• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah tarekat Syadziliyah pada mahasiswa ahli al-Thariqah Al-Mu’tabaroh al-Nahdliyyah Cabang Sidoarjo: PP. Bahauddin al-Isma’iliyah Tahun 2013-2016.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sejarah tarekat Syadziliyah pada mahasiswa ahli al-Thariqah Al-Mu’tabaroh al-Nahdliyyah Cabang Sidoarjo: PP. Bahauddin al-Isma’iliyah Tahun 2013-2016."

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Sejarah Tarekat Syadziliyah pada Mahasiswa Ahli Al-Thariqah Al-Mu’tabaroh Al-Nahdliyyahcabang Sidoarjo (PP. Bahauddin Al-isma’iliyah) tahun 2013-2016”. Adapun fokuspembahasan dalam skripsi ini terletak pada (1) Sejarah berdirinya

Tarekat Syadziliyah pada Mahasiswa Ahlith Thariqah Al-Mu’tabaroh An-Nahdliyyah cabang

Sidoarjo. (2) Perkembangan dan aktivitas Tarekat Syadziliyah Ahli Thariqah Al-Mu’tabaroh Al-Nahdliyyahpada komisariat Pondok Pesantren Bahauddin Al-Isma’iliyah Sidoarjo. (3) dan kontribusi Tarekat Syadziliyah pada Mahasiswa Ahli Thariqah Al-Mu’tabaroh Al-Nahdliyyah.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian sejarah menurut Kuntowijoyo yakni, pemilihan topik, heuristik (pengumpulan data), verifikasi (kritik sumber), interpretasi dan langkah terakhir adalah historiografi. Serta menggunakan pendekatan sosio historis dan menggunakan teori Continuity and Change dari Zamakhsyari Dhofir dan teori Colective Behavior yang dikemukakan oleh Neil Smelser untuk merumuskan pembahasan dalam karya ini.

(7)

ABSTRACT

The subject of this essaay is “History Tarekat Syadziliyah in Students are Ahli

Al-Thariqah Al-Mu’tabaroh Al-Nahdliyyahthe branch Sidoarjo (PP. Bahauddin Al-Isma’iliyah)

at 2013-2016”. As for the focus of the discussion in this essay on. (1) Of history that Tarekat

Syadziliyah in students are Ahlith Thariqah Al-Mu’tabaroh An-Nahdliyyah the branch

Sidoarjo. (2) Development and activity students are Ahli Al-Thariqah Al-Mu’tabaroh Al

-Nahdliyyah of Tarekat Syadziliyah in komisariat Pondok Pesantren Bahauddin Al-Isma’iliyah Sidoarjo. (3) and contribution Tarekat Syadziliyah in student are Ahlith Thariqah Al-Mu’tabaroh An-Nahdliyyah.

In this research we use writers history method according to Mr. Kuntowijoyo that is us the topic, heuristic (data collection), Verification (source criticism), interpretatition, and the last is Historiography. So use approach the sosio historical and use the Continuity and Change theory for Mr. Zamakhsyari Dhofir and Collective Behavior Theory had been said by Mr. Neil Smelser to as the basis this essay.

In this research known that (1) Matan is organization be established bya Habib Lutfi to protect colloge students from positivism and radikalisme idea. Matan sidoarjo have a

special komisariat in Pondok Pesantren Bahauddin Al-Isma’iliyah, which one that Pondok

Pesantren Bahauddin Al-Isma’iliyah applay Tarekat Syadziliyah and the teachers had been

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

PERNYATAAN KEASLIAN... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

TRANSLITERASI ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN... vii

ABSTRAK... viii

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI... xiii

BAB I :PENDAHULUAN A. LatarBelakang... 1

B. RumusanMasalah... 6

C. TujuanPenelitian... 6

D. Kegunaan Penelitian ………... 7

E. Penelitian Terdahulu ... 8

F. Pendekatan dan kerangka teoritik... 8

G. Metode Penelitian ………... 10

(9)

BAB II :SEJARAH TAREKAT SYADZILIYAH PADA MATAN

(MAHASISWA AHLI AL-THARIQAH AL-MU’TABAROH

AL-NAHDLIYYAH) SIDOARJO

A. Latar Belakang Tarekat Syadziliyah pada Matan (Mahasiswa

Al-Thariqah Al-Mu’tabaroh Al-Nahdliyyah) ... 16

1. Awal mula berdirinya Matan (Mahasiswa Thariqah

Al-Mu’tabaroh Al-Nahdliyyah) …………...……... 16

2. Tujuan dibentuknya komisariat Pondok Pesantren

Al-Isma’iliyah matan (Mahasiswa Al-Thariqah Al-Mu’tabaroh

Al-Nahdliyyah)Sidoarjo………... 22

B. Masuknya Tarekat Syadziliyah pada Matan ………… 26

BAB III : PERKEMBANGAN DAN AKTIVITAS TAREKAT

SYADZILIYAH MAHASISWA AHLI THARIQAH

AL-MU’TABAROH AL-NAHDLIYYAH PADA KOMISARIAT

AL-ISMA’ILIYAH SIDOARJO (2013-2016)

A. Perkembangan Tarekat Syadziliyah Mahasiswa Ahli

Al-Thariqah Al-Mu’tabaroh Al-Nahdliyyah pada Komisariat

Al-Isma’iliyah Sidoarjo (2013-2016) ………... 31

1. Perkembangan Tarekat Syadziliyah Matan cabang

Sidoarjo... 31

2. Perkembangan Tarekat Syadziliyah Matan Komisariat

(10)

3. Analisis perkembangan Tarekat Syadziliyah Matan

menggunakan Teori Continuity and Change menurut

Zamakhsyari Dhofir... 46

4. Aktivitas Matan Komisariat Al-Isma’iliyah... 49

B. Bentuk pengkaderan Matan ….………... 51

BAB IV : KONTRIBUSI TAREKAT SYADZILIYAH PADA MAHASISWA

AHLI AL-THARIQAH AL-MU’TABAROH AL-NAHDLIYYAH

A. Amalan dan ajaran Tarekat Syadziliyah ……... 57

B. Akhlak Mahasiswa Al-Thariqah Al-Mu’tabaroh

Al-Nahdliyyah………... 64

C. Peran Tarekat dalam kehidupan modern ……….... 67

D. Peran Tarekat Syadziliyah pada kehidupan Mahasiswa Al-Thariqah

Al-Mu’tabaroh Al-Nahdliyyah... 69

E. Faktor penghambat dan pendukung Mahasiswa Thariqah

Al-Mu’tabaroh Al-Nahdliyyah... 71

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ... 74

B. Saran ... 76 DAFTAR PUSTAKA ... 77

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kata Tarekat berasal dari bahasa Arab Al-Thariq yang berarti jalan yang

ditempuh dengan jalan kaki. Dari pengertian ini kemudian kata tersebut digunakan dalam

konotasi makna cara seseorang melakukan suatu pekerjaan, baik terpuji maupun tercela.

Menurut istilah tasawuf sendiri, tarekat ialah perjalanan khusus bagi para sufi yang

menempuh jalan menuju Allah Swt. Perjalanan yang mengikuti jalur yang ada melalui

tahap dan seluk-beluknya.1 Kata Tarekat, secara umum mengacu pada metode latihan

atau amalan (zikir, wirid, muraqabah), juga pada institusi guru dan murid yang tumbuh

bersamanya.

Al-Quran sendiri sangat menekankan nilai-nilai moralitas yang baik (al-Akhlak

al-Karimah), proses pembenahan jiwa yang dalam hal ini melalui dzikir, yang mana

dzikir adalah bagian perintah dalam al-quran yang dalam penyebutannya tidak sedikit

atau berulang-ulang, bahkan dalam al-quran sendiri menyebutkan bahwa dzikir adalah

sebuah cara untuk memperoleh ketenangan jiwa, dari ketenangan jiwa inilah yang

menjadi tujuan inti orang bertarekat.

Sufisme dan Tarekat merupakan wacana dan praktik keagamaan yang cukup

popular di Indonesia. Bahkan akhir-akhir ini kecenderungan sufistik telah menjangkau

kehidupan masyarakat kelas menengah sampai masyarakat kelas atas (elite) dengan

angka pertumbuhan yang cukup signifikan terutama di daerah perkotaan. Tampaknya

gejala gaya hidup ala sufistik mulai digandrungi sebagian orang yang selama ini

dianggap bertentangan dengan kondisi dan gaya hidup mereka (perkotaan). Gejala ini

1

(12)

bisa jadi sebagai bentuk pemenuhan unsur spiritual yang belum juga terpenuhi oleh

ibadah rutin.2

Menguatnya gejala sufistik yang terjadi pada semua lapisan masyarakat,

mengindikasikan bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam sufisme dan tarekat secara

psikologis mampu membawa anak bangsa ini menuju masyarakat yang lebih bermartabat

dan manusiawi, sehinga tarekat diharapkan dapat mengatasi sebagian persoalan hidup

terutama dalam bidang moralitas.3

Tarekat sebagai bentuk proses penguatan nilai spiritual bagi para penganutnya

yang dalam hal ini disebut Murid,4 dengan masuknya seorang murid pada Tarekat

beserta bimbingan spiritual yang diberikan oleh mursyid kepada murid, maka disitulah

letak proses pembinaan spiritual bagi murid, sehingga murid selalu terbimbing yang pada

akhirnya akan muncul sebuah dampak yang positif akan berubahnya nilai-nilai

spiritualitas pada diri seorang murid.

Hampir seluruh tarekat memiliki pranata dalam bentuk ajaran seperti baiat,

tawajuhan, khalwat, dan dzikir. Pranata dan ajaran Terekat itu kemudian membentuk

suatu orde keagamaan yang membentuk struktur kehidupan komunitas penganut tarekat

yang ketat, kuat dan tertutup. Dalam kelompok yang dilandasi satu ajaran agama,

keyakinan keagamaan anggota-anggota kelompok itu menjadi amat kuat dan mantap.5

Hubungan seorang pembimbing (mursyid) dengan yang dibimbing (murid) dan

yang dibimbing dengan yang lainnya lama kelamaan mengikat satu persaudaraan tarekat

yang disebut dengan persaudaraan shufi. Akhirnya tarekat tidak hanya dikonotasikan

pada suatu metode praktis tetapi dikonotasikan sebagai lembaga bimbingan calon shufi,

yang elemennya adalah guru (syekh, mursyid), murid, tempat (yang disebut dengan

2Ris’an Rusli,

Tasawuf dan Tarekat (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), 183. 3

Ibid., 183. 4

Sri Mulyati, Tarekat-Tarekat Muktabaroh di Indonesia (Jakarta: Prenada Media Group, 2011), 11. 5Radjasa Mu’tasim,

(13)

zawiyah), perjanjian antara guru dan murid (baiat), do’a dan wirid khusus, adanya

penyebaran oleh bekas murid setelah mendapat ijazah dari gurunya dengan silsilah yang

diakui kebenarannya sampai kepada Nabi Muhammad Saw. Guru didalam tarekat adalah

orang yang paling berpengaruh. Ia mempunyai wewenang (otoritas) yang sangat luas.6

Tasawuf yang dikembangakan sebagai pengalaman spiritual oleh para ahlinya,

adalah penerapan praktis dan perilaku Islam yang sebenarnya, yaitu Islam sebagai

penyerahan diri secara total kepada Tuhan semesta alam. Tasawuf menempati posisi

sentral di antara tiga aspek dasar Islam: tauhid, syari’at, dan akhlak. Jika hakekat misi

Islam adalah penyempurnaan akhlak dan moral, seperti dilukiskan dalam salah satu

hadits Nabi Muhammad Saw, pelestarian tasawuf, merupakan pelestarian Islam itu

sendiri.

Untuk mendekatkan diri pada Tuhan maka harus menempuh jalan ikhtiar, salah

satu jalan ikhtiar yaitu dengan mendalami lebih jauh ilmu tasawuf. Untuk mengetahui

sesuatu maka pasti ada ilmunya, banyak dikalangan orang awam yang kurang

mengetahui tentang ilmu mengenal Tuhan (Tarekat). pengertian tentang Tarekat yaitu

khazanah kerohanian (esoterisme), dalam Islam dan sebagai salah satu pusaka

keagamaan yang terpenting. Karena dapat mempengaruhi perasaan dan pikiran kaum

muslimin serta memiliki peranan yang sangat penting dalam proses pembinaan mental

beragama masyarakat. Masuknya Tarekat ke Indonesia bersama dengan masuknya Islam

ketika wilayah Nusantara masih terdiri dari kerajaan-kerajaan melalui perdagangan dan

kegiatan dakwah.

Salah satu Tarekat yang berkembang di Sidoarjo khususnya Tarekat pada

mahasiswa, yakni Tarekat Syadziliyah Mahasiswa Ahli Al-Thariqah Al- Mu’tabaroh Al

-Nahdliyyah (MATAN) cabang Sidoarjo, pusatnya (kantor sekretariat) di Pondok

6

(14)

Pesantren Bahauddin Al-Isma’iliyah di desa Ngelom, Kecamatan Taman, Kabupaten

Sidoarjo. Tarekat ini juga menjadi salah satu kontrol dan membimbing ruhani mereka

agar selalu dilindungi oleh Allah agar tidak jatuh pada lembah kesesatan.

Pada era globalisasi ini memberikan dampak yang negatif pada kehidupan orang

muslim. Keimanan orang muslim seakan-akan terpuruk akibat tekanan dan budaya dari

bangsa Barat yang sedikit demi sedikit melemahkan kaum muslimin. Akibatnya,

kehidupan yang dilaluinya hanya seputar materi, harta, pekerjaan, segala hal yang

bersifat materialistik.

Kebutuhan jasmani yang selalu dipenuhinya dan diutamakannya tanpa mengerti

dan memahami bahwa rohani juga membutuhkan asupan yang sesuai dengan porsinya.

Sholat pun sering ditinggalkan akibat kelelahan bekerja dan sudah mulai lupa akan

kewajibannya sebagai hamba Allah. Dzikir, istighosah, dan membaca al-quran sudah

menjadi hal yang asing untuk dilakukan. Bahkan banyak pula remaja yang tidak bisa

membaca al-quran dan tidak bisa bacaan sholat.

Akibat kebutuhan rohani yang kurang dipenuhinya, mengakibatkan

terdegradasinya keimanan dan moralitas seorang muslim. Segala hal yang menurutnya

dan baginya menguntungkan maka diambillah dan dimilikinya tanpa mengetahui apakah

telah menggunakan jalan dan cara yang baik atau tidak. Korupsi, pergaulan bebas,

anarkis, fitnah dan segala keburukan mulai merajalela. Sifat hedonisme sudah mulai

mendarah daging pada jiwa seorang muslim. Semuanya itu akibat dari kebutuhan rohani

yang tidak terpenuhi.7

Sebagaimana yang telah dipaparkan di atas, maka saya sebagai penulis membuat

judul skripsi yang meneliti tentang “Sejarah Tarekat Syadziliyyah pada Mahasasiswa

7

(15)

Ahli Al-Thariqah Al-Mu’tabarah Al-Nahdliyyah cabang Sidoarjo (PP. Bahauddin

Al-Ismai’iliyah) Tahun 2013-2016.”

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka saya akan

memaparkan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana sejarah berdirinya Tarekat Syadziliyah pada mahasiswa Ahli

Al-Thariqah Al-Mu’tabaroh Al-Nahdliyyah (MATAN) cabang Sidoarjo?

2. Bagaimana perkembangan dan aktivitas Tarekat Syadziliyah Mahasiswa Ahli

Al-Thariqah Al-Mu’tabaroh Al-Nahdliyyah (MATAN) pada komisariat Pondok

Pesantren Bahauddin Al-Isma’iliyah Sidoarjo?

3. Bagiamana kontribusi Tarekat Syadziliyah pada Mahasiswa Ahli Al-Thariqah Al

Mu’tabaroh Al-Nahdliyyah?

C. Tujuan Penelitian.

Dari rumusan masalah yang telah dibuat dan untuk memberikan gambaran

secara konkrit serta arah yang jelas berdasarkan pokok permasalahan di atas, maka

dalam pelaksanaan penelitian ini peneliti perlu merumuskan tujuan yang ingin

dicapai. Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui sejarah berdirinya Tarekat Syadziliyyah pada mahasiswa Ahli

Al-Thariqah Al Mu’tabaroh Al-Nahdliyyah (MATAN) cabang Sidoarjo

2. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan dan aktivitas Tarekat Syadziliyah

Mahasiswa Ahli Al-Thariqah Al-Mu’tabaroh Al-Nahdliyyah (MATAN) pada

(16)

3. Untuk mengetahui bagaimana kontribusi tarekat syadziliyah pada mahasiswa Ahli

Al-Thariqah Al Mu’tabaroh Al-Nahdliyyah

D. Kegunaan Penelitian.

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Secara Akademisi

Penelitian karya ilmiah ini bertujuan untuk menambah wawasan kepada

semua warga UIN Sunan Ampel Surabaya, khususnya bagi mahasiswa agar lebih

dapat mengetahui bangaimana ajaran tarekat itu sebenarnya, bagaimana

pengamalannya, dan khususnya untuk mengetahui bagaimana perkembangan

Tarekat Syadziliyah yang terjadi pada Mahasiswa Ahli Al-Thariqah Al

Mu’tabaroh Al-Nahdliyyah (MATAN) cabang Sidoarjo (PP. Bahauddin

Al-Isma’iliyah) tahun 2013-2016

2. Secara Praktis

Dengan penelitian ini penulis mengharapkan dapat menyelesaikan skripsi

jurusan sejarah dan kebudayaan islam, Fakultas Adab dan Humaniora Universitas

Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

E. Penelitian Terdahulu.

Adapun penelitian terdahulu mengenai Tarekat Syadziliyah adalah:

1. Tarekat Syadziliyah di Pondok Peta Kabupaten Tulungagung. Ditulis oleh

Hidayati Fakultas Adab Jurusan Sejarah Peradaban Islam Tahun 2004. Dalam

skripsi tersebut membahas tentang Pendiri dan Perkembangan Tarekat Syadziliyah

di Pondok Peta Kabupaten Tulungagung.

2. Tarekat Syadziliyah di Desa Prambon Kecamatan Dagangan Kabupaten Madiun.

(17)

Tahun 2005. Dalam skripsi tersebut membahas tentang Tokoh dan Perkembangan

Tarekat Syadziliyah di Desa Peambon Kecamatan Dagangan Kabupaten Madiun.

F. Pendekatan dan Kerangka Teoritik

Penelitian ini menggunakan pendekatan sosio-historis. Dengan pendekatan ini

peneliti berusaha mengungkapkan sejarah Tarekat Syadziliyah pada Mahasiswa Ahli

Al-Thariqah Al Mu’tabaroh Al-Nahdliyyah (MATAN) cabang Sidoarjo (PP.

Bahauddin Al-Isma’iliyah) tahun 2013-2016. Tarekat ini merupakan sebuah gerakan

dakwah yang tidak bisa lepas dari interaksi-interaksi sosial demi kemajuan

dakwahnya. Secara umum obyek dakwah Tarekat Syadziliyyah yang bertempat di

Pondok Pesantren Bahauddin Al-Ismailiyah adalah para Mahasiswa Ahli Al-Thariqah

Al Mu’tabaroh Al-Nahdliyyah (MATAN).

Dalam penelitian sejarah ini peneliti berusaha menggunakan perspektif teoritis

sebagai kerangka analisis terhadap fenomena-fenomena sejarah yang dikaji.

Penggunaan disiplin keilmuan yang lain, seperti sosiologi sangat penting dijadikan

sabagai pisau analisis untuk menganalisis peristiwa sejarah yang berkaitan dengan

“sejarah Tarekat Syadziliyah pada Mahasiswa Ahli Al-Thariqah Al Mu’tabaroh Al

-Nahdliyyah (MATAN) cabang Sidoarjo (PP. Bahauddin Al-Isma’iliyah) Tahun 2013

-2016. Adapun kerangka yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori continuity

and change.

Maka dengan menggunakan teori continuity and change atau sudut

pendekatan yang meneliti adanya kesinambungan di tengah-tengah adanya perubahan

yang terjadi pada perkembangan Mahasiswa Ahli Al-Thariqah Al Mu’tabaroh Al

-Nahdliyyah (MATAN) ketika mengamalkan Tarekat Syadziliyyah. Dengan

menggunakan teori continuity and change maka dapat digambarkan bahwa dalam

(18)

Nahdliyyah (MATAN) berdiri dengan teguh di atas landasan Tarekat Syadziliyyah.

Dari sudut pendekatan teori inilah ada elemen-elemen lama dibuang dan kemudian

elemen-elemen baru dimasukkan.8

Dengan teori tersebut peneliti akan meneliti hubungan antara kebudayaan

lokal dan Islam pada masa kini. Islam pada budaya lokal menimbulkan sebuah

relativisme budaya yang menganggap bahwa tidak ada satu budayapun, adat istiadat,

dan keyakinan yang mendominasi budaya lain dalam suatu masyarakat. Perubahan

akan terjadi ketika tradisi baru yang datang mempunyai kekuatan dan daya dorong

yang besar dibanding tradisi-tradisi yang telah ada dan mapan sebelumnya. Perubahan

yang ada tidak akan serta merta terputus begitu saja dari tradisi lama yang telah ada

sebelumnya. Masih ada kesinambungan yang berkelanjutan dengan tradisi keilmuan

yang lama meskipun telah muncul paradigma baru. Dengan demikian proses

kesinambungan dan perubahan (continuity and change) masih tetap terlihat.

Sementara itu untuk menganalisis aktifitas dan karakteristik Mahasiswa Ahli

Al-Thariqah Al Mu’tabaroh Al-Nahdliyyah (MATAN) digunakan teori tingkah laku

kumpulan masa (collective behavior) yang dikemukakan oleh Neil Smelser. Dalam

teori ini dinyatakan bahwa suatu kumpulan massa adalah satu kelompok yang saling

bertindak secara fisik dan hampir berhubungan dengan minat atau perhatian yang

sama serta tujuan yang sama pula. Dalam kumpulan massa diperlukan kebersamaan

secara keseluruhan. Dalam keadaan demikian, melalui interaksi dalam kelompok

mengikuti tingkah laku dan cara yang sama.9

G. Metode Penelitian

Dalam melakukan penelitian, orang dapat menggunakan berbagai macam

metode. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah, yaitu

8

Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren (Jakarta: LP3ES, 1994), 17. 9

(19)

sebuah proses yang meliputi analisis, gagasan pada masa lampau, untuk menemukan

generalisasi yang berguna dalam usaha untuk memahami kenyataan sejarah. Metode

ini juga dapat berguna untuk memahami situasi sekarang dan meramalkan

perkembangan yang akan datang.10

Adapun langkah-langkah yang akan ditempuh dalam penelitian ini, menurut

Kuntowijoyo11 adalah sebagai berikut:

1. Pemilihan topik

Dalam penelitian ini penulis memilih topik tentang sejarah Tarekat

Syadziliyah pada Mahasiswa Ahli Al-Thariqah Al Mu’tabaroh Al-Nahdliyyah

(MATAN) cabang Sidoarjo. Agar penulis maupun pembaca mengetahui

bagaimana pentingnya mengkaji ilmu mengenal Tuhan (Tarekat).

2. Heuristik (Pengumpulan data)

Heuristik adalah tehnik pengumpulan data (sumber) yang berkaitan dengan

penulisan skripsi ini baik sumber primer maupun sember sekunder. Dalam

penelitian ini penulis menggunakan dua cara untuk mencari dan menemukan

sumber sejarah, yaitu:12

a. Sumber primer adalah sumber yang menggunakan data kesaksian dari seorang

saksi yang menyaksikan peristiwa sejarah secara langsung atau dengan alat

mekanis seperti arsip atau foto.13 Sebagai sumber utama dalam penelitian,

penulis mengumpulkan data dengan cara wawancara dan mengumpulkan

sumber-sumber yang berhubungan dengan penelitian, diantaranya adalah:

1) Buku-buku tentang Mahasiswa Ahli Al-Thariqah Al Mu’tabaroh Al

-Nahdliyyah (MATAN) yakni SOP dan JUNKIS Mahasiswa Ahlith

10

Suhartono W. Pranoto, Teori Dan Metodologi Sejarah (Yogyakarta: graha ilmu, 2010), 29- 30.

11

Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah (Yogyakarta: Bentang, 1999), 91.

12

Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 55-58.

13

(20)

Thariqah Al Mu’tabaroh An Nahdliyyah dan PEDOMAN

PENGKADERAN Mahasiswa Ahli Al-Thariqah Al Mu’tabaroh Al

-Nahdliyyah, yang diterbitkan oleh pengurus pusat Mahasiswa Ahli

Al-Thariqah Al Mu’tabaroh Al-Nahdliyyah (MATAN).

2) Wawancara dengan penanggung jawab dan mahasiswa yang aktif dalam

Ahli Al-Thariqah Al Mu’tabaroh Al-Nahdliyyah (MATAN) yakni Ustadz

Ahmad Miftahul Haq.

b. Sumber sekunder yaitu sumber yang disampaikan oleh bukan saksi mata,

seperti buku-buku atau refrensi yang penulis peroleh berkaitan dengan

penulisan skripsi. Beberapa sumber sekunder tersebut adalah:

1) 22 Aliran Tarekat dalam tasawwuf yang ditulis oleh KH. A. Aziz

Masyhuri, diterbitkan Imtiyaz Wonocolo Surabaya tahun 2014.

2) MATAN Selenggarakan Mukernas, yang menjelaskan tentang bagaimana

berdirinya MATAN yang tertulis dalam artikel

http://www.nu.or.id/post/read/38220/matan-selenggarakan-mukernas.

3. Verifikasi (Kritik Sumber)

a. Otentitas atau kritik ekstern, yaitu meneliti keaslian data atau dokumen, dalam

arti asli atau tidaknya sumber-sumber berupa dokumen yang berhubungan

dengan topik pembahasan yang akan diteliti oleh penulis.

b. Kritik intern, yaitu menilai kelebihannya (keaslian) data dalam sumber

(kredibilitas).14 Hal ini dilakukan penulis dengan mencari asal dari sumber.

Pada langkah ini dimaksudkan untuk menyeleksi data, agar

memperoleh fakta yang dapat mengantarkan pada kebenaran ilmiah. Setelah

data diperoleh peneliti berusaha melakukan kritik sumber. Dalam tahap ini

14

(21)

peneliti berusaha menyelidiki keotentikan sejarah baik bentuk maupun isinya.

Penulis menyelidiki literatur-literatur yang telah diperoleh terutama yang

berkaitan dengan sejarah Tarekat Syadziliyah pada Mahasiswa Ahli

Al-Thariqah Al Mu’tabaroh Al-Nahdliyyah (MATAN) cabang Sidoarjo (PP.

Bahauddin Al-Isma’iliyah) Tahun 2013-2016. Berdasarkan hal tersebut

penulis mendapatkan beberapa fakta sejarah yang dapat dipercaya

keotentikannya.

4. Interpretasi

Dalam langkah ini, peneliti berusaha menafsirkan data yang telah

diverifikasi. Berdasarkan pendekatan perkembangan intelektual yang digunakan

dalam penelitian yang berjudul “Sejarah Tarekat Syadziliyah pada Mahasiswa

Ahli Al-Thariqah Al Mu’tabaroh Al-Nahdliyyah cabang Sidoarjo (PP. Bahauddin

Al-Isma’iliyah) Tahun 2013-2016” sehingga penelitian tersebut akan

menghasilkan suatu penelitian atau skripsi yang benar-benar otentik.

5. Historiografi

Sebagai fase terakhir dalam metode sejarah, historiografi merupakan cara

penulisan, pemaparan, atau pelaporan hasil penelitian “Sejarah Tarekat

Syadziliyah pada Mahasiswa Ahli Al-Thariqah Al Mu’tabaroh Al-Nahdliyyah

cabang Sidoarjo (PP. Bahauddin Al-Isma’iliyah) Tahun 2013-2016” yang telah

dilakukan. Penulis berusaha menulis data yang dapat dipertanggungjawabkan

sehingga menjadi suatu kisah yang disusun secara sistematis dengan penulisan

(22)

H. Sistematika Pembahasan

Bab pertama ialah pengantar kepada pembahasan berikutnya, yang mana isi

dari bab ini merupakan uraian yang harus diketahui terlebih dahulu agar senantiasa

dipahami lebih tepat dan benar tentang pembahasan berikutnya. Bab ini meliputi: latar

belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, pendekatan dan

kerangka teoritik, penelitian terdahulu dan sistematika pembahasan.

Bab kedua ialah membahas tentang Sejarah Tarekat Syadziliyyah pada

MATAN (Ahli Al-Thariqah Al Mu’tabaroh Al-Nahdliyyah) Sidoarjo. Dalam bab ini

akan dipaparkan latar belakang Berdirinya Tarekat Syadziliyah, dan masuknya

Tarekat Syadziliyah pada Matan (Ahli Al-Thariqah Al Mu’tabaroh Al-Nahdliyyah).

Bab ketiga yakni membahas tentang perkembangan dan aktivitas Tarekat

Syadziliyah Mahasiswa Ahli Al-Thariqah Al Mu’tabaroh Al-Nahdliyyah pada

komisariat Pondok pesantren Bahauddin Al-Isma’iliyah Sidoarjo. Pada bab ini akan

dipaparkan bagaimana perkembangan Tarekat Syadziliyah Mahasiswa Ahli

Al-Thariqah Al Mu’tabaroh Al-Nahdliyyah pada komisariat Al-Isma’iliyah dan bentuk

pengkaderan Mahasiswa Ahli Al-Thariqah Al Mu’tabaroh Al-Nahdliyyah (MATAN).

Bab keempat ialah membahas tentang kontribusi Tarekat Syadziliyah pada

mahasiswa ahlith thariqah al mu’tabaroh an nahdliyyah Dalam bab ini akan

dipaparkan tentang amalan dan ajaran Tarekat Syadziliyah, Akhlak Mahasiswa Ahli

Al-Thariqah Al Mu’tabaroh Al-Nahdliyyah, peran Tarekat dalam kehidupan modern,

peran Tarekat Syadziliyah pada mahasiswa Ahli Al-Thariqah Al-Mu’tabaroh Al

-Nahdliyyah, dan faktor pendukung dan penghambat perkembangan Mahasiswa Ahli

(23)

Bab kelima merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran. Dalam

bab ini akan disimpulkan hasil penelitian yang merupakan jawaban dari rumusan

(24)

BAB II

SEJARAH BERDIRINYA TAREKAT SYADZILIYAH PADA MATAN

(MAHASISWA AHLI AL-THARIQAH AL MU’TABAROH AL-NAHDLIYYAH)

SIDOARJO

A. Latar Belakang Tarekat Syadiliyah pada Matan (Mahasiswa Ahli Al-Thariqah Al

Mu’tabaroh Al-Nahdliyyah) Sidoarjo

1. Awal mula berdirinya Matan (mahasiswa Ahli Al-Thariqah Al Mu’tabaroh Al

-Nahdliyyah)

Gagasan untuk mendirikan MATAN ini muncul dari rasa prihatin atas

kondisi sebagian besar mahasiswa di era sekarang ini yang dipandang kurang

memiliki keseimbangan antara kemampuan intelektual mahasiswa dan spiritual

mahasiswa, karena lebih mengutamakan pengasahan sisi intelektualnya, sementara

sisi spiritualnya terabaikan. Sehingga banyak mahasiswa yang terjebak pada

rasionalisme, pragmatisme, dan hedonisme. Selain itu, derasnya arus masuk

gerakan-gerakan atau aliran-aliran keagamaan transnasional seperti wahabisme dan

Hizbu At-Tahrir Indonesia (HTI) yang selalu berusaha untuk menghapus

keberagaman-keberagaman di Indonesia dengan menghalalkan segala cara dan

merongrong keberadaanNegara Kesatuan Republik Indonesia, semakin membuat

kompleks problematika diwilayah spiritualitas mahasiswa karena nyatanya banyak

mahasiswa yang belum banyak mengerti tentang islam dan ingin belajar tentang

Islam namun terjebak masuk dalam Wahabisme dan Hizbu At-Tahrir Indonesia

(HTI) dan ketika pulang malah menuduh keluarganya Sirik, kafir, dan lain-lain.

Selain itu, mahasiswa yang selama ini dikenal mempunyai peran sebagai

(25)

politik, sehingga mahasiswa harus mampu untuk melakukan terobosan-terobosan

atau sumbangsih peran dalam bidang sosial dan politik, baik selama masih

menjadi mahasiswa maupun ketika sudah lulus dari perguruan tinggi dan

berkiprah di masyarakat secara langsung. Akan tetapi, akhir-akhir ini peran

tersebut kurang begitu terasa. Dikarenakan banyak aktivis mahasiswa yang

terjebak pada pengayaan wacana tanpa aksi nyata, dan aksi unjuk rasa yang

banyak dianggap oleh sebagian kalangan kurang efektif dan kurang

mengedepankan etika.

Tarekat sebagai ajaran, sebenarnya lebih menekankan aspek batin, dimana

ajarannya penuh dengan muatan fenomena yang bersentuhan dengan dimensi

mendalam tersebut. Akan tetapi sebagai ajaran yang menggeluti dan digeluti

manusia maka Tarekat juga tak dapat melepaskan diri dari kehadiran manusia dan

lingkungannya sebagai pengamal ajaran Tarekat.1

Sebuah Tarekat biasanya terdiri dari pensucian batin, kekeluargaan

Tarekat, upacara keagamaan, dan kesadaran sosial yang dimaksud pensucian jiwa

adalah melatih rohani dengan hidup zuhud (laisa hubbud dunya), menghilangkan

sifat-sifat jelek yang menyebabkan dosa dan mengisi dengan sifat-sifat terpuji,

taat menjalankan perintah agama, menjahui larangan, taubat atas segala dosa, dan

muhasabah (intropeksi,). Kekeluargaan Tarekat biasanya terdiri dari syeh tarekat,

syeh mursyid, (khalifah) mursyid sebagai guru Tarekat murid dan pengikut

Tarekat

Fenomena radikalisme dan positivism di kalangan mahasiswa tersebut

melahirkan pola pergerakan mahasiswa yang ekslusif dan pragmatis. Pola

pergerakan mahasiswa demikian telah menjadi keprihatinan banyak kalangan.

1

(26)

Karena sejarah mencatat bahwa pergerakan mahasiswa di tanah air telah

menorehkan “tinta emas” saat perjuanga kemerdekaan hingga gerakan reformasi.

Melalui pergerakan mahasiswa sebagai elemen pemuda telah ikut

mempersembahkan kemerdekaan bangsa ini dari segala bentuk penjajahan.

Lahirnya era reformasi telah melahirkan gerakan demokrasi yang begitu

kuat ditengah masyarakat. Atas nama demokrasi masyarakat dapat

mengekspresikan gagasan atau dan pendapatnyasecara bebas, sehingga dalam

tataran tertentu memunculkan “kebebasan” tanpa batas. Kebebasan yang tidak

hanya merampas hak orang lain, tetapi bertentangan dengan nilai-nilai luhuryang

ada ditengah masyarakat. Hingga bertentangan dengan ideologi bangsa yang

mengancam eksitensi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Eforia “kebebasan” tersebut telah membangkitkan kembali kesadaran dan

semangat amemperjuangkan demokrasi Pancasila yang menolak radikalisme dan

positivisme. Di mana nilai-nilai luhur bangsa, seperti saling menghormati,

toleransi (tasamuh), moderat (tawasuth), dan prinsip keseimbangan (I’tidal) yang

telah mengakar dan membudaya ditengah masyarakat Indonesia sejak leluhur

bangsa ini, harus terus ditumbuh suburkan dikalangan anak bangsa ini.2

Para pengamal Tarekat (masyayikh dan para murid Tarekat) diantara yang

memberikan perhatian serius terhadap gejala radikalisme, pragmatism dan

positivisme yang belakangan ini telah berkembang di masyarakat, terutama

dikalangan mahasiswa. Karena sangat disadari betul oleh pengamal Tarekat

bahwa mahasiswa adalah generasi penerus bangsa yang akan melanjutkan

kepemimpinan bangsa ini. Selain itu, mahasiswa adalah aset bangsa yang harus

dibina dan dijaga dari segala bentuk yang dapat merusak kepribadian akhlak

2

(27)

mereka. Dalam konteks ini, gagasan untuk melakukan pembinaan terhadap

mahasiswa menjadi sebuah keniscayaan bagi lahirnya generasi penerus bangsa

yang memiliki ketinggian intelektual dan kedalaman spiritual. Dua unsur ini yang

menjadi pra syarat bagi calon pemimpin bangsa ini.

Sebagaimana disebutkan diatas, bahwa fenomena gerakan mahasiswa yang

radikal dan pragmatis di beberapa perguruan tinggi telah menjadi keprihatinan

masyarakat yang consent terhadap moralitas bangsa, terutama kalangan Tarekat.

Berangkat dari kondisi yang telah dipaparkan di atas, maka JATMAN

merasa perlu dan harus untuk mendirikan organisasi kemahasiswaan berbasis

Tarekat dengan semangat untuk menanamkan jiwa kerohanian dalam hati, pikiran,

dan perilaku mahasiswa.

Gagasan awal MATAN bermula dari diskusi kecil di sore hari tanggal 2

Agustus 2009 pukul 15.30 – 17.00 di emperan ndalem Habib Luthfi bin Ali bin

Yahya Pekalongan, antara DR. H. Hamdani Mu’in, M. Ag dengan KH. Dimyati

Rois (Mustasyar PBNU periode 2010-2015 dan pengasuh Pondok Pesantren

Al-Fadlu Kaliwungu), bersama beberapa para mahasiswa yakni Abdul Rosyid, M.

Mahfudz, Syariful Anam, Asep Syaiful Zulfikar, M. Ridlo, Kholid Abdillah,

Nurul Mu’ammar, Dedi Rosadi, Ubaidillah, dan Riyadli Muhlisin. Saat itu diskusi

tentang keprihatinan terhadap fenomena radikalisme dan pragmatism di kalangan

mahasiswa. Mbah Dimyati Rois pun sangat memberikan apresiasi dan dukungan

atas visi pergerakan spiritualisme dan intelektuaitas dikalangan mahasiswa yang

diwacanakan oleh mereka.

Diskusi intensif pun berlanjut bersama Habib Luthfi, Rois ‘Am JATMAN

(28)

beliau, tepatnya pukul 21.00-22.30. sungguh luar biasa, gagasan dan visi

pergerakan mahasiswa tersebut disambut beliau dengan penuh apresiatif.

Bahkan setelah mendengarkan deskripsi tentang fenomena pergerakan

mahasiswa yang cenderung radikal dan pragmatis, dengan spontan Habib Luthfi

mengatakan: “Kita dirikan MATAN”. Kemudian Kang Hamdani bertanya “apa

MATAN itu bib? beliau menjawab “MATAN adalah singkatan dari Mahasiswa

Ahli Al-Thariqah Al-Mu’tabaroh Al-Nahdliyyah”. Serentak para tamu yang

hadirpun khususnya Hamdani dan rekan-rekannya mengamini dan mengucapkan

rasa syukur dan gembira atas penamaan “MATAN” tersebut. Bahkan tidak

berhenti disitu, Habib Luthfi pun berharap besar dengan MATAN, hingga beliau

mengucapkan “Saya ingin lahir mursyid-mursyid dari MATAN!.” Sungguh sangat

mulia dan besar harapan beliau dari MATAN. Semoga Allah swt memberikan

kekuatan kepada kader-kader MATAN untuk dapat merealisasikan cita-cita mulia

beliau. Dan selanjutnya beliau memberikan arahan dan do’a kepada para tamu

yang hadir agar diberikan kekuatan oleh Allah dengan mengijazahkan ayat kursi

dan menyarankan untuk ziarah ke makam para Auliya’.

Selain itu, untuk mendapat dukungan dan do’a dari para masyayikh, maka

dilakukan sosialisasi MATAN melalui sowan-sowan atau silaturahim ke beberapa

masyayikh, seperti ke Mbah KH. Sahal Mahfudz, KH. Musthofa Bisri (Gus Mus),

Mbah KH. Maimun Zubaer. Disamping itu, sosialiasasi MATAN pun dilakukan

ke pejabat pemerintahan, seperti Mendiknas Prof. Muhammad Nuh, Menag H.

Maftuh Basuni, Menhut MS Ka’ban dan Pangdam IV Diponegoro.3

2. Tujuan dibentuknya Komisariat Al-Isma’iliyah Matan (Mahasiswa Ahli

Al-Thariqah Al-Mu’tabaroh Al-Nahdliyyah) Sidoarjo

3

(29)

Mahasiswa adalah seseorang yang sedang dalam proses menimba ilmu

ataupun belajar dan terdaftar sedang menjalani pendidikan pada salah satu bentuk

perguruan tinggi yang terdiri dari akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut

dan universitas.4

Dalam sistem pendidikan tinggi mahasiswa bukan sebagai penghayat ilmu

pengetahuan saja, tetapi pemroses ilmu pengetahuan melalui aktivitas kekuatan

penalaran, penemuan, kretivitas, serta gairah untuk meneliti. Dalam

kedudukannya sebagai mahasiswa ia tidak menempati suatu jenjang dan struktur

yang istimewa, tetapi ia mempunyai peranan dan tanggung jawab yang

menentukan untuk menjaga keseimbangan dari sistem pendidikan tinggi dalam

rangka mengemban tugas nasional yaitu masyarakat adil dan makmur materi dan

spiritual dan pengembangan manusia seutuhnya berdasarkan nilai-nilai pancasila

dan undang-undang dasar 1945.5

Dalam Kamus Bahasa Indonesia (KBI), mahasiswa didefinisikan sebagai

orang yang belajar di Perguruan Tinggi, sedangkan menurut Siswoyo mahasiswa

dapat didefinisikan sebagai individu yang sedang menuntut ilmu ditingkat

perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta atau lembaga lain yang setingkat

dengan perguruan tinggi. Mahasiswa dinilai memiliki tingkat intelektualitas yang

tinggi, kecerdasan dalam berpikir dan kerencanaan dalam bertindak. Berpikir

kritis dan bertindak dengan cepat dan tepat merupakan sifat yang cenderung

melekat pada diri setiap mahasiswa, yang merupakan prinsip yang saling

melengkapi.6

4

Damar. A. Hartaji, ”Motivasi Berprestasi pada Mahasiswa yang Berkuliah dengan Jurusan Pilihan Orang

Tua” (Skripsi, Universitas Gunadarma Fakultas Psikologi, Depok 2012), 5. 5

W. Losikoy, Bimbingan dan Penyuluhan di perguruan tinggi (Jakarta: Gunung Agung 1983), 5. 6

(30)

Setiap Perguruan Tinggi atau Universitas, seperti ditulis oleh Edward Shal

memiliki tugas yang khas, yaitu secara metodis menemukan dan mengajarkan

kebenaran-kerbenaran tentang hal-hal yang serius dan penting, di antaranya

menigkatkan pengetahuan mahasiswa dalam hal sikap dan metode untuk mengkaji

dan menguji secara kritis kepercayan-kepercayaan mereka agar apa yang

dipahami dan diyakininya terbebas dari kekeliruan.7

Dengan itu mahasiswa diharapkan akan lebih pintar, cerdas, dan terdidik

kemudian mereka menjalankan tugasnya sebagai ilmuan dan peneliti. Begitulah

tugas utama mahasiswa adalah rajin menggali ilmu pengetahuan agar kelak

menjadi terdidik dan dapat tampil sebagai benteng akal sehat yang bisa kritis

terhadap situasi.

Menurut ustadz Ahmad Miftahul Haq bahwa seseorang yang tholabul ilmi

(mencari ilmu) dapat juga disebut dengan Muhibbin tarekat (pecinta tarekat),

dalam arti lain muhibbin tarekat adalah orang-orang yang senang melakukan

kegiatan ketarekatan meskipun mereka tidak berbai’at pada tarekat tertentu.

Diantara kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat Nahdlatul Ulama pada

umumnya adalah membaca manaqib, berdzikir, bersholawat, dll. Bahkan rata-rata

pondok pesantren diwilayah Sidoarjo para santrinya juga membaca

amalan-amalan orang yang berbai’at pada tarekat, Seperti Pondok Pesantren Bahauddin

Al-Isma’iliyah Ngelom Taman Sepanjang Sidoarjo.8

Pondok Pesantren Bahauddin Al-Isma’iliyah terletak tepat di jantung

Kecamatan Taman Ngelom Sepanjnag, wilayah perbatasan Kabupaten Sidoarjo

dan Kotamadya Surabaya. Syahdan, datang seseorang bernama Raden Ali. Beliau

merupakan putra pendiri Kerajaan Mataram, Jogjakarta. Namun, tidak ada catatan

7

A. Agus Nugroho, Etika Akademis, sebagaimana dikutip oleh Syahrin Harahap, Penegakan Moral Akademik di dalam dan di luar kampus (Jakarta : PT. Raja Garfindo Persada 2005), 196.

8

(31)

resmi sejak kapan dia tinggal di kompleks yang kini bernama Jalan Raya Ngelom,

Sidoarjo tersebut. Yang jelas, para penduduk sekitar dan pengasuh Yayasan

Bahauddin percaya pada satu hal. Yakni, Raden Ali tiba pada masa kolonial

Belanda. Raden Ali membabat kawasan Ngelom. Dia beranak pinak dan memiliki

seorang putra bernama Bahauddin.

Bahauddin memiliki ketertarikan pada pendidikan lebih mendalam

ketimbang saudaranya yang lain. Bila benang merah ditarik lebih jauh, Bahauddin

disebutkan memiliki beberapa keturunan. Salah satunya adalah KH. Hamzah

Ismail. KH. Hamzah itulah perintis utama Pondok Pesantren Bahauddin

Al-Ismailiyah. Nama Ismailiyah diambil dari nama belakang pendirinya, Ismail.

Dengan berkembangnya zaman, dikawasan sidoarjo banyak didirikannya

perguruan tinggi, seperti UMAHA, UNSURI, dll. Namun di era seperti ini

kebanyakan mahasiswa yang cenderung selesai kuliah langsung kembali ke

tempat tinggalnya, selian itu banyak juga mahasiswa yang kuliah sambil bekerja

untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari, sehingga untuk meluangkan

waktu berkumpul, berdiskusi tentang pendidikan, sosial maupun tentang

keagamaan itu sangat sulit. Dengan kondisi mahasiswa Sidoarjo yang seperti itu,

akhirnya dibentuklah komisariat istimewa yakni pondok pesantren Bahauddin

Al-Isma’iliyah sebagai tempat berkumpulnya mahasiswa ke-tarekatan yakni MATAN

cabang Sidoarjo.

Organisasi MATAN komisariat pondok pesantren Al-Isma’iliyah ini

diketuai oleh Ustadz Ahmad Miftahul Haq yang beliau adalah cucu dari KH.

Sholeh Qosim selaku pengasuh pondok pesantren Bahauddin Al-Isma’iliyah

(32)

B. Masuknya Tarekat Syadziliyah pada Matan (mahasiswa Ahlith Thariqah Al

Mu’tabaroh An Nahdliyyah)

Tarekat Syadziliyah didirikan oleh Abul Hasan Ali As-Syadzili (lahir di

Gumara, Tunisia, sekitar 593 H/1196-1197 M, wafat di padang pasir Hotmaithira,

Mesir, 656 H/1258 M). Tarekat Syadziliyah adalah salah satu Tarekat yang diakui

kebenarannya (Al-Mu’tabaroh), karena silsilah As-Syadzili adalah bersambung

(muttashil) sampai Rasulullah SAW. Silsilahnya adalah Quthbul Muhaqqiqin

Sulthanul Auliya’ Syaikh Sayyid Abul Hasan As Syadzili dari Syikh Sayyid Abdus

Salam ibn Masyisy dari Quthbus Syarif Abdur Rahman Al-Hasan dari Quthbul

Auliya’ Taqiyuddin Al-Fuqaira As-Sufi dari Syaikh Fakhruddin dari Syaikh Quthb

Nuruddin Ali dari Syaikh Quthb Tajuddin Muhammad dari Syaikh Quthb Zainuddin

Al-Qazwini dari Syaikh Quthb Ibrahim Al-Bashri dari Syaikh Quthb Ahmad Al

Marwani dari Syaikh Sa’id dari Syaikh Quthb Abu Muhammad Path Al-Sa’udi dari

Syaikh Quthb Sa’id Al-Ghazwani dari Syaikh Quthb Abu Muhammad Jabir dari

Awwalul Aqthab Sayyid As-Syarif Al-Hasan ibn Ali dari Sayyidina Ali ibn Abi

Thalib dari Sayyidina Muhammad SAW.9

Matan adalah organisasi Tarekat kepemudaan yang menjadi sarana kawah

candra dimuka dalam upaya mensinergikan kedalaman spiritual dan ketajaman

intelektual jiwa pemuda Indonesia. Meskipun begitu banyaknya organisasi di

Indonesia, organisasi Tarekat merupakan suatu pilihan yang mengandung banyak sisi

positif terutama dalam pengenalan Islam yg lebih dalam. Banyaknya organisasi

Tarekat menjadi pilihan yang sulit bagi para pemuda, namun dari banyaknya tarekat

ada sebuah tarekat yang menjadi pilihan yang paling utama dan banyak di ikuti oleh

para pemuda. Diantaranya adalah Tarekat Syadziliyah pada organisasi

9

(33)

kemahasiswaan yang biasa disebut dengan istilah MATAN (Ahli Thariqah

Al-Mu’tabaroh Al-Nahdliyyah)

Organisasi matan cabang Sidoarjo memiliki komisariat istimewa yakni pondok

pesantren al-isma’iliyah, yang kebetulan komisariat ismtimewa pondok pesantren

tersebut telah mengembangkan Tarekat Syadziliyah. Pondok Pesantren al-isma’iliyah

mengembangkan Tarekat Syadziliyah dikarenakan para ustadz-ustadz yang mengasuh

dan mengajar di pondok tersebut telah mengikuti Tarekat Syadziliyah dan berbai’at

kepada mursyid tarekat yakni Maulana Habib Luthfi bin Yahya.

Di kalangan Nahdliyin, tentu satu nama Habib Luthfi sangat populer dan tidak

asing lagi. Beliau memiliki banyak jamaah, bukan saja dari kalangan Nahdlotul

Ulama saja, namun dari luar NU pun beliau juga memiliki basis masa.

Tausiah-tausiah beliau selalu bisa menciptakan rasa nasionalisme yang tinggi di kalangan umat

beragama. Habib Luthfi adalah salah satu Habaib yang sangat dihormati di Indonesia,

keilmuan beliau dalam berbagai bidang agama begitu dijunjung tinggi oleh para

jamaah. Habib Luthfi sendiri dilahirkan di Pekalongan tepatnya pada tanggal 10

Nivember 1947 atau tepat pada tanggal 27 Rajab tahun 1367 H. Habib Luthfi ini

dilahirkan dari seorang Syarifah yang bernama sayidah al Karimah as Syarifah Nur.

Habib Luthfi Bin Yahya ini selain sebagai seorang Ulama, beliau juga aktif dalam

organisasi Nahdlatul Ulama sebagai salah satu anggota Syuriyah PBNU.10

Habib Luthfi dikenal sebagai seorang ulama yang pandai, cerdas, dan banyak

belajar dari pondok-pondok pesantren dari tahun ketahun di masa remajanya serta

mamiliki ilmu yang sangat tinggi adalah ilmu dhohir dan ilmu bathin serta ilmu para

wali sekaligus sebagai pewaris kanjeng Nabi Besar “Sayyidina Muhammad SAW”.

Dalam kehidupan masa remaja beliau yang serba kekurangan, beliau sering jarang

10

(34)

makan dan beliau berpuasa dengan niat menuju jalan Allah SWT, yaitu jalan

kebenaran yang didorong dengan keadaan masa remajanya pada waktu itu.

Selain aktif sebagai salah satu anggota Syuriyah PBNU, beliau juga

merupakan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia di Jawa Tengah. Selain itu, beliau

juga adalah Ra’is ‘Am jam’iyah Ahli Al-Thariqah al-Mu’tabarah Al-Nahdiyah. Beliau

juga termasuk ketua umum dan pencetus dari MATAN (Mahasiswa Ahli Al-Thariqah

Al-Mu’tabaroh Al-Nahdliyyah).

Riwayat pendidikan Habib Luthfi, terutama mengenai pendidikan agama,

tentu saja beliau mendapatkan ilmu agama Islam dari ayahanda tercintanya yaitu al

Habib al Hafidz ‘Ali al Ghalib. Setelah mendapatkan pelajaran agama dari Ayahanda,

Habib Luthfi bin Yahya kemudian melanjutkan pendidikannya di Madrasah Salafiah

selama tiga tahun.

Pendidikan sekolah Habib Luthfi kemudian dilanjutkan ke Pondok Pesantren

Benda Kerep Cirebon pada tahun 1959 M. Tidak berhenti di situ saja, Habib Luthfi

kemudian melanjutkan kelana ilmunya di Indramayu, Purwokerto dan kemudian ke

Tegal. Setelah cukup lama mengenyam pendidikan agama di daerah Jawa dan

Indonesia, Habib Luthfi Bin Yahya kemudian melanjutkan pencarian ilmu agamanya

ke Mekah kemudian ke Madinah, dan dilanjutkan ke beberapa negara timur tengah

lainnya. Di sana beliau mendapatkan ilmu dan berguru kepada ulama-ulama besar.

Beliau juga berguru kepada wali-wali Allah dan mendapatkan beragam ilmu Agama

Islam seperti ilmu syari’ah, tasawuf, dan tarekat dan tasawuf.

Habib Luthfi bin Yahya adalah pembina dari beberapa tarekat seperti Tarekat

Naqsyabandiyah Khalidiyah, Tarekat Syadziliyah, Tarekat Al Qadiriyah An

Naqsyabandiyah, dan Tarekat Tijaniah. Namun, dari beberapa Tarekat tersebut

(35)

kepada masyarakat Indonesia terutama di daerah Jawa Timur (Sidoarjo). Maka dari

itu Tarekat Syadiliyah dapat dikatakan sebagai tarekat yang memiliki pengikut

terbanyak dan tersebar diberbagai daerah diseluruh penjuru Indonesia. Salah satu

faktor penyebabnya adalah karena banyaknya ulama yang memang berhasil dalam

menjalankan dakwah dan mengajak dan mengajak umat untuk menjalankan Tarekat

yang sesuai dengan tuntunan para ulama pendahulu dari generasi salafus shalih.

Seperti yang dijelaskan diatas bahwa banyak warga Indonesia khususnya

daerah Jawa Timur (Sidoarjo) yang mengikuti Tarekat Syadziliyah. Mereka juga

banyak yang berbai’at pada Maulana Habib Luthfi bin Yahya. Banyak dari kalangan

mahasiswa yang juga tertarik pada keindahan ajaran Tarekat Syadziliyah, selain itu

Tarekat syadziliyah juga sangat cocok untuk para anggota matan komisariat istimewa

Pondok Pesantren Bahauddin Al-Isma’iliyah, karena tarekat ini dianggap sangat

fleksibel dalam pengamalannya dan tarekat ini juga sangat cocok untuk para santri

Pondok Pesantren Bahauddin Al-Isma’iliyah yang masih mengenyam pendidikan di

bangku sekolah.11

seiring berjalannya waktu semakin banyak mahasiswa yang ingin mendalami

lebih jauh tentang ajaran Tarekat Syadziliyah. Melihat kondisi seperti itu, Habib

Luthfi mempunyai gagasan untuk membuat wadah bagi mahasiswa yang menganut

Tarekat Syadziliyah. Sejak tanggal 2 Agustus 2009 Matan (Mahasiswa Ahli

Al-Thariqah Al-Mu’tabaroh Al-Nahdliyyah) resmi menjadi wadah bagi mahasiswa yang

mengikuti tarekat Syadziliyah wilayah Sidoarjo.

11

(36)

BAB III

PERKEMBANGAN DAN AKTIVITAS TAREKAT SYADZILIYAH MAHASISWA

AHLI AL-THARIQAH ALL-MU’TABAROH AL-NAHDLIYYAH PADA

KOMISARIAT ISMA’ILIYAH SIDOARJO

A. Perkembangan Tarekat Syadziliyah Mahasiswa Ahli Thariqah

Al-Mu’tabaroh Al-Nahdliyyah pada Komisariat Isma’iliyah Sidoarjo (2013-2016)

1. Perkembangan Tarekat Syadziliyah Mahasiswa Ahli Al-Thariqah Al-Mu’tabaroh

Al-Nahdliyyah cabang Sidoarjo.

Keterbelakangan baik secara mental, maupun akhlaq yang dialami bangsa

Indonesia, akibat penjajahan maupun akibat kurangnya wawasan keagamaan,

telah menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperbaiki dan melindungi

akhlak dan martabat bangsa Indonesia, melalui jalan pendidikan dan organisasi.

Gerakan yang muncul pada tahun 2009 dikenal dengan sebutan “MATAN” suatu

organisasi ke-tarekatan yang didirikan oleh Habib Luthfi bin Yahya untuk

melindungi bangsa indonesia dari pemahaman-pemahaman yang bersifat

positivisme maupun radikalisme.

Matan sebagai organisasi kemahasiswaan yang bukan hanya bergerak

untuk mengasah intelektualitas mahasiswa, namun juga untuk mengasah

spiritualitas mahasiswa, sehingga terwujudlah generasi dan calon pemimpin

bangsa yang memiliki keluhuran intelektualitas dan kearifan serta kedalaman

spiritual sebagai tonggak dan basis untuk membangun bangsa dan negara demi

mewujudkan cita-cita kemerdekaan dan kejayaan Negara Kesatuan Republik

Indonesia. Organisasi MATAN ini merupakan organisasi keagamaan dan

kemahasiswaan yang terlahir dari jam’iyyah Ahli Al-Thariqah Al-Mu’tabaroh Al

(37)

M/20 Syawwal 1430 H di Pekalongan dan baru dikukuhkan secara resmi oleh

JATMAN pada muktamar XI JATMAN di Kabupaten Malang pada tanggal

10-14 Januari/16-20 Shafar 10-1433 H.1

Pasca peresmian MATAN pada Muktamar jam’iyyah Ahli Al-Thariqah

Al-Mu’tabaroh Al-Nahdliyyah (JATMAN) di Bululawang Malang, pengurus

JATMAN Idharoh Wustho Jatim membentuk tim Ad-Hoc untuk

mensosialisasikan MATAN di daerah-daerah Jatim. Pada 18 Oktober 2012

perwakilan dari tim Ad-Hoc tersebut merapat ke Pesantren Tahsinul Akhlak

Bahrul Ulum Rangkah Buntu Surabaya. Di tempat tersebut para kolega dari

bebrapa pesantren di Surabaya-Sidoarjo, beberapa mahasiswa UIN Sunan Ampel

Surabaya, sesama alumni pesantren Denanyar Jombang dan Al Falah Ploso Mojo

Kediri, Muhibbin Habib Luthfi, dan sebagainya. Mereka semua telah berkumpul

di Pondok Pesantren Rangkah untuk membicarakan organisasi baru ini. Dari

pertemuan tersebut telah disepakati untuk brsama-sama membangung komunikasi

dengan Idaroh Syu’ubiyah Jatman yang masing-masing kabupaten/kota untuk

mendirikan MATAN, hingga pada 23 Februari 2013 Pengurus Cabang Sidoarjo

bersama Pengurus Cabang Surabaya, Malang, dan Pengurus wilayah Jatim

diresmikan oleh ketua matan pusat Dr. Hamdani Muin disaksikan oleh Mudlir

‘Am Jatman Almarhu KH. Mu’thi Nur Hady dan Gubernur Jawa Timur

Soekarwo di Pondok Pesantren Nurul Khoir Wonorejo Surabaya.

Masuknya organisasi MATAN didalam masyarakat pada umumnya

tergolong sangat sulit (eksplisit) atau bisa dikatakan perkembangannya harus

mencontoh para ulama yang terdahulu. Dalam perkembangan ajaran Islam dapat

melalui wadah kesenian. Kesenian dapat diterapkan dalam mengembangkan

1

(38)

matan agar dapat berkembang pesat di lingkungan masyarakat. Secara garis kecil

matan sendiri itu hanya bisa memberikan contoh yang baik kepada

organisasi-organisasi yang terdapat dalam masyarakat misalnya karang taruna, sebab perlu

dipahamkan bahwa makna sebuah matan dan menambah ta’aruf kepada para Kyai

untuk mencapai sebuah keberkahan dalam menjalani sebuah kehidupan.2

Awal mula yang dilakukan oleh anggota matan adalah banyak belajar,

banyak sharing, banyak tanya jawab serta sering melakukan showan ke para

ulama ataupun kyai tentang organisasi matan. Kemudian anggota matan berupaya

mengumpulkan para pemuda untuk membuat sebuah pemikiran besar tentang

cara mendiskiripsikan matan terhadap para pemuda lainnya. Pengalaman showan

kepada para ulama ataupun kyai itu membuat para anggota matan mengerti apa

makna matan tersebut. Langkah anggota matan selanjutanya, yakni berupaya

mengumpulkan para pemuda yang pada dasarnya mempunyai minat dan

keinginan untuk masuk kedalam tarekat. Akhirnya ada 5 pemuda dari wilayah

Sidoarjo yang ingin mengembangkan matan kepada para mahasiswa. Mereka

membuat sebuah rutunitas kecil di Sidoarjo untuk mengenalkan organisasi

kemahasiswaan yang dinamakan matan.

Seiring berjalannya waktu anggota matan Sidoarjo berusaha

mengembangkan rutinitas matan ini terhadap pemuda Surabaya yang pada

akhirnya pemuda Surabaya bergabung dengan pemuda Surabaya. Jika

digabungkan antara Sidoarjo dengan Surabaya dari tahun 2013-2015 anggota

matan yang aktif dalam organisasi berjumlah 50 orang. Karena penetrasi

dikampus dan para mahasiswanya belum mengetahui betul adanya organisasi

2

(39)

matan ini. Dan keilmuan serta pengalaman anggota matan belum sangat

menguasai yang akhirnya belum bisa mendirikan komisariat.3

Berkembangnya matan di kalangan mahasiswa menggunakan metode

pendekatan kepada para putra kyai yang kebetulan banyak sekali pengurus yang

tergabung didalamnya. Melalui pendekatan inilah anggota matan mendapat

kekuatan untuk bisa saling berkomunikasi, sehingga terbentulah sebuah jaringan

dengan asparagus (aspirasi para gus). Asparagus bergerak melalui pondok

pesantrennya dalam mengembangkan organisasi matan ini, dan kemudian

anggota yang lain bergerak melalui orang-orang yang berkharisma yang bisa

mendukung organisasi matan. Misal para anggota lain masuk dalam suatu desa

untuk bertemu kepada tokoh masyarakat yang berada pada desa tersebut, yang

kemudian meminta bantuan untuk menyebarluaskan pemahaman matan terhadap

orang-orang awam khususnya para pemuda.

Pada suatu ketika salah satu pengurus matan Sidoarjo, sebut saja Gus

Miftah, yang kebetulan beliau adalah ketua matan Sidoarjo. Beliau bertemu

dengan seseorang yang bernama ustadz dulhamid, dia juga merupakan pengurus

pusat departemen pengkaderan matan yang kemudian terjadilah komunikasi

antara Gus Miftah dan Ustadz Dulhamid mengenai perkembangan matan ini.

Dari pertemuan itulah oleh Ustadz Dulhamid, Gus Miftah disarankan untuk

bergabung dalam Komunitas Baca Rakyat (KOBAR). Dengan bergabunganya

Gus Miftah pada komunitas KOBAR tersebut alhasil beliau banyak mengenal

mahasiswa-mahasiswa dan para dosen disekitarnya.4

3

Ahmad Miftahul Haq, wawancara, Sidoarjo, 10 April 2017.

4

(40)

Perkembangan matan ini bisa dikatakan cukup sulit, karena para anggota

matan sendiri tidak punya keberanian untuk membuka awal organisasi tersebut.

Karena organisasi matan ini bukan seperti organisasi-organisasi lainnya yang

banyak peminatnya seperti IPNU, IPPNU, ANSHAR, HMI ataupun yang lainnya.

Namun organisasi matan ini adalah organisasi ke-tarekatan atau dapat dikatakan

juga bahwa organisasi matan ini bertujuan untuk melengkapi sesuatu yang belum

dimiliki oleh organisasi lain yang masih dalam kalangan NU. Semisal organisasi

seperti IPNU maupun IPPNU hanya mengajarkan tentang teologi, tetapi banyak

mahasiswa maupun para pemuda yang belum mengenal dengan benar apa itu

makna tasawwuf, apa itu makna tarekat. Dengan adanya organisasi matan ini,

bertujuan untuk memberi pemahaman kepada mereka tentang arti tasawwuf dan

tarekat yang sesungguhnya. Selain itu para anggota matan juga sering membantu

para mahasiswa yang hendak ingin showan kepada para ulama ataupun para kyai.

Dengan kegiatan-kegiatan angggota matan yang seperti itu, akhirnya banyak

sekali mahasiswa ataupun para pemuda yang ingin bergabung dalam matan ini.

Organisasi matan ini tidak pernah mengajak seseorang untuk wajib

mengikuti organisasi tersebut, mereka hanya membantu para mahasiswa yang

ingin memperdalam ilmunya dan membantu para mahasiswa yang ingin showan

kepada para ulama dan para kyai. Orang-orang yang telah dibantu oleh anggota

matan, mereka sudah menjadi golongan anggota matan, meskipun menurut dia

pribadi belum merasa masuk dalam organisasi matan. Karena didalam matan itu

terdapat istilah Muhibbin Tarekat yang maksudnya adalah orang-orang yang

ingin memperdalam ilmu agama maupun umum, orang-orang yang senang

showan ke para kyai, orang-orang yang suka melakukan rutinitas keagamaan

(41)

2. Perkembangan Tarekat Syadziliyah Mahasiswa Ahli Al-Thariqah Al-Mu’tabaroh

Al-Nahdliyyah komisariat Pondok Pesantren Bahauddin Al-Isma’iliyah.

Perkembangan adalah suatu perubahan yang terjadi pada suatu

pertumbuhan, ekosistem, maupun suatu organisasi. Organisasi bisa berkembang

jika para nggotanya mempunyai visi dan misi yang sama.

Perkembangan matan pada komisariat Pondok Pesantren Bahauddin

Al-Isma’iliyah dapat dilihat melalui dua aspek yakni pengajaran dan pengamalan

yang dilakukan oleh para anggota. Pengajaran yang dimaksud adalah pengajaran

dalam hal mengkaji kitab-kitab yang membahas tentang tasawwuf, fiqih, akhlaq,

nahwu, dll. Namun dalam organisasi kemahasiswaan ini lebih memfokuskan

pengkajian dalam kitab yang menjabarkan tentang tasawwuf.

Perkembangan yang pertama yakni melalui aspek pengajaran, yang akan

penulis rangkum dalam sebuah tabel dibawah ini:

TAHUN PUTRA PUTRI KITAB

2013 22 16 Kifayatul Atqiya’ -

2014 25 18 Kifayatul Atqiya’ -

2015 28 20 Kifayatul atqiya’ Minahus Saniyah, Roudhotut Tholibin

2016 30 25 Kifayatul Atqiya’ Minahus Saniyah, Roudhotut Tholibin

Dapat disimpulkan bahwa perkembangan matan dalam aspek

(42)

matan, dan kitab yang dikaji oleh santri matan.5 Dengan bertambahnya jumlah

santri yang mengikuti pengajian kitab kifayatul atqiya’, pada tahun 2015 para

ustadz menambahkan kitab minahus saniyah dan roudhotut tholibin kepada

para santri dengan tujuan ingin menambah wawasan yang lebih luas mengenai

tasawwuf kepada para santri.

Perkembangan yang kedua adalah aspek pengamalan, organisasi matan

sidoarjo mengamalakan dzikir-dzikir yang dilakukan oleh warga jam’iyah

Nahdlatul ulama yang berbai’at pada tarekat syadziliyah. Pada umumnya

semua tarekat pasti memiliki amalan-amalan yang berbeda-beda, tarekat

syadziliyah mengamalkan istghfar, sholawat, dan dzikir. Jika dijabarkan

mengenai amalan tarekat syadziliyah adalah sebagai berikut:

a. Istighfar

Istighfar atau kalimat Astaghfirullah yang memiliki arti “saya

memohon amounan kepada Allah SWT” adalah tindakan memminta maaf

atau memohin ampunan kepada Allah SWT yang dilakukan oleh orang

Islam. Secara harfiah tindakan ini dilakukan secara berulang-ulang. Pada

umumnya seorang Muslim mengucapkan kalimat ini tidak hanya ketika

bertaubat kepada Allah SWT, namun diucapkan secara terus menerus dalam

kondisi apapun. Terutama ketika mengucapkan atau melakukan suatu

kesalahan.

Apabila seseorang membaca istighfar dan menyertakan

mengucapkan artinya dalam hati, maka dapat dikatakan orang tersebut

bersungguh-sungguh dalam bertaubat kepada Allah. Ketika seseorang itu

5

(43)

sudah diampuni dosanya oleh Allah, Insya Allah dia akan dijaga oleh Allah

SWT dari segala hal yang berhubungan dengan maksiat.

Manusia yang hidup di dunia ini tidak bisa luput dari

kesalahan. Dalam bahasa Arab manusia disebut An-Nas yang berarti

makhluq yang pelupa. Berkata Ibnu Abbas : Nabi Adam as lupa terhadap

janji Allah, maka dinamakan manusia.6 Salah satu cara menutupi kelupaan

dan kesalahan tersebut adalah dengan istighfar (meminta ampun kepada

Allah swt). Oleh karenanya, Allah dalam banyak ayat memerintahkan kaum

muslimin untuk beristighfar dan memohon ampun kepada-Nya atas

kesalahan-kesalahan yang mereka perbuat.

Ada beberapa faktor utama yang mendatangkan nikmat dan

membuatnya mengalir secara melimpah, terus-menerus, dan bahkan

berkembang dan bertambah. Faktor-faktor tersebut ialah menaati Allah swt,

beriman kepada-Nya, mengesakan-Nya, berbuat kebajikan, memohon

ampunan dari perbuatan dosa, dan tidak menyakiti para

hamba-Artinya: Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa

mereka disebabkan perbuatannya.8

Istighfar dalam Tarekat Syadziliyah adalah astaghfirullah ‘adhim dan

dibaca sebanyak 100 kali, yang bertujuan untuk memohon ampunan kepada

Allah SWT atas segala dosa, agar hatinya bersih dari perbuatan yang tidak

Musthafa al-Adawi, Tolak Balak Dengan Istighfar (Solo: Aqwam, 2008), 9.

8

(44)

b. Sholawat

Setelah membaca istighfar, dilanjutkan dengan membaca Shalawat

kepada Nabi Muhammad. Mengucapkan Shalawat kepada Nabi Muhammad

SAW merupakan sunnah yang diajarkan oleh beliau langsung dan merupakan

perintah langsung dari Allah SWT. Seperti Firman Allah SWT:

ْو لس هۡيلع ْ ولص ْ ونم ء ني هل ا يأٓي ۚيبهنل ىلع ول ي ۥهتك ٓلم هَ ه إ

ا يل ۡست

٦

Artinya: Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan

ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.9

Imam Bukhori dan Abu Aliyah berkata dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir,

Shalawatnya Allah swt terhadap Nabi Muhammad saw adalah merupakan

pujian atas Nabi Muhammad saw di hadapan para malaikat.10 Dalam buku

Tafsir Ibnu Katsir rahimahullah berkata: ”Maksud dari surat Al-Ahzab ayat 56

ini adalah, bahwa Allah swt mengabarkan kepada para hamba-Nya, tentang

kedudukan hamba dan Nabi Muhammad saw dan di sisi para makhluk yang

tinggi (Malaikat). Dan bahwasanya Allah swt memuji beliau di hadapan para

Malaikatnya, dan para Malaikat pun bershalawat kepada Nabi Muhammad

saw. Kemudian Allah swt memerintahkan penduduk bumi untuk bershalawat

dan mengucapkan salam kepada Nabi Muhammad saw supaya terkumpul

pujian terhadap beliau dari peghuni dua alam, alam atas (langit) dan alam

bawah (bumi) secara bersama-sama.

Shalawat orang-orang mukmin kepada nabi adalah sebagai perwujudan

rasa kecintaan kepada beliau, dan sebagai petunjuk cara yang terbaik dalam

mensyukuri dan memelihara hubungan kita dengan Nabi. (sedangkan untuk

memelihara hubungan baik antar sesama manusia yaitu dengan saling

9

Q.S al-Ahzab, ayat 56. 10

(45)

menebarkan salam). Dalil perintah untuk bershalawat kepada Rasulullah Saw

yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi:

رت ْم ْي ع ناك هَإ ْم ي ن ى ع او صي ْمل هيف هَ ا ركْذي ْمل اس ْجم ْوق س ج ام

ْنإ ْم بهذع ءاش ْنإف

ْم ل رفغ ءاش

Artinya: Abu Hurairah r.a.mengatakan bahwa Rasulullah saw bersabda, “Bila

suatu kaum duduk disuatu majlis, kemudian tidak berdzikir pada Allah SWT dan tidak bershalawat kepada nabinya, niscaya akan ditimpakan kerugian

kepada mereka. Dan bila berkehendak. Ia akan mengampuni mereka.” (HR

Imam Tirmidzi)11

Menurut Imam Ghazali, di saat orang mencintai sesuatu, ia akan selalu

menyebutnya. Di saat ia mencintai Allah swt, ia akan selalu mengingat dan

berzikir kepada-Nya. Begitu pula di saat ia mencintai Rasulullah saw, ia

tentunya akan memperbanyak shalawat kepadanya. Apabila seorang hamba

banyak berzikir kepada Allah, tetapi ia tidak bershalawat atau kurang

bershalawat kepada Rasulullah saw, zikirnya itu tidaklah sempurna.

Shalawat merupakan sebuah cahaya yang mengeluarkan kita dari

kegelapan. Shalawat adalah sebuah sarana untuk menambah iman kita kepada

Allah swt dan cinta kita kepada Rasulullah saw. Shalawat merupakan rasa

terima kasih kita kepada pribadi yang paling mulia, yang mengiringi kita dan

mengajarkan kita untuk mencapai kebahagiaan dan keindahan nan abadi.

Shalawat menjadi rukun dalam shalat. Kita diwajibkan membacanya pada saat

tasyahud. Jika tidak, shalat kita menjadi tidak sah. Pada praktik lainnya,

mislanya dalam berdoa, kita juga dianjurkan membaca shalawat agar doa kita

makbul dan mencapai keberkahan.

Dari kesimpulan diatas adalah bahwasannya Allah swt

memberitahukan kepada hamba-hambanya tentang kedudukan Nabi

Muhammad saw di sisinya. Dan Allah swt memujinya dihadapan para

malaikat dan Allah swt menyeruh seluruh penduduk bumi dengan bershalawat

11

Referensi

Dokumen terkait