• Tidak ada hasil yang ditemukan

CITRA PEREMPUAN PAPUA DALAM NOVEL TANAH TABU KARYA ANINDITA S. THAYF (Kajian Feminisme).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "CITRA PEREMPUAN PAPUA DALAM NOVEL TANAH TABU KARYA ANINDITA S. THAYF (Kajian Feminisme)."

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

LEMBAR PENGESAHAN ………..

KATA MUTIARA ……….

PERNYATAAN ……… i

ABSTRAK ………. ii

KATA PENGANTAR ……….. iii

UCAPAN TERIMA KASIH ………. iv

DAFTAR ISI ……….. vii

BAB 1 PENDAHULUAN ………. 1

1.1Latar Belakang Masalah ………. 1

1.2Batasan Masalah ………. 10

1.3Rumusan Msalah ……… 11

1.4Tujuan Penelitian ……… 11

1.5Manfaat Penelitian ……….. 12

1.6Definisi Operasional ………12

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA ……… 14

2.1 Pengertian Novel ………. 14

2.1.1 Unsur-unsur Pembentuk Novel ………... 15

2.2 Analisis Aspek Sintaksis dan Analisis Aspek Semantik ……… 25

(2)

2.4.1.2 Citra Psikis ……… 30

2.4.1.3 Citra Sosial ……… 30

2.5 Citra Perempuan Papua dan Karakteristik Perempuan Papua ………. 31

2.6 Kritik Sastra Feminis ………... 38

2.6.1 Pengertian Feminis ……… 38

2.6.2 Sejarah Munculnya Gerakan Feminisme ……….. 39

2.6.3 Ragam Ideologi Feminisme ……….. 48

2.6.4 Sejarah Munculnya Feminisme dalam Sastra ………... 56

2.6.5 Kritik Sastra Feminis ……… 64

2.6.5.1 Pengertian Kritik Sastra Feminis ………64

2.6.5.2 Jenis-jenis Kritik Sastra Feminis ………... 67

BAB 3 METODE PENELITIAN ……….. 71

3.1 Metode Penelitian ……… 71

3.2 Sumber Data ……… 72

3.3 Teknik Penelitian ………. 73

3.3.1 Teknik Studi Pustaka ……… 73

3.3.2 Teknik Pengolahan Data ……….. 73

(3)

4.1.2 Analisis Tokoh dan Penokohan ……… 131

4.1.3 Analisis Latar ……… 258

4.1.3.1 Latar Tempat ………. 259

4.1.3.2 Latar Waktu ……….. 272

4.1.3.3 Latar Sosial ……… 274

4.1.4 Analisis Penceritaan ………. 279

4.1.5 Analisis Sudut Pandang ……… 283

4.2 Citra Perempuan Papua dalam Novel Tanah Tabu Karya Anindita S. Thayf... 284

4.2.1 Citra Fisik ………. 285

4.2.2 Citra Psikis ……… 296

4.2.3 Citra Sosial ……… 300

4.3 Tinjauan Feminisme Terhadap Struktur Novel Tanah Tabu Karya Anindita S. Thayf ……… 312

4.4 Tinjauan Feminisme Terhadap Citra Perempuan Papua dalam Novel Tanah Tabu Karya Anindita S. Thayf ……… 318

(4)

5.1.2 Berdasarkan Analisis Citra Perempuan Papua ………. 337

5.1.3 Berdasarkan Tinjauan Feminisme Terhadap Citra Perempuan ……… 340 5.2 Saran ……… 342

DAFTAR PUSTAKA

(5)

BAB 1

PENDAHULUAN

Pada bab satu ini, dibahas mengenai (1) latar belakang masalah, (2) batasan masalah, (3) rumusan masalah, (4) tujuan penelitian, (5) manfaat penelitian, dan (6) definisi operasional. Pembahasan lebih lanjut mengenai hal-hal di atas adalah sebagai berikut.

1.1Latar Belakang Masalah

Perempuan sebagai mahkluk ciptaan Tuhan yang diciptakan dengan harkat, martabat, dan derajat yang sama dengan laki-laki, pada kenyataanya selalu dan masih mendapat pelabelan sebagai mahkluk kelas dua dan bersifat inferior dalam berbagai sendi kehidupan. Pelabelan sebagai mahkluk kelas dua dan penyifatan perempuan sebagai mahkluk inferior salah satunya disebabkan oleh pencitraan terhadap diri perempuan yang selalu diimajinasikan secara negatif. Sehubungan dengan pencitraan, Wellek dan Warren dalam buku mereka yang berjudul Theory of Literature, menggolongkan pencitraan sebagai topik yang termasuk dalam bidang psikologi dan studi sastra (1989: 236). Dalam psikologi, kata “citra” berarti reproduksi mental, suatu ingatan masa lalu yang bersifat indrawi dan berdasarkan persepsi, dan tidak selalu bersifat visual (Wellek & Warren, 1989: 236).

(6)

maskulinitas selalu menjadi topik utama dalam berbagai karya sastra. Karya sastra yang umumnya adalah hasil dari tulisan laki-laki, selalu menampilkan stereotipe perempuan sebagai istri dan ibu yang setia dan berbakti, perempuan manja, pelacur, dan perempuan dominan. Stereotipe semacam itu jelas membuat penilaian terhadap citra perempuan menjadi tidak adil dan tidak teliti (Djajanegara, 2003: 19).

Citra atau imaji perempuan pada masa awal kesusasteraan Indonesia dapat dilihat dari beberapa pemilahan dalam kekuatan dan dominasi laki-laki. Pemilahan pertama adalah periode sebelum tahun 1930, yaitu periode diterbitkannya novel Siti

Nurbaya, Azab dan Sengsara, dan Salah Asuhan. Pada periode berikutnya terjadi

perubahan mengenai citra atau imaji perempuan pada dekade tahun 1930-an melalui novel Layar Terkembang dan Belenggu. Periode sebelum tahun 1930, menunjukkan bahwa kekuatan dan dominasi laki-laki masih mencitrakan atau mengimajinasikan perempuan sebagai kaum yang lemah dan tidak berdaya. Perempuan bahkan digambarkan sebagai pelengkap dalam kehidupan laki-laki yang seluruh hidupnya adalah untuk mengabdi pada suami (Anwar, 2009: 76).

(7)

tanpa pilihan. Kesadaran akan kondisi marginal yang dihadapi perempuan dalam karya sastra membuat para pengarang dan tokoh perempuan membuat perubahan. Perubahan besar-besaran tersebut terjadi sejak tahun 1970 (Ratna, 2008: 193).

Karya sastra sebagai salah satu media tempat berkembangnya subordinasi terhadap perempuan, ternyata juga bisa menjadi salah satu media untuk mendobrak sistem kepatriarkian oleh pengarang, entah itu pengarang laki-laki yang bersifat profeminis ataupun pengarang yang memang merupakan seorang perempuan. Cara mendobrak sistem kepatriarkian dalam karya sastra dapat dilakukan dengan mengangkat isu-isu ketimpangan gender yang dialami perempuan, sebut saja misalnya mengenai kekerasan terhadap perempuan, ketidakadilan dalam dunia pendidikan bagi anak perempuan, kawin paksa, kawin kontrak dan perjodohan, serta citra perempuan dalam karya sastra tersebut.

(8)

individu harus memerankan perannya dengan baik sebagai individu, istri, dan perannya di sosial masyarakat (Sugihastuti, 2000: 44).

Ada perbedaan yang cukup siginifikan mengenai penggambaran tokoh perempuan dalam novel yang ditulis oleh pengarang laki-laki dengan yang ditulis pengarang perempuan. Tokoh perempuan dalam novel yang diciptakan oleh pengarang perempuan tampak lebih merupakan “manusia perempuan” dan bukan

konsep mengenai bagaimana seharusnya menjadi perempuan (maju) (Damono dalam Djajanegara, 2003: xii). Para pengarang perempuan memiliki fungsi dan obsesi dalam karya tulis mereka, salah satunya untuk menampilkan tuntutannya, agar kehadirannya menjadi bermakna di dalam masyarakat (Ratna, 2008: 194), sedangkan pengarang laki-laki menghadirkan sosok perempuan lebih sebagai “konsep” laki-laki tentang perempuan. Artinya di sini pengarang laki-laki masih menggunakan pendekatan-pendekatan tradisional yang secara keadaan tidak cocok dengan keadaan perempuan yang sebenarnya (Djajanegara, 2003: 19).

(9)

presentasi dari kenyataan dan pengalaman atau sebuah persepsi dari dunia nyata pengarang.

Dalam mengkaji analisis citra perempuan dalam karya sastra, pencitraan perempuan dapat dianalisis juga dari aspek perempuan suatu daerah tertentu. Misalnya citra perempuan Papua. Dalam buku yang berjudul Sistem Kesatuan Hidup

Setempat Daerah Irian Jaya yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan

(10)

rumah tangga maupun pekerjaan berat yang seharusnya dilakukan oleh pihak laki-laki. Perempuan Papua diwajibkan dapat bekerja diluar rumah sebagai penopang ekonomi keluarga.

Berkaitan dengan penjelasan mengenai citra perempuan dan perempuan Papua di atas, maka peneliti memilih novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf sebagai objek penelitian. Alasan pertama mengapa peneliti memilih novel Tanah Tabu ini sebagai korpus penelitian karena secara nyata novel ini mengandung konteks yang akan dikaji peneliti dalam penelitian ini, yakni mengenai citra perempuan Papua. Novel Tanah Tabu ini sendiri ber-setting di Papua dan mengangkat berbagai persoalan yang dialami oleh tanah Papua, terutama persoalan yang dialami para perempuan Papua. Persoalan tersebut tidak hanya terjadi dalam kehidupan rumah tangga tetapi juga segi kehidupan yang lain seperti pendidikan, ekonomi, politik, dan budaya.

(11)

sang suami, ia tidak pernah menentang suaminya walaupun semua yang dilakukan suaminya terhadap dirinya tersebut adalah suatu kesalahan. Tokoh Mama Helda awalnya adalah tokoh yang bersifat kontrafeminis (menentang feminisme), lalu pada akhir cerita tokoh ini beralih menjadi tokoh profeminis (membela feminisme). Seperti dalam kutipan berikut. .

“Yang kutahu, dahulu Mama Helda suka sekali tertawa dan bercanda. Ia bersikap begitu jika suaminya tidak ada di rumah. Sudah berangkat kerja sejak pagi-pagi buta. Sebaliknya, jika suaminya telah pulang—laki-laki itu tiba di rumah sebelum malam merangkak terlalu jauh—Mama Helda menyimpan cerita kanak-kanaknya di dalam saku. Ia memaksa dirinya menjadi dewasa. Berusaha menjadi seorang istri yang dimaui sang suami. Penurut, penyabar, pendiam, pemaaf, dan sikap lain yang akan bertambah sesuai kebutuhan” (Thayf, 2009: 65-66).

“Ketika itu, aku teringat kata-katamu, Mabel. Aku harus berbuat sesuatu untuk melindungi anak-anakku. Karena kalau bukan aku siapa lagi? Pace mereka bisa saja menyakiti mereka seperti ia menyakitiku. Dan aku tidak mau itu terjadi! Makanya kuambil keputusan ini, Mabel. Aku kabur bersama anak-anak pagi-pagi sekali. Waktu itu, aku tidak punya tujuan. Yang penting pergi jauh dari rumah” (Thayf, 2009: 187).

Alasan kedua peneliti memilih novel Tanah Tabu ini karena peneliti merasa takjub terhadap penulis novel ini yang bukan berasal dari Papua tetapi dengan sangat gamblang dan berani menggambarkan bagaimana sosok laki-laki tanah Papua yang selalu menindas kaum perempuannya dan ia juga berani menggambarkan bagaimana carut-marutnya tanah Papua dalam aspek ekonomi dan politik tanah air. Seperti dalam kutipan berikut.

(12)

kebuasan itu sampai ke rumah? Menjadikan para perempuan, istri sendiri, dan anak-anak sebagai korban. Sungguh tragis” (Thayf, 2009: 66).

“Rupanya perang tersebut terjadi karena kedua suku ini saling berebut batas wilayah sungai tempat mereka bisa mendulang emas. Kelompok atas merasa kelompok bawah telah menggeser batas wilayah mereka diam-diam, dan menyisakan bagian yang sudah longsor untuk kelompok atas. Akibatnya, empat hari lalu, seorang penambang dari kelompok atas tewas tertimbun tanah longsor ketika sedang mendulang emas di sungai” Jii… Orang-orang itu macam tidak punya pikirankah? Saling bunuh saudara sendiri

padahal yang salah orang luar”

“Siapa yang salah, Mabel? Leksi yang sejak tadi terpesona mendengarkan cerita Mama Pembawa Berita, tiba-tiba bersuara lagi”

“Siapa lagi kalau bukan perusahaan emas itu. Mereka memang begitu, Nak. Selalu bikin kacau dan rusuh. Tipu terus! Sana-sini! Gara-gara mereka, orang-orang jadi berkelahi begini. Ada yang mati, sakit, miskin, menderita. Mereka hanya mau emas kita, Leksi, tanpa peduli apakah kita ini hidup susah atau sudah mau mati semua” (Thayf, 2009: 139-140).

(13)

sangat komplit sebagai objek penelitian berbasis feminis adalah pengarang novelnya pun adalah seorang perempuan.

Karena penelitian ini konteksnya adalah mengenai citra perempuan, maka penelitian yang dilakukan adalah melalui kajian kritik sastra feminis ideologis. Kritik sastra feminis ideologis adalah kritik sastra feminis yang melibatkan wanita, khususnya kaum feminis, sebagai pembaca. Yang menjadi pusat perhatian pembaca adalah citra serta stereotipe wanita dalam karya sastra. Kritik ini juga meneliti kesalahpahaman tentang wanita dan sebab-sebab mengapa wanita sering tidak diperhitungkan, bahkan nyaris diabaikan sama sekali dalam kritik sastra (Djajanegara, 2003: 28). Judul penelitian ini adalah Citra Perempuan Papua dalam Novel Tanah

Tabu Karya Anindita S. Thayf (Kajian Feminisme). Dengan penelitian ini, peneliti

berharap dapat diperoleh informasi yang memadai mengenai citra perempuan, khususnya citra perempuan Papua dalam novel Tanah Tabu.

Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini, antara lain, skripsi milik Vega Galanteri, mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia, jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, angkatan 2003, yang berjudul Citra Perempuan Jawa, Jepang,

dan Keturunan Indo Jepang Dalam Novel Perempuan Kembang Jepun Karya Lan

Fang. Skripsi ini dianggap relevan karena mengusung tema yang sama mengenai

(14)

Satu lagi penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah Laporan Penelitian Pembinaan yang dilakukan oleh salah satu dosen Universitas Pendidikan Indonesia pada jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Yulianeta, pada tahun 2010, yang berjudul Hegemoni Ideologi Gender Dalam Novel Indonesia Era Reformasi

(Tinjauan Hegemoni Gramsci dan Analisis Gender) yang salah satu isinya mengupas

tentang novel yang dikaji oleh peneliti. Hanya saja dalam penelitian Hegemoni Gramsci dan Analisis Gender ini tidak menganalisis bagaimana citra perempuan melainkan menganalisis identitas dan peran gender, ideologi gender, dan identifikasi hegemoni ideologi gender.

1.2 Batasan Masalah

(15)

1.3Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Bagaimana struktur novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf?

2) Bagaimana representasi citra perempuan Papua dalam novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf?

3) Bagaimana tinjauan dari segi feminisme terhadap citra perempuan yang direpresentasikan dalam novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf?

1.4Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah memperoleh deskripsi berkenaan dengan.

1) Struktur novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf.

2) Representasi citra perempuan Papua dalam novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf.

(16)

1.5Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Manfaat teoritis penelitian ini diharapkan dapat menerapkan teori sastra khususnya teori kritik sastra feminis dan penggunaannya di dalam analisis sebuah karya sastra.

2) Manfaat praktis penelitian ini adalah memperkaya wawasan peneliti pada khususnya, dan pembaca pada umumnya tentang seluk-beluk sebuah karya sastra ditinjau dari kajian kritik sastra feminis.

1.6Definisi Operasional

1) Feminisme

Adalah gerakan kaum perempuan yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum perempuan dan laki-laki. Persamaan hal itu meliputi semua aspek kehidupan, baik dalam bidang politik, ekonomi, maupun sosial budaya.

2) Kritik Sastra Feminis

(17)

3) Kritik Sastra Feminis Ideologis

Kritik sastra ini melibatkan wanita, khususnya kaum feminis, sebagai pembaca. Yang menjadi pusat perhatian pembaca wanita adalah citra serta stereotipe wanita dalam karya sastra. Kritik ini juga meneliti kesalahpahaman tentang wanita dan sebab-sebab mengapa wanita sering tidak diperhitungkan, bahkan nyaris diabaikan sama sekali dalam kritik sastra.

4) Citra Perempuan

(18)

BAB 3

METODE PENELITIAN

Dalam bab tiga ini di uraikan (1) metode penelitian, (2) sumber data, (3) teknik penelitian, dan (4) bagan penelitian. Uraian dari keempat hal pokok di atas adalah sebagai berikut.

3.1Metode Penelitian

Untuk meperoleh hasil yang baik dan memuaskan maka penelitian yang sifatnya ilmiah harus menggunakan metode yang tepat. Metode itu sendiri berasal bahasa Latin, dari kata Methodos, sedangkan methodos itu sendiri berasal dari asal kata Meta dan Hodos. Meta berarti menuju, melalui, mengikuti. Sedangkan Hodos berarti jalan, cara, arah. Jadi metode adalah cara, strategi untuk memahami realitas, langkah-langkah sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab akibat berikutnya. Metode berfungsi untuk menyederhanakan masalah, sehingga lebih mudah untuk dipecahkan dan dipahami (Ratna, 2008: 34).

Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode deskriptif analisis. Metode deskriptif analisis dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis. Analisis berasal dari bahas Yunani,

(19)

semata-mata menguraikan melainkan juga memberikan pemahaman dan penjelasan secukupnya (Ratna, 2008: 53).

Pengkajian novel dalam penelitian ini dilakukan yaitu dengan cara menganalisis novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf bukan hanya dari segi strukturnya saja yang berupa analisis aspek sintaksis dan analisis aspek semantik, tetapi juga menganalisis representasi citra perempuan Papua dalam novel serta menganalisis tinjauan dari segi feminisme terhadap citra perempuan yang direpresentasikan dalam novel. Karena konsep penelitian ini adalah citra perempuan, maka kritik sastra yang digunakan dalam penelitian ini adalah kritik sastra feminis ideologis. Kritik sastra feminis ideologis itu sendiri adalah kritik sastra feminis yang melibatkan wanita, khususnya kaum feminis, sebagai pembaca. Yang menjadi pusat perhatian pembaca adalah citra serta stereotipe wanita dalam karya sastra. Kritik ini juga meneliti kesalahpahaman tentang wanita dan sebab-sebab mengapa wanita sering tidak diperhitungkan, bahkan nyaris diabaikan sama sekali dalam kritik sastra (Djajanegara, 2003: 28).

3.2Sumber Data

(20)

3.3Teknik Penelitian

Dalam menganalisis suatu kajian, peneliti tidak dapat langsung menarik kesimpulan hanya dengan sekedar tahu mengenai objek penelitian, tetapi peneliti juga diharuskan mengikuti beberapa peraturan yang tertuang dalam teknik penelitian. Teknik penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

3.3.1 Teknik Studi Pustaka

Sebelum peneliti terjun langsung mengkaji objek kajian, peneliti telah melakukan proses pengumpulan data yang diperoleh dari berbagai sumber, antara lain: media buku, penelitian-penelitian terdahulu yang relevan, dan data dari media internet.

3.3.2 Teknik Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh peneliti dari studi kepustakaan akan diolah, disusun, dan dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut.

1) Pertama, peneliti akan menganalisis bagaimana struktur novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf.

2) Kedua, peneliti akan menganalisis representasi citra perepuan Papua dalam novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf.

3) Ketiga, peneliti akan menganalisis bagaimana tinjauan dari segi feminisme terhadap citra perempuan yang direpresentasikan dalam novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf.

(21)

3.4Bagan Penelitian

1 3

2

3

4

4

5 Hasil Analisis

Bagan 1 Model Analisis Data Citra Perempuan Papua dalam Novel Tanah Tabu Karya Anindita S. Thayf

(Kajian Feminisme) Novel Tanah Tabu

Penyajian Data • Struktur novel Tanah Tabu

• Representasi citra perempuan Papua • Tinjauan feminisme citra perempuan Pengumpuan Data

• Pembacaan Kritis-Kreatif

Pereduksian Makna

Penafsiran Data

Secara Deskripitif Analisis Penyimpulan Data

Citra Perempuan Papua

Dalam Novel Tanah Tabu

(22)

BAB 5

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Setelah melalui tahap analisis, sampailah kita pada bagian simpulan. Simpulan ini akan mencoba menjawab dua pertanyaan besar pada awal penelitian,

yakni “Bagaimana struktur novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf?” dan

“Bagaimana representasi citra perempuan Papua dalam novel Tanah Tabu karya

Anindita S. Thayf?”.

5.1.1 Berdasarkan Analisis Struktur

Pada analisis pengaluran ditemukan sejumlah 290 sekuen. Ke-290 sekuen tersebut merupakan sekuen induk karena dari ke-290 sekuen tersebut termasuk di dalamnya 7 sekuen sorot balik (sekuen yang menampilkan kembali masa lampau dalam suatu rangkaian peristiwa), 2 sekuen kilas balik (sekuen yang menampilkan masa lampau dalam satu peristiwa saja), 2 sekuen bayangan (sekuen yang menampilkan peristiwa yang belum terjadi). Pada analisis alur, penulis menemukan sejumlah 75 funsgi utama.

(23)

Mabel, Mace, Leksi, Pum, Kwee, Mama Helda, dan Yosi. Ke-7 tokoh perempuan dia atas, dua di antaranya merupakan tokoh fabel, yaitu tokoh Pum dan Kwee.

Pada analisis latar, penulis menganalisis tiga jenis latar, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar tempat yang ada di dalam novel Tanah Tabu ini penulis bagi atas tiga, yaitu latar tempat para tokoh pada masa lampau, latar tempat para tokoh pada masa sekarang, dan latar tempat yang muncul dari alam bawah sadar salah satu tokoh. Kesemua latar tempat para tokoh pada masa lampau dan sekarang ber-setting di Papua. Adapun analisis latar waktu dalam novel Tanah Tabu ini terbagi atas empat, yaitu latar waktu pada pagi hari, siang hari, sore hari, dan malam hari. Untuk analisis latar sosial, penulis menemukan lima latar sosial. Kelima latar sosial tersebut merupakan tradisi dan adat-istiadat yang masih para tokoh dalam novel jalankan di kehidupan sehari-hari mereka sebagai orang Papua. Kelima latar sosial tersebut, yaitu latar sosial mengenai adat noken, budaya makan pinang, mahar dalam upacara perkawinan, adat dalam perjodohan, dan upacara adat bakar batu.

Tipe penceritaan yang hadir di dalam novel Tanah Tabu adalah tipe penceritaan intern. Pada analisis penceritaan ditemukan tiga jenis penceritaan, yaitu wicara yang dilaporkan (wicara yang ditampilkan secara langsung berupa dialog-dialog tokoh), wicara alihan (wicara yang menyampaikan pikiran tokoh, perasaan tokoh, dan sebagainya), dan wicara yang dinarasikan (wicara yang menyajikan peristiwa-peristiwa yang dialami tokoh).

(24)

dengan dirinya dan mengungkapkan perasaannya sendiri dengan kata-katanya sendiri) dan sudut pandang tokoh bawahan (ia lebih banyak mengamati dari luar daripada terlihat di dalam cerita pengarang biasanya menggunakan kata ganti orang ketiga).

5.1.2 Berdasarkan Analisis Citra Perempuan Papua

Analisis mengenai citra perempuan Papua pada bab sebelumnya mengkategorikan citra perempuan atas tiga jenis, yaitu citra fisik, citra psikis, dan citra sosial. Citra perempuan Papua di dalan novel ini penulis temukan ada dalam delapan tokoh perempuan Papua. Tokoh-tokoh tersebut, yakni tokoh Mabel, Mace, Leksi, Mama Helda, Yosi, Mama Kori, Mama Mote (Mama Pembawa Berita, dan Ibu Mabel. Berdasarkan citra fisik, seluruh tokoh perempuan Papua dalam novel Tanah

Tabu ini menggambarkan fisik orang Papua pada umumnya, berkulit hitam dan

berambut keriting. Yang membedakan citra fisik tokoh perempuan Papua yang satu dengan yang lain hanya dalam bentuk dan kekuatannya saja, ada yang berfisik gemuk, ada yang kurus, ada yang kuat, ada juga yang lemah. Di dalam novel Tanah

Tabu ini ada dua tokoh perempuan Papua yang selalu mengalami tindak kekerasan

(25)
(26)
(27)

Papua yang aktif dalam suatu organisasi. Mereka hanyalah perempuan dari kaum kelas bawah yang kedudukannya sering bahkan diabaikan dalam masyarakat.

Citra perempuan Papua yang tergambar dalam tokoh-tokoh perempuan Papua dalam novel Tanah Tabu ini cenderung masih direpresentasikan secara negatif. Walaupun ada tokoh perempuan yang kuat dan tegar secara fisik maupun psikis, tetapi ia tetaplah perempuan Papua yang tertindas.

5.1.3 Berdasarkan Tinjaun Feminisme terhadap Citra Perempuan

Tokoh perempuan dalam novel Tanah Tabu ini kebanyakan adalah korban tindak kekerasan dari kaum laki-laki. Mereka selalu mendapat perlakuan kasar, baik itu secara fisik maupun psikis. Para perempuan di dalam novel Tanah Tabu ini umumnya mendapat diskriminasi dalam berbagai hal, mulai dari rumah tangga, ekonomi, pendidikan, politik, dan budaya.

Dalam rumah tangga, penindasan terhadap tokoh perempuan dalam novel

Tanah Tabu ini terjadi melalui tindak kekerasan yang dilakukan oleh para suami

(28)

semua pekerjaan rumah tangga tanpa harus merasakan bangku pendidikan. Dalam politik, penindasan terhadap perempuan dalam novel ini terjadi saat para tokoh perempuan Papua mengalami tindak kekerasan yang ditujukan kepada diri mereka sebagai tuduhan atas perbuatan yang tidak mereka lakukan. Para kaum laki-laki dari suatu organisasi di dalam novel ini tak sungkan untuk menangkap secara paksa tokoh perempuan yang dituduh sebagai pemberontak, menyiksa fisik maupun psikis perempuan tersebut, memperlakukan para perempuan lebih buruk dari binatang. Beberapa laki-laki bersegaram dalam novel ini juga melakukan tindak perkosaan terhadap salah satu tokoh perempuan yang menyisakan trauma dan ketakutan yang amat sangat dalam diri perempuan tersebut. Penindasan terhadap perempuan dalam hal budaya dapat dilihat sebagai salah satu contoh dari adat perjodohan, yaitu di mana pihak laki-laki diperbolehkan memegang-megang payudara si perempuan, jika perempuan tersebut berteriak maka itu berarti sebuah penolakan, tetapi jika si perempuan diam saja, itu berarti perjodohan dapat dilanjutkan. Walaupun adat tersebut diperbolehkan dalam tradisi masyarakat suku di Papua, tetapi dapat dikatakan bahwa perempuan dalam tradisi perjodohan tersebut sangat mendapat perlakuan yang tidak menguntungkan, dapat dilihat mereka dijadikan sebagai objek seksualitas.

(29)

laki-5.2 Saran

Di dalam novel Tanah Tabu ini terdapat banyak sekali penyimpangan gender yang dilakukan kaum laki-laki terhadap perempuan. Tindakan penyimpangan gender tersebut tidak hanya terjadi dalam bentuk kekerasan terhadap fisik, tetapi juga psikis. Di dalam novel Tanah Tabu ini digambarkan dengan jelas kekerasan apa saja yang menimpa kaum perempuan, khususnya perempuan Papua. Kasus-kasus kekerasan di dalam novel Tanah Tabu ini pada kenyataannya memang terjadi dalam kehidupan masyarakat sehari-hari di mana pun itu. Isi cerita dari novel Tanah Tabu ini hendaknya bisa menjadi bahan renungan oleh berbagai pihak.

(30)

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Ahyar. 2009. Geneologi Feminis Dinamika Pemikiran Feminis Dalam Novel

Pengarang Perempuan Indonesia 1933-2005. Jakarta: Republika.

Arivia, Gadis. 2003. Filsafat Berspektif Feminis. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan (YJP).

Budaya Indonesia. 2010. Kebudayaan Indonesia. (Online). Tersedia: http://wonk3.wordpress.com/2010/12/22/budaya-indonesia (22 Juni 2012).

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988. Sistem Kesatuan HidupSetempat

Daerah Irian Jaya. Irian Jaya: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi

Kebudayaan Daerah.

Djajanegara, Soenarjati. 2003. Kritik Sastra Feminis Sebuah Pengantar. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Galanteri, Vega. 2007. Citra Perempuan Jawa, Jepang, dan Keturunan Indo Jepang

dalam Novel Perempuan Kembang Jepun Karya Lan Fang. Bandung:

Univeristas Pendidikan Indonesia.

(31)

Hellwig, Tineke. 2003. In The Shadow of Change: Citra Perempuan dalam Sastra

Indonesia. Terjemahan oleh Rika Iffati Farikha. Depok: Desantara.

Jackson, Stevi, dan Jackie Jones. 2009. Teori-teori Feminis Kontemporer. Yogyakarta: Jalasutra.

Kutha Ratna, Prof. Dr. Nyoman, S.U. 2008. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian

Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Lembaga Pengembangan Masyarakat. 2009. Noken dan Perempuan Papua. (Online). Tersedia:http://www.lpmak.org/en/media/articles/2009/noken-dan-perempuan papua(22 Juni 2012)

M. Pd, Yulianeta. 2010. Hegemoni Ideologi Gender dalam Novel Indonesia Era

Reformasi (Tinjauan Hegemoni Gramsci dan Analisis Gender). Bandung:

Universitas Pendidikan Indonesia.

Reza. 2011. Budaya Makan Pinang dan Sirih Masyarakat Papua. (Online). Tersedia: http://rezza88.wordpress.com/2011/01/27/budaya-makan-pinang-dan-sirih-masyarakat-papua (22 Juni 2012).

Sugiharti dan Suharto. 2005. Kritik Sastra Feminis Teori dan Aplikasinya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

(32)

Thayf, Anindita S. 2009. Tanah Tabu. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Todorov, Tzevan. 1985. Tata Sastra. Terjemahan Okke K.S. Zaimar, dkk. Jakarta: Djambatan.

Referensi

Dokumen terkait

Partai Politik di Indonesia pada periode Pemilu 1955 dapat dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu Partai Politik ideologi Islam yang terdiri dari Partai Masyumi

Planning (Perencanaan) ... Prinsip-prinsip Manajemen Sekolah ... Memprioritaskan tujuan di atas kepentingan pribadi dan kepentingan mekanisme kerja ... Mengkoordinasi wewenang

Seperti halnya dengan salon, promosi Eillen salon selama ini hanya dengan memasang spanduk dan brosur saja sehingga informasi yang didapatkan kurang lengkap juga kurang menarik

Flowchart Beasiswa Konsorsium Pendidikan BPMIGAS - KKKS (Badan.. Pelaksana Minyak dan Gas – Kontraktor Kontrak

Selain daya serap otak pada anak didapat melalui makanan yang bergizi, hal lain yang mendukungnya adalah melalui prose pembelajaran yang formal atau pendidikan yang tepat. Kendala

Informasi secara rinci dapat dilihat di website www.jakarta.go.id 2.. Untuk pengaduan dapat

Salah satu asumsi lain yang dapat digunakan yaitu faktor penyebab j dan faktor penyebab total dalam penyusutan jamak memiliki distribusi seragam untuk penyusutan

PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN INDIVIDUAL KULIAH KERJA NYATA REGULER UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN.. Periode