ANALISIS KUALITAS PRODUK ALUMINIUM FLUORIDA
( AlF
3
) DENGAN METODE SIX SIGMA
DI PT. PETROKIMIA GRESIK Tbk.
SKRIPSI
Disusun Oleh : FARIHUL IBAD NPM : 0732 010 174
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN”
JAWA TIMUR
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
berkenan memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir ini dengan judul :
ANALISIS KUALITAS PRODUK ALUMINIUM FLUORIDA (AlF3 ) DENGAN METODE SIX SIGMA
(STUDI KASUS DI PT. PETROKIMIA GRESIK Tbk)
Penyusunan tugas akhir ini guna memenuhi persyaratan dalam memperoleh
gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Industri pada Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Penulis menyadari bahwa selama melakukan penelitian dan penyusunan
skripsi ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis
sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca
sangat penulis harapkan demi kesempurnaan.
Dalam kesempatan ini pula penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP. Selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
2. Bapak Ir. Sutiyono, MT, selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri UPN
3. Bapak Ir. Mu’tasim Billah, MS. Selaku Wakil Dekan I Fakultas Teknologi
Industri UPN “Veteran” Jawa Timur.
4. Bapak Ir. M. Tutuk Safirin, MT, selaku Ketua Program Studi Tenik Industri
UPN “Veteran” Jawa Timur.
5. Ibu Ir. Yustina Ngatilah, MT, selaku Dosen Pembimbing I.
6. Ibu Ir. Endang Pudji W, MT, selaku Dosen Pembimbing II.
7. Bapak Ir. Joumil Aidzil SZS, MT selaku Dosen Penguji Seminar
8. Bapak Ir. Sartin, MPd, selaku Dosen Penguji Seminar
9. Bapak Ir. Slamet Supriyanto selaku Kepala Biro Diklat PT. Petrokimia Gresik
yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian.
10.Bapak Ir. F Purwanto MF, selaku Kadep Produksi III.
11.Bapak Ir. Siswanto, selaku Pembimbing dan kabag pabrik Aluminium
Fluorida di PT. Petrokimia Gresik.
12.Segenap Staff dan Karyawan PT. Petrokimia Gresik yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu, atas segala bantuannya selama penulis melaksanakan
penelitian.
13.Ibunda dan Ayahanda yang tercinta yang telah memberikan bantuan baik
moril maupun materiil kepada penulis selama menyelesaikan skripsi.
14.Seluruh keluarga besar Bani Afnan, Saudara – Saudaraku, Temen – temen
angkatan 07 pararel D yang bersedia membantu baik moril maupun materiil
kepada penulis selama menyelesaikan skripsi.
Semoga Allah SWT, senantiasa memberikan balasan atas amal perbuatan
berharap semoga hasil penelitian yang tertuang dalam skripsi ini banyak
bermanfaat bagi setiap pembaca pada umumnya.
Surabaya, 07 Oktober 2010
Penulis
Farihul Ibad
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR LAMPIRAN ... iii
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... v
ABSTRAKSI ... vi
BAB I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ... 1
1.2.Perumusan Masalah ... 2
1.3.Batasan Masalah ... 3
1.4.Asumsi ... 3
1.5.Tujuan Penelitian ... 3
1.6.Manfaat Penelitian ... 4
1.7.Sistematika Penulisan ... 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kualitas ... 7
2.1.1.Pengertian Kualitas ... 7
2.1.2.Ciri-ciri Kualitas ... 11
2.1.3.Perencanaan Kualitas ... 12
2.1.4.Pengendalian Kualitas ... 13
2.1.6.Metode-metode Manajemen Kualitas ... 14
2.2 Pengertian Data ... 18
2.2.1.Jenis-jenis Data ... 18
2.3 Pengendalian Proses ... 19
2.3.1 Pengendalian Proses Statistikal ... 22
2.3.2 Kestabilan dan Kemampuan Proses ... 23
2.3.3 Metode Pengendalian Proses Statistikal ... 24
2.4 Konsep Dasar Six Sigma ... 26
2.4.1Sigma ... 27
2.4.2 Six Sigma ... 27
2.4.2.1 Konsep Six Sigma motorola ... 32
2.4.2.2 Penentuan Kapabilitas Proses ... 34
2.4.3 Faktor Penentu Dalam Six Sigma... 37
2.5 DMAIC (Define, Measure, Analyze, dan Control ) ... 38
2.5.1. Define (D) ... 39
2.5.2. Measure (M)... 39
2.5.2.1.Penentuan Kapabilitas Proses Untuk Data Variabel .. 40
2.5.2.2.Pengukuran Baseline Kinerja ... 41
2.5.3. Analyze (A) ... 44
2.5.3.1 Menganalisa Stabilitas dan Kapabilitas Proses ... 45
2.5.3.2 Mengidentifikasi Sumber – Sumber Penyebab Kecacatan ... 49
2.5.4.1.FMEA (Failure Mode and Effects Analysis) ... 51
2.5.4.1.1.Severity ... 53
2.5.4.1.2.Occurrence ... 53
2.5.4.1.3.Detection ... 54
2.5.5. Control (C) ... 55
2.6 Penggunaan Metode Six Sigma ... 55
2.6.1 Tinjauan keberhasilan penerapan Six Sigma ... 56
2.6.2 Manfaat dan Implementasi Six Sigma ... 57
2.7 Seven Tools ... 57
BAB III. METODELOGI PENELITIAN 3.1Lokasi dan Waktu Penelitian ... 63
3.2Identifikasi Variabel... 63
3.2.1.Variabel Bebas ... 63
3.2.2.Variabel Terikat ... 64
3.3Langkah-langkah pemecahan masalah... 65
3.4Pengumpulan data ... 69
3.5Metode Pengolahan data ... 70
BAB IV : ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tahap Define ... 76
4.1.1 Identifikasi Produk (obyek) Six Sigma ... 77
4.2 Tahap Measure ... 79
4.2.1 Menentukan karakteristik kualitas (CTQ) ... 79
4.2.2 Pengumpulan Data ... 79
4.2.3 Pengukuran Baseline Kinerja ... 83
4.2.3.1 Menghitung DPMO dan Nilai Sigma ... 83
4.3 Tahap Analyze ... 98
4.3.1 Analisa Stabilitas dan Kapabilitas Proses ... 98
4.3.2 Identitifikasi Sumber dan Akar Penyebab Kecacatan ... 108
4.4 Tahap Perbaikan (Improve) ... 111
4.4.1 Menetapkan Suatu Rencana Usulan Tindakan Perbaikan 111 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 118
5.2 Saran ... 119
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Hal
Tabel 2.1 : Analisis sistem industri sepanjang siklus hidup proses industri ... 22
Tabel 2.2 : Pencapaian tingkat Six Sigma ... 28
Tabel 2.3 : Kelemahan TQM dan solusi Six Sigma ... 29
Tabel 2.4 : Perbedaab True 6 – Sigma dengan Motorola’s 6 – Sigma ... 34
Tabel 2.5 : Cara memperkirakan kapabilitas proses untuk data variabel ... 40
Tabel 2.6 : Target kinerja dari CTQ ketebalan produk dan kandungan kelembaban produk kayu lapis selama masa lima tahun proyek six sigma ... 41
Tabel 2.7 : Skala penilaian Severity ... 53
Tabel 2.8 : Skala penilaian Occurence ... 54
Tabel 2.9 : Skala penilaian Detection ... 54
Tabel 4.1 : Data variabel pengukuran kandungan AlF3 (Purity) ... 80 Tabel 4.2 : Data variabel pengukuran kandungan Air(H2O) ... 81 Tabel 4.3 : Data variabel pengukuran ukuran mesh + 325 ... 82
Tabel 4.4 : Nilai DPMO Kandungan AlF3 (Purity) ... 85
Tabel 4.7 : Nilai DPMO Kandungan Air (H2O) ...
(H O) ... 91
... 89
Tabel 4.8 : Nilai SQL Kandungan Air 2 Tabel 4.12 bulan Januari, Maret dan Mei 2010... 97
Tabel 4.16 : Rata – Rata ukuran Mesh + 325 selama tiga bulan ... 106
Tabel 4.17 : Failure Mode And Effect Analyze untuk variabel ... 114
Tabel 4.18 : Rencana pengendalian perbaikan ... 117
Tabel 4.9 : Rangkuman Hasil perhitungan nilai Sigma dan DPMO untuk Kandungan Air (H2O) ... 92 Tabel 4.10 : Nilai DPMO Ukuran Mesh + 325 ... 94
Tabel 4.11 : Nilai SQL Ukuran Mesh + 325 ... 95
: Rangkuman Hasil perhitungan nilai Sigma dan DPMO untuk Ukuran Mesh + 325 ... 98
Tabel 4.13 :Baseline kinerja variabel karakteristik kualitas pada tingkat output Tabel 4.14 : Rata – Rata kandungan Aluminium Fluorida selama tiga bulan ... 100
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Hal
Gambar 2.1 : Siklus PDCA ( Plan – Do – Check – Action) ... 17
Gambar 2.2 : Siklus hidup proses industri ... 21
Gambar 2.3 : Penggunaan alat statistika untuk pengembangan sistem Industri ... 24
Gambar 2.4 : Konsep 6-sigma motorola dengan distribusi normal bergeser 1,5 – Sigma ... 33
Gambar 2.5 : Proses DMAIC ( Define, Measure, Analyza, Improve dan Control) ... 38
Gambar 2.6 : Diagram Sebab Akibat ... 61
Gambar 3.1 : Flowchart pemecahan masalah ... 65
Gambar 4.1 : DPMO Kandungan AlF3 (Purity) ... 85
Gambar 4.2 : Nilai Sigma Quality Level (SQL) Kandungan AlF3(Purity) ... 86
Gambar 4.3 : DPMO Kandungan Air (H2O) ... 90
Gambar 4.4 : Nilai Sigma Quality Level (SQL) Kandungan Air (H2O) ... 91
Gambar 4.5 : DPMO Ukuran Mesh + 325 ... 94
Gambar 4.6 : Nilai Sigma Quality Level (SQL) Ukuran Mesh + 325 ... 97
Gambar 4.7 : Peta kontrol X – Bar Kandungan AlF3 (Purity)... 100
Gambar 4.8 : Peta kontrol X – Bar Kandungan Air (H2O) ... 103
Gambar 4.9 : Peta kontrol X – Bar Ukuran Mesh + 325 ... 106
Gambar 4.10 : Cause effect berdasarkan sumber penyebab dari masalah kapabilitas kandungan AlF3 (Purity) ... 109
Gambar 4.11 : Cause effect berdasarkan sumber penyebab dari masalah kapabilitas kandungan Air (H2O) ...
Gambar 4.12 : Cause effect berdasarkan sumber penyebab dari masalah
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Gambaran Umum Perusahaan
Lampiran II Laboratorium Produksi III PT petrokimia Gresik Tbk Lampiran III–A Data Variabel Hasil Pengukuran Kandungan AlF3 (Purity)
Lampiran III–B DPMO Pengukuruan Kandungan AlF3 (Purity)
Lampiran III–C Data Variabel Hasil Pengukuran Kandungan Air (H2O) Lampiran III–D DPMO Pengukuruan Kandungan Air (H2O)
Lampiran III–E Data Variabel Hasil Pengukuran Ukuran Mesh + 325 Lampiran III–F DPMO Pengukuruan Ukuran Mesh + 325
Lampiran IV Tabel Nilai – Nilai untuk pendugaan Standart Deviasi Sampling
Lampiran V Tabel luas area kurva distribusi normal (Z1-a/2)
Lampiran VI Tabel konversi SQL ke DPMO dan % (presentase bebas cacat) Berdasarkan konsep motorola
ABSTRAKSI
Kualitas merupakan rangkaian keseluruhan karakterstik dan keistimewaan dari suatu produk atau jasa dalam memuaskan sebagian atau
keseluruhan kebutuhan dari konsumen. Konsumen sebagai pemakai produk semakin kritis dalam memilih atau memakai produk oleh karena itu keadaan ini mengakibatkan peranan kualitas semakin penting.
Permasalahan di PT. Petrokimia Gresik ini adalah masih terjadinya
defect produk Aluminium Fluorida (AlF3) meskipun perusahaan sudah menerapkan pengendalian kualitas. Akibat relatif tingginya tingkat defect ini sangat mempengaruhi kualitas Aluminium Fluorida (AlF3) oleh karena itu perlu adanya pengendalian kontrol kualitas yang diintegrasikan dengan Six Sigma DMAIC yang bertujuan sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan perusahaan saat ini.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap kualitas Aluminium Fluorida
(AlF3) sehingga nantinya secara optimal jumlah defect yang terjadi dapat ditekan dengan seminimal mungkin (zero defect). Untuk pengendalian kualitas Aluminium Fluorida (AlF3) digunakan metode Six Sigma Dengan cara analisa pengukuran batas spesifikasi kandungan dalam produk Aluminium Fluorida
(AlF3) yakni kandungan AlF3, SiO2, Fe2O3, P2O5, LOI, H2O, Untamp, dan Mesh
+ 325. maka nantinya didapatkan baseline kinerja tingkat output yang menggambarkan tingkat DPMO serta Nilai Sigma Quality Level (SQL) selama tiga bulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingginya tingkat DPMO yang mempengaruhi kualitas Aluminium Fluorida (AlF3) adalah Kandungan Aluminium Fluorida (Purity) sebesar DPMO = 117.023 dengan nilai SQL sebesar 2,69 berarti kualitas produk ini (kandungan AlF3) masih jauh untuk mencapai
zero defect karena memiliki persentase kecacatan sebesar 11,7023%., untuk kandungan Air (H2O) sebesar DPMO = 178.786 dengan nilai SQL sebesar 2,42 berarti kualitas produk ini (kandungan Air) masih jauh untuk mencapai zero defect karena memiliki persentase kecacatan sebesar 17,8786 %, dan untuk ukuran mesh + 325 sebesar DPMO = 11.011 dengan nilai SQL sebesar 3,79 berarti kualitas produk ini mau mendekati untuk mencapai zero defect karena memiliki persentase kecacatan sebesar 1,1011 %.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kualitas merupakan keseluruhan karakteristik dan keistimewaan dari suatu
produk atau jasa yang dihasilkan dari kemampuan produk atau jasa untuk
memuaskan sebagian atau secara keseluruhan kebutuhan dari konsumen.
Konsumen sebagai pemakai produk semakin kritis dalam memilih atau memakai
produk, keadaan ini mengakibatkan peranan kualitas semakin penting. Berbagai
macam metode dikembangkan untuk mewujudkan suatu kondisi yang ideal dalam
sebuah proses produksi, yaitu zero defect atau tanpa cacat.
Dengan adanya kualitas yang baik maka kelangsungan hidup suatu
perusahaan akan dapat berkesinambungan. Kualitas adalah faktor kunci yang
membawa keberhasilan bisnis, pertumbuhan dan peningkatan posisi bersaing.
Industri yang maju dan modern seharusnya mampu memahami keinginan
konsumen (Voice of Customer) dengan memperhatikan banyak faktor untuk
menjaga mutu sebuah produk. Kualitas sebuah produk dikatakan bagus apabila
kriteria-kriteria yang ada pada produk dapat membuat konsumen atau pengguna
produk merasa puas sehingga jaminan kualitas menjadi prioritas utama dalam
menentukan pilihan produk bagi konsumen.
PT Petrokimia Gresik Tbk memproduksi jenis produk bahan – bahan kimia
diantaranya adalah Aluminium Fluorida (AlF3). Produk Aluminium Fluorida
mempunyai beberapa spesifikasi kualitas yang telah ditetapkan oleh perusahaan
P2O5 maximal 200 ppm, kandungan Fe2O3 maximal 700 ppm, kandungan LOI
maximal 0.85%, kandungan H2O maximal 0.26%, Curah density minimal 0.7
gr/ml dan Mesh +325 minimal 85%. Pada proses produksi Aluminium Fluorida
merupakan proses produksi yang bersifat continue process dimana pada setiap
bulannya perusahaan selalu memproduksi dengan tiap harinya selama 24 jam.
Proses produksi Aluminium Fluorida (AlF3) masih terdapat berbagai jenis
kecacatan karena tidak memenuhi batas syarat mutu yang telah ditetapkan oleh
perusahaan. Dihadapkan pada kenyataan yang ada, jenis syarat mutu yang sering
terjadi kecacatan adalah pada kandungan AlF3 ,H2O, dan Curah density (Untamp).
Hal ini mengindikasikan bahwa produk AlF3 di PT Petrokimia Kimia masih
banyak mengalami kekurangan dalam hal kualitas sehingga dengan implementasi
metode Six Sigma ini nantinya diharapkan pencapaian tingkat kualitas yang
memenuhi standar yang diinginkan, serta meminimalkan jumlah defect yang
terjadi pada proses produksi sehingga akan menghemat biaya, waktu dan tenaga
dan menjadikan kepuasan tersendiri bagi pelanggan.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan suatu
1.3 Batasan Masalah
Untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam penelitian maka perlu
dilakukan pembatasan terhadap masalah yang dihadapi :
1. Penelitian hanya menggunakan 4 tahap dari siklus DMAIC, untuk tahap
Improve (I) hanya sebatas usulan sedangkan pada tahap Control (C)
diserahkan pada pihak perusahaan.
2. Masalah biaya produksi tidak dibahas dalam penelitian ini.
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dari
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menganalisa faktor–faktor kritis penyebab terjadinya defect paling dominan
(terbesar) pada pembuatan produk Aluminium Fluorida.
2. Analisis kualitas produk berdasarkan nilai sigma.
3. Memberikan usulan perbaikan dengan tujuan mengurangi jumlah defect
paling dominan (terbesar) yang ada pada proses produksi.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi Perusahaan
Dengan adanya penerapan metode six sigma, perusahaan dapat
mengurangi jumlah defect produk yang dialami selama ini.
2. Bagi Peneliti
3. Bagi Universitas
Memberikan referensi tambahan dan perbendaharaan perpustakaan agar
berguna di dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan juga berguna
sebagai pembanding bagi mahasiswa dimasa yang akan datang.
1.7 Sistematika Penulisan
Penulisan laporan penelitian disusun sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang
dilakukannya penelitian, perumusan masalah yang akan dibahas,
penetapan tujuan yang ingin dicapai, manfaat yang didapatkan,
batasan dan asumsi yang digunakan serta sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Berisi tentang teori-teori yang mendasari penelitian dan penelitian
yang telah dilakukan sebelumnya. Teori yang mendasari penelitian
antara lain : pengertian kualitas, pengertian pengendalian kualitas,
pentingnya kualitas, , siklus DMAIC, six sigma (evaluasi kesiapan
six sigma, tim six sigma, metode dasar six sigma,faktor penentu six
sigma, dan seventools quality control).
BAB III : METODE PENELITIAN
Pada bab ini akan dijabarkan langkah-langkah dalam melakukan
penelitian secara struktur, termasuk formulasi dan pengembangan
didapatkan solusi atau koherensi pembahasan guna menarik
kesimpulan penelitian.
BAB IV : ANALISA DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini dijelaskan tentang data-data yang telah dikumpulkan
untuk penelitian ini dan dua tahap siklus DMAI, yaitu tahap define
dan measure. Pada sub bab pengumpulan data akan dijelaskan
sekilas mengenai kondisi yang ada di PT Petrokimia Gresik.
Kemudian pada sub bab kedua dilakukan pengolahan data sesuai
dengan prosedur yang terdapat pada metode penelitian. Tahap
define berisi tentang pendefisian masalah beserta tujuan yang ingin
dicapai dan penentuan variabel yang kritis terdapat kualitas
(critical of quality). Sedangkan tahap kedua, yaitu measure, berisi
tentang pengukuran karakteristik kualitas tersebut pada tingkat
output dan perhitungan kinerja awal baseline. Setelah define dan
measure, yaitu anayize dan improve. Pada tahap analyze akan
dilakukan analisa terhadap proses produksi. Kemudian pada tahap
improve dilakukan perbaikan proses produksi dengan
menggunakan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA).
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini akan dirumuskan kesimpulan yang merupakan hasil
dari penelitian dan saran sebagai pertimbangan perbaikan
selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kualitas
Kualitas merupakan hal yang paling penting untuk diperhatikan dalam setiap
proses produksi, kualitas yang baik akan dihasilkan oleh proses yang terkendali.
Kualitas menjadi faktor dasar keputusan konsumen dalam banyak produk dan
jasa, tanpa membedakan apakah konsumen itu perorangan, kelompok industri,
program pertahanan militer, atau toko pengecer. Akibatnya, kualitas adalah faktor
kunci yang membawa keberhasilan bisnis, pertumbuhan, dan peningkatan posisi
bersaing. (Sumber : “Pengantar PKS”, hal.3, Gajahmada University Press,
Yogyakarta, Montgomery Douglas C, 1993).
2.1.1 Pengertian Kualitas
Terdapat dua segi umum tentang kualitas, yaitu kualitas rancangan dan
kualitas kecocokan. Dimana pada kualitas rancangan adalah variasi dalam tingkat
kualitas yang memang sengaja dibuat. Perbedaan rancangan meliputi jenis bahan
yang digunakan dalam pembuatan, daya tahan dalam proses pembuatan,
keandalan yang diperoleh, dan perlengkapan atau alat-alat yang lain. Sedangkan
untuk kualitas kecocokan adalah seberapa baik produk itu sesuai dengan
spesifikasi dan kelonggaran yang disyaratkan oleh rancangan itu. (Sumber :
Sedangkan kualitas menurut Tjiptono F. & A. Diana bahwa konsep kualitas
sering dianggap sebagai ukuran relatif kebaikan suatu produk atau jasa yang
terdiri dari kualitas desain dan kualitas kesesuaian. Kualitas desain merupakan
fungsi spesifikasi produk, sedangkan kualitas kesesuaian adalah suatu ukuran
seberapa jauh suatu produk memenuhi persyaratan atau spesifikasi kualitas yang
telah ditetapkan. (Sumber : “TQM”, hal.2, Penerbit Andi, Yogyakarta, Tjiptono F. and A. Diana, 2001).
Elemen-elemen yang ada dalam pengertian kualitas antara lain :
1. Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
2. Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan.
3. Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa yang
dianggap merupakan kualitas saat ini mungkin dianggap kurang
berkualitas pada masa mendatang). (Sumber : “TQM”, hal.3,
Penerbit Andi, Yogyakarta, Tjiptono F. and A. Diana, 2001).
Berikut ini akan diberikan definisi kualitas menurut beberapa sumber :
a. Juran (1974)
Quality is fitness for use. Kualitas adalah kesesuaian dengan tujuan
atau manfaatnya. (Sumber : “Manajemen Kualitas”, hal.8, Penerbit Ghalia Indonesia, Yogyakarta, Dorothea.WA, 2002). Atau kualitas
adalah kelayakan atau kecocokan pengguna (cocok untuk
digunakan). Terdiri dari 2 aspek utama yaitu:
1. Ciri-ciri produk yang memenuhi permintaan pelanggan.
2. Bebas dari kekurangan. (Sumber : “TQM”, hal.24, Penerbit
b. Crosby (1979)
Quality is conformance to requerements or specification. Kualitas
adalah kesesuaian dari permintaan atau spesifikasi (sama dengan
persyaratan). Atau kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan
yang meliputi availability, delivery, reliability, maintainability, dan
cost effectiveness. (Sumber : “Manajemen Kualitas”, hal.8, Penerbit Ghalia Indonesia, Yogyakarta, Dorothea.WA, 2002).
b. Deming (1986)
Kualitas adalah suatu tingkat yang dapat diprediksi dari keseragaman
dan ketergantungan pada biaya yang rendah dan sesuai dengan pasar.
(Sumber : “TQM”, hal.61, Penerbit Andi, Yogyakarta, Tjiptono F. and A. Diana, 2001). Kualitas harus bertujuan memenuhi kebutuhan
pelanggan sekarang dan di masa mendatang. (Sumber : “Manajemen
Kualitas”, hal.8, Penerbit Ghalia Indonesia, Yogyakarta, Dorothea.WA, 2002).
c. Feigenbaum (1991)
Kualitas merupakan keseluruhan karakteristik produk dan jasa yang
meliputi marketing, engineering, manufacture, dan maintenance,
dimana produk dan jasa tersebut dalam pemakaiannya akan sesuai
dengan kebutuhan dan harapan pelanggan. (Sumber : “Manajemen
d. Scherkenbach (1991)
Kualitas ditentukan oleh pelanggan; pelanggan menginginkan
produk dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan dan harapannya pada
suatu tingkat harga tertentu yang menunjukkan nilai produk tersebut.
e. Hence
Kualitas dari suatu produk atau jasa adalah kelayakan atau
kecocokan dari produk atau jasa tersebut untuk memenuhi
kegunaannya sehingga sesuai dengan yang diinginkan oleh costumer.
f. Goetsch and Davis (1994, p.4)
Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan
produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau
melebihi harapan.
Dari definisi-definisi diatas, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan
bahwa kualitas adalah kesesuaian antara produk yang dihasilkan oleh perusahaan
dengan spesifikasi yang diinginkan oleh pelanggan.
Meskipun tidak ada definisi mengenai kualitas yang diterima secara
universal, dari definisi-definisi yang ada terdapat beberapa kesamaan yaitu dalam
elemen-elemen sebagai berikut :
a. Kecocokan untuk dipakai
b. Kesesuaian dengan spesifikasi
c. Menghasilkan produk yang sangat baik
d. Keunggulan dalam produk dan jasa
e. Kepuasan total pelanggan
Kualitas telah muncul sebagai strategi bisnis baru yang utama. Ini terjadi
karena beberapa alasan, meliputi :
a. Meningkatkan kesadaran pelanggan akan kualitas dan orientasi
pelanggan yang kuat akan penampilan kualitas
b. Kemampuan produk
c. Peningkatan tekanan biaya pada tenaga kerja, energi dan bahan baku
d. Persaingan yang semakin intensif
e. Kemajuan yang luar biasa dalam produktivitas melalui program
keteknikan kualitas yang efektif. (Sumber : “Pengantar PKS”, hal.5, Gajahmada University Press, Yogyakarta, Montgomery Douglas C,
1993).
2.1.2 Ciri-ciri Kualitas
Setiap produk mempunyai sejumlah unsur yang bersama-sama
menggambarkan kecocokan penggunanya. Parameter-parameter ini biasanya
dinamakan ciri-ciri kualitas. Ciri-ciri kualitas ada beberapa jenis :
1. Fisik, yaitu Panjang, berat, voltase, kekentalan.
2. Indera, yaitu Rasa, penampilan, warna.
3. Orientasi waktu, yaitu keandalan (dapatnya dipercaya), dapatnya
dipelihara, dapatnya dirawat. (Sumber : “Pengantar PKS”, hal.3,
Gajahmada University Press, Yogyakarta, Montgomery Douglas C,
2.1.3 Perencanaan Kualitas
Perencanaan kualitas meliputi pengembangan produk, sistem, dan proses
yang dibutuhkan untuk memenuhi atau melampaui harapan pelanggan.
Langkah-langkah yang dibutuhkan menurut The Juran Trilogy adalah :
1. Menentukan siapa yang menjadi pelanggan.
2. Mengidentifikasi kebutuhan para pelanggan.
3. Mengembangkan produk dengan keistimewaan yang dapat memenuhi
kebutuhan pelanggan.
4. Mengembangkan sistem dan proses yang memungkinkan organisasi
untuk menghasilkan keistimewaan tersebut.
5. Menyebarkan rencana kepada level operasional.
2.1.4 Pengendalian Kualitas
Tidak mungkin untuk memeriksa atau menguji kualitas kedalam suatu
produk itu harus dibuat dengan benar sejak awal. Ini berarti bahwa proses
produksi harus stabil dan mampu beroperasi sedemikian hingga sebenarnya semua
produk yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi. Pengendalian proses statistik
pada jalur adalah alat utama yang digunakan dalam membuat produk dengan
benar sejak awal (Sumber : “Pengantar PKS”, hal.117, Gajahmada University
Press, Yogyakarta, Montgomery Douglas C, 1993).
Pengendalian kualitas adalah aktivitas keteknikan dan manajemen, yang
dengan aktivitas itu kita ukur ciri-ciri kualitas produk, membandingkannya
dengan spesifikasi atau persyaratan, dan tindakan penyehatan yang sesuai apabila
“Pengantar PKS”, hal.3, Gajahmada University Press, Yogyakarta, Montgomery Douglas C, 1993).
Langkah-langkah dalam pengendalian kualitas menurut The Juran
Trilogy, yaitu :
1. Menilai kinerja kualitas aktual.
2. Membandingkan kinerja dengan tujuan.
3. Bertindak berdasarkan perbedaan antara kinerja dan tujuan.
Tujuan dari pelaksanaan kualitas adalah :
1. Pencapaian kebijaksanaan dan terget perusahaan secara efisien.
2. Perbaikan hubungan manusia.
3. Peningkatan moral karyawan.
4. Pengembangan kemampuan tenaga kerja.
Dengan mengarahkan pada pencapaian tujuan-tujuan diatas maka akan
terjadi peningkatan produktivitas dan profibilitas usaha. Secara spesifik dapat
dikatakan bahwa tujuan pengendalian kualitas adalah :
1. Memperbaiki kualitas produk yang dihasilkan.
2. Penurunan ongkos kualitas (cost of quality) secara keseluruhan.
2.1.5 Perbaikan Kualitas
Perbaikan harus dilakukan secara on-going dan terus-menerus.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan menurut The Juran Trilogy adalah :
1. Mengembangkan infrastruktur yang diperlukan untuk melakukan
perbaikan kualitas setiap tahun.
2. Mengidentifikasi bagian-bagian yang membutuhkan perbaikan dan
3. Membentuk suatu tim proyek yang bertanggung jawab dalam
menyelesaikan setiap proyek perbaikan.
4. Memberikan tim-tim tersebut apa yang mereka butuhkan agar dapat
mendiagnosis masalah guan menentukan sumber penyebab utama,
memberikan solusi, dan melakukan pengendalian yang akan
mempertahankan keuntungan yang diperoleh. (Sumber : “TQM”,
hal.55, Penerbit Andi, Yogyakarta, Tjiptono F. and A. Diana, 2001).
2.1.6 Metode-metode Manajemen Kualitas
Dalam melakukan perbaikan kualitas, metode-metode yang dapat digunakan
antara lain :
a. Total Quality Management (TQM)
Evolusi gerakan total quality dimulai dari masa studi waktu dan
gerak oleh Bapak Manajemen Ilmiah Frederick Taylor pada tahun
1920-an. Seiring dengan meningkatnya volume dan kompleksitasnya
pemanufakturan, kualitas juga menjadi hal yang semakin sulit. Volume
dan kompleksitas mendorong timbulnya quality engineering dan
reliability engineering. Quality Engineering sendiri mendorong
timbulnya penggunaan metode-metode statistik dalam pengendalian
kualitas, yang akhirnya mengarah pada konsep control chart dan
statistical process control. Kedua konsep terakhir ini merupakan aspek
fundamental dari Total Management.
Menurut Ishikawa, Total Quality Management diartikan sebagai
perpaduan semua fungsi perusahaan ke dalam falsafah holistic yang
pengertian serta kepuasan pelanggan. Sedangkan menurut Santoso, TQM
merupakan sistem manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi
usaha dan berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan
seluruh anggota organisasi. (Sumber : “TQM”, hal.4, Penerbit Andi, Yogyakarta, Tjiptono F. and A. Diana, 2001).
Dari definisi-definisi diatas, maka dapat ditarik sebuah
kesimpulan bahwa TQM adalah suatu pendekatan dalam menjalankan
usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi
melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan
lingkungannya. (Sumber : “TQM”, hal.4, Penerbit Andi, Yogyakarta,
Tjiptono F. and A. Diana, 2001).
Prinsip pokok dalam TQM menurut Hensler dan Brunell, yaitu :
1. Kepuasan pelanggan.
2. Respek terhadap pelanggan.
3. Manajemen berdasarkan fakta.
4. Perbaikan berkesinambungan.
Unsur pokok dalam TQM menurut Goetsch dan Davis, yaitu :
a. Fokus pada pelanggan.
b. Obsesi terhadap kualitas.
c. Pendekatan ilmiah.
d. Komitmen jangka panjang.
e. Kerja sama tim (Teamwork).
f. Perbaikan sistem secara berkesinambungan.
h. Kebebasan yang terkendali.
i. Kesatuan tujuan.
j. Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan.
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kegagalan TQM, antara lain :
1. Delegasi dan kepemimpinan yang tidak baik dari manajemen
senior.
2. Team mania.
3. Proses penyebarluasan (deployment).
4. Menggunakan pendekatan yang terbatas dan dogmatis.
5. Harapan yang terlalu berlebihan dan tidak realistis.
6. Empowerment yang bersifat premature. (Sumber : “TQM”, hal.16-21, Penerbit Andi, Yogyakarta, Tjiptono F. and A. Diana,
2001).
b. Plan-Do-Check-Act (PDCA)/Siklus Deming
Ada banyak “model perbaikan” yang diterapkan pada proses
selama bertahun-tahun sejak gerakan kualitas dimulai. Sebagian besar
dari model terseut didasarkan pada langkah-langkah yang diperkenalkan
oleh W. Edwards Deming. Plan-Do-Check-Act atau PDCA
menggambarkan logika dasar dari perbaikan proses berbasis data dimana
siklus deming ini dikembangkan untuk menghubungkan antara produksi
suatu produk dengan kebutuhan pelanggan, dan memfokuskan sumber
daya semua departemen (riset, desain, produksi, pemasaran) dala suatu
usaha kerja sama untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Action (A) Plan (P)
Bertindak A P Merencanakan
Check (C) C D Do (D)
Memeriksa Melaksanakan
Gambar 2.1. Siklus PDCA
Dimana :
P (Plan) : Mengadakan riset konsumen dan menggunakannya dalam
perencanaan produk.
D (Do) : Melaksanakan sesuai dengan rencana untuk menghasilkan
produk.
C (Check) : Memeriksa produk yang dihasilkan, apakah telah sesuai
dengan rencana.
A (Action) : Memasarkan produk tersebut. (Sumber : “TQM”, hal.50, Penerbit Andi, Yogyakarta, Tjiptono F. and A. Diana,
2001).
c. Six Sigma
Six Sigma merupakan sebuah sistem yang komprehensif dan
fleksibel untuk mencapai, mempertahankan, dan memaksimalkan sukses
bisnis. Six Sigma secara unik dikendalikan oleh pemahaman yang kuat
terhadap kebutuhan pelanggan, pemakaian yang disiplin terhadap fakta,
data, dan analisis statistik, dan perhatian yang cermat untuk mengelola,
Six Sigma Way”, hal.xi, Penerbit Andi, Yogyakarta, Cavanagh, Peter S. Pande, Robert P.Neuman, 2002).
Six Sigma adalah suatu visi peningkatan kualitas menuju target
3,4 kegagalan per sejuta kesempatan (DPMO) untuk setiap transaksi
produk (barang dan/atau jasa). Upaya giat menuju kesempurnaan (zero
defect-kegagalan nol). (Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”, hal.8, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Gaspersz Vincent, 2002).
2.2 Pengertian Data
Data adalah catatan tentang sesuatu, baik yang bersifat kualitatif maupun
kuantitatif yang dipergunakan sebagai petunjuk untuk bertindak. (Sumber :
“PedomanImplementasi Six Sigma”, hal.14, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Gaspersz Vincent, 2002).
2.2.1 Jenis-jenis Data
Berdasarkan data, kita mempelajari fakta-fakta yang ada dan kemudian
mengambil tindakan yang tepat berdasarkan pada fakta itu. Dalam konteks
pengendalian proses statistikal dikenal dua jenis data, yaitu :
1. Data Atribut (Attributes Data)
Merupakan data kualitatif yang dihitung menggunakan daftar
pencacahan atau tally untuk keperluan pencatatan dan analisis. Data atribut
bersifat diskrit. Jika suatu catatan hanya merupakan suatu ringkasan atau
klasifikasi yang berkaitan dengan sekumpulan persyaratan yang telah
ditetapkan. Contoh data atribut karakteristik kualitas adalah : ketiadaan label
nasabah, banyaknya jenis cacat pada produk, banyaknya produk kayu lapis
yang cacat karena corelap, dan lain-lain.
Data atribut biasanya diperoleh dalam bentuk unit-unit
nonkonformans/ketidaksesuian atau cacat/kegagalan terhadap spesifikasi
kualitas yang ditetapkan.
2. Data Variabel (Variables Data)
Merupakan data kuantitatif yang diukurmenggunakan alat pengukuran
tertentu untuk keperluan pencatatan dan analisis. Data variabel bersifat
kontinyu. Jika suatu catatan dibuat berdasarkan keadaan aktual, diukur
secara langsung, maka karakteristik kualitas yang diukur itu disebut sebagai
variabel. Contoh data variabel karakteristik kualitas adalah diameter pipa,
ketebalan produk kayu lapis, berat semen dalam kantong, konsentrasi
elektrolit dalam semen, dll. Ukuran-ukuran berat, panjang, lebar, tinggi,
diameter, lebar, tinggi, volume merupakan data variabel. (Sumber :
“Pedoman Implementasi Six Sigma”, hal.14, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Gaspersz Vincent, 2002).
2.3 Pengendalian Proses
Suatu sistem produksi merupakan sebuah hirarki dari proses produksi, terdiri
dari proses-proses produksi utama yang terurai menjadi subproses-subproses
masing- masing. Pengendalian proses berfokus kepada hasil dan meupakan suatu
kombinasi komplek dari proses pengukuran, pembandingan, dan perbaikan.
Proses pengukuran dilakukan baik terhadap parameter strategis maupun parameter
kemudian dibandingkan dengan nilai sasaran masing-masing yang ingin dicapai.
Biasanya terdapat beberapa nilai yang melampaui sasaran, disamping juga
terdapat nilai yang masih di bawah target. Jika dirasa perlu, dilakukan beberapa
tindakan untuk mengembalikan parameter yang telah diukur tadi sehingga sesuai
dengan target semula.
Secara umum, terdapat tiga macam metode pengendalian proses, yaitu:
1. Berbasis pelaku
Dimana manusia melakukan pemilihan/pengukuran, pembandingan, serta
perbaikan berdasarkan intuisi dengan tujuan/kuantitas pengukuran dan
pembandingan yang terbatas. Contoh: pengalaman, aturan pragmatis
(sesuai kegunaan).
2. Berbasis tujuan
Dimana manusia – dengan bantuan alat/model analisis matematik/statistik
melakukan proses pemilihan/pengukuran, pembandingan, maupun
perbaikan. Contoh: peta kendali atribut, peta kendali variabel.
3. Berbasis peralatan
Dimana peralatan mekanik, elektromekanik, dan/atau elektronik
dimanfaatkan untuk melakukan keseluruhan urutan proses
pemilihan/pengukuran,pembandingan, maupun perbaikan. Contoh: expert
systems, neural networks.
Tujuan utama pengendalian proses – terlepas dari metode yang digunakan
apakah berbasis pelaku, tujuan, ataukah peralatan – adalah untuk secara konsisten
sehingga menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi, mengurangi atau
menghilangkan terjadinya pengerjaan ulang ataupun produk cacat.
Pada dasarnya pengendalian dan peningkatan proses industri mengikuti
konsep siklus hidup proses (process life cycle) seperti ditunjukkan dalam Gambar
Tabel 2.1: Analisis Sistem Industri Sepanjang Siklus Hidup Proses Industri
Dalam Gambar 2.2 dan Tabel 2.1 dapat diketahui bahwa target dari
pengendalian proses adalah membawa proses industri untuk beroperasi pada
kondisi No. 3,yaitu proses industri yang memiliki stabilitas (stability) dan
kemampuan (capability) hingga mencapai tingkat kegagalan nol (zero defects
oriented).
2.3.1 Pengendalian Proses Statistikal
Istilah pengendalian proses statistikal (Statistical Process Control – SPC)
digunakan untuk menggambarkan model berbasis penarikan sampel yang
diaplikasikan untuk mengamati aktifitas proses yang saling berkaitan. Meski SPC
merupakan alat bantu yang sangat berguna dalam memastikan apakah proses tetap
dapat menyediakan cara untuk membuat proses tetap dalam batas kendali. Oleh
sebab itu, jelas dibutuhkan campur tangan dan pertimbangan manusia untuk
menentukan cara yang efektif dan efisien dalam membuat proses tetap dalam
kondisi mampu dan stabil.
Pengendalian proses statistikal lebih menekankan pada pengendalian dan
peningkatan proses berdasarkan data yang dianalisis menggunakan alat-alat
statistika, bukan sekadar penerapan alat-alat statistika dalam proses industri.
2.3.2. Kestabilan dan Kemampuan Proses
Kestabilan proses (process stability)—yang berarti ketepatan proses dalam
mencapai target yang telah ditentukan—secara tidak langsung menggambarkan
bahwa proses dilakukan dengan baik. Hal ini merepresentasikan keadaan proses
yang sedang berlangsung, seperti: bahan baku yang datang, mesin-mesin, dan skill
operator. Sedangkan kemampuan proses (process capability) adalah suatu ukuran
kinerja kritis yang menunjukkan hubungan antara hasil proses dengan spesifikasi
proses/produk.
Untuk menentukan apakah suatu proses berada dalam kondisi stabil dan
mampu, maka dibutuhkan alat-alat atau metode statistika sebagai alat analisis.
Prosedur lengkap penggunaan alat-alat statistika untuk pengembangan sistem
Gambar 2.3 : Penggunaan alat statistika untuk pengembangan sistem industry
( Gaspers 2002;204)
2.3.3 Metode Pengendalian Proses Statistikal
Alat bantu yang paling umum digunakan dalam pengendalian proses
statistikal adalah peta kendali (Control Chart). Fungsi peta kendali secara umum
adalah:
Membantu mengurangi variabilitas produk.
Memonitor kinerja proses produksi setiap saat.
Memungkinkan proses koreksi untuk mencegah penolakan.
Trend dan kondisi di luar kendali dapat diketahui secara cepat.
Peta kendali dibuat secara kontinyu dalam suatu interval keyakinan
tertentu, biasanya 3 standar deviasi (3σ). Diagram ini memuat 3 macam garis
batas, yaitu:
Batas kendali atas (Upper Control Limit – UCL)
Batas kendali bawah (Lower Control Limit – LCL)
Sampel yang berada dalam rentang UCL – LCL dikatakan berada dalam
kendali (in-control), sedangkan yang berada di luar rentang tersebut dikatakan di
luar kendali (out-of-control).
Secara umum peta kendali dapat digolongkan dalam 2 kategori, yaitu:
Peta kendali variabel
Peta kendali atribut
Peta Kendali Variabel
Peta kendali yang digunakan untuk mengamati jenis data variabel adalah
peta kendali X – R – s (Shewhart Control Charts). Peta kendali variabel memantau
tingkat rata-rata kualitas melalui peta kendali X , sedangkan pemantauan
variabilitas kualitas dapat menggunakan pengukuran rentang melalui peta kendali
R atau pengukuran standar deviasi melalui peta kendali s.
Apabila terdapat sampel sebanyak 1 sampai 10 maka digunakan peta kendali
X – R, namun bila sampel lebih besar dari 10 maka digunakan peta kendali X – s.
Pada mulanya, pengendalian proses statistikal hanya dilakukan dengan
menggunakan peta kendali. Namun demikian, dalam perkembangannya
pengendalian proses statistikal dilakukan dengan menerapkan tujuh metode utama
yang umum digunakan (Ishikawa’s Basic Seven), yaitu:
Diagram Sebab – akibat (Cause – Effect Diagram)
Grafik
Histogram
Diagram Pareto
Diagram Sebaran (Scatter Diagrams)
Peta Kendali (Control Charts)
Disamping metode-metode statistikal di atas, terdapat pula beberapa alat
bantu yang juga sesuai digunakan untuk melakukan pengendalian proses,
diantaranya:
Analisis Kapabilitas
Design of Experiment (DOE)
Failure Mode and Effects Analysis (FMEA)
Gantt Chart
Gauge Studies
Penggunaan metode-metode statistika dalam industri yang bersifat massal
akan meningkatkan efisiensi penggunaan bahan baku dan proses industri,
sehingga memberikan dampak ekonomis bagi industri itu untuk menghadapi
persaingan global yang sangat kompetitif.
2.4 Konsep Dasar Six Sigma
Pada dasarnya pelanggan akan puas apabila mereka menerima nilai
sebagaimana yang mereka harapkan. Apabila produk (barang dan/atau jasa)
diproses pada tingkat kualitas Six Sigma, perusahaan boleh mengharapkan 3,4
kegagalan per sejuta kesempatan (DPMO) atau mengharapkan bahwa 99,99966 %
dari apa yang diharapkan pelanggan akan ada dalam produk tersebut. Dengan
demikian Six Sigma dapat dijadikan ukuran target kinerja sistem industri tentang
bagaimana baiknya suatu proses transaksi produk antara pemasok (industri) dan
industri akan semakin baik. Sehingga Six Sigma dapat dipandang sebagai
pengendalian proses industri berfokus pada pelanggan, melalui penekanan pada
kemampuan proses (process capability).
2.4.1 Sigma
Sigma adalah abjad Yunani ( ) yang yang menotasikan standart deviasi
suatu proses pada statistik yang menunjukkan jumlah variasi atau ketidaktepatan
suatu proses. Dengan kata lain, sigma merupakan unit pengukuran statistikal yang
mendeskripsikan distribusi tentang nilai rata-rata (mean) dari setiap proses atau
prosedur.
2.4.2Six Sigma
Six sigma merupakan suatu visi peningkatan kualitas menuju target 3,4
kegagalan per sejuta kesempatan (DPMO) untuk setiap transaksi produk (barang
dan/atau jasa). Upaya giat menuju kesempurnaan (zero defect-kegagalan nol). .
(Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”, hal.9, Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, Gaspersz Vincent, 2002).
Simbol Sigma ( ) sendiri seringkali dihubungkan dengan kemampuan
proses yang terjadi terhadap produk yang diukur dengan defect per million
opportunities (DPMO). Sumber dari defect atau cacat hampir selalu dihubungkan
dengan variasi, misalnya variasi material, prosedur, perlakuan proses. Dengan
demikian Six Sigma sendiri telah mengalami pertambahan lingkup seperti
keterlambatan deadline, variabilitas lead time, dan lain-lain. Maka perhatian
utama dari Six Sigma ini adalah variasi karena dengan adanya variasi maka kurang
memenuhi spesifikasi dengan demikian mempengaruhi potensi pasar bahkan juga
Tingkat kualitas sigma biasanya juga dipakai untuk menggambarkan variasi
dari suatu proses. Semakin tinggi tingkat sigma maka semakin kecil toleransi yang
diberikan pada kecacatan dan semakin tinggi kemampuan proses. Sehingga variasi
yang dihasilkan semakin rendah dan dapat mengurangi frekuensi munculnya
defect, biaya-biaya proses, waktu siklus proses mengalami penurunan dan
kepuasan konsumen meningkat. (Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”,
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Gaspersz Vincent, 2002).
Tingkat six sigma sering dihubungkan dengan kapabilitas proses yang
dihitung dalam Defect per Million Opportunities (DPMO). Beberapa tingkat
[image:41.595.122.505.383.547.2]pencapaian six sigma sebagai berikut :
Tabel 2.2. : Pencapaian Tingkat Six Sigma (Gaspersz, 2002)
Tingkat
Pencapaian Sigma DPMO Hasil Keterangan
1 691.462 31% Sangat tidak kompetitif
2 308.538 69,2% Rata-rata industri Indonesia
3 66.807 93,32% Rata-rata industri Indonesia
4 6.210 99,379% Rata-rata industri USA
5 233 99,977% Rata-rata industri USA
6 3,4 99,9997% Industri kelas mapan/dunia
Pada dasarnya pelanggan akan puas jika mereka menerima nilai
sebagaimana yang mereka harapkan. Apabila produk diproses pada tingkat
kualitas Six Sigma, perusahaan boleh mengharapkan 3,4 kegagalan per sejuta
kesempatan atau mengharapkan bahwa 99,99966 persen dari apa yang diharapkan
pelanggan akan ada dalam produk tersebut. Dengan demikian Six Sigma dapat
dijadikan ukuran target kinerja sistem industri tentang bagaimana baiknya suatu
tinggi target sigma yang dicapai, kinerja sistem industri akan semakin baik. Six
Sigma juga dapat dipandang sebagai pengendalian proses industri berfokus pada
pelanggan, melalui penekanan pada kemampuan proses (process capability).
(Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”, hal.9, Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, Gaspersz Vincent, 2002).
Berikut ini akan diberikan alasan yang membuat Six Sigma berbeda dari
[image:42.595.114.512.304.504.2]TQM dan program-program kualitas sebelumnya :
Tabel 2.3 Kelemahan TQM dan solusi Six Sigma
No Kelemahan TQM Solusi Six Sigma
1 Kurangnya integrasi Link (Hubungan) ke “lini dasar” bisnis dan personal
2 Kepemimpinan yang apatis Kepemimpinan di barisan depan
3 Konsep yang tidak jelas tentang
kualitas Pesan sederhana yang diulang – ulang
4 Gagal untuk menghancurkan penghalang– penghalang internal
Prioritas terhadap fungsi manajemen proses lintas fungsi
5 Pelatihan yang tidak efektif Blackbelts, Greenbelts, Master Blackbelts
6 Fokus pada kualitas produk Perhatian pada semua proses bisnis
(Sumber : “The Six Sigma Way”, hal.46, Penerbit Andi, Yogyakarta,
Cavanagh, Peter S. Pande, Robert P.Neuman, 2002).
Menurut Gaspersz (2002) dalam aplikasi konsep six sigma terdapat 6 aspek
kunci yaitu :
1. Identifikasi pelanggan.
2. Identifikasi produk.
3. Identifikasi kebutuhan dalam memproduksi produk untuk pelanggan.
5. Menghindari kesalahan dalam proses dan menghilangkan pemborosan
yang terjadi.
6. Meningkatkan proses secara terus menerus menuju target yang telah
ditetapkan.
Terdapat 6 aspek kunci yang perlu diperhatikan dalam penerapan Six Sigma
dibidang manufakturing, yaitu :
1. Identifikasi karakteristik produk yang akan memuaskan pelanggan (sesuai
kebutuhan dan ekspektasi pelanggan).
2. Mengklasifikasikan semua karakteristik kualitas itu sebagai CTQ (Critical
To Quality) individual. Critical To Quality adalah atribut-atribut yang
sangat penting untuk diperhatikan karena berkaitan langsung dengan
kebutuhan dan kepuasan pelanggan. CTQ merupakan elemen dari suatu
produk, proses atau praktek-praktek yang berdampak langsung pada
kepuasan pelanggan.
3. Menentukan apakah setiap CTQ itu dapat dikendalikan melalui
pengendalian material, mesin, proses-proses kerja, dll.
4. Menentukan batas maksimum toleransi untuk setiap CTQ sesuai yang
diinginkan pelanggan (menentukan nilai USL dan LSL dari setiap CTQ).
5. Menentukan maksimum variasi proses untuk setiap CTQ (menentukan
nilai maksimum standart deviasi untuk setiap CTQ).
6. Mengubah desain produk atau proses sedemikian rupa agar mampu
Six Sigma tidak muncul begitu saja. Sejak dulu konsep ilmu manajemen
sudah berkembang di Amerika, kemudian dilanjutkan dengan gebrakan
manajemen Jepang dengan konsep Total Quality. Total Quality Manajemen juga
merupakan program peningkatan yang terfokus. Didalam Six Sigma terdapat lebih
banyak tool improvement yang bisa dipakai. Selain itu didalam six sigma akan
diperkenalkan suatu konsep mengenai defect, opportunity, DPMO, yang menjadi
rujukan nilai sigma proses.
Kita juga akan diperkenalkan dengan variasi proses (konsep untuk data
kontinyu). Bukan berarti di dalam TQM hal tersebut tidak ada, hanya saja TQM
tidak terlalu mementingkan pembahasan tersebut. Namun apabila ingin lebih
mengenal proses, kita lebih mengetahui bagaimana variasi proses/produk kita,
artinya juga berapa sigma dari proses/produk kita, maka Six Sigma lebih memadai
dalam hal ini.
Berikut ini akan diberikan alasan yang membuat Six Sigma berbeda
dengan TQM dan program-program kualitas sebelumnya :
a. Six Sigma terfokus pada konsumen. Konsumen, terutama eksternal konsumen
selalu diperhatikan sebagai patokan arah peningkatan kualitas.
b. Six Sigma menghasilkan Returns of investement yang besar (contohnya pada
general electrics).
c. Six Sigma mengubah cara manajemen beroperasi. Six Sigma lebih dari sekedar
proyek peningkatan kualitas. Ia juga merupakan cara pendekatan baru
terhadap proses berpikir, merencanakan dan memimpin untuk menghasilkan
2.4.2.1. Konsep Six Sigma Motorola
Pada dasarnya pelanggan akan puas apabila mereka menerima nilai
sebagaimana yang mereka harapkan. Apabila produk (barang / jasa) di proses
pada tingkat kualitas Six Sigma, perusahaan boleh mengharapkan 3,4 kegagalan
persejuta kesempatan (DPMO) atau mengharapkan bahwa 99,99% dari apa
yang diharapkan pelanggan akan ada dalam produk itu. Dengan demikian Six
Sigma dapat dijadikan ukuran target kinerja sistem industri tentang bagaimana
baiknya suatu proses transaksi produk antara pemasok (industri) dan pelanggan
(pasar). Semakin tinggi target Sigma yang dicapai , kinerja sistem industri akan
semakin baik.
Six Sigma juga dapat dianggap sebagai strategi terobosan yang
memungkinkan perusahaan melakukan peningkatan luar biasa (dramatic) di
tingkat bawah. Six Sigma juga dapat dipandang sebagai pengendalian proses
industri berfokus pada pelanggan, melalui penekanan pada kemampuan proses
(process capability).
Pendekatan pengendalian proses 6-sigma Motorola (Motorola’s Six Sigma
process control) mengizinkan adanya pergeseran nilai rata-rata (mean)
setiap CTQ individu dari proses industri terhadap nilai spesefikasi target (T)
sebesar 1,5–sigma , sehingga menghasilkan 3,4 DPMO (defect per million
opportunities). Dengan demikian berdasarkan konsep Six Sigma Motorola,
berlaku penyimpangan :(mean–Target ) =
T
= 1,5 atau T 1,5 .Disini (mu) merupakan nilai rata–rata (mean) dari proses, sedangkan (sigma)
Proses Six Sigma dengan distribusi normal yang mengizinkan nilai
rata–rata (mean) proses bergeser 1,5–sigma dari nilai spesifikasi target kualitas
(T) yang diinginkan oleh pelanggan, ditunjukkan dalam Gambar 2.1
T
- 1,5 sigma +1,5 sigma
mean
LSL USL
- 6sigma - 3sigma - 2sigma - 1sigma + 1sigma + 2sigma + 3sigma + 6 sigma
Keterangan : sigma dalam bagan menunjukkan ukuran variasi dari proses yang
[image:46.595.109.514.165.416.2]stabil mengikuti distribusi normal
Gambar 2.4 : Konsep Six sigma Motorola dengan Distribusi Normal bergeser 1,5–Sigma. Sumber : Vincent Gaspersz,2002, hal 11
Konsep Six Sigma Motorola dengan pergeseran nilai rata – rata (mean) dari
proses yang diizinkan sebesar 1,5 –sigma (1,5 x standard deviasi maksimum )
adalah berbeda dari konsep Six Sigma dalam distribusi normal yang umum
dipahami selama ini yang tidak mengizinkan pergeseran dalam nilai rata – rata
Tabel 2.4 : Perbedaan True 6–Sigma dengan Motorola’s 6–Sigma
Sumber : Vinscent Gasperz , 2002, hal 11
2.4.2.2 Penentuan Kapabilitas Proses
Keberhasilan implementasi program peningkatan Six Sigma ditunjukan
melalui peningkatan kapabilitas proses dalam menghasilkan produk menuju
tingkat kegagalan nol (zero defect). Konsep perhitungan kapabilitas proses
menjadi sangat penting untuk dipahami dalam implementasi program Six Sigma.
Teknik penentuan kapabilitas proses yang berhubungan dengan CTQ untuk data
Data adalah catatan tentang sesuatu, baik yang bersifat kualitatif maupun
kuantitatif yang dipergunakan sebagai petunjuk untuk bertindak dan dalam
konteks pengendalian proses statistika dikenal dua jenis data yaitu :
1. Data atribut ( Attributes Data) merupakan data kualitatif yang dihitung
mengunakan daftar pencacahan atau tally untuk keperluan pencatatan dan
analisis. Contoh data atribut karakteristik kualitas adalah ketiadaan label pada
kemasan produk,banyaknya jenis cacat pada produk.
2. Data Variabel (Variables Data) merupakan data kuantitatif yang diukur
menggunakan alat pengukuran tertentu untuk keperluan pencatatan dan
analisis. Contoh data variabel karakteristik kualitas adalah diameter pipa,
ketebalan produk kayu lapis, berat semen dalam kantong, ukuran-ukuran
berat, panjang, lebar, tinggi, diameter, volume merupakan data variabel.
Didalam teknik penentuan kapabilitas proses untuk kasus untuk data
variabel misalnya; berdasarkan kebutuhan pelanggan diketahui bahwa diameter
pipa yang diinginkan adalah 40 mm dengan batas toleransi adalah 5 mm.
Pelanggan akan menolak setiap pipa yang diserahkan apabila diketahui
berdiameter diatas 45 mm, dan dibawah 35 mm. Dalam konteks program
peningkatan kualitas Six Sigma, menyatakan CTQ yang perlu diperhatikan adalah
diameter pipa dengan spesifikasi sebagai berikut:
1. CTQ (Critical-to-Quality) = Diameter pipa
2. Spesifikasi target (T) = 40 mm
3. Batas spesifikasi atas (Upper specification limit = USL ) = 45 mm
4. Batas spesifikasi bawah (Lower specification limit = LSL ) = 35 mm
6. Standar deviasi proses
S = R-bar/d2 atau
S =
1
2
n x xi
dimana d2 adalah koefisien untuk pendugaan standar deviasi
tergantung pada ukuran contoh sampel.
7. Kapabilitas proses
Cpm = (USL – LSL )
2 2
6 xbar T S
Indeks kapabilitas proses (Cpm) digunakan untuk mengukur tingkat pada
mana suatu output proses berada pada nilai spesifikasi target kualitas (T) yang
diinginkan oleh pelanggan. Semakin tinggi nilai Cpm menunjukkan bahwa output
proses itu semakin mendekati nilai spesifikasi target kualitas (T) yang diinginkan
oleh pelanggan, yang berarti pula bahwa tingkat kegagalan dari proses semakin
berkurang menuju target tingkat kualitas kegagalan nol (zero defect oriented).
Jika mengetahui berapa persen range (interval) toleransi spesifikasi bagi
nilai rata-rata (interval toleransi spesifikasi= USL – LSL) menyimpang dari nilai
target (T), maka :
2.4.3 Faktor Penentu Dalam Six Sigma
Dijelaskan pula bahwa faktor penentu dalam pelaksanaan Six Sigma ini
antara lain :
a. Costumer centric
Pelanggan adalah tujuan utama Six Sigma dimana kualitas dari produk
diukur melalui perspektif pelanggan dengan jalan :
1) Voice of coctumer (VOC), menyatakan keinginan pelanggan.
2) Requirements, masukan dari VOC ditransfer secara spesifik dengan
elemen yang dapat diukur.
3) Critical to quality (CTQ), permintaan yang paling penting bagi
pelanggan.
4) Defect, bagian yang kurang memenuhi spesifikasi.
b. Financial Result
Total Quality Management (TQM) dikenal lebih dahulu dari pada Six
Sigma. Pada TQM sendiri susah menentukan hal mana yang dijadikan
prioritas utama bahkan hampir semua proyek yang dikerjakan
mengenakan biaya pada pelanggan dan penanam saham, sehingga dapat
menghasilkan banyak biaya. TQM sering dipimpin oleh pihak yang
paling kurang pemahaman terhadap pengendalian kualitas dan
cenderung menemukan cara pengukurannya sendiri. Sedangkan Six
Sigma mengakomodasikan penurunan biaya dan kenaikan pendapatan.
c. Management Engagement
Pada penerapan Six Sigma ini selain pada proses juga memerlukan
d. Resources Commitment
Komitmen untuk maju lebih ditekankan daripada jumlah personel yang
terlibat dalam implementasi ini.
e. Execution Infrastructure
Six sigma didukung oleh infrastruktur yang berisi orang-orang dari top
management sampai operasional dimana keseluruhannya memiliki fokus
yang sama yaitu kepuasan pelanggan. (Sumber : “Lean Six Sigma”,
McGraw-Hill Companies, Inc George, Michael L, 2002).
2.5. DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, dan Control)
DMAIC merupakan proses untuk peningkatan terus-menerus menuju target
Six Sigma. DMAIC dilakukan secara sistematik, berdasarkan ilmu pengetahuan
dan fakta. Proses ini menghilangkan langkah-langkah proses yang tidak produktif,
sering berfokus pada pengukuran-pengukuran baru, dan menetapkan teknologi
untuk peningkatan kualitas menuju target Six Sigma. (Sumber : “Pedoman
Implementasi Six Sigma”, hal.8, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Gaspersz Vincent, 2002).
Define (D)
Control (C) Measure (M)
Improve (I)
Analyze (A)
[image:51.595.191.444.560.699.2]
2.5.1 Define (D)
Merupakan langkah operasional pertama dalam program peningkatan
kualitas Six Sigma. Pada tahap ini, yang paling penting untuk dilakukan adalah
identifikasi produk dan atau proses yang akan diperbaiki. Kita harus menetapkan
prioritas utama tentang masalah-masalah dan atau kesempatan peningkatan
kualitas mana yang akan ditangani terlebih dahulu. Pemilihan proyek terbaik
adalah berdasarkan pada identifikasi proyek yang sesuai dengan kebutuhan,
kapabilitas, dan tujuan organisasi yang sekarang.
Secara umum setiap proyek Six Sigma yang terpilih harus mampu
memenuhi kategori :
1. Memberikan hasil-hasil dan manfaat bisnis
2. Kelayakan
3. Memberikan dampak positif kepada organisasi
(Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”, hal.33, Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta Gaspersz Vincent, 2002).
2.5.2 Measure (M)
Merupakan langkah operasional kedua dalam program peningkatan kualitas
Six Sigma. Terdapat 3 hal pokok yang harus dilakukan dalam tahap Measure,
yaitu :
1. Memilih atau menentukan karakteristik kualitas (CTQ) kunci yang
berhubungan langsung dengan kebutuhan spesifik dari pelanggan.
2. Melakukan pengumpulan data melalui pengukuran yang dapat
3. Mengukur kinerja sekarang (current performance) pada tingkat proses,
output, dan/atau outcome untuk ditetapkan sebagai baseline kinerja
(performance baseline) pada awal proyek Six Sigma. (Sumber :
“Pedoman Implementasi Six Sigma”, hal.72, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Gaspersz Vincent, 2002).
2.5.2.1 Penentuan Kapabilitas Proses Untuk Data Variabel
Membahas tentang teknik memperkirakan kapabilitas proses dalam ukuran
pencapaian target sigma untuk data variabel (data yang diperoleh melalui
[image:53.595.113.515.353.732.2]pengukuran langsung). Data ini dihitung untuk keperluan pencatatan dan analisis.
Tabel 2.5. Cara memperkirakan Kapabilitas Proses Untuk Data Variabel (Pipa)
Langkah Tindakan Persamaan Hasil
Perhitungan
1 Proses apa yang anda ingin ketahui? - Pembuatan pipa
2 Tentukan nilai batas spesifikasi atas
(Upper Spesification Limit)
USL 45 mm
3 Tentukan nilai batas spesifikasi bawah
(Lower Spesification Limit)
LSL 35 mm
4 Tentukan nilai spesifikasi target T 40 mm
5 Berapa nilai rata-rata (mean) proses X-bar 37 mm
6 Berapa nilai standar deviasi dari proses
S 2 mm
7 Hitung kemungkinan cacat yang
berada diatas nilai USL /(DPMO)
P{z(USL–X-bar) / S} 1.000.000 *)
32
8 Hitung kemungkinan cacat yang
berada diatas nilai LSL /(DPMO)
P{z(LSL–X-ar) / S} 1.000.000 **)
158.655
9 Hitung kemungkinan cacat per satu juta kesempatan (DPMO) dari proses diatas
= (langkah 7)+ (langkah 8)
158.687
10 Konversi DPMO (langkah 9) ke dalam nilai sigma (Tabel lampiran 5)
- 2,50 ***)
11 Hitung kemampuan proses diatas
dalam ukuran nilai Sigma
- Kapabilitas
proses adalah 2,50 Sigma (rendah,tidak
kompetitif) 12 Hitung kapabilitas proses diatas dalam
indeks kapabilitas proses
Cpm = (USL – LSL)/
6 ( )2T bar
X
Catatan: *) P{z(USL–X-bar) / S}1.000.000 = P{z (45 – 37 )/ 2} = P {z
4} ={1–P(z
6
10
6
10
4}106 = (1–0,999968)106 = 32
**) P{z(LSL–X-bar) / S}1.000.000 = P{z(35 – 37 )/ 2}106= P {z
-1}106 = 0,158655106=158.655 (Lihat tabel lampiran 1)
***) Dari tabel lampiran 5 angka DPMO = 158.687 adalah paling dekat dengan DPMO =158.655 pada nilai Sigma =2,50.
****)
Cpm = (USL – LSL)/
6 (X barT)2 S2
= (45–35)/
2 2
2 ) 40 37 (
6 = 10 / 21,63 = 0,46
(Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”, hal.23, Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta Gaspersz Vincent, 2002).
Untuk menganalisa kualitas suatu produk yang memiliki berbagai macam
variabel ( produk memiliki variabel lebih dari satu), maka produk tersebut
[image:54.595.112.513.367.564.2]analisanya tiap – tiap variabel. Untuk lebih jelasnya seperti tabel di bawah ini.
Tabel 2.6
\(Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”, hal.230, Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta Gaspersz Vincent, 2002).
2.5.2.2 Pengukuran Baseline Kinerja (performance baseline)
Baseline kinerja dalam proyek Six Sigma biasanya diterapkan
menggunakan satuan pengukuran DPMO dan tingkat kapabilitas sigma (sigma
proses, output dan outcome, maka baseline kinerja juga dapat ditetapkan pada
tingkat proses, output dan outcome. Pengukuran biasanya dimaksudkan untuk
mengetahui sejauh mana output dari proses dapat memenuhi kebutuhan
pelanggan. (Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”, hal.112, Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta Gaspersz Vincent, 2002).
2.5.2.3 Mengukur Tolok Ukur Kinerja (Performance Baseline)
Proyek peningkatan kualitas Six Sigma akan berfokus pada upaya-upaya
giat dalam peningkatan kualitas menuju kegagalan nol (zero defect) sehingga
memberikan kepuasan total kepada pelanggan. Oleh karenanya, sebelum suatu
proyek Six Sigma dimulai, maka harus diketahui tingkat kinerja yang sekarang
(current performance), atau dalam terminologi Six Sigma disebut sebagai tolok
ukur kinerja (performance baseline).Setelah mengetahui tolok ukur kinerja ini,
maka kemajuan peningkatan peningkatan yang dicapai setelah memulai proyek
Six Sigma dapat diukur sepanjang masa berlangsung proyek Six Sigma itu. Tolok
ukur kinerja dalam proyek Six Sigma biasanya ditetapkan menggunakan satuan
pengukuran DPMO (Defects Per Million Opportunities) dan SQL (Sigma Quality
Level).
Hasil pengukuran pada tingkat output dapat berupa data variabel maupun
data atribut, yang akan ditentukan kinerjanya menggunakan satuan pengukuran
DPMO (Defects Per Million Opportunities) dan SQL (kapabilitas sigma).
Rumus yang digunakan adalah :
Rata-rata sampel keseluruhan – X (Pyzdek, 2003: 395) adalah:
Rentang – R (Pyzdek, 2003: 394) adalah:
Standar deviasi – s (Gaspersz, 2002: 128) adalah:
(d2 dilihat dalam Tabel Lampiran 1)
Probabilitas cacat dalam DPMO untuk 1 batas spesifikasi (Gaspersz, 2002:
131) adalah:
Probabilitas cacat dalam DPMO untuk 2 batas spesifikasi (Gaspersz, 2002:
124) adalah:
Kapabilitas Sigma – SQL (Tabel Lampiran 5)
(Sumber : “Pedoman Implementasi Six Sigma”, hal.124, Gramedia Pustaka
2.5.3 Analyze (A)
Merupakan langkah operasional ketiga dalam program peningkatan kualitas
Six Sigma. Pada tahap ini yang perlu diperhatikan adalah beberapa hal sebagai
berikut :
1. Menentukan kapabilitas / kemampuan dari proses.
Process capability merupakan suatu ukuran kinerja kritis yang
menunjukkan proses mampu menghasilkan sesuai dengan spesifikasi
produk yang telah ditetapkan oleh manajemen berdasarkan kebutuhan
dan ekspektasi pelanggan