HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU DELINKUEN PADA REMAJA SMA NEGERI 1 POLANHARJO
NASKAH PUBLIKASI
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Psikologi
Diajukanoleh :
TAUFIK AJI PERMONO F100090118
FAKULTAS PSIKOLOGI
ii
HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU DELINKUEN PADA REMAJA SMA NEGERI 1 POLANHARJO
NASKAH PUBLIKASI
Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh
Derajar Sarjana S-1 Psikologi
Diajukanoleh :
TAUFIK AJI PERMONO F100090118
FAKULTAS PSIKOLOGI
v
HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU DELINKUEN PADA REMAJA SMA NEGERI 1 POLANHARJO
ABSTRAKSI
Setiap siswa diharapkan dapat taat pada aturan yang berlaku di sekolah, namun kenyataanya masih terdapat siswa yang melanggar aturan. Dari pengambilan data awal yang di lakukan peneliti kepada 20 siswa SMA Negeri 1 Polanharjo, dapat diketahui siswa yang di tanya peneliti tentang kenakalan yang ada di sekolah tersebut menjawab bahwa mereka pernah melihat perkelahian antar teman di sekolah, melihat teman yang membolos, mengakui kalau temanya ada yang merokok di sekolahan, dan menyontek saat ulangan di dalam kelas. Dari survey tersebut faktor kontrol diri menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku delinkuen. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara kontrol diri dengan perilaku delinkuen pada remaja SMA Negeri 1 Polanharjo. Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan negatif antara kontrol diri dengan perilaku delinkuen pada remaja SMA Negeri 1 Polanharjo.
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa/siswi SMA Negeri 1 Polanharjo. Sampel tersebut diambil dengan tehnik cluster random sampling. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala kontrol diri dan skala perilaku delinkuen. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis korelasi product moment dari Pearson.
Hasil analisis diperoleh data koefisien korelasi (rxy) sebesar -0,420 dengan Signifikansi p = 0,000 (p≤0,01). Ada hubungan negativ yang sangat signifikan antara kontrol diri dengan perilaku delinkuen pada remaja SMA, yang berarti hipotesis diterima. Sumbangan efektif dari variabel kontrol dengan variabel perilaku delinkuen adalah 17,6% , hal ini berarti masih terdapat 82,4% variabel-variabel lain yang dapat mempengaruhi perilaku delinkuen. Variabel perilaku delinkuen mempunyai rerata empirik (RE) sebesar 55,18 dan rerata hipotetik (RH) sebesar 85 yang berarti perilaku delinkuen pada subjek tergolong tinggi. Variabel kontrol diri diketahui rerata empirik (RE) sebesar 70,55 dan rerata hipotetik (RH) sebesar 60 yang berarti tergolong rendah.
1 PENDAHULUAN
Remaja sangat rentan sekali
mengalami masalah-masalah
psikososial yakni masalah psikis atau
kejiwaan yang timbul sebagai akibat
terjadinya perubahan sosial. Dari
masalah-masalah yang dialami
remaja, masalah kenakalan remaja
tumbuh, berkembang dan membawa
akibat-akibat tersendiri sepanjang
masa yang sulit untuk dicari ujung
pangkalnya, selain frekuensi dan
intensitasnya terus meningkat,
kenakalan remaja saat ini sudah
mengarah pada perbuatan yang
melanggar norma, hukum, dan
agama. Elfida (2005), menerangkan
anak nakal yaitu anak yang
mempunyai perilaku menyimpang
dari norma-norma sosial, moral dan
agama. Perilaku tersebut akan
berdampak negatif, yaitu merugikan
keselamatan dirinya sendiri,
mengganggu serta meresahkan
ketentraman dan ketertiban
masyarakat juga kehidupan keluarga
atau masyarakat.
Kenakalan remaja merupakan
kegagalan dalam mengontrol diri
yang cukup dalam hal tingkah laku.
Santrock (2003) menunjukkan bahwa
ternyata kontrol diri mempunyai
peranan penting dalam tumbuhnya
kenakalan remaja, mereka mungkin
gagal membedakan tingkah laku
yang dapat diterima dan tidak dapat
diterima, atau mungkin sebenarnya
remaja tersebut sudah mengetahui
perbedaan anatara keduanya namun
gagal mengembangkan kontrol yang
memadai dalam menggunakan
perbedaan itu untuk membimbing
tingkah laku mereka.
Kartono (1998) menjelaskan
perilaku delinkuen pada dasarnya
merupakan kegagalan sistem
pengontrolan diri anak terhadap
dorongan-dorongan instingtifnya,
anak tersebut tidak mampu
mengendalikan dorongan tersebut
dan menyalurkan keperbuatan yang
bermanfaat.
Kontrol diri (self-control)
mempunyai pengertian yaitu suatu
kecakapan individu dalam kepekaan
membaca situasi diri dan
lingkungannya serta kemampuan
untuk mengontrol dan mengelola
faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku sesuai dengan situasi dan
2
dalam melakukan sosialisasi
(Meldrum, 2009).
Dari penelitian awal yang
sudah dilakukan di SMA NEGERI 1
POLANHARJO terhadap 20 subyek,
dapat diketahui bahwa benar adanya
kalau di sekolahan tersebut memang
terjadi kenakalan yang dilakukan
oleh para siswanya. Dari 20 siswa
yang di tanya peneliti tentang
kenakalan yang ada di sekolah
tersebut, ada 10 siswa yang
menjawab bahwa mereka pernah
melihat perkelahian antar teman di
sekolah, 16 siswa menjawab pernah
melihat teman yang membolos, 15
siswa mengakui kalau temanya ada
yang merokok di sekolahan, dan 19
siswa melihat dan mengakui kalau
mereka menyontek saat ulangan di
dalam kelas.
Hal tersebut membuktikan
memang benar siswa di sekolah
tersebut memang ada yang
melakukan perilaku delinkuen.
Perilaku delinkuen tergantung pada
kemampuan kontrol diri setiap
individu, dapat disimpulkan bahwa
individu yang memiliki kontrol diri
rendah, lebih rentan untuk
melakukan tindakan delinkuen tanpa
memikirkan efek jangka panjangnya
Dengan adanya program dari
bimbingan konseling sekolah dan
perhatian dari orang tua diharapkan
para peserta didik mampu melewati
masa transisi (puber), identifikasi diri
dengan lebih baik dan mandiri, tidak
asal ikut-ikut teman atau terpengaruh
dengan lingkungan yang tidak baik.
Berdasarkan latar belakang
diatas, maka di dapatkan rumusan
masalah sebagai berikut: Apakah ada
hubungan antara kontrol diri dengan
perilaku delinkuen pada remaja SMA
Negeri 1 Polanharjo. Untuk
menjawab permasalahan di atas,
maka penulis tertarik untuk
mengadakan penelitian dengan mengambil judul “Hubungan antara kontrol diri dengan perilaku
delinkuen pada remaja SMA Negeri 1 Polanharjo”.
Adapun tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian ini ialah :
1. Untuk mengetahui apakah ada
hubungan kontrol diri dengan
perilaku delinkuen pada remaja
SMA NEGERI 1
3
2. Untuk mengetahui tingkat
perilaku delinkuen pada remaja
SMA NEGERI 1
POLANHARJO.
3. Untuk mengetahui tingkat
kontrol diri pada remaja SMA
Negeri 1 Polanharjo
Accola dan Calhoum (1990)
mengatakan kontrol diri sebagai
pengaturan proses-proses fisik,
psikologis, dan perilaku seseorang,
dengan arti lain serangkaian proses
yang membentuk kemampuan
individu untuk menmyusun,
membimbing, mengatur dan
mengarahkan bentuk perilaku yang
dapat membawa individu kearah
konsekuensi positif.
Berdasarkan konsep Averril
(dalam Gustinawati, 1990),
aspek-aspek tersebut dapat diperinci
menjadi lima komponen yaitu:
kemampuan mengontrol perilaku,
kemampuan mengontrol stimulus,
kemampuan mengantisipasi suatu
peristiwa atau kejadian, kemampuan
menafsirkan peristiwa atau kejadian,
kemampuan mengambil keputusan,
Semuanya sangat berhubungan satu
sama lain, jika kesemua aspek
tersebut bisa di lakukan dengan baik
oleh individu terutama remaja, bukan
tidak mungkin remaja tersebut akan
terhindar dari perilaku delinkuen,
sebab aspek-aspek tersebut akan
menjadi penguat dalam pengontrolan
diri untuk tidak melakukan perilaku
delinkuen.
Hurlock (1990) menyatakan
beberapa faktor yang mempengaruhi
kontrol diri adalah orientasi religius,
pola asuh orang tua dan faktor
kognitif. Selain daripada faktor
tersebut kontrol diri juga dipengaruhi
oleh faktor internal dan eksternal,
faktor internal sendiri terjadi melalui
pengalaman evolusi, kontrol emosi
yang sehat yang di dapat dari
kekuatan ego yang baik, dalam arti
mampu untuk menahan diri dan
tindakan luapan emosi. Sedangkan
untuk faktor eksternal meliputi dari
keadaan sosio-emosional lingkungan
individu tersebut, terutama didalam
lingkungan keluarga dan juga teman
sebaya, karena dari faktor pendukung
tersebut remaja mencapai
kematangan emosi.
Sudarsono (1995) memberi
tinjauan secara sosiokultural tentang
pengertian delinkuen, yaitu suatu
4
apabila perbuatan-perbuatan tersebut
bertentangan dengan norma-norma
yang ada di dalam masyarakat
dimana individu berada, atau suatu
perbuatan yang anti-sosial yang
didalamnya terkandung unsur-unsur
normative. Contoh perilaku
antisosial antara lain berupa
menggertak, agresi fisik, merusak,
negativistik terhadap orang dewasa
dan juga perilaku kejam terhadap
teman sebayanya.
Santrock (1995)
mendefinisikan delinkuen adalah
suatu rentang perilaku yang luas,
baik perilaku yang tidak bisa
diterima secara sosial (seperti tidak
mentaati peraturan disekolah),
pelanggaran (seperti melarikan diri
dari rumah), dan tindakan kriminal
(seperti merampas, mencuri).
Jensen (dalam Sarwono,
2011) juga mengatakan bahwa ada
empat aspek kenakalan remaja:
a. Perilaku yang menimbulkan
korban fisik. Seperti tawuran
antar sekolah , berkelahi dengan
teman satu sekolah,
pemerkosann, pembunuhan dan
lain sebagainya.
b. Perilaku yang menimbulkan
korban materi. Seperti memalak,
merusak fasilitas sekolah maupun
fasilitas umum lainnya dan
lain-lain.
c. Perilaku sosial yang tidak
menimbulkan korban di pihak
orang lain. Seperti pelacuran,
hubungan seks bebas, narkoba
dan lain sebagainya.
d. Perilaku yang melanggar status.
Seperti mengingkari status anak
sebagai pelajar dengan cara
membolos, minggat dari rumah,
membantah perintah.
Santrock (2003),
mengemukakan faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku delinkuen
pada remaja:
a. Identitas negatif, Erikson yakin
bahwa perilaku delinkuen
muncul karena remaja gagal
menemukan suatu identitas
peran.
b. Kontrol diri rendah, beberapa
anak dan remaja gagal
memperoleh kontrol yang
esensial yang sudah dimiliki
orang lain selama proses
5
c. Usia, munculnya tingkah laku
antisosial di usia dini (anak-anak)
berhubungan dengan perilaku
delinkuen yang lebih serius
nantinya di masa remaja.
d. Jenis kelamin (laki-laki), anak
laki-laki lebih banyak melakukan
tingkah laku antisosial daripada
anak perempuan.
e. Harapan dan nilai-nilai yang
rendah terhadap pendidikan.
Remaja menjadi pelaku
kenakalan seringkali diikuti
karena memiliki harapan yang
rendah terhadap pendidikan dan
juga nilai-nilai yang rendah di
sekolah.
f. Pengaruh orang tua dan keluarga.
Seseorang berperilaku nakal
seringkali berasal dari keluarga,
di mana orang tua menerapkan
pola disiplin secara tidak efektif,
memberikan mereka sedikit
dukungan, dan jarang mengawasi
anak-anaknya sehingga terjadi
hubungan yang kurang harmonis
antar anggota keluarga.
g. Pengaruh teman sebaya.
Memiliki teman-teman sebaya
yang melakukan kenakalan
meningkatkan resiko untuk
menjadi pelaku kenakalan.
h. Status ekonomi sosial.
Penyerangan serius lebih sering
dilakukan oleh anak-anak yang
berasal dari kelas sosial ekonomi
yang lebih rendah.
i. Kualitas lingkungan sekitar
tempat tinggal. Tempat dimana
individu tinggal dapat
membentuk perilaku individu
tersebut, masyarakat dan
lingkungan yang membentuk
kecenderungan kita untuk berperilaku ”baik” atau ”jahat”.
Berdasarkan tinjauan teoritis
yang telah dikemukakan di atas,
maka hipotesis yang diajukan
peneliti untuk diuji kebenarannya adalah “ada hubungan negatif antara kontrol diri dengan perilaku
delinkuen pada remaja SMA Negeri
1 POLANHARJO.
METODE PENELITIAN
Teknik sampling yang dalam
penelitian ini adalah dengan
menggunakan teknik cluster
sampling. Dengan mengambil tiap
kelompok kelas dalam suatu
6
adalah dengan menggunakan
random, yaitu mengambil sebagian
siswa kelas X, kelas XI, dan kelas
XII. Alasan penggunaan random
sampling agar semua individu dalam
potensi baik secara individu maupun
kelompok diberi kesempatan yang
sama untuk dijadikan sampel dalam
penelitian tersebut.
Metode penelitian yang
digunakan kuantitatif Metode
pengumpulan data menggunakan alat
ukur skala kontrol diri dan skala
perilaku delinkuen. Analisis data
yang digunakan adalah korelasi
product moment.
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan aspek-aspek
delinkuen yang ada pada skala
perilaku delinkuen, dari 83 subjek
ada 16 subjek yang menunjukan nilai
skor tertinggi pada aspek perilaku
yang menimbulkan korban fisik, dari
83 subjek ada 29 subjek yang
menunjukan nilai skor tertinggi pada
aspek perilaku yang menimbulkan
korban fisik, dari 83 subjek ada 30
subjek yang meunjukan nilai skor
tertinggi pada aspek perilaku yang
merugikan diri sendiri dan orang
lain, dan yang terakir dari 83 subjek
ada 41 subjek yang menunjukan nilai
skor tertinggi pada aspek perilaku
yang melawan status.
Berdasarkan hasil
perhitungan teknik analisis product
moment dari Pearson diperoleh nilai
koefisien korelasi (r) = -0,420
dengan p = 0,000 (p < 0,01) yang
artinya terdapat hubungan negatif
yang sangat signifikan antara kontrol
diri dengan perilaku delinkuen.
Hasil penelitian ini sesuai
dengan hipotesis yang diajukan oleh
peneliti yaitu adanya hubungan
negative antara kontrol diri dengan
perilaku delinkuen, menjelaskan
bahwa semakin tinggi tingkat kontrol
diri maka semakin rendah perilaku
delinkuen, sebaliknya semakin
rendah tingkat kontrol diri maka
semakin tinggi perilaku delinkuen.
Kontrol diri dalam penelitian ini
termasuk tinggi dengan tingkat
perilaku delinkuen yang tergolong
rendah. Hal ini dapat diartikan
bahwa kontrol diri mempengaruhi
perilaku delinkuen.
Pemaparan hubungan antara
kontrol diri dengan perilaku
7
yang dikemukakan oleh Santrock
(1998), mengemukakan faktor-faktor
yang mempengaruhi perilaku
delinkuen pada remaja salah satunya
adalah pengendalian diri yang
rendah, para remaja yang melakukan
perilaku delinkuen dapat
digambarkan sebagai bentuk
kegagalan dalam mengembangkan
pengendalian diri yang cukup dalam
hal tingkah laku.
Menurut Kartono (1989)
perilaku delinkuen pada remaja
disebabkan termotivasi oleh
keinginan untuk memperoleh
perhatian, status social, dan
penghargaan dari lingkungan. Selain
hal tersebut, ada faktor lain yang
menyebabkan munculnya perilaku
delinkuen pada remaja yang berasal
dari dalam dirinya yaitu kurangnya
rasa percaya diri dan pengontrolan
diri yang di miliki oleh remaja
tersebut.
Variabel kontrol diri dalam
penelitian ini diperoleh hasil analisis
data yang menunjukkan bahwa
kontrol diri pada subjek tergolong
tinggi dengan rerata empiric (RE)
70,55 serta rerata hipotetik (RH) 60.
Adapun didapatkan rincian
kategorisasinya yaitu 0 subyek (0%)
yang berkategori sangat rendah,
terdapat 9 subjek (10,8%)
berkategori rendah kontrol dirinya,
11 subyek (13,2%) berkategori
sedang kontrol dirinya, ada 50 subjek
(60,3%) yang bekategori tinggi
kontrol dirinya, 13 subyek (15,7%)
yang berkategori sangat tinggi
tingkat kontrol dirinya.
Hal ini dapat diartikan remaja
yang memiliki kontrol diri yang baik,
dapat mencegah munculnya perilaku
delinkuen pada diri remaja tersebut,
sebaliknya remaja yang mempunyai
kontrol diri tidak baik, lebih
cenderung untuk melakukan perilaku
delinkuen. Sifat remaja yang masih
labil dan cenderungh ikut-ikutan
teman, membuat remaja tersebut
dituntut harus memiliki kontrol diri
yang baik, hal tersebut untuk
menghindarkan remaja tersebut dari
perilaku delinkuen. Perilaku
ndelinkuen dapat dicegah dengan
pembentukan moral remajatersebut
mulai sejak dini, dengan didukung
beberapa faktor, diantaranya pola
asuh orang tua, pendidikan, dan
lingkungan lingkungan remaja
8
Variabel perilaku delinkuen
tergolong rendah dengan rerata
empiric (RE) 55,18 dan rerata
hipotetik (RH) 85. Terdapat rincian
dari kategorisasinya yakni 41 subjek
(49,4%) yang termasuk perilaku
delinkuen sangat rendah, 38 subjek
(45,8%) yang berkategori perilaku
delinkuen rendah, 4 subjek (4,8%)
termasuk dalam perilaku delinkuen
yang sedang, dan 0 subjek (0%) yang
berkategori tinggi dan sangat tinggi
dalam perilaku delinkuen.
Sumbangan efektif dari
variebel kontrol diri dengan variebel
perilaku delinkuen yaitu sebesar
17,6%, berarti masih terdapat 82,4%
variabel-variabel lain yang dapat
mempengaruhi perilaku delinkuen
selain dari variable kontrol diri yaitu
identitas negative, faktor usia, jenis
kelamin, pengaruh orang tua dan
keluarga, pengaruh teman sebaya,
status social ekonomi dan
lingkungan tempat tinggal, Santrock
(1998).
Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa kontrol diri
dengan segala aspek yang
terkandung didalamnya memang
memberikan kontribusi terhadap
perilaku delinkuen meskipun
perilaku delinkuen tidak hanya
dipengaruhi oleh variabel kontrol
diri. Dimana kontrol diri memiliki
kontribusi yang positif terhadap
perilaku delinkuen pada remaja yang
dapat diartikan semakin tinggi
kontrol diri yang dimiliki seorang
remaja, maka semakin rendah
kecenderungan untuk melakukan
perilaku delinkuen, sebaliknya
apabila perilaku delinkuen yang
dilakukan cukup tinggi, berarti
kontrol diri yang di lakukan cukup
rendah.
KESIMPULAN DAN SARAN Ada hubungan negative yang
sangat signifikan antara kontrol diri
dengan perilaku delinkuen. Semakin
tinggi tingkat kontrol diri yang di
miliki remaja, maka akan semakin
rendah perilaku delinkuen yang di
lakukan, sebaliknya jika perilaku
delinkuen cukup tinggi, maka kontrol
diri yang dimiliki remaja sangat
rendah. Nilai koefisien korelasi (rxy)
= -0,420: Signifikansi p = 0,000
(p<0,01).
Tingkat kontrol diri pada
9
ditunjukkan oleh rerata empirik
sebesar 70,55 serta rerata hipotetik
(RH) 60.
Tingkat perilaku delinkuen
tergolong rendah. Hal ini
ditunjukkan oleh rerata empirik (RE)
55,18 dan rerata hipotetik (RH) 85.
Sumbangan efektif dari
variebel kontrol diri dengan variebel
perilaku delinkuen yaitu sebesar
17,6%, berarti masih terdapat 82,4%
variabel-variabel lain yang dapat
mempengaruhi perilaku delinkuen
selain dari variable kontrol diri.
Saran yang diharapkan dapat
bermanfaat, yaitu:
1. Bagi pihak sekolah
khususnya guru pengajar diharapkan
mampu meningkatkan kedisiplinan
anak didik, agar timbul tingkat
kontrol diri yang baik pada anak
didik, dapat di lakukan dengan cara
memberikan PR yang bermanfaat,
latihan pramuka, dan extrakulikuler
di luar jam sekolah yang bermanfaat
dan bisa meningkatkan prestasi siswa
anak didik.
2. Bagi orang tua diharapkan
bisa mendidik anak dengan lebih
disiplin, tegas, tidak terlalu
memanjakan anak dan melakuklan
pengawasan extra pada anak
remajanya. Selain itu memberi
pengertian kepada anak terhadap
dampak buruk jika melakukan
perilaku delinkuen dan dampak yang
positif jika berperilaku terpuji.
3. Bagi anak diharapkan lebih
mawas diri dalam bergaul atau
memilih teman dan mengurangi
kegiatan yang kurang bermanfaat
serta lebih bisa mengontrol dirinya
sendiri dalam bertindak atau
berperilaku.
4. Bagi peneliti lain yang akan
melakukan penelitian, agar
meningkatkan kualitas penelitian
lebih lanjut khususnya yang
berkaitan dengan kontrol diri dengan
perilaku delinkuen, yaitu dengan
menambah variabel-variabel
selanjutnya yang belum pernah
diteliti agar hasil yang didapat lebih
bervariasi.
DAFTAR PUSTAKA
Accola, R. and Colhoun, J. (1990). Low self-control and coworker delinquency: A research note. Journal of Criminal Justice, 29, 483-492.
Azwar. (2007). Reliabilitas dan
Validitas. Yogyakarta :
10
Bynum, J.E., & Thompson, W.E. (1996). Juvenile Delinquency: A Sociological Approach. 3d ed. Needham Heights, MA: Allyn and Bacon.
Elfida, D. (2005). Hubungan Antara Kemampuan Mengontrol Diri
Dan Kecenderungan
Berperilaku Delinkuen Pada Remaja. Jurnal Psikologi. Vol 1, Nomor 2, Desember 2005
Hurlock, E.B. 1990. Perkembangan Anak. Jilid II. Jakarta: Erlangga.
Gustinawati., (1990). Peranan
Kontrol Pribadi Dalam
Kesesakan Pada Penghuni
Perumahan Dengan
Kepadatan Tinggi di Kota
Bandung. Yogyakarta :
Skripsi Fakultas Psikologi UGM
Kartono Kartini. (1989). Bimbingan Bagi Anak dan Remaja Yang Bermasalah. Jakarta : CV. Rajawali.
Meldrum, W. A. (2009). Reconsidering the effect of self-control and delinquent peers: Implications of measurement for theorical significance. Journal of
Research in Crime and
Delinquency, 46, 353-376 Santrok, John W. (1995).
Perkembangan Masa Hidup jilid I. Terjemahan.
Santrok, John W. (1998). Perkembangan Masa Hidup jilid II, Jakarta; Erlangga. Santrok, John W. (2003). Life Span
Developmental.(Perkembang
an Masa Hidup) Jilid II, Jakarta: Erlangga.
Sarwono.S.W. 2001. Psikologi Remaja.Jakarta: PT.Radja Grafindo Persada.