• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERIMAAN ANAK TERHADAP KEHADIRAN AYAH TIRI : STUDI KASUS PADA ANAK YANG MEMPUNYAI AYAH TIRI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERIMAAN ANAK TERHADAP KEHADIRAN AYAH TIRI : STUDI KASUS PADA ANAK YANG MEMPUNYAI AYAH TIRI."

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

PENERIMAAN ANAK TERHADAP KEHADIRAN AYAH TIRI

(Studi Kasus Pada Anak Yang Mempunyai Ayah Tiri)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Strata

Satu (S1) Psikologi (S.Psi)

Choirun Nadhiro (B37211072)

JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk memahami bagaimana penerimaan anak terhadap kehadiran ayah tiri dan sebab-sebab penerimaan anak terhadap kehadiran ayah tiri. Subjek penelitian ini adalah anak yang mempunyai ayah tiri dan telah hidup bersama dalam kurun waktu minimal 1 tahun. subjek penelitan ini berjumlah 2 orang anak yaitu 1 anak laki-laki berusia 16 tahun dan satu anak perempuan berusia 14 tahun. penelitian ini merupakan penelitian kualitatif metode study kasus. Dalam penelitian ini menemukan aspek penerimaan pada kedua subjek. Pada subjek pertama yaitu DK mengalami beberapa proses tahapan yang cukup banyak hingga sampai pada penerimaan yaitu berawal dari penolakan, marah, pertimbangan/tawar menawar, depresi dan sampai pada tahapan penerimaan. DK menerima kehadiran ayah tiri dengan keterpaksaan dan kerelaan demi ibu kandung dan adik DK. Sebab-sebab DK menerima kehadiran ayah tiri dalam keluarga adalah karena DK menganggap pernikahan yang telah terjadi hanya untuk meringankan keadaan ekonomi keluarga serta peran ayah tiri DK hanya sebagai pelengkap dalam kehidupan masyarakat. Sedangkan pada subjek kedua, SG mencapai pada penerimaan dengan melalui beberapa tahapan yaitu melalui tahapan penolakan dan marah terhadap pernikahan kedua ibu kandung, mempertimbangkan (bargainning) akan kehadiran ayah tiri dan ibu berada pada posisi sebagai istri kedua, dan sampai pada tahapan penerimaan. Sebab-sebab SG menerima kehadiran ayah tiri dalam keluarga adalah atas dasar kasih sayang dan rasa kasihan SG kepada ibu kandung dan adik-adiknya.

(5)

ABSTRACK

This study aims to understand how a child's acceptance to the presence of the stepfather and the causes of a child's acceptance to the presence of a stepfather. The subjects were children who had a stepfather and had been living together in a minimum period of 1 year. This research subject amounts to two kids named one boy 16 years old and one 14 year old girl. This study is a qualitative research case study method. In the current study found the reception on the second aspect of the subject. On the first subject, namely DK experiencing some stage of the process is pretty much up to the reception which begins with denial, anger, judgment / bargaining, depression and acceptance to the stage. DK accept the presence of a stepfather with compulsion and willingness for the sake of the birth mother and sister DK. The causes of DK accept the presence of a stepfather in the family is because DK consider marriage that has happened only to ease the family economic circumstances and the role of stepfather DK only as a supplement in people's lives. While on the subject of the second, SG reach the reception through several stages through the stages of denial and anger against the birth mother's second marriage, to consider (bargainning) presence stepfather and mother are in a position as a second wife, and to the stage of acceptance. The causes of SG accept the presence of a stepfather in the family is out of compassion and pity SG to the biological mother and younger siblings.

(6)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Pengesahan ... ii

Halaman Pernyataan... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi... vi

Daftar Tabel ... viii

Daftar Lampiran ... ix

Intisari ... x

Abstrak ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang ... 1

B. Fokus Penelitian ... 8

C. Tujuan ... 8

D. Manfaat ... 8

E. Keaslian penelitian ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penerimaan (Acceptance) ... 13

B. Ayah Tiri ... 19

C. Penerimaan Anak Terhadap Kehadiran Ayah Tiri ... 25

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 29

B. Lokasi Penelitian ... 30

C. Sumber Data ... 30

D. Pengumpulan Data ... 35

E. Analisis Data Dan Intepretasi Data ... 37

F. Keabsahan Data ... 37

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek ... 40

B. Deskripsi Temuan Penelitian ... 42

C. Analisis Temuan Penelitian... 51

(7)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 60

B. Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 63

(8)

[image:8.595.135.481.230.566.2]

DAFTAR TABEL

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

A. Panduan Wawancara Subjek ... 64 B. Panduan Wawancara Informan ... 66 C. Transkrip Wawancara ... 67

Lembar Pernyataan Persetujuan Subjek Kartu Konsultasi Skripsi

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebuah keluarga dapat menjadi tidak utuh, baik diakibatkan karena kematian salah satu dari kedua orang tua maupun karena masalah keluarga yang berujung pada perceraian. Pernikahan kembali sebab perceraian atau sepeninggal pasangan menikah inilah yang menggantikan posisi ibu kandung menjadi ibu tiri dengan segala hak dan kewajiban yang sama dengan ibu kandung. Begitu pula sebaliknya, pernikahan kembali oleh ibu sebab perceraian atau sepeninggal suami juga menggantikan posisi ayah kandung sama dengan ayah tiri (Kartono, 1986).

(11)

Anak pada usia remaja memiliki kesulitan untuk menerima kehadiran ibu tirinya (Rice, 1996). Anak akan mendapatkan masalah lebih banyak apabila ia mulai mendapatkan ibu atau ayah tiri saat usianya sembilan tahun ke atas (Santrock, 2003). Hal tersebut disebabkan oleh kelekatan anak dengan orang tua kandung yang lebih lama dari pada anak yang mendapatkan orang tua tiri ketika berusia kurang dari sembilan tahun. Anak yang sudah mendapatkan perawatan, bimbingan, pendidikan dan wujud kasih sayang yang lainnya dari orangtuanya dalam waktu yang lama hingga berusia remaja memiliki hubungan yang sangat baik dan sangat sulit apabila di gantikan dengan posisi orang lain. Kelekatan yang semakin besar menyebabkan sulitnya anak menerima keberadaan ayah tiri atau ibu tirinya.

Usia anak ketika mengikuti pernikahan kedua oleh salah satu dari orangtuanya menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hubungan kedekatan anak dengan ayah tiri atau ibu tiri. Ketika anak berusia muda, penerimaan anak akan lebih besar untuk ayah tiri atau ibu tirinya. Namun,apabila usia anak telah menginjak remaja, anak akan sulit beradaptasi dengan ayah tiri atau ibu tirinya. Bagaimanapun juga, keadaan kelekatan orang tua tiri tidak melebihi orang tua kandung (Fine, Coleman & Ganong, 1998: dalam Francessa, 2004).

(12)

dibandingkan dengan hubungan pada pernikahan pertama (Duval & Miller, 1985).

Penelitian lain yang dikemukakan oleh Francessa (2004) mengutip dari (Hetherington and Kelly, 2002):

“in first marriages, a satisfying marital relationship in the cornerstone of happy family life, leading to more positive parent child relationship and more congenial sibling relationships. in many stepfamilies, the sequence is reversed. establishing some kind of workable relationship between stepparents and stepchildren, may be the key of happy second of marriage and to successful functioning in stepfamilies”

Pada pernikahan pertama, sebuah keluarga mempunyai hubungan pernikahan yang memuaskan serta kehidupan keluarga yang bahagia. Kebahagian keluarga pada pernikahan pertama mengarah pada hubungan antara orangtua dan anak yang lebih positif dan hubungan anak dengan saudara yang lebih menyenangkan. Pada sebuah keluarga yang mempunyai salah satu anggota tiri, mempunyai penuturan terbalik dari apa yang di terapkan sebelumnya. Terkadang, pernikahan yang dilakukan untuk keduakalinya adalah perwujudan usaha untuk mencapai keluarga yang lebih harmonis.

(13)

keluarga dengan ayah tiri atau ibu tiri sebab perceraian mempunyai kepribadian yang rusak, memandang negatif sebuah pernikahan, dan berpotensi melakukan kejahatan.

Kasus penganiayaan oleh ibu tiri yang terjadi di tahun 2015 beberapa diantaranya terjadi hanya karena hal kecil, seperti yang terjadi di daerah Situbondo Jawa Timur pada Rabu (8/4) terjadi penganiayaan pada anak oleh ibu tiri berupa pukulan dan cubitan di beberapa bagian tubuh anak. penganianyaan terjadi sebab anak meminta sarapan sebelum berangkat sekolah sedangkan ibu tiri tidak menyiapkan makanan melainkan secara langsung mencubit dan memukul anak (Metro, diakses pada 09 April 2015, pukul 09:09 WIB).

Kasus lain yang terjadi di Jakarta, 25 Maret 2015 yaitu penganiayaan yang dilakukan ibu tiri kepada anak karena anak memiliki indra keenam. Ibu tiri menyetrika pipi anak dengan alasan anak sering bermain di luar (Metro, diakses pada 25 Maret 2015, pukul 22.00 WIB). tindakan penganiayaan oleh ibu tiri membuat dongeng dan mitos tentang kekejaman ibu tiri menjadikan sebuah keyakinan dalam diri masyarakat bahwa ibu tiri adalah orang yang jahat dan penuh dengan kekerasan.

(14)

dan meminta makan kepada ayah tirinya. Kejadian tersebut terjadi tanpa sepengetahuan ibu korban (Metro, diakses pada 01 Oktober 2015, pukul 20.02 WIB)

Mitos kekejaman ibu tiri banyak di gambarkan dalam cerita anak-anak yaitu Hansel dan Gretel, Cinderella, Putri Salju yang dalam hal ini di gambarkan kedengkian dan rasa cemburu terhadap harta dan kekayaan juga kecantikan yang dimiliki anak tiri dari suami yang menikah dengannya sehingga ibu tiri menganiaya. Namun kali ini, kekejaman tidak hanya di jatuhkan pada ibu tiri, ayah tiri juga mempunyai label yang sama di masyarakat. Kekerasan secara fisik dan seksual kerap terjadi antara anak dan ayah tiri. Akibatnya, banyak orangtua yang tidak menggunaan istilah “tiri” sebagai suatu langkah agar tidak membentuk persepsi negatif pada

anak sehingga anak mampu menemukan identitas diri yang sebenarnya serta hubugan kekeluargaan dapat terjalin harmonis (Widiastuty, 2006)

Keharmonisan dalam keluarga dengan ayah tiri atau ibu tiri dapat di dukung dengan sebuah kerelaan tanpa syarat oleh anak menerima kehadiran ayah tiri atau ibu tiri dalam keluarga.

(15)

Coopersmith (dalam Walgito 1993 : 10 – 11) menyatakan bahwa penerimaan anak dicerminkan dalam perhatian orang tua terhadap anak, tanggap kebutuhan dan keinginan anak, adanya kasih sayang dan kehangatan orang tua dengan anak

Penelitian yang dilakukan Richard (2000) menemukan bahwa penerimaan yang baik dari anak terhadap ayah tiri atau ibu tiri akan mempermudah dalam berkomunikasi dengan anak. Proses komunikasi yang lancar antara anak dengan ayah atau ibu tiri menumbuhkan kedekatan hubungan diantara kedua belah pihak sehingga meminimalisir ketidaknyamanan dalam keluarga.

(16)

kandungnya dan merebut harta ayah kandungnya (Cole, 2004). Wawancara serupa juga dilakukan oleh peneliti pada 20 Oktober 2015 yng berinisial DK (14) yang mengungkapkan hubungannya dengan ayah tiri. DK benar-benar menolak ketika ibu DK menginginkan untuk menikah lagi. Saat pertama ibu DK menikah kembali setelah satu tahun meninggalnya ayah kandung DK, DK masih tidak menganggap ayah tiri DK sebagai ayahnya. DK merasa ibunya kasih sayang ibu DK tidak lagi untuk DK dan adiknya, namun berdasarkan penjelasan DK semakin bertambah usia DK, DK memahami bahwa seorang ibu membutuhkan suami sebagai kepala keluarga dan memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga.

Salah satu faktor yang mempengaruhi penerimaan (acceptance) adalah pola asuh masa kecil yang baik (Hurlock, 1974). Pola asuh orang tua akan mempengaruhi karakter anak hingga dewasa. Agama Islam mengharuskan orang tua mengajarkan anak-anak untuk menghormati siapapun yang lebih tua dari mereka, tidak mudah su’udzon dan selalu bersikap sopan. Jika setiap orang tua menanamkan nilai-nilai agama sejak dini, maka tentu tidak akan ada bentuk penolakan yang berarti dan pikiran-pikiran negatif anak terhadap sosok orang tua tiri.

(17)

tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai penerimaan atau penolakan oleh anak dengan melakukan penelitian yang berjudul “Penerimaan Anak Terhadap Kehadiran Ayah Tiri (Studi

Kasus Pada Anak Yang Mempunyai Ayah Tiri)”.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan di atas maka fokus penelitian yang akan diungkap dalam penelitian ini adalah

1. Bagaimana penerimaan anak terhadap kehadiran ayah tiri? 2. Apa sebab penerimaan anak terhadap kehadiran ayah tiri?

C. Tujuan

Penelitian ini bermaksud mengkaji lebih dalam dan mempelajari secara ilmiah:

1. Untuk menggambarkan penerimaan anak terhadap kehadiran ayah tiri.

2. Untuk menemukan sebab-sebab penerimaan anak terhadap kehadiran ayah tiri.

D. Manfaat

Adapun Manfaat dalam penelitian ini adalah menambah pengetahuan penulis tentang hal yang diteliti secara teoritis maupun secara praktis:

(18)

dalam memahami penerimaan seorang anak terhadap kehadiran ayah tiri. Dan juga memberikan masukan bagi penelitian selanjutnya.

2. Secara praktis, penulis berharap bahwa penelitian ini bermanfaat bagi masyarakat untuk menjelaskan secara empiris tentang penerimaan seorang anak terhadap kehadiran ayah tiri. Memberikan masukan bagi anak yang mempunyai ayah tiri dalam memandang dan menentukan sikap terhadap ayah tiri.

E. Keaslian Penelitian

Untuk mendukung penelitian ini, peneliti menemukan beberapa kajian riset terdahulu menenai variabel penerimaan yang dijadikan sebagai pedoman dalam penelitian ini. penelitian mengenai penerimaan anak terhadap kehadiran ayah tiri memang belum banyak dilakukan.

Penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan antara lain, yaitu:

Penelitian yang dilakukan oleh Francessa (2004) yang berjudul implication of remarriage and step family formation for mariage

education. Pada pernikahan pertama, sebuah keluarga mempunyai

(19)

yang di terapkan sebelumnya. Terkadang, pernikahan yang dilakukan untuk keduakalinya adalah perwujudan usaha untuk mencapai keluarga yang lebih harmonis. Usia anak ketika mengikuti pernikahan kedua oleh salah satu dari orangtuanya menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hubungan kedekatan anak dengan ayah tiri atau ibu tiri. Ketika anak berusia muda, penerimaan anak akan lebih besar untuk ayah tiri atau ibu tirinya. Namun,apabila usia anak telah menginjak remaja, anak akan sulit beradaptasi dengan ayah tiri atau ibu tirinya. Bagaimanapun juga, keadaan kelekatan orang tua tiri tidak melebihi orang tua kandung.(Fine, Coleman & Ganong, 1998: dalam Francessa, 2004).

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah adanya pengerucutan dalam pengambilan fokus penelitian, penelitian yang dilakukan peneliti hanya kepada ayah tiri sedangkan penelitian sebelumnya terfokus kepada keduanya yaitu ayah tiri dan ibu tiri. Kesamaan lainnya dalam penentuan usia anak, penelitian ini menemukan bahwa usia anakremaja, penerimaan jauh lebih sulit terjadi dibandingkan dengan anak yang masih di bawah usia remaja.

(20)

peneliti kali ini adalah metode penelitian menggunakan studi kasus dan catatan lapangan. Sedangkan perbedaannya adalah subjek penelitiannya yaitu anak dengan ayah tiri.

Penelitian yang dilakukan oleh Dorothy (1995) dalam bukunya yang berjudul “When Your Father Remarries” mengatakan bahwa anak

yang memiliki ibu tiri akan melalui proses yang sangat panjang untuk dapat menerima kehadiran ibu tiri setelah kematian ibu kandungnya. Yaitu anak mengalami posisi dimana anak akan mengenang semua kebaikan-kebaikan yang pernah dilakukan ibu kandung, anak mengalami sakit hati dengan keinginan ayah untuk mengganti posisi ibu kandungnya serta anak memiliki potensi keinginan untuk mencari sosok ayah yang baru. Kesamaan pada penelitian ini adalah penelitian dilakukan untuk mengetahui proses penerimaan seorang anak kepada kehadiran orang lain di dalam keluarga setelah kematian salah satu orang tuanya. Perbedaannya adalah jika di penelitian ini mengambil menggunakan fokus kepada ibu tiri, sedangkan penelitian yang dilakukan peneliti adalah berfokus kepada ayah tiri.

(21)

tersebut akan berdampak pada rendahnya harga diri (selfesteem), adanya perasaan marah (anger), malu (shame) karena berbeda dengan anak-anak lain dan tidak dapat mengalami pengalaman kebersamaan dengan seorang ayah yang dirasakan anak-anak lainnya. Kehilangan peran ayah juga menyebabkan seorang anak akan merasakan kesepian (loneliness), kecemburuan (envy), selain kedukaan (grief) dan kehilangan (lost) yang amat sangat, yang disertai pula oleh rendahnya kontrol diri (selfcontrol), inisiatif, keberanian mengambil resiko (risk taking), dan psychology well-being, serta kecenderungan memiliki neurotik.

Penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yang berjudul “Penerimaan Anak Terhadap Kehadiran Ayah Tiri (Studi Kasus Pada

Anak Yang Mempunyai Ayah Tiri)” kali ini berbeda dengan penelitian

(22)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Penerimaan (Acceptance)

Penerimaan merupakan dasar bagi setiap orang untuk dapat menerima kenyataan hidup, semua pengalaman baik atau buruk. Penerimaan ditandai dengan sikap positif, adanya pengakuan atau penghargaan terhadap nilai-nilai individual tetapi menyertakan pengakuan terhadap tingkah lakunya (Kubler Ross, 1969).

Kubler Ross (1969) mendefinisikan sikap penerimaan (acceptance) terjadi bila seseorang mampu menghadapi kenyataan daripada hanya menyerah pada tidak adanya harapan. Menurut Kubler Ross (dalam teori Kehilangan/Berduka), sebelum mencapai pada tahap penerimaan individu akan melalui beberapa tahapan yakni, tahap denial, anger, bargainning, depression, dan acceptance.

1. Tahap denial (penolakan) Penolakan biasanya hanyalah pertahanan sementara bagi individu. Perasaan ini umumnya diganti dengan kesadaran yang tinggi tentang saat seseorang dihadapkan dengan beberapa hal seperti pertimbangan keuangan, urusan yang belum selesai dan kekhawatiran mengenai kehidupan anggota keluaraga lain nantinya.

(23)

mengakui bahwa penolakan tidak dapat dilanjutkan. Karena rasa marah, membuat orang sangat sulit untuk peduli. Banyak invidu yang melambangkan kemarahan dalam kehidupan dengan tunduk pada kebencian dan kecemburuan.

3. Tahap bargainning (tawar-menawar) Tahap ketiga ini melibatkan harapan bahwa entah bagaimana individu dapat menunda sesuatu. Pada tahapan ini individu bernegoisasi untuk kehidupan yang lebih panjang dengan mempertimbangkan informasi-informasi yang di dapatkan. Biasanya, negosiasi ini diperpanjang dengan kekuatan yang lebih besar dalam pertukaran gaya hidup.

4. Tahap depression (depresi) Selama tahap keempat ini, individu mulai memahami kepastian, karena hal inilah individu mungkin menjadi lebih banyak diam, menolak orang lain dan menghabiskan banyak waktu untuk menangis dan berduka. Proses ini memungkinkan orang untuk melepaskan diri dari rasa cinta dan kasih sayang. Tidak dianjurkan untuk mencoba menghibur individu yang berada pada tahap ini. Ini adalah waktu yang penting dalam berduka yang memerlukan proses.

5. Tahap acceptance (penerimaan) Pada tahapan ini, individu mulai hadir dengan kedamaian dan rasa cinta. Individu mulai menerima kenyataan-kenyataan yang terjadi di dalam hidupnya.

(24)

yang pasti akan dilalui. Seringkali, individu akan mengalami beberapa langkah berulang-ulang. Seorang individu tidak seharusnya memaksakan proses yang dilaui, Proses duka adalah hal yang sangat personal dan sebaiknya tidak dipercepat (atau diperpanjang). Kebanyakan orang tidak siap menghadapi duka, karena seringkali, tragedi terjadi begitu cepat, dan tanpa peringatan. Individu harus bekerja keras melalui proses tersebut hingga akhirnya sampai pada tahap Penerimaan.

Menurut Johnson dan Medinnus (1967) penerimaan didefinisikan sebagai “pemberian cinta tanpa syarat sehingga

penerimaan anak terhadap orantua tercermin melalui adanya perhatian yang kuat, cinta kasih terhadap anak serta sikap penuh kebahagiaan dalam mengasuh anak”. Sedangkan menurut Coopersmith, 1967(dalam Walgito 1993 : 165) penerimaan anak terungkap melalui “perhatian pada anak, kepekaan terhadap kepentingan anak, ungkapan

kasih sayang dan hubungan yang penuh kebahagiaan dengan anak”.

Serta pernyataan Coopersmith 1967 (dalam Walgito, 1993:10–11) menyatakan pula penerimaan anak dicerminkan dalam perhatian orang tua terhadap anak, tanggap kebutuhan dan keinginan anak, adanya kasih sayang dan kehangatan orang tua dengan anak

(25)

persyaratan ataupun penilaian. Menurut Safaria (2005) faktor-faktor yang menyebabkan cepat atau tidaknya seseorang menerima suatu keadaan yang tidak sesuai dengan harapannya pada dasarnya tidak lepas dari penafsiran orang tersebut terhadap peristiwa yang dialaminya. Seringkali kita cenderung melihat suatu peristiwa dari sisi yang negatif dan jarang sekali kita melihatnya dari sisi positif.

Terdapat ciri-ciri orang yang menerima orang lain dijelaskan oleh Suhriana (2011) yaitu mempunyai keyakinan akan kemampuan untuk menghadapi kehidupan, menganggap orang lain berharga, berani memikul tanggung jawab terhadap perilakunya, menerima pujian atau celaan secara objektif, dan tidak menyalahkan atas keterbatasan dan tidak pula mengingkari kelebihan orang lain.

Ciri-ciri penerimaan yang diungkapkan oleh Suhriana (2011) merupakan ciri-ciri yang mudah untuk di ketahui pada individu. Individu tersebut dapat dikatakan menerima orang lain apabila individu telah menghadapi kehidupan dengan segala kemampuannya, menganggap bahwa orang lain itu sangat berharga

Engel, 1964 (dalam Hidayat, 2006) menuturkan proses penerimaan mempunyai beberapa fase yang dapat diaplokasikan pada seseorang yang sedang berduka maupun menjelang ajal.

(26)

malas, atau pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik termasuk pingsan, diaporesis, mual, diare, detak jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan kelelahan.

2. Fase kedua yaitu berkembangnya kesadaran. Seseorang mulai merasakan kehilangan secara nyata dan mungkin mengalami putus asa. Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi, dan kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi.

3. Fase ketiga yaitu restitusi. Pada fase ini seorang akan berusaha mencoba untuk sepakat atau damai dengan perasaan yang hampa atau kosong, karena kehilangan masih tetap tidak dapat menerima perhatian yang baru dari seseorang yang bertujuan untuk mengalihkan kehilangan seseorang.

4. Fase keempat yaitu menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap seoang yang meninggal. Bisa merasa bersalah dan sangat menyesal tentang kurang perhatiannya di masa lalu terhadap almarhum.

5. Fase kelima yakni kesadaran kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai diketahui dan disadari. Sehingga pada fase ini diharapkan seseorang sudah dapat menerima kondisinya. Kemudian kesadaran baru telah berkembang.

(27)

melakukan penolakan dengan kenyataan dan menunjukkan sikap yang negatif terhadap perilaku sehari-hari, kemudian pada fase kedua individu mulai menyadari keterpurukannya dan kemudian individu mengalami pikiran kosong pada fase ketiga. Fase keempat individu menekan seluruh perasaan negatif yang muncul hingga mencapailah individu pada fase penerimaan.

Teori lain yang di kemukakan oleh Rando (1993) membagi definisi respon berduka menjadi 3 katagori:

1. Penghindaran Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya.

2. Konfrontasi Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara berulang-ulang melawan kehilangan mereka dan kedukaan mereka paling dalam dan dirasakan paling akut.

3. Akomodasi Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut dan mulai memasuki kembali secara emosional dan sosial dunia sehari-hari dimana klien belajar untuk menjalani hidup dengan kehidupan mereka.

(28)

Pada teori ini penghindaran dan penolakan akan takdir yang di terima individu terjadi pada kategori pertama, kemudian individu mengalami luapan emosi sampai pada fase akut dan individu mulai mengakomodasi dan secara bertahap individu dapat menerima kenyataan hidupnya.

B. Ayah Tiri

(29)

kerena setiap keluarga memiliki kondisi-kondisi tertentu yang berbeda corak dan sifatnya antara keluarga yang satu dengan keluarga yang lain.

Menurut Teori Talcott-Parson (1979) peran ayah bertolak pada aspek instrumental dan peran ekspresi parental yaitu penerapan dari social learning theory. Ayah merupakan peran instrumental, yaitu ayah

merupakan alat yang mempunyai fungsi yang menghubungkan keluarga ke masyarakat. Hal ini karena ayah secara tradisional kurang terkait dalam kesibukan dibanding dengan ibu dan lebih sering bekerja diluar rumah. Talcott (1979) memandang bahwa peran ayah yang membawa masyarakat ke dalam rumah dan rumah ke dalam masyarakat (Latipun, 2005: 216-217)

(30)

anak dan kemampuan daya juang pada anak. dibedakannya antara keterlantaran pera ayah terhadap keluarga yaitu apabila ayah meninggal, cerai, atau pisah. Pada anak yang mempunyai ayah cerai pengaruh negatif pada anak lebih menonjol. Hal ini terlihat lebih jelas pada anak laki-laki di bandingkan dengan anak perempuan, tetapi apabila anak perempuan sudah menginjak remaja, maka terlihat pengaruh ketidakmampuan anak perempuan untuk bergaul dengan anak laki-laki.

Pengaruh kehilangan ayah terhadap anak perempuan akan mengakibatkan anak tersebut kelak mengalami banyak kegagalan untuk dapat mencapai orgamus. Hal ini mungkin di sebabkan karena kebencian anak perempuan terhadap laki-laki. Anak yang mendapat kurang kasih sayang ayah akan mudah mengalami depresi. Namun demikian pada keluarga yang tampak utuh juga dapat terjadi depresi yang biasa dinamakan depresi terselubung. Hal itu disebabkan apabila fungsi ayah ataupun ibu tidak sebagaimana mestinya (Moeljono, 1999:217)

Dalam hukum Islam orang yang terikat akad nikah dengan ibu kandung, maka secara hukum ia menjadi ayah dari anak-anaknya. Sehingga kedudukan ayah baik disebabkan karena keturunan atau pertalian akad nikah, tidak ada perbedaan hukum dalam mendidik dan berinteraksi dengan anak-anaknya. hal ini Allah swt. tegaskan dalam al-Qur’an Surat An-nisa: 22-23.

“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah

(31)

Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki;

anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang

perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu)

isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan

menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (23)

(32)

Banyak orang tidak melihat peran ayah yang sebenarnya di dalam keluarga, berikut adalah tugas pokok ayah yang di kemukakan oleh (Gunarsa, 1995: 32) adalah sebagai berikut:

1. Ayah sebagai pencari nafkah: Sebagai tokoh utama yang mencari nafkah untuk keluarga. Mencari nafkah merupakan suatu tugas yang berat. Pekerjaan mungkin dianggap hanya sebagai suatu cara untuk memenuhi kebutuhan utama dan kelangsungan hidup. Padahal melihat pekerjaan seorang ayah, ibu mempunyai jangkauan lebih jauh. Anak yang melihat ibu dan ayah bekerja, atau ayah saja yang bekerja akan melihat bahwa tanggung jawab dan kewajiban harus dilaksanakan secara rutin. Dengan demikian, anak tahu bahwa kewajiban dan tanggung jawab harus dilaksanakan tanpa paksaan.

2. Ayah sebagai suami yang penuh pengertian akan memberi rasa aman

(33)

ibu dan hubungan timbal balik mereka, anak belajar bagaimana ia kelak harus memperlihatkan pola hubungan bila ia menjadi seorang istri.

4. Ayah sebagai pelindung atau tokoh yang tegas, bijaksana, mengasihi keluarga. Seorang ayah adalah pelindung dan tokoh otoritas dalam keluarga, dengan sikapnya yang tegas dan penuh wibawa menanamkan pada anak sikap-sikap patuh terhadap otoritas, dan disiplin. Ayah dalam memberikan tugas kepada anak perlu melihat kemampuan anak untuk bisa menyelesaikan tugas itu. Dengan kemampuan menyelesaikan tugasnya, anak mengetahui kemampuan dan batas-batasnya. Ayah dengan sikap wibawanya sering menjadi wasit dalam memelihara suasana keluarga sehingga mencegah timbulnya keributan akibat perselisihan dan pertengkaran dalam keluarga. Ayah yang diharapkan lebih rasional, biasanya lebih adil dan konsisten sebagai wasit.

(34)

posisi ini seseorang yang memutuskan mengambil peranan sebagai ayah tiri adalah wajib untuk menyadari bahwa anak tiri ini adalah mahluk-mahluk yang layak mendapat perhatian sesuai porsinya.

C. Penerimaan Anak Terhadap Kehadian Ayah Tiri

Diketahui penjelasan sebelumnya penerimaan merupakan sikap seseorang yang menerima orang lain apa adanya secara keseluruhan, tanpa disertai persyaratan ataupun penilaian. Dapat di pahami bahwa penerimaan merupakan sebuah sikap kerelaan seseorang terhadap sesuatu yang di peroleh tanpa adanya beban terhadap sesuatu tersebut. seseorang yang menerima akan hadirnya orang lain dalam kehidupannya mempunyai keyakinan akan kemampuan untuk menghadapi kehidupan bersama seseorang yang hadir. Seseorang dapat di katakan menerima orang lain apabila menganggap orang lain yang hadir adalah berharga, berani memikul tanggung jawab terhadap perilakunya. (Sheerer dalam Cronbach, 1963) Apabila seseorang telah mencapai pada penerimaan, seseorang akan dapat menerima pujian atau celaan secara objektif, dan tidak menyalahkan atas keterbatasan dan tidak pula mengingkari kelebihan orang lain.

(35)

Kubler Ross (dalam teori Kehilangan/Berduka), sebelum mencapai pada tahap penerimaan individu akan melalui beberapa tahapan yakni, tahap denial, anger, bargainning, depression, dan acceptance

1. Tahap denial (penolakan) Penolakan biasanya hanyalah pertahanan sementara bagi individu.

2. Tahap anger (marah) pada tahapan ini individu memutuskan untuk melanjutkan penolakan sehingga individu berada dalam posisi dimana kebencian dan kemarahan berada dalam diri individu. Pada posisi ini juga timbul kebencian dan kedengkian yang menjadikan individu menginginkan derita yang di alami juga akan terjadi pada orang lain yang diinginkan.

3. Tahap bargainning (tawar-menawar) Tahap ketiga ini melibatkan harapan bahwa entah bagaimana individu dapat menunda sesuatu. Pada tahapan ini individu bernegoisasi untuk kehidupan yang lebih panjang dengan mempertimbangkan informasi-informasi yang di dapatkan.

(36)

5. Tahap acceptance (penerimaan) Pada tahapan ini, individu mulai hadir dengan kedamaian dan rasa cinta. Individu mulai menerima kenyataan-kenyataan yang terjadi di dalam hidupnya.

Melalui tahapan-tahapan tersebut, individu dapat dikatakan telah menerima situasi dan keadaan yang ada pada kehidupanya. Setiap individu memiliki tahapan yang berbeda dan kemampuan yang berbeda dalam menghadapi, sehingga setiap tahapan dilalui dapat terlewati dengan cepat maupun lambat.

Menurut Rohner (2004) Penerimaan anak terhadap kehadiran ayah tiri dalam kehidupan keluarga memberikan kontribusi baik bagi keluarga. Sikap menerima anak menghadirkan konstitusi yang bukan hanya untuk keluarga dan orang tua melainkan lingkungan sosial, relasi dengan lingkungan sekitar. Penerimaan anak berkaitan dengan kerelaan mengungkapkan pikiran, perasaan, dan reaksi kepada orang lain serta penerimaan terhadap hadirnya ayah tiri.

(37)

(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memahami dan mengeksplorasi secara lebih dalam penerimaan (acceptance) anak terhadap hadirnya ayah tiri setelah kematian ayah kandung. Proses penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan metode studi kasus. Penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah dimana peneliti adalah sebagai instrumen utama dalam pencapaian data. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan trangulasi, analisa data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi (Sugiyono, 2008). Moleong (2010) mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian, misalnya, perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lainnya. Secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Tujuan peneliti menggunakan penelitian kualitatif dengan metode studi kasus adalah untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang dan interaksi lingkungan sesuatu unit sosial.

(39)

atau khas dari keseluruhan personalitas. Subjek penelitian dapat berupa individu, kelompok, lembaga, maupun masyarakat. Tujuan studi kasus adalah untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari studi kasus, ataupun status dari individu, yang kemudian dari sifat-sifat diatas akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum. Berkaitan dengan penelitian ini, pendekatan studi kasus di anggap lebih sesuai karena penelitian ini dilakukan untuk mengetahui penerimaan anak terhadap kehadiran ayah tiri.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil setting lokasi penelitian pada 3 tempat yang berbeda. Pada subjek pertama, penelitian dilakukan di tempat tinggal subjek di daerah Rungkut, Surabaya. Pada Subjek kedua, penelitian dilakukan di tempat tinggal dan taman sekolah. Tempat tinggal subjek berada di daerah Jemursari, Surabaya begitu juga sekolah subek. Mengingat rumah adalah tempat dimana seseorang lebih banyak untuk menghabiskan waktu bersama keluarga, hal ini menjadi pertimbangan peneliti agar dapat lebih banyak dan lebih mudah dalam mendapatkan informasi baik secara wawancara maupun observasi yang berkenaan dengan penerimaan anak terhadap kehadiran ayah tiri

C. Sumber Data

(40)

adalah data tambahan seperti dokumen, catatan harian dan data-data lainnya.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian kali ini terbagi atas dua data, yaitu:

1. Data primer adalah data yang dikumpulkan dan diperoleh peneliti secara lansung dari subjek penelitian. Data dapat berupa kata-kata atau tindakan subjek yang di amati. Data primer yang peneliti gunakan adalah data yang di dapatkan dari hasil wawancara dengan Subjek pertama, Subjek kedua, ayah tiri subjek pertama, ibu kandung subjek pertama dan subjek kedua, serta teman dekat subjek kedua.

2. Data sekunder adalah data yang dapat memberikan informasi dan dapat digunakan sebagai pendukung, dimana data tersebut diperoleh dari hasil kegiatan orang lain, dalam hal ini peneliti tidak mengusahakan sendiri secara langsung, melainkan diperoleh melalui dokumen-dokumen, catatan harian, dan laporan (Moleong, 1990). Dokumen-dokumen dan laporan yang dimaksudkan disini adalah data yang di peroleh peneliti melalui catatan hasil wawancara dan observasi serta peneliti akan melakukan uji tes grafis sebagai pelengkap data apabila di perlukan.

Adapun yang dijadikan peneliti sebagai sasaran sumber data dalam penelitian ini adalah seorang anak memenuhi karakteristik antara lain: 1. Mempunyai dan tinggal bersama ayah tiri dalam kurun waktu 1 sampai

(41)

mengungkapkan beberapa tahapan yang di lalui individu untuk mencapai pada suatu tahap penerimaan. Maka dalam proses tersebut di butuhkan waktu yang panjang untuk melalui setiap tahapan, oleh karena itu peneliti menentukan waktu lama tinggal anak dengan ayah tiri yaitu antara 1 tahun sampai 5 tahun.

2. Anak berusia antara 13-16 tahun, sebab usia anak ketika mengikuti pernikahan kedua oleh salah satu ayah atau ibu adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hubungan kedekatan ayah tiri dengan anak . Ketika anak berusia muda ketika mengikuti pernikahan kedua oleh salah satu dari orangtuanya menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hubungan kedekatan anak dengan ayah tiri atau ibu tiri. Namun, apabila usia anak telah menginjak remaja, anak akan sulit beradaptasi dengan ayah tiri atau ibu tirinya. Bagaimanapun juga, keadaan kelekatan orang tua tiri tidak melebihi orang tua kandung. (Fine, Coleman & Ganong, 1998: Francessa, 2004). Oleh karena itu, hubungan kedekatan anak dengan ayah tiri dapat mempengaruhi sikap penerimaan anak terhadap kehadiran ayah tiri.

(42)

Adapun kriteria utama significant other (informan) adalah sebagai berikut:

1. Memiliki kedekatan dengan subjek

2. Telah mengenal subjek dan mengetahui keseharian subjek.

[image:42.595.137.517.256.620.2]

Pengambilan subjek dalam penelitian ini dilakukan dengan cara memilih subjek berdasarkan kriteria-kriteria yang telah di tentukan oleh peneliti. Dengan pengambilan secara purposif (berdasarkan kriteria tertentu sesuai tujuan penelitian). Pengambilan sampel secara purposif maka peneliti menemukan subjek yang sesuai dengan tema penelitian sebagai berikut:

Tabel 1

Deskripsi subjek:

Kharakteristik DA SG

Usia 14 tahun 16 tahun

Jenis kelamin Perempuan Laki-laki

Status dalam keluarga Anak pertama dari dua bersaudara

Anak pertama dari tiga bersaudara

Pendidikan SMP SMA

Lama tinggal bersama

ayah tiri ± 3 tahun ± 2 tahun

(43)
[image:43.595.141.517.117.542.2]

Tabel 2

Deskripsi informan: Nama

inisial Usia Jenis kelamin Status

Pekerjaan

NS 36 tahun Perempuan Ibu kandung

DA

Karyawan pabrik

SN 45 tahun Laki-laki Ayah tiri DA Satpam

TP 38 tahun Perempuan Ibu kandung SG

Ibu rumah tangga

SK 17 tahun Laki-laki Teman dekat

SG

Pelajar

Pelaksanaan wawancara mendalam diawali dengan mencari partisipan sesuai kriteria, seteah pertisipan di temukan dan menyatakan kesediaan di dukung dengan pengisian nformed consent, peneliti mulai membangun rapport untuk keperluan wawancara pada pertemuan berikutnya.

(44)

partisipan, serta menjelaskan adanya jaminan kerahasiaan identitas dan informasi yang diberikan oleh partisipan.

D. Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah cara untuk memperoleh bahan-bahan yang relevan. Menurut Hadi (1990:136) agar dalam penelitian ini memperoleh data yang valid, maka metode pengumpulan data yang digunakan adalah:

1. Wawancara

Wawancara merupakan proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan dalam mana dua orang atau lebih bertatap muka, mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan-keterangan (Narbuko, 1998:83). Teknik pengumpulan data ini mendasarkan pada laporan tentang diri sendiri atau self-report, atau setidaknya pada pengetahuan atau keyakinan pribadi.

(45)

wawancara mengutarakan cerita pengalaman, ide-ide dan pendapat pada peneliti secara langsung.

Topik yang akan di ungkap dalam wawancara penelitian ini yaitu:

a. Informasi terkait peristiwa kehilangan ayah kandung subjek

1) Gambaran reaksi fisik awal ketika subjek mengalami trauma berdasarkan subjek sendiri dan juga berdasarkan ibu kandung subjek serta teman dekat subjek.

2) Riwayat problem subjek dengan ibu kandung dan ayah tiri.

b. Informasi tentang riwayat lingkungan subjek yang mencakup:

1) Hubungan subjek dengan ibu kandung 2) Hubungan subjek dengan ayah tiri

3) Hubungan subjek dengan saudara kandung 2. Dokumentasi

(46)

E. Analisis Data dan Intepretasi Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data berdasarkan tema, memilah-milah menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistensikan, menentukan dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan yang akan dipelajari dan memutuskan apa yang dapat dipublikasikan pada orang lain (Moleong, 2005:248). Langkah-langkah yang digunakan untuk analisis data sebagai berikut:

1. Menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber 2. Mengkategorisasikan data yang diperlukan

3. Menyusun latar belakang

4. Menyusun intepretasi hasil observasi dan wawancara 5. Membuat dinamika psikologis dan menganalisa 6. Menarik kesimpulan.

F. Keabsahan Data

(47)

telah diperoleh dan untuk menghindari keraguan yang nantinya akan mempersulit dalam proses analisis data dan keabsahan data. Wawancara tetap dilakukan dalam bentuk non-formal atau fleksibel. Tujuannya agar data tambahan yang ditargetkan mampu diungkapkan oleh subjek dengan mudah tanpa ada beban tentang isi wawancara itu sendiri.

Pada proses observasi, peneliti melakukan pengamatan berulang yang bertujuan untuk memperoleh data tambahan yang tidak diperoleh sebelumnya. Observasi ini dilakukan pada waktu-waktu tertentu yang memungkinkan peneliti untuk melihat secara langsung dan mengamati aktifitas subjek.

Sedangkan dokumentasi lapangan dilakukan hanya untuk mendukung data observasi dan wawancara yang di bentuk dalam data benda atau dokumen. Jika dalam proses observasi di lapangan ditemukan hal-hal yang dianggap sangat penting dalam mendukung data penelitian, maka dokumentasi yang berperan. Seperti bentuk keseharian aktifitas subyek di lingkungan rumah. Sehingga memungkinkan antara observasi dengan dokumentasi dapat dikroscek langsung. Hal ini bertujuan untuk meminimalkan kesalahan atas ketidakabsahan data.

Teknik keabsahan data yang dilakukan dalam penelitian kualitatif ini adalah melalui beberapa cara yakni:

(48)

menjadikan subjek dan informan dengan suka rela mengungkapkan informasi-informasi yang di butuhkan peneliti. Oleh karena itu, peneliti melakukan wawancara pada subyek penelitian secara bertahap.

2. Ketekunan pengamatan peneliti terhadap kondisi subjek dalam keseharian dan interaksi subjek dengan orang tua subjek. Ketekunan pengamatan ini dilakukan untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan terhadap persoalan yang sedang peneliti cari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.

(49)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Subjek

1. Subjek pertama

Adalah DK seorang anak perempuan yang berusia 14 tahun. DK mempunyai bentuk tubuh yang sedikit gemuk dengan tinggi badan 146 cm dan berat badan 48 kg serta mempunyai kulit berwarna sawo matang. DK merupakan anak pertama dari 2 bersaudara pasangan menikah ibu NS dan almarhum ayah, dan sekarang mempunyai ayah tiri yaitu SN. adik DK saat ini berusia 9 tahun.

DK di kenal sebagai anak yang ceria dan pemalu. DK juga dikenal sebagai anak yang suka menolong dan cepat tanggap pada lingkungan yang ada di sekitarnya apabila membutuhkan bantuannya. Namun ketika ada sesuatu hal yang tidak cocok dengan suasana hatinya, DK akan marah dan setelah itu diam dan mengabaikan orang-orang yang ada di dekatnya.

(50)

asli penduduk Lamongan, DK terlahir di Lamongan dan di besarkan di Surabaya. Sebelum bertempat tinggal di daerah Rungkut Surabaya, DK sekeluarga tinggal di daerah Waru Sidoarjo, yang juga rumah kos. Setelah ayah DK meninggal dunia, DK berpindah tempat tinggal di daerah Rugkut bersama dengan ayah Tiri, ibu dan adik perempuannya.

Saat ini DK duduk di kelas 3 SMP. Keseharian DK adalah bersekolah yang lokasinya tidak jauh dari tempat tinggal DK. Aktivitas DK ketika libur sekolah hanya berada di dalam rumah dan menonton televisi dengan adik perempuannya. Ibu DK bekerja sebagai buruh sebuah pabrik swasta di daerang rungkut. Berangkat di pagi hari dan pulang ketika sore hari. Sedangkan ayah tiri DK saat ini bekerja sebagai penjual dawet keliling. Sebelumnya ayah tiri DK bekerja sebagai security sebuah pabrik, namun telah berhenti karena kesehatannya berkurang.

(51)

2. Subjek kedua

Subjek kedua berinisial SG, seorang anak laki-laki yang berusia 16 tahun. SG mempunyai kulit sawo matang berambut ikal berwarna hitam kecoklatan dan tinggi badan 167 cm.

SG adalah anak pertama dari tiga bersaudara. SG mempunyai satu adik laki-laki yang kini berusia 11 tahun dan satu adik perempuan yang masih berumur 5 tahun. SG adalah keturunan dari darah Gresik dan Madura, namun di lahirkan di Surabaya dan di besarkan di surabaya. Almarhum ayah SG adalah orang Gresik, dan ibu kandung SG adalah keturunan Madura asli.

Ayah SG adalah seorang Angkatan Laut. Namun pada tahun 2011 ayah SG mengalami sakit sehingga pensiun dari pekerjaannya dan menjadi seorang jagal (penyembelih hewan). Sampai pada akhirnya meninggal dunia pada akhir tahun 2012. Ibu SG bekerja sebagai baby sister diwaktu-waktu tertentu. SG dan orang tua bertempat tinggal di Tambak Sari Surabaya. Satu tahun setelah meninggalnya ayah SG, ibu nya menikah lagi dan pindah tempat tinggal di daerah Jemur Sari Surabaya.

B. Deskripsi Temuan Penelitian

1. Temuan pada subjek pertama

(52)

karena subjek tidak mau laki-laki tersebut menggantikan posisi almarhum ayah kandung subjek.

Diperkuat dengan transkrip wawancara oleh subjek:

“aku gak gelem mbak punya ayah lagi, pas iku aku sampek nangis, aku emoh nek ibukku kawin maneh. Aku yo emoh Om SN dadi ayahku, ayahku yo ayahku”.( CHW.DK.221215.7.hal.70)

Subjek mendapatkan pengertian dan penjelasan dari kerabat dan ibu subjek bahwa ibu menikah lagi tidak hanya keinginan ibu semata, tujuan ibu menikah lagi adalah untuk membantu perekonomian keluarga dan biaya sekolah subjek dan adik subjek, sehingga pada proses ini subjek berpikir dalam dirinya sendiri bahwa subjek harus rela dan ikhlas untuk menerima kehadiran ayah tiri dalam keluarga.

Diperkuat dengan transkrip wawancara oleh subjek dan ibu subjek:

“di jelasno ambek budheku mbak, lek ibukku kawin iku bukan gae ibuk dewe, ibuk kawin maneh iku cek iso biayai aku ambek adekku sekolah”. (CHW.DK.221215.16.hal.72)

“DK awalnya ya marah mbak, trus saya jelaskan lagi kalau ibu menikah itu buat bantu biaya ekonomi keluarga, mbak DK mboten sak aken ibuk ta kalau kerja dewe dolek duwek dewe padahal kemampuane ibuk yo sak mene. Nek ada om iku kan lebih ringan, onok sing biayai adekmu sekolah. Saya jelaskan gitu mbak. Trus saya ceritakan SN itu seperti apa”. (CHW.NS.261215.11.hal.76)

(53)

lain. Pada kondisi tersebut ayah tiri subjek tidak tinggal diam, ayah tiri subjek berusaha untuk menyesuaikan diri dengan subjek dan membangun komunikasi yang baik setiap harinya. Akan tetapi perlakuan baik yang dilakukan oleh ayah tiri subjek diabaikan begitu saja oleh subjek.

Diperkuat dengan transkrip wawancara oleh subjek:

“ngejak omong ngunu mbak, nek atiku lagi enak yo tak jawab i mbak, nek atiku kadong gak enak yo gak tak reken mbak, apen apen gak ero”. (CHW.DK.221215.10.hal.71)

Walaupun begitu ayah tiri subjek tidak menyerah dalam keadaan itu saja, ayah subjek lebih memilih untuk menunggu subjek mempunyai suasana hati yang enak, kemudian perlahan ayah tiri subjek akan mengambil perhatian subjek dengan cara tersendiri.

Diperkuat dengan transkrip wawancara oleh ayah tiri subjek: “itu DK kalau saya tanyai kadang pertanyaan saya di jawab kadang tidak, tapi saya tidak hanya diam begitu saja mbak, saya biarka dulu, saya tunggu sampai posisi dia enakan, baru saya bisa ngajak bicara, apalagi kalau pas ada ibunya. Dia masih menanggapi saya. Kadang kalau saya minta tolong ini itu juga di laksanakan kok mbak, cuman kalau saya katakan itu dia isin-isin. Saya kan laki-laki dewasa yang baru ada di keluarga ini, dan saya harus bisa menyesuaikan dengan anak-anak baru saya. Sudah saya anggap sebagai anak sendiri mbak”( CHW.SN.271215.9.hal.81)

(54)

penjelasan bahwa ayah tirinya merupakan seorang yang baik dan mau bekerja keras demi kelancaran perekonomian keluarga.

Diperkuat dengan transkrip wawancara oleh ibu kandung subjek:

“saya beri pengertian kalau Om SN itu baik sama DK, baik sama ibu, baik sama adek, udah biayai DK sekolah. Om sudah bekerja sampek malam juga masak DK masih manggil ayah dengan panggilan Om.”( CHW.NS.261215.15.hal.77)

Namun di saat-saat tersebut, terkadang terbesit dalam diri subjek mengingat akan kebaikan almarhum ayah kandung selama masa hidupnya. Dan mengingatkan subjek pada peristiwa-peristiwa yang di anggap subjek sangat berharga dan indah untuk di kenang.

Diperkuat dengan transkrip wawancara oleh subjek:

“yo masih iling-ilingen mbak, opo maneh pas ulang tahune ayah winginane. Aku sedih, nangis tapi yo gak tak ketok-ketokno mbak, aku nangis pas sendirian di rumah”.( CHW.DK.271215.3.hal.83)

Mengetahui hal yang sedemikian itu, ibu subjek mencoba untuk menenangkan dan memberikan penjelasan sebagai wujud perhatian dan kasih sayang kepada subjek.

Diperkuat dengan transkrip wawancara oleh ibu kandung subjek:

(55)

Ditemukan bahwa subjek menyikapi ayah tiri subjek dengan kondisi sesuai dengan mood subjek. Apabila subjek sedang merasa keadaan dirinya baik, maka subjek akan menghadapi ayah tiri dengan santai dan nyaman, namun ketika subjek sedang mengalami hari yang buruk, maka siapapun yang berada di dekatnya juga akan mendapatkan perlakuan yang sama dari subjek.

Diperkuat dengan transkrip wawancara oleh subjek:

“ngejak omong ngunu mbak, nek atiku lagi enak yo tak jawab i mbak, nek atiku kadong gak enak yo gak tak reken mbak, apen apen gak ero”. (CHW.DK.221215.10.hal.)

Ditemukan juga bahwa subjek telah menerima kehadiran ayah tiri dalam keluarga namun subjek tetap tidak menganggap ayah tiri subjek sebagai ayah subjek. Subjek menganggap pernikahan ibu kandung subjek dengan ayah tiri subjek hanya untuk membantu perekonomian keluarga dan sebagai penguat dan pelindung di masyarakat.

Diperkuat dengan transkrip wawancara oleh subjek:

“ya yok opo maneh mbak, lah ibukku wes kawin e, lek tak kongkon pisah lak sakno ibukku mbak. Tak pikir-pikir maneh, yowis lah onok om iku nang omah, tapi lek aku di kongkon nyeluk om ayah aku jek gak isok mbak,

“mbuh gak isok ae rasane nang kene iku gak enak blas mbak”( CHW.DK.221215.13.hal.)

(56)

Dk:” emmm, ya penting mbak , tapi aku jik gak

iso nyeluk Om koyok ngunu mbak”(

CHW.DK.221215.24.hal.) 2. Temuan pada subjek kedua

Semenjak meninggalnya ayah kandung subjek, subjek menjadi lebih pendiam dan subjek banyak menghabiskan waktu selain bersekolah dengan bermain bersama teman-temannya.

Diperkuat dengan transkrip wawancara oleh teman subjek: “dia jadi pendiam setelah dulu ayahnya meninggal, apalagi setelah dia punya bapak baru. Tambah jarang cepat pulang mbak. Biasanya dulin dulu sama saya, ngopi di warung, main PS, dulin nang rumahe teman, gitu-gitu mbak, baru pas malem pulang ke rumah. Katanya dia ndak krasan di rumah”( CHW.SK.131215.7.)

Dengan keadaan subjek yang masih bersedih akan meninggalnya ayah subjek, subjek hanya mendapat penguatan dari ibu subjek dan teman dekat subjek.

Diperkuat dengan transkrip wawancara oleh subjek dan teman subjek:

“cumak di kandani sama ibuk mbak, ndak onok sing ngerti perasaanku mbak, kate ngomong-ngomong nang copo yo mek iso ngrasakno dewe aku.” (CHW.SG.291215.33.)

(57)

Keadaan tersebut tidak lama terjadi, setelah satu tahun lebih meninggalnya ayah subjek, ibu subjek menikah lagi dengan seorang laki-laki namun sebagai istri kedua.

Diperkuat dengan transkrip wawancara oleh ibu subjek: “saya menikah lagi karena saya kan kerjanya cuma jadi pembantu dan tidak setiap hari neng, jadi saya butuh uang, kebetulan abah ini saya kenal dari saudara saya orangnya baik, mau menolong saya dan anak-anak saya, jadi saya tidak menolak tawaran baiknya. Tapi saya ketika itu tidak tega menjelaskan ke SG kalau saya ini hanya dijadikan sebagai istri kedua. Lama-kelamaan pasti anak-anak saya akan mengerti kondisinya yang sekarang neng” (CHW.TP.191215.13.)

Subjek awalnya tidak menyetujui dengan pernikahan ibu subjek, karena mengingat posisi ibu subjek yang hanya akan dijadikan sebagai istri kedua. Subjek merasa kasihan dan sangat kecewa kepada ibu subjek.

Diperkuat dengan transkrip wawancara oleh subjek:

aku di kandani kalau bakal bapakku itu masi punya istri, berarti kan ibukku dadi istri kedua mbak.“( CHW.SG.291115.7.)

Ketika itu subjek meninggalkan rumah selama beberapa hari hingga melewati hari pernikahan ibu subjek yang subjek tidak mengetahui apakah pernikahan itu benar terjadi atau dibatalkan.

(58)

Diperkuat dengan treanskrip wawancara oleh subjek dan teman subjek:

“minggat aku mbak, mari di omongi ibukku

gitu” (CHW.SG.291115.12.)

“iya mbak, dia menginap di rumah saya beberapa hari, saya tanyai kenapa, dia jawab dia sebentar lagi punya status sebagai anak tiri. Mangkanya dia kabur kesini biar pernikahannya tidak jadi. Walaupun temanku ini ndak menghadiri ternyata ibuknya tetep ajah nikah sama bapaknya” (CHW.SK.301215.)

Subjek yang mengetahui hal tersebut marah dan sangat kecewa dengan ibu subjek. Ibu subjek ketika itu memberikan penjelasan dan pengertian kepada subjek bahwa ibu tidak bisa membatalkan rencana pernikahan yang sebelumnya sudah diberitahukan kepada subjek karena sebelumnya ibu subjek dan pihak suami telah merencanakan di jauh hari dan telah mendapat restu dari keluarga.

Diperkuat dengan transkrip wawancara oleh subjek dan ibu subjek:

“gak marah tok mbak, campur kecewa. Lah yok opo, muleh-muleh aku ketemu wonge, aku langsung ae mlebu kamar” (CHW.SG.291115.)

(59)

tidak mungkin minta ke almarhum ayahmu, adanya ya abahmu yang sekarang ini nak, saya bilang gitu neng” (CHW.TP.191215.16.)

Subjek mencoba untuk menjalani kehidupan dengan ayah tiri subjek. Subjek saat ini sudah membiasakan hidup dengan ayah tiri seperti keluarga lainnya

Diperkuat dengan transkrip wawancara oleh subjek:

P: sikapnya pyn kalau ketemu ayah sekarang itu bagaimana?

SG:biasa ae

P: biasa aja? Kayak ngobrol gitu?

SG:ndak mbak, biasa, kalau ketemu ya biasa, kalau aku di tanya baru aku njawab.

P: iya, biasanya itu seperti apa dek? Bisa di gambarkan ta

SG:kayak kalau aku pulang sekolah, kan jarang-jarang di rumah ce orange, kalau makan pas bareng ya biasa, kalau aku di jak ngomong yo tak jawab, lek gak yo aku meneng ae

(CHW.SG.291115.25-27)

Ayah tiri subjek tidak setiap hari berada di rumah karena ayah tiri subjek mempunyai rumah dengan istri yang pertama di tempat yang sedikit jauh dari rumah subjek. Selain ittu, ayah tiri subjek mempunyai usaha dealer motor yang cukup besar.

Diperkuat dengan transkrip wawancara oleh subjek ibu subjek:

(60)

“abah itu jarang di rumah ini, kalau pulang kesini biasanya hari rabu sama kamis, hari sabtu kesini juga jarang. Kalau selain hari itu biasanya saya yang minta abah kesini entah benahin kran, lemari, apa ajah kalau lagi perlu”

(CHW.TP.191215.19.)

Bagaimanapun keadaannya, kini subjek harus bisa menerima kehadiran ayah tiri subjek atas permintaan ibu subjek. Karena subjek merasa sangat sayang kepada ibu subjek.

Diperkuat dengan transkrip wawancara oleh subjek:

nikah lagi gak papa mbak, tapi bukan jadi istri kedua, aku sayang ibuk mbak, aku kasihan, iya kalau istri pertamanya tau, kalau tidak, pasti tambah akeh masalah”( CHW.SG.291115.10)

C. Analisis Temuan Penelitian

1. Analisis Temuan pada subjek pertama

(61)

seorang ayah di masyarakat, dan kekhawatiran mengenai kehidupan ibu subjek dan adiknya nantinya.

Ketika ibu subjek dan keluarga memberikan banyak penjelasan dan banyak pengertian tentang baiknya mempunyai ayah lagi, pada titik inilah subjek menemukan pertentangan yang hebat dalam dirinya, pada satu sisi subjek yang masih tak menyukai sosok ayah tiri subjek, pada sisi lain, ibu dan adik subjek sudah bisa menerima dan subjek dapat melihat kedekatan ibu dan adiknya kepada ayah tiri. Pada proses ini subjek mempertimbangkan dengan keadaan yang sekarang dan subjek mencoba untuk menerima dan pasrah akan ketentuan Tuhan yang telah mengambil ayah kandungnya dan menggantikan dengan ayah tiri yang sama sekali tidak di kenal subjek. Proses inilah subjek mengalami tahapan tawar-menawar untuk membuka kehidupan barunya dengan ayah tiri.

(62)

baru. Karena berdasarkan ungkapan pada teori Kubler-rosse individu membutuhkan proses ketika berduka dan pada tahapan depresi ini individu akan melepaskan semua perasaan yang ada.

Setelah subjek melewati masa-masa kesedihan selama satu tahun lebih, subjek mendapatkan kehidupan yang sebenarnya. Subjek mulai hadir dalam kehidupan dengan kedamaian dan rasa cinta. Subjek mulai menerima keadaan keluarga dan subjek menerima hadirnya ayah tiri subjek di dalam keluarga. Individu mulai menerima kenyataan-kenyataan yang terjadi di dalam hidupnya.

2. Analisis Temuan pada subjek kedua

(63)

pertimbangan penjelasan dari keluarga, keadaan perekonomian keluarga, pentingnya peran seorang ayah di masyarakat, dan kekhawatiran mengenai kehidupan ibu subjek dan adik-adiknya nantinya.

Ketika ibu subjek dan keluarga memberikan banyak penjelasan dan banyak pengertian tentang pentingnya peran ayah dalam keluarga, pada titik inilah subjek menemukan pertentangan yang hebat dalam dirinya, pada satu sisi subjek yang masih tidak menyukai sosok ayah tiri subjek, pada sisi lain, ibu dan adik-adik subjek sudah bisa menerima dan subjek dapat melihat kedekatan ibu dan adiknya kepada ayah tiri. Pada proses ini subjek mempertimbangkan dengan keadaan yang sekarang dan subjek mencoba untuk menerima dan pasrah akan ketentuan Tuhan yang telah mengambil ayah kandungnya dan menggantikan dengan ayah tiri. Proses inilah subjek mengalami tahapan tawar-menawar untuk membuka kehidupan barunya dengan ayah tiri.

Dalam perjalanan subjek melawati hari di kehidupan bersama dengan keluarga dan anggota yang baru, subjek mulai memahami kenyataan-kenyataan yang harus dihadapi subjek. Ketika peristiwa ini terjadi, subjek menjadi lebih banyak diam dan tidak menghiraukan keadaan di sekitarnya.

(64)

Subjek mulai hadir dalam kehidupan dengan kedamaian dan rasa cinta. Subjek mulai menerima keadaan keluarga dan subjek menerima hadirnya ayah tiri subjek di dalam keluarga. Individu mulai menerima kenyataan-kenyataan yang terjadi di dalam hidupnya.

D. Pembahasan

Setiap manusia mempunyai sikap penerimaan yang berbeda-beda. Penerimaan akan di peroleh individu apabila telah melalui beberapa tahapan yang sulit dan hanya individu itu sendiri yang dapat menyelesaikan permasalahannya. Pada prosesnya, Kubler-ross mengatakan individu akan melewati masa penolakan terhadap kenyataan, kemarahan, proses tawar-menawar, berduka, dan akhirnya mencapai pada penerimaan. Seringkali, individu akan mengalami beberapa langkah berulang-ulang. Seorang individu tidak seharusnya memaksakan proses yang dilaui, Proses duka adalah hal yang sangat personal dan sebaiknya tidak dipercepat (atau diperpanjang). Kebanyakan orang tidak siap menghadapi duka, karena seringkali, tragedi terjadi begitu cepat, dan tanpa peringatan. Individu harus bekerja keras melalui proses tersebut hingga akhirnya sampai pada tahap Penerimaan.

(65)

penolakan dengan kenyataan dan menunjukkan sikap yang negatif terhadap perilaku sehari-hari, kemudian pada fase kedua individu mulai menyadari keterpurukannya dan kemudian individu mengalami pikiran kosong pada fase ketiga. Fase keempat individu menekan seluruh perasaan negatif yang muncul hingga mencapailah individu pada fase penerimaan.

Pada kedua subjek yang di temukan oleh peneliti, subjek pertama (DK) mengalami masa yang hampir sama dengan subjek yang kedua (SG), hanya saja, pada subjek kedua tidak melewati tahapan depresi. Kedua subjek mengalami pertentangan yang hebat ketika di hadapkan dengan keadaan yang memaksa subjek menerima kehadiran ayah tiri. Menurut Lederer, pada anak yang mempunyai ayah meninggal pengaruh negatif pada anak akan terlihat menonjol. Akan terlihat lebih jelas pada anak laki-laki di bandingkan dengan anak perempuan, tetapi apabila anak perempuan sudah menginjak remaja, maka terlihat pengaruh ketidakmampuan anak perempuan untuk bergaul dengan anak laki-laki.

(66)

Untuk sampai pada tahapan penerimaan subjek akan melalui beberapa tahapan seperti yang telah di kemukakan oleh Kubler-rosse dkk, pada penelitian ini, peneliti menemukan tahapan pertama yaitu subjek melakukan penolakan terhadap permintaan ibu untuk menikah lagi. Sebuah tahapan dimana subjek melakukan pertahanan sementara agar pernikahan tidak terjadi dan posisi ayah tidak tergantikan dengan orang lain. Namun perasaan yang di alami subjek diganti dengan kesadaran yang tinggi dari dirinya sendiri ketika subjek dihadapkan dengan pertimbangan penjelasan dari keluarga, keadaan perekonomian keluarga, pentingnya peran seorang ayah di masyarakat, dan kekhawatiran mengenai kehidupan ibu subjek dan adiknya nantinya.

(67)

subjek mempertimbangkan dengan keadaan yang sekarang dan subjek mencoba untuk menerima dan pasrah akan ketentuan Tuhan yang telah mengambil ayah kandungnya dan menggantikan dengan ayah tiri yang sama sekali tidak di kenal subjek. Proses inilah subjek mengalami tahapan tawar-menawar untuk membuka kehidupan barunya dengan ayah tiri.

(68)

mempunyai beban hidup. Karena berdasarkan ungkapan pada teori Kubler-rosse individu membutuhkan proses ketika berduka dan pada tahapan depresi ini individu akan melepaskan semua perasaan yang ada.

(69)

BAB V

PENUTUP

Pada bagian ini akan di sampaikan hasil-hasil pokok penelitian yang merupakan hasil kesimpulan penelitian, serta saran-saran atau rekomendasi yang diajukan.

A. Kesimpulan

Penerimaan adalah sikap seseorang yang menerima orang lain apa adanya secara keseluruhan, tanpa disertai persyaratan ataupun penilaian. Penerimaan anak akan kehadiran ayah tiri dalam keluarga memberikan tantangan kehidupan bagi anak yang memiliki kehidupan sulit dalam keluarga. anak dihadapkan pada kondisi dimana anak harus memutuskan dan menerima keadaan hidupnya secara positif.

Sesuai dengan fokus penelitian yang digunakan sebagai dasar untuk penelitian terdapat beberapa tahapan sehingga sampai pada penerimaan.

(70)

adik DK. Sebab-sebab DK menerima kehadiran ayah tiri dalam keluarga adalah karena DK menganggap pernikahan yang telah terjadi hanya untuk meringankan keadaan ekonomi keluarga serta peran ayah tiri DK hanya sebagai pelengkap dalam kehidupan masyarakat.

2. Sedangkan pada subjek kedua, SG mencapai pada penerimaan dengan melalui beberapa tahapan yaitu melalui tahapan penolakan dan marah terhadap pernikahan kedua ibu kandung, mempertimbangkan (bargainning) akan kehadiran ayah tiri dan ibu berada pada posisi sebagai istri kedua, dan sampai pada tahapan penerimaan. Sebab-sebab SG menerima kehadiran ayah tiri dalam keluarga adalah atas dasar kasih sayang dan rasa kasihan SG kepada ibu kandung dan adik-adiknya.

B. Saran

Sebagai akhir dari laporan penelitian ini, akan di sampaikan atau direkomendasikan yang ditujukan untuk:

(71)

untuk menganggap berharga seorang ayah baik ayah kandung maupun ayah tiri yang ada di dalam keluarga karena ayah memiliki peran yang besar dan berharga di dalam keluarga.

2. Keluarga yang memiliki saudara, teman, ataupun tetangga yang memiliki latarbelakang seperti yang dialami DK dan SG agar selalu di berikan dukungan yang positif, agar mereka menjadi pribadi yang positif, bangkit dari keadaan yang terpuruk. Juga di berikan motivasi dan pemahaman bahwa sikap nenerima dengan kerelaan hati akan berbuah positif dan Tuhan akan memberikan balasan tersendiri terhadap kebesaran hati untuk menerima orang lain. 3. Pada peneliti selanjutnya:

a. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tahapan penerimaan dan sebab-sebab penerimaan oleh anak terhadap kehadiran ayah tiri dalam keluarga. oeh sebab itu perlu dilakukan penekanan terhadap observasi partisipan dan observasi tidak terstruktur, agar tidak hany

Gambar

Tabel 1: Deskripsi Subjek ...............................................................................
  Tabel 1 Deskripsi subjek:
 Tabel 2

Referensi

Dokumen terkait

Di samping terus diupayakan dikeluarkannya kesepakatan berkekuatan hukum antara kedua belah pihak mengenai tenaga kerja asing, KBRI di Singapura telah mengoptimalkan

memiliki NPWP dan telah memenuhi kewajiban perpajakan tahun pajak terakhir (SPT tahunan Tahun 2015) atau Peserta dapat mengganti persyaratan ini dengan menyampaikan Surat

Keadaan „katabolik‟ ini juga banyak menggunakan hormon adrenalin (epinerpin) dan kortikosteroid tubuh. Selama tidur, t erjadi keadaan sebaliknnya yaitu „anabolik‟,

Oleh karena itu penulis mencoba untuk menerapkan metode perkiraan pertumbuhan konsumsi energi listrik untuk menanggulangi kenaikan pertumbuhan beban di masa yang

Layanan responsif merupakan pelayanan bantuan bagi para mahasiswa yang memiliki kebutuhan atau masalah yang memerlukan bantuan (pertolongan) segera. Pelayanan ini

Pada penelitian sebelumnya telah dihasilkan rancangan peta strategi yang memuat tujuan-tujuan strategis ( strategic objectives ) dan indikator ( lead dan lag ) dari

Lambu Kabupaten Bima, akan selalu di lestarikan, kapanca tersebut merupakan warisan budaya lokal yang secara turun- temurun dan kemudian diwariskan kepada generasi

Rubrik ini digunakan fasilitator untuk menilai hasil kerja menganalisis keterkaitan KI dan KD dengan indikator pencapaian kompetensi dan materi pembelajaran sesuai lembar