• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKULTURASI BUDAYA ISLAM DAN LOKAL DALAM TRADISI BERGENDANG DI KAMPUNG RANTAU PANJANG, KUCHING SARAWAK, MALAYSIA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "AKULTURASI BUDAYA ISLAM DAN LOKAL DALAM TRADISI BERGENDANG DI KAMPUNG RANTAU PANJANG, KUCHING SARAWAK, MALAYSIA."

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

AKULTURASI BUDAYA ISLAM DAN LOKAL

DALAM TRADISI

BERGENDANG

DI KAMPUNG RANTAU PANJANG,

KUCHING SARAWAK, MALAYSIA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)

Oleh

MOHAMMAD SHAFIQ BIN ASAN NIM : A42211085

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

(2)

PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Mohammad Shafiq Bin Asan

Nim : A42211085

Jurusan : Sejarah dan Kebudayaan Islam

Fakultas : Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Surabaya

Dengan sungguh-sungguh menyatakan bahwa SKRIPSI ini secara keseluruhan

adalah hasil penelitian/karya saya sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang

dirujuk sumbernya. Jika ternyata di kemudian hari skripsi ini terbukti bukan karya

saya sendiri, saya bersedia mendapat sangsi berupa pembatalan gelar kesarjanaan

(3)

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini telah disetujui

Tanggal, 7 Januari 2015

(4)
(5)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Akulturasi Budaya Islam dan Lokal dalam Tradisi

Bergendang di Kampung Rantau Panjang, Kuching Sarawak, Malaysia” Skripsi ini menfokuskan tentang latar belakang muncul tradisi Bergendang dan perkembangannya di Kampung Rantau Panjang. Selanjutnya, dibahas bentuk akulturasi budaya Islam dan lokal yang terdapat di dalam pelaksanaan tradisi

Bergendang. Setelah itu, respon masyarakat Kampung Rantau Panjang terhadap pelaksanaan Tradisi Bergendang.

Adapun pendekatan dan kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan antropologi dan teori akulturasi dengan pendekatan fungsional (fungsional approach to acculturation). Sedangkan metode yang digunakan adalah metode etnografi dan metode fenomenologi.

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa latar belakang munculnya tradisi Bergendang di Kampung Rantau Panjang adalah terkait dengan tidak adanya hiburan pada zaman dahulu mendorong masyarakatnya untuk menciptakan suatu persembahan untuk mengisi waktu senggang mereka dan dapat memberikan hiburan. Dalam hal ini, orang terdahulu memulai tradisi Bergendang

dengan mengetuk papan bekas dan menghasilkan bunyi yang berbeda serta dapat menimbulkan minat penduduk untuk menari mengikuti bunyi papan bekas yang dipukul. Mengenai perkembangan dan perubahan yang berlaku telah membantu tradisi Bergendang terus diminati oleh setiap lapisan masyarakat. Walaupun beberapa struktur telah berubah, tetapi hiburan tradisional ini masih mengekalkan elemen-elemen dan aturan acaranya. Selain itu, nilai-nilai Islam telah menjadi ruh dari berbagai aspek dalam pelaksanaan tradisi Bergendang Kemudian, mayoritas masyarakat Kampung Rantau Panjang merespon pelaksanaan tradisi Bergendang

(6)

ABSTRACT

This thesis titled "Cultural Acculturation Islam and Local in Tradition

Bergendang at Kampung Rantau Panjang, Kuching Sarawak, Malaysia". This thesis focuses on the background appears of Bergendang tradition and development at Kampung Rantau Panjang. Next, discuss the form of of cultural acculturation Islam and local in the implementation Bergendang traditions. Then, the public response to the implementation of Bergendang tradition Kampung Rantau Panjang.

The approaches and theoretical frameworks used in this research is anthropological approach and functional approach to acculturation.The method used was ethnographic and phenomenological method.

From these results it can be concluded that the background appears of

Bergendang tradition in Kampung Rantau Panjang is related with the absence of entertainment in ancient times to encourage people to create an offering to fill their leisure time and can provide entertainment. In this case, people preceding start Bergendang tradition by knocking the wooden boards recycled and produce different sounds and can be interest people to dance to the sound of the wooden boards recycled are beaten. About the developments and changes that occur have helped interest in Bergendang tradition by society. Even some structures have changed, but still retains the traditional entertainment elements and rules of

Bergendang tradition. Besides, the values of Islam has become the spirit of various aspects of the implementation Bergendang tradition. Then, the majority of the people in Kampung Rantau Panjang respond of implementation Bergendang

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUl ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

TRANSLITERASI ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... xi

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Kegunaan Penelitian ... 7

E. Pendekatan dan Kerangka Teoretik ... 7

F. Penelitian Terdahulu ... 9

G. Metode Penelitian ... 11

H. Sistematika Bahasan ... 15

Bab II : GAMBARAN UMUM MASYARAKAT KAMPUNG RANTAU PANJANG, KUCHING SARAWAK A. Letak dan Aksesibilitas ... 17

B. Kependudukan ... 18

C. Kondisi Sosial Masyarakat ... 18

1. Kondisi Keagamaan... 18

2. Kondisi Sosial Budaya ... 20

3. Kondisi Sosial Ekonomi ... 21

(8)

BAB III : TRADISI BERGENDANG KOMUNITAS MELAYU SARAWAK

DI KAMPUNG RANTAU PANJANG

A. Latar belakang Tradisi Bergendang ... 23

B. Atribut Tradisi Bergendang ... 24

C. Prosesi Tradisi Bergendang ... 28

BAB IV: AKULTURASI BUDAYA ISLAM DAN LOKAL DALAM TRADISI BERGENDANG DI KAMPUNG RANTAU PANJANG A. Kedatangan Islam di Sarawak ... 37

B. Perkembangan Tradisi Bergendang ... 40

C. Akulturasi Budaya Islam dan Lokal dalam Tradisi Bergendang ... 43

1. Unsur-Unsur Lokal Dalam Tradisi Bergendang a. Pantun ... 43

b. Tujuan Lokal ... 44

2. Unsur-Unsur Islam Dalam Tradisi Bergendang a. Pantun, Prosesinya dan Pantangan-Pantangan Islam ... 47

b. Tujuan Islam... 49

3. Proses Akulturasi Budaya Islam dan Lokal Dalam Tradisi Bergendang ... 50

D. Dampak Diadakan Tradisi Bergendang ... 56

1. Aspek Sosial ... 57

2. Aspek Hiburan ... 57

3. Aspek Agama ... 58

(9)

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ... 60

B. Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62

(10)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kesenian adalah salah satu unsur dari kebudayaan manusia karena

merupakan cerminan dari suatu bentuk peradaban yang tumbuh dan

berkembang sesuai dengan keinginan yang berpedoman kepada nilai-nilai

dan dilakukan dalam bentuk aktivitas kesenian sehingga masyarakat

mengetahui bentuknya.1 Kamus Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh

Dewan Bahasa Departemen Pendidikan Nasional mendefinisikan kata

tradisional sebagai “menurut tradisi”, sedangkan tradisi diartikan sebagai

adat kebiasaan turun-temurun dari nenek moyang yang masih dijalankan

dalam masyarakat dan anggapan bahwa cara-cara yang telah ada

merupakan yang paling baik dan benar.2Dengan mengacu kepada definisi

tersebut, maka kesenian tradisional dapat diartikan sebagai kesenian masa

lalu yang diciptakan oleh nenek moyang dan sampai sekarang masih

dijalankan atau dimainkan oleh masyarakat kontemporer.

Kesenian tradisional adalah hiburan bagi masyarakat kelas bawah.

Misalnya, para petani yang sudah selesai menggarap ladang dan sawahnya

kemudian menunggu saat-saat memanen hasil kerja mereka. Di sela-sela

menunggu itulah mereka melahirkan kesenian rakyat. Hal tersebut terjadi

1

Koentjaraningrat,Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan(Jakarta: PT Gramedia, 1974), 12. 2

(11)

2

pada masyarakat Melayu Sarawak terutama dalam aktivitas keseniannya

yaitu tradisi Bergendang yang sangat menghibur bagi anak-anak muda

pada zaman dahulunya. Orang-orang yang tidak terlibat secara langsung

dengan proses kreatif tersebut memposisikan diri sebagai penonton.

Kesenian tradisional ini pada akhirnya lahir sebagai hiburan. Orang-orang

yang membutuhkan hiburan akan berbondong-bondong menghadiri

pentas-pentas kesenian tradisional, sehingga tidak mengherankan, setiap

kali diadakan pentas kesenian tradisional, ratusan orang akan berkumpul

untuk menontonnya.3

Bergendangmerupakan aktivitas masyarakat Melayu Sarawak pada

zaman dahulu dan tradisi ini tercatat dalam jurnal Sarawak Gazette.4

Bergendang dilakukan oleh sebagian masyarakat Melayu Sarawak

terutama di kawasan kampung-kampung karena pada zaman dahulu, tidak

terdapat bentuk hiburan lain selain Bergendang. Tidak seperti zaman

sekarang, aktivitas ini telah dipinggirkan setelah kemunculan hiburan yang

lebih modern dari segi peralatan musik yang digunakan. Secara tidak

langsung bertanggung jawab atas kemerosotan dukungan dari masyarakat

Melayu Sarawak sendiri terhadap tradisiBergendang, terutama di kawasan

Bandar. Akan tetapi, ada sebagian dari masyarakat Melayu Sarawak yang

masih peduli dengan hiburan tradisional ini. Salah satu contohnya adalah

komunitas Kampung Rantau Panjang, Kuching Sarawak.

3

R.M. Soedarsono, Seni Pertunjukan dari Perspektif Politik, Sosial dan Ekonomi (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2003), 233.

4

(12)

3

Pada umumnya, masyarakat Melayu Sarawak di Kampung Rantau

Panjang, memiliki berbagai kegiatan kesenian tradisional yang sudah

terselenggara sejak zaman dahulu, sehingga mereka masih menjaga

kelestariannya sampai saat ini. Salah satu tradisi yang paling dikenal di

kampung tersebut adalah Bergendang. Komunitas di Kampung Rantau

Panjang juga memiliki kelompok gendang yang diberi nama Gendang

Melayu Asli Sarawak (GEMAS). Anggota yang terlibat dalam kelompok

tersebut memiliki pengalaman yang luas dalam bidang kebudayaan dan

kesenian.

Tradisi Bergendang diadakan setiap kali ada keramaian misalnya

ketika di acara pernikahan. Biasanya Bergendang ini terdapat tiga elemen

yaitu Seh gendang (Pemain gendang), Bermukun (pantun) dan Penandak

(Penari). Masyarakat umum mengetahui bahwa tradisi Bergendang ini

melibatkan Seh gendang (Pemain gendang) dengan Penandak (Penari).

Seh gendang(Pemain gendang) terdiri dari kalangan perempuan yang akan

memukul gendang sambil melagukan pantun. Di samping keahlian Seh

gendang (Pemain gendang) memukul gendang, beliau juga menjual dan

membeli pantun.5Sementara, Penandak(Penari) pula terdiri dari kalangan

laki-laki yang berperan sebagai penari. Penandak (Penari) akan menari

mengikuti bunyi pukulan gendang dan pantun yang dilagukan.

5

(13)

4

Para penonton atau penggemar Bergendang akan menilai keahlian

Seh gendang (Pemain gendang) dengan mendengar bunyi pukulan

gendang yang tidak sumbang sambil pantun yang dijual-belikan sangat

mengena dengan pantun si Penandak (Penari). Sedangkan Penandak

(Penari) dinilai dengan seni tarinya yang harmonis dan dapat menjual-beli

pantun dengan tepat. Jika pantun yang dijual, dibeli dengan pantun yang

tidak relevan, maka penonton dapat mengukur kekalahan Seh gendang

(Pemain gendang) atauPenandak(Penari) tadi. Dalam hal ini,Bergendang

sangat menghibur di samping menguji pikiran melalui pantun-pantunnya.6

Bagi Peneliti, yang menarik untuk dikaji dari tradisi Bergendang

ini adalah terjadinya akulturasi budaya Islam dan lokal yang sudah lama

berkembang dan menyatu dalam masyarakat Melayu Sarawak di Kampung

Rantau Panjang. Pengucapan pantun yang ada dalam tradisi Bergendang

terdapat bahasa-bahasa berunsur Islam seperti penyebutan nama Allah,

Rasullullah, pahala/dosa, tempat-tempat suci agama Islam, rukun Islam,

Rukun Iman, memberi salam/menjawab salam, dan lain-lainnya. Bahkan,

pantun juga sebagai suatu kajian lokal yang merupakan sarana untuk

mengetengahkan unsur-unsur Islam, peringatan, nasehat dan dakwah.

Selain itu, adab dan tatacara masyarakat Melayu Islam juga

memberi kesan terhadap tradisi Bergendang ini, yaitu cara bergaul antara

laki-laki dan perempuan yang dibatasi. Dalam hal ini, dihubungkan dengan

kedudukan pelaku budayanya, yaitu Seh gendang (perempuan) dan

6

(14)

5

Penandak (laki-laki) yang dipisahkan dengan tabir. Melalui tradisi

Bergendang ini, masyarakat dapat bergaul dan mengeratkan hubungan

silaturahim antara satu sama lain.

Bagi peneliti, Bergendang merupakan satu kegiatan tradisi yang

dilakukan oleh masyarakat Melayu Islam sebagai hiburan dan menyatukan

anggota keluarga, tetangga, teman-teman dalam meramaikan sebuah acara,

misalnya ketika di acara pernikahan. Maka dalam tradisi Bergendang itu,

biasanya terlihat kehidupan masyarakat Islam yang menerapkan sikap

hormat-menghormati. Semua ini positif dan dituntut dalam Islam.

Berangkat dari hal di atas, maka perlu adanya penelitian tentang

budaya daerah yang masih tetap bertahan dan dijalankan oleh masyarakat

pendukungnya terkait dengan hiburan tradisional. Bahkan patut untuk

dilestarikan agar tidak hilang ditelan oleh kemajuan zaman. Salah satunya

di sini adalah tradisi Bergendang di Kampung Rantau Panjang, Kuching

Sarawak, Malaysia. Oleh karena itu, penelitian ini menjadi penting sebagai

(15)

6

B. Rumusan Masalah

Pembahasan dalam penelitian ini terfokus pada akulturasi budaya

Islam dan lokal dalam tradisiBergendang yang dilaksanakan di Kampung

Rantau Panjang, Kuching Sarawak, Malaysia. Adapun permasalahan

pokok dalam kajian ini dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana latar belakang munculnya dan perkembangan dalam

tradisi Bergendang di Kampung Rantau Panjang, Kuching Sarawak,

Malaysia?

2. Bagaimana bentuk akulturasi budaya Islam dan lokal dalam tradisi

Bergendang di Kampung Rantau Panjang, Kuching Sarawak,

Malaysia?

3. Bagaimana respon masyarakat terhadap tradisi Bergendang di

Kampung Rantau Panjang, Kuching Sarawak, Malaysia?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian adalah seperti berikut :

1. Untuk mengetahui latar belakang muncul dan perkembangan dalam

tradisi Bergendang di Kampung Rantau Panjang, Kuching Sarawak,

Malaysia.

2. Untuk mendeskripsikan bentuk akulturasi budaya Islam dan lokal

dalam tradisi Bergendang di Kampung Rantau Panjang, Kuching

(16)

7

3. Untuk memahami respon masyarakat terhadap tradisi Bergendang di

Kampung Rantau Panjang, Kuching Sarawak, Malaysia.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun hasil penelitian ini diharapkan mempunyai kegunaan

seperti berikut :

1. Bidang Akademis :

Pengembangan dalam bidang Sejarah dan Kebudayaan Islam

di Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan

Ampel, Surabaya.

2. Bidang Praktis :

Melakukan pembangunan nasional (modernisasi) dalam rangka

melestarikan hiburan tradisional (Bergendang) untuk masyarakat

Melayu Sarawak terutama di Kampung Rantau Panjang, Kuching

Sarawak, Malaysia.

E. Pendekatan dan Kerangka Teoretik

Peneliti menggunakan pendekatan antropologi. Antropologi adalah

ilmu yang mempelajari makhluk anthropos atau manusia, merupakan

suatu integrasi dari beberapa ilmu yang masing-masing mempelajari suatu

komplek masalah-masalah khusus mengenai makhluk manusia.7

Pendekatan antropologi merupakan salah satu upaya memahami agama

7

(17)

8

dengan cara melihat wujud praktek yang tumbuh dan berkembang dalam

masyarakat.8 Wujud praktek yang dimaksudkan di sini adalah tentang

pengucapan pantun sebagai media dalam menyampaikan peringatan,

nasehat dan dakwah yang dijalankan oleh komunitas Melayu Sarawak di

Kampung Rantau Panjang dalam tradisiBergendang.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori akulturasi.

J. Powel mengungkapkan bahwa akulturasi dapat diartikan sebagai

masuknya nilai-nilai budaya asing ke dalam budaya lokal. Budaya yang

berbeda itu bertemu, yang luar mempengaruhi yang telah mapan untuk

menuju suatu keseimbangan. Koentjaraningrat juga mengartikan akulturasi

sebagai suatu kebudayaan dalam masyarakat yang dipengaruhi oleh suatu

kebudayaan asing yang demikian berbeda sifatnya sehingga unsur-unsur

kebudayaan asing tadi lambat laun diakomodasikan dan diintegrasikan ke

dalam kebudayaan itu sendiri tanpa menghilangkan kepribadian dan

kebudayaannya.9

Malinowski dalam buku The Dynamics Of Culture Change yang

dikutip oleh Koentjaraningarat dalam bukunya, Sejarah Teori Antropologi

II mengemukakan teori untuk meneliti suatu proses akulturasi dengan

pendekatan fungsional (fungsional approach to acculturation), yaitu

merupakan suatu kerangka yang terdiri dari tiga kolom. Pertama,

mendeskripsikan mengenai kebutuhan, maksud, kebijaksanaan dan

cara-cara yang dilakukan oleh agen atau ulama Islam untuk memasukkan

8

Abuddin Nata,Metodologi Studi Islam(Jakarta: PT Raja Grafindo, 2000), 35. 9

(18)

9

pengaruh kebudayaan asing ke dalam suatu kebudayaan tradisional.

Kedua, mendeskripsikan tentang proses akulturasi dalam suatu

kebudayaan tradisional. Ketiga, mendeskripsikan tentang reaksi/respon

masyarakat terhadap pengaruh kebudayaan Islam yang keluar dalam

bentuk usaha untuk menghindari pengaruh tadi atau sebaliknya menerima

dan menyesuaikan unsur-unsur kebudayaan asing dengan unsur-unsur

kebudayaan mereka sendiri.10 Dari teori ini, peneliti kemudian mencoba

medeskripsikan akulturasi budaya Islam dengan lokal yang ada pada

pelaksanaan tradisiBergendangdi Kampung Rantau Panjang.

F. Penelitian Terdahulu

Mengenai kajian tentang tradisi Bergendang sudah banyak yang

menulis, akan tetapi, kajian yang membahas secara khusus tentang tradisi

Bergendang di Kampung Rantau Panjang belum ada yang membahasnya.

Namun ada beberapa karya tulis yang berhubungan dengan judul ini yang

peneliti temukan. Adapun karya tulis tersebut antara lain :

1. Nurulakmal Abdul Wahid, “Perkembangan dan Perubahan Struktur

Persembahan Tradisi Gendeng Melayu Sarawak”, (2010). Isi:

Gendang Melayu Sarawak merupakan salah satu seni tradisi

masyarakat Melayu Sarawak. Masyarakat Melayu di Sarawak telah

menjadikan tradisi ini sebagai hiburan terutama dalam acara

keramaian. Tradisi Gendang Melayu Sarawak ini telah mengalami

10

(19)

10

perubahan dan perkembangan sejak kedatangan Islam ke Kepulauan

Borneo. Kajian ini bertujuan untuk melihat perubahan dan

perkembangan terhadap tradisi Bergendang ini. Struktur tradisi ini

telah berubah secara bertahap-tahap dari waktu ke waktu. Metode

kajian yang digunakan adalah wawancara dan observasi. Kajian ini

dilakukan secara diakronik dan sinkronik, serta analisis deskriptif

digunakan untuk menguraikan dengan lebih mendalam tentang

perubahan yang berlaku terhadap tradisi Bergendang dalam

masyarakat Melayu Sarawak. Hasil penelitian ini dapat memberi

informasi dan pemahaman tentang seni tradisi Gendang Melayu

Sarawak.

2. Mary Fatimah Subet, Salbia Haji Hassan, “Bergendang dan

Bermukun dalam Masyarakat Melayu Sarawak”. (2009). Isi: Kajian

ini meneliti aturan umum dalam tradisi Bergendang dan Bermukun

(Berpantun), termasuk peran Seh gendang (Pemain gendang), konsep

Topeng’ (Penari) dan aspek penggunaan pantun ketika Bermukun

(Berpantun). Penelitian ini juga akan menilai kerelevananBergendang

dan Bermukum (Berpantun) sebagai warisan budaya dan fungsinya

dalam masyarakat kontemporer serta tantangan pada saat ini.

3. Mohd. Fauzi Abdullah, Abd. Hamid Mukri, Roselan Baki, Omar

Mamat, Raja Ahmad Raja Musa, Ahmad Shahril Rajain. “Pemikiran

Cinta Bermukun (Berpantun) dalam Gendang Melayu Sarawak”,

(20)

11

Melayu Sarawak yaitu Gendang Melayu Sarawak. Aspek yang diteliti

adalah gambaran isi dan falsafah pemikiran yang terkandung dalam

pantun. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pantun yang dicipta

atau dilafazkan secara spontan itu berguna sebagai sarana untuk

menghibur, mendidik dan mengkritik prilaku anggota masyarakatnya.

Pantun-pantun yang menghiasi aktivitas ini biasanya terdiri dari

pantun-pantun orang muda. Pantun orang muda ini masih digemari

oleh orang Melayu terutama oleh generasi tua. Jadi, sudah ada suatu

keistimewaan di sini, yaitu pantun orang muda tetapi

penggemarnya dari kalangan generasi tua.

Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya karena dalam

penelitian terdahulu sebagian besar membahas prosesi Bergendangdan Isi

pantunnya, perubahan-perubahan yang terjadi serta pengaruhnya terhadap

masyarakat dalam beberapa aspek yaitu sosial dan budaya. Sedangkan

penelitian ini selain membahas tentang prosesi tradisinya juga

mendeskripsikan tentang unsur-unsur Islam dan lokal yang terkandung

dalamBergendangdan terfokus kepada bentuk akulturasi budayanya.

G. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode etnografi

(21)

12

dengan memahami suatu pandangan hidup dari sudut pandang penduduk

asli.11Adapun langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Pengumpulan Data

a. Jenis Data

Jenis data yang akan dikumpulkan adalah jenis data primer

dan sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari

informan dengan menggunakan wawancara dan pengamatan.

Dalam tulisan ini, informan tersebut terdiri dari beberapa anggota

dalam kelompok Gendang Melayu Asli Sarawak (GEMAS) yang

tidak lain adalah warga Kampung Rantau Panjang sendiri.

Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari

dokumentasi dan bacaan lainnya yang berkaitan dengan masalah

yang diteliti. Data-data ini biasanya berupa data monografi dari

Kampung Rantau Panjang dan bisa juga berupa buku-buku yang

ada kaitannya dengan judul yang akan dibahas.

b. Tehnik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data dalam penelitian ini maka peneliti

menggunakan beberapa tehnik di antaranya pengamatan,

wawancara dan studi pustaka.

1). Pengamatan Terlibat (Participant Observation)

Pengamatan langsung dilakukan untuk memperoleh

fakta nyata tentang tradisi Bergendang, kemudian dilakukan

11

(22)

13

pencatatan lapangan yang meliputi prosesi, perlengkapan dan

tempat penyelenggaraan tradisinya. Agar terpenuhinya

standar ilmiah maka peneliti harus ikut berpartisipasi dalam

prosesi tradisi tersebut dan ikut andil di dalamnya sebagai

Penandak(Penari) atau pelaku budayanya.12

2). Wawancara

Wawancara dilakukan untuk memperoleh data primer

karena data ini diperoleh langsung dari pelaku budayanya.

Adapun pelaku budaya tersebut adalah masyarakat Kampung

Rantau Panjang yang terlibat di dalam tradisi Bergendang

yaitu beberapa anggota dari kelompok Gendang Melayu Asli

Sarawak (GEMAS) dan juga sebagian penggemar tradisi

tersebut.

3). Dokumentasi

Peneliti melakukan dokumentasi yaitu pengumpulan

data-data yang ada dengan menggunakan alat-alat

dokumentasi seperti kamera dan rekorder. Yaitu dengan

mengambil foto-foto saat pelaksanaan tradisi Bergendang

dan aktivitas masyarakatnya.

4). Penelusuran Pustaka

Peneliti juga akan mengumpulkan dan mengkaji

data-data dari sumber bertulis untuk memperkuat data-data yang

12

(23)

14

diperoleh di lapangan. Sumber-sumber tersebut diperoleh dari

kelurahan yaitu data-data tentang kependudukan dalam

membantu mengetahui kondisi geografis, ekonomi, agama

dan sosial kultur masyarakat. Peneliti juga akan

menggunakan literatur-literatur tertulis yang ada di Pustaka

Negeri Sarawak dan Dewan Bahasa dan Pustaka (DBP)

cabang Kuching Sarawak. Data tertulis yang paling

dibutuhkan peneliti dengan tema penelitian ini adalah

berhubungan dengan sejarah masuknya Islam di Sarawak dan

perkembangan tradisi lokal di daerah Kuching, Sarawak.

2. Analisis Data

Data yang terkumpul bukanlah merupakan hasil akhir dari

suatu penelitian ilmiah, tetapi data-data tersebut masih perlu dianalisis

lagi. Dalam hal ini, peneliti menggunakan metode fenomenologi untuk

menganalisis data yaitu mengungkapkan atau mendeskrispsikan

makna yang nampak dalam sebuah data atau gejala. Dalam kerja

penelitiannya, fenomenologi dapat mengacu pada tiga hal yaitu,

filsafat, sejarah dan pada pengertian yang lebih luas.13

Dalam kaitannya dengan tulisan ini, peneliti menggunakan

acuan yang ketiga karena dianggap paling relevan dengan penelitian

agama Islam dalam perspektif ilmu budaya. Metode ini bisa

13

(24)

15

diterapkan dalam meneliti ajaran-ajaran, kegiatan-kegiatan, tradisi,

dan simbol keagamaan.14

3. Penulisan

Setelah langkah operasional dilakukan maka, hasil penelitian

ini ditulis berdasarkan fakta dan data yang diperoleh selama

penelitian.15

H. Sistematika Bahasan.

Pembahasan yang akan dikemukan dalam proses penulisan skripsi

ini adalah:

1. BAB I PENDAHULUAN

Bab ini bertujuan untuk mengantarkan secara sekilas, segala

sesuatu yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini di antaranya Latar

Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan

Penelitian, Pendekatan dan Kerangka Teoretik, Penelitian Terdahulu,

Metode Penelitian, dan Sistematika Bahasan.

2. BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT KAMPUNG

RANTAU PANJANG, KUCHING SARAWAK

Sebagai langkah awal memasuki pembahasan dalam bab ini,

secara rinci diungkap tentang letak dan aksesibilitas, kependudukan,

kondisi sosial masyarakat meliputi aspek keagamaan, ekonomi,

14

Ibid., 220. 15

(25)

16

budaya dan politk dalam Kampung Rantau Panjang, Kuching

Sarawak.

3. BAB III TRADISI BERGENDANG KOMUNITAS MELAYU

SARAWAK DI KAMPUNG RANTAU PANJANG

Setelah mengetahui gambaran umum komunitas Melayu

Sarawak di Kampung Rantau Panjang, maka pembahasan selanjutnya

di bab ini terkait dengan latar belakang munculnya tradisi

Bergendang, perlengkapan/atribut tradisinya dan prosesi tradisi

Bergendang.

4. BAB IV BENTUK AKULTURASI BUDAYA ISLAM DAN

LOKAL DALAM TRADISI BERGENDANG DI KAMPUNG

RANTAU PANJANG

Bab ini akan mendeskripsikan kedatangan Islam di Sarawak,

kemudian perkembangan tradisi Bergendang. Selanjutnya, bentuk

akulturasi budaya Islam dan lokal dalam tradisi Bergendang yang

meliputi unsur-unsur lokal, unsur-unsur Islam serta proses

akulturasinya. Seterusnya, dampak diadakan tradisi Bergendang

terhadap aspek sosial, hiburan dan agama beserta respon

masyarakatnya.

5. BAB V PENUTUP

Sebagai tanda diakhiri pembahasan skripsi, maka bab ini berisi

kesimpulan dari seluruh pembahasan yang ada pada bab-bab

(26)

17

BAB II

GAMBARAN UMUM MASYARAKAT KAMPUNG RANTAU PANJANG

KUCHING SARAWAK

A. Letak dan Aksesibilitas

Secara umum Kampung Rantau Panjang termasuk dalam kawasan

Batu Kawa lama yang terletak 17.4 km dari pusat Bandar Kuching (Ibu

Negeri Sarawak) yaitu di bagian Kuching Utara.

Adapun batas-batas wilayah Kuching Utara meliputi Petra Jaya,

Satok, pusat Bandaraya Kuching (Barat), Matang, Batu Kawa, Pending,

Demak, Kampung Gita dan Bandar Baru Samariang. Luas wilayahnya

secara keseluruhan adalah 369.48 km2 (142.66 sq mi).16

Kampung Rantau Panjang berada di kedudukan 1.5000° pada

garisan lintang dan 110.2667° pada garisan bujur serta kampung tersebut

berada di kawasan dataran rendah dengan ketinggian 7 m di atas

permukaan laut. Suhu udara rata-rata di daerah ini mencapai 320 C dan

beriklim tropis yang meliputi dua musim (musim kemarau dan musim

hujan). Luas wilayahnya terdiri dari pemukiman, sawah, hutan, sungai, dan

lainnya.

16

(27)

18

B. Kependudukan

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ketua Kampung Rantau

Panjang yaitu Bapak Omar Bin Lamu (78 Tahun), penduduk yang berada

di kampung tersebut berjumlah 312 Jiwa.17

C. Kondisi Sosial Masyarakat

1. Kondisi Sosial Keagamaan

Dari jumlah penduduk sebanyak 312 jiwa ditinjau dari

pemeluk agamanya, masyarakat Kampung Rantau Panjang semua

beragama Islam. Sementara itu, sarana dan prasarana peribadatan yang

terdapat di Kampung Rantau Panjang adalah masjid. Untuk perawatan

dan kemakmuran masjid, maka dibentuk pengurus yang dikenal

dengan ta’mir. Ta’mir mempunyai tugas untuk memelihara dan

mengkoordinir seluruh aktivitas keagamaan baik yang bersifat umum

(untuk seluruh warga) maupun bersifat khusus (anak-anak muda).

Meskipun semua masyarakat Kampung Rantau Panjang telah

mengamalkan ajaran Islam secara keseluruhan namun ada juga

sebagian masyarakatnya tidak mengerjakan rukun Islam dengan

serius. Misalnya, mereka tidak melakukan sholat lima waktu. Dalam

hal ini, para tokoh masyarakat berusaha untuk mengajak orang-orang

yang kurang serius mengamalkan ajaran Islam dengan

mempelajarinya. Oleh karena itu, diadakan kegiatan keagamaan yang

17

(28)

19

bertujuan untuk membimbing mereka. Dan diharapkan memiliki

perhatian yang lebih baik terhadap agamanya. Adapun kegiatan

keagamaan di Kampung Rantau Panjang yang mereka jalankan seperti

berikut :18

a. Kegiatan Sehari-hari meliputi :

1) Sholat lima waktu di masjid secara berjamaah.

2) Anak-anak kecil dan remaja (tingkat TK, SD, SMP & SMA)

mengaji Al-Qur’an di masjid setiap hari selesaisholat‘Asar.

b. Kegiatan Mingguan, meliputi :

1) Anak-anak (SD, SMP, dan SMA) mengikuti

pelajaran-pelajaran Islam seperti tajwid, fikih maupun hadits di masjid

setiap selesai sholat Maghrib hari Jum’at.

2) Yasinan dan Tahlilan dilaksanakan setiap hari Kamis setelah

sholat Maghrib yang diikuti oleh jamaah masjid.

3) Diba’an, dilaksanakan setiap malam Jum’at setelah

sholat Isya’

4) Ceramah agama adalah salah satu kegiatan keagamaan yang

dilakukan oleh masyarakat untuk berpartisipasi dalam

pembangunan di bidang spiritual yang bertujuan untuk

mendidik pemuda-pemuda Kampung Rantau Panjang agar

tidak tersesat ke jalan yang tidak diridhai Allah. Kegiatan ini

18

(29)

20

dilaksanakan pada setiap malam minggu setelah sholat

Maghrib.

c. Kegiatan Bulanan, meliputi :

Pengajian umum dilaksanakan setiap minggu kedua pada

hari sabtu setelah sholat dhuhur bertempat di rumah Ketua

Kampung Rantau Panjang.

d. Kegiatan Tahunan, meliputi :

1) Mengadakan sholat‘Idul Fitri dan‘Idul Adha.

2) Mengadakan penyembelihan hewan.

3) Melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadan.

4) Peringatan hari besar Islam.

2. Kondisi Sosial Budaya

Sebagaimana layaknya watak penduduk yang masih tampak

sebagai warga pedesaan seperti kehidupan sosial masyarakat

Kampung Rantau Panjang dengan suasana yang harmonis, tidak ada

perbedaan yang mencolok dalam tingkatan status sosial maupun

dalam derajat serta hubungan darah. Hal ini menunjukkan bahwa

suasana kehidupan masyarakat Kampung Rantau Panjang penuh

dengan sifat kekeluargaan. Dalam hal ini, mereka memiliki ikatan

kekeluargaan dan adat istiadat yang sama serta rasa solidaritas

yang tinggi dalam masyarakat. Contohnya, ada warga yang meninggal

dunia, maka warga lain berbondong-bondong datang ke rumah orang

(30)

21

memberikan sesuatu yang dapat meringankan beban orang yang

ditimpa musibah tersebut. Mereka juga membantu masalah

pemakaman dan ikut serta memakamkanya. Kemudian melaksanakan

upacara slametan bersama secara gotong-royong.19

3. Kondisi Sosial Ekonomi

Ekonomi merupakan faktor utama dalam keberlangsungan

kehidupan bermasyarakat. Menurut Pengerusi (Ketua) Majlis

Perbandaran Padawan (MPP) Lo Khere Chiang :

“Kampung Rantau Panjang amat terkenal dengan kedatangan orang luar yang suka memancing di sungai, di sini. Sebagai penduduk kampung jadikanlah aktiviti memancing ini sebagai aktiviti yang dapat menarik orang luar seperti pelancong untuk datang ke kampung kita dan seterusnya membantu meningkatkan taraf ekonomi

kampung,”20

Di sisi lain, Kampung Rantau Panjang mempunyai kondisi

tanah yang subur untuk dijadikan lahan pertanian. Hal ini ditunjang

dengan adanya waduk yang berguna untuk pengairan. Suhu udara

rata-rata di daerah ini mencapai 320 C dan beriklim tropis yang

meliputi dua musim (musim kemarau dan musim hujan) juga menjadi

penyumbang untuk kesuburan tanah sehingga tanaman yang

ditanampun sesuai dengan kondisi tersebut. Namun di musim

penghujan suhu tersebut cukup berubah, buah yang tumbuh seperti

mangga, nangka, dan sebagainya menambah penghasilan penduduk

19

Omar bin Lamu (Ketua Kampung Rantau Panjang),Wawancara, Kuching, 17 Nopember 2014. 20

Zakhirulnizam, “CBET Harus Diguna Majukan Ekonomi Kampung” dalam

(31)

22

sekitar apalagi jika berbuah dengan lebat.

Masyarakat Kampung Rantau Panjang dalam memenuhi

kehidupannya bergantung pada berbagai macam mata pencaharian,

akan tetapi, sebagaimana desa-desa yang ada di sekitar Batu Kawa

Lama, Kampung Rantau Panjang juga mempunyai mata pencaharian

utama yaitu petani dan berdagang.

4. Kondisi Sosial Politik

Masyarakat Melayu di Malaysia terutamanya yang tinggal

pedesaan seperti Masyarakat Kampung Rantau Panjang pada

umumnya, mudah terpengaruh dengan Politik uang yang menjadi alat

untuk menaruh simpati rakyat dalam pemilu di Malaysia. Politik uang

ini diberikan kepada masyarakat Malaysia oleh partai Pemerintah dan

Partai Oposisi atas nama kesejahteraan untuk rakyat. Dalam hal ini,

kompetisi pembagian uang antara partai Kerajaan dengan Opisisi akan

selalu dimenangkan oleh Partai Kerajaan karena mereka memiliki

uang yang lebih banyak. Sedangkan Partai Oposisi hanya bisa

memberikan harapan baru, perbaikan-perbaikan di berbagai bidang

kehidupan, dan ini sangat sulit diterima oleh sebagian besar

(32)

23

BAB III

TRADISIBERGENDANGKOMUNITAS MELAYU SARAWAK DI

KAMPUNG RANTAU PANJANG

A. Latar Belakang Muncul TradisiBergendang

Suatu tradisi kadang-kadang tidak diketahui dengan jelas awal

kemunculannya, karena tidak semua tradisi termuat dalam suatu dokumen

tertulis. Namun, kebanyakan tradisi hanya ditinggalkan dan diturunkan

secara lisan atau melalui cerita tertentu. Walaupun demikian, suatu tradisi

sangat diyakini keberadaannya.

Begitu pula dengan tradisi Bergendang yang dilaksanakan di

Kampung Rantau Panjang, tradisi ini merupakan warisan nenek moyang

mereka yang sudah dilaksanakan turun-temurun oleh masyarakatnya.

Kedatangan Islam ke kepulauan Borneo menjadi salah satu sumber yang

dapat menjelaskan bagaimana tradisi ini wujud di Sarawak.

Namun demikian, Bapak Omar bin Lamu yang merupakan

penduduk tetap di Kampung Rantau Panjang menyatakan bahwa, tidak

terdapat kesahihan yang benar tentang bermulanya tradisi Bergendang

dalam masyarakat Melayu Sarawak ini. Tidak adanya hiburan pada zaman

dahulu mendorong masyarakat untuk menciptakan suatu persembahan

untuk mengisi waktu senggang mereka dan dapat memberikan hiburan.

Penciptaan seni hiburan tradisional biasanya terpengaruh oleh

(33)

24

adalah sejajar dengan cerita Bapak Omar yaitu asal mulanya tradisi

Bergendang di Kampung Rantau Panjang, dimana orang terdahulu

memulai tradisi Bergendang dengan menggunakan papan bekas. Ide

tersebut muncul ketika mereka mengetuk papan bekas tersebut dan

menghasilkan bunyi yang berbeda serta dapat menimbulkan minat

penduduk untuk menari mengikuti bunyi papan bekas yang dipukul. Oleh

karena itu, berbagai ide dilakukan untuk memodifikasi alat musik tersebut

dan mereka menghasilkan alat musik yang lebih baik dengan

menggunakan gendang yang dibuat dari kulit binatang seperti kambing.21

Akhirnya Bergendang terus dikembangkan dalam kalangan masyarakat

Melayu Sarawak di Kampung Rantau Panjang.

B. Atribut TradisiBergendang

Artefak atau peralatan merupakan salah satu aspek yang sangat

penting dalam pelaksanaan sebuah tradisi. Pada awalnya artefak yang

terdapat dalam tradisi Bergendang hanyalah gendang yang digunakan

dalam persembahan ini. Setelah berlalunya waktu, selain gendang, alat

musik lain turut digunakan seperti biola, akordeon dan gong. Penambahan

alat musik ini secara tidak langsung melibatkan golongan laki-laki sebagai

pemusik dalam persembahan tradisi ini.22

21

Omar bin Lamu (Ketua Kampung Rantau Panjang),Wawancara, Kuching, 17 Nopember 2014. 22

(34)

25

Berikut, deskripsi setiap artefak atau peralatan yang digunakan

dalam tradisiBergendangini, antara lain :

1. Gendang

Gendang merupakan elemen utama dalam tradisi Bergendang

dan satu-satunya alat musik yang digunakan oleh masyarakat Melayu

Sarawak untuk menyempurnakan seni khazanah mereka. Keberadaan

gendang dalam sejarah musik Melayu sudah lama ada seiring dengan

perkembangan musik Melayu.23 Gendang mempunyai dua muka yang

tidak sama besar. Muka yang besar dipasang belulang24kambing atau

lembu. Badan gendang dibuat dari kayu keras seperti merbau, meranti

dan belian. Badan ini dipanggil Temiang. Membran gendang ini tidak

dipasang permanen, melainkan diikat dengan rotan sedemikian rupa

sehingga dapat dikencangkan atau dikendorkan sesuai dengan

keinginan.

Gendang dimainkan dengan cara dipangku dan posisi

melintang. Kemudian, muka gendang akan dipukul dengan telapak

tangan. Pukulan dasar gendang adalah pukulan tepi dan tengah. Di

tengah pukulannya berbunyi “pak” dan pada bagian tepi gendang

berbunyi “pung”. Pukulan tersebut dikenali sebagai pukulan induk.

Seh gendang (Pemain gendang) akan selalu menggunakan pukulan

induk dalam tradisi Bergendang. Namun demikian, pukulan gendang

23 Mary Fatimah Subet & Salbia Haji Hassan, “Bergendang

dan Bermukun dalam Masyarakat

Melayu Sarawak”(Makalah, Universiti Malaysia Sarawak, 2009), 3. 24Belulang

(35)

26

harus dikendalikan dengan berhati-hati agar tidak merusakkan

pukulan keseluruhannya.

2. Tabir

Tabir dijadikan pembatas dan diikat dengan tali. Tabir diikat

secara dua peringkat, yaitu pada peringkat pertama sepanjang tiga kaki

yang digunakan untuk menutup bagian yang lebih rendah. Peringkat

kedua diikat pada bagian atas dan terdapat sedikit ruang sepanjang dua

atau tiga kaki. Hanya bagian ruang mata saja yang kelihatan. Di balik

tabir tersebut di tempati oleh Seh gendang (Pemain gendang). Selain

Seh gendang (Pemain gendang), anak-anak dara (anak perempuan

yang belum kawin) juga duduk di balik tabir tersebut untuk

menyaksikan Penandak (Penari) yang berbalas pantun dengan Seh

gendang(Pemain gendang). Fungsi tabir adalah untuk menghalangi si

Penandak (Penari) melihat dengan jelas Seh gendang (Pemain

gendang) dan anak-anak dara (anak perempuan yang belum kawin)

tadi. Anak-anak perempuan yang belum kawin disarankan duduk di

ruang tersebut.

3. Biola,Akordeon dan Gong

Biola diperlukan ketika ada pemainnya dan ada juga yang

menggunakan akordeon sebagai alternatif jika biola tidak ada atau

tidak ada yang ahli dalam menggunakan biola. Selain gendang dan

biola, gong turut digunakan untuk berpadu irama dengan pukulan

(36)

27

4. Pakaian/Busana

Pada waktu dahulu, Penandak (Penari) dan Seh gendang

(Pemain gendang) dalam tradisi Bergendang ini memakai pakaian

keseharian mereka saja, seperti Baju Melayu25 beserta sampin

(Laki-laki)26danBaju Kurung(Perempuan).27SetelahBergendangini mulai

berkembang dan diminati, mereka mengubah penampilan supaya

nampak bergaya dan lebih baik. Orang kampung pada zaman

pemerintahan Brooke (Penjajah Sarawak), memakai baju kemeja, jas,

celana panjang hitam (slack), Songkok28 dan sepatu beret.29 Menurut

Bapak Omar yang menceritakan tentang almarhum ayahnya juga

merupakan salah seorang Penandak (Penari). Ayah beliau akan

membawa sebuah tas dan di dalamnya ada empat macam jenis baju

kemeja untuk digunakan dan ditukar apabila berpeluh (berkeringat)

ketika bertandak (menari).30 Hal ini karena Penandak (Penari)

memerlukan gerakan fisik yang berterusan sehingga peluh (keringat)

mengalir keluar membasahi badan. Sebagai Penandak (Penari)

25Baju Melayu

adalah pakaian tradisional untuk laki-laki.Baju Melayubiasanya dipakai sebagai pakaian keseharian terutama sekali untuk bersembahyang, ke kantor, acara formal dan pakaian adat.

26

Sampinadalah sejenis kain sarung yang dipakai padaBaju Melayudan biasanya dari pinggang hingga ke paras lutut saja.Sampinbiasanya dibuat dari songket.

27Baju Kurung

adalah pakaian tradisional untuk perempuan.Baju Kurung juga biasanya dipakai sebagai pakaian keseharian terutama sekali untuk bersembahyang, ke kantor, acara formal dan pakaian adat.

28Songkok

merupakan sejenis topi tradisonal untuk orang Melayu.Songkokjuga dipakai sebagai pelengkap kepada Baju Melayu yang dipakai untuk menghadiri acara-acara/majelis-majelis tertentu.

29

SepatuBeretadalah sepatu formal yang berwarna hitam. Sepatu ini digilap sehingga berkilat. SetiapPenandak(Penari) harus mempunyai sepatu ini.

30

(37)

28

haruslah sentiasa kelihatan bergaya di hadapan Seh gendang (Pemain

gendang) dan anak-anak dara (anak perempuan yang belum kawin)

ketika tradisi Bergendang dilangsungkan. Bapak Omar juga berkata,

ayahnya akan mengilap sepatuberetsehari sebelum menghadiri tradisi

tersebut.

C. Prosesi TradisiBergendang

Tradisi Bergendang terdiri dari tiga elemen yaitu Seh gendang

(Pemain gendang), Bermukun (Pantun), dan Penandak (Penari). Berikut,

deskripsi setiap elemen yang terkandung dalam tradisi Bergendang ini,

antara lain :

1. Seh Gendang(Pemain gendang)

Seh gendang31 merupakan orang penting dalam tradisi

Bergendang dan beliau yang akan mengawali dan mengakhiri

persembahan tradisi tersebut. Seh gendang (Pemain gendang)

memainkan dua tugas utama yaitu memukul gendang dan berbalas

pantun dengan Penandak (Penari). Mereka terdiri dari dua orang

wanita atau lebih dan biasanya melibatkan kalangan wanita yang agak

berumur.

2. Bermukun(Berpantun)

Pantun dalam tradisi Bergendang juga dipanggil mukun.

Pantun yang terdapat dalam tradisi ini adalah berdasarkan pemikiran

31Seh gendang

(38)

29

masyarakat tentang aktivitas keseharian mereka. Bermukun

(Berpantun) ini akan dimulai oleh Seh gendang (Pemain gendang).

Mereka memukul gendang sambil berpantun secara bergiliran. Mereka

berpantun secara spontan tanpa skrip pantun ketika Bergendang

dijalankan. Mereka akan berpantun dalam bahasa Melayu Sarawak

dan pantun tersebut dijual kepada si Penandak (Penari). Contoh

pantun pembukaan dariSeh gendang(Pemain gendang) :

Bunga Cengkih Dalam Jeramek, Buah Sukun Masak Di Dahan; Terima Kasih Bersama Kamek, Mukun Sarawak Kamek Sembahkan.

Api apa di Tanjung Batu, Api Pak Jenal tukang perahu,

Anak sapa bertandak itu, Rupa kenai nama sik tau.

Isi pantun yang ditujukan mempunyai motif seperti menyindir,

mencari jodoh dan lain-lainnya. Sebagai contoh, jika si Penandak

(Penari) berkenan dengan salah seorang anak dara (anak perempuan

yang belum kawin), maka si Penandak (Penari) ini akan menjual

pantun yang bermotifkan pertanyaan nama atau status perempuan

tersebut kepada Seh gendang (Pemain gendang). Sampiran pantun

kemungkinan ada kaitan dengan nama, anak siapa dan status

perempuan tersebut. Situasi berbalas pantun berlaku secara berterusan

dan menunjukkan kekuatan padaSeh gendang(Pemain gendang) yang

(39)

30

Kekuatan dalam Bermukun (Berpantun) bergantung kepada Seh

gendang(Pemain gendang).

3. Penandak(Penari)

Penandak (Penari) terdiri dari laki-laki. Penandak (Penari)

juga digelar sebagai Penopeng.32 Pada zaman dahulu, paraPenandak

(Penari) akan menari menggunakan topeng. Mereka menutup bagian

muka dengan kain sarung. Hanya bagian mata saja yang tidak ditutup.

Tujuannya untuk menyembunyikan identitas karena sebagian kecil

dari mereka seorang yang pemalu.

Penandak(Penari) akan berada di luar tabir. Namun demikian,

mereka meninggalkan ruang di bagian yang berdekatan tabir sebagai

ruang tari. Tikar disediakan untuk Penandak(Penari) menari di ruang

tersebut. Mereka akan menari mengikuti irama pukulan gendang dan

bertandak (menari) berhadapan dengan Seh gendang (Pemain

gendang) sambil membalas pantun secara bergiliran. Jika Penandak

(Penari) tersebut tidak dapat membalas pantun yang dijual oleh Seh

gendang(Pemain gendang), maka mereka harus keluar dari ruang tari

dan akan diganti olehPenandak(Penari) yang lain.

32

Budaya Bergendang ini pernah disalahgunakan oleh sebagian kecil individu sebagai medium

(40)

31

Mereka akan terus menari tetapi apabila ingin menjual atau

membalas pantun, maka harus mengikuti aturan tradisi Bergendang.

Di antaranya adalah tertib masuk ke ruang tari dan juga membalas

atau menjual pantun. Mereka harus melakukannya secara bergiliran

agar tidak terjadi kesalahpahaman.

Setelah mendeskripsikan ketiga elemen di atas, maka peneliti

akan menfokuskan prosesi dalam Bergendang yang diterapkan oleh

masyarakat Melayu Sarawak di Kampung Rantau Panjang seperti

berikut :

Menurut Puan (Ibu) Elon Binti Morhaban33 (70 tahun) yang

mengatakan bahwaBergendangdimulai denganSeh gendang(Pemain

gendang) terlebih dahulu. Tetapi sebelum itu, tuan rumah akan

menyediakan ruang tari untukPenandak(Penari) menari yang dibatasi

dengan menggunakan tabir. Selain itu,Seh gendang(Pemain gendang)

akan membaca doa ketika memasang sidak34 gendang dan meminta

izin kepada tuan rumah sebelum mulai Bergendang. Tehnik

pemasangan Sidak hanya dilakukan oleh Seh gendang (Pemain

gendang). Jika cara pemasangannya tidak betul, maka tidak akan

menghasilkan bunyi pukulan yang baik ketika dimainkan. Setelah itu,

barulahBergendangdilangsungkan.

33

Elon binti Morhaban (Salah seorang anggota kelompok Gendang Melayu Asli Sarawak (GEMAS) yang berperan sebagaiSeh gendang),Wawancara, Kuching, 17 Nopember 2014. 34 Sidak

(41)

32

Biasanya tradisi Bergendang akan dimulai dengan Seh

gendang (Pemain gedang) dan pemain biola mengalunkan musik

tanpa pantun. Setelah itu, para Penandak (Penari) mulai masuk ke

ruang tari dan bertandak (menari). Seterusnya, barulah Seh gendang

(Pemain gendang) menyanyikan pantun. Antara pantun yang sangat

populer digunakan seperti berikut :

Bukan mukun sebarang mukun, Mukun kamek berisik beras, Bukan pantun sebarang pantun,

Pantun kamek mintak dibalas.

Penandak (Penari) yang menari ketika pantun di atas

diutarakan, akan membalas pantun yang selanjutnya karena tujuanSeh

gendang (pemain gendang) memberi pantun tersebut adalah untuk

dibalas oleh si Penandak (Penari). Jika Penandak (Penari) tidak bisa

berpantun atau tidak pandai membalas pantun maka, Seh gendang

(Pemain gendang) akan berpantun lagi untuk menggambarkan rasa

heran karena pantunnya tidak dibalas. Pantun tersebut misalnya

berbunyi:

Sayang pengeran batu di Jambi, Kaki berpijak di atas bumi,

Sangat heran di ati,

Kamek bertanyak kitak sik berbunyi.

Setelah pantun tersebut dinyanyikan, Penandak (Penari)

tersebut segera paham maksudnya dan akan keluar dari ruang tari dan

akan digantikan dengan Penandak (Penari) yang lain. Penandak

(42)

33

Penandak(Penari) danSeh gendang(Pemain gendang) yang

berbalas-balas pantun seperti mau bertanding (berlomba) mencari juara.

Mereka yang dianggap kalah adalah jika pantun yang dibeli semakin

tidak sesuai dengan kehendak jawaban penjual pantun.

Penandak (Penari) biasanya menari kurang lebih lima hingga

sepuluh menit. Selesai pasangan pertama menari, maka pasangan

Penandak (Penari) yang lain akan masuk menari. Untuk melancarkan

proses keluar masuk mengambil giliran antara pasangan Penandak

(Penari) yang hendak masuk menari, mereka akan mulai mendengar

dengan teliti baris akhir pantun yang selesai dinyanyikan oleh Seh

gendang (Pemain gendang). Maksudnya, jika sampiran pantun

dinyanyikan,Penandak(Penari) tidak akan masuk menari. Di samping

itu, Penandak (Penari) juga akan bertepuk tangan beberapa kali

sebagai isyarat hendak memotong. Dengan itu, pasangan Penandak

(Penari) yang sedang menari segera mengetahui bahwa terdapat

pasangan Penandak (Penari) lain yang hendak menari. Keadaan

teratur yang sedemikian rupa dapat melahirkan suasana yang harmonis

karena pantun tidak dipotong sembarangan dan Seh gendang (Pemain

gendang) juga akan dapat menukar pantun untuk Penandak (Penari)

yang baru masuk.

Selain itu, ada juga Penandak (Penari) yang membentuk

kelompok yang beranggotakan sebanyak empat hingga enam orang

(43)

34

menghasilkan gerakan tari yang baru. Kebanyakan gerakan tari yang

dihasilkan berdasarkan aktivitas kehidupan keseharian mereka.

Sebagai contoh, langkah dayung yang bermotifkan cara seseorang

yang sedang mendayung perahu. Terdapat juga Penandak (Penari)

yang hanya dianggotai oleh dua orang dalam satu kelompok. Yang

penting bagi mereka pada waktu itu adalah keserasian dalam tari dan

penghormatan antara satu sama lain.

Di Kampung Rantau Panjang, para Penandak (Penari)

kebanyakan menari meggunakan tandak sasi. Tandak sasi dilakukan

dengan meletakkan kedua tangan bersilang ke belakang sambil menari

membungkuk. Mereka akan berputar separuh bulatan ke kiri dan ke

kanan serta kadang-kadang satu bulatan penuh secara bertentangan

dengan pasangan mereka. Tumit sepatu dengan ujung sepatu

dihentakkan berselang-seling dengan cepat dan berbunyi kuat tetapi

mengikuti irama pukulan gendang. Ada kalanya mereka bercekak

pinggang(kedua tangan berada di pinggang).

Kemerduan suara Seh gendang (Pemain gendang) berpantun

dan memukul gendang serta dengan kehebatan Penandak (Penari)

yang menari dapat memukau penonton. Setelah beberapa jam lamanya

Bergendang dilangsungkan, Seh gendang (Pemain gendang) akan

berhenti untuk menyidak (mengencangkan) gendang dan beristirahat.

Seh gendang(Pemain gendang) akan memberi isyarat dengan pukulan

(44)

35

yang melarangPenandak(Penari) untuk masuk menari. Dalam hal ini,

gendang yang dipukul oleh Seh gendang (Pemain gendang) telah

menjadilembek(kurang tegang/kencang) setelah berjam-jam dipukul.

Di samping itu, terdapat hal yang menarik ketikaBergendang.

Misalnya, paraPenandak(Penari) melakukanbercampak. Bercampak

adalah melemparkan sesuatu di balik tabir ketika Penandak (Penari)

yang menari. Para Penandak (Penari) kadang kala mencampak

(melemparkan) uang koin dan kertas atau bunga karena terlalu

gembira dipuji oleh Seh gendang (Pemain gendang) melalui

pantun-pantun yang menyentuh perasaan seperti memuji ketampanan,

kehebatan tandak (tarian), dan lain-lainnya. Uang tersebut akan

dikumpul oleh tuan rumah dan diberikan kepada Seh gendang

(Pemain gendang).

Selain bercampak, hal yang menarik lainnya dalam

Bergendang adalah mengenai tradisi menjemput anak-anak

perempuan untuk menghadiri tradisi Bergendang. Biasanya,

penjemput ini terdiri dari dua orang perempuan yang lebih dewasa dan

matang (sudah kawin) dan ditemani oleh seorang laki-laki. Mereka

akan pergi dari rumah ke rumah, kemudian menjemput anak-anak

perempuan dan terlebih dahulu berkunjung kepada orang tua mereka

untuk mendapatkan kebenaran.

Kelompok ini akan menjadi semakin ramai dengan anak-anak

(45)

36

akan menuju ke rumah yang mengadakan tradisiBergendang. Setelah

selesai Bergendang dan anak-anak perempuan ini akan dipulangkan

kembali ke rumah masing-masing. Hal tersebut dilakukan untuk

menjamin keselamatan anak-anak perempuan berkenaan. Menurut

Puan Elon, ada di antara anak-anak perempuan berkenaan misalnya,

tidak dapat berada dalam tradisi Bergendang sampai selesai karena

biasanya tradisi tersebut akan selesai menjelangi subuh. Anak-anak

perempuan berkenaan tidak dibiarkan pulang sendirian, melainkan

turut ditemani oleh penjemput mereka tadi.

Untuk mengisyaratkan tradisi Bergendang sudah selesai,

pantun yang khusus akan dijual oleh Seh gendang (Pemain gendang)

tanpa perlu dibeli oleh Penandak (Penari). Contoh pantun tersebut

adalah :

Mak Adah memolah puan, Puan diletak di atas peti, Saya memadah bedengan tuan,

(46)

37

BAB IV

AKULTURASI BUDAYA ISLAM DAN LOKAL DALAM TRADISI

BERGENDANGDI KAMPUNG RANTAU PANJANG

A. Kedatangan Islam di Sarawak

Menelusuri sejarah Kesultanan Brunei Darussalam harus dirujuk

karena Negeri Sarawak merupakan sebagian wilayah de facto Kesultanan

Brunei sebelum abad ke 19.35 Berdasarkan kepada fakta sejarah, sebagai

salah satu wilayah Kesultanan Brunei maka ada beberapa pandangan yang

mengatakan bahwa Sarawak menerima Islam melalui Brunei dan pedagang

Islam yang datang untuk berdagang di pelabuhan-pelabuhan seperti di

Santubong. Kenyataan ini tidaklah menyangkal pendapat di atas karena

pada waktu yang sama pelabuhan-pelabuhan yang menjadi tumpuan para

pedagang Islam itu terletak di bawah kekuasaan Kesultanan Brunei.

Secara jelas bahwa dalam kurun ke 15 Masehi memang Islam telah

bertapak(berada) di Sarawak. Hal ini dibuktikan dengan daerah kekuasaan

Kesultanan Brunei di bawah pemerintahan Sultan Muhammad (Awang

Alak Betatar) yang meliputi negeri-negeri seperti Kalaka, Saribas,

Samarahan, Sarawak dan Mukah. Semua wilayah tersebut adalah sebagian

dari Negeri Sarawak yang ada sekarang. Melalui kenyataan di atas, peneliti

merumuskan bahwa Islam mulai bertapak (berada) di Sarawak secara

resmi pada kurun ke 15 Masehi yaitu sama dengan era pemerintahan

35

(47)

38

Sultan Muhammad yang merupakan sultan beragama Islam pertama di

Brunei. Kesimpulan ini tidak menyangkal besar kemungkinan

kedatangannya lebih awal dari kurun ke 15 Masehi. Ini tidak dapat

dibuktikan karena tidak ada catatan sejarah tentang ketepatan(kebenaran)

perkara ini. Di samping itu, keluasan Sarawak pada waktu itu tidak sama

keluasannya dengan apa yang ada pada hari ini.

Kapan dan dari mana sekalipun Islam itu datang ke Sarawak,

namun peran Kesultanan Brunei dalam menyebarluaskan Islam di Sarawak

memang amat penting terutama Kesultanan Brunei telah melantik sultan

yang pertama dan terakhir di Sarawak yaitu Sultan Tengah. Perlantikan

Sultan Tengah sebagai sultan Sarawak ini tercantum dalam Silsilah

Raja-Raja Brunei :

“Akan adindapun pada pikirin kakanda jadikan raja di dalam negeri Sarawak sebabpun sama-sama juga kita anak Marhum maka Raja Tengahpun menjawab titah baginda itu, katanya, ‘Ya tuanku, adapunakan patek ini dibawah

perintah, patek junjung tiada patek melalui”36

Maka dengan pelantikan sultan yang beragama Islam di Sarawak

pada waktu itu memberi pengaruh yang besar kepada perkembangan Islam

selanjutnya di Negeri Sarawak.

Perkembangan Islam di Brunei menjadi kokoh pada zaman

pemerintahan sultan yang ketiga yaitu Sultan Ali Bilfalih (1425-1432

Masehi) yang asalnya adalah seorang pedagang Islam dari Tanah Arab

yang datang berdagang sambil berdakwah. Pernikahan beliau dengan anak

36

(48)

39

perempuan Sultan Brunei yang kedua (Sultan Ahmad) yaitu Ratna Kesuma

memberikan peluang besar untuk beliau menyebarkan Islam melalui

perkawinan dan kekuasaan. Pengaruh pemerintahan Kesultanan Brunei di

Sarawak banyak mencorakkan kehidupan masyarakat Melayu Sarawak

yang tinggal di pesisir pantai dan sungai Sarawak karena kedudukan

geografis mereka mudah untuk didatangi. Hal ini tertumpu kepada

beberapa tempat barat daya Borneo terutama di Kuching, Kelaka, Sadong,

Semanggang, Sibu, Lundu, Saribas, Muara Sungai Rejang hingga

sepanjang kawasan Tanjung Datu dan Tanjung Sirik.

Beberapa wilayah naungan Brunei terutama Sarawak pada waktu

itu juga ditadbir (diurus) oleh para Sharif berketurunan Arab dari pihak

pemerintah Brunei. Dalam hal ini, kelompok pedagang dan pendakwah

dari Tanah Arab mendapat penghormatan dan kepercayaan penduduk lokal

pada waktu itu karena mereka disifatkan sebagai seseorang yang

mempunyai ilmu pengetahuan yang luas, mengetahui seluk-beluk (Islam)

dan memiliki kemampuan dalam mengurus negara. Di samping bertugas

mengurus negara, mereka secara langsung menjalankan usaha dakwah

yang telah digiatkan (diusahakan) oleh pemerintah Brunei.37 Darah diraja

Brunei yang mempunyai darah Arab juga mungkin menjadi faktor para

Sharif ini diberi kepercayaan. Mereka adalah Sharif Jaafar di Lingga,

Sharif Maulana di Kalaka, Sharif Shabudin danSharif Shahab di Sadong,

37

(49)

40

selain para Sharif di Skrang dan Serikei. Semua wilayah di atas adalah

berada dalam Negeri Sarawak pada saat ini.

Setelah kedatangan penjajah Eropa, keberadaan para Sharif

berketurunan Arab dalam pemerintahan dan politik dapat menggugat

(melawan) usaha penjajahan Barat. Hal ini terbukti ketika James Brooke

mau meluaskan wilayahnya di Sarawak, penentangan utama yang

dihadapinya datang dari para Sharif berketurunan Arab. Oleh karena itu,

paraSharif ini dijuluki sebagaipengacau(pemberontak) dan lanun (bajak

laut) oleh Brooke dengan alasan untuk menghapuskan mereka.

Dakwah Islamiyyah dan Islamisasi semakin kokoh tersebar ketika

menjadi sebuah kuasa politik yang kuat pada abad ke 15 Masehi serta

mempunyai pemerintahan yang terkenal pada waktu itu yaitu Sultan

Bolkiah (1516-1521 Masehi). Pada zaman baginda, Brunei telah

menguasai seluruh wilayah di Sarawak, Kalimantan, Sabah, kepulauan

Sulu dan Palawan di Selatan Filipina. Hal tersebut tentunya menjadikan

Brunei sebuah negara yang kuat dan berpengaruh serta mempunyai ruang

untuk melakukan dakwah Islammiyah yang begitu luas.

B. Perkembangan TradisiBergendang

Tradisi Bergendang dalam komunitas Melayu Sarawak ini telah

mengalami perubahan dan perkembangan seiring berlalunya waktu.

Bergendang pada zaman dahulu merupakan acara wajib bagi setiap acara

(50)

41

pengantin. Kemeriahannya berlarut hingga Subuh. Setelah berjalannya

waktu, tradisiBergendangini masih dilakukan tetapi hanya untuk tiga hari

tiga malam atau satu malam saja.

BiasanyaBergendang ini diadakan di rumah pengantin terutama di

kampung-kampung. Setelah adanya pembangunan gedung balai desa,

persembahan tradisi ini diadakan di balai desa tersebut sehingga

Bergendang ini dipertunjukkan di atas pentas. Selain itu, alat-alat

elektronik seperti mikrofon, kamera dan lain-lain mulai digunakan.

Sedangkan dahulu di kampung, penggunaan alat-alat elektronik ini tidak

digunakan.

Selain itu, ukuran tabir juga mengalami perubahan dari waktu ke

waktu. Keadaan ini berlaku disebabkan permintaan atau kehendak panitia

sebuah acara. Mereka mau mengenali siapakah Seh gendang (Pemain

gendang) yangBermukun(Berpantun).

Pada waktu dahulu, hanya gendang digunakan dalam persembahan

ini. Setelah berjalannya waktu, selain gendang, alat musik lain turut

digunakan seperti biola, akordeon dan gong. Penambahan alat musik ini

secara tidak langsung melibatkan golongan laki-laki sebagai pemusik

dalam tradisiBergendangini.

Di samping itu, pakaian pelaku budaya dalam tradisi Bergendang

turut berubah mengikuti perkembangan zaman. Pada tahun 60-an dan

(51)

42

Melayu38 beserta sampin39 dan songkok40 tinggi. Bahkan, ada yang

memakai baju batik dan bercelana panjang hitam (slack) serta sepatu

beret41. Hal ini diakui oleh Bapak Omar dan Ibu Elon. Dahulu memang

teratur rapi, namun jika ada tradisi Bergendang ini dilakukan pada zaman

sekarang di kampung-kampung, ada Penandak (Penari) terutama dari

kalangan muda cuma berpakaiant-shirtsaja dan bercelanajeans. BagiSeh

gendang(Pemain gendang) pula, mereka menggunakanbaju Kurung42dan

bertudung (berkerudung). Jelas di sini, perkembangan Bergendang dari

waktu ke waktu telah mempengaruhi busana atau kostum dalam tradisi ini.

Perubahan yang berlaku telah membantu tradisi Bergendang terus

berkembang dan diminati oleh setiap lapisan masyarakat. Walaupun

beberapa struktur telah berubah, tetapi hiburan tradisional ini masih

mengekalkan elemen-elemen dan aturan acaranya.

38Baju Melayu

adalah pakaian tradisional untuk laki-laki.Baju Melayubiasanya dipakai sebagai pakaian keseharian terutama sekali untuk bersembahyang, ke kantor, acara formal dan pakaian adat.

39Sampin

adalah sejenis kain sarung yang dipakai padaBaju Melayudan biasanya dari pinggang hingga ke paras lutut saja. Sampin biasanya dibuat dari songket.

40Songkok

merupakan sejenis topi tradisonal untuk orang Melayu.Songkokjuga dipakai sebagai pelengkap kepada Baju Melayu yang dipakai untuk menghadiri majelis-majelis/acara-acara tertentu.

41

SepatuBeretadalah sepatu formal yang berwarna hitam. Sepatu ini digilap sehingga berkilat. SetiapPenandak (Penari) harus mempunyai sepatu ini.

42Baju Kurung

(52)

43

C. Akulturasi Budaya Islam dan Lokal Dalam TradisiBergendang

1. Unsur-Unsur Lokal

a. Pantun

Pantun yang terdapat dalam tradisi Bergendangini adalah

berdasarkan pemikiran masyarakat tentang aktivitas keseharian

mereka. Za’badalam buku Ilmu Mengarang Melayu (1965) yang

dikutip oleh Hafidzi Mohd Noor dalam buku Jejak Risalah di

Nusantara I, mengatakan bahwa penciptaan pantun merupakan

puisi tertua dan milik asal kepunyaan masyarakat Melayu. Oleh

karena itu, masyarakat umum telah menerima bahwa pantun

adalah ciptaan asli orang Melayu untuk menafsirkan prilaku

keseharian mereka.43

Pantun44juga merupakan komunikasi yang menyampaikan

rasa hati tanpa berterus terang. Oleh karena itu, dalam pantun ada

sampiran dan isi yang menggambarkan sikap orang Melayu yang

takut menyinggung perasaan orang lain. Bahkan dianggap sebagai

rasa rendah diri dan sarana untuk menyatakan hasrat/keinginan

hati seseorang seperti dalam bentuk kasih sayang, cinta, suka

duka, sindir menyindir dan berbagai perasaan hati mereka yang

diungkapkan dalam bahasa yang menarik dan indah.

43

Hafidzi Mohd Noor,Jejak Risalah Di Nusantara I(Selangor: JIMedia, 2007), 62. 44

Kata pantun terdapat pada berbagai suku rumpun Melayu seperti toen(bahasa Sunda),tonton

(bahasa Tagalog), pantun (bahasa Toba), tuntun, atuntun, matuntun (bahasa Jawa) dan panton

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian inni yaitu untuk mengetahui kualitas butir soal ujian semester ganjil pelajaran kimia kelas XI IPA SMAN 10 Pekanbaru tahun pelajaran

Dari hasil ini menunjukkan bahwa hipotesis ketiga yang menyatakan “Ada pengaruh minat belajar mahasiswa dan peran orangtua terhadap kesiapan menjadi guru pada

Menyatakan bahwa “Skripsi” yang saya buat untuk memenuhi persyaratan kelulusan pada jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana

Perhitungan nilai heritabilitas karakter ketahanan tanaman terhadap serangan penyakit layu bakteri yang rendah menunjukkan bahwa selain proporsi ragam genetik

Karena itu perancangan Youth Center di Manado dengan konsep Regionalisme dimaksudkan untuk mendesain bangunan Youth Center di Manado yang lebih mampu memfasilitasi

Grafik hasil uji linearitas kulit pisang kepok berdasarkan luas puncak Pada gambar 2 Uji linieritas kurva kalibrasi antioksidan kulit pisang kepok ditentukan berdasarkan luas

Masih ada data yang belum terisi , silahkan coba lagi” dan otomatis akan merefresh ke halam yang sama Sesuaihar apan Valid 3 Seluruh form terisi oleh data. Data terisi