam
menerima informasi yang disampaikan oleh guru.
Salah satu media yang dapat digunakan untuk menunjang proses
pembelajaran adalah multimedia interaktif.
Multimedia interaktif adalah suatu multimedia yang dilengkapi dengan alat pengontrol yang dapat dioperasikan oleh pengguna, sehingga pengguna dapat memilih apa yang dikehendaki untuk proses selanjutnya. Contoh multimedia interaktif adalah pembelajaran interaktif, aplikasi game, dan lain-lain. (Daryanto, 2010: 51).
Multimedia interaktif dirancang khusus untuk pembelajaran mandiri
sehingga kebutuhan belajar anak tunagrahita secara individual dapat
terpenuhi. Seperti yang diungkapkan oleh Munadi (2008: 152):
Karena dirancang khusus untuk pembelajaran mandiri, kebutuhan siswa secara individual terasa terakomodasi, termasuk bagi mereka yang lamban dalam menerima pelajaran. Karena multimedia interaktif mampu memberi iklim yang bersifat afektif dengan cara yang lebih individual, tidak pernah lupa, tidak pernah bosan, sangat sabar dalam menjalankan instruksi, seperti yang diiinginkan.
Multimedia interaktif model permainan dibuat dengan memadukan
program Adobe Flash CS.3 dengan memadukan unsur visual dan audio
seperti gambar, animasi, teks, dan suara yang menyajikan permainan dengan
tampilan menarik yang dirancang untuk meningkatkan kemampuan berhitung
anak tunagrahita. Menurut Arsyad (2007: 10), “Semakin banyak alat indera
yang digunakan untuk menerima dan mengolah informasi semakin besar
kemungkinan informasi tersebut dimengerti dan dipertahankan dalam
materi pembelajaran dimana informasi yang dilihat dikuatkan oleh
pendengaran (auditory) dan informasi yang didengar dikuatkan oleh
penglihatan (visual). Sehingga anak tunagrahita mampu mempertahankan
informasi yang diperoleh dalam ingatannya.
Multimedia interaktif model permainan diharapkan dapat menimbulkan
aktifitas belajar sambil bermain sehingga anak tidak merasa bahwa mereka
sesungguhnya sedang belajar serta multimedia interaktif diharapkan dapat
membuat konsep matematika yang abstrak menjadi lebih konkrit. Oleh karena
itu penulis beranggapan bahwa multimedia interaktif model permainan
merupakan salah satu media yang dapat digunakan untuk meningkatkan
kemampuan anak tunagrahita khususnya tentang operasi hitung penjumlahan
sampai 10.
Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti ingin melakukan penelitian
mengenai pengaruh multimedia interaktif model permainan terhadap
peningkatan kemampuan operasi hitung penjumlahan sampai 10 pada anak
tunagrahita ringan di SPLB-C YPLB Cipaganti Bandung.
B. Identifikasi Masalah
Adapun identifikasi masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Anak tunagrahita ringan memiliki hambatan dalam fungsi intelektual yang
berdampak pada kesulitan dalam berpikir abstrak, kesulitan dalam mencari
hubungan sebab-akibat dan kesulitan dalam mengingat.
2. Dampak lain dari hambatan fungsi fungsi intelektual anak tunagrahita ringan
adalah kesulitan dalam belajar berhitung salah satunya mengenai operasi
hitung penjumlahan.
3. Pada saat pembelajaran berhitung, anak tunagrahita ringan langsung
dihadapkan pada persoalan yang bersifat abstrak sehingga anak kurang
menaruh perhatian terhadap materi yang disampaikan oleh guru.
Kurangnya media pembelajaran yang menarik perhatian anak tunagrahita
Desi Nurdianti, 2013
tentang operasi hitung penjumlahan dan proses pembelajaran menjadi kurang
maksimal.
C. Batasan Masalah
Pada penelitian ini, peneliti membatasi masalah pada penggunaan
multimedia interaktif model permainan dalam meningkatkan kemampuan
operasi hitung penjumlahan sampai 10 dengan dibatasi pada kemampuan
operasi hitung penjumlahan dengan gambar sampai 10, operasi hitung
penjumlahan dengan gambar dan bilangan sampai 10 dan operasi hitung
penjumlahan dengan bilangan sampai 10 pada anak tunagrahita ringan.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas rumusan utama yang perlu dijawab melalui
penelitian ini adalah “Apakah multimedia interaktif model permainan dapat
memberikan pengaruh terhadap peningkatan kemampuan operasi hitung
penjumlahan sampai 10 pada anak tunagrahita ringan di SPLB-C YPLB
Cipaganti Bandung?.”
E. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
multimedia interaktif model permainan terhadap peningkatan operasi hitung
penjumlahan sampai 10 pada anak tunagrahita ringan di SPLB-C YPLB
Cipaganti Bandung.
b. Tujuan Khusus
1) Untuk mengetahui kemampuan operasi hitung penjumlahan sampai 10 pada
anak tunagrahita ringan sebelum menggunakan multimedia interaktif model
2) Untuk mengetahui bagaimana kemampuan operasi hitung penjumlahan
sampai 10 pada anak tunagrahita ringan setelah menggunakan multimedia
interaktif model permainan.
2. Kegunaan Penelitian
a. Kegunaan Teoritis
1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi bahan kajian lebih lanjut
secara teoritis berkenaan dengan masalah penyelesaian operasi hitung
penjumlahan sampai 10.
2) Dapat menambah khazanah keilmuan mengenai permasalahan berhitung pada
anak tunagrahita ringan.
b. Kegunaan Praktis
1) Bagi siswa, diharapkan media pembelajaran ini dapat meningkatkan
kemampuan operasi hitung penjumlahan sampai 10.
2) Bagi guru, multimedia interaktif model permainan dapat digunakan sebagai
bahan pertimbangan dalam memberikan pembelajaran operasi hitung
penjumlahan sampai 10.
3) Bagi peneliti, melalui penelitian ini diharapkan akan menambah pengetahuan,
wawasan, dan pengalaman baru dalam memahami persoalan operasi hitung
Desi Nurdianti, 2013
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Variabel Penelitian
1. Definisi Konsep Variabel
Penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel
terikat. Menurut Sugiyono (2009: 61), “Variabel bebas merupakan variabel
yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat)”. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah multimedia interaktif model permainan. “Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas” (Sugiyono, 2009: 61). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah
kemampuan operasi hitung penjumlahan sampai 10.
a. Variabel Bebas
“Multimedia sering diartikan sebagai gabungan dari banyak media atau
setidak-tidaknya terdiri dari lebih dari satu media” (Warsita, 2008: 153).Hal
tersebut diperkuat oleh pernyataan Wahono (Warsita, 2008: 153) yang menyebutkan bahwa „multimedia merupakan perpaduan dari berbagai media yang terdiri dari teks, grafis, gambar diam, animasi, suara dan video untuk menyampaikan pesan kepada publik‟.
Menurut Daryanto (2010: 51) menjelaskan bahwa “Multimedia interaktif
adalah suatu multimedia yang dilengkapi dengan alat pengontrol yang dapat
dioperasikan oleh pengguna, sehingga pengguna dapat memilih apa yang dikehendaki untuk proses selanjutnya”. Pernyataan Daryanto diperkuat oleh pernyataan Warsita (2008: 154) yang menyebutkan bahwa “Multimedia
interaktif didefinisikan sebagai kombinasi dari berbagai media yang dikemas
(diprogram) secara terpadu dan interaktif untuk menyajikan pesan pembelajaran tertentu”.
Multimedia interaktif model permainan merupakan perpaduan dari
dioperasikan oleh pengguna yang berisi tentang materi pembelajaran dan
disajikan dalam bentuk permainan secara terpadu dan interaktif.
b. Variabel Terikat
“Kemampuan adalah kesanggupan; kecakapan; kekuatan” (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008: 869).“Operasi adalah pelaksanaan rencana yang telah dikembangkan” (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008: 984). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 504), “Hitung adalah membilang (menjumlahkan, mengurangi, membagi, memperbanyakkan)”. “Penjumlahan adalah proses, cara, perbuatan menjumlahkan” (Kamus Besar Bahasa
Indonesia, 2008: 592). Pernyataan tersebut diperkuat oleh pendapat Negoro dan Harahap (2003: 260) yang menyebutkan bahwa “Penjumlahan adalah operasi yang digunakan untuk memperoleh jumlah dari dua bilangan”.
Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan
operasi hitung penjumlahan sampai 10 adalah kecakapan dalam
menjumlahkan dua bilangan dengan hasil akhir tidak lebih dari 10.
2. Definisi Operasional Variabel
a. Variabel Bebas
“Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel terikat”
(Sunanto, 2005: 12).Variabel bebas dalam Single Subject Research (SSR)
dikenal dengan istilah intervensi atau perlakuan.Penggunaan multimedia
interaktif model permainan merupakan intervensi yang dilakukan dalam
penelitian ini.
Multimedia interaktif adalah perpaduan dari berbagai media yang
berfungsi sebagai sumber balajar yang mempermudah siswa dalam menerima
informasi yang disampaikan oleh guru serta memungkinkan siswa untuk
memberikan respon, menerima umpan balik, menerima koreksi, mempunyai
kesempatan untuk melakukan perbaikan dan memperoleh penguatan yang
memadai sehingga secara sengaja proses belajar terjadi, bertujuan, dan
Desi Nurdianti, 2013
Multimedia interaktif model permainan dibuat dengan menggunakan
program Adobe Flash CS3 dengan memadukan animasi teks, animasi gambar
dan suara yang menyajikan permainan dengan tampilan menarik yang
dirancang untuk meningkatkan kemampuan berhitung pada anak.
Multimedia interaktif model permainan terdiri menu penjumlahan dimana
menu level 1 (penjumlahan dengan menggunakan gambar), level 2
(penjumlahan dengan menggunakan gambar dan bilangan), dan level 3
(penjumlahan dengan menggunakan bilangan).
Langkah operasional penggunaan multimedia interaktif model permainan
adalah sebagai berikut:
1. Buka program multimedia interaktif model permainan kemudian klik “ok”.
2. Tampilan berikutnya adalah perintah untuk mengklik “masuk”.
3. Kemudian anak dihadapkan pada 3 pilihan level, selanjutnya anak
dibimbing untuk memilih level 1 terlebih dahulu.
4. Klik menu penjumlahan level 1.
5. Anak diminta untuk melakukan operasi hitung penjumlahan pada level 1,
pada level 1 terdapat 5 soal, setelah anak menjawab semua soal kemudian
kembali ke menu utama.
6. Klik menu penjumlahan level 2.
7. Anak diminta untuk melakukan operasi hitung penjumlahan pada level 1,
pada level 2 terdapat 5 soal, setelah anak menjawab semua soal kemudian
kembali ke menu utama.
8. Klik menu penjumlahan level 3.
9. Anak diminta untuk melakukan operasi hitung penjumlahan pada level 1,
pada level 2 terdapat 5 soal, setelah anak menjawab semua soal kemudian
kembali ke menu utama.
b. Variabel Terikat
“Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas”
penjumlahan sampai 10. Variabel terikat dalam Single Subject Research
(SSR) dikenal dengan istilah target behavior (perilaku sasaran). Target
behavior dalam penelitian ini yaitu kemampuan operasi hitung penjumlahan
sampai 10.Kriteria kemampuan dalam penelitian ini dapat diukur dari
ketepatan anak dalam melakukan operasi hitung penjumlahan yang meliputi
penjumlahan dengan gambar benda dan penjumlahan bilangan sampai 10.
Satuan ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah persentase.“Persentase menunjukkan jumlah terjadinya suatu perilaku atau peristiwa dibandingkan dengan keseluruhan kemungkinan terjadinya peristiwa tersebut kemudian dikalikan dengan 100%” (Sunanto, 2005: 16).
B. Metode Penelitian
Menurut Sugiyono (2009: 6):
Metode penelitian pendidikan dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikan, suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah dalam bidang pendidikan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
ekperimen dengan subjek tunggal (Single Subject Research) yaitu suatu
metode yang bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya akibat dari suatu
perlakuan yang diberikan dan merupakan bagian yang integral dari analis
tingkah laku (berhaviour analiytic). Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh multimedia interaktif model permainan terhadap
kemampuan operasi hitung penjumlahan sampai 10 pada anak tunagrahita
ringan di SPLB-C YPLB Cipaganti Bandung.
C. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain A-B-A yang artinya desain A-B-A
memberikan suatu hubungan sebab akibat diantaranya variabel terikat dengan
Desi Nurdianti, 2013
dari desain A-B.Desain A-B-A ini menunjukkan adanya hubungan sebab
akibat antaravariabel terikat dan variabel bebas”.Penggunaan desain A-B-A
bertujuan untuk mempelajari besarnya pengaruh dari suatu perlakuan
terhadap variabel tertentu yang diberikan terhadap individu.
Penelitian dengan menggunakan desain A-B-A dilakukan dalam tiga tahap
yaitu: baseline-1 (A1), intervensi (B), dan baseline-2 (A2), berikut gambar
grafik desain A-B-A.
Grafik 3.1 Desain A-B-A
Keterangan:
a. Baseline-1 (A1)
Baseline-1 (A1) adalah kondisi awal kemampuan subjek dalam memahami
operasi hitung penjumlahan sampai 10. Pada baseline-1 (A1), subjek sama
sekali tidak diberikan intervensi, untuk mengukur kemampuan operasi hitung
penjumlahan sampai 10 digunakan tes tertulis dengan bentuk soal isian
singkat. Baseline-1 dilakukan sebanyak empat sesi atau sampai stabil.
b. Intervensi (B)
Intervensi (B) adalah kondisi kemampuan subjek dalam memahami
operasi hitung penjumlahan sampai 10 selama memperoleh
perlakuan.Perlakuan diberikan dengan menggunakan multimedia interaktif
c. Baseline-2 (A2)
Baseline-2 (A2) adalah pengulangan kondisi awal atau kemampuan dasar
subjek dalam kemampuan operasi hitung penjumlahan sampai 10.Tahap ini
dilakukan sebagi evaluasi untuk mengetahui sejauh mana intervensi yang
dilakukan dengan menggunakan multimedia interaktif model permainan dapat
berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan operasi hitung penjumlahan
sampai 10 pada subjek.Baseline-2 dilakukan sebanyak empat sesi atau sampai
stabil.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa pada desain A-B-A,
Baseline-1 (A1) merupakan tahap yang dipakai untuk mengetahui kondisi
awal atau kemampuan yang dimiliki oleh siswa, Intervensi (B) sebagai tahap
dari proses pemberian perlakuan pada kemampuan yang diukur, dan
Baseline-2 (A-2) sebagai tahap evaluasi untuk mengetahui hasil yang dicapai
siswa setelah diberi perlakuan pada kemampuan yang telah diukur.
D. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Baseline-1 (A1)
Pada fase baseline-1 (A1), peneliti memberikan tes kepada subjek dengan
cara memberikan soal mengenai materi penjumlahan sampai 10. Pengukuran
pada fase ini dilakukan sebanyak empat sesi atau sampai stabil, dimana setiap
sesi yang dilakukan dengan periode waktu 30 menit.Pada fase ini,
pengukuran dilakukan melalui tes tertulis dalam bentuk soal isian singkat
sebanyak 15 soal.Pada fase baseline-1 (A1), subjek tidak diberikan materi
mengenai operasi hitung penjumlahan sampai 10 terlebih dahulu.Hal tersebut
dilakukan agar subjek menjawab soal-soal yang diberikan sesuai dengan
kemampuannya.Setelah semua soal dikerjakan oleh subjek, skor jawaban
benar yang diperoleh dibagi dengan jumlah seluruh soal kemudian dikalikan
100%.
Desi Nurdianti, 2013
Intervensi adalah kondisi kemampuan sobjek dalam memahami operasi
hitung penjumlahan sampai 10 selama diberi perlakuan.Fase ini dilakukan
sebanyak delapan sesi atau sampai data stabil.Perlakuan yang diberikan
kepada subjek, menggunakan multimedia interaktif model permainan yang
berisi tentang materi operasi hitung penjumlahan sampai 10. Materi pertama
yang disampaikan dalam media ini adalah penjumlahan dengan menggunakan
gambar benda dengan langkah operasional sebagai berikut:
1) Bagian pertama yang muncul dalam multimedia interaktif model
permainan ini adalah bagian pembuka, berupa slide berisi tulisan “multimedia interaktif model permainan” “operasi hitung penjumlahan”, kemudian pilihan menu “ok”.
2) Bagian kedua yang muncul adalah pilihan menu “masuk” untuk memulai
program tersebut.
3) Bagian ketiga yang muncul adalah menu penjumlahan yang terdiri dari
level 1, level 2, dan level 3. Level 1 yaitu penjumlahan dengan gambar,
level 2 yaitu penjumlahan dengan gambar dan bilangan, dan level 3 yaitu
penjumlahan dengan bilangan. Pilih menu level 1.
4) Anak diminta untuk mengisi kotak ketiga dengan jumlah ikan sesuai
dengan jumlah yang ada pada kotak pertama dan kotak kedua sesuai
dengan instruksi suara.
5) Untuk mengetahui jawaban anak benar atau salah maka dituntut bimbingan guru yaitu dengan mengklik menu “cek jawaban”. Jika anak menjawab dengan benar maka akan terdengar suara “suara “tepuk tangan” dan suara “benar, anak pintar”, ketika anak salah menjawab maka akan terdengar suara “”o o”, “salah ulangi lagi ya”.
6) Jika anak menjawab soal dengan benar maka dapat dilanjutkan ke soal
berikutnya, jika anak salah menjawab soal maka soal dapat diulangi. Hal
ini dilakukan secara berulang.
Materi kedua yang diberikan yaitu melakukan operasi hitung penjumlahan
sampai 10 dengan gambar benda yang disertai bilangan dengan langkah
1) Setelah selesai, kemudian kembali ke menu utama. Kemudian anak
diminta untuk memilih menu level 2 yaitu penjumlahan dengan
menggunakan gambar dan bilangan dengan cara mengklik menu tersebut.
2) Pada tahap ini anak diminta untuk mengisi tempat yang kosong dengan
mengklik bilangan yanga ada di bagian atas sesuai dengan jumlah gambar
yang ada pada kotak pertama kemudian mengisi tempat yang kosong pada
kotak kedua. Selanjutnya anak mengisi tempat yang kosong dengan
mengklik bilangan yanga ada di bagian atas sesuai dengan jumah gambar
yang ada pada kotak ketiga yang merupakan jumlah gambar dari gambar
yang ada pada kotak pertama dan kotak kedua.
7) Jika anak memilih dengan benar maka akan terdengar kata “benar” jika anak salah melakukan maka akan terdengar kata “salah” dan anak diminta untuk memilih kembali. Untuk mengetahui jawaban anak benar atau salah maka dituntut bimbingan guru yaitu dengan mengklik menu “cek jawaban”. Jika anak menjawab dengan benar maka akan terdengar suara “suara “tepuk tangan” dan suara “benar, anak pintar”, ketika anak salah menjawab maka akan terdengar suara “”o o”, “salah ulangi lagi ya”. 8) Jika anak menjawab soal dengan benar maka dapat dilanjutkan ke soal
berikutnya, jika anak salah menjawab soal maka soal dapat diulangi. Hal
ini dilakukan secara berulang.
Materi ketiga yang diberikan yaitu melakukan operasi hitung penjumlahan
sampai 10 dengan menggunakan bilangan dengan langkah operasional
sebagai berikut:
1) Setelah selesai, kemudian kembali ke menu utama. Kemudian anak
diminta untuk memilih menu level 3 yaitu penjumlahan dengan
menggunakan bilangan dengan cara mengklik menu tersebut.
2) Selanjutnya anak diminta untuk mengisi kotak sesuai dengan perintah
suara setelah itu muncul soal penjumlahan kemudian anak diminta untuk
menjawab soal dengan cara memilih kotak sesuai dengan jumlah pada soal
Desi Nurdianti, 2013
benar atau salah maka dituntut bimbingan guru yaitu dengan mengklik menu “cek jawaban”. Jika anak menjawab dengan benar maka akan terdengar suara “tepuk tangan”dan suara “benar, anak pintar”, ketika anak salah menjawab maka akan terdengar suara “”o o”, “salah ulangi lagi ya”.
3) Jika anak menjawab soal dengan benar maka dapat dilanjutkan ke soal
berikutnya, jika anak salah menjawab soal maka soal dapat diulangi. Hal
ini dilakukan secara berulang.
Setiap sesi yang dilakukan pada saat intervensi berlangsung selama 60
menit, dimana 30 menit pertama subjek mendapatkan pengajaran secara
berulang-ulang mengenai materi operasi hitung penjumlahan sampai 10
dengan menggunakan multimedia interaktif model permainan, dan pada 30
menit terakhir dilakukan evaluasi dengan materi yang sama pada saat
intervensi tersebut. Evaluasi dilakukan dengan cara memberikan tes tertulis
kepada subjek yang berisi tentang materi operasi hitung penjumlahan sampai
10 sebanyak 15 soal. Setelah semua soal; dikerjakan oleh subjek, skor
jawaban benar yang diperoleh dibagi dengan jumlah soal kemudian dikalikan
100%.
c. Baseline-2 (A2)
Pada fase baseline-2 (A2), peneliti memberikan tes kepada subjek seperti
pada baseline-1 (A1) yaitu dengan cara memberikan soal mengenai materi
penjumlahan sampai 10. Fase baseline-2 (A2) dilaksanakan tiga hari setelah
fase intervensi (B) selesai dilaksanakan.Pengukuran pada fase ini dilakukan
sebanyak empat sesi atau sampai stabil, dimana setiap sesi yang dilakukan
dengan periode waktu 30 menit.Pada fase ini, pengukuran dilakukan melalui
tes tertulis dalam bentuk soal isian singkat sebanyak 15 soal.Setelah semua
soal dikerjakan oleh subjek, skor jawaban benar yang diperoleh dibagi dengan
jumlah seluruh soal kemudian dikalikan 100%.
E. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah seorang anak tunagrahita ringan kelas 2
akanditeliti sangat penting karena berhubungan dengan sumber data yang
akan diperlukan. Subjek yang di ambil dalam penelitian ini hanya satu orang
yaitu SD dengan pertimbangan karena SD sudah memahami konsep bilangan
1-10 namun pada pelaksanaan operasi hitung penjumlahan masih sering
sekali melakukan kesalahan.
F. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data
1. Instrumen Penelitian
Menurut Sugiyono (2009: 148), “Instrumen penelitian dalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati”. Instrumen atau alat bantu yang digunakan dalam penelitian ini adalalah tes.Arikunto (2006: 150) mengemukakan bahwa “Tes merupakan serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur
keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok”.
Pada penelitian ini, tes digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan
siswa dalam operasi hitung penjumlahan sampai 10 atau kemajuan yang telah
dicapai oleh peserta didik setelah mereka menempuh proses belajar mengajar
dalam jangka waktu tertentu.
Adapun langkah-langkah penyusunan instrumen dalam penelitian ini, yaitu:
a. Membuat kisi-kisi instrumen
Kisi-kisi dalam penelitian ini disesuaikan dengan kemampuan anak yang
mengacu pada kurikulum untuk anak tunagrahita ringan dalam mata pelajaran
matematika kelas 2 semester 1 tingkat SDLB-C. Adapun kisi-kisi instrumen
yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Tabel 3.1
KISI-KISI INSTRUMEN PENELITIAN
Kemampuan Operasi Hitung Penjumlahan
Desi Nurdianti, 2013
berupa isian singkat. Pada aspek kemampuan operasi hitung penjumlahan
dengan gambar sampai 10 akan dibuat 5 butir soal, pada aspek kemampuan
operasi hitung penjumlahan dengan gambar dan bilangan sampai 10 akan
dibuat 5 butir soal dan pada aspek kemampuan operasi hitung penjumlahan
c. Membuat Kriteria PenilaianButir Soal
Kriteria penilaian merupakam panduan dalam menentukan besar atau
kecilnya skor yang didapat anak dalam memahami operasi hitung
penjumlahan sampai 10.
1) Untuk menilai kemampuan anak dalam operasi hitung penjumlahan
dengan gambar sampai 10 digunakan kriteria sebagai berikut:
a. Nilai 0 : Jika anak salah atau tidak dapat menjawab soal operasi hitung
penjumlahan yang diberikan
b. Nilai 1 : Jika anak dapat menjawab soal operasi hitung penjumlahan
yang diberikan dengan benar
2) Untuk menilai kemampuan anak dalam operasi hitung penjumlahan
dengan gambar dan bilangan sampai 10 digunakan kriteria sebagai berikut:
a. Nilai 0 : Jika anak salah atau tidak dapat menjawab soal operasi hitung
penjumlahan yang diberikan
b. Nilai 1 : Jika anak dapat menjawab soal operasi hitung penjumlahan
yang diberikan dengan benar
3) Untuk menilai kemampuan anak dalam operasi hitung penjumlahan
dengan bilangan sampai 10 digunakan kriteria sebagai berikut:
a. Nilai 0 : Jika anak salah atau tidak dapat menjawab soal operasi hitung
penjumlahan yang diberikan
b. Nilai 1 : Jika anak dapat menjawab soal operasi hitung penjumlahan
yang diberikan dengan benar
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes
hasil belajar yaitu dengan menggunakan tes tertulis berupa isian singkat.Tes
ini digunakan dengan tujuan untuk mengukur peningkatan kemampuan awal
anak dan setelah diberi perlakuan dengan menggunakan multimedia interaktif
model permainan.Penelitian dilakukan dengan cara mengumpulkan data
Desi Nurdianti, 2013
mendapatkan perlakuan atau intervensi (B) dan sampai akhirnya mendapat
evaluasi untuk baseline 2 (A2).
Melalui desain A-B-A peneliti akan mendapatkan data-data melalui
pencatatan persentase. Pencatatan persentase yaitu mencatat jumlah jawaban
benar dari suatu tes dibandingkan dengan keseluruhan jumlah soal tes
kemudian dikalikan dengan 100%.
3. Hasil Pengujian Persyaratan Instrumen
a. Validitas Instrumen
“Validitas merupakan derajad ketepatan antara data yang terjadi pada objek penelitian dengan daya yang dapat dilaporkan oleh peneliti” (Sugiyono, 2009: 363).Pendapat tersebut diperkuat dengan pendapat Susetyo (2011: 89) yang menyebutkan bahwa validitas dapat diartikan “Sejauhmana hasil pengukuran dapat diinterpretasikan sebagai cermin sasaran ukur yang berupa
kemampuan, karakteristik atau tingkah laku yang diukur melalui alat ukur yang tepat”.Validitas dapat dikatakan sebagai ketepatan alat ukur yang digunakan untuk memperoleh data. Suatu instrumen dikatakan valid apabila
mampu mengukur apa yang diinginkan.
Menurut Susetyo (2011: 89), “Validitas pengukuran dibagi menjadi tiga
jenis, yaitu validitas isi (content validity), validitas yang berkaitan dengan
kriteria (criterion related validity), dan validitas konstruk (construct
validity)”. Validitas pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
validitas isi (content validity) dengan teknik penilaian ahli (judgement)
dimana validitas isi suatu alat ukur dinilai atau diselidiki dengan meminta
pertimbangan kelompok ahli (expert judgement).Pada penelitian ini, validitas
isi dengan teknik penilaian ahli (judgement) digunakan untuk menentukan
apakah butir instrumen tersebut sesuai dengan tujuan pembelajaran atau
indikator yang ditetapkan.
Penilaian dilakukan oleh satu orang dosen jurusan PKh UPI dan dua orang
guru SPLB-C YPLB Cipaganti Bandung. Berikut adalah penilai ahli yang
Tabel 3.2
Daftar para ahli untuk Expert-Judgment Instrumen
No. Nama Jabatan
1. Drs. H. Maman Abdurachman Dosen PKh UPI
2. Roudotul Jannah, S.Pd. Guru SPLB-C YPLB Cipaganti
3. Titi Herawati, S.Pd. Guru SPLB-C YPLB Cipaganti
Penilai tersebut mencocokan indikator yang ada dalam kisi-kisi intrumen
dengan butir soal yang dibuat oleh peneliti. Apabila penilai menilai cocok
diberi nilai 1 dan jika tidak cocok diberi nilai 0, kemudian dihitung dengan
rumus:
P =
∑ x 100%
(Susetyo, 2011: 92)
Keterangan:
f = frekuensi cocok menurut penilai ∑ = jumlah penilai
P = persentase
Tabel 3.3
Hasil Validitas Instrumen
Butir Soal
Daftar Penilai
Jumlah Keterangan
1 2 3
1 C C C X 100% = 100% Valid
2 C C C X 100% = 100% Valid
3 C C C X 100% = 100% Valid
4 C C C X 100% = 100% Valid
5 C C C X 100% = 100% Valid
Desi Nurdianti, 2013
8 C C C X 100% = 100% Valid
9 C C C X 100% = 100% Valid
10 C C C X 100% = 100% Valid
11 C C C X 100% = 100% Valid
12 C C C X 100% = 100% Valid
13 C C C X 100% = 100% Valid
14 C C C X 100% = 100% Valid
15 C C C X 100% = 100% Valid
Berdasarkan hasil penilaian butir soal 1-15 oleh ketiga ahli tersebut,
diperoleh hasil dengan persentase 100%. Dengan demikian instrumen
dinyatakan valid dan dapat digunakan dalam penelitian.
b. Reliabilitas Instrumen
Reliabilitas data penelitian sangat menentukan kualitas hasil
penelitian.Salah satu syarat agar penelitian dapat dipercaya yaitu data
penelitian tersebut harus reliabel.Instrumen yang telah disusun harus
diujicobakan untuk mengetahui data tersebut sudah reliabel atau belum.
Subjek uji coba instrumen ini tentunya harus memiliki karakteristik sama atau
mendekati subjek dalam penelitian. Uji coba instrumen ini dilakukan pada
tiga subjek di SLB Sabilulungan.Hasil skor dari 3 subjek dapat dilihat pada
lampiran.
Pengujian reliabilitas pada penelitian ini diukur dengan cara internal
consistency, karena mencobakan instrumen hanya sekali
saja.pengujianreliabilitas ini menggunakan teknik KR 20 (Kuder Richardson)
dengan rumus sebagai berikut :
Ri =
{
∑}
(Sugiyono, 2009:359)
Keterangan :
k = jumlah item dalam instrumen
pi = proporsi banyaknya subjek yang menjawab pada item 1
qi = 1 – pi
= Varians total yaitu varians skor total
Ri =
{
∑}
= .
{
}
= .
= 1,07 x 0,72
= 0,77(tinggi)
(perhitungan terlampir)
Tolak ukur menginterpretasikan derajat reliabilitas alat evaluasi dapat
digunakan tabel klasifikasi analisis reliabilitas tes menurut Arikunto (2002)
adalah sebagai berikut :
Tabel 3.4
Klasifikasi Koefisien Reliabilitas
Koefisien Reliabilitas Interpretasi
0,00 – 0,19 Sangat rendah
0,20 – 0,39 Rendah
0,40 – 0,59 Cukup
0,60 – 0,79 Tinggi
0,80 – 1,00 Sangat Tinggi
Berdasarkan hasil uji reliabilitas terhadap instrument penelitian, maka
diperoleh harga ri = 0,77. Jika diinterprestasikan, maka tergolong pada
Desi Nurdianti, 2013
G. Teknik Pengolahan Data
Data yang sudah diperoleh dari hasil penelitian ini kemudian diolah dan
dianalisis.Analisis data bertujuan untuk mengetahui pengaruh intervensi
terhadap perilaku sasaran yang ingin diubah.Analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan statistik deskriptif. Menurut Hasan (2009: 2), “Statistik deskriptif adalah bagian dari statistik yang mempelajari cara pengumpulan dan penyajian data sehingga mudah dipahami”.
Analisis data dibuat ke dalam bentuk grafik dengan tujuan untuk
memperoleh gambaran secara jelas dari pelaksanaan eksperimen yaitu tingkat
perkembangan kemampuan subjek dalam kemampuan operasi hitung
penjumlahan sampai 10 yang diperoleh dari hasil catatan selama penelitian
dalam waktu yang telah ditentukan. Bentuk grafik yang akan digunakan
berupa grafik garis. Menurut Sunanto (2005: 37) terdapat beberapa komponen
penting dalam grafik, antara lain :
1. Absis adalah sumbu X yang merupakan sumbu mendatar yang menunjukkan satuan untuk waktu (mislanya sesi, hari dan tanggal). 2. Ordinat adalah sumbu Y merupakan sumbu vertikal yang
menunjukkan satuan untuk variabel terikat atau perilaku sasaran (misalnya persen, frekuensi dan durasi).
3. Titik Awal adalah: pertemuan antara sumbu X dengan sumbu Y sebagai titik awal skala.
4. Skala adalah garis-garis pendek pada sumbu X dan sumbu Y yang menunjukkan ukuran (misalnya 0%, 25%, 50% dan 75%).
5. Label Kondisi adalah keterangan yang menggambarkan kondisi eksperimen, misalnya baseline atau intervensi.
6. Garis Perubahan Kondisi adalah yaitu garis vertikal yang menunjukkan adanya perubahan dari kondisi ke kondisi lainnya, biasanya dalam bentuk garis putus-putus.
7. Judul Grafik adalah judul yang mengarahkan perhatian pembaca agar segera diketahui hubungan antara variabel bebas dan terikat.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisis data adalah:
1. Menskor hasil pengukuran pada fase baseline-1 (A1) dari subjek setiap
2. Menskor hasil pengukuran pada fase intervensi (B) dari subjek setiap
sesi.
3. Menskor hasil pengukuran pada fase baseline-2 (A2) dari subjek setiap
sesi.
4. Membuat tabel perhitungan skor-skor pada fase baseline-1 (A1), fase
intervensi (B) dan fase baseline-2 (A2) dari subjek pada setiap sesi.
5. Menjumlahkan semua skor yang diperoleh pada fase baseline-1 (A1),
intervensi (B) dan fase baseline-2 (A2) dari setiap sesi.
6. Membandingkan hasil skor pada fase baseline-1 (A1), fase intervensi (B)
dan fase baseline-2 (A2) dari subjek setiap sesi.
7. Membuat analisis dalam bentuk grafik garis sehingga dapat terlihat
secara langsung perubahan yang terjadi pada ketiga fase tersebut.
Desi Nurdianti, 2013
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang pengaruh multimedia
interaktif model permainan terhadap peningkatan kemampuan operasi hitung
penjumlahan sampai 10 pada anak tunagrahita ringan di SPLB-C YPLB
Cipaganti Bandung, dapat disimpulkan bahwa multimedia interaktif model
permainan berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan operasi hitung
penjumlahan sampai 10 pada anak tunagrahita ringan di SPLB-C YPLB
Cipaganti Bandung Hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan mean level
kemampuan operasi hitung penjumlahan sampai 10 pada subjek penelitian MI
sebesar 33,34%, yang didasarkan pada kemampuan subjek penelitian sebelum
diberikan intervensi dengan menggunakan multimedia interaktif model
permainan memperoleh mean level sebesar 43,33% sedangkan kemampuan
subjek setelah diberikan intervensi mengalami peningkatan menjadi 76,67%.
B. Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian yang menyimpulkan bahwa intervensi dengan
menggunakan multimedia interaktif model permainan mempunyai pengaruh
terhadap peningkatan kemampuan operasi hitung penjumlahan sampai 10
pada MI, maka peneliti mengajukan beberapa rekomendasi, antara lain:
a. Bagi guru
Mengacu pada keberhasilan penggunaan media pembelajaran yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu berupa multimedia interaktif model
permainan, peneliti merekomendasikan media ini agar dapat digunakan
sebagai salah satu alternatif media pembelajaran yang dapat digunakan oleh
guru dalam pembelajaran matematika di kelas khususnya mengenai operasi
hitung penjumlahan sampai 10. Selain itu peneliti merekomendasikan agar
pelajaran lain yang disesuaikan dengan karakteristik, kebutuhan serta tujuan
pembelajaran.
b. Bagi peneliti selanjutnya
Peneliti menyadari keterbatasan informasi yang diperoleh dari hasil
penelitian ini, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai
penggunaan multimedia interaktif model permainan dengan
mempertimbangkan kelas yang berbeda, lokasi yang berbeda, penggunaan
materi-materi baru, serta jumlah subjek yang lebih banyak.
Desi Nurdianti, 2013
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M. (2003). Pendidikan Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Alimin, Z. (2008). Hambatan Belajar dan Hambatan Perkembangan pada Anak
Tunagrahita. [Online]. Tersedia
http://z-alimin.blogspot.com/2008/04/hambatan-belajar-dan-hambatan.html [5 November 2012].
Amin, M. (1995). Ortopedagogik Anak Tunagrahita. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Arsyad, A. (2007). Media Pembelajaran. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Asmani, J. M. (2011). Tips Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi
dalam Dunia Pendidikan. Yogyakarta: Diva Press.
Baharuddin dan Wahyuni, E. N. (2008). Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-ruz Media Group.
Copley, J. V. (2001). The Young Child and Mathematics. NAEYC: Washington DC.
Daryanto. (2010). Media Pembelajaran Peranannya Sangat Penting Dalam
Mencapai Tujuan Pembelajaran. Yogyakarta: Gava Media.
Efendi, M. (2006). Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Erman dan Turmudi. (1993). Perkenalan dengan Teori Bilangan. Bandung: Wijayakusumah.
Green, T. D. dan Brown, A. (2002). Multimedia Projects in the Classroom (A
guide to development and evaluation). California: Corwin Press.
Hasan, I. (2004). Analisis Data Penelitian dengan Statistik. Jakarta: Bumi Aksara.
Hidayat, T. (2007). Ensiklopedia Matematika Untuk Anak. Bandung : Grafindo
Media Utama.
Indriana, D. (2010). Ragam Alat Bantu Media Pengajaran. Yogyakarta: PT Diva
Press.
Junaidi, W. (2011). Pengertian Konsep. [Online]. Tersedia http://wawan-junaidi.blogspot.com/2011/06/pengertian-konsep.html [9 Februari 2013].
Kirk, S. A. (1962). Educating Exceptional Children. Boston: Houghton Mifflin Company.
Mardiansyah, D. (2012). Pengertian dan Macam-macam Bilangan, [Online]. http://tipssoftwarenew.blogspot.com/2012/06/pengertian-dan-macam-macam-bilangan.html
Munadi, Y. (2008). Media Pembelajaran Sebuah Pendekatan Baru. Jakarta: Gaung Persada Press.
Desi Nurdianti, 2013
Pakasi, S. (1970). Didaktik Berhitung Serta Metodik Khusus Untuk Kelas I dan II
S.D. Jakarta: Bhratara.
Payne, J. S. dan Patton, J. R. (1981). Mental Retardation. Ohio: A bell and Howell Company.
Redaksi Sinar Grafika. (2003). Undang-undang Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional) 2003 (UU RI. No. 20 TH. 2003). Jakarta: Sinar Grafika.
Roblyer, M.D. (2006). Integrating Educational Technology into Teaching. United States: Pearson.
Rochyadi, E dan Alimin, Z. (2003). Pengembangan Program Pembelajaran
Individual. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Ruseffendi, E. T. (1984). Dasar-dasar Matematika Modern dan Komputer untuk
Guru. Bandung: Tarsito.
Rusman. (2012). Belajar dan Pembelajaran Berbasis Komputer. Bandung: Alfabeta.
Soedjadi, R. (2000). Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Somantri, T. S. (2006). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT. Refika Aditama.
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan. Pendidikan (Pendekatan
Kuantitatif, Kualitatif dan R&D). Bandung: Alfabeta.
Suherman, E. dan Winataputra, U. S. (1992). Materi Pokok Strategi Belajar
Mengajar Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Susetyo, B. (2011). Menyusun Tes Hasil Belajar. Bandung: Cakra.
Susilana, R dan Riyana, C. (2008). Media Pembelajaran (Hakikat,
Pengembangan, Pemanfaatan dan Penilaian). Bandung : Jurusan
Kurtekpend UPI.
Sutopo, A. H. (2012). Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Universitas Pendidikan Indonesia. (2012). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: UPI Press.
Warsita, B. (2008). Teknologi Pembelajaran Landasan dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Waryanto, N. H. (2008). “Multimedia Interaktif dalam Pembelajaran”. Makalah