commit to user
i
AIR SUNGAI BANYUPUTIH DI KECAMATAN ASEMBAGUS
DENGAN METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENIS
Disusun oleh :
SYAFI’AH ISNAINI
M 0206071
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagian
persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Fisika
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
Dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi pada :
Hari : Kamis
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Ketua Jurusan Fisika
Drs. Harjana, M.Si., Ph.D
commit to user
iii
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “PEMETAAN LAPISAN TANAH YANG TERKONTAMINASI AIR SUNGAI BANYUPUTIH DI KECAMATAN ASEMBAGUS DENGAN METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENIS” belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang
pengetahuan saya juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain,
kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar
pustaka.
Surakarta, Desember 2010
commit to user
MOTTO
Barang siapa memudahkan kesukaran seseorang, Allah akan
memudahkan baginya di dunia dan akhirat
(H.R Muslim)
Kalau dengan ilmu pengetahuan,
Kita yang mendaki mencari kebenaran,
Maka dengan wahyu dan ilham,
Kebenaran yang menurun menghinggapi kita.
commit to user
v
Dengan rahmat Allah SWT, karya ini kupersembahkan kepada:
1.
Allah SWT atas semua nikmat yang terus diberikan sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan dengan lancar.
2.
Orang tua dan semua keluarga tercinta.
3.
Almamater yang kubanggakan, khususnya Jurusan Fisika Fakultas
MIPA Universitas Sebelas Maret.
commit to user
AIR SUNGAI BANYUPUTIH DI KECAMTAN ASEMBAGUS
DENGAN METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENIS
SYAFI’AH ISNAINI
Jurusan Fisika. Fakultas MIPA. Universitas Sebelas Maret
ABSTRAK
Metode geolistrik memanfaatkan variasi resistivitas batuan berdasarkan pengukuran beda potensial karena injeksi arus kedalam bumi. Pengukuran geolistrik dapat digunakan untuk mengetahui struktur lapisan tanah, air tanah dan pencemaran suatu unsur kimia tertentu di dalam batuan. Survei geolistrik dilakukan di Kecamatan Asembagus, Kecamatan Jangkar, Kecamatan Banyuputih Kabupaten Situbondo. Sebanyak 13 titik sounding diambil menggunakan
konfigurasi Schlumberger dengan panjang bentangan elektroda arus AB/2 = 2 –
200 m. Hasil penafsiran tahanan jenis menunjukkan daerah di 13 titik sounding
memiliki nilai resistivitas antara 1,28 Ωm – 826,00 Ωm. Daerah yang terindikasi
mengalami pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen, memiliki nilai resistivitas batuan yang lebih rendah dibandingkan daerah yang netral.
commit to user
vii
CONTAMINATED BANYUPUTIH RIVER WATER IN
ASEMBAGUS DISTRICT MITH USED GEOELECTRICAL
RESISTIVITY METHOD
SYAFI’AH ISNAINI
Department of Physics. Mathematic and Science Faculty. Sebelas Maret University
ABSTRACT
Geoelectrical method utilizes resistivity of rocks by measuring potential
difference causes to electrical current which is injected into the ground.
Measurement of geoelectrical can be used to indification the structure of the layer
soil, groundwater and chemical contaminated at rock. Geoelectrical survey was
done in the Asembagus district, Jangkar district, Banyuputih district at Situbondo.
Thirteen vertical electrical sounding of Schlumberger configuration were
measured current electrode with AB/2 = 2 –200 m. Result show regional
interpretation of resistivity sounding on thirteen points has a value of resistivity of
1,28 – 826,00 Ωm. Slate that indicated of pollution by Ijen crater lake, have rock
resistivity more lower than netral slate.
commit to user
Puji Syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan nikmat dan
karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi. Skripsi ini dapat
diselasaikan karena adanya bimbingan, pendampingan, saran, dan bantuan baik
bantuan pemikiran maupun bantuan materiil dari banyak pihak. Oleh karena itu,
penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam-salamnya kepada:
1. Bapak Budi Legowo, M.Si. selaku Pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan, masukan, memberi motivasi dan saran dalam penyusunan skripsi.
2. Ibu Dra Sri Sumarti selaku Pembimbing II yang telah mendampingi selama
penelitian, memberi bimbingan dan saran dalam penyelesaian skripsi.
3. Bapak Drs Subandriyo, M.Si, selaku kepala BPPTK yang telah memberikan
ijin untuk melakukan penelitian dan pengambilan data.
4. Ibu Utari, S.Si, M.Si, selaku pembimbing akademis, yang telah memberikan
saran dan pendapat dalam pelaksanaan penelitian.
5. Tim geofisik (Novan, Havet dan Tatag) yang telah membantu dan bekerja
sama selama kegiatan lapangan.
6. Bapak, Ibu, Kakak, Adik dan seluruh keluarga saya, yang telah memberikan
dukungan moral dan material.
7. Tri Wisnu, Nevi Mughniyati, Chusnul, Laila Marlina, Noer Cholik, Febri
Sadana, Latifah, Rahma, Watik, Isti dan semua teman-teman yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuannya dalam penyusunan
skripsi.
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas kebaikan dan bantuan yang
telah diberikan. Semoga laporan penelitian ini dapat memberi manfaat bagi
penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Amin.
Surakarta, Desember 2010
commit to user
commit to user
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah
Gunung Ijen merupakan salah satu dari 127 gunung api aktif di Indonesia
dan gunung ini termasuk gunung api strato di Jawa Timur yang membentang di
tiga wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Bondowoso dan
Kabupaten Situbondo. Gunung Ijen terletak di dinding timur Kaldera Ijen dan
memiliki danau kawah dipuncaknya. Danau kawah berukuran 600 m x 900 m
terbentuk karena adanya akumulasi air hujan. Interaksi antara air danau dan gas
vulkanik yang dilepaskan di dasarnya mengakibatkan air danau bersifat asam
dengan derajat keasaman (pH) ~0,2.
Air kawah Ijen merembes melalui dinding kawah di bagian barat dan
membentuk hulu Sungai Banyupahit-Banyuputih. Sungai ini mengalir melewati
tengah Kaldera Ijen dan wilayah Kecamatan Asembagus dan Kecamatan
Banyuputih sampai ke pantai utara Pulau Jawa. Di sepanjang perjalanannya, air
Sungai Banyupahit-Banyuputih bercampur dengan air permukaan (Sungai Sat dan
Sungai Sengon), air hujan dan air tanah sehingga debit air sungai semakin besar di
hilir. Oleh karena pengenceran dengan air yang bersifat netral (pH ~7) dan
peningkatan debit air, air Sungai Banyuputih memiliki air yang bersifat asam
dengan pH antara 3-4,5 (Sri Sumarti, 2006). Selain pH yang rendah, air sungai
Banyupahit-Banyuputih juga mengandung berbagai macam elemen dengan
konsentrasi yang tinggi seperti Al, Fe, Si, Ca,F, K, Mg, Na, P, HCO3, Ca, SO4, Cl,
(Sri Sumarti, 1998). Pada Juli 2000, kandungan F disepanjang Sungai
Banyupahit-Banyuputih berkisar antara 15-500 mg/kg (Alex H, 2004). Di hulu (Sungai
Banyupahit) kadar F dalam air Sungai sangat tinggi mencapai 500 mg/kg dan di
hilir ( Sungai Banyuputih di Kecamatan Asembagus) 7 mg/kg. Di hilir, Sungai
Banyuputih dimanfaatkan untuk irigasi baik oleh penduduk maupun pabrik gula
commit to user
air Sungai Banyuputih merembes ke dalam tanah, air tanah, dan sumur di sekitar
sungai sehingga tanah dan sumur tercemar unsur-unsur berbahaya dari Kawah
Ijen. Air sumur penduduk memiliki kadar F yang tinggi (0,1-4 mg/kg), dimana
berdasarkan standar WHO kandungan F air sumur yang layak untuk diminum
adalah 1,5 mg/kg (Sri Sumarti dkk,2000). Oleh karena itu, Penduduk yang
mengkonsumsi air sumur yang mengandung F lebih dari 1,5 mg/kg di Kecamatan
Asembagus dan sekitarnya mengalami fluorosis gigi. Sebagai akibat pencemaran
dalam penggunaannya sebagai air irigasi, hasil pertanian di Kecamatan
Asembagus dan sekitarnya mengalami penurunan produksi. Komposisi kimia air
sumur di daerah penelitian disajikan pada Tabel 1.1:
Tabel 1.1 kualitas air irigasi di Asembagus pada bulan Juni 2000 (Sri Sumarti dkk, 2006)
Air sumur di area irigasi
Oleh karena itu, penelitian pemetaan lapisan tanah yang terkontaminasi air
Sungai Banyuputih di Kecamatan Asembagus, Kecamtan Jangkar dan Kecamatan
Banyuputih dilakukan. Penelitian dilakukan menggunakan metoda geofisika yaitu
metode geolistrik resistivitas sounding. Prinsip dari metode geolistrik resistivitas
sounding adalah mengetahui kondisi lapisan tanah berdasarkan nilai resistivitas
dari suatu batuan. Metode ini dilakukan dengan menginjeksikan arus listrik ke
dalam bumi melalui dua elektroda arus, dan beda potensial yang terjadi ditangkap
melalui dua elektroda potensial (Lilik H dan IdamA, 1990). Dengan metode ini
bisa diketahui jenis lapisan tanah di bawah permukaan bumi berdasarkan besarnya
commit to user
metode geolistrik untuk mengetahui pencemaran Flouride pada air tanah di
Nalgonda, India. Dalam penelitian ini, metode geolistrik dengan konfigurasi
Schlumberger digunakan untuk mengetahui kondisi bawah permukaan tanah di
daerah Asembagus yang terkontaminasi unsur berbahaya dari Sungai Banyuputih.
I.2. Perumusan Masalah
Bagaimana mengidentifikasi kondisi perlapisan batuan di bawah
permukaan tanah pada daerah yang terkontaminasi oleh unsur-unsur Sungai
Banyuputih, Kawah Ijen di daerah Kecamatan Asembagus, Kecamatan Jangkar
dan Kecamtan Banyuputih, Kabupaten Situbondo.
I.3. Batasan Masalah
Batasan masalah penelitian ini adalah pengukuran resistivitas di bawah
permukaan tanah di wilayah Kecamatan Asembagus dengan metode geolistrik
resistivitas sounding konfigurasi Schlumberger dan pengolahan data
menggunakan software IPI2Win Ver. 2.6.3.a.
I.4. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan memetakan
lapisan batuan yang terkontaminasi elemen-elemen Kawah Ijen di Kecamatan
Asembagus, Kecamatan Jangkar dan Kecamatan Banyuputih dengan
menggunakan metode geolistrik konfigurasi Schlumberger.
I.5. Manfaat Penelitian
Memetakan lapisan tanah yang terkontaminasi Sungai
Banyupahit-Banyuputih di Kecamatan Asembagus, Jangkar dan Kecamatan Banyupahit-Banyuputih untuk
dapat dijadikan informasi instansi pemerintah sebagai dasar membuat kebijakan
commit to user
Laporan skripsi ini disusun dengan sistematika sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan.
BAB II Tinjauan Pustaka
BAB III Metode Penelitian
BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
BAB V Kesimpulan dan saran
Pada Bab I dijelaskan mengenai latar belakang penelitian, perumusan
masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika
penulisan skripsi. Bab II tentang dasar teori. Bab ini berisi teori dasar dari
penelitian yang dilakukan. Bab III berisi metode penelitian yang meliputi waktu,
tempat dan pelaksanaan penelitian, alat dan bahan yang diperlukan, serta
langkah-langkah dalam penelitian. Bab IV berisi tentang hasil penelitian dan
analisa/pembahasan yang dibahas dengan acuan dasar teori yang berkaitan dengan
penelitian. Bab V berisi simpulan dari pembahasan di bab sebelumnya dan
BAB II
DASAR TEORI
II.1. Dasar Kelistrikan
Arus listrik adalah gerak elektron pada materi dalam proses mengatur diri menuju kesetimbangan. Sedangkan arus listrik yang mengalir melalui suatu kawat penghantar adalah banyaknya muatan elektron yang menembus penampang kawat penghantar tiap satuan waktu. Hal ini dapat ditulis secara matematis sebagai ditembus. Hal ini dapat ditulis secara matematis sebagai berikut:
Di dalam Hukum Ohm memberikan gambaran hubungan antara besarnya kuat arus (I), beda potensial (V) dan tahanan listrik/resistansi (R) kawat penghantar Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:
(3)
R merupakan tahanan dari kawat listrik penghantar (ࢹ) (Lilik H dan Idam, 1990). Hubungan antara rapat arus (J), medan listrik (E) dan potensial (V) (Lilik H dan IdamA, 1990) adalah sebagai berikut:
Ditinjau dari energi potensial listrik (U) dan potensial listrik (V) adalah :
Didefinisikan bahwa energi potensial listrik suatu muatan di suatu tempat tertentu dalam medan listrik adalah sama dengan usaha yang diperlukan untuk memindahkan muatan tersebut dari titik tak berhingga ke titik tersebut (r), secara matematis ditulis sebagai berikut:
Sedangkan potensial listrik adalah energi potensial ( U ) persatuan muatan uji.
Berdasarkan persamaan (3) dan (5) dapat ditulis hubungan arus dengan medan listrik sebagai berikut:
(6)
Secara umum besarnya rapat arus (J) adalah:
(7)
Dari persamaan (6) dan (7) diperoleh:
(8)
Besaran menunjukkan karakteristik suatu bahan penghantar, yang disebut
sebagai konduktivitas listrik bahan (࣌), sehingga:
(9)
Kebalikan dari konduktivitas adalah resistivitas. Resistivitas merupakan besaran/parameter yang menunjukkan tingkat hambatannya terhadap arus listrik. Jika suatu bahan memiliki resistivitas yang semakin besar maka semakin sulit ia menghantarkan arus listrik. Resistivitas (ρ) dapat ditulis secara matematis adalah sebagai berikut:
(10)
Dengan ߩ: tahanan jenis (resistivitas) dalam satuan ohm meter (ࢹm)
E: medan listrik
J : rapat arus (ampere/m2)
II.2. Sifat Kelistrikan Batuan
Pada semua material baik padatan, cairan maupun gas terjadi interaksi antara satu atom dengan atom lainnya. Interaksi ini dapat mengakibatkan beberapa elektron lepas dari ikatannya dan menjadi elektron bebas. Semakin banyak material yang memiliki elektron bebas maka material semakin mudah menghantarkan arus listrik. Material yang memiliki banyak elektron bebas tersebut disebut konduktor dan material yang memiliki sedikit elektron bebas disebut material isolator.
Batuan merupakan salah satu material yang memiliki sifat-sifat kelistrikan. Sifat kelistrikan batuan ditunjukkan oleh respon dari batuan saat dialiri oleh arus listrik baik kemudahan maupun kesulitan mengalirkan arus listrik. Arus listrik ini bisa berasal dari alam karena adanya ketidakseimbangan dengan lingkungan atau arus listrik yang sengaja diinjeksikan kedalamnya.
Sifat kelistrikan batuan tidak lepas dari konduktivitas batuan itu sendiri. Pada bagian batuan, atom-atom terikat secara ionik maupun kovalen. Dengan adanya ikatan ini batuan dapat menghantarkan arus listrik. Aliran arus listrik di dalam batuan/mineral dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
1. Konduksi elektronik
Konduksi elektronik terjadi pada batuan/mineral yang memiliki banyak elektron bebas, sehingga arus listrik akan sangat mudah mengalir pada batuan ini.
Batuan yang bersifat konduksi elektronik dapat dijumpai pada batuan yang mengandung banyak logam.
2. Konduksi elektrolitik
3. Konduksi dielektrik
Konduksi dielektrik terjadi pada batuan yang memiliki electron bebas sedikit atau tidak ada sama sekali. Tetapi pengaruh medan listrik dari luar dapat menyebabkan elektron-elektron dalam atom batuan dipaksa berpindah dan berkumpul terpisah dengan intinya sehingga terjadi polarisasi (Lilik H dan Idam A, 1990).
Konduktivitas batuan tergantung pada: volume, susunan pori, kandungan air didalamnya dan koefisisen anisotrop batuan itu sendiri (Lilik H dan Idam A., 1990). Untuk konduktivitas listrik batuan dekat permukaan bumi sangat dipengaruhi oleh jumlah air, kadar garam/salinitas air serta bagaimana cara air didistribusikan dalam batuan. Konduktivitas batuan berpori yang mengandung banyak air, nilai resistivitas listriknya akan semakin berkurang/kecil. ( Ngadimin dan Gunawan H, 2000)
Sedangkan berdasarkan harga resistivitasnya, batuan dapat digolongkan menjadi tiga macam yaitu: kemudian dialiri oleh arus listrik searah I ( diberi medan listrik E), maka besarnya arus ࢾI yang melewati daerah ࢾA dengan kerapatan arus J adalah:
(11) (Lilik H dan Idam A, 1990) Berdasarkan persamaan (8) dapat ditulis hubungan antara rapat (J) arus, konduktivitas (σ), dan medan listrik (E) sebagai berikut:
Medan listrik (E) merupakan gradient dari potensial skalar (V) yang dapat ditulis secara matematis sebagai berikut:
Dari persamaan (12) dan (13) diperoleh persamaan:
(14) Untuk koordinat bola, operator Laplacian dalam bentuk sebagai berikut:
(19)
Jika bumi dianggap sebagai medium homogen isotropis, dimana bumi memiliki simetri bola maka poyensial V merupakan fungsi jarak saja. Sehingga persamaan (16) dalam kondisi ini menjadi:
(20) Sehingga persamaan Laplace untuk kasus ini adalah:
(21)
C1 dan C2 merupakan konstanta dengan memasukkan syarat batas yang harus dipenuhi potensial yaitu pada r = maka sehingga C2 = 0 dan besarnya V(r) menjadi:
II.3.1 Titik arus di dalam bumi
Apabila sumber arus di dalam bumi maka penjalarannya akan segala arah, hal ini bisa digambarkan seperti gambar 2.2:
Gambar 2.2 potensial disekitar titik arus dalam bumi.
Jika bumi dianggap bidang homogen isotropis maka penjalarannya ke segala arah membentuk simetri bola dan sama besar. Pada gambar 2.2 arus keluar dari sumber arus secara radial sehingga jumlah arus yang keluar melalui permukaan bola dengan luas A dan jari-jari r adalah:
(23)
(24)
(25)
Sehingga (26)
(27)
Dan (28)
(29)
(Telford, 1976: Lilik H dan Idam A,1990) II.3.2 Satu titik sumber arus listrik di permukaan
bumi akan menyebar ke segala arah secara radial. Penjalaran arus listrik ini akan membentuk simetri setengah bola. Hal ini dapat dilihat pada gambar 2.3
Jumlah arus yang keluar melalui melalui permukaan bola A dengan jari-jari r adalah:
(32)
Sehingga potensial listrik dapat ditulis:
(Telford, 1976: Lilik H dan Idam A,1990)
Gambar 2.3 satu titik sumber arus di permukaan bumi
II.3.3 Dua titik sumber arus dipermukaan bumi
Gambar 2.4. Dua titik sumber arus yang berlawanan polaritasnya di permukaan bumi
(Telford dkk,1976)
C1
Aliran Arus
Permukaan teganganSumber
Saat arus diinjeksikan ke dalam bumi melalui elektroda A dan elektroda B maka akan menimbulkan beda potensial yang ditangkap oleh elektroda potensial M dan N.
Gambar 2.3 Injeksi arus listrik ke dalam bumi melalui dua buah elektroda
Besarnya beda potensial yang terjadi antara M dan N karena adanya injeksi arus listrik adalah:
(37)
(38)
Untuk disebut dengan faktor geometri K
sehingga persamaan (32) menjadi :
(39)
Dengan ρ adalah resistivitas dari material yang merupakan suatu karakteristik dari material tidak bergantung dengan bentuk amaupun ukuran material tadi. Persamaan (29),(36) dan (38) merupakan persamaan untuk menghitung besarnya ρ resistivitas pada bumi yang dianggap homogen isotropis. Dalam kenyataan yang sebenarnya bumi merupakan material yang berlapis-lapis sehingga besarnya ρ yang diperoleh dari persamaan tadi merupakan resistivitas semu.
V
I
A M N B
r1 r2
II.3.4. Metode Geolistrik Konfigurasi Schlumberger
Dalam metode geolistrik tahanan jenis, arus listrik diinjeksikan ke dalam bumi melalui dua elektroda arus dan besarnya potensial yang terjadi diukur dipermukaan bumi melalui dua buah elektroda potensial (gambar 2.3). Susunan elektroda arus dan potensial konfigurasi Schlumberger adalah sebagai berikut:
Gambar 2.4. Susunan Elektroda Konfigurasi Schlumberger
Dengan A dan B merupakan elektroda arus sedangkan M dan N merupakan elektroda potensial. Untuk konfigurasi Schlumberger, keempat elektroda bergerak secara simetri. Dengan elektroda arus sering diubah-ubah jaraknya sedangkan elektroda potensial jarang diubah-ubah jaraknya. Besarnya perubahan jarak elektroda arus dengan potensial mengikuti ketentuan berikut
Dalam menentukan resistivitas bawah permukaan dengan menggunakan konfigurasi Schlumberger dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (38) sebagai berikut :
(39)
(40)
Atau
(41)
Dengan merupakan faktor geometri dari konfigurasi Schlumberger.
Sehingga persamaan (41) bisa ditulis :
II.3.5. Resistivitas Batuan
Terdapat beberapa faktor geologi yang mempengaruhi resistivitas batuan, yaitu:
1. Asal-asul batuan
Batuan sedimen secara umum lebih konduktif karena porositas dan kandungan fluida pada pori-porinya. Untuk batuan beku cenderung lebih resistif (memiliki resistivitas paling tinggi), sedangkan batuan metamorf memiliki resistivitas menengah akan tetapi bisaoverlapdengan batuan beku maupun batuan sedimen.
2. Umur batuan
Batuan dengan umur yang lebih tua akan cenderung bersifat lebih resisistif bila dibandingkan dengan batuan dari jenis yang sama namun berumur lebih muda. Hal ini dikarenakan batuan yang berumur lebih tua mengalami proses mineralisasi sekundar dan proses kompaksi sehingga porositasnya menurun.
Selain dua faktor diatas, besarnya resistivitas batuan juga dipengaruhi oleh porositas batuan, kandungan air, dan konsentrasi dari kadar garam ( Sikandar dkk, 2009).
II.4.Kondisi Geologi Daerah Penelitian
Formasi Qa berupa aluvium : kerakal, kerikil, pasir dan lempung, pasir-lepas. Endapan aluvium berasal dari endapan sungai, endapan pantai dan endapan delta. Endapan sungai melampar di sepanjang sungai-sungai besar. Endapan pantai melampar disekitar pantai.
Qhsb merupakan formasi Bagor: perselingan antara breksi aneka bahan, breksi batu apung, batupasir tufan dan batu pasir. Breksi aneka bahan berwarna kelabu kecoklatan, komponen terdiri dari batuan gunung api andesit-basal, tuf, batu apung dan obsidian, berbutir kerikil hingga kerakal.
Breksi batu apung pada formasi Bagor berwarna kecoklatan, lapuk, berbutir kerikil-kerakal dengan tebal lapisan lebih dari 3 m. batu pasir tufan tersusun oleh pecahan batuan, tuf, felspar dan obsidian serta mengandung sisipanbatu pasir gampingan setebal 2-5 cm. Untuk batu pasir pada formasi Bagor tersusun oleh pecahan batuan dan obsidian, repui dengan tebal lapisan 5 m.
Pada formasi Bagor dijumpai struktur silang-siur, perarian sejajar dan
commit to user
METODOLOGI PENELITIAN III. 1. Metode Penelitian
Dalam eksplorasi geofisika untuk menyelidiki kondisi bawah permukaan
bumi bisa menggunakan metode geolistrik resistivitas. Dalam penelitian ini
metode geolistrik resistivitas digunakan untuk mengetahui kondisi lapisan batuan
yang tercemar elemen-elemen air Sungai Banyuputih berdasarkan nilai resistivitas
batuan.
Besarnya nilai resistivitas ditentukan dengan menggunakan metode
sounding. Metode sounding yaitu metode geolistrik resistivitas untuk mengetahui
variasi lapisan bawah permukaan tanah secara vertikal (Sultan A.S.A, 2009).
Pengukuran titik sounding dilakukan dengan merubah jarak elektroda. Perubahan
jarak elektroda dimulai dari jarak terkecil kemudian membesar. Semakin jauh
bentangan elektroda maka informasi lapisan batuan di bawah titik ukur akan
semakin dalam. Dalam penelitian ini konfigurasi elektroda yang digunakan adalah
konfigurasi sounding Schlumberger. Konfigurasi sounding Schlumberger
dilakukan dengan merubah elektroda arus dan potensial (elektroda potensial
jarang diubah-ubah). Besarnya perubahan jarak elektroda arus disesuaikan dengan
daerah penelitian (Waluyo,2001).
Besarnya nilai arus dan beda potensial yang terukur disetiap titik
pengukuran nantinya digunakan untuk menghitung nilai resistivitas batuan. Nilai
resistivitas yang terukur pada suatu titik sounding kemudian diolah menggunakan
software IPI2Win Ver. 2.6.3a. Data analisis hasil pengolahan software digunakan
untuk mengetahui besarnya nilai resistivitas sebenarnya, kedalaman, dan tebal
lapisan. Nilai resistivitas yang diperoleh di lapangan kemudian dibandingkan
dengan nilai resistivitas batuan dari referensi.
III.2. Peralatan
Dalam penelitian ini digunakan satu set resistivitimeter OYO Model
2119C McOHM-EL (Gambar 3.1). Jenis dan fungsi masing-masing peralatan
commit to user
utama pada pengambilan data geolistrik. Alat ini terdiri dari dua unit
pokok yaitu: komutator dan potensiometer. Unit pertama, komutator
berfungsi sebagai pemancar (transmitter) dan penerima (receiver). Unit ini
berfungsi mengubah arus searah menjadi arus bolak-balik dengan bantuan
dua buah transistor bertegangan tinggi dan sebagai penyearah mekanis dari
arus bolak-balik yang diterima oleh elektroda potensial. Unit kedua adalah
potensiometer, berfungsi sebagai pengukur beda potensial antara tegangan
searah dan system potensiometer. Pada unit ini dilengkapi dengan
galvanometer dan potensiometer searah.
b. Elektroda, digunakan untuk menginjeksikan arus ke dalam bumi dan
menangkap beda potensialnya. Elektroda yang digunakan dalam penelitian
ini berjumlah empat buah elektroda, dua elektroda untuk menginjeksikan
arus dan dua buah elektroda lainnya untuk mengukur beda potensial yang
terjadi.
c. Kabel gulungan berjumlah empat buah yang masing-masing memiliki
panjang 400 m, berfungsi sebagai penghubung instrumen resistivitimeter
dan elektroda-elektroda.
d. Power supply (accu 12 V) sebagai sumber tegangan bagi instrumen
resistivitimeter OYO Model 2119C McOHM-EL.
e. Meteran berfungsi untuk mengukur jarak antar titik ukur dan jarak antar
elektroda-elektroda.
f. Palu berjumlah empat buah yang berfungsi untuk membantu menancapkan
elektroda.
g. Global Positioning System (GPS) berfungsi untuk menentukan posisi titik
ukur.
h. Handy talky befungsi untuk alat komunikasi antara operator instrument
resistivitimeter OYO Model 2119C McOHM-EL dan operator elektroda.
i. Kompas untuk membantu mengontrol kelurusan lintasan pengukuran dan
commit to user
resistivitimeter dan elektroda-elektroda.
k. Kalkulator, lembar tabel data, kertas bilog, alat tulis.
Gambar 3.1 satu set peralatan geolistrik resistivitimeter OYO Model 2119C
McOHM-EL
III.3. Survey Lapangan
Kegiatan survey lapangan terdiri dari kegiatan persiapan, penentuan
titik-titik pengukuran sounding dan arah bentangan elektroda-elektroda.
III.3.1 Kegiatan Persiapan
Kegiatan persiapan terdiri dari tiga tahap. Pertama mencari informasi
tentang lokasi penelitian dan laporan penelitian terdahulu. Kedua menentukan
lokasi penelitian dengan melakukan pengamatan langsung daerah penelitian. Hal
ini dilakukan untuk mencari lokasi yang representative dalam menentukan titik
sounding. Lokasi yang dipilih adalah daerah yang sudah diketahui mengalami
pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen dan daerah yang netral. Tahap yang
ketiga adalah menentukan titik sounding berdasarkan hasil pengamatan langsung
commit to user
Pengambilan data dilakukan tanggal 16-20 Mei 2010 di Kecamatan
Asembagus, Kecamatan Jangkar dan Kecamatan Banyuputih, Kabupaten
Situbondo.
III.3.3 Lokasi Pengambilan Data
Gambar 3.2 Lokasi Pengambilan Data Sounding di Kecamatan Asembagus dan
sekitarnya
Daerah penelitian dipilih di Kecamatan Asembagus, Kecamatan Jangkar
dan Kecamatan Banyuputih Kabupaten Situbondo dimana sebagian besar
wilayahnya mengalami kontaminasi elemen-elemen Air Kawah Ijen yang dibawa
oleh air Sungai Banyuputih. Air Sungai Banyuputih terdistribusi di tiga kecamatan
tersebut melalui Sungai Banyuputih dan saluran irigasi.
Berdasarkan kegiatan persiapan telah dipilih 13 titik sounding yang
tersebar di Kecamatan Asembagus, Kecamatan Jangkar dan Kecamatan
commit to user
13 titik sounding tersebut disajikan pada tabel 3.1:
Tabel 3.1. Lokasi Titik Sounding
Titik Sounding (TS) Lokasi Keterangan
Titik sounding 1
Teknik pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan metode
geolistrik sounding Schlumberger yang susunan elektrodanya disajikan pada
Gambar 2.4. Ilustrasi teknik pengambilan data sounding dapat dilihat dalam
commit to user
Gambar 3.3 Teknik akusisi vertikal sounding Schlumberger
Pada konfigurasi Schlumberger, empat elektroda bergerak secara simetri,
dengan ketentuan dua elektroda potensial yaitu M dan N dan elektroda arus adalah
A dan B, dengan > . Perpindahan jarak elektroda arus dalam
penelitian ini dilakukan dengan jarak minimun 1,5 m dan jarak malsimum 200 m
dari titik ukur. Untuk elektroda potensial dilakukan dengan jarak minimum
0,5 m dan maksimum 10 m dari titik sounding.
Pada saat pengukuran sounding, diperoleh data berupa nilai , , I
dan . Data tersebut dihitung menggunakan persamaan (41) sehingga didapatkan
nilai resistivitas semu untuk setiap kedalaman. Nilai resistivitas semu yang sudah
dihitung, selanjtnya diplot kedalam grafik bilog, dengan sumbu x adalah dan
sumbu y adalah resistivitas semu (ρs). Hal ini bertujuan untuk mengontrol data
yang diperoleh. Dalam pengukuran geolistrik, data yang akurat adalah data dalam
kurva bilog memiliki kemiringan maksimum 450 dan mengikuti trend kurva
(smooth). Penyimpangan data dari trend kurva dapat disebabkan oleh beberapa
faktor diantaranya kontak antara elektroda dengan material yang tidak baik
sehingga elektroda perlu dipancapkan lebih dalam atau elektroda bisa digeser dan
ditancapkan pada bagian permukaan tanah yang lebih baik, selain itu
kemungkinan aliran arus dari resistivitimeter ke elektroda terputus sehingga perlu
commit to user
saat pembesaran jarak elektroda, maka jarak elektroda potensial perlu diperbesar.
III.4.2 Pengolahan Data Sounding
Data sounding yang diperoleh di lapangan berupa nilai resistivitas semu
pada setiap titik sounding. Besarnya resistivitas yang sebenarnya, diolah
menggunakan software IPI2Win ver.2.6.3a. Software ini bekerja dengan membuat
kurva model ( / garis kurva dalam kotak tanpa ada titik-titik) yang dimatchkan
dengan kurva lapangan ( garis kurva dalam kotak yang terdapat titik-titik).
Hal ini dilakukan untuk mendapatkan akurasi yang tinggi. Selanjutnya melakukan
inversi dengan mengaktifkan tombol inversi yang ada di jendela program, langkah
ini dikakukan secara berulang hingga kecocokan/ matching > 90 % atau error <
10 % yang merupakan batas maksimum kesalahan dalam kajian penelitian ilmiah
yang dapat diterima. Hasil inversi data sounding diperoleh resistivitas sebenarnya,
kedalaman dan tebal lapisan. Hasil pengolahan disajikan pada lampiran D.
III.4.3 Interprestasi Data
Interprestasi data sounding dilakukan dengan mengkorelasikan nilai
resistivitas dari sounding dan nilai resistivitas batuan/mineral referensi ( lampiran
B). Dari lampiran B menunjukkan bahwa resistivitas batuan/mineral referensi
saling tumpang tindih sehingga diperlukan informasi geologi struktur ataupun
sejarah pembentukan batuan daerah penelitian untuk mengetahui jenis batuan
hasil penelitian berdasarkan survei geolistrik.
III.4.4. Pemetaan Nilai Resistivitas
Hasil pemetaan berupa data resitivitas hasil pengolahan sounding di plot
dengan software Surface Mapping System Surfer Versi 8.0. Surfer merupakan
seperangkat lunak yang digunakan untuk membuat peta kontur. Perangkat lunak
ini melakukan plotting data tabular XYZ yang tidak beraturan menjadi titik-titik
segi empat (grid) yang beraturan (Eko B, 2005).
Pemetaan hasil penelitian dilakukan dengan cara menghubungkan
titik-titik nilai ρ hasil sounding pada kedalaman tertentu menggunakan software surfer
commit to user
pada peta kontur.
3.5 Diagram Alir Penelitian
Survey lapangan
Kedalaman (d), Ketebalan(h), resistivitas (ρ)
Program IPI2Win
Interprestasi data sounding Pemetaan kontur resistivitas
kesimpulan Informasi geologi
Kurva lapangan: AB/2, ρ, V, I
commit to user
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. 1. Interprestasi Sounding dan Korelasi Pencemaran Elemen-Elemen Berbahaya Kawah Ijen.
Hasil survey geolistrik berdasarkan data titik sounding di Kecamatan
Asembagus, Kecamatan Jangkar dan Kecamatan Banyuputih, Kabupaten
Situbondo diperoleh tebal dan kedalaman lapisan batuan, serta resistivitas batuan.
Interprestasi data setiap titik sounding dapat dijelaskan sebagai berikut:
IV.1.1. Titik Sounding Desa Perante
Titik sounding Desa Perante, Kecamatan Asembagus pada posisi 70 45’
51,80’’ LS dan 1140 13’ 9,03’’ BT. Lokasi titik sounding di pinggir jalan desa
dengan kiri-kanan jalan berupa kebun tebu. Jarak sumur penduduk dari lokasi titik
sounding adalah 60 m. Hasil pengolahan data titik sounding Perante disajikan
pada Gambar 4. 1.
100 100
10 1000
AB/2
10
1
ρ
Gambar 4.1 Kurva Resistivitas batuan terhadap kedalaman di titik sounding Desa
commit to user
lapisan batuan yaitu:
a. Lapisan 1 memiliki resistivitas 11,26 Ωm berada pada kedalaman 1 m,
ditafsirkan sebagai soil.
b. Lapisan 2 memiliki resistivitas 87,22 Ωm berada pada kedalaman 3,2 m
ditafsirkan sebagai batu pasir tufan.
c. Lapisan 3 memiliki resistivitas 4,64 Ωm berada pada kedalaman 4,99 m
ditafsirkan sebagai batu pasir.
d. Lapisan 4 memiliki resistivitas 9,87 Ωm berada pada kedalaman 29,01 m
ditafsirkan sebagai batu pasir tufan.
e. Lapisan 5 memiliki resistivitas 31,00 Ωm berada pada kedalaman 196,30
m ditafsirkan sebagai batu pasir.
Hasil sounding Desa Perante diperoleh rentang resistivitas 4,64 - 87,22
Ωm dan kedalaman maksimum lapisan batuan terukur 196,30 m. Lapisan batuan
didominasi oleh batu pasir dengan resistivitas 31,00 Ωm. Secara geokimia, air
sumur di Desa Perante berada pada lapisan batu pasir dengan kedalaman 30-40 m
terindikasi mengalami pencemaran elemen-elemen berbahaya berdasarkan kadar F
sebesar ~ 2,50 mg/kg (Sri sumarti, 1998). Hal ini menunjukkan bahwa lapisan
batu pasir di Desa Perante pada kedalaman 29,01-196,3 m terindikasi mengalami
pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen.
IV.1.2. Titik Sounding Desa Bantal 2
Titik sounding Desa Bantal 2 berada pada posisi 70 46’ 40,90’’LS dan
114013’40,92’’ terletak. di pinggir jalan desa dengan jarak sumur penduduk dan
commit to user
Gambar 4.2 Kurva resistivitas batuan terhadap kedalaman di titik sounding Desa
Bantal 2
Hasil inversi data sounding Bantal 2 (Gambar 4.2) diperoleh empat lapisan batuan
yaitu:
a. Lapisan 1 memiliki resistivitas 3,65 Ωm berada pada kedalaman 1 m,
ditafsirkan sebagai batu pasir tufan.
b. Lapisan 2 memiliki resistivitas 826.00 Ωm berada pada kedalaman 1,52 m
ditafsirkan sebagai breksi lava basal.
c. Lapisan 3 memiliki resistivitas 1,89 Ωm berada pada kedalaman 6,24 m
ditafsirkan sebagai batu batu pasir tufan.
d. Lapisan 4 memiliki resistivitas 23,10 Ωm berada pada kedalaman 170 m
ditafsirkan sebagai batu pasir.
Hasil sounding Desa Bantal 2 diperoleh rentang resistivitas 1,67-1183,00
Ωm dan kedalaman maksimum lapisan batuan terukur 169 m. Lapisan batuan
didominasi oleh batu pasir dengan resistivitas 23,00 Ωm. Secara geokimia, air
sumur di Desa Bantal 2 berada pada lapisan batu pasir dengan kedalaman 30-40 m
terindikasi mengalami pencemaran elemen-elemen berbahaya Kawah Ijen
commit to user
170 m terindikasi mengalami pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen.
IV.1.3. Titik Sounding Desa Awar-Awar 1
Titik sounding Desa Awar-Awar 1 pada posisi 70 45’ 49,28”LS dan 1140
13’ 42,27’’ BT. Lokasi titik sounding di sekitar kebun. Hasil pengolahan data
sounding disajikan pada Gambar 4. 3.
100
10
1
10 100 1000
AB/2
Gambar 4.3 Kurva resistivitas batuan terhadap kedalaman pada titik sounding Desa Awar-Awar I
Berdasarkan hasil inversi titik sounding Desa Awar-Awar I, diperoleh informasi
enam lapisan batuan yaitu:
a. Lapisan 1 memiliki resistivitas 16,80 Ωm berada pada kedalaman 1,01 m
ditafsirkan sebagai soil.
b. Lapisan 2 memiliki resistivitas 1,28 Ωm berada pada kedalaman 1,02 m
ditafsirkan sebagai batu pasir.
commit to user
ditafsirkan sebagai batu pasir tufan.
d. Lapisan 4 memiliki resistivitas 8,96 Ωm berada pada kedalaman 30,80 m
ditafsirkan sebagai batu pasir.
e. Lapisan 5 memiliki resistivitas 98,20 Ωm berada pada kedalaman 60,80 m
ditafsirkan sebagai batu pasir tufan.
f. Lapisan 6 memiliki resistivitas 2,00 Ωm berada pada kedalaman 132 m
ditafsirkan sebagai batu pasir.
Hasil sounding Desa Awar-Awar 1 diperoleh rentang resistivitas
1,28-98,00 Ωm dan kedalaman maksimum lapisan batuan terukur 132 m. Lapisan
batuan didominasi oleh dua jenis batuan yaitu batu pasir tufan dengan resistivitas
98,20 Ωm, batu pasir dengan resistivitas 8,96 Ωm dan batu pasir dengan
resistivitas 2,00 Ωm. Sumur di Desa Awar-Awar memiliki kedalaman 30-40 m
dan berada pada lapisan batu pasir. Secara geokimia, air sumur di Desa
Awar-Awar 1 terindikasi mengalami pencemaran elemen-elemen berbahaya Kawah Ijen
berdasarkan kadar F sebesar ~ 3,50 mg/kg (Sri sumarti, 1998). Hal ini
menunjukkan bahwa lapisan batu pasir di Desa Awar-Awar 1 pada kedalaman
1,91-30,80 m terindikasi mengalami pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen.
IV.1.4. Titik Sounding Desa Bantal 3
Lokasi titik sounding Desa Bantal 3 pada posisi 70 47”4,91” LS dan 1140
13’ 47,71’’ BT. Lokasi titik sounding di jalan perkampungan dengan kondisi
sekitar kebun tebu dan rumah penduduk. Hasil pengolahan data sounding Desa
commit to user
Gambar 4.4 Kurva resistivitas batuan terhadap kedalaman di titik sounding Desa
Bantal 3
Hasil inversi titik sounding Desa Bantal 3, diperoleh informasi enam lapisan
batuan di titik sounding Desa Bantal 3, yaitu:
a. Lapisan 1 memiliki resistivitas 13,70 Ωm berada pada kedalaman 1,30 m
diinterprestasikan sebagai soil.
b. Lapisan 2 memiliki resistivitas 6,91 Ωm berada pada kedalaman 2,79 m
diinterprestasikan sebagai batu pasir tufan.
c. Lapisan 3 memiliki resistivitas 41,40 Ωm berada pada kedalaman 5,69 m
diinterprestasikan sebagai batu pasir.
d. Lapisan 4 memiliki resistivitas 7,23 Ωm berada pada kedalaman 25,80 m
diinterprestasikan sebagai batu pasir tufan.
e. Lapisan 5 memiliki resistivitas 156,00 Ωm berada pada kedalaman 38,80
m diinterprestasikan sebagai breksi.
f. Lapisan 6 memiliki resistivitas 14,20 Ωm berada pada kedalaman 91,20 m
diinterprestasikan sebagai batu pasir.
Hasil sounding Desa Bantal 3 diperoleh rentang resistivitas 1,91-156,00
commit to user
Bantal 3 memiliki kedalaman 30-40 m dan berada pada lapisan batu pasir. Secara
geokimia, air sumur di Desa Awar-Awar 1 terindikasi mengalami pencemaran
elemen-elemen berbahaya Kawah Ijen berdasarkan kadar F sebesar ~ 2,20 mg/kg
(Sri sumarti, 1998). Hal ini menunjukkan bahwa lapisan batu pasir di Desa Bantal
3 pada kedalaman 38,80-91,20 m terindikasi mengalami pencemaran
elemen-elemen Kawah Ijen
IV.1.5. Titik Sounding Desa Awar-Awar 2
Lokasi titik sounding Desa Awar-Awar 2 pada posisi 70 45’ 14,96” LS dan
1140 13’ 16,77’’ BT. Lokasi titik sounding di jalan perkampungan dengan kondisi
sekitar berupa rumah penduduk. Hasil pengolah data sounding disajikan pada
Gambar 4. 5.
100
100 10
10 1
AB/2 1000
ρ
Gambar 4.5 Kurva Resistivitas Batuan terhadap Kedalaman di Titik Sounding Desa Awar-Awar 2
commit to user
informasi empat lapisan batuan yaitu:
a. Lapisan 1 memiliki resistivitas 9,08 Ωm berada pada kedalaman 2,67 m
ditafsirkan sebagai batu pasir tufan.
b. Lapisan 2 memiliki resistivitas 43,90 Ωm berada pada kedalaman 8,65 m
ditafsirkan sebagai batu pasir.
c. Lapisan 3 memiliki resistivitas 5,94 Ωm berada pada kedalaman 21,20 m
ditafsirkan sebagai batu pasir tufan.
d. Lapisan 4 memiliki resistivitas 18,90 Ωm berada pada kedalaman 178 m
ditafsirkan sebagai batu pasir.
Hasil sounding Desa Awar-Awar 2 diperoleh rentang resistivitas
5,94-43,90 Ωm dan kedalaman maksimum lapisan batuan terukur 178 m. Lapisan
batuan didominasi oleh batu pasir dengan resistivitas 18,90 Ωm. Secara geokimia,
air sumur di Desa Awar-Awar 2 berada pada lapisan batu pasir dengan kedalaman
30-40 m terindikasi mengalami pencemaran elemen-elemen berbahaya Kawah
Ijen berdasarkan kadar F sebesar ~ 3,50 mg/kg (Sri sumarti, 1998). Hal
inimenunjukkan bahwa lapisan batu pasir di Desa Awar-Awar 2 pada kedalaman
21,20-178,00 m terindikasi mengalami pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen.
IV.1.6. Titik Sounding Desa Randu Agung
Lokasi titik sounding Desa Randu Agung pada posisi 70 46’ 10,16” LS
dan 1140 14” 5,49” BT. Lokasi titik sounding di jalan desa dengan kondisi sekitar
perumahan penduduk dan kebun tebu. Hasil pengolahan data sounding disajikan
commit to user
Gambar 4.6 Kurva resistivitas batuan terhadap kedalaman di titik sounding Desa Randu Agung
Berdasarkan hasil inversi titik sounding Desa Randu Agung diperoleh enem
lapisan batuan yaitu:
a. Lapisan 1 memiliki resistivitas 21,80 Ωm berada pada kedalaman 1 m
diinterprestasikan sebagai soil.
b. Lapisan 2 memiliki resistivitas 36,10 Ωm berada pada kedalaman 7,18 m
diinterprestasikan sebagai batu pasir tufan.
c. Lapisan 3 memiliki resistivitas 312 Ωm berada pada kedalaman 7,47 m
diinterprestasikan sebagai breksi batu apung.
d. Lapisan 4 memiliki resistivitas 1,91 Ωm berada pada kedalaman 9,07 m
diinterprestasikan sebagai lempung.
e. Lapisan 5 memiliki resistivitas 19,20 Ωm berada pada kedalaman 30,70 m
diinterprestasikan sebagai batu pasir tufan.
f. Lapisan 6 memiliki resistivitas 9,71 Ωm berada pada kedalaman 138 m
commit to user
312,00 Ωm dan kedalaman maksimum lapisan batuan terukur 138 m. Lapisan
batuan didominasi oleh batu pasir dengan resistivitas 9,71 Ωm. Secara geokimia,
air sumur di Desa Randu Agung berada pada lapisan batu pasir dengan kedalaman
30-40 m terindikasi mengalami pencemaran elemen-elemen berbahaya Kawah
Ijen berdasarkan kadar F sebesar ~ 3,00 mg/kg (Sri sumarti, 1998). Hal
inimenunjukkan bahwa lapisan batu pasir di Desa Randu Agung pada kedalaman
30,70-138,00 m terindikasi mengalami pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen.
IV.1.7. Titik Sounding Desa Trigonco I
Lokasi titik sounding desa Trigonco I pada posisi 70 45’ 20,62” LS dan
1140 13’ 45,89” BT. Lokasi titik sounding di belakang Pabrik Gula Asembagus.
Hasil pengolah data sounding disajikan pada Gambar 4.7.
100
100 1
10
10
AB/2
1000
ρ
Gambar 4.7 Kurva resistivitas batuan terhadap kedalaman di titik sounding Desa Trigonco 1
commit to user
informasi empat lapisan batuan yaitu:
a. Lapisan 1 memiliki resistivitas 6,93 Ωm berada pada kedalaman 1,09 m
diinterprestasikan sebagai batu pasir tufan.
b. Lapisan 2 memiliki resistivitas 45,31 Ωm berada pada kedalaman 5,74 m
diinterprestasikan sebagai batu pasir.
c. Lapisan 3 memiliki resistivitas 17,70 Ωm berada pada kedalaman 56,50 m
diinterprestasikan sebagai batu pasir tufan.
d. Lapisan 4 memiliki resistivitas 9,59 Ωm berada pada kedalaman 87,90 m
diinterprestasikan sebagai batu pasir.
Hasil sounding Desa Trigonco 1 diperoleh rentang resistivitas 6,93-45,31
Ωm dan kedalaman maksimum lapisan batuan terukur 87,90 m. Lapisan batuan
didominasi oleh batu pasir tufan dengan resistivitas 17,70 Ωm. Sumur di Desa
Bantal 3 memiliki kedalaman diatas 30 m dan berada pada lapisan batu pasir.
Secara geokimia, air sumur di Desa Trigonco 1 terindikasi mengalami
pencemaran elemen-elemen berbahaya Kawah Ijen berdasarkan kadar F sebesar ~
3,50 mg/kg (Sri sumarti, 1998). Hal ini menunjukkan bahwa lapisan batu pasir di
Desa Trigonco 1 pada kedalaman 56,50-87,90 m terindikasi mengalami
pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen.
IV.1.8. Titik Sounding Desa Trigonco 2
Lokasi titik sounding Desa Trigonco 2 pada posisi 70 45’ 29,07’’ LS dan
1140 13’ 50,56’’ BT. Kondisi di sekitar lokasi titik sounding kebun tebu. Hasil
commit to user
Gambar 4.8 Kurva Resistivitas Batuan terhadap Kedalaman dari Titik Sounding Desa
Trigonco 2
Hasil inversi data sounding Desa Trigonco 2 diperoleh informasi lima lapisan
batuan, yaitu:
a. Lapisan 1 memiliki resistivitas 13,00 Ωm berada pada kedalaman 1 m
ditafsirkan sebagai batu pasir tufan.
b. Lapisan 2 memiliki resistivitas 128,00 Ωm berada pada kedalaman 1,31 m
ditafsirkan sebagai breksi.
c. Lapisan 3 memiliki resistivitas 17,20 Ωm berada pada kedalaman 10,70 m
ditafsirkan sebagai batu pasir.
d. Lapisan 4 memiliki resistivitas 5,46 Ωm berada pada kedalaman 13,10 m
ditafsirkan sebagai batu pasir tufan.
e. Lapisan 5 memiliki resistivitas 17,60 Ωm berada pada kedalaman 155 m
ditafsirkan sebagai batu pasir.
Hasil sounding Desa Trigonco 2 diperoleh rentang resistivitas 5,46-128,00
Ωm dan kedalaman maksimum lapisan batuan terukur 155 m. Lapisan batuan
didominasi oleh batu pasir dengan resistivitas 17,60 Ωm. Secara geokimia, air
sumur di Desa Trigonco 2 berada pada lapisan batu pasir dengan kedalaman 30-40
commit to user
inimenunjukkan bahwa lapisan batu pasir di Desa Trigonco 2 pada kedalaman
130,10-155,00 m terindikasi mengalami pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen.
IV.1.9. Titik Sounding Desa Wringin Anom
Lokasi titik sounding Desa Wringin Anom pada posisi 70 45’ 29,07’’ LS
dan 1140 13’ 50,63’’ BT. Lokasi titik sounding di pinggir jalan Desa. Hasil
pengolah data sounding disajikan pada Gambar 4. 9.:
100
Gambar 4.9 Kurva Resistivitas Batuan terhadap Kedalaman dari Titik Sounding Desa Wringin Anom
Hasil inversi data sounding Desa Wringin diperoleh informasi lima lapisan batuan, yaitu:
a. Lapisan 1 diperoleh resistivitas 35,90 Ωm berada pada kedalaman 2,34 m
ditafsirkan sebagai batu pasir tufan.
b. Lapisan 2 diperoleh resistivitas 80,30 Ωm berada pada kedalaman 2,73 m
ditafsirkan sebagai breksi.
c. Lapisan 3 diperoleh resistivitas 21,90 Ωm berada pada kedalaman 29,20
m ditafsirkan sebagai batu pasir.
commit to user
ditafsirkan sebagai batu pasir tufan.
e. Lapisan 5 diperoleh resistivitas 58,90 Ωm berada pada kedalaman 122 m
ditafsirkan sebagai batu pasir.
Hasil sounding Desa Wringin Anom diperoleh rentang resistivitas
1,95-80,30 Ωm dan kedalaman maksimum lapisan batuan terukur 122 m. Lapisan
batuan didominasi oleh batu pasir dengan resistivitas 58,90 Ωm. Sumur di Desa
Wringin Anom memiliki kedalaman diatas 15 m dan berada pada lapisan batu
pasir. Secara geokimia, air sumur di Desa Wringin Anom terindikasi mengalami
pencemaran elemen-elemen berbahaya Kawah Ijen berdasarkan kadar F sebesar ~
2,60 mg/kg (Sri sumarti, 1998). Hal ini menunjukkan bahwa lapisan batu pasir di
Desa Wringin Anom pada kedalaman 2,73-29,20 m terindikasi mengalami
pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen.
IV.1.10. Titik Sounding Desa Jangkar
Lokasi titik sounding Desa Jangkar pada posisi 70 43’ 36,47’’ LS dan 1140
12’ 25,57’’ BT. Lokasi titik sounding di pinggir jalan desa denagan kiri-kanan
berupa sawah. Hasil pengolahan data titik sounding Desa Jangkar disajikan pada
commit to user
Gambar 4.10 Kurva Resistivitas Batuan terhadap Kedalaman dari titik sounding Desa
Jangkar
Hasil inversi data sounding Desa Jangkar diperoleh informasi empat lapisan batuan, yaitu:
a. Lapisan 1 memiliki resistivitas 6,07 Ωm berada pada kedalaman 3,02 m
ditafsirkan sebagai pasir lepas.
b. Lapisan 2 memiliki resistivitas 18,10 Ωm berada pada kedalaman 17 m
ditafsirkan sebagai batu pasir.
c. Lapisan 3 memiliki resistivitas 5,01 Ωm berada pada kedalaman 40,40 m
ditafsirkan sebagai batu pasir tufan.
d. Lapisan 4 memiliki resistivitas 65,60 Ωm berada pada kedalaman 88,30 m
ditafsirkan sebagai batu pasir.
Hasil sounding Desa Jangkar diperoleh rentang resistivitas 1,95-80,30 Ωm
dan kedalaman maksimum lapisan batuan terukur 88,30 m. Lapisan batuan
didominasi oleh batu pasir dengan resistivitas 65,60 Ωm. Dalam penelitian ini
titik sounding di Desa Jangkar digunakan sebagai referensi karena tidak
commit to user
Lokasi titik sounding Desa Sopet pada posisi 70 45’ 15,11’’ LS dan 1140
10’ 30,88’’BT. Lokasi titik sounding di pinggir jalan dengan kondisi sekitar
berupa kebun tebu. Hasil pengolah data disajikan pada Gambar 4. 11.
100
Gambar 4.11 Kurva Resistivitas Batuan terhadap Kedalaman pada Titik Sounding Desa Sopet
Hasil inversi data Sounding Desa Sopet diperoleh informasi lima lapisan batuan, yaitu:
a. Lapisan 1 memiliki resistivitas 13,70 Ωm berada pada kedalaman 1,49 m
ditafsirkan sebagai soil.
b. Lapisan 2 memiliki resistivitas 24,80 Ωm berada pada kedalaman 4,96 m
ditafsirkan sebagai batu pasir tufan.
c. Lapisan 3 memiliki resistivitas 54,20 Ωm berada pada kedalaman 8,77 m
ditafsirkan sebagai batu pasir.
d. Lapisan 4 memiliki resistivitas 5,69 Ωm berada pada kedalaman 27 m
ditafsirkan sebagai batu pasir tufan.
e. Lapisan 5 memiliki resistivitas 43,10 Ωm berada pada kedalaman 100 m
ditafsirkan sebagai batu pasir.
commit to user
dan kedalaman maksimum lapisan batuan terukur 100 m. Lapisan batuan
didominasi oleh batu pasir dengan resistivitas 43,10 Ωm. Sumur di Desa Sopet
memiliki kedalaman diatas 15 m dan berada pada lapisan batu pasir. Secara
geokimia, air sumur di Desa Sopet terindikasi mengalami pencemaran
elemen-elemen berbahaya Kawah Ijen berdasarkan kadar F sebesar ~ 0,50 mg/kg (Sri
sumarti, 1998). Hal ini menunjukkan bahwa lapisan batu pasir di Desa Wringin
Anom pada kedalaman 27-100 m terindikasi mengalami pencemaran
elemen-elemen Kawah Ijen.
IV.1.12. Titik Sounding Desa Mojosari
Lokasi titik sounding Desa Mojosari pada posisi 70 45’ 36,60’’ LS dan
1140 11’ 43,88’’ BT. Lokasi titik sounding di pinggir jalan desa. Hasil pengolahan
data titik sounding Desa Mojosari disajikan pada Gambar 4.12.:
ρ
Gambar 4.12 Kurva Resistivitas Batuan terhadap Kedalaman di Titik Sounding Desa Mojosari
Hasil inversi data sounding Desa Mojosari diperoleh informasi empat lapisan batuan, yaitu:
commit to user
ditafsirkan sebagai batu pasir tufan.
b. Lapisan 2 memiliki resistivitas 12,90 Ωm berada pada kedalaman 25,20 m
ditafsirkan sebagai batu pasir.
c. Lapisan 3 memiliki resistivitas 5,56 Ωm berada pada kedalaman 50,90 m
ditafsirkan sebagai batu pasir tufan.
d. Lapisan 4 memiliki resistivitas 82,80 Ωm berada pada kedalaman 95,10 m
ditafsirkan sebagai batu pasir.
Hasil sounding Desa Mojosari diperoleh rentang resistivitas 5,56-82,80
Ωm dan kedalaman maksimum lapisan batuan terukur 95,190 m. Lapisan batuan
didominasi oleh batu pasir dengan resistivitas 82,80 Ωm. Sumur di Desa Mojosari
memiliki kedalaman 15-20 m dan berada pada lapisan batu pasir. Secara
geokimia, air sumur di Desa Mojosari terindikasi mengalami pencemaran
elemen-elemen berbahaya Kawah Ijen berdasarkan kadar F sebesar ~ 0,50 mg/kg (Sri
sumarti, 1998). Hal ini menunjukkan bahwa lapisan batu pasir di Desa Mojosari
pada kedalaman 4,12 -25,20 m terindikasi mengalami pencemaran
elemen-elemen Kawah Ijen.
IV.1.13. Titik Sounding Desa Gudang
Lokasi titik sounding Desa Gudang pada posisi 70 44’11,42’’ LS dan 1140
13’ 8,58’’ BT. Lokasi titik sounding di jalan desa yang sampingnya berupa parit dan rumah penduduk. Hasil pengolah data titik sounding Desa Gudang disajikan
commit to user
Gambar 4.13 Kurva Resistivitas Batuan terhadap Kedalaman di Titik Sounding Desa
Gudang
Hasil inversi data sounding Desa Gudang diperoleh informasi lima lapisan batuan, yaitu:
a. Lapisan 1 memiliki resistivitas 13 Ωm berada pada kedalaman 1,10 m
ditafsirkan sebagai batu pasir tufan.
b. Lapisan 2 memiliki resistivitas 60 Ωm berada pada kedalaman 2,69 m
ditafsirkan sebagai batu pasir.
c. Lapisan 3 memiliki resistivitas 4,95 Ωm berada pada kedalaman 3,46 m
ditafsirkan sebagai batu pasir.
d. Lapisan 4 memiliki resistivitas 10,30 Ωm berada pada kedalaman 55,6 m
ditafsirkan sebagai batu pasir tufan.
e. Lapisan 5 memiliki resistivitas 15,90 Ωm berada pada kedalaman 181 m
ditafsirkan sebagai batu pasir.
Hasil sounding Desa Gudang diperoleh rentang resistivitas 4,95-60,00 Ωm
dan kedalaman maksimum lapisan batuan terukur 181 m. Lapisan batuan
didominasi oleh batu pasir dengan resistivitas 15,90 Ωm. Secara geokimia, air
sumur bor di Desa Sumberejo (sebelah timur titik sounding Desa Gudang) berada
pada lapisan batu pasir dengan kedalaman diatas 100 m terindikasi mengalami Kedalaman (m)
commit to user
2,30 mg/kg (Sri sumarti, 1998). Hal inimenunjukkan bahwa lapisan batu pasir di
Desa Gudang pada kedalaman 55,60-181,00 m terindikasi mengalami pencemaran
elemen-elemen Kawah Ijen.
Dari uraian hasil 13titik sounding di Kecamatan Asembagus, kecamatan
Jangkar, dan Kecamatan Banyuputih diperoleh rentang resistivitas 1,28 Ωm –
826,00 Ωm. Kedalaman maksimum terukur 196,30 m di Desa Perante. Secara
regional kawasan penelitian didominasi oleh batu pasar dengan ketebalan
maksimum 125,4m. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa Daerah
Asembagus, Jangkar dan Banyuputih tercemar oleh air Kawah Ijen yang
diindikasikan olah kadar F yang tinggi pada air sumur warga. Berdasarkan hasil
survei geolistrik diperoleh 12 titik sounding mengalami pencemaran
elemen-elemen berbahaya Kawah Ijen pada kedalaman diatas 15 m.
Pada peneliatian ini, titik sounding Jangkar dipilih sebagai referensi karena
air sumur di wilayah Jangkar netral dan tidak terkontaminasi ole air Kawah Ijen.
Hal ini didukung penelitian geokimia pada air sumur bor di Jangkar tidak
commit to user
Hasil penelitian geolistrik berupa nilai resistivitas batuan dan kedalaman
lapisan batuan di bandingkan dengan data kedalaman sumur penduduk dan kadar
F disajikan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Tabel Resistivitas batuan dengan Sumur Penduduk di Area Irigasi
Titik
commit to user
mengalami pencemaran elmenen-elemen Kawah Ijen memiliki rentang antara
1,28-43,10 Ωm sedangkan resistivitas di Jangkar (referensi) 65,60 Ωm.
Berdasarkan nilai resistivitas di 12 titik sounding dan resistivitas di Jangkar
(netral) diketahui bahwa nilai resistivitas di daerah yang tercemar lebih rendah
dibandingkan nilai resistivitas di daerah netral (Jangkar). Oleh karena itu
resistivitas batu pasir di bawah 65,60 Ωm terindikasi mengalami pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen.
Berdasarkan penelitian terdahulu diketahui bahwa air sumur di 12 titik
sounding mengandung elemen-elemen Kawah Ijen berdasarkan kandungan F di
dalamnya. Kandungan F pada air sumur warga berkisar antara 0,5-3,5 mg/kg.
Berdasarkan WHO, kandungan F yang diperbolehkan dalam air sumur adalah 1,5
mg/kg. Sehingga daerah dengan F diatas 1,5 mg/kg diindikasikan mengalami
pencemaran. Berdasarkan tabel 4.1. daerah yang mengalami pencemaran adalah
Perante, Bantal, Awar-Awar, Trigonco, Randu Agung, Wringin Anom dan
Gudang dengan resistivitas batu pasir di daerah tersebut berkisar 1,28-31 Ωm.
Daerah yang mengalami pencemaran sebagian adalah Mojosari dan Sopet dengan
resistivitas batu pasir ~ 40 Ωm. Daerah yang tidak terindikasi mengalami
pencemaran adalah Jangkar.
Pencemaran yang terjadi di daerah penelitian berada pada lapisan batu
pasir, yang memiliki porositas sedang dan permeabilitas yang tinggi. Oleh karena
itu fluida pada lapisan batu pasir akan mudah bergerak dan meresap. Berdasarkan
data korelasi sumur diketahui lapisan batu pasir yang terindikasi mengalami
pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen berada pada lapisan tanah yang dalam.
Namun pada lapisan atas juga terdapat lapisan batu pasir dengan resistivitas di
bawah 65,6 Ωm. Sehingga pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen bisa terjadi di lapisan tanah atas maupun lapisan tanah bawah. Sumber pencemaran untuk
masing-masing lapisan berasal dari elemen-elemen Kawah Ijen yang di bawa oleh
air irigasi Sungai Banyuputih dan air Sungai Bayuputih. Karena Sungai
commit to user
tanah yang lebih dalam karena adanya gaya grafitasi. Sehingga pencemaran pada
lapisan yang dalam secara umum disebabkan karena air Sungai Banyuputih.
Pencemaran lapisan yang dalam secara umum terjadi pada lapisan 10 m lebih.
Pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen pada lapisan tanah atas dipengaruhi oleh
air irigasi dari Sungai Banyuputih dan secara umum terjadi pada kedalaman ~ 1-9
m. Daerah yang mengalami pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen karena air
Sungai Banyuputih adalah Randu Agung dan Bantal 2. Daerah yang terindikasi
mengalami pencemaran karena air irigasi dan air Sungai Banyuputih adalah
Perante, Awar-Awar 1 dan 2, Bantal 2, Trigonco 1 dan 2, Wringin Anom, Sopet,
Mojosari dan Gudang.
Dalam penelitian ini diketahui tidak semua lapisan batuan dari permukaan
hingga lapisan yang dalam tercemari oleh elemen-elemen Kawah Ijen. Pada
kedalaman tertentu menunjukkan bahwa pada lapisan tersebut tidak mengalami
pencemaran. Hal ini dikarenakan pada lapisan yang tercemar dibatasi oleh jenis
batuan pasir tufaan yang bersifat kurang porus dan permeabilitas yang rendah
sehingga fluida hanya akan tertampung pada lapisan tersebut dan kemungkinan
merembes ke lapisan di bawahnya sangat kecil.
Berdasarkan penelitian terdahulu dan hasil survei geolistrik, diketahui
daerah yang mengalami pencemaran hingga kedalaman diatas 100 m adalah
Perante, Bantal 2, Awar-Awar 1 dan 2, Randu Agung, Trigonco 2, Wringin Anom
dan Gudang. Daerah-daerah tersebut mengalami pencemaran hingga lapisan tanah
yang dalam dikarenakan lapisan batu pasir di daerah tersebut berada pada
commit to user
Nilai resistivitas hasil sounding dan posisi serta kedalaman dari titik
sounding diplot dengan menggunakan software surfer. Hasil pengeplotan
disajikan pada Gambar 4.14.
Gambar 4.14. Peta kontur resistivitas terhadap Kedalaman
commit to user
warna kontur yang gelap. Untuk warna kontur terang menunjukkan resistivitas
yang tinggi.
Berdasarkan peta kontur resistivitas, penampang geologi pada kedalaman
10 m menunjukkan bahwa semakin ke selatan resistivitas batuan semakin
mengecil hal ini dikarenakan semakin ke selatan dari daerah telitian, wilayah
tersebut dekat dengan Sungai Banyuputih dan dam dari Sungai Banyuputih
sehingga pengaruh air Sungai Banyuputih di daerah bagian selatan telitian lebih
besar di bandingkan daerah utara telitian. Pada kedalaman 10 m, daerah telitian
yang terindikasi mengalami pencemaran elemen Kawah Ijen adalah Awar-Awar I,
Trigonco II, Bantal II, Wringin Anom, dan Mojosari dengan resistivitas batuan
8,96-23,00 Ωm.
Untuk kedalaman 20 meter terlihat penampang geologi di kedalaman ini
hampir sama dengan penampang geologi pada kedalaman 10,00 m. Pada
kedalaman 20,00 m terlihat beberapa daerah telitian dan daerah di bagian utara
dan barat dari daerah telitian mengalami penurunan resistivitas. Hal ini
dikarenakan pada kedalaman 20,00 m hampir seluruh regional didominasi batuan
pasir tufaan yang menyebabkan air irigasi dari Sungai Banyuputih sulit untuk
merembes ke dalam lapisan tanah, sehingga air irigasi hanya mencemari di
permukaan saja. Daerah telitian yang terkontaminasi elemen-elemen Kawah Ijen
pada kedalaman 20,00 m adalah Bantal II, Awar-Awar I, Wringin Anom,
Trigonco II, dan Mojosari dengan resistivitas batuan di aerah tersebut adalah
8,96-23,00 Ωm.
Penampang geologi dari barat ke timur pada kedalaman 30 m
menunjukkan bahwa hampir seluruh regional memiliki nilai resistivitas yang
rendah. Dengan resistivitas yang rendah menunjukkan bahwa hampir semua
regional mengalami pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen. Hal ini didukung
commit to user
yang terindikasi mengalami pencemaran berada pada rentang 9,71 – 43,10 Ωm.
Untuk penampang pada kedalaman 50 m menunjukkan resistivitas rendah
berada di selatan dan Barat dari daerah telitian daerah telitian, sedangkan daerah
di sekitar lokasi telitian, nilai resistivitas hampir tidak mengalami perubahan. Hal
ini menunjukkan bahwa semakin dalam lapisan tanah, regional daerah yang
terindikasi mengalami pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen semakin sedikit,
pada peta kontur resistivitas ditunjukkan di daerah-daerah telitian saja. Hal ini
dikarenakan elemen-elemen Kawah Ijen yang mencemari lapisan tanah dalam dan
air tanah dibawa oleh air Sungai Banyuputih. Air Sungai Banyuputih meresap
kedalam lapisan tanah melalui lapisan batu pasir dan bergerak melalui pori-pori
batuan yang ada di dalam batuan tersebut. Sehingga air Sungai Banyuputih akan
mencemari lapisan batuan yang sama dalam hal ini adalah batu pasir. Pada
kedalaman 50 m banyak didominasi oleh batuan pasir tufaan sedangkan batu pasir
hanya berada disekitar daerah telitian, sehingga untuk daerah telitian mengalami
pencemaran elemen-elemen Kawah Ijen yang dibawa oleh Sungai Banyuputih,.
Daerah telitian yang terindikasi mengalami pencemaran pada kedalaman 50 m
adalah Perante, Bantal 2, Bantal 3, Awar-Awar 2, Randu Agung, Trigonco 2 dan
Sopet. Pada kedalaman 50 m resistivitas batuan yang mengalmi pencemaran
elemen-elemen Kawah Ijen berada pada rentang 9,71-43,1 Ωm.
Pada kedalaman 80 m menunjukkan bahwa resistivitas batuan di regional
bagian barat, barat daya dan utara dari daerah telitian mengalami peningkatan
resistivitas, sehingga untuk daerah di bagian barat dan barat daya dari daerah
telitian pada kedalaman 80 m hampir tidak mengalami pencemaran
elemen-elemen Kawah Ijen. Pencemaran elemen-elemen-elemen-elemen Kawah Ijen masih terkonsentrasi
di daerah telitian dan regional sebelah selatan dari daearah telitian. Daerah-daerah
telsitian yang terindikasi mengalami pencemaran elemen Kawah Ijen adalah
Perante, Bantal 2, Awar-Awar 1, Bantal 3, Awar-Awar 2, Randu Agung, Trigonco
1, Trigonco 2, Sopet dan Gudang. Resistivitas batuan pada kedalaman 80 m yang