• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEDIA DAKWAH KH. MIFTACHUL MUNIR DI PONDOK PESANTREN SENI AS-SALIM DALAM PEMBINAAN AKHLAK SANTRI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MEDIA DAKWAH KH. MIFTACHUL MUNIR DI PONDOK PESANTREN SENI AS-SALIM DALAM PEMBINAAN AKHLAK SANTRI."

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

RAGA BAGUS SATRIYA

NIM. B01213019

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM

JURUSAN KOMUNIKASI

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi

Komunikasi, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Sunan Ampel Surabaya.

Kata Kunci : Media Dakwah, Pembinaan Akhlak, Seni

Penelitian dalam skripsi ini dilatar belakangi oleh ketertarikan penulis pada

keunikan dari beberapa faktor, yakni pesantrennya, santrinya dan juga gaya

berdakwah Kyainya. KH. Mifachul Munir menamai pondok pesantrennya dengan

embel-embel “seni”. Hal ini dikarenakan keahlian dan hobi beliau dalam bidang

seni, baik seni musik maupun seni lukis. Para santri yang dibina oleh KH.

Miftachul Munir mayoritas adalah anak yatim dan yatim piatu. Anak yatim

maupun yatim piatu biasanya identik dengan kata “nakal”. Dari kenakalan

tersebut, KH. Miftachul Munir mencoba menarik perhatian mereka pada bidang

seni, baik seni musik maupun seni lukis yang bernuansa Islami.

Rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah 1) Bagaimana proses

penerapan media dakwah KH. Miftachul Munir dalam membina akhlak santri? 2)

Apa saja kelebihan dan kekurangan media dakwah KH. Miftachul Munir dalam

membina akhlak santri?

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan mengambil lokasi di

pondok pesantren

As-Salim

Kemiri Sidoarjo. Pengumpulan data dilakukan dengan

pengamatan langsung (observasi), wawancara, dan dokumentasi. Analisis data

yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, dengan pola pikir

induktif. Adapun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan fenomenologi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) KH. Miftachul Munir dalam

melaksanakan aktivitas dakwanya menggunakan media dakwah seni yakni seni

musik dan seni lukis islami. Proses dakwah KH. Miftachul Munir dalam membina

akhlak santri berawal dari usaha beliau mendirikan pondok pesantren

As-Salim

sebagai wadah pengkajian ilmu agama serta sarana pembinaan akhlak yang kian

memburuk di daerah tersebut. 2) Kelebihan media dakwah seni adalah masih

sangat jarang diaplikasikan oleh khalayak dalam pembinaan akhlak santri.

Sedangkan kekurangannya adalah tidak semua

da’i

mampu menerapkan seperti

dakwah yang dilakukan oleh KH. Miftachul Munir. Dibutuhkan pengetahuan dan

skill

yang bagus dalam penguasaan bidang seni.

(7)

ix

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI ... iv

LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah ... 1

B.

Rumusan Masalah ... 6

C.

Tujuan Penelitian ... 6

D.

Manfaat Penelitian ... 6

E.

Konseptualisasi ... 7

F.

Sistematika Pembahasan ... 9

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN

A.

Kerangka Teoritik ... 11

1.

Media Dakwah ... 11

2.

Pembinaan Akhlak ... 27

3.

Teori Pembaruan Agama ... 34

B.

Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 36

BAB III METODE PENELITIAN

A.

Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 42

B.

Subjek Penelitian ... 44

C.

Jenis dan Sumber Data ... 44

D.

Tahap-Tahap Penelitian ... 46

E.

Tehnik Pengumpulan Data ... 49

F.

Tehnik Analisis Data ... 51

G.

Tehnik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 53

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

A.

Setting Penelitian ... 56

1.

Gambaran Umum Pondok Pesantren Seni

As-Salim

... 56

2.

Biografi K.H. Miftachul Munir ... 61

B.

Penyajian Data ... 63

1.

Perjalanan Dakwah KH. Miftachul Munir ... 63

2.

Mencuri Hati dengan Media Dakwah Seni ... 67

C.

Temuan Penelitian dan Analisis Data ... 75

(8)

x

B.

Saran ... 86

DAFTAR PUSTAKA

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

LAMPIRAN-LAMPIRAN

(9)

1

Dakwah merupakan proses yang berkesinambungan yang ditangani oleh para pengembang dakwah untuk mengubah sasaran dakwah agar bersedia masuk ke jalan Allah, dan sasaran bertahap menuju pada kehidupan yang Islami. Suatu proses yang berkesinambungan adalah suatu proses yang bukan insidental atau kebetulan, melainkan benar-benar direncanakan, dirumuskan, dan dievaluasi secara terus menerus oleh pengembang dakwah dalam rangka mengubah perilaku sasaran dakwah sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah direncanakan atau dirumuskan.4

Sasaran dakwah harus dirumuskan agar dakwah dapat dilakukan secara efisien, efektif, dan agar sesuai dengan kebutuhan. Bisa berdasarkan usia, tingkat pendidikan dan pengetahuan, tingkat sosial ekonomi, dan pekerjaan, tempat tinggal, dan lain sebagainya.5

Menurut Syeikh Muhammad al-Khadir Husain, dakwah adalah menyeru manusia kepada kebajikan dan petunjuk serta menyuruh kepada kebajikan dan melarang kemungkaran agar mendapat kebahagiaan dunia dan akhirat.6

Dakwah adalah suatu istilah yang sangat dikenal dalam dunia Islam. Dakwah dan Islam merupakan dua bagian yang tak terpisahkan satu dengan yang lainnya, karena Islam tidak akan tumbuh dan berkembang tanpa adanya dakwah. Dakwah Islam meliputi wilayah yang luas dalam semua aspek kehidupan. Ia memiliki

4

Didin Hafidhuddin. Dakwah Aktual. (Jakarta : Gema Insani, 1998), h . 77 5

Ibid, h. 79 6

(10)

berbagai ragam bentuk, metode, media, pesan, pelaku, dan mitra dakwah. Kita sendiri tidak bisa terlepas dari kegiatan dakwah, baik sebagai pendakwah maupun sebagai mitra dakwah. Apapun yang berkaitan dengan dengan Islam, kita pastikan ada unsur dakwahnya. Dakwah adalah denyut nadi Islam. Islam dapat bergerak dan hidup karena dakwah.

Aktivitas dakwah sebagai proses komunikasi penyampaian ajaran ideal Islam, selama ini dirasa belum mempunyai power untuk membawa masyarakat kepada perubahan yang lebih baik. Ada banyak faktor yang menjadi penyebabnya, salah satunya adalah karena dakwah yang selama ini dilakukan cenderung kering, impersonal, dan hanya bersifat informatif belaka, beum menggunakan teknik-teknik komunikasi yang efektif.7 Situasi ini merupakan cermin wajah dakwah yang belum berpijak diatas realitas sosial yang ada.8

Beberapa hal yang penting diketahui dalam dakwah adalah, bahwa ada dua segi dakwah yang tidak dapat dipisahkan, tetapi dapat dibedakan, yaitu menyangkut isi dan bentuk, substansi dan forma, pesan dan cara penyampaiannya, esensi dan meode. Proses dakwah menyangkut kedua-duanya sekaligus dan tidak terpisahkan. Hanya saja, perlu disadari bahwa isi, substansi, pesan, dan esensi senantiasa mempunyai dimensi universal yang tidak terikat oleh ruang dan waktu. Dalam hal ini substansi dakwah adalah pesan keagamaan itu sendiri, itulah sisi

7

Toto Tasmara. Komunikasi Dakwah. (Jakarta : PT. Gaya Media Pratama, 1997), h. 15-19 8

(11)

pertama dalam dakwah. Sisi kedua, meskipun tidak kurang pentingnya dalam dakwah, yakni sisi bentuk, forma, cara penyampaian dan metode.9

Selain hal diatas, sebuah media dakwah juga penting untuk dimengerti didalam proses komunikasi dakwah. Membicarakan media dakwah, tentunya tidak lepas dari metode yang dilakukan dalam melakukan dakwah. Pengembangan metode dakwah sangat berkait dengan media yang harus menyertainya. Seorang

da’i misalkan harus mampu memilih media dakwah yang relevan dengan kondisi

mad’u yang telah dipelajari secara komprehensif dan berkesinambungan. Kegiatan

dakwah yang dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi audiens tersebut akan lebih memberikan hasil yang jelas.10

Dalam perkembangan dakwah Islam, pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang mempunyai peran dalam mengembangkan aktivitas dakwah. Hal ini dapat dilihat dari dua fungsi utama pondok pesantren, yaitu sebagai pusat pendidikan dan penyiaran agama Islam. Sepanjang sejarah perjalanan umat Islam (Indonesia), ternyata kedua fungsi utama tersebut telah dilaksanakan oleh pondok pesantren (pada umumnya) dengan baik, walaupun dengan berbagai kekurangan yang ada.

Dari pondok pesantren lahir para juru dakwah, para mu’alim, ustadz, para kiai pondok pesantren, tokoh-tokoh masyarakat, bahkan yang memiliki profesi sebagai pedagang, pengusaha ataupun bidang-bidang lainnya.

9

Ahmad Aras. Paradigma Dakwah Kontemporer. (Semarang : Walisongo Press IAIN Walisongo, 2006), h. 14-16

10

(12)

Seperti halnya pondok pesantren seni As-Salim yang berlokasi di kabupaten Sidoarjo, keberadaan pondok pesantren ini juga memiliki peran aktif dalam melakukan dakwah Islam.

Pondok pesantren seni As-Salim dikenal sebagai pondok “seni”, dikarenakan para santri disana memiliki kemampuan dan keterampilan yang bermacam-macam. Mulai dari seni lukis dan seni musik. Itu semua tidak luput dari intervensi dakwah pimpinan pondok (KH. Miftachul Munir) yang turut membina dan mendidik santri guna menjadi manusia yang kreatif sekaligus bertakwa kepada Allah SWT.

Dari seni lukis, para santri yang memiliki potensi berkarya melalui lukisan diarahkan untuk mempelajari seni lukis yang berkaitan dengan nilai islami. Seperti halnya seni kaligrafi, ornament islami, dan lain sebagainya. Sedangkan yang memiliki potensi bemusik diarahkan kepada aliran musik yang berbau religi, seperti musik banjari, nasyid, dan lain sebagainya.

Santri pondok pesantren seni As-Salim bukan hanya yang bermukim di dalam pondok saja, melainkan banyak pula santri yang bermukim di rumah. Santri yang bermukim di rumah biasanya mengikuti kegiatan pengajian dan istighosah di hari-hari tertentu. Seperti hari-hari Ahad dimana acara istighosah rutinan dan sholat dhuha berjamaah. Dan hari Rabu malam Kamis dimana ada kajian kitab yang dipimpin langsung oleh KH. Miftachul Munir.

(13)

As-Salim yang bermukim di luar (rumah masing-masing) lebih banyak dibandingkan dengan yang bermukim di dalam pondok.

As-Salim bukan hanya pondok pesantren saja, melainkan sebuah yayasan

yang memiliki berbagai lembaga di dalamnya. Seperti TPA (Tempat Penitipan Anak) As-Salim, PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) As-Salim, dan TPQ (Taman Pendidikan al-Qur’an) As-Salim.

Jadi, santri KH. Miftachul Munir tidak hanya para santri yang bermukim di dalam pondok saja, melainkan meliputi para remaja dan anak-anak yatim piatu di area pondok serta para murid PAUD As-Salim yang di didik keislamannya sejak dini.

Penelitian ini dilatar belakangi oleh ketertarikan penulis pada keunikan dari beberapa faktor yang telah disebut diatas, yakni pesantrennya, santrinya dan juga gaya berdakwah Kyainya. KH. Mifachul Munir menamai pondok pesantrennya dengan embel-embel “seni”. Hal ini dikarenakan keahlian dan hobi beliau dalam bidang seni, baik seni musik maupun seni lukis. Para santri yang dibina oleh KH. Miftachul Munir mayoritas adalah anak yatim dan yatim piatu. Anak yatim maupun yatim piatu biasanya identik dengan kata “nakal”. Hal itu terjadi mungkin disebabkan karena hilangnya kasih sayang dan didikan dari orang tua. Dari kenakalan tersebut, KH. Miftachul Munir mencoba menggali potensi mereka di bidang seni, baik seni musik maupun seni lukis yang bernuansa Islami.

(14)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang ingin penulis angkat adalah

1. Bagaimana proses penerapan media dakwah KH. Miftachul Munir dalam membina akhlak santri?

2. Apa saja kelebihan dan kekurangan media dakwah KH. Miftachul Munir dalam membina akhlak santri?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan diadakannya penelitian ini yakni untuk :

1. Memahami dan mendeskripsikan proses penerapan media dakwah KH. Miftachul Munir di pondok pesantren seni As-Salim dalam membina akhlak santri.

2. Mengetahui segala kelebihan dan kekurangan media dakwah KH. Miftachul Munir dalam membina akhlak santri.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan bisa memperkaya khasanah ilmu dakwah dan komunikasi dalam memajukan dakwah Islamiyah. 2. Sedangkan secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi

(15)

E. Konseptualisasi 1. Media Dakwah

Media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti perantara, tengah atau pengantar. Dalam bahasa Inggris media merupakan bentuk jamak dari

medium yang berarti tengah, antara, rata-rata. Dari pengertian ini ahli komunikasi

mengartikan media sebagai alat yang menghubungkan pesan komunikasi yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan (penerima pesan). Dalam bahasa Arab media sama dengan washilah atau dalam bentuk jamak, wasail yang berarti alat atau perantara.

Secara terminologi, media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan komunikator kepada khalayak.11 Wilbur Schramm didalam bukunya Big media Little Media.1977, mendefinisikan media seagai teknologi informasi yang dapat digunakan dalam pengajaran.12

Lebih lanjut beberapa definisi media dakwah dakwah dapat dikemukakan sebagai berikut :

a. A. Hasjmy menyamakan media dakwah dengan sarana dakwah dan menyamakan alat dakwah dengan medan dakwah.

b. Asmuni Syukir, media dakwah adalah segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan dakwah yang telah ditentukan.

c. Wardi Bachtiar, media dakwah adalah peralatan yang digunakan untuk menyampaikan materi dakwah.

11

Hafied Cangara. Pengantar Ilmu Komunikasi. (Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2000), h. 131 12

(16)

d. Mira Fauziyah, media dakwah adalah alat atau sarana yang digunakan untuk berdakwah dengan tujuan supaya memudahkan penyampaian pesan dakwah kepada mad’u.13

2. Pembinaan Akhlak Santri

Pembinaan akhlak adalah usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik.14

Sedangkan akhlak secara etimologi yaitu bentuk jamak dari khuluq yang merupakan akar kata dari khalaqa (menciptakan), khaliq (pencipta), dan makhluq (yang diciptakan), yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.15 Secara terminologis, akhlak menurut Imam Ghozali dalam kitabnya Ihya’

Ulumuddin, beliau menerangkan :“Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa

yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan baik dan buruk, tanpa

membutuhkan pemikiran dan pertimbangan”.16

Definisi tersebut disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan sifat dan amal perbuatan lahir disini ialah sifat dan amal yang dijelmakan oleh anggota lahir manusia, misalnya kelakuan-kelakuan yang dikerjakan oleh mulut, tangan, gerakan badan dan sebagainya. Disamping sifat dan amal lahir, juga akhlak meliputi sifat dan amal batin yaitu yang dilakukan oleh batin manusia yakni hati.

13

Moh. Ali Aziz. Ilmu Dakwah. (Jakarta : Kencana, 2004), h. 403-404 14

Departement Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta : Balai Pustaka, 1994), h. 134

15

Yanuar Ilyas. Kuliah Akhlaq. (Yogyakarta : Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam(LPPI), 2005), h. 1

16

(17)

Agar terwujud akhlak dan perbuatan yang baik, maka perlu diadakan pembinaan. Adapun yang dimaksud pembinaan akhlak adalah cara-cara bagaimana memperbaiki, menanamkan, dan mengembangkan nilai-nilai akhlak untuk meningkatkan budi pekerti anak didik agar nantinya terbentuk suatu kepribadian yang diwarnai akhlak mulia.17

F. Sistematika Pembahasan

Secara garis besar untuk memberikan gambaran pembahasan secara menyeluruh dan sistematis dalam proposal ini, peneliti membaginya dalam lima bab dengan sistematika sebagai berikut:

Pada bab I berisi tentang pendahuluan, yang didalamnya memuat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, konseptualisasi, dan sistematika pembahasan.

Kemudian pada bab II berisi tentang kajian kepustakaan yang didalamnya memuat kajian pustaka, dan penelitian terdahulu yang relevan. Adapun kajian pustaka didalamnya terdapat beberapa ulasan materi seperti media dakwah, pembinaan akhlak, dan teori pembaruan agama.

Sedangkan pada bab III ini menjelaskan tentang metode penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini, didalamnya meliputi, jenis dan pendekatan penelitian, subyek penelitian, jenis dan sumber data, tahap-tahap penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan teknik keabsahan data.

Kemudian bab IV berisi tentang pokok penting dalam penelitian ini, yakni hasil penelitian berupa penyajian dan analisis data. Didalamnya terdapat setting

17

(18)

penelitian yakni tentang sejarah singkat Pondok Pesantren Seni As-Salim Kemiri Sidoarjo serta biografi KH. Miftachul Munir. Pada penyajian data, penulis sajikan proses penerapan media dakwah KH. Miftachul Munir serta kelebihan dan kekurangannya yang berdasarkan pada observasi dan wawancara. Dan yang terakhir dalam bab ini adalah temuan penelitian dan analisis data, yang kami kaitkan dengan teori.

(19)

11 1. Media Dakwah

a. Pengertian Dakwah

Dakwah menurut etimologi (bahasa) berasal dari kata bahasa Arab : da’a –

yad’u – da’watan yang berarti mengajak, menyeru, dan memanggil.18 Arti kata

dakwah seperti ini sering dijumpai atau dipergunakan dalam ayat-ayat al-Qu’an seperti dalam surat al-Baqarah ayat 23 :

























“….Dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang

yang benar”. (QS. Al-Baqoroh : 23)19

Orang yang memanggil, mengajak atau menyeru atau melaksanakan dakwah disebut da‟i jika yang menyeru atau da’inya terdiri dari beberapa orang maka akan disebut du‟ah. Sementara itu dakwah Islami adalah menyeru kejalan Allah yang melibatkan unsur-unsur menyeru, pesan media, metode atau strategi yang diseru, dan tujuan.20

Diantara makna dakwah secara bahasa adalah :

1) An-Nida artinya memanggil; da’a filanun Ika fulanah, artinya si fulan

mengundang fulanah.

18

Samsul Munir Amin. Rekonstruksi Pemikiran Dakwah Islam, (Jakarta, 2008), h. 03 19

Departemen Agama Republik Indonesia. Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta : PT. Syamiil Citra Media), h. 04

20

(20)

2) Menyeru, ad-du’a ila syai’i, artinya menyeru dan mendorong pada sesuatu.

Dalam Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 125 disebutkan bahwa dakwah adalah mengajak manusia kejalan Allah dengan cara yang bijaksana, nasihat yang baik serta berdebat dengan cara yang baik pula.





























































“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran

yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu

Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan

Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS.

An-Nahl : 125)21

Dalam dunia dakwah, orang yang berdakwah biasa disebut Da’i dan orang yang menerima dakwah atau orang yang didakwahi disebut dengan Mad’u.

Dalam pengertian istilah dakwah diartikan sebagai berikut:

a) Prof. Toha Yahya Oemar menyatakan bahwa dakwah Islam sebagai upaya mengajak umat dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan di dunia dan akhirat. b) Syaikh Ali Makhfudz, dalam kitabnya Hidayatul Mursyidin memberikan

definisi dakwah sebagai berikut: dakwah Islam yaitu; mendorong manusia agar berbuat kebaikan dan mengikuti petunjuk (hidayah),

21

(21)

menyeru mereka berbuat kebaikan dan mencegah dari kemungkaran, agar mereka mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat.

c) Hamzah Ya’qub mengatakan bahwa dakwah adalah mengajak umat manusia dengan hikmah (kebijaksanaan) untuk mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya.22

d) Menurut Prof Dr. Hamka dakwah adalah seruan panggilan untuk menganut suatu pendirian yang ada dasarnya berkonotasi positif dengan substansi terletak pada aktivitas yang memerintahkan amar ma’ruf nahi mungkar.

e) Syaikh Muhammad Abduh mengatakan bahwa dakwah adalah menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran adalah fardlu yang diwajibkan kepada setiap muslim.

Dari beberapa definisi di atas secara singkat dapat disimpulkan bahwa dakwah merupakan suatu aktivitas yang dilakukan oleh informan (da’i) untuk menyampaikan informasi kepada pendengar (mad’u) mengenai kebaikan dan mencegah keburukan. Aktivitas tersebut dapat dilakukan dengan menyeru, mengajak atau kegiatan persuasif lainnya.

Dakwah menjadikan perilaku Muslim dalam menjalankan Islam sebagai agama rahmatan lil’alamin yang harus didakwahkan kepada seluruh manusia, yang dalam prosesnya melibatkan unsur: da’i (subyek), maaddah (materi),

thoriqoh (metode), wasilah (media), dan mad’u (objek) dalam mencapai

22

(22)

maqashid (tujuan) dakwah yang melekat dengan tujuan Islam yaitu mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.23

b. Pengertian Media Dakwah

Media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti perantara, tengah atau pengantar. Dalam bahasa Inggris media merupakan bentuk jamak dari

medium yang berarti tengah, antara, rata-rata. Dari pengertian ini ahli komunikasi

mengartikan media sebagai alat yang menghubungkan pesan komunikasi yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan (penerima pesan). Dalam bahasa Arab media sama dengan washilah atau dalam bentuk jamak, wasail yang berarti alat atau perantara.24

Secara terminologi, media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan komunikator kepada khalayak.25 Wilbur Schramm didalam bukunya Big media Little Media.1977, mendefinisikan media seagai teknologi informasi yang dapat digunakan dalam pengajaran.26 Secara bahasa arab media/wasilah yang bisa berarti al-wushlah,at attishad yaitu segala hal yang dapat menghantarkan terciptannya kepada sesuatu yang dimaksud.27

Dari beberapa pendapat di atas maka dapat diberikan pengertian secara rasional dari media dakwah yaitu segala sesuatu yang dipergunakan atau menjadi menunjang dalam berlansungnya pesan dari komunikan (da’i) kepada kalayak. Atau dengan kata lain bahwa segala sesuatu yang dapat menjadi penunjang/alat

23

Wahidin Saputra. Pengantar Ilmu Dakwah, (Jakarta, 2011), h. 1-2 24

Moh. Ali Aziz. Ilmu Dakwah. (Jakarta : Kencana, 2004), h. 403 25

Hafied Cangara. Pengantar Ilmu Komunikasi. (Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2000), h. 131 26

Samsul Munir Amin. Ilmu Dakwah. (Jakarta : Amzah, 2009), h. 113 27

(23)

dalam proses dakwah yang berfungsi mengefektifkan penyampaian ide (pesan) dari komunikator (da’i) kepada komunikan (khalayak).

Pada zaman modern seperti sekarang ini, seperti televisi, video, kaset rekaman, majalah, surat kabar dan yang lain. Dengan banyaknya media yang ada, maka da’i harus dapat memilih media yang paling efektif untuk mencapai tujuan dakwah. Tentunya dengan memilih yang tepat atau dengan prinsip-prinsip media. Adapun yang menjadi masalah disini adalah masalah memilih.

Memilih tentu saja mengandung kosekuensi mengetahui dan menguasai cara memanfaatkan potensi yang dipilihnya. Tidak hanya memilih untuk disimpan atau dibiarkan saja. Karena sekarang adalah era globalisasi informasi, artinya di era tersebut terjadi penghilangan batas ruang dan waktu dari hasil perkembangan teknologi komunikasi. Masalah teknologi komunikasi menjadi penting untuk diupayakan agar para da’i menguasainya, karena pada hakikatnya dakwah adalah proses komunikasi baik media visual, audio, dan lebih penting lagi media audio visual, termasuk televisi.

Dakwah sebagai suatu kegiatan komunikasi keagamaan dihadapkan kepada perkembangan dan kemajuan teknlogi komunikasi yang semakin canggih, memerlukan suatu adapasi terhadap kemajuan itu. Artinya dakwah dituntut untuk dikemas dengan terapan media komunikasi sesuai dengan aneka mad’u (komunikan) yang dihadapi.28 Laju perkembangan zaman berpacu dengan tingkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, tidak terkecualli teknologi komunikasi yang merupakan suatu sarana yang menghubungkan suatu masyarakat dengan

28

(24)

masyarakat di bumi lain. Kecanggihan teknologi komunikasi ikut mempengaruhi seluruh aspek kehidupan manusia termasuk di dalamnya kegiatan dakwah sebagai salah satu pola penyampaian informasi dan upaya transfer ilmu pengethauan.

Hal tersebut menunjukkan bahwa proses dakwah bisa terjadi dengan menggunakan berbagai sarana/media, karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat memungkinkan hal itu. Ilmu pengetahuan dan teknologi sangat berdampak positif sebab dengan demikian pesan dakwah dapat menyebar sangat cepat dengan jangkauan dan tempat yang sangat luas pula.

Dalam suatu proses dakwah, seorang juru dakwah (da’i) dapat menggunakan berbagai sarana atau media. Salah satu unsur keberhasilan dalam berdakwah adalah kepandaian seorang da’i dalam memilih dan menggunakan sarana atau media yang ada.29

Dengan banyaknya media yang ada, maka da’i harus dapat memilih media yang paling efektif untuk mencapai tujuan dakwah. Tentunya dengan memilih yang tepat atau dengan prinsip-prisip media. Adapun yang menjadi masalah disini adalah masalah memilih. Memilih tentu saja mengandung konsekuensi mengetahui dan menguasai cara memanfaatkan potensi yang dipilihnya. Tidak hanya memilih untuk disimpan atau dibiarkan saja. Karena sekarang adalah era globalisasi informasi, artinya di era tersebut terjadi penghilangan batas ruang dan waktu dari hasil perkembangan teknologi komunikasi.

Lebih lanjut beberapa definisi media dakwah dakwah dapat dikemukakan sebagai berikut :

29

(25)

1) A. Hasjmy menyamakan media dakwah dengan sarana dakwah dan menyamakan alat dakwah dengan medan dakwah.

2) Asmuni Syukir, media dakwah adalah segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan dakwah yang telah ditentukan.

3) Wardi Bachtiar, media dakwah adalah peralatan yang digunakan untuk menyampaikan materi dakwah.

4) Mira Fauziyah, media dakwah adalah alat atau sarana yang digunakan untuk berdakwah dengan tujuan supaya memudahkan penyampaian pesan dakwah kepada mad’u.30

Dengan banyaknya media yang ada, maka da’i harus memilih media yang paling efektif untuk mencapai tujuan dakwah. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada waktu memilih media adalah sebagai berikut:

a) Tidak ada satu media pun yang paling baik untuk keseluruhan masalah atau tujuan dakwah. Sebab setiap media memiliki karakteristik (kelebihan, kekurangan, keserasian) yang berbeda-beda.

b) Media yang dipilih sesuai dengan tujuan dakwah yang hendak dicapai. c) Media yang dipilih sesuai dengan kemampuan sasaran dakwahnya. d) Media yang dipilih sesuai dengan materi dakwahnya.

e) Pemilihan media hendaknya dilakukan dengan cara objektif, artinya pemilihan media bukan atas dasar kesukaan da’i.

f) Kesempatan dan ketersediaan media perlu mendapat perhatian.

30

(26)

g) Efektifitas dan efesiensi harus diperhatikan. c. Pembagian Media Dakwah

Pada dasarnya, komunikasi dakwah dapat menggunakan berbagai media yang dapat merangsang indra-indra manusia serta dapat menimbulkan perhatian untuk dapat menerima dakwah. Berdasarkan banyaknya komunikan yang menjadi sasaran dakwah, diklasifikasikan menjadi dua, yaitu media massa dan media nonmassa.

1) Media Massa

Media massa digunakan dalam komunikasi apabila komunikan berjumlah banyak dan bertempat tinggal jauh. Media massa yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari umumnya surat kabar, radio, televisi, dan film bioskop yang beroperasi dalam bidang informasi dakwah.

Keuntungan dakwah dengan menggunakan media massa adalah bahwa media massa menimbulkan keserempakan, artinya suatu pesan dapat diterima oleh komunikan yang jumlahnya relatif amat banyak. Jadi untuk menyebarkan informasi media masa sangat efektif dalam mengubah sikap, perilaku, pendapat komunikan dalam jumlah yang banyak.31

2) Media Non Massa

Media ini biasanya digunakan dalam komunikasi untuk orang tertentu atau kelompok-kelompok tertentu seperti surat, telepon, SMS, telegram, faks, papan

31

(27)

pengumuman, CD, e-mail, dan lain-lain. Semua itu dikategorikan karena tidak mengandung nilai keserempakan dan komunikannya tidak bersifat massal.32

Disadari atau tidak, media dalam penggunaan komunikasi terutama media massa telah meningkatkan intensitas, kecepatan dan jangkauan komunikasi yang dilakukan manusia dalam berbagai hal. Termasuk dalam hal ini tak ketinggalan adalah dalam komunikasi dakwah massa. Media yang terbaik untuk mempopulerkan, mengajarkan, memantapkan, atau mengingatkan sesuatu dalam dakwah, secara terperinci, Hamzah Ya’qub membagi media dakwah itu menjadi lima:

a) Lisan, inilah media dakwah yang paling sederhana yang menggunakan lidah dan suara. Media ini dapat berbentuk pidato, ceramah, kuliah, bimbingan, penyuluhan, dan sebagainya.

b) Tulisan, buku majalah, surat kabar, korespondensi (surat, e-mail, sms), spanduk dan lain-lain.

c) Lukisan, gambar, karikatur, dan sebagainya.

d) Audio visual, yaitu alat dakwah yang dapat merangsang indera pendengaran atau penglihatan dan kedua-duanya. Bisa berbentuk televisi, slide, ohap, internet, dan sebagainya.

e) Akhlak, yaitu perbuatan-perbuatan nyata yang mencerminkan ajaran Islam yang dapat dinikmati dan didengarkan oleh mad’u.33

Sedangkan jika dilihat dari segi penyampaian pesan dakwah, dibagi menjadi tiga golongan yaitu:

32

Ibid, h. 106 33

(28)

a) The spoken words (berbentuk ucapan)

Yang termasuk dalam kategori ini adalah alat yang mengeluarkan bunyi. Karena hanya dapat ditampak oleh telinga dan biasa disebut dengan the audial media da dapat dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari seperti telepon, radio dan lain-lain.34

b) The printed writing (yang berbentuk tulisan)

Yang termasuk didalamnya adalah barang-barang tercetak, gambar-gambar tercetak, lukisan-lukisan, buku, surat kabar, majalah, brosure, pamphlet, dan sebagainya.

c) The audio visual (berbentuk gambar hidup)

Yaitu merupakan penggabungan dari kedua golongan diatas, yang termasuk dalam kategori ini adalah film, video, DVD, CD, dan sebagainya.35

Disamping penggolongan wasilah diatas, wasilah dakwah dari segi sifatnya juga dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu:

Media tradisional, yaitu berbagai macam seni pertunjukan yang

secara tradisonal dipentaskan didepan umum terutama sebagai sarana hiburan yang memiliki sifat komunikatif, seperti ludruk, wayang, drama, lenong dan sebagainya.

Media modern, yang diistilahkan juga dengan “media elektronika”

yaitu media yang dilahirkan dari teknologi. Yang termasuk media modern ini antara lain televise, radio, pers dan sebagainya.36

34

Wahyu Ilaihi. Komunikasi Dakwah. Op.Cit, h. 107 35

(29)

d. Benda sebagai Media Dakwah

Secara umum, media-media benda yang dapat digunakan sebagai media dakwah dikelompokkan menjadi empat:

1) Media Visual

Media visual adalah bahan-bahan atau alat yang dapat dioperasikan untuk kepentingan dakwah melalui indra penglihatan. Yang termasuk dalam media ini diantaranya yaitu:

a) Film Slide

Film slide ini berupa rekaman gambar pada film positif yang telah deprogram sedemikian rupa sehingga hasilnya sesuai dengan apa yang telah diprogramkan. Pengoperasian film slide melalui proyektor yang kemudian gambarnya diproyeksikan pada screen. Kelebihan dari film slide ini adalah mampu memberikan gambaran yang cukup jelas kepada audiensi tentang informasi yang disampaikan seorang juru dakwah.

Disamping itu juga dapat dipakai berulang-ulang sejauh programnya sesuai dengan yang diinginkan. Sedangkan kelemahannya adalah bahwa untuk membuat program melalui film slide diperlukan dalam bidan fotografy dan grafis. Selain itu juga diperlukan ruangan khusus dengan menggunakan aliran listrik.

b) Overhead Proyektor (OHP)

OHP adalah perangkat keras yang dapat memproyeksikan program kedalam screen dari program yang telah disiapkan melalui plastic

36

(30)

transparan. Perangkat ini tepat sekali untuk menyampaikan materi dakwah kepada kalangan terbatas baik sifat maupun tempatnya.

Kelebihan menggunakan media ini adalah program dapat disusun sesuai dengan selera da’i dan apalagi jika diwarnai dengan seni grafis yang menarik. Sedangkan kelemahannya yaitu memerlukan ruangan khusus yang beraliran listrik juga menuntut kreatifitas da’i dalam mengungkapkan informasi melalui seni grafis yang menarik.

c) Gambar dan Foto

Gambar dan foto merupakan dua materi visual yang sering dijumpai dimana-mana, keduanya sering dijadikan media iklan yang cukup menarik seperti surat kabar, majalah dan sebagainya. Dalam perkembangannya gambar dan foto dapat dimanfaatkan sebagai media dakwah. Dalam hal ini, gambar dan foto yang memuat informasi atau pesan yang sesuai dengan materi dakwah. Seorang da’i yang inovatif tentu akan mampu memanfaatkan gambar dan foto untuk kepentingan dakwah dengan efektif dan efisien.

[image:30.612.156.509.262.516.2]
(31)

2) Media Audio

Media audio adalah alat yag dioperasikan sebagai sarana penunjang kegiatan dakwah yang ditangkap melalui indera pendengaran.37

a) Radio

Dalam melaksanakan dakwah, penggunaan radio sangatlah efektif dan efisien. Jika dakwah dilakukan melalui siaran radio dia akan mudah dan praktis, dengan demikian dakwah akan mampu menjangkau jarak komunikan yang jauh dan tersebar. Disamping itu radio mempunyai daya tarik yang kuat. Daya tarik ini ialah disebabkan sifatnya yang serba hidup berkat tiga unsure yang ada padanya yakni music, kata-kata dan efek suara.38

b) Tape Recorder

Tape recorder adalah media elektronik yang berfungsi merekam suara kedalam pita kaset dan dari pita kaset yang telah berisi rekaman suara dapat diplay back dalam bentuk suara. Dakwah dengan tape recorder ini relative mengahabiskan biaya yang murah dan dapat disiarkan ulang kapan saja sesuai kebutuhan. Disamping itu da’i juga dapat merekam program dakwahnya disuatu tempat dan hasil rekamannya dapat disebarkan pada kesempatan lain dan seterusnya.

3) Media Audio Visual

37

Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah Op.Cit, h. 116-120 38

(32)

Media audio visual adalah media penyampaian informasi yang dapat menampilkan unsure gambar dan suara secara bersamaan pada saat mengkomunikasikan pesan dan informasi.39

a) Televisi

Di beberapa daerah terutama di Indonesia masyarakat banyak menghabiskan waktunya untuk melihat televise. Kalau dakwah Islam dapat memanfaatkan media ini dengan efektif, maka secara otomatis jangkauan dakwah akan lebih luas dan kesan keagamaan yang ditimbulkan akan lebih mendalam.40 Program-program siaran dakwah yang dilakukan hendaknya mengenai sasaran objek dakwah dalam berbagai bidang sehingga sasaran dakwah dapat meningkatkan pengetahuandan aktifitas beragama melalui program-program siaran yang disiarkan melalui televisi.

b) Film

Jika film digunakan sebagai media dakwah maka harus diisi misi dakwah adalah naskahnya, diikuti skenario, shooting dan actingnya. Memang membutuhkan keseriusan dan waktu yang lama membuat film sebagai media dakwah. Karena disamping prosedur dan prosesnya lama dan harus professional juga memerlukan biaya yang cukup besar.

Namun dengan media film ini dapat menjangkau berbagai kalangan.41 Disamping itu, secara psikologis penyuguhan secara hidup dan tampak yang dapat berlanjut dengan animation memiliki kecenderungan yang unik dalam keunggulan daya efektifnya terhadap penonton.

39

Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah Op.Cit, h. 119-120 40

Moh. Ali Aziz. Ilmu Dakwah. Op.Cit, h. 152 41

(33)

c) Internet

Dengan media internet dakwah dapat memainkan peranannya dalam menyebarkan informasi tentang Islam keseluruh penjuru, dengan keluasan akses yang dimilikinya yaitu tanpa adanya batasan wilayah, cultural dan lainnya. Menyikapi fenomena ini, Nurcholis Majid mengatakan :

Pemanfaatan internet memegang peranan amat penting, maka umat

Islam tidak perlu menghindari internet, sebab bila internet tidak

dimanfaatkan dengan baik, maka umat Islam sendiri yang akan rugi.

Karena selain bermanfaat untuk dakwah, internet juga menyediakan

informasi dan data yang kesemuanya memudahkan umat untuk bekerja.

Begitu besarnya potensi dan efisiennya yang dimiliki oleh jaringan internet dalam membentuk jaringan dan pemanfaatan dakwah, maka dakwah dapat dilakukan dengan membuat jaringan-jaringan informasi tentang Islam atau sering disebut dengan cybermuslim atau cyberdakwah. Masing-masing cyber tersebut menyajikan dan menawarkan informasi Islam dengan berbagai fasilitas dan metode yang beragam variasinya.42 4) Media Cetak

Media cetak adalah untuk menyampaikan informasi melalui tulisan yang tercetak. Media ini sudah lama dikenal dan mudah dijumpai dimana-mana.

a) Buku

Para ulama salaf telah mempergunakan media buku sebagai media dakwah yang efektif. Bahkan buku-buku dapat bertahan lama, dan

42

(34)

menjangkau masyarakat secara luas menembus ruang dan waktu. Para da’i atau ulama penulis cukup banyak yang telah mengabadikan namanya dengan menulis dan mengarang buku sebagai kegiatan dakwahnya. Seperti halnya Imam Al-Ghazali menulis Ihya’ ‘Ulumuddin, Imam Nawawi menulis Riyadh Ash-Shalihin, dan lain-lain.

b) Surat Kabar

Surat kabar beredar dimana-mana, karena di samping harganya yang murah beritanya juga sangat up to date dan memuat berbagai jenis berita. Surat kabar cepat sekali peredarannya karena jika terlambat beritanya akan

out of date. Dakwah melalui surat kabar cukup tepat dan cepat beredar

melalui berbagai penjuru. Karena itu dakwah melalui surat kabar sangat efektif dan efisien yaitu dengan cara da’i menulis rubrik di surat kabar tersebut misalnya berkaitan dengan rubrik agama.

c) Majalah

Majalah mempunyai fungsi yaitu menyebarkan informasi atau misi yang dibawa oleh penerbitnya. Majalah biasanya mempunyai ciri tertentu, ada yang khusus wanita, remaja, pendidikan, keagamaan, teknologi, kesehatan, olahraga, dan sebagainya. Sekalipun majalah mempunyai cirri tersendiri tetapi majalah masih dapat difungsikan sebagai media dakwah, yaitu dengan jalan menyelipkan misi dakwah kedalam isinya, bagi majalah bertema umum.

(35)

da’i dapat memanfaatkannya dengan cara menulis rubrik atau kolom yang berhubungan dengan dakwah Islam.43

Dengan melihat dari beberapa pembagian media dakwah diatas, maka penulis memfokuskan bahwa obyek dari penelitian ini adalah Pondok Pesantren Seni As-Salim. Karena disebut pesantren seni, maka media dakwah yang digunakan adalah media dakwah seni Islami seperti musik Islami (nasyid, banjari, dll) dan juga seni lukis Islami (kaligrafi, ornament, abstrak, dll).

2. Pembinaan Akhlak

a. Hakikat Pembinaan Akhlak

Pembinaan akhlak adalah usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik.44

Sedangkan akhlak secara etimologi yaitu bentuk jamak dari khuluq yang merupakan akar kata dari khalaqa (menciptakan), khaliq (pencipta), dan makhluq (yang diciptakan), yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.45 Secara terminologis, akhlak menurut Imam Ghozali dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin, beliau menerangkan :

43

Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah Op.Cit, h. 122-124 44

Departement Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta : Balai Pustaka, 1994) h. 134

45

(36)

“Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang dengannya lahirlah

macam-macam perbuatan baik dan buruk, tanpa membutuhkan pemikiran

dan pertimbangan”.46

Definisi tersebut disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan sifat dan amal perbuatan lahir disini ialah sifat dan amal yang dijelmakan oleh anggota lahir manusia, misalnya kelakuan-kelakuan yang dikerjakan oleh mulut, tangan, gerakan badan dan sebagainya. Disamping sifat dan amal lahir, juga akhlak meliputi sifat dan amal batin yaitu yang dilakukan oleh batin manusia yakni hati.

Agar terwujud akhlak dan perbuatan yang baik, maka perlu diadakan pembinaan. Adapun yang dimaksud pembinaan akhlak adalah cara-cara bagaimana memperbaiki, menanamkan, dan mengembangkan nilai-nilai akhlak untuk meningkatkan budi pekerti anak didik agar nantinya terbentuk suatu kepribadian yang diwarnai akhlak mulia.47

b. Langkah-langkah Pembinaan Akhlak

Beribadah merupakan pengabdian seorang hamba kepada Tuhannya (Allah Swt). Dalam mewujudkan pengabdianya manusia berusaha untuk senantiasa bersih atau suci dari segala dosa-dosa yang melekat pada diri manusia. Upaya-upaya tersebut sudah banyak dilakukan oleh mereka yang ingin dekat dengan Allah Swt. Salah satunya adalah pembinaan akhlak yang

46

Ibid, h. 02 47

(37)

dalam pembahasan ini lebih ditekankan pada pembinaan akhlak melalui

Tarbiyah Dzatiyah, Tarbiyah al-Nafs dan Halaqah Tarbawiyah.48

Disinilah para ahli perjalanan kepada Allah mengambil langkah pendekatan diri pada Tuhannya dengan cara muraqabah, muhasabah,

musyarathah, mujahadah dan mu’tabah, dimana cara seperti ini sebagai salah

satu sarana tazkiyatun nafs.

Ada beberapa tahapan mempersiapkan diri (murabathah) dalam

bertazkiyah yang memiliki keterkaitan erat satu sama lain dan membangun

sistem pengawasan serta penjagaan yang kokoh. Kesemua tahapan tersebut penting dijalani agar benar-benar menjadi “safety net” (jaring pengaman) yang menyelamatkan manusia dari keterperosokan dan keterpurukan di dunia serta kehancuran di akhirat nanti. Tahapan tersebut terbagi dalam enam maqam (tingkatan), yaitu:

1) Musyarathah (Penetapan Syarat)

Penetapan syarat adalah permulaan seseorang melakukan suatu kegiatan. Sebagai contoh tuntutan orang-orang yang terlihat dalam kongsi perdagangan, ketika melakukan perhitungan, adalah selamatkan keuntungan. Sebagaimana pedagang meminta bantuan kepada sekutu dagangnya lalu menyerahkan harta kepadanya agar memperdagangkan kemudian memperhitungkannya.

48

(38)

Demikian pula akal, ia merupakan pedagang di jalan akhirat. Apa yang menjadi tuntutan dan keuntungan tidak lain adalah tazkiyatun nafs karena dengan hal itulah keberuntungannya. Allah berfirman:

“Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” Karena keberuntungan tidak lain adalah amal shalih.49

2) Muraqabah (Pengawasan)

Muraqabah atau perasaan diawasi adalah upaya menghadirkan

kesadaran adanya muraqabatullah (pengawasan Allah). Istilah ini diterapkan pada konsentrasi penuh waspada, dengan segenap jiwa, pikiran dan imajinasi, serta pemeriksaan yang dengannya sang hamba mengawasi dirinya sendiri dengan cermat.50 Dengan kata lain muraqabah adalah upaya diri untuk senantiasa merasa terawasi oleh Allah (muraqabatullah). Jadi upaya untuk menghadirkan muraqabatullah dalam diri adalah dengan jalan mewaspadai dan mengawasi diri sendiri.

3) Muhasabah (Intropeksi)

Muhasabah adalah menganalisa terus menerus atas hati berikut

keadaannya yang selalu berubah. Muhasabah juga berarti usaha seorang Muslim untuk menghitung, mengkalkulasi diri seberapa banyak dosa yang telah dilakukan dan mana-mana saja kebaikan yang belum dilakukannya. Selama muhasabah, orang yang merenung pun memeriksa gerakan hati

49

Said Hawa, Al-Mustakhlas fi Tazkiyah al- Anfus, Cetakan ke 8 , Terj.Annur Rafiq Shaleh Tahmid, (Jakarta: Rabani Press, 2004), h. 134

50

(39)

yang paling tersembunyi dan paling rahasia. Dia menghisab dirinya sendiri sekarang tanpa menunggu hingga Hari Kebangkitan.

Jadi muhasabah adalah sebuah upaya untuk selalu menghadirkan kesadaran bahwa segala sesuatu yang dikerjakannya tengah dihisab, dicatat oleh Malaikat Raqib dan Atid sehingga ia pun berusaha aktif menghisab dirinya terlebih dulu agar dapat bergegas memperbaiki diri.51

4) Mu’aqabah (Menghukum Diri atas Segala Kekurangan)

Selain sadar akan pengawasan (muraqabah) dan sibuk mengkalkulasi diri, maka perlu meneladani para sahabat dan salafus-shaleh dalam

meng’iqab (menghukum atau menjatuhi sanksi atas diri mereka sendiri).

Bila Umar r.a terkenal dengan ucapan: “Hisablah dirimu sebelum kelak engkau dihisab”, maka mu’aqabah dianalogikan dengan ucapan tersebut yakni “Iqablah dirimu sebelum kelak engkau diiqab”. Umar Ibnul Khathab pernah terlalaikan dari menunaikan shalat dzuhur berjamaah di masjid karena sibuk mengawasi kebunnya.

Lalu karena ia merasa ketertambatan harinya kepada kebun melalaikannya dari bersegera mengingat Allah, maka ia pun cepat-cepat menghibahkan kebun beserta isinya tersebut untuk keperluan fakir miskin. Hal serupa itu pula yang dilakukan Abu Thalhah ketika beliau terlupakan berapa jumlah rakaatnya saat shalat karena melihat burung terbang. Ia pun segera menghibahkan kebunnya beserta seluruh isinya, subhanallah.

51

(40)

Betapapun manusia telah menghisab dirinya tetapi ia tidak terbebas sama sekali dari kemaksiatan dan melakukan kekurangan berkaitan dengan hak Allah sehingga ia tidak pantas mengabaikannya, jika ia mengabaikannya maka ia akan mudah terjatuh melakukan kemaksiatan, jiwanya menjadi senang kepada kemaksiatan, dan sulit untuk memisahkannya. Hal ini merupakan sebab kehancurannya, sehingga harus diberi sanksi. Apabila ia memakan sesuap subhat dengan nafsu syahwat maka seharusnya perut dihukum dengan rasa lapar. Apabila ia melihat orang yang bukan muhrimnya maka seharusnya mata dihukum dengan larangan melihat. Demikian pula setiap anggota tubuhnya dihukum dengan melarangnya dari syahwatnya.

Sekiranya manusia berfikir mendalam niscaya manusia menyadari bahwa kehidupan yang sebenarnya adalah kehidupan akhirat, karena di dalamnya terdapat kenikmatan abadi yang tiada ujungnya.52

5) Mujahadah (Bersungguh-Sungguh)

Mujahadah adalah upaya keras untuk bersungguh-sungguh

melaksanakan ibadah kepada Allah, menjauhi segala yang dilarang Allah dan mengerjakan apa saja yang diperintahkan-Nya. Kelalaian sahabat Nabi Saw yakni Ka’ab bin Malik sehingga tertinggal rombongan saat perang Tabuk adalah karena ia sempat kurang bermujahadah untuk mempersiapkan kuda perang dan sebagainya. Ka’ab bin Malik mengakui dengan jujur kelalaian dan kurangnya mujahadah pada dirinya.

52

(41)

Ternyata Ka’ab harus membayar sangat mahal berupa pengasingan/ pengisoliran selama kurang lebih 50 hari sebelum akhirnya turun ayat Allah yang memberikan pengampunan padanya.

Demikian peri kehidupan generasi salaf yang shalih dalam mensiapsiagakan jiwa dan mengawasinya (murabathah dan muraqabah). Sehingga mereka dapat bermujahadah melaksanakan ibadah dengan sungguh-sungguh.53

6) Mu’atabah (Mencela Diri)

Terakhir dari tingkatan murabathah ini adalah Mu’atabah. Mu’atabah

mengandung arti perlunya memonitoring, mengontrol dan mengevaluasi sejauh mana proses-proses tersebut seperti mujahadah dan seterusnya berjalan dengan baik.

Dalam melakukan mu’atabah adalah mengetahuilah terlebih dahulu bahwa musuh bebuyutan dalam diri manusia adalah nafsu yang ada di dalam dirinya. Ia diciptakan dengan karakter suka memerintahkan pada keburukan, cenderung pada kejahatan, dan lari dari kebaikan. Allah berfirman:

















“Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan

itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman” (QS. Adz Dzariyat : 55).

Demikian cara orang-orang ahli ibadah dalam bermunajat kepada Sang Penolong mereka yaitu Allah SWT. Tujuan munajat mereka adalah mencari ridha-Nya dan maksud celaan mereka adalah memperingatkan dan meminta

53

(42)

perhatian. Siapa yang mengabaikan mu’atabah (celaan terhadap diri) dan

munajat berarti ia tidak menjaga jiwanya, dan bisa jadi tidak mendapatkan

ridha Allah.54

3. Teori Pembaruan Agama

Yang menjadi acuan pada penelitian ini adalah sebuah teori yang di kemukakan oleh Yusuf Qordhowi, yakni “Teori Pembaruan Agama” yang dikatakan sebagai berikut :

“Pembaruan terhadap sesuatu bukan berarti anda menghilangkan dan

mendirikan sesuatu yang baru untuk menggantikannya. Ini sama sekali bukan

termasuk pembaruan. Pembaruan adalah anda membiarkannya pada inti,

identitas dan karakteristiknya tetapi anda memperbaiki yang usang, memperkuat

sisi-sisinya yang lemah, sebagaimana ketika anda hendak memperbarui mesjid

bersejarah atau istana bersejarah. Sedapat mungkin anda mempertahankan

ciri-ciri khusu, ruh dan materinya meskipun anda akan memperbarui warnanya yang

sudah kabur, bagian bangunannya yang lapuk, memperbagus pintu masuknya dan

sebagainya.

Pembaruan agama harus dari dalam dengan alat-alatnya yang syar'i melalui

para penganutnya dan ulamanya, bukan dengan cara merongrongnya, bukan

dengan menindas penganutnya, bukan pula dengan memasukkan unsur-unsur

asing ke dalamnya dan memaksakannya dengan kekerasan.

54

(43)

Agama ini akan dihiasi dengan ijtihad yang benar dari penganutnya dan

pada tempatnya. Ahli ijtihad dalam agama ini jelas diketahui, bukan karena

gelar, seragam maupun ijazahnya. Mereka adalah orang-orang yang memenuhi

syarat ilmiah dan moral yang sudah diketahui dalam ilmu ushulfiqih. Para ulama

telah menganggap ijtihad sebagai fardhu kifayah yang harus terwujud dalam

tataran umat. Bila dalam umat ini tidak ada jumlah mujtahid yang cukup,

keseluruhan umat ini berdosa.55

Yusuf Qordhowi mengutip satu hadis yang mendasari pendapat tersebut sebagai berikut :

“Sesungguhnya Allah akan mengutus untuk umat ini setiap seratus tahun

seorang yang memperbaharui agamaNya”. (HR. Abu Dawud dalam kitab

Malahim. Diriwayatkan pula Hakim di Mustadrak-nya, oleh Baihaki dalam al-Ma'rifah dan lain-lain, dan disebutkan dalam Shahih al-Jami’ ash-Shaghir)

Teori diatas mengacu pada dakwah KH. Miftahul Munir, yang mana beliau berada di tengah-tengah masyarakat yang jauh dari pengetahuan agamanya. Tidak sedikit dari masyarakat disana adalah pemabuk. Bahkan, mayoritas santri beliau bisa dikatakan “anak nakal”. Akan tetapi, beliau tidak tinggal diam dengan kenakalan mereka, dan tidak pula mematahkan kenakalan mereka dengan kekerasan. Tetapi beliau masukkan ajaran Islam dengan gaya “nakal” pula, dan yang paling sering adalah dengan media kesenian musik dan lukis.

55

(44)

B. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Dalam penelitian ini, penulis merujuk pada beberapa karya skripsi sebelumnya yang sudah pernah ada, antara lain :

1. Penelitian yang dilakukan Kusdaryanto tahun 2003 dengan judul “Peran Dakwah Pondok Pesantren Tanbilul Ghofilin dalam Pembinaan Akhlak

Masyarakat Kab. Banjarnegara”. Skripsi ini menggunakan metode deskriptif

dan proses berfikir deduktif. Permasalahan yang diangkat tentang pembinaan akhlak masyarakat Kab. Banjarnegara dalam pondok pesantren Tanbilul Ghofilin. Penelitian ini menghasilkan:

a. Dakwah yang ada dalam pondok pesantren Tanbilul Ghofilin yang disampaikan sesuai dengan situasi dan kondisi pada pembinaan akhlak masyarakat kabupaten Banjarnegara.

b. Pembinaan akhlak ini selain pada masyarakat sekitar pondok pesantren Tanbilul Ghofilin juga pada masyarakat kabupaten Banjarnegara.

c. Peran dan sikap pondok pesantren Tanbilul Ghofilin dalam dakwahnya dinilai sangat disenangi masyarakat.

2. Penelitian yang dilakukan Muhammad Fakih Usman tahun 2010 dengan judul

“Seni sebagai Media Dakwah dalam Persepsi Sanggar Nuun UIN Sunan

Kalijaga Yogyakarta”. Skripsi ini menggunakan metode kualitatif dan proses

berfikir induktif yang mengangkat seni sebagai media dakwah. Penelitian ini menghasilkan :

(45)

b. Metode yang digunakan adalah metode pementasan panggung, sifatnya pembacaan puisi atau musikalisasi puisi dan nyanyian Islami untuk berdakwah.

c. Sanggar Nuun berdakwah kepada masyarakat, mengajak masyarakat menuju hal yang baik dalam melaksanakan aktifitas kehidupan dunia melalui kreatifitas seni berupa pentas musik, teater, puisi, pantomime dan bebeapa kreatifitas lainnya.

3. Penelitian yang dilakukan Handika Rahmatullah tahun 2016 dengan judul

“Metode Dakwah KH. Machfud Ma’sum dalam Membentuk Leadership

Santri di Pondok Pesantren Ihyaul Ulum Dukun Gresik”. Skripsi ini

menggunakan metode kualitatif dan proses berfikir induktif yang mengangkat permasalahan tentang pembentukan jiwa leadership dalam diri santri. Penelitian ini menghasilkan:

a. Metode dakwah yang digunakan KH. Machfud Ma’sum adalah metode

bil-lisan dan metode bil-hal

b. Kaitan metode bil-lisan dengan leadership adalah untuk memudahkan KH. Machfud Ma’sum dalam menyampaikan pesan dakwah tentang

leadership.

c. Sedangkan metode bil-hal adalah agar santri dapat merasakan sendiri bagaimana menjadi seorang pemimpin dalam mengemban amanah sebagai pengurus.

4. Penelitian yang dilakukan Ussisa Maghfiroh dengan judul Analisis Seni

(46)

ini menggunakan penelitian kualitatif teks media dengan analisis wacana model Teun A. Van Dijk. Dan hasil penelitian diantaranya :

a. Bahwa beberapa graffiti di Kota Surabaya mengandung pesan moral atau pesan dakwah yang tersimpan. Seperti tulisan “Teach Children Well” yang berarti perintah mendidik anak dengan baik dan benar. Dan lain sebagainya.

5. Penelitian yang dilakukan Nurul Kholisoh tahun 2006 dengan judul “Peran Pondok Pesantren Nurul Ulum Trengguli Wonosalam Demak dalam Upaya

Meningkatkan Mutu Layanan Santri”. Skripsi ini menggunakan metode

kualitatif dan proses berfikir induktif yang mengangkat permasalahan tentang upaya meningkatkan mutu layanan santri. Penelitian ini menghasilkan:

a. Santri dapat berfikir dengan pola religius

b. Supaya santri bisa mengamalkan nilai-nilai agama Islam c. Layanan mutu santri lebih ditingkatkan

[image:46.612.133.508.153.502.2]

Demikan beberapa penelitian sebelumnya yang berhasil penulis himpun, memang tidak dapat dipungkiri ada berbagai persamaan dan perbedaan. Maka persamaan dan berbedaan penelitian terdahulu yang relevan penulis sajikan dalam bentuk tabel.

Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu yang Relevan

NO. JUDUL PERSAMAAN PERBEDAAN

1

Peran Dakwah Pondok Pesantren Tanbilul

Sama-sama meneliti pesantren dan

(47)

Ghofilin dalam Pembinaan Akhlak

Masyarakat Kab. Banjarnegara

pembinaan akhlak. dakwah KH. Miftachul Munir.

2

Seni sebagai Media Dakwah dalam Persepsi Sanggar Nuun

UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Sama-sama meneliti media dakwah seni.

Dalam penelitian ini fokus meneliti media dakwah KH. Miftachul Munir dalam membina

akhlak santrinya.

3

Metode Dakwah KH. Machfud Ma’sum dalam Membentuk Leadership Santri di

Pondok Pesantren Ihyaul Ulum Dukun

Gresik

Sama-sama menjadikan pesantren sebagai objek

penelitian.

Penelitian guna mengetahui dakwah KH. Miftachul Munir dalam membina akhlak

santri.

4

Analisis Seni Graffiti

di Surabaya sebagai Media Dakwah (Analisis Wacana)

Sama-sama meneliti seni sebagai media

dakwah.

Penelitian tersebut menggunakan analisis

wacana, dan subjek penelitiannya adalah

graffiti.

5

Peran Pondok Pesantren Nurul Ulum

Sama-sama menjadikan pesantren sebagai objek

(48)

Trengguli Wonosalam Demak dalam Upaya

Meningkatkan Mutu Layanan Santri

penelitian. Dan juga sama menggunakan metode penelitian

kualitatif

dakwah KH. Miftachul Munir dalam membina

akhlak santrinya. Bukan pada pelayanan

(49)

41

Miftachul Munir di Pondok Pesantren Seni As-Salim dalam Pembinaan Akhlak Santri” yaitu metode kualitatif.

Metodologi penelitian atau metodologi riset berasal dari bahasa inggris, metodologi berasal dari kata methodology, maknanya ilmu yang menerangkan metode-metode atau cara-cara, kata penelitian merupakan terjemahan dari bahasa ingggris research yang terdiri dari kata re yang artinya mengulang dan search

yang berarti pengertian, pengejaran, penelusuran, penyelidikan atau penelitian maka research berarti berulang melakukan pencarian.

Jadi metode penelitian adalah seperangkat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah tertentu untuk diolah, dianalisis diambil kesimpulan dan selanjutnya dicarikan cara pemecahannya.56

Metode penelitian berfungsi sebagai pedoman dalam melakukan penelitian yang akan dilakukan sebagai acuan dasar. Metode penelitian akan sangat menjadi alat dalam melakukan analisis data yang ada sehingga dapat menemukan kesimpulan tersebut.

56

(50)

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Jenis Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan fenomenologi, yaitu berusaha untuk mengungkap dan mempelajari serta memahami suatu fenomena beserta konteksnya yang khas dan unik yang dialami oleh individu hingga tataran keyakinan individu yang bersangkutan. Secara sederhana, fenomenologi lebih memfokuskan diri pada konsep suatu fenomena tertentu. Dan bentuk dari studinya adalah untuk melihat dan memahami arti dari suatu pengalaman individual yang berkaitan dengan suatu fenomena tertentu, yang dapat mempengaruhi dan memberikan suatu pengalaman yang unik, baik oleh seorang individu maupun sekelompok individu.57

Pendekatan ini didasari atas pandangan dan asumsi bahwa pengalaman manusia atau individu diperoleh melalui hasil interpretasi. Objek orang-orang, situasi dan peristiwa-peristiwa tidak mempunyai arti dengan sendirinya, melainkan melalui interpretasi mereka. Untuk memahami perilaku, peneliti harus mengerti definisi-definisi dan proses definisi itu dibuat.

Berbagai cabang penelitian kualitatif memberikan andil dalam rangka memahami fenomena subjek menurut pandangan mereka sendiri. Adanya pandangan pribadi peneliti terhadap dunia subjek berimplikasi pada kebutuhan untuk membuat interpretasi terhadap peristiwa dan data yang dihasilkannya.

Oleh karena itu, unsur subjektifitas peneliti tidak dapat dihindari. Peneliti kualitatif harus yakin bahwa mengadakan pendekatan pada subjek dengan maksud memahami pendapat mereka dengan cara yang tidak sempurna akan merusak

57

(51)

pengalaman tentang subjek itu. Peneliti kualitatif menekankan pada pola berfikir subjek sebab merekalah yang paling tahu diri mereka sendiri.58

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Adapun spesifikasi penelitian ini adalah penelitian deskriptif, artinya penelitian ini bertujuan untuk melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi bidang tertentu secara faktual dan cermat.

Alasan peneliti menggunakan penelitian deskriptif kualitatif adalah :

1. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan media dakwah dengan lisan, dan dengan tindakan KH. Miftachul Munir di Pondok Pesantren Seni As-Salim dalam membina akhlak santri.

2. Berusaha menampilkan secara utuh dan membutuhkan kecermatan dalam pengamatan dan pemaparan sehingga bisa dipahami secara menyeluruh hasil dari penelitian.

3. Peneliti dituntut untuk terjun langsung ke lapangan guna memperoleh data yang peneliti inginkan, seperti data tentang media dakwah.

Dalam proses penelitian ini peneliti berperan langsung, bertindak sekaligus sebagai instrument dalam pengumpulan data, karena penelitian ini diakukan

58

(52)

dengan fokus mengenai media dakwah KH. Miftachul Munir di Pondok Pesantren Seni As-Salim dalam membina akhlak santri, peneliti langsung terjun ketempat penelitian dan melakukan wawancara, observasi, serta dokumentasi kepada para informan. Peneliti juga mempunyai peran sebagai pengamat partisipan artinya masing-masing pihak, baik pengamat maupun yang diamati menyadari peranannya. Ketika dalam penelitian, peneliti langsung menuju kepada objek atau informan, sehingga kehadiran peneliti diketahui statusnya oleh subjek atau informan peneliti.

B. Subjek Penelitian

Yang menjadi subyek pada penelitian penulis adalah media dakwah KH. Miftahul Munir. Dan lokasi penelitian berada di Pondok Pesantren Seni As-Salim

Jalan Raya Kemiri RT. 02 RW. 01 No.79 Kabupaten Sidoarjo.

C. Jenis dan Sumber Data 1. Jenis Data

Menurut Lofland sumber data utama pada penelitian kualitatif berupa kata-kata dan tindakan. Selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen, dan lain-lain.59 Jenis data yang digunakan oleh peneliti dibagi menjadi dua, yakni data primer dan data sekunder.

59

(53)

a. Data Primer

Data yang diperoleh langsung dari sumber asli, dalam hal ini peneliti memperoleh dari hasil wawancara dengan KH. Miftachul Munir sebagai key

informan. Alasan peneliti menggunakan data primer adalah karena dengan adanya

data itu peneliti dengan mudah mendapatkan informasi langsung tentang masalah yang diangkat.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara dan merupakan data pelengkap dan pendukung. Alasan peneliti menggunakan data sekunder adalah bahwa mencari informasi tentang masalah yang diangkat dalam penulisan skripsi ini tidak hanya melalui wawancara langsung dengan para informan, tetapi juga bisa dengan media yang lain. Sepertihalnya dokumentasi kegiatan dakwah KH. Miftachul Munir, data yang berasal dari berbagai sumber-sumber literatur yang terkait.

2. Sumber Data

Sumber data pada penelitian ini, dibagi kedalam kata-kata dan tindakan. Hal ini sependapat dengan apa yang dikonsepkan Lofland, bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif dalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data-data tambahan, seperti dokumen-dukumen lainnya.60

a. Penentuan Informan

Informan diambil dari lingkungan pondok, informan dipilih berdasarkan karakteristik kesesuaian dengan data yang diperlukan yakni Kyai dan santri. Di

60

(54)

dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan sampel acak, tetapi sampel bertujuan. Dalam penelitian ini untuk memperoleh data sudah jelas, bahwa yang menjadi informan adalah KH. Miftahul Munir. Maka, teknik penentuan informan yang digunakan adalah purposive sampling (sampel bertujuan). Sebab, informan kunci pada penelitian ini adalah KH. Miftahul Munir

Dalam penelitian ini, peneliti mendapatkan sumber data dari : b. Kata-kata dan Tindakan

Kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamatai atau diwawancarai merupakan sumber data utama. sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis atau melalui rekaman suara, pengambilan foto sebagai bukti gambar. Sedangkan proses wawancara yang akan peneliti lakukan pada sumber key informan yaitu wawancara dengan KH. Miftachul Munir.

c. Sumber Tertulis

Sumber tertulis, sumber data yang kedua yang berasal dari luar sumber kata-kata dan tindakan. Dilihat dari sumber data, bahan tambahan yang berasal dari bahan tertulis, dapat dibagi atas sumber buku, dokumen resmi dan lain sebagainya.61

D. Tahap-tahap Penelitian

Di dalam penelitian ini, peneliti melakukan 7 (tujuh) langkah dalam proses mendapatkan pengetahuan baru, diantaranya :

61

(55)

1. Pemilihan topik

Langkah pertama yang harus diambil peneliti untuk memulai suatu penelitian adalah dengan menentukan atau memilih topik penelitian. Penentuan topik ini penting, namun karena masih bersifat sangat umum, topik penelitian belum da

Gambar

gambar tercetak, lukisan-lukisan, buku, surat kabar, majalah, brosure,
Gambar dan foto merupakan dua materi visual yang sering dijumpai
Tabel 2.1
Tabel 3.1
+4

Referensi

Dokumen terkait

Jenis penelitian ini termasuk penelitian lapangan (field research) dengan pendekatan kualitatif. Metode pengumpulan data menggunakan metode wawancara, dokumentasi

Penelitian menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Pengumpulan data menggunakan metode observasi, dokumentasi dan wawancara. Sumber data penelitian adalah atlet

Jenis penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dengan pendekatan komunikasi dan sosiologis. Sumber data primer penelitian ini adalah direktur pendidikan pondok

Pendekatan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Prosedur pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Teknik analisis

Pengamatan (0besrvasi) dan dokumentasi. Teknik analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga

untuk menentukan subyek penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan deskriptif kualitatif

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang merupakan penelitian lapangan ( field research ) yang menghasilkan data deskriptif. Informan dalam penelitian ini

Penelitian ini adalah penelitian lapangan (Field Research) dan metode yang digunakan adalah metode kualitatif. Pengumpulan data berdasarkankan observasi, wawancara dan