• Tidak ada hasil yang ditemukan

Toksisitas Ekstrak Sponge Axinella sp. Terhadap Mortalitas Larva Culex sp. Toksisitas Ekstrak Sponge Axinella sp. Terhadap Mortalitas Larva Culex sp.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Toksisitas Ekstrak Sponge Axinella sp. Terhadap Mortalitas Larva Culex sp. Toksisitas Ekstrak Sponge Axinella sp. Terhadap Mortalitas Larva Culex sp."

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

1 Oryza Jurnal Pendidikan Biologi Volume 5 Nomor 1 April 2016

Toksisitas Ekstrak Sponge Axinella sp. Terhadap

Mortalitas Larva Culex sp. Maya Ekaningtias

Intisari : Nyamuk Culex sp. merupakan vektor penyakit filariasis yang memiliki periodisistas

nocturnal. Penyakit filariasis merupakan masalah kesehatan yangs sampai saat ini masih terjadi pada kebanyakan negara berkembang seperti Indonesia. Pemberantasan filariasis masih ditujukan pada pengobatan penderita, bukan pada pengendalian vektornya. Oleh karena itu, diperlukan penanganan yang lebih serius dalam usaha untuk mengobati penyakit tersebut maupun dalam usaha pencegahannya. Salah satu pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan memutus siklus hidupnya dengan pemberian insektisida alami. Axinella sp. merupakan sponge laut yang menjanjikan mampu menghasilkan senyawa bioaktif alami. Berbagai cara telah dilakukan untuk mendapatkan ekstrak sponge yang dimanfaatkan sebagai sumber senyawa bioinsekta. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari toksisitas ekstrak sponge Axinella sp. terhadap mortalitas larva Culex sp. Penelitian ini dilakukan dengan cara menghitung jumlah larva yang mati yang dibiakkan pada konsentrasi ekstrak spons 20 %, 40%, 60%, 80%, 100% dan kontrol setelah masa inkubasi 24 jam, 48 jam dan 72 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak sponge secara signifikan mampu menghambat perkembangan larva Culex sp. Konsentrasi yang dapat menyebabkan kematian separuh kematian hewan uji (LC50) larva Culex sp. instar III pada 48 jam adalah sebesar 49,32 %. Berarti ekstrak sponge Axinella sp. mempunyai potensi sebagai sumber substansi bioinsektisida alami yang dapat menyebabkan kematian larva Culex sp.

Kata Kunci: Axinella sp., Culex sp., bioinsektisida.

PENDAHULUAN

Nyamuk (familia Culicidae) adalah jenis serangga yang penyebarannya sangat luas dan merata mulai dari pantai sampai daerah pegunungan dengan suhu udara sangat dingin (Azwar, 1981). Nyamuk merupakan kelompok serangga yang banyak menimbukan gangguan pada manusia. Nyamuk tidak hanya mengganggu dengan suara mendengung dan menggigit, tetapi dapat berperan sebagai vektor penyakit pada manusia, seperti malaria, demam berdarah dan filariasis (Soedarto,

1990). Jenis nyamuk yang biasa menggigit manusia saat tidur di malam hari adalah nyamuk Culex sp. Pada beberapa spesies merupakan vektor penyakit filariasis. Penyakit filariasis merupakan masalah kesehatan yang sampai saat ini masih terjadi pada kebanyakan negara berkembang seperti Indonesia. Akan tetapi, pemberantasan filariasis masih ditujukan pada pengobatan penderita, bukan pada pengendalian vektornya (Munif dkk, 1994).

(2)

2 Oryza Jurnal Pendidikan Biologi Volume 5 Nomor 1 April 2016 Umumnya usaha pemberantasan nyamuk

menggunakan insektisida kimia, namun, penggunaannya sering tanpa perhitungan, mengakibatkan terganggunya keseimbangan ekologis, bahkan nyamuk yang rentan terhadap insektisida ini berangsur-angsur menjadi kebal (Haryono, 1985). Selain karena harganya semakin mahal, penggunaan insektisida kimia dapat berbahaya bagi jasad lain yang bukan sasaran, menimbulkan pencemaran lingkungan dan beberapa efek negative lainnya. Oleh karena itu, perlu dicari alternatif lain dengan memanfaatkan bahan-bahan yang terdapat di alam.

Penelitian bahan bioaktif dari organism laut beberapa tahun terakhir sangat gencar dilakukan, baik di dalam maupun di luar negeri. Substansi bioaktif terutama terdapat pada biota laut yang tidak bertulang belakang (invertebrata) seperti sponge, koral, dan tuikat. Biota-biota tersebut memiliki senyawa aktif yang lebih banyak dibandingkan algae dan tumbuhan darat. Di antara biota laut invertebrata tersebut, sponge menduduki tempat teratas sebagai sumber substansi aktif (Proksch, 1998). Dalam tubuh sponge terkandung suatu metabolit sekunder yang dapat digunakan sebagai antibakteri, antifungal, antikanker, dan antivirus (Murniasih, 2003). Berdasarkan kenyataan tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah

mengetahui toksisitas ekstrak sponge Axinella sp. terhadap mortalitas larva nyamuk Culex sp.

METODE

Jenis sponge yang digunakan adalah Axinella sp. yang tumbuh di pantai selatan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Sponge diambil sebanyak ±500 gram berat basah. Sponge yang diambil dibuat awetan basah dimasukkan ke dalam botol spesimen yang telah berisi etanol 70%. Selanjutnya, sponge diekstraksi dengan sistem maserasi aseton dan dipartisi dengan sistem partisi cair-cair dengan menggunakan kloroform.

Pembiakan nyamuk dari tahapan telur sampai menjadi nyamuk dewasa dan menghasilkan telur. Telur nyamuk dipelihara sampai instar III untuk uji toksisitas senyawa bioaktif sponge Axinella sp. Dalam pengujian toksisitas tersebut digunakan 20 larva nyamuk Culex sp. untuk setiap seri konsentrasi ekstrak sponge. Konsentrasi tersebut menggunakan deret hitung, yaitu 20%, 40%, 60%, 80%, 100% dan 0% sebagai kontrol dan dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali ulangan. Jumlah kematian larva dihitung selama inkubasi jam ke 24, 48, 72. Penentuan nilai LC50 untuk setiap ulangan percobaan dilakukan dengan membuat persamaan regresi pada grafik hubungan antara nilai transformasi probit persentase mortalitas larva nyamuk (sumbu x) dan nilai logaritma seri pengenceran (sumbu

(3)

3 Oryza Jurnal Pendidikan Biologi Volume 5 Nomor 1 April 2016 y). Nilai LC50 teresebut diantilog untuk

mendapatkan nilai LC50 yang sebenarnya. Nilai LC50 yang diperoleh pada setiap ulangan kemudian dihitung koefisien deviasinya. Jika Koefisien deviasinya kurang dari 0,2 maka data tersebut diterima, sedangkan jika lebih maka data tersebut ditolak (Dulmage dkk., 1990).

Analisis data untuk menentukan adanya perbedaan respon antara perlakuan larva nyamuk terhadap nilai LC50 dengan 3(tiga) kali ulangan. Setelah dilakukan analisis tersebut, apabila terdapat perbedaan nyata dari data tersebut maka dilakukan analisis lebih lanjut dengan menggunakan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) untuk menentukan kepekaan tiap instra larva nyamuk terhadap toksisitas ekstrak sponge uji dengan α = 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sponge Axinella sp. merupakan anggota kelas Demospongia dan diambil dari daerah intertidal pantai Sundak, Gunung Kidul, DIY. Sponge tersebut tumbuh pada faktor lingkungan yang mempunyai temperatur, pH, salinitas, kekeruhan, kekuatan arus, dan cahaya tertentu. Karakteristik Axinella sp. adalah berwarna kuning kehijauan, berbau amis, konsistensi pejal, dan permukaan tubuh

kasar seperti amplas karena terdapat duri halus pada permukaannya. Hasil ekstraksi Axinella sp. yang dilakukan secara bertahap menggunakan metode maserasi yaitu pemisahan secara bertahap dengan beberapa macam pelarut seperti kloroform dan metanol. Metode dengan pelarut kloroform dipilih karena sponge mudah teroksidasi dan mengalami degradasi ketika diambil dari habitatnya. Untuk mendapatkan ekstrak diperlukan pengolahan yang mudah dan cepat. Hasil ekstraksi mengandung padatan terlarut yang bervariasi tergantung macam pelarut. Senyawa nonpolar akan terlarut ke dalam pelarut nonpolar. Ekstrak kloroform mengandung senyawa yang bersifat nonpolar. Pada penelitian ini digunakan larva Culex sp. instar III karena daya tahan tubuhnya sudah terbentuk dan siap menghadapi cekaman ekstrem yang berasal dari lingkungan luar. Pada larva instar III tekstur tubuh lebih mudah diamati dan fisiologis tubuh lebih bagus. Hasil pengujian ektrak sponge pada setiap konsentrasi uji menunjukkan angka mortalitas yang berbeda (Tabel 1).

(4)

4 Oryza Jurnal Pendidikan Biologi Volume 5 Nomor 1 April 2016 Tabel 1. Pengaruh ekstrak sponge Axinella sp. terhadap mortalitas larva Culex sp. instar III

dalam 20 ml air pada inkubasi 48 jam

Konsentrasi (%) Jumlah larva uji Jumlah larva yang

mati % mortalitas 0 (kontrol) 60 0 0 20 60 1 1,67 40 60 29 48,33 60 60 27 45 80 60 36 60 100 60 58 96,67

Berdasarkan tabel 1, diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi perlakuan maka semakin besar jumlah kematian larva uji. Kematian terbanyak terjadi pada konsentrasi 100% dan kematian terendah pada konsentrasi 20%. Menurut Busvine and James (1971), toksisitas suatu insektisida terhadap serangga dapat dinyatakan dengan besarnya konsentrasi insektisida yang dapat menyebabkan mortalitas 50% serangga uji dalam waktu tertentu. Pemberian ekstrak sponge pada larva menyebabkan kematian separuh populasi larva (LC50) dalam waktu 48 jam pada konsentrasi 49,32%. Berdasarkan perhitungan ANAVA bahwa variasi konsentrasi ekstrak sponge secara signifikan mampu menghambat perkembangan larva Culex sp. Pengamatan mortalitas larva dilakukan selama 3 hari dengan asumsi bahwa senyawa bioaktif sponge lebih efektif pada tiga hari tersebut. Jika lebih dari tiga hari efektifitasnya menurun.

Pada larva yang mati akibat perlakuan ekstrak sponge dapat dilihat bahwa epidermis

larva mengalami kerusakan. Racun kontak bereaksi dengan larva melalui permukaan tubuhnya khususnya bagian kutikula yang tipis, misal pada bagian daerah antara segmen, lekukan yang terbentuk dari lempengan tubuh, pada bagian pangkal rambut dan pada saluran pernafasan (spirakulum). Kebanyakan racun kontak juga berperan sebagai racun perut (Gandahusada dkk., 1998). Racun perut akan menyebabkan larva mengalami keracunan jika larva melakukan aktivitas makan. Racun dapat menyebabkan saluran pencernaan putus. Pada pengamatan larva yang mengalami kematian dapat dilihat saluran pencernaannya hampir putus sehingga menyebabkan kematian pada larva Culex sp. Ekstrak kloroform sponge mampu mematikan larva nyamuk disebabkan kandungan senyawa terpenoid dan saponin (Motosoma, 1998) dengan cara menimbulkan iritasi sel lapisan pencernaan dan inhibitor enzim pencernaan.

(5)

5 Oryza Jurnal Pendidikan Biologi Volume 5 Nomor 1 April 2016

KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa konsentrasi yang dapat menyebabkan kematian separuh kematian hewan uji (LC50) larva Culex

sp. instar III pada 48 jam adalah sebesar 49,32% sehingga ekstrak kloroform sponge Axinella sp. dapat digunakan sebagai sumber bioinsektisida.

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, A. 1981. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Cetakan Kedua. Penerbit Mutiara. Jakarta. Hal: 115-117

Gandahusada, S., Ilahude, H.H.D., Pribadi, W. 1998. Parasitologi Kedokteran. Edisi Ketiga. FKUI. Jakarta. Hal: 220-222, 235-237

Motosoma, K. 1998. Search for Biologically Active Substances from Marine Sponges. In: Prosiding Seminar Bioteknologi I (R.R. eds), Puslit Oseanologi LIPI. Jakarta

Murniasih, Tutik. 2003. Metabolit Sekunder dari Spons Sebagai Bahan Obat-obatan. Volume XXXVIII, Nomor 3 Proksch, P. 1998. Pharmacologically Active

Natural Product from Marine Invertebrates and Associated Microorganism. Prosiding Seminar Bioteknologi I, Rachmaniar dkk., Puslit Oseanologi LIPI. Jakarta

Referensi

Dokumen terkait

Penulisan tugas akhir ini berjudul “Pengaruh Social Shopping, Shopping Status, Entertainment dan Overall Quality Terhadap Loyalty dimediasi Oleh Customer

Boleh dengan do’a lain yang sudah hafal, dengan syarat do’anya harus relevan untuk mendo’akan arwah/almarhum/almarhumah.. Seperti: Jika acaranya hanya wiridan QULHU DAN

Uji patogenisitas yang dilakukan melalui pakan menunjukkan bahwa bakteri merah ini juga bersifat patogenik terhadap lar- va Tenebrio molitor , bahkan protein yang diekstraksi

Sedangkan untuk nelayan yang tidak memiliki modal dalam aktifitas melautnya, maka peralatan perahu dan alat tangkap biasanya mereka peroleh dari seorang toke dengan sistem

Menimbang, bahwa karena gugatan Penggugat dikabulkan, maka sesuai dengan ketentuan pasal 84 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989, Majelis Hakim perlu memerintahkan

UOBM berhak untuk menambah, memadam, menggantung atau mengubah terma dan syarat Promosi ini dari semasa ke semasa, secara keseluruhan atau sebahagian mengikut budi bicara

Jumlah siswa dalam satu kelas adalah 20 siswa, dari jumlah siswa tersebut hanya 6 orang yang tuntas memenuhi standar KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Kriteria

Pembagian dana Bagi Hasil Pajak dan Retribusi di Kabupaten Sukoharjo menggunakan metode bagi rata sehingga tidak ada variasi besaran yang cukup menonjol dari dana Bagi