• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU DELINKUEN PADA REMAJA SMA NEGERI 1 POLANHARJO Hubungan Antara Kontrol Diri Dengan Perilaku Delinkuen Pada Remaja SMA Negeri 1 Polanharjo.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU DELINKUEN PADA REMAJA SMA NEGERI 1 POLANHARJO Hubungan Antara Kontrol Diri Dengan Perilaku Delinkuen Pada Remaja SMA Negeri 1 Polanharjo."

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU DELINKUEN PADA REMAJA SMA NEGERI 1 POLANHARJO

NASKAH PUBLIKASI

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Psikologi

Diajukanoleh :

TAUFIK AJI PERMONO F100090118

FAKULTAS PSIKOLOGI

(2)

ii

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU DELINKUEN PADA REMAJA SMA NEGERI 1 POLANHARJO

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Derajar Sarjana S-1 Psikologi

Diajukanoleh :

TAUFIK AJI PERMONO F100090118

FAKULTAS PSIKOLOGI

(3)
(4)
(5)

v

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU DELINKUEN PADA REMAJA SMA NEGERI 1 POLANHARJO

ABSTRAKSI

Setiap siswa diharapkan dapat taat pada aturan yang berlaku di sekolah, namun kenyataanya masih terdapat siswa yang melanggar aturan. Dari pengambilan data awal yang di lakukan peneliti kepada 20 siswa SMA Negeri 1 Polanharjo, dapat diketahui siswa yang di tanya peneliti tentang kenakalan yang ada di sekolah tersebut menjawab bahwa mereka pernah melihat perkelahian antar teman di sekolah, melihat teman yang membolos, mengakui kalau temanya ada yang merokok di sekolahan, dan menyontek saat ulangan di dalam kelas. Dari survey tersebut faktor kontrol diri menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku delinkuen. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara kontrol diri dengan perilaku delinkuen pada remaja SMA Negeri 1 Polanharjo. Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan negatif antara kontrol diri dengan perilaku delinkuen pada remaja SMA Negeri 1 Polanharjo.

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa/siswi SMA Negeri 1 Polanharjo. Sampel tersebut diambil dengan tehnik cluster random sampling. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala kontrol diri dan skala perilaku delinkuen. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis korelasi product moment dari Pearson.

Hasil analisis diperoleh data koefisien korelasi (rxy) sebesar -0,420 dengan Signifikansi p = 0,000 (p≤0,01). Ada hubungan negativ yang sangat signifikan antara kontrol diri dengan perilaku delinkuen pada remaja SMA, yang berarti hipotesis diterima. Sumbangan efektif dari variabel kontrol dengan variabel perilaku delinkuen adalah 17,6% , hal ini berarti masih terdapat 82,4% variabel-variabel lain yang dapat mempengaruhi perilaku delinkuen. Variabel perilaku delinkuen mempunyai rerata empirik (RE) sebesar 55,18 dan rerata hipotetik (RH) sebesar 85 yang berarti perilaku delinkuen pada subjek tergolong tinggi. Variabel kontrol diri diketahui rerata empirik (RE) sebesar 70,55 dan rerata hipotetik (RH) sebesar 60 yang berarti tergolong rendah.

(6)

1 PENDAHULUAN

Remaja sangat rentan sekali

mengalami masalah-masalah

psikososial yakni masalah psikis atau

kejiwaan yang timbul sebagai akibat

terjadinya perubahan sosial. Dari

masalah-masalah yang dialami

remaja, masalah kenakalan remaja

tumbuh, berkembang dan membawa

akibat-akibat tersendiri sepanjang

masa yang sulit untuk dicari ujung

pangkalnya, selain frekuensi dan

intensitasnya terus meningkat,

kenakalan remaja saat ini sudah

mengarah pada perbuatan yang

melanggar norma, hukum, dan

agama. Elfida (2005), menerangkan

anak nakal yaitu anak yang

mempunyai perilaku menyimpang

dari norma-norma sosial, moral dan

agama. Perilaku tersebut akan

berdampak negatif, yaitu merugikan

keselamatan dirinya sendiri,

mengganggu serta meresahkan

ketentraman dan ketertiban

masyarakat juga kehidupan keluarga

atau masyarakat.

Kenakalan remaja merupakan

kegagalan dalam mengontrol diri

yang cukup dalam hal tingkah laku.

Santrock (2003) menunjukkan bahwa

ternyata kontrol diri mempunyai

peranan penting dalam tumbuhnya

kenakalan remaja, mereka mungkin

gagal membedakan tingkah laku

yang dapat diterima dan tidak dapat

diterima, atau mungkin sebenarnya

remaja tersebut sudah mengetahui

perbedaan anatara keduanya namun

gagal mengembangkan kontrol yang

memadai dalam menggunakan

perbedaan itu untuk membimbing

tingkah laku mereka.

Kartono (1998) menjelaskan

perilaku delinkuen pada dasarnya

merupakan kegagalan sistem

pengontrolan diri anak terhadap

dorongan-dorongan instingtifnya,

anak tersebut tidak mampu

mengendalikan dorongan tersebut

dan menyalurkan keperbuatan yang

bermanfaat.

Kontrol diri (self-control)

mempunyai pengertian yaitu suatu

kecakapan individu dalam kepekaan

membaca situasi diri dan

lingkungannya serta kemampuan

untuk mengontrol dan mengelola

faktor-faktor yang mempengaruhi

perilaku sesuai dengan situasi dan

(7)

2

dalam melakukan sosialisasi

(Meldrum, 2009).

Dari penelitian awal yang

sudah dilakukan di SMA NEGERI 1

POLANHARJO terhadap 20 subyek,

dapat diketahui bahwa benar adanya

kalau di sekolahan tersebut memang

terjadi kenakalan yang dilakukan

oleh para siswanya. Dari 20 siswa

yang di tanya peneliti tentang

kenakalan yang ada di sekolah

tersebut, ada 10 siswa yang

menjawab bahwa mereka pernah

melihat perkelahian antar teman di

sekolah, 16 siswa menjawab pernah

melihat teman yang membolos, 15

siswa mengakui kalau temanya ada

yang merokok di sekolahan, dan 19

siswa melihat dan mengakui kalau

mereka menyontek saat ulangan di

dalam kelas.

Hal tersebut membuktikan

memang benar siswa di sekolah

tersebut memang ada yang

melakukan perilaku delinkuen.

Perilaku delinkuen tergantung pada

kemampuan kontrol diri setiap

individu, dapat disimpulkan bahwa

individu yang memiliki kontrol diri

rendah, lebih rentan untuk

melakukan tindakan delinkuen tanpa

memikirkan efek jangka panjangnya

Dengan adanya program dari

bimbingan konseling sekolah dan

perhatian dari orang tua diharapkan

para peserta didik mampu melewati

masa transisi (puber), identifikasi diri

dengan lebih baik dan mandiri, tidak

asal ikut-ikut teman atau terpengaruh

dengan lingkungan yang tidak baik.

Berdasarkan latar belakang

diatas, maka di dapatkan rumusan

masalah sebagai berikut: Apakah ada

hubungan antara kontrol diri dengan

perilaku delinkuen pada remaja SMA

Negeri 1 Polanharjo. Untuk

menjawab permasalahan di atas,

maka penulis tertarik untuk

mengadakan penelitian dengan mengambil judul “Hubungan antara kontrol diri dengan perilaku

delinkuen pada remaja SMA Negeri 1 Polanharjo”.

Adapun tujuan yang ingin

dicapai dalam penelitian ini ialah :

1. Untuk mengetahui apakah ada

hubungan kontrol diri dengan

perilaku delinkuen pada remaja

SMA NEGERI 1

(8)

3

2. Untuk mengetahui tingkat

perilaku delinkuen pada remaja

SMA NEGERI 1

POLANHARJO.

3. Untuk mengetahui tingkat

kontrol diri pada remaja SMA

Negeri 1 Polanharjo

Accola dan Calhoum (1990)

mengatakan kontrol diri sebagai

pengaturan proses-proses fisik,

psikologis, dan perilaku seseorang,

dengan arti lain serangkaian proses

yang membentuk kemampuan

individu untuk menmyusun,

membimbing, mengatur dan

mengarahkan bentuk perilaku yang

dapat membawa individu kearah

konsekuensi positif.

Berdasarkan konsep Averril

(dalam Gustinawati, 1990),

aspek-aspek tersebut dapat diperinci

menjadi lima komponen yaitu:

kemampuan mengontrol perilaku,

kemampuan mengontrol stimulus,

kemampuan mengantisipasi suatu

peristiwa atau kejadian, kemampuan

menafsirkan peristiwa atau kejadian,

kemampuan mengambil keputusan,

Semuanya sangat berhubungan satu

sama lain, jika kesemua aspek

tersebut bisa di lakukan dengan baik

oleh individu terutama remaja, bukan

tidak mungkin remaja tersebut akan

terhindar dari perilaku delinkuen,

sebab aspek-aspek tersebut akan

menjadi penguat dalam pengontrolan

diri untuk tidak melakukan perilaku

delinkuen.

Hurlock (1990) menyatakan

beberapa faktor yang mempengaruhi

kontrol diri adalah orientasi religius,

pola asuh orang tua dan faktor

kognitif. Selain daripada faktor

tersebut kontrol diri juga dipengaruhi

oleh faktor internal dan eksternal,

faktor internal sendiri terjadi melalui

pengalaman evolusi, kontrol emosi

yang sehat yang di dapat dari

kekuatan ego yang baik, dalam arti

mampu untuk menahan diri dan

tindakan luapan emosi. Sedangkan

untuk faktor eksternal meliputi dari

keadaan sosio-emosional lingkungan

individu tersebut, terutama didalam

lingkungan keluarga dan juga teman

sebaya, karena dari faktor pendukung

tersebut remaja mencapai

kematangan emosi.

Sudarsono (1995) memberi

tinjauan secara sosiokultural tentang

pengertian delinkuen, yaitu suatu

(9)

4

apabila perbuatan-perbuatan tersebut

bertentangan dengan norma-norma

yang ada di dalam masyarakat

dimana individu berada, atau suatu

perbuatan yang anti-sosial yang

didalamnya terkandung unsur-unsur

normative. Contoh perilaku

antisosial antara lain berupa

menggertak, agresi fisik, merusak,

negativistik terhadap orang dewasa

dan juga perilaku kejam terhadap

teman sebayanya.

Santrock (1995)

mendefinisikan delinkuen adalah

suatu rentang perilaku yang luas,

baik perilaku yang tidak bisa

diterima secara sosial (seperti tidak

mentaati peraturan disekolah),

pelanggaran (seperti melarikan diri

dari rumah), dan tindakan kriminal

(seperti merampas, mencuri).

Jensen (dalam Sarwono,

2011) juga mengatakan bahwa ada

empat aspek kenakalan remaja:

a. Perilaku yang menimbulkan

korban fisik. Seperti tawuran

antar sekolah , berkelahi dengan

teman satu sekolah,

pemerkosann, pembunuhan dan

lain sebagainya.

b. Perilaku yang menimbulkan

korban materi. Seperti memalak,

merusak fasilitas sekolah maupun

fasilitas umum lainnya dan

lain-lain.

c. Perilaku sosial yang tidak

menimbulkan korban di pihak

orang lain. Seperti pelacuran,

hubungan seks bebas, narkoba

dan lain sebagainya.

d. Perilaku yang melanggar status.

Seperti mengingkari status anak

sebagai pelajar dengan cara

membolos, minggat dari rumah,

membantah perintah.

Santrock (2003),

mengemukakan faktor-faktor yang

mempengaruhi perilaku delinkuen

pada remaja:

a. Identitas negatif, Erikson yakin

bahwa perilaku delinkuen

muncul karena remaja gagal

menemukan suatu identitas

peran.

b. Kontrol diri rendah, beberapa

anak dan remaja gagal

memperoleh kontrol yang

esensial yang sudah dimiliki

orang lain selama proses

(10)

5

c. Usia, munculnya tingkah laku

antisosial di usia dini (anak-anak)

berhubungan dengan perilaku

delinkuen yang lebih serius

nantinya di masa remaja.

d. Jenis kelamin (laki-laki), anak

laki-laki lebih banyak melakukan

tingkah laku antisosial daripada

anak perempuan.

e. Harapan dan nilai-nilai yang

rendah terhadap pendidikan.

Remaja menjadi pelaku

kenakalan seringkali diikuti

karena memiliki harapan yang

rendah terhadap pendidikan dan

juga nilai-nilai yang rendah di

sekolah.

f. Pengaruh orang tua dan keluarga.

Seseorang berperilaku nakal

seringkali berasal dari keluarga,

di mana orang tua menerapkan

pola disiplin secara tidak efektif,

memberikan mereka sedikit

dukungan, dan jarang mengawasi

anak-anaknya sehingga terjadi

hubungan yang kurang harmonis

antar anggota keluarga.

g. Pengaruh teman sebaya.

Memiliki teman-teman sebaya

yang melakukan kenakalan

meningkatkan resiko untuk

menjadi pelaku kenakalan.

h. Status ekonomi sosial.

Penyerangan serius lebih sering

dilakukan oleh anak-anak yang

berasal dari kelas sosial ekonomi

yang lebih rendah.

i. Kualitas lingkungan sekitar

tempat tinggal. Tempat dimana

individu tinggal dapat

membentuk perilaku individu

tersebut, masyarakat dan

lingkungan yang membentuk

kecenderungan kita untuk berperilaku ”baik” atau ”jahat”.

Berdasarkan tinjauan teoritis

yang telah dikemukakan di atas,

maka hipotesis yang diajukan

peneliti untuk diuji kebenarannya adalah “ada hubungan negatif antara kontrol diri dengan perilaku

delinkuen pada remaja SMA Negeri

1 POLANHARJO.

METODE PENELITIAN

Teknik sampling yang dalam

penelitian ini adalah dengan

menggunakan teknik cluster

sampling. Dengan mengambil tiap

kelompok kelas dalam suatu

(11)

6

adalah dengan menggunakan

random, yaitu mengambil sebagian

siswa kelas X, kelas XI, dan kelas

XII. Alasan penggunaan random

sampling agar semua individu dalam

potensi baik secara individu maupun

kelompok diberi kesempatan yang

sama untuk dijadikan sampel dalam

penelitian tersebut.

Metode penelitian yang

digunakan kuantitatif Metode

pengumpulan data menggunakan alat

ukur skala kontrol diri dan skala

perilaku delinkuen. Analisis data

yang digunakan adalah korelasi

product moment.

HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan aspek-aspek

delinkuen yang ada pada skala

perilaku delinkuen, dari 83 subjek

ada 16 subjek yang menunjukan nilai

skor tertinggi pada aspek perilaku

yang menimbulkan korban fisik, dari

83 subjek ada 29 subjek yang

menunjukan nilai skor tertinggi pada

aspek perilaku yang menimbulkan

korban fisik, dari 83 subjek ada 30

subjek yang meunjukan nilai skor

tertinggi pada aspek perilaku yang

merugikan diri sendiri dan orang

lain, dan yang terakir dari 83 subjek

ada 41 subjek yang menunjukan nilai

skor tertinggi pada aspek perilaku

yang melawan status.

Berdasarkan hasil

perhitungan teknik analisis product

moment dari Pearson diperoleh nilai

koefisien korelasi (r) = -0,420

dengan p = 0,000 (p < 0,01) yang

artinya terdapat hubungan negatif

yang sangat signifikan antara kontrol

diri dengan perilaku delinkuen.

Hasil penelitian ini sesuai

dengan hipotesis yang diajukan oleh

peneliti yaitu adanya hubungan

negative antara kontrol diri dengan

perilaku delinkuen, menjelaskan

bahwa semakin tinggi tingkat kontrol

diri maka semakin rendah perilaku

delinkuen, sebaliknya semakin

rendah tingkat kontrol diri maka

semakin tinggi perilaku delinkuen.

Kontrol diri dalam penelitian ini

termasuk tinggi dengan tingkat

perilaku delinkuen yang tergolong

rendah. Hal ini dapat diartikan

bahwa kontrol diri mempengaruhi

perilaku delinkuen.

Pemaparan hubungan antara

kontrol diri dengan perilaku

(12)

7

yang dikemukakan oleh Santrock

(1998), mengemukakan faktor-faktor

yang mempengaruhi perilaku

delinkuen pada remaja salah satunya

adalah pengendalian diri yang

rendah, para remaja yang melakukan

perilaku delinkuen dapat

digambarkan sebagai bentuk

kegagalan dalam mengembangkan

pengendalian diri yang cukup dalam

hal tingkah laku.

Menurut Kartono (1989)

perilaku delinkuen pada remaja

disebabkan termotivasi oleh

keinginan untuk memperoleh

perhatian, status social, dan

penghargaan dari lingkungan. Selain

hal tersebut, ada faktor lain yang

menyebabkan munculnya perilaku

delinkuen pada remaja yang berasal

dari dalam dirinya yaitu kurangnya

rasa percaya diri dan pengontrolan

diri yang di miliki oleh remaja

tersebut.

Variabel kontrol diri dalam

penelitian ini diperoleh hasil analisis

data yang menunjukkan bahwa

kontrol diri pada subjek tergolong

tinggi dengan rerata empiric (RE)

70,55 serta rerata hipotetik (RH) 60.

Adapun didapatkan rincian

kategorisasinya yaitu 0 subyek (0%)

yang berkategori sangat rendah,

terdapat 9 subjek (10,8%)

berkategori rendah kontrol dirinya,

11 subyek (13,2%) berkategori

sedang kontrol dirinya, ada 50 subjek

(60,3%) yang bekategori tinggi

kontrol dirinya, 13 subyek (15,7%)

yang berkategori sangat tinggi

tingkat kontrol dirinya.

Hal ini dapat diartikan remaja

yang memiliki kontrol diri yang baik,

dapat mencegah munculnya perilaku

delinkuen pada diri remaja tersebut,

sebaliknya remaja yang mempunyai

kontrol diri tidak baik, lebih

cenderung untuk melakukan perilaku

delinkuen. Sifat remaja yang masih

labil dan cenderungh ikut-ikutan

teman, membuat remaja tersebut

dituntut harus memiliki kontrol diri

yang baik, hal tersebut untuk

menghindarkan remaja tersebut dari

perilaku delinkuen. Perilaku

ndelinkuen dapat dicegah dengan

pembentukan moral remajatersebut

mulai sejak dini, dengan didukung

beberapa faktor, diantaranya pola

asuh orang tua, pendidikan, dan

lingkungan lingkungan remaja

(13)

8

Variabel perilaku delinkuen

tergolong rendah dengan rerata

empiric (RE) 55,18 dan rerata

hipotetik (RH) 85. Terdapat rincian

dari kategorisasinya yakni 41 subjek

(49,4%) yang termasuk perilaku

delinkuen sangat rendah, 38 subjek

(45,8%) yang berkategori perilaku

delinkuen rendah, 4 subjek (4,8%)

termasuk dalam perilaku delinkuen

yang sedang, dan 0 subjek (0%) yang

berkategori tinggi dan sangat tinggi

dalam perilaku delinkuen.

Sumbangan efektif dari

variebel kontrol diri dengan variebel

perilaku delinkuen yaitu sebesar

17,6%, berarti masih terdapat 82,4%

variabel-variabel lain yang dapat

mempengaruhi perilaku delinkuen

selain dari variable kontrol diri yaitu

identitas negative, faktor usia, jenis

kelamin, pengaruh orang tua dan

keluarga, pengaruh teman sebaya,

status social ekonomi dan

lingkungan tempat tinggal, Santrock

(1998).

Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa kontrol diri

dengan segala aspek yang

terkandung didalamnya memang

memberikan kontribusi terhadap

perilaku delinkuen meskipun

perilaku delinkuen tidak hanya

dipengaruhi oleh variabel kontrol

diri. Dimana kontrol diri memiliki

kontribusi yang positif terhadap

perilaku delinkuen pada remaja yang

dapat diartikan semakin tinggi

kontrol diri yang dimiliki seorang

remaja, maka semakin rendah

kecenderungan untuk melakukan

perilaku delinkuen, sebaliknya

apabila perilaku delinkuen yang

dilakukan cukup tinggi, berarti

kontrol diri yang di lakukan cukup

rendah.

KESIMPULAN DAN SARAN Ada hubungan negative yang

sangat signifikan antara kontrol diri

dengan perilaku delinkuen. Semakin

tinggi tingkat kontrol diri yang di

miliki remaja, maka akan semakin

rendah perilaku delinkuen yang di

lakukan, sebaliknya jika perilaku

delinkuen cukup tinggi, maka kontrol

diri yang dimiliki remaja sangat

rendah. Nilai koefisien korelasi (rxy)

= -0,420: Signifikansi p = 0,000

(p<0,01).

Tingkat kontrol diri pada

(14)

9

ditunjukkan oleh rerata empirik

sebesar 70,55 serta rerata hipotetik

(RH) 60.

Tingkat perilaku delinkuen

tergolong rendah. Hal ini

ditunjukkan oleh rerata empirik (RE)

55,18 dan rerata hipotetik (RH) 85.

Sumbangan efektif dari

variebel kontrol diri dengan variebel

perilaku delinkuen yaitu sebesar

17,6%, berarti masih terdapat 82,4%

variabel-variabel lain yang dapat

mempengaruhi perilaku delinkuen

selain dari variable kontrol diri.

Saran yang diharapkan dapat

bermanfaat, yaitu:

1. Bagi pihak sekolah

khususnya guru pengajar diharapkan

mampu meningkatkan kedisiplinan

anak didik, agar timbul tingkat

kontrol diri yang baik pada anak

didik, dapat di lakukan dengan cara

memberikan PR yang bermanfaat,

latihan pramuka, dan extrakulikuler

di luar jam sekolah yang bermanfaat

dan bisa meningkatkan prestasi siswa

anak didik.

2. Bagi orang tua diharapkan

bisa mendidik anak dengan lebih

disiplin, tegas, tidak terlalu

memanjakan anak dan melakuklan

pengawasan extra pada anak

remajanya. Selain itu memberi

pengertian kepada anak terhadap

dampak buruk jika melakukan

perilaku delinkuen dan dampak yang

positif jika berperilaku terpuji.

3. Bagi anak diharapkan lebih

mawas diri dalam bergaul atau

memilih teman dan mengurangi

kegiatan yang kurang bermanfaat

serta lebih bisa mengontrol dirinya

sendiri dalam bertindak atau

berperilaku.

4. Bagi peneliti lain yang akan

melakukan penelitian, agar

meningkatkan kualitas penelitian

lebih lanjut khususnya yang

berkaitan dengan kontrol diri dengan

perilaku delinkuen, yaitu dengan

menambah variabel-variabel

selanjutnya yang belum pernah

diteliti agar hasil yang didapat lebih

bervariasi.

DAFTAR PUSTAKA

Accola, R. and Colhoun, J. (1990). Low self-control and coworker delinquency: A research note. Journal of Criminal Justice, 29, 483-492.

Azwar. (2007). Reliabilitas dan

Validitas. Yogyakarta :

(15)

10

Bynum, J.E., & Thompson, W.E. (1996). Juvenile Delinquency: A Sociological Approach. 3d ed. Needham Heights, MA: Allyn and Bacon.

Elfida, D. (2005). Hubungan Antara Kemampuan Mengontrol Diri

Dan Kecenderungan

Berperilaku Delinkuen Pada Remaja. Jurnal Psikologi. Vol 1, Nomor 2, Desember 2005

Hurlock, E.B. 1990. Perkembangan Anak. Jilid II. Jakarta: Erlangga.

Gustinawati., (1990). Peranan

Kontrol Pribadi Dalam

Kesesakan Pada Penghuni

Perumahan Dengan

Kepadatan Tinggi di Kota

Bandung. Yogyakarta :

Skripsi Fakultas Psikologi UGM

Kartono Kartini. (1989). Bimbingan Bagi Anak dan Remaja Yang Bermasalah. Jakarta : CV. Rajawali.

Meldrum, W. A. (2009). Reconsidering the effect of self-control and delinquent peers: Implications of measurement for theorical significance. Journal of

Research in Crime and

Delinquency, 46, 353-376 Santrok, John W. (1995).

Perkembangan Masa Hidup jilid I. Terjemahan.

Santrok, John W. (1998). Perkembangan Masa Hidup jilid II, Jakarta; Erlangga. Santrok, John W. (2003). Life Span

Developmental.(Perkembang

an Masa Hidup) Jilid II, Jakarta: Erlangga.

Sarwono.S.W. 2001. Psikologi Remaja.Jakarta: PT.Radja Grafindo Persada.

Referensi

Dokumen terkait

11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar, serta Rencana Pembangunan Nasional Jangka Panjang.Masalah yang ada di Jawa Tengah adalah masih

Lebih lanjut, data hambatan arus listrik lendir vagina pada kelompok injeksi ganda lebih rendah dibandingkan dengan injeksi tunggal (187.77 ; 192.14), dengan pola

officials from both Parties to be appointed respectively by the Managing Director of the Papua New Guinea Post and Telecommunication Corporation (Ministry of

Sebagai suatu karya ilmiah maka hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada khu-susnya, maupun bagi masyarakat luas

Kegiatan di lapangan untuk daerah laut sekitar muara sungai Cimaja dan Citiis, meliputi penentuan titik lokasi penelitian dengan menggunakan GPS, pengambilan contoh larva dan

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh variabel upah, insentif, dan jaminan sosial mempunyai pengaruh terhadap produktivitas kerja

Pengelolaan Supervisi Pembelajaran (Studi Situs TK Pertiwi 1 Tambaksari Blora). Universitas Muhammadiyah Surakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan

artinya formula snack bar yang dihasilkan mempengaruhi kadar serat pangan tidak larut air. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata kadar