• Tidak ada hasil yang ditemukan

INDUKSI KERAGAMAN GENETIK TANAMAN ANTHURIUM WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii Croat.) DENGAN RADIASI SINAR GAMMA DARI 60 Co SECARA IN VITRO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "INDUKSI KERAGAMAN GENETIK TANAMAN ANTHURIUM WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii Croat.) DENGAN RADIASI SINAR GAMMA DARI 60 Co SECARA IN VITRO"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

INDUKSI KERAGAMAN GENETIK TANAMAN ANTHURIUM

WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii Croat.) DENGAN

RADIASI SINAR GAMMA DARI

60

Co SECARA IN VITRO

SRI IMRIANI PULUNGAN

A24051240

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

(2)

RINGKASAN

SRI IMRIANI PULUNGAN. Induksi Keragaman Genetik Tanaman

Anthurium Wave of Love (Anthurium plowmanii Croat.) dengan Radiasi Sinar

Gamma dari 60Co secara In Vitro. (Dibimbing oleh NI MADE ARMINI WIENDI).

Mutasi yang diinduksi merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keragaman genetik suatu spesies tanaman. Mutasi induksi dapat dikombinasikan dengan kultur in vitro untuk memperbaiki karakter suatu spesies dan memacu meningkatkan keragaman genetik dalam waktu yang lebih singkat. Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari dosis radiasi sinar gamma

dari 60Co yang tepat untuk menginduksi keragaman genetik tanaman Anthurium

Wave of Love dan mendapatkan LD50 tanaman Anthurium Wave of Love

(Anthurium plowmanii Croat.) secara in vitro.

Bahan tanaman yang diradiasi adalah tunas steril tanaman Anthurium

Wave of Love yang telah dikulturkan selama 14 minggu. Media in vitro yang

digunakan untuk perbanyakan tunas sebelum radiasi adalah MS+ 1 mg/l BAP

+ 0.1 mg/l IBA + 30 g/l gula + 5 g/l agar, pH 5.9. Subkultur dilakukan dua kali dengan selang waktu 8 minggu. Subkultur I dan subkultur II menggunakan media

MS+ 2 mg/l BAP + 0.5 mg/l NAA + 30 g/l gula + 5 g/l agar, pH 5.9.

Percobaan disusun menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan satu faktor. Faktor yang digunakan adalah dosis radiasi sinar gamma yang terdiri dari 6 taraf yaitu: 0 Gy (D0), 10 Gy (D1), 20 Gy (D2), 30 Gy (D3), 40 Gy (D4) dan 50 Gy (D5), diulang 3 kali. Setiap ulangan terdiri dari 10 tunas sebagai unit terkecil yang diamati.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keragaman fenotipe tertinggi dicapai pada dosis radiasi 10 Gy. Dosis radiasi 10 Gy menghasilkan mutan daun varigata, daun keriting, daun menyempit, daun yang lebih lebar, daun berbentuk bulat, daun berbentuk lonjong, daun yang menebal, daun dengan semburat kuning, dan daun yang berbentuk tidak beraturan. Mutan-mutan tersebut potensial untuk diteliti lebih lanjut.

(3)

Radiasi sinar gamma berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi tunas, jumlah daun, jumlah akar, jumlah tunas baru Anthurium Wave of Love in

vitro. Pertumbuhan tunas terbaik setelah subkultur I diperoleh pada tunas tanaman

kontrol. Pada subkultur II perlakuan radiasi sinar gamma pada dosis 10 Gy mampu meningkatkan pertumbuhan daun, akar dan tunas Anthurium Wave of

Love in vitro. Dosis radiasi 20 Gy sampai 50 Gy menghambat pertambahan tinggi

tunas, jumlah daun, jumlah akar dan pembentukan tunas Anthurium Wave of Love

in vitro. Dosis radiasi sinar gamma berpengaruh nyata terhadap kerapatan

stomata, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap ukuran stomata Anthurium Wave

of Love in vitro.

Pengaruh dosis radiasi sinar gamma terhadap persentase hidup tanaman

Anthurium Wave of Love in vitro membentuk pola kuadratik dengan

persamaan y = 0.05x2 – 4.57x + 112.5 (R2 = 0.881). Lethal dosage 50 (LD50)

Anthurium Wave of Love in vitro dicapai pada dosis 16.70 Gy. Kematian tunas Anthurium Wave of Love in vitro akibat radiasi sinar gamma terjadi pada dosis

radiasi 20 Gy sampai 50 Gy. Jumlah tunas Anthurium Wave of Love in vitro yang mati pada dosis radiasi 20 Gy sampai 50 Gy setelah 16 MSR adalah 83.9%.

(4)

INDUKSI KERAGAMAN GENETIK TANAMAN ANTHURIUM

WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii Croat) DENGAN

RADIASI SINAR GAMMA DARI

60

Co SECARA IN VITRO

Skripsi sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

SRI IMRIANI PULUNGAN

A24051240

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

(5)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : INDUKSI KERAGAMAN GENETIK TANAMAN

ANTHURIUM WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii

Croat.) DENGAN RADIASI SINAR GAMMA DARI 60Co SECARA IN VITRO

Nama : Sri Imriani Pulungan

NIM : A24051240

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Dr. Ni Made Armini Wiendi NIP : 1961 0412 1987 03 2003

Mengetahui :

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura,

NIP : 19611101 198703 1 003

Tanggal Lulus

:

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kecamatan Natal, Mandailing Natal, Provinsi Sumatera Utara pada 12 September 1988. Penulis adalah puteri pertama dari pasangan Bapak Imron Pulungan dan Ibu Zahraini Lubis. Masa pendidikan Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dihabiskan di kampung halaman penulis. Sekolah Menengah Atas (SMA) dilalui penulis di SMA Negeri 2 Plus Sipirok mulai tahun 2002-2005.

Tahun 2005 penulis diterima sebagai mahasiswa program sarjana IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Tahun 2006 penulis resmi diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura. Selama masa perkuliahan penulis aktif pada berbagai organisasi kemahasiswaan, Forum Komunikasi Rohis Departemen (FKRD, 2006/2007), Departemen Penelitian Pertanian Himagron tahun 2008, Departemen Pertanian Badan Eksekutif Mahasiswa, Fakultas Pertanian (BEM-A) periode 2008. Selama kuliah penulis juga berkesempatan mejadi asisten praktikum beberapa mata kuliah, ilmu tanaman pangan (2008), asisten praktikum bioteknologi tanaman untuk program pascasarjana (2009), dan asisten praktikum mata kuliah dasar-dasar bioteknologi tanaman untuk program sarjana (tahun ajaran 2009-2010).

Penulis pernah menerima dana hibah dari Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi untuk program kreativitas mahasiswa bidang penelitian pada tahun 2008 dan 2009. Penulis pernah menerima penghargaan sebagai Juara Harapan I pada perlombaan karya tulis dalam rangkaian acara Atsiri Day 2009. Penulis juga pernah sebagai presentator pada acara International Student Conference at Ibaraki

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

Karya ilmiah yang berjudul ”Induksi Keragaman Genetik Tanaman

Anthurium Wave of Love (Anthurium Plowmanii Croat.) dengan Radiasi

Sinar Gamma dari 60Co Secara In Vitro” ini disusun dalam rangka penyelesaian

tugas akhir penulis yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertaian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Kedua orang tua (Ayah dan Umak), adik-adik (Ade dan Imzar) dan Uci beserta seluruh keluarga yang telah banyak memberikan perhatian, kasih sayang, dukungan dan doa kepada penulis selama melakukan penelitian dan menyelesaikan karya ilmiah ini

2. Dr. Ni Made Armini Wiendi atas fasilitas, bimbingan dan arahan yang diberikan selama pelaksanaan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. 3. Dr. Ir. Winarso D. Widodo, MS dan Ir. Megayani Sri Rahayu, MS yang

bersedia sebagai dosen penguji

4. Ir. Adolf Pieter Lontoh, MS sebagai pembimbing akademik selama kuliah di Departemen Agronomi dan Hortikultura

5. Teman-teman di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Lina, Kiki, Kak Eneng, Kak Ardha, dan Kak Irwan, terima kasih atas dukungan dan kebersamaannya

6. Sahabat-sahabatku, Olga, Achi, Deden, Ima, Adek, Leo, dan Zamzami, terima kasih atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan. Good luck for us 7. Teman-teman sekelas penulis di Departemen Agronomi dan Hortikultura

(AGH 42)

Semoga karya ilmiah ini berguna sebagai informasi dosis radiasi sinar gamma yang tepat untuk menginduksi keragaman genetik tanaman Anthurium

Wave of Love secara in vitro.

Bogor, Februari 2010

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... ixv

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 3

Hipotesis ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Anthurium Wave of Love ... 4

Proses Mutasi Genetik Tanaman akibat Radiasi Sinar Gamma ... 5

Aplikasi Mutasi Radiasi dengan Sinar Gamma pada Tanaman Hias ... 6

Induksi Mutasi pada Famili Araceae... 7

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ... 9

Bahan dan Alat ... 9

Metode Penelitian... 10

Pelaksanaan Penelitian ... 10

Pengamatan ... 13

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan ... 16

Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60Co terhadap Pertumbuhan Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro ... 20

Pengaruh Radiasi Sinar Gamma dari 60Co terhadap Pertumbuhan Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro... 23

Tinggi Tunas ... 23

Jumlah Daun ... 26

Jumlah Akar ... 30

Jumlah Tunas ... 32

Lethal Dossage 50 (LD50) Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro Hasil Radiasi Sinar Gamma dari 60Co ... 35

Keragaman Fenotipe Anthurium Wave of Love In Vitro Hasil Radiasi Sinar Gamma dari 60Co ... 38

Keragaman Bentuk Daun Anthurium Wave of Love In Vitro Hasil Radiasi Sinar Gamma dari 60Co ... 42

Pengaruh Radiasi Sinar Gamma dari 60Co terhadap Stomata Anthurium Wave of Love In Vitro ... 46

(9)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 50

Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Jumlah Tunas Awal, Jumlah Tunas yang Terkontaminasi dan Mati

Karena Bahan Sterilan , Jumlah Tunas yang Mati karena Pengaruh Radiasi, dan Jumlah Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro yang Diamati sampai 8 MSR ... 17

2. Jumlah Tunas Awal, Jumlah Tunas yang Terkontaminasi dan Mati

Karena Bahan Sterilan , Jumlah Tunas yang Mati karena Pengaruh Radiasi, dan Jumlah Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro yang Diamati sampai 16 MSR ... 18

3. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Dosis Radiasi

Sinar Gamma dari 60Co terhadap Peubah yang Diamati setelah

Subkultur I ... 20

4. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Dosis Radiasi

Sinar Gamma dari 60Co terhadap Peubah yang Diamati setelah

Subkultur II ... 22

5. Tinggi Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan

Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60Co setelah Subkultur I ... 23

6. Tinggi Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan

Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60Co setelah Subkultur II ... 25

7. Jumlah Daun Anthurium Wave of Love In Vitro per Eksplan

pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60Co setelah

Subkultur I ... 27

8. Jumlah Daun Anthurium Wave of Love In Vitro per Eksplan

pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60Co setelah

Subkultur II ... 29

9. Jumlah Akar Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan

Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60Co setelah Subkultur I ... 30

10. Jumlah Akar Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan

Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60Co setelahSubkultur II ... 31

11. Jumlah Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan

Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60Co setelah

(11)

12. Jumlah Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan

Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60Co setelah Subkultur II ... 34

13. Persentase Tunas Anthurium Wave of Love In vitro yang Hidup

Sampai 16 MSR pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma

dari 60Co ... 36

14. Frekuensi Mutan untuk Masing-masing Karakter yang Terbentuk

pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma 10 Gy dari 60Co

pada 16 MSR ... 45

15. Rata-rata Jumlah dan Ukuran Stomata Anthurium Wave of Love

In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60Co

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro pada 8 MSR ... 16

2. Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro yang Mati setelah Subkultur II ... 19

3. Grafik Pertambahan Tinggi Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60Co setelah Subkultur I ... 24

4. Daun Baru Anthurium Wave of Love In Vitro pada 8 MSR ... 27

5. Tunas Tanaman Anthurium Wave of Love In Vitro ... 32

6. Tunas Baru Tanaman Anthurium Wave of Love In Vitro ... 33

7. Pengaruh Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60Co terhadap Persentase Hidup Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro pada 16 MSR ... 36

8. Tunas Tanaman Anthurium Wave of Love In Vitro yang Mampu Bertahan Hidup sampai 16 MSR ... 37

9. Daun Tanaman Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi 10 Gy ... 39

10. Tunas Tanaman Anthurium Wave of Love In Vitro ... 40

11. Variasi Fenotipe Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi 10 Gy pada 16 MSR ... 41

12. Variasi Warna Daun Tanaman Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi 10 Gy saat 16 MSR ... 42

13. Variasi Bentuk Daun Tanaman Anthurium Wave of Love In Vitro yang Diperoleh dari Perlakuan Dosis Radiasi 10 Gy pada 16 MSR ... 43

14. Daun Tanaman Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi 10 Gy yang Berukuran Lebih Besar dari Kontrol ... 44

15. Mutan Anthurium Wave of Love In Vitro pada Dosis Radiasi 10 Gy pada 16 MSR ... 44

(13)

16. Stomata Daun Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan

Kontrol... ... 47

17. Stomata Daun Anthurium Wave of Love In Vitro yang Berbentuk

Bulat... ... 48

18. Stomata Daun Anthurium Wave of Love In Vitro yang Dikelilingi

3 Sel Tetangga ... 48

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Komposisi Media Murashige-Skoog (1962) ... ... . 55

2. Analisis Ragam Tinggi Tunas Anthurium Wave of Love

In Vitro setelah Subkultur I ... 56

3. Analisis Ragam Jumlah Daun Anthurium Wave of Love

In Vitro setelah Subkultur I... 57

4. Analisis Ragam Jumlah Akar Anthurium Wave of Love

In Vitro setelah Subkultur I ... 58

5. Analisis Ragam Jumlah Tunas Anthurium Wave of Love

In Vitro setelah Subkultur I ... 59

6. Analisis Ragam Tinggi Tunas Anthurium Wave of Love

In Vitro setelah Subkultur II ... 60

7. Analisis Ragam Jumlah Daun Anthurium Wave of Love

In Vitro setelah Subkultur II... 61

8. Analisis Ragam Jumlah Akar Anthurium Wave of Love

In Vitro setelah Subkultur II ... 62

9. Analisis Ragam Jumlah Tunas Anthurium Wave of Love

In Vitro setelah Subkultur II ... 63 10. Analisis Ragam Jumlah Stomata Anthurium Wave of Love

In Vitro pada 16 MSR ... 64 11. Analisis Ragam Ukuran Stomata Anthurium Wave of Love

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Anturium adalah tanaman hias daun yang termasuk keluarga Araceae.

Anthurium plowmanii Croat lebih dikenal dengan nama umum Anthurium Wave of Love (Anturium Gelombang Cinta) karena bentuk daunnya yang bergelombang. Anthurium Wave of Love berkerabat dekat dengan sejumlah tanaman hias populer

seperti aglonema, pilodendron, keladi hias, caladium, dan alokasia (Redaksi Agromedia, 2008).

Anturium menjadi tanaman hias yang populer pada pertengahan 2006 sampai September 2007. Anthurium Wave of Love merupakan jenis anturium yang paling diminati. Daya tarik utama dari anturium adalah bentuk daunnya yang indah, unik, dan bervariasi. Daun tanaman ini umumnya berwarna hijau tua dengan urat dan tulang daun besar dan menonjol (Redaksi Agromedia, 2008). Keragaman genetik Anthurium Wave of Love pada dasarnya bisa dihasilkan dengan cara hibridisasi konvensional, namun cara ini dinilai kurang efisien karena untuk mendapatkan tanaman Anthurium Wave of Love yang berbunga diperlukan waktu yang cukup lama dan keberhasilan persilangan juga tidak mudah. Teknik persilangan konvensional menghasilkan keragaman terbatas dan akan bersegregasi pada generasi berikutnya, sehingga diperlukan waktu yang lebih lama untuk menguji kestabilan karakter yang diinginkan. Keragaman genetik diharapkan akan menghasilkan keragaman fenotipe tanaman yang sangat diperlukan terutama pada tanaman hias. Alasan lain yang mendorong perlunya induksi mutasi adalah karena anturium termasuk tanaman berumah satu yang waktu masaknya putik dan tepung sari tidak bersamaan. Pada umumnya putik masak lebih awal dibandingkan tepung sari. Diperlukan cara yang lebih efisien untuk menginduksi keragaman genetik tanaman Anthurium Wave of Love (Briggs, 1987).

Menurut Harten (2001) mutasi induksi merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menginduksi keragaman genetik suatu spesies tanaman. Mutasi induksi dapat meningkatkan keragaman genetik tanaman dan kultivar baru

(16)

dapat diperoleh dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan melalui pemuliaan secara konvensional.

Cassells (2002) melaporkan bahwa mutasi induksi dapat dikombinasikan dengan kultur in vitro untuk memperbaiki karakter suatu spesies dan memacu keragaman genetik yang lebih tinggi. Radiasi pada kultur in vitro memberi peluang terjadinya mutasi, bahkan dari mutasi tersebut dapat diperoleh genotipe yang tidak ditemukan dalam gene pool yang ada. Welsh (1991) juga melaporkan bahwa laju mutasi dari sel-sel yang ditumbuhkan pada kultur jaringan lebih tinggi daripada tanaman yang tumbuh dari biji. Kultur jaringan sering menyebabkan perubahan-perubahan nukleotida yang disebabkan oleh kandungan zat di dalam medium, seperti giberelin, auksin dan garam mineral.

Menurut Harten (1988) perlakuan mutasi induksi secara fisik, yaitu dengan radiasi lebih efektif daripada mutasi induksi secara kimiawi. Keuntungan penggunaan mutagen fisik adalah penetrasinya lebih kuat dalam jaringan tanaman, mudah diaplikasikan, serta frekuensi mutasi genetik tinggi.

Salah satu jenis mutagen fisik yang banyak dimanfaatkan untuk meningkatkan keragaman genetik tanaman adalah sinar gamma. Sinar gamma tidak mempunyai massa dan muatan listrik sehingga dikelompokkan ke dalam gelombang elektromagnetik. Sinar gamma tidak dibelokkan oleh medan listrik yang ada di sekitarnya, sehingga daya tembus sinar gamma lebih besar dibandingkan dengan daya tembus partikel alpa atau beta (Batan, 1972). Penggunaan sinar gamma dinilai efektif untuk meningkatkan keragaman genetik tanaman anturium.

Pemanfaatan sinar gamma untuk meningkatkan keragaman genetik tanaman Anthurium Wave of Love belum pernah dilaporkan dalam publikasi ilmiah, namun sinar gamma telah banyak dimanfaatkan untuk induksi mutasi beberapa tanaman hias komersial. Pada tanaman hias famili Araceae, mutasi induksi dengan sinar gamma sudah dilakukan terhadap tanaman Caladium spp. (Nariah, 2008), Philodendron bipinnatifidum dan Philodendron xanadu (Melina, 2008), dan Anthurium andreanum (Faradilla, 2008; Wegadara, 2008).

(17)

Tujuan

1. Mendapatkan taraf dosis radiasi sinar gamma dari 60Co yang tepat untuk

menginduksi keragaman genetik tanaman Anthurium Wave of Love (Anthurium plowmanii Croat.)

2. Mendapatkan LD50 tanaman Anthurium Wave of Love (Anthurium plowmanii

Croat) yang dikulturkan secara in vitro

3. Menghasilkan mutan Anthurium Wave of Love (Anthurium plowmanii Croat.) yang potensial untuk diteliti lebih lanjut

Hipotesis

1. Terdapat taraf dosis radiasi sinar gamma dari 60Co yang tepat untuk

meningkatkan keragaman genetik tanaman Anthurium Wave of Love (Anthurium plowmanii Croat.).

2. Terdapat minimal satu mutan Anthurium Wave of Love (Anthurium plowmanii Croat.) yang memiliki fenotipe tanaman in vitro yang berbeda dari tanaman kontrol.

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani dan Morfologi Tanaman Anthurium Wave of Love

Tanaman Anthurium Wave of Love termasuk ke dalam famili Araceae, berbatang sukulen dan termasuk tanaman perennial. Ciri utama famili Araceae adalah bunganya memikili spadiks (tongkol) dan seludang (Macoboy, 1976).

Habitat asal tanaman anturium tersebar dari selatan dan utara Brazil sampai ke Peru, Bolivia dan Paraguay. Tanaman ini ditemukan di Brazil di daerah Amazon dan di Peru pada ketinggian 50 m - 900 m di atas permukaan laut. Anturium bukan tanaman asli Indonesia, tetapi tanaman ini cocok dengan

keadaan iklim di daerah tropis.

Taksonomi tanaman Anthurium Wave of Love sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Liliopsida

Ordo : Araceales

Famili : Araceae

Genus : Anthurium

Spesies : Anthurium plowmanii Croat.

Daun Anthurium Wave of Love dapat tumbuh mencapai panjang 56 cm dan tepinya bergelombang. Warna daun umumnya didominasi oleh hijau tua. Susunan daun biasanya tegak (erect) dan menyebar. Umumnya panjang petiol Anthurium

Wave of Love 10 cm - 40 cm, namun ada juga petiol yang panjangnya mencapai

50 cm. Tanaman Anthurium Wave of Love tidak bercabang dan tunas-tunas baru muncul dari batang. Batang Anthurium Wave of Love terdapat di dalam tanah. Bagian yang menjulur ke atas merupakan tangkai daun, bukan bagian dari

batang1.

Anthurium Wave of Love mempunyai spatha dan spadiks. Ada beberapa

pendapat yang mengatakan bahwa spatha merupakan bunga palsu karena spatha

adalah modifikasi dari daun yang berfungsi untuk melindungi spadiks1.

1.

(19)

Proses Mutasi Genetik Tanaman akibat Radiasi Sinar Gamma

Brewbaker (1983) melaporkan bahwa sinar gamma dapat diperoleh dari isotop radioaktif yang diproduksi dalam reaktor nuklir. Radiasi sinar gamma menyebabkan proses ionisasi, yaitu menghasilkan ion-ion positif dan negatif. Ionisasi terjadi saat elektron berinteraksi dengan atom materi yang dilewatinya. Setiap proses ionisasi menyebabkan pemindahan sebuah elektron dari satu atom ke atom lainnya. Proses ini membutuhkan energi lokal yang cukup besar. Sepasang atom yang mengalami ionisasi tersebut berada pada keadaan tidak stabil dan sangat reaktif.

Crowder (1986) melaporkan bahwa radiasi sinar gamma menembus bagian tertentu dari gen, dan menyebabkan perubahan susunan basa nitrogen pada DNA. Frekuensi mutasi berbanding lurus (linear) dengan dosis radiasi sinar gamma. Menurut Welsh (1991) radiasi bisa mengakibatkan efek langsung ataupun tidak langsung terhadap DNA. Efek langsung yang segera terjadi dari proses ionisasi adalah pemotongan DNA. Interaksi radiasi dengan DNA dapat menyebabkan terjadinya perubahan struktur gula atau basa nukleotida dan putusnya ikatan hidrogen antar basa nukleotida. Kerusakan lain yang mungkin terjadi adalah putusnya salah satu untai DNA yang disebut single strand break atau putusnya kedua untai DNA yang disebut double strand break. Kerusakan dapat terjadi pada tingkat DNA, kromosom dan pada tingkat sel. Akibat tidak langsung yaitu radiasi sinar gamma menimbulkan perubahan zat kimia tertentu di sekitar gen yang menghasilkan perubahan susunan nukleotida.

Gen dapat dianggap sebagai suatu target atau sasaran di dalam proses mutasi. Menurut Brewbaker (1983) mutasi genetik yang terjadi pada sebuah target hanya bergantung pada jumlah ionisasi dan tidak bergantung pada lamanya waktu ionisasi. Perubahan yang terjadi untuk menghasilkan mutasi genetik bisa terjadi pada tingkat gen atau tingkat kromosom. Menurut Claire (2002) perubahan nukleotida tunggal di dalam rantai cetakan DNA mengakibatkan produksi protein yang abnormal. Gen menentukan fenotipe melalui enzim yang mengkatalis reaksi kimia yang spesifik di dalam sel.

Secara alamiah sel mempunyai kemampuan untuk melakukan proses perbaikan terhadap kerusakan yang timbul dengan menggunakan beberapa jenis

(20)

enzim yang spesifik. Proses perbaikan dapat berlangsung tanpa terjadi kesalahan sehingga struktur DNA kembali seperti semula dan tidak menimbulkan perubahan struktur pada sel. Pada kondisi tertentu, proses perbaikan tidak berjalan dengan sempurna sehingga walaupun kerusakan dapat diperbaiki, tetapi tidak seperti DNA aslinya. Tingkat kerusakan sel yang sangat parah mengakibatkan perbaikan

tidak berlangsung dengan baik, bahkan bisa mengakibatkan kematian sel2.

Aplikasi Mutasi Radiasi dengan Sinar Gamma pada Tanaman Hias

Mutasi adalah proses suatu gen yang mengalami perubahan struktur untaian basa nukleotida. Mutasi diartikan juga sebagai perubahan permanen pada DNA dan akan merubah rantai asam amino yang terbentuk. Perubahan untaian DNA akan menyebabkan fenotipe tanaman juga berubah. Radiasi adalah istilah yang digunakan untuk berbagai bentuk pancaran energi seperti pancaran cahaya, pancaran panas, pancaran radio dan sinar ultra violet (Welsh, 1991).

Mutasi induksi dengan radiasi sinar gamma sudah cukup luas digunakan. Sinar gamma tidak memiliki massa dan muatan, sehingga bisa menembus jaringan dalam sel. Pengaruh radiasi sinar gamma dapat menyebabkan perubahan genetik di dalam sel somatik (mutasi somatik) dan sel gamet, perubahan tersebut dapat diturunkan dan dapat menyebabkan terjadinya perubahan fenotipe. Perubahan dapat terjadi secara lokal pada tingkat sel atau kelompok sel sehingga individu dapat menjadi kimera (Welsh, 1991).

Mutasi telah diamati oleh beberapa peneliti dari berbagai negara sejak beberapa abad yang lalu. Dari Jepang dilaporkan bahwa pada akhir abad ke-17, seorang warga Edo (sekarang Tokyo) mempunyai tanaman hias ”morning glory” yang bunganya menyimpang dari tanaman-tanaman lainnya. Beberapa peneliti sudah menduga bahwa terjadi mutasi genetik secara spontan yang menyebabkan perubahan warna pada bunga tanaman tersebut, namun mereka belum punya alasan yang kuat untuk menjelaskan fenomena yang terjadi pada waktu itu (Harten, 2001).

Harten (2001) juga melaporkan bahwa sebenarnya konsep mutasi sudah lama diketahui. Charles Darwin, dalam bukunya tahun 1868 yang berjudul ”The

Variation of Animals and Plants under Domestication” telah menemukan adanya

2.

(21)

variasi pada daun dan bunga, namun beliau belum bisa mengemukakan alasan pada saat itu. Fenomena mutasi spontan (mutasi alami) inilah yang mendorong para peneliti untuk melakukan mutasi buatan.

Mutasi buatan dengan sinar-X baru berhasil dilakukan pada tahun 1928 untuk tanaman tembakau dan pada tahun 1930an mutan komersial tembakau mulai dilepas. Pada tanaman hias, mutasi buatan secara komersial pertama kali dilakukan oleh De Mol van Oud dari Belanda pada tahun 1949 pada tanaman tulip (Tulipa sp), warna bunga tulip menjadi menyimpang dengan aslinya. Mutasi ini sudah dilakukan mulai tahun 1936 dengan radiasi sinar-X pada bulb, namun 13 tahun kemudian baru bisa menghasilkan kultivar baru. Mutasi warna bunga pada tulip kultivar Estella pada 1954 juga dilakukan oleh De Mol van Oud. Pada tahun 1962 peneliti dari Amerika melakukan radiasi sinar gamma pada Dianthus

caryophyllus dengan menggunakan akar sebagai bahan yang diradiasi (Harten,

1988).

Pemuliaan mutasi pada tanaman hias sudah sangat berkembang. Pengembangan ini diarahkan untuk sifat-sifat seperti warna bunga, vase life untuk tanaman hias pot dan bunga potong, dan keragaman corak daun untuk tanaman hias daun. Selama 30 tahun terakhir, perkembangan mutan komersial untuk tanaman hias sudah banyak dilaporkan. Informasi dari IAEA (International

Atomic Energy Agency) tahun 1998 menyatakan bahwa ada 500 kultivar mutan

dari 30 jenis tanaman hias yang sudah didaftarkan.

Induksi Mutasi pada Famili Araceae

Nariah (2008) melakukan percobaan radiasi sinar gamma secara in vivo pada 4 kultivar Caladium spp. Dari penelitian tersebut dilaporkan bahwa nilai

LD50 pada Caladium kultivar Candidum yaitu 61.80 Gy, Caladium kultivar Sweet

Heart 83.85 Gy, Caladium kultivar Pink Beauty 113.93 Gy dan 50.68 Gy pada

Caladium kultivar Miss Mufet. Mutan albino dan mutan kerdil dihasilkan dari Caladium kultivar Sweet Heart. Mutan kerdil dan daun berbentuk seperti corong dihasilkan dari Caladium kultivar Pink Beauty.

Melina (2008) melakukan induksi mutasi dengan sinar gamma pada dua spesies pilodendron secara in vivo, yaitu Philodendron bipinnatifidum kultivar

(22)

Crocodile Teeth dan Philodendron xanadu. Radiasi sinar gamma menurunkan

persentase tanaman Pilodendron yang hidup, menghambat pertumbuhan tinggi tanaman, menurunkan jumlah daun dan ukuran daun. Pada P. bipinnatifidum kultivar Crocodile Teeth, dosis 10 Gy mampu menginduksi pertambahan tinggi tanaman, ukuran daun dan jumlah daun. Semakin tinggi dosis yang diberikan, semakin mengubah warna dan bentuk daun dari kedua spesies Pilodendron yang diuji.

Faradilla (2008) melakukan radiasi sinar gamma pada dua kultivar anturium bunga, yaitu Anthurium andreanum kultivar Mini dan Anthurium

andreanum kultivar Holland. Radiasi dilakukan pada bibit tanaman anturium yang

berumur 2 bulan. Nilai LD50 pada bibit A. andreanum kultivar Mini sebesar

134.47 Gy dan A. andreanum kultivar Holland sebesar 62.17 Gy. Pada dosis radiasi 0 Gy - 90 Gy, radiasi sinar gamma cenderung menurunkan persentase tanaman hidup, menghambat pertumbuhan tinggi tanaman dan panjang tangkai daun, menurunkan jumlah daun dan ukuran daun.

Radiasi pada biji A. andreanum meningkatkan keragaman bentuk, ukuran

dan jumlah daun tanaman anturium. Nilai LD50 benih A. andreanum adalah

22.37 Gy. Pada taraf dosis 0 Gy - 200 Gy, Wegadara (2008) melaporkan bahwa semakin tinggi dosis yang diberikan, semakin menurunkan panjang akar, panjang daun, lebar daun dan tinggi tanaman A. andreanum.

Radiasi sinar gamma secara in vitro pada A. andreanum pernah dilakukan oleh Puchooa dan Sookun (2003). Radiasi dilakukan pada taraf 0 Gy -15 Gy pada kalus A. andreanum in vitro yang telah dikulturkan selama 4 minggu pada

media Nitcsh dan MS0 yang dimodifikasi. Perlakuan dosis radiasi 5 Gy

memberikan respon terbaik dalam hal pembentukan dan regenerasi kalus. Pada taraf dosis radiasi 10 Gy terjadi nekrotik pada jaringan, dan pada dosis 15 Gy bersifat letal terhadap jaringan A. andreanum.

(23)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2009 sampai dengan bulan Agustus 2009 di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Perlakuan radiasi sinar gamma dilakukan di Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR), Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN), Pasar Jumat, Jakarta Selatan. Pengamatan stomata dilakukan di Laboratorium Biologi Tumbuhan, Pusat Studi Ilmu Hayati, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan tanaman yang digunakan adalah tunas steril tanaman Anthurium

Wave of Love yang berumur 14 minggu yang dikulturkan secara in vitro pada

media padat dengan pH 5.9. Bahan tanaman yang digunakan sebelumnya berasal

dari planlet steril Anthurium Wave of Love. Pada setiap botol kultur terdapat banyak tunas dan di bagian pangkal tunas terbentuk bonggol. Subkultur dilakukan

dengan cara memisahkan bonggol tunas dengan ukuran diameter 1 - 2 cm.

Media in vitro dibedakan menjadi dua, yaitu media untuk perbanyakan tunas sebelum radiasi dan media untuk subkultur. Komposisi media yang digunakan untuk perbanyakan in vitro tunas Anthurium Wave of Love sebelum

radiasi adalah MS+ 1 mg/l BAP + 0.1 mg/l IBA + 30 g/l gula + 5 g/l agar, pH 5.9.

Komposisi media yang digunakan untuk subkultur setelah perlakuan radiasi

adalah MS+ 2 mg/l BAP + 0.5 mg/l NAA + 30 g/l gula + 5 g/l agar, pH 5.9.

Komposisi media dasar Murashige dan Skoog (MS) disajikan pada Lampiran 1. Bahan lain yang digunakan adalah aquadest, plastik, plastik wrap, karet, tissue, alkohol 70%, clorox, dan spiritus. Bahan untuk pengamatan stomata meliputi kuteks bening dan selotip.

Peralatan yang digunakan untuk pembuatan dan sterilisasi media adalah botol kultur volume 300 ml, labu takar volume 1 liter, pipet volumetrik, pengaduk kaca, pH meter, timbangan analitik, magnetic stirrer, dan autoclave. Peralatan yang digunakan saat penanaman atau subkultur meliputi laminar air flow cabinet,

(24)

cawan petri, pinset, gunting, scalpel, dan lampu bunsen. Radiasi sinar gamma

dengan 60Co dilakukan di dalam radiator gamma chamber 4000A. Objek gelas

dan mikroskop digunakan untuk pengamatan stomata.

Metode Penelitian

Penelitian disusun menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan satu faktor. Faktor yang digunakan adalah dosis radiasi sinar gamma yang terdiri dari 6 taraf, yaitu: 0 Gy (D0), 10 Gy (D1), 20 Gy (D2), 30 Gy (D3), 40 Gy (D4), dan 50 Gy (D5), masing-masing taraf perlakuan diulang tiga kali sehingga ada 18 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri dari 10 tunas sebagai unit terkecil yang diamati. Jumlah seluruh tunas dalam percobaan ini adalah 180 tunas.

Model linear yang digunakan adalah :

Yij = µ + αi + βj + εij

Keterangan :

Yij = nilai perlakuan dosis radiasi ke-i dan kelompok ke-j

µ = nilai rataan umum pengamatan

αi = pengaruh perlakuan dosis sinar gamma ke-i (i= 0 Gy, 10 Gy, ....50 Gy)

βj = pengaruh kelompok ke-j (j = 1, 2, dan 3)

εij = galat percobaan

Data pengamatan dianalisis dengan sidik ragam pada taraf nyata 5 %. Pengolahan data dilakukan menggunakan software microsoft office excel 2007 dan

software SAS 6.12.

Pelaksanaan Penelitian

1. Sterilisasi peralatan

Botol kultur, cawan petri, pinset, gunting, dan scalpel dicuci bersih, kemudian

disterilkan di dalam autoclave pada suhu 1210 C dan tekanan 17.5 psi selama

60 menit. Alat tanam dan cawan petri yang sudah disterilkan dimasukkan ke

(25)

2. Pembuatan media

Komposisi media yang digunakan untuk perbanyakan tunas sebelum radiasi

adalah MS+ 1 mg/l BAP + 0.1 mg/l IBA + 30 g/l gula + 5 g/l agar, pH 5.9. Media

dibuat dengan menggunakan larutan stok yang telah disiapkan. Komposisi masing-masing larutan stok untuk membuat media dasar Murashige dan Skoog disajikan pada Lampiran 1. Larutan stok adalah larutan yang konsentrasinya sudah dipekatkan sehingga untuk pembuatan media hanya diperlukan dalam volume yang kecil. Semua larutan stok yang diperlukan dipipet, kemudian ditambahkan zat pengatur tumbuh dan gula, setelah itu dilarutkan dengan aquadest. Larutan dimasukkan ke dalam labu takar dan ditambahkan air steril hingga mencapai volume 1 liter. Derajat keasaman larutan diukur dengan menggunakan pH meter. Larutan dibuat menjadi pH 5.9. Apabila pH lebih tinggi dari yang diharapkan, maka diturunkan dengan penambahan larutan HCl 1 N dan sebaliknya apabila pH lebih rendah dinaikkan dengan penambahan NaOH atau KOH 1 N. Agar sebanyak 5 g/l ditambahkan ke dalam media sebagai bahan pemadat. Media dimasak sampai mendidih, selanjutnya media dimasukkan ke dalam botol kultur dengan volume 25 ml/botol dan ditutup dengan plastik. Media selanjutnya disterilkan di dalam

autoclave pada suhu 1210C dan tekanan 17.5 psi selama 20 menit. 3. Perbanyakan tunas

Tunas yang diradiasi berasal dari kultur in vitro tanaman Anthurium Wave of

Love. Subkultur dilakukan dengan memisah-misahkan bonggol tunas dengan

diameter 1 - 2 cm. Subkultur dilakukan di dalam laminar air flow cabinet yang telah disemprot dengan alkohol 70% dan disinari dengan sinar UV selama satu jam. Semua alat yang digunakan disterilkan dengan cara disemprot dengan alkohol sebelum dimasukkan ke dalam laminar. Pisau, pinset dan gunting yang diperlukan dalam proses penanaman eksplan harus dicelupkan terlebih dahulu ke dalam alkohol 70% dan dibakar.

Perbanyakan tunas Anthurium Wave of Love dilakukan selama 14 minggu

pada media MS+ 1 mg/l BAP + 0.1 mg/l IBA + 30 g/l gula + 5 g/l agar, pH 5.9.

Perbanyakan tunas bertujuan agar tersedia tunas yang cukup untuk perlakuan dan agar tunas yang diperoleh memiliki kandungan zat pengatur tumbuh endogen

(26)

homogen sehingga kondisi tanaman sebelum diberi perlakuan diasumsikan seragam.

4. Radiasi sinar gamma

Unsur Cobalt isotop 60 (60Co) digunakan sebagai sumber radiasi sinar gamma.

Botol kultur dimasukkan ke dalam radiator gamma chamber 4000A. Dosis radiasi sinar gamma yang diberikan disesuaikan dengan taraf perlakuan.

5. Penanaman eksplan setelah radiasi

Tunas yang telah diradiasi ditanam kembali selama tiga hari setelah perlakuan karena media yang terkena radiasi bersifat toksik bagi tanaman. Penanaman hari pertama merupakan ulangan I, hari kedua adalah ulangan II, dan hari ketiga merupakan ulangan III. Tunas yang ditanam merupakan tunas tunggal, pada setiap botol ditanam dua tunas. Komposisi media yang digunakan setelah radiasi adalah

MS+ 2 mg/l BAP + 0.5 mg/l NAA + 30 g/l gula + 5 g/l agar, pH 5.9.

6. Subkultur I dan II

Subkultur dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu subkultur I dan subkultur II. Subkultur II dilakukan 8 minggu setelah subkultur I. Subkultur dilakukan dengan cara memisahkan tunas yang terbentuk menjadi tunas tunggal dan ditanam pada

media MS + 2 mg/l BAP + 0.5 mg/l NAA + 30 g/l gula + 5 g/l agar, pH 5.9.

Subkultur bertujuan untuk memisahkan kimera yang terbentuk pada tunas yang diradiasi dan untuk mengamati kestabilan mutan yang terbentuk. Subkultur dilakukan di dalam laminar air flow cabinet.

7. Pengamatan Stomata

Pengamatan stomata dilakukan di akhir pengamatan, yaitu pada 16 minggu setelah radiasi (MSR). Stomata diamati dengan menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 400 kali. Luas bidang pandang mikroskop pada perbesaran

400 kali adalah 0.28 mm2. Penghitungan jumlah stomata dilakukan pada satu

bidang pandang di dalam satu preparat. Rata-rata jumlah stomata setiap perlakuan merupakan hasil rata-rata jumlah stomata/bidang pandang dari 9 daun, kemudian

hasilnya dikonversi menjadi jumlah stomata/mm2. Ukuran stomata diukur

(27)

diukur tiga stomata. Ukuran stomata setiap perlakuan merupakan hasil rata-rata dari 27 stomata yang dipilih secara acak.

8. Kondisi Ruang Kultur untuk Inkubasi

Kultur in vitro Anthurium Wave of Love diinkubasi di ruang kultur. Botol kultur disusun pada rak bertingkat dengan intensitas cahaya 1000-2000 lux selama

24 jam sehari. Suhu ruangan kultur untuk inkubasi adalah 230C.

Pengamatan

Peubah yang diamati setiap minggu selama 16 minggu meliputi :

Tinggi tunas, diukur mulai dari pangkal batang sampai daun yang paling atas Jumlah daun, diamati daun yang telah membuka

Jumlah akar, diamati akar yang berukuran ≥ 0.5 cm Saat munculnya tunas baru

Jumlah tunas baru, diamati tunas yang tingginya ≥ 0.5 cm Warna daun

Bentuk daun

Peubah yang diamati saat minggu ke 16 adalah:

LD50, dihitung berdasarkan jumlah eksplan yang hidup setelah diberi perlakuan

Bentuk, ukuran, dan jumlah stomata, diamati secara mikroskopik dengan perbesaran 400 kali

Persentase mutan

Persentase mutan = jumlah tanaman mutan pada dosis A x 100% jumlah tanaman yang diradiasi

Pengamatan tunas dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut : Jumlah tunas awal

Tunas awal adalah jumlah tunas yang ditanam pada awal subkultur I dan awal subkultur II. Jumlah tunas setiap satuan percobaan pada awal subkultur 1 adalah sama, yaitu 10 tunas. Jumlah tunas pada awal subkultur II tidak sama untuk setiap satuan percobaan karena ditentukan oleh hasil perbanyakan

(28)

subkultur I. Semua tunas hasil pemeliharaan subkultur I setelah 8 MSR dipindahkan ke media baru dan diamati pada pemeliharaan setelah subkultur II sampai 16 MSR.

Tunas terkontaminasi

Kontaminasi tunas disebabkan oleh cendawan dan bakteri. Ada dua kemungkinan terhadap tunas yang terkontaminasi. Pertama, kontaminasi tunas yang masih bisa diselamatkan atau disterilkan, artinya kontaminan yang tidak mengenai seluruh bonggol Anthurium Wave of Love in vitro. Pada tunas tersebut dilakukan sterilisasi dengan menggunakan clorox 5% dan diinkubasi kembali di ruang kultur. Kedua, tunas yang tidak bisa diselamatkan atau disterilkan karena kontaminan sudah menutupi eksplan tunas Anthurium Wave

of Love in vitro. Tunas yang tidak bisa disterilkan dinyatakan sebagai data

hilang dan tidak diamati pada minggu-minggu berikutnya.

Terhadap tunas terkontaminasi yang dilakukan sterilisasi juga terdapat dua kemungkinan. Pertama, tunas menjadi steril kembali dan kemungkinan lainnya adalah tunas menjadi mati karena tidak tahan terhadap bahan sterilan. Tunas yang mati karena bahan sterilan dicirikan dengan warna bonggol atau tangkai daun tunas menjadi putih. Tunas yang mati karena bahan sterilan dinyatakan sebagai data hilang dan tidak diamati pada minggu-minggu berikutnya.

Tunas yang mati karena pengaruh radiasi sinar gamma

Tunas yang dinyatakan mati karena pengaruh radiasi sinar gamma adalah tunas yang daunnya sudah berwarna coklat dan mengering. Tunas yang mati karena pengaruh radiasi sinar gamma tetap diamati sampai minggu terakhir pengamatan (16 MSR), nilai tinggi tunas, jumlah daun dan jumlah akar dianggap nol.

Data hilang

Data tunas yang dinyatakan sebagai data hilang adalah data tunas yang terkontaminasi dengan kontaminan yang menutupi seluruh bonggol dan tunas yang mati karena tidak tahan terhadap bahan sterilan. Tunas-tunas tersebut tidak diamati pada minggu-minggu berikutnya.

(29)

Tunas yang diamati setiap minggu sampai 16 MSR

Tunas yang diamati setiap minggu sampai 16 MSR adalah tunas yang masih hidup dan tunas yang mati karena pengaruh radiasi sinar gamma. Tunas yang mati karena pengaruh radiasi tetap diamati sebagai tanaman contoh, nilai pengamatannya dinyatakan nol.

(30)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Percobaan

Pemeliharaan tunas Anthurium Wave of Love in vitro setelah radiasi dibagi ke dalam 2 bagian, yaitu pemeliharaan setelah subkultur I dan pemeliharaan setelah subkultur II. Subkultur I adalah pemindahan tunas pada media (MS + 2 mg/l BAP + 0.5 mg/l NAA + 30 g/l gula + 5 mg/l agar, pH 5.9) setelah perlakuan radiasi sinar gamma dan diinkubasi selama 8 minggu di ruang kultur. Setelah diinkubasi selama 8 minggu, tunas Anthurium Wave of Love in vitro dipindahkan ke media baru pada subkultur II. Komposisi media pada subkultur I sama dengan komposisi media pada subkultur II.

Subkultur I

Pengaruh radiasi sinar gamma terhadap tunas Anthurium Wave of Love in

vitro mulai terlihat setelah subkultur I, saat 2 minggu setelah radiasi (MSR). Daun

tunas yang diradiasi dengan dosis 20 Gy, 30 Gy, 40 Gy dan 50 Gy mulai menguning. Daun tunas yang diradiasi dengan dosis 20 Gy sampai 50 Gy semakin menguning sampai 8 MSR seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.

a b

Gambar 1. .Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro pada 8 MSR (a) Tunas

Tanaman Kontrol, (b) Tunas Tanaman pada Perlakuan Dosis Radiasi 20 Gy

Pada subkultur I ada beberapa tunas yang terkontaminasi. Kontaminasi yang terjadi setelah subkultur I umumnya disebabkan oleh cendawan. Kultur rentan terkena kontaminasi sampai 2 minggu setelah subkultur. Pada

(31)

minggu-minggu berikutnya jumlah tunas yang terkontaminasi sudah berkurang. Persentase tunas Anthurium Wave of Love in vitro yang terkontaminasi setelah subkultur I disajikan pada Tabel 1. Persentase kontaminasi setelah subkultur I adalah 16.1% (Tabel 1). Selama pemeliharaan setelah subkulur I belum ada tunas yang mati karena pengaruh radiasi sinar gamma.

Tabel 1. Jumlah Tunas Awal, Jumlah Tunas yang Terkontaminasi dan Mati karena Bahan Sterilan, Jumlah Tunas yang Mati karena Pengaruh Radiasi, dan Jumlah Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro yang Diamati sampai 8 MSR Dosis Radiasi (Gy) Ulangan Tunas Awal Tunas yang Terkontaminasi dan Mati karena Bahan Sterilan

Tunas Mati karena Pengaruh

Radiasi

Tunas yang Diamati sampai 8 MSR 0 1 10 2 0 8 2 10 4 0 6 3 10 3 0 7 Jumlah 30 9 0 21 10 1 10 0 0 10 2 10 0 0 10 3 10 0 0 10 Jumlah 30 0 0 30 20 1 10 0 0 10 2 10 0 0 10 3 10 0 0 10 Jumlah 30 0 0 30 30 1 10 5 0 5 2 10 4 0 6 3 10 4 0 6 Jumlah 30 13 0 17 40 1 10 1 0 9 2 10 0 0 10 3 10 1 0 9 Jumlah 30 2 0 28 50 1 10 1 0 9 2 10 2 0 8 3 10 2 0 8 Jumlah 30 5 0 25 Jumlah total 180 29 (16.1%) 0 (0%) 151 (83.9%)

Keterangan : jumlah tunas yang terkontaminasi dan mati karena bahan sterilan + jumlah tunas yang diamati sampai 16 MSR = jumlah tunas awal

Subkultur II

Pada saat subkultur II, dilakukan sterilisasi terhadap tunas untuk menghindari kontaminan-kontaminan yang tidak terlihat secara visual. Sterilisasi dilakukan terhadap semua tunas yang berasal dari perbanyakan setelah subkultur I. Subkultur bertujuan untuk memisahkan kimera yang terbentuk.

(32)

Kimera adalah keadaan suatu jaringan yang terdiri dari sel mutan dan sel normal, sehingga sel-sel dalam satu individu tanaman memiliki komposisi genetik yang berbeda.

Tunas yang diperoleh dari hasil perbanyakan subkultur I berjumlah 329 tunas. Semua tunas diamati dan dijadikan sebagai tunas contoh pada pemeliharaan setelah subkultur II (Tabel 2).

Tabel 2. Jumlah Tunas Awal, Jumlah Tunas yang Terkontaminasi dan Mati karena Bahan Sterilan, Jumlah Tunas yang Mati karena Pengaruh Radiasi, dan Jumlah Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro yang Diamati sampai 16 MSR Dosis Radiasi (Gy) Ulangan Tunas Awal Tunas yang Terkontaminasi dan Mati karena Bahan Sterilan

Tunas Mati karena Pengaruh

Radiasi

Tunas yang Diamati sampai 16 MSR 0 1 32 12 0 20 2 28 13 0 15 3 30 22 0 8 Jumlah 90 47 (52.2%) 0 (0%) 43 (47.8%) 10 1 31 3 0 28 2 45 17 0 28 3 29 15 0 14 Jumlah 105 35 (33.4%) 0 (0%) 70 (66.6%) 20 1 13 0 12 13 2 15 0 10 15 3 15 0 9 15 Jumlah 43 0 (0%) 31 (72.09%) 43 (100%) 30 1 7 7 0 0 2 9 1 8 8 3 9 2 5 7 Jumlah 25 10 (40%) 13 (86.67%) 15 (60%) 40 1 12 0 11 12 2 11 0 11 11 3 12 0 10 12 Jumlah 35 0 (0%) 32 (91.43%) 35 (100%) 50 1 10 0 10 10 2 12 0 11 12 3 9 0 7 9 Jumlah 31 0 (0%) 28 (90.32%) 31 (100%) Jumlah total 329 92 (27.9%) 104 (83.9%) 237 (72.1%)

Keterangan : jumlah tunas yang terkontaminasi dan mati karena bahan sterilan + jumlah tunas yang diamati sampai 16 MSR = jumlah tunas awal

Kematian tunas Anthurium Wave of Love in vitro akibat radiasi sinar gamma terjadi setelah subkultur II. Tunas yang mampu bertahan hidup dengan baik hanya pada tunas tanaman kontrol dan tunas tanaman dengan dosis radiasi

(33)

10 Gy. Tunas yang diradiasi dengan dosis 20 Gy, 30 Gy, 40 Gy dan 50 Gy masih ada yang mampu bertahan hidup, namun tidak terjadi pertumbuhan, daun menguning, dan bonggol berwarna hitam. Jumlah tunas Anthurium Wave of Love

in vitro yang mati karena pengaruh radiasi sinar gamma pada 16 MSR adalah

83.9% (Tabel 2). Tunas tanaman yang mati karena pengaruh radiasi sinar gamma tetap diamati dan dinyatakan sebagai tanaman contoh sampai 16 MSR. Tunas yang mati karena pengaruh radiasi sinar gamma disajikan pada Gambar 2a.

Tunas Anthurium Wave of Love in vitro yang terkontaminasi setelah subkultur II mencapai 27.9%. Kontaminasi banyak terjadi pada tunas tanaman perlakuan kontrol dan tunas tanaman pada perlakuan dosis radiasi 10 Gy. Kontaminasi disebabkan karena penanganan yang kurang baik, diduga kontaminan masuk ke dalam botol kultur pada saat subkultur.

Tunas yang mati karena tidak tahan terhadap bahan sterilan disajikan pada Gambar 2b. Kontaminasi disebabkan oleh cendawan dan bakteri. Kontaminasi cendawan ditandai oleh adanya hifa seperti yang disajikan pada Gambar 2c, dan kontaminasi bakteri ditandai oleh adanya lendir pada media.

a b c

Gambar 2. .Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro yang Mati setelah

Subkultur II. (a) Tunas yang Mati karena Radiasi Sinar Gamma (b) Tunas yang Mati karena Bahan Sterilan (c) Tunas yang Terkontaminasi

Tunas yang terkontaminasi segera disterilkan dengan menggunakan clorox 5% selama 5 menit dan diinkubasi kembali di ruang kultur. Tunas yang telah disterilkan tetapi masih terdapat kontaminan atau tunas yang berwarna putih karena tidak tahan terhadap bahan sterilan dinyatakan sebagai data hilang dan tidak diamati pada minggu-minggu berikutnya.

(34)

Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60Co terhadap Pertumbuhan Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro

Subkultur I

Pengaruh dosis radiasi sinar gamma terhadap pertumbuhan tunas

Anthurium Wave of Love in vitro setelah subkultur I disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Dosis Radiasi Sinar

Gamma dari 60Co terhadap Peubah yang Diamati setelah Subkultur I

Keterangan : * = berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 5% ** = berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 1%

tn = tidak berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 5% a = data yang diuji merupakan hasil transformasi (x + 0.5)1/2 KK = koefisien keragaman

Peubah MSR Dosis Radiasi KK (%)

Tinggi Tunas 1 tn 8.49 2 tn 8.49 3 tn 8.64 4 tn 10.53 5 tn 10.12 6 tn 10.01 7 * 9.99a 8 * 9.82a Jumlah Daun 1 tn 10.94a 2 * 7.09a 3 tn 8.78 4 ** 13.23a 5 ** 14.98a 6 ** 20.24a 7 ** 18.97a 8 ** 20.97a Jumlah Akar 1 tn 16.02a 2 tn 13.92a 3 tn 11.18a 4 tn 10.59a 5 tn 8.31a 6 tn 8.65a 7 tn 8.27a 8 tn 6.43a Jumlah Tunas 4 ** 12.32a 5 ** 14.33a 6 ** 14.12a 7 ** 8.73a 8 ** 10.21a

(35)

Dosis radiasi sinar gamma tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tunas

Anthurium Wave of Love in vitro pada 1 MSR sampai 6 MSR. Analisis ragam

pengaruh dosis radiasi sinar gamma terhadap tinggi tunas Anthurium Wave of

Love in vitro disajikan pada Lampiran 2. Dosis radiasi sinar gamma mulai

menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tunas Anthurium Wave

of Love in vitro pada 7 MSR dan 8 MSR (Tabel 3).

Dosis radiasi sinar gamma berpengaruh terhadap jumlah daun Anthurium

Wave of Love in vitro mulai 2 MSR sampai dengan 8 MSR, kecuali pada 3 MSR

(Tabel 3). Pada 2 MSR dosis radiasi sinar gamma berpengaruh nyata terhadap jumlah daun, sedangkan pada 4 MSR sampai 8 MSR dosis radiasi sinar gamma berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun Anthurium Wave of Love in vitro. Analisis ragam jumlah daun Anthurium Wave of Love in vitro setelah subkultur I disajikan pada Lampiran 3. Pada 1 MSR belum memberikan pengaruh yang nyata diduga karena belum terjadi pertumbuhan tunas. Tunas tanaman masih mengalami adaptasi karena pengaruh radiasi dan saat subkultur.

Dosis radiasi sinar gamma tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah akar

Anthurium Wave of Love in vitro setelah subkultur I. Analisis ragam pengaruh

dosis radiasi sinar gamma terhadap jumlah akar disajikan pada Lampiran 4. Jumlah tunas Anthurium Wave of Love in vitro sangat nyata dipengaruhi oleh dosis radiasi sinar gamma pada 4 MSR sampai 8 MSR. Analisis ragam pengaruh dosis radiasi sinar gamma terhadap jumlah tunas Anthurium Wave of Love in vitro disajikan pada Lampiran 5.

Subkultur II

Dosis radiasi sinar gamma berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tunas

Anthurium Wave of Love in vitro pada 11 MSR sampai dengan 16 MSR (Tabel 4).

Analisis ragam tinggi tunas Anthurium Wave of Love in vitro setelah subkultur II disajikan pada Lampiran 6. Dosis radiasi sinar gamma berpengaruh nyata terhadap jumlah daun Anthurium Wave of Love in vitro setelah subkultur II saat 13 MSR, 14 MSR, 15 MSR dan 16 MSR (Tabel 4). Analisis ragam jumlah daun

Anthurium Wave of Love in vitro setelah subkultur II disajikan pada Lampiran 7.

(36)

Wave of Love in vitro mulai 9 MSR sampai 16 MSR. Analisis ragam jumlah akar

setelah subkultur II disajikan pada Lampiran 8.

Dosis radiasi sinar gamma berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah tunas Anthurium Wave of Love in vitro mulai 10 MSR sampai dengan 16 MSR. Analisis ragam jumlah tunas baru Anthurium Wave of Love in vitro setelah subkultur II disajikan pada Lampiran 9.

Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Dosis Radiasi Sinar

Gamma dari 60Co terhadap Peubah yang Diamati setelah Subkultur II

Peubah MSR Dosis Radiasi KK (%)

Tinggi Tunas 9 tn 16.27 10 tn 4.24a 11 ** 6.95a 12 ** 4.53a 13 ** 8.54a 14 ** 8.27a 15 ** 8.46a 16 ** 13.12a Jumlah Daun 9 tn 20.52 10 tn 19.15 11 tn 27.49 12 tn 23.85a 13 * 17.85a 14 ** 15.77a 15 ** 16.61a 16 ** 16.76a Jumlah Akar 9 ** 7.12a 10 ** 7.59a 11 ** 5.26a 12 * 4.96a 13 ** 2.14a 14 ** 3.39a 15 * 4.02a 16 ** 2.71a Jumlah Tunas 10 ** 8.67 11 ** 14.45 12 ** 19.46a 13 ** 17.44a 14 ** 21.00a 15 ** 6.66a 16 ** 11.12a Jumlah stomata/mm2 - * 35.00a Ukuran stomata - tn 17.41a

Keterangan : * = berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 5% ** = berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 1%

tn = tidak berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 5% a = data yang diuji merupakan hasil transformasi (x + 0.5)1/2 KK = koefisien keragaman

(37)

Pengaruh Radiasi Sinar Gamma dari 60Co terhadap Pertumbuhan Tunas

Anthurium Wave of Love In Vitro

Tinggi Tunas

a. Subkultur I

Tinggi tunas Anthurium Wave of Love in vitro diukur mulai dari pangkal batang sampai ujung daun tertinggi. Dosis radiasi sinar gamma tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tunas Anthurium Wave of Love in vitro mulai 1 MSR sampai dengan 6 MSR setelah subkultur I (Tabel 5). Analisis ragam tinggi tunas setelah subkultur I disajikan pada Lampiran 2.

Tabel 5. .Tinggi Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan

Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60Co setelah Subkultur I

Keterangan : * = berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 5% tn = tidak berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 5% a = data yang diuji merupakan hasil transformasi (x + 0.5)1/2 KK = koefisien keragaman

Dosis radiasi sinar gamma mulai berpengaruh nyata terhadap tinggi tunas pada 7 MSR dan 8 MSR. Tinggi tunas tanaman yang diradiasi selalu lebih rendah dari tinggi tunas tanaman kontrol (Tabel 5). Pada akhir pengamatan setelah subkultur I (8 MSR) tinggi tunas kontrol adalah 3.7 ± 0.5 cm, tinggi tunas yang diradiasi menyebar mulai dari 2.8 ± 0.2 cm sampai 3.2 ± 0.3 cm.

Gambar 3 menunjukkan grafik pertambahan tinggi tunas Anthurium Wave

of Love in vitro hasil radiasi sinar gamma. Pertambahan tinggi tunas Anthurium Wave of Love in vitro semakin tertekan seiring dengan peningkatan dosis radiasi

sinar gamma yang diaplikasikan. Pertambahan tinggi tunas Anthurium Wave of

Love in vitro pada perlakuan dosis radiasi 10 Gy masih relatif baik. Dosis radiasi

Dosis Radiasi (Gy)

Minggu Setelah Radiasi (Minggu)

1 2 3 4 5 6 7 8 ...cm... 0 2.9 ± 0.7 3.0 ± 0.5 3.1 ± 0.5 3.4 ± 0.5 3.5 ± 0.5 3.5 ± 0.7 3.7 ± 0.8 3.7 ± 0.5 10 2.8 ± 0.6 2.8 ± 0.3 2.9 ± 0.4 3.0 ± 0.3 3.0 ± 0.3 3.0 ± 0.6 3.1 ± 0.6 3.2 ± 0.3 20 2.7 ± 0.5 2.7 ± 0.3 2.8 ± 0.3 2.8 ± 0.3 2.8 ± 0.3 2.9 ± 0.5 2.9 ± 0.6 3.0 ± 0.3 30 2.7 ± 0.5 2.7 ± 0.4 2.7 ± 0.3 2.7 ± 0.3 2.7 ± 0.3 2.8 ± 0.5 2.8 ± 0.5 2.9 ± 0.3 40 2.7 ± 0.5 2.7 ± 0.3 2.7 ± 0.2 2.8 ± 0.3 2.8 ± 0.3 2.8 ± 0.5 2.8 ± 0.5 2.8 ± 0.2 50 2.7 ± 0.5 2.7 ± 0.3 2.7 ± 0.3 2.7 ± 0.3 2.8 ± 0.3 2.8 ± 0.5 2.8 ± 0.7 2.8 ± 0.2 Uji F tn tn tn tn tn tn * * KK (%) 8.49 8.49 8.64 10.53 10.12 10.01 9.99a 9.82a

(38)

20 Gy sampai 50 Gy sangat menghambat pertambahan tinggi tunas Anthurium

Wave of Love in vitro. Grafik pertambahan tinggi tunas untuk keempat dosis

tersebut relatif datar.

Gambar 3. Grafik Pertambahan Tinggi Tunas Anthurium Wave of Love In

Vitro pada Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60Co setelah Subkultur I

Keterangan : D0 = 0 Gy D3 = 30 Gy D1 = 10 Gy D4 = 40 Gy D2 = 20 Gy D5 = 50 Gy

Terhambatnya pertambahan tinggi tunas Anthurium Wave of Love in vitro yang diradiasi dengan sinar gamma diduga karena rusaknya sel-sel meristematik. Semakin tinggi dosis radiasi yang diaplikasikan, semakin banyak kerusakan sel yang terjadi, akibatnya pertumbuhan tanaman juga semakin terhambat. Menurut Grosch dan Hopwood (1979) radiasi sinar gamma dapat menyebabkan pengkerdilan pada tanaman karena terhambatnya aktivitas pembelahan sel meristem, termasuk sel-sel meristem pucuk tanaman.

(39)

b. Subkultur II

Dosis radiasi sinar gamma mulai berpengaruh nyata terhadap tinggi tunas

Anthurium Wave of Love in vitro mulai 11 MSR sampai 16 MSR (Tabel 6).

Analisis ragam tinggi tunas setelah subkultur II disajikan pada Lampiran 6.

Tabel 6. .Tinggi Tunas Anthurium Wave of Love In Vitro pada Perlakuan

Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60Co setelah Subkultur II

Keterangan : ** = berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 1% tn = tidak berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 5% a = data yang diuji merupakan hasil transformasi (x + 0.5)1/2 KK = koefisien keragaman

Pertambahan tinggi tunas Anthurium Wave of Love in vitro hanya terjadi pada tanaman kontrol dan pada tanaman dengan perlakuan dosis radiasi 10 Gy. Mulai 12 MSR tinggi tunas tertinggi diperoleh pada tanaman kontrol. Pada dosis radiasi 20 Gy, 30 Gy, 40 Gy dan 50 Gy tidak terjadi pertambahan tinggi tunas. Tinggi tunas yang semakin menurun mulai 11 MSR pada dosis radiasi 20 Gy, 30 Gy, 40 Gy dan 50 Gy disebabkan setiap minggu semakin banyak tunas yang mati. Tinggi tunas terendah adalah pada perlakuan dosis radiasi 50 Gy. Radiasi sinar gamma menghambat perkembangan sel tanaman, diduga radiasi sinar gamma menyebabkan kerusakan pada sel-sel meristem.

Rinawati (2007) melaporkan bahwa radiasi sinar gamma pada dosis 10 Gy sampai 50 Gy menghambat pertumbuhan tinggi tunas stevia (Stevia rebaudiana Bertoni) yang dikulturkan secara in vitro. Handayani (2004) melaporkan bahwa peningkatan dosis radiasi sinar gamma menyebabkan pertumbuhan tunas vanili (Vanilla planifolia Andrews) in vitro semakin terhambat. Sumarni (2005) melaporkan pada tanaman jati (Tectono grandis Linn f.), pertambahan tinggi tunas jati in vitro semakin terhambat dengan meningkatnya dosis radiasi sinar gamma.

Dosis Radiasi

(Gy)

Minggu Setelah Radiasi (Minggu)

9 10 11 12 13 14 15 16 ...cm... 0 1.8 ± 0.9 1.9 ± 0.9 1.9 ± 0.9 2.0 ± 0.7 2.1 ± 0.5 2.1 ± 0.3 2.2 ± 0.6 2.4 ± 0.8 10 1.6 ± 0.8 1.7 ± 0.6 1.7 ± 0.7 1.8 ± 0.8 1.9 ± 0.4 1.9 ± 0.6 2.1 ± 0.8 2.3 ± 0.9 20 2.2 ± 0.7 2.2 ± 0.7 1.7 ± 1.2 1.3 ± 1.2 1.2 ± 1.0 0.4 ± 1.4 0.3 ± 1.2 0.2 ± 1.4 30 2.4 ± 0.6 2.4 ± 0.4 1.3 ± 1.3 1.1 ± 1.2 1.0 ± 1.0 0.6 ± 1.2 0.4 ± 1.3 0.2 ± 1.3 40 2.3 ± 0.6 2.4 ± 0.6 1.6 ± 1.3 1.5 ± 1.1 1.2 ± 1.1 0.4 ± 1.1 0.2 ± 1.2 0.1 ± 1.5 50 2.2 ± 0.9 2.2 ± 0.8 1.5 ± 1.4 1.4 ± 1.2 1.3 ± 1.0 0.4 ± 1.0 0.3 ± 1.1 0.1 ± 1.6 Uji F tn tn ** ** ** ** ** ** KK (%) 16.27 4.24 a 6.95a 4.53a 8.54a 8.27a 8.46a 13.12a

(40)

Beberapa peneliti lain juga melaporkan bahwa tinggi tanaman famili Araceae secara in vivo semakin terhambat seiring dengan meningkatnya dosis radiasi sinar gamma yang diaplikasikan, pada dua kultivar A. andreanum, yaitu A. andreanum kultivar Mini dan A. andreanum kultivar Holland (Faradilla, 2008), pada tanaman

Philodendron xanadu dan Pilodendron kultivar Crocodile Teeth (Melina, 2008),

dan pada tanaman Caladium spp (Nariah, 2008).

Jumlah Daun

a. Subkultur I

Daun yang diamati dan dihitung adalah daun yang sudah membuka. Perlakuan dosis radiasi sinar gamma mulai berpengaruh nyata terhadap jumlah daun Anthurium Wave of Love in vitro saat 2 MSR (Tabel 7). Dosis radiasi sinar gamma tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun Anthurium Wave of Love in

vitro pada 1 MSR dan 3 MSR. Analisis ragam jumlah daun Anthurium Wave of

Love in vitro setelah subkultur I disajikan pada Lampiran 3. Jumlah daun Anthurium Wave of Love in vitro sangat nyata dipengaruhi oleh dosis radiasi

sinar gamma mulai 4 MSR sampai akhir periode pengamatan setelah subkultur I (8 MSR). Mulai 3 MSR sampai 8 MSR, jumlah daun terbanyak diperoleh pada tunas tanaman kontrol (Tabel 7).

Secara umum jumlah daun tunas tanaman kontrol selalu lebih tinggi

dibandingkan jumlah daun tunas tanaman yang diradiasi. Pada akhir pengamatan

subkultur I (8 MSR) jumlah daun tertinggi diperoleh pada tanaman kontrol, yaitu 12.1 ± 3.1 daun, dan jumlah daun terendah diperoleh pada perlakuan dosis radiasi 40 Gy, yaitu 4.6 ± 0.5 daun. Pertambahan jumlah daun terhambat pada dosis radiasi 20 Gy sampai 50 Gy.

Menurut Harten (1998) radiasi dapat menurunkan aktivitas mitosis. Pada dasarnya radiasi sinar gamma merupakan perlakuan yang merusak. Kerusakan yang terjadi berlaku umum, yaitu semua sel akan dirusak sehingga mengakibatkan pertumbuhan tanaman mengalami gangguan. Hal ini menyebabkan pertumbuhan daun tunas yang diradiasi lebih lambat dibandingkan pertumbuhan daun tunas tanaman kontrol.

(41)

Tabel 7. Jumlah Daun Anthurium Wave of Love In Vitro per Eksplan pada

Perlakuan Dosis Radiasi Sinar Gamma dari 60Co setelah

Subkultur I

Keterangan : * = berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 5% ** = berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 1%

tn = tidak berpengaruh nyata berdasarkan uji F pada taraf 5% a = data yang diuji merupakan hasil transformasi (x + 0.5)1/2

KK = koefisien keragaman

Setelah subkultur I, penekanan pertumbuhan daun juga terlihat dari ukuran daun baru Anthurium Wave of Love in vitro. Daun baru tanaman Anthurium Wave

of Love in vitro pada perlakuan dosis radiasi 20 Gy, 30 Gy, 40 Gy dan 50 Gy

memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan daun baru tanaman kontrol. Secara visual bisa diamati walaupun tidak dilakukan pengukuran (Gambar 4).

a b

Gambar 4. Daun Baru Anthurium Wave of Love In Vitro pada 8 MSR (a) Daun Baru Tanaman Kontrol (tanda panah)

(b) Daun Baru Tanaman pada Perlakuan Dosis Radiasi 30 Gy (tanda panah)

Dosis Radiasi

(Gy)

Minggu Setelah Radiasi (Minggu)

1 2 3 4 5 6 7 8 0 2.5 ± 0.4 2.9 ± 0.3 3.6 ± 0.3 6.2 ± 1.0 8.3 ± 1.6 10.1 ± 2.9 10.8 ± 2.8 12.1 ± 3.1 10 2.4 ± 0.3 2.6 ± 0.3 2.9 ± 0.4 5.0 ± 0.4 6.4 ± 1.2 7.4 ± 1.3 8.5 ± 1.0 10.4 ± 1.7 20 2.2 ± 0.2 2.6 ± 0.1 2.9 ± 0.2 3.9 ± 0.1 3.9 ± 0.5 4.1 ± 0.5 4.2 ± 0.4 4.7 ± 0.3 30 2.5 ± 0.4 3.0 ± 0.3 3.4 ± 0.3 4.8 ± 0.4 5.1 ± 0.6 5.7 ± 1.1 6.0 ± 1.0 6.1 ± 0.9 40 2.5 ± 0.2 2.8 ± 0.2 3.3 ± 0.4 3.9 ± 0.5 3.9 ± 0.6 4.0 ± 0.5 4.1 ± 0.4 4.6 ± 0.5 50 2.7 ± 0.5 3.1 ± 0.2 3.1 ± 0.2 4.4 ± 0.6 4.5 ± 0.6 4.8 ± 0.7 5.2 ± 0.8 5.3 ± 0.7 Uji F tn * tn ** ** ** ** ** KK (%) 10.94 a 7.09a 8.78 13.23a 14.98a 20.24a 18.97a 20.97a

(42)

Pengaruh radiasi sinar gamma juga terlihat pada warna daun. Warna daun tunas tanaman Anthurium Wave of Love in vitro pada dosis radiasi 20 Gy sampai 50 Gy mulai menguning pada 2 MSR hingga akhir pemeliharaan setelah subkultur I.

Handayani (2007) melaporkan bahwa dosis radiasi sinar gamma menghambat terbentuknya daun baru pada Euphorbia milli secara in vivo. Penghambatan pertumbuhan daun mulai terjadi pada dosis 45 Gy, dan tidak terjadi pembentukan daun baru pada dosis radiasi 60 Gy. Rinawati (2007) juga melaporkan bahwa pertumbuhan daun tanaman stevia in vitro mulai terhambat pada dosis radiasi 10 Gy.

b. Subkultur II

Dosis radiasi sinar gamma tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun

Anthurium Wave of Love in vitro pada 9 MSR sampai dengan 12 MSR (Tabel 8).

Analisis ragam jumlah daun Anthurium Wave of Love in vitro setelah subkultur II disajikan pada Lampiran 7. Mulai 10 MSR jumlah daun tertinggi diperoleh pada perlakuan dosis radiasi 10 Gy.

Perlakuan dosis radiasi sinar gamma berpengaruh nyata terhadap jumlah daun Anthurium Wave of Love in vitro mulai 13 MSR sampai akhir pengamatan subkultur II. Mulai 13 MSR sampai akhir pengamatan setelah subkultur II jumlah daun pada perlakuan dosis radiasi 10 Gy lebih tinggi daripada jumlah daun tanaman kontrol dan jumlah daun perlakuan dosis 20 Gy sampai 50 Gy (Tabel 8).

Tunas yang diberi perlakuan dengan dosis radiasi 20 Gy, 30 Gy, 40 Gy dan 50 Gy tidak mampu membentuk daun baru. Setelah subkultur II daun pada perlakuan dosis radiasi 20 Gy sampai 50 Gy semakin menguning dan tanaman berangsur-angsur mati. Pertambahan jumlah daun hanya terjadi pada kontrol dan dosis radiasi 10 Gy. Pertumbuhan daun pada dosis radiasi 10 Gy lebih tinggi daripada perlakuan kontrol. Jumlah daun yang menurun mulai dari 11 MSR dikarenakan tunas banyak yang mati. Pada 16 MSR sebagian besar tunas dari perlakuan dosis radiasi 20 Gy sampai 50 Gy telah mengalami kematian.

Gambar

Gambar 3.   Grafik Pertambahan Tinggi Tunas Anthurium Wave of Love In  Vitro  pada  Perlakuan  Dosis  Radiasi  Sinar  Gamma  dari  60 Co  setelah Subkultur I
Gambar 4. Daun Baru  Anthurium Wave of Love In Vitro pada 8 MSR        (a)  Daun Baru Tanaman Kontrol (tanda panah)
Tabel  11.    Jumlah  Tunas  Anthurium  Wave  of  Love  In  Vitro  pada  Perlakuan  Dosis Radiasi Sinar Gamma dari  60 Co  setelah Subkultur I
Gambar 7.   Pengaruh Dosis Radiasi Sinar Gamma dari   60 Co terhadap  Persentase    Hidup  Tunas  Anthurium  Wave  of  Love  In  Vitro pada 16 MSR
+7

Referensi

Dokumen terkait

Aplikasi surat-menyurat dapat membuat surat keluar lebih cepat dan efisien, memasukkan data surat masuk serta memberikan sarana penyimpanan arsip surat, sehingga

“ Pertama Setiap mahasiswa berhak menjadi anggota perpustakaan dengan cara mendaftar dan mengisi formulir yang telah disiapkan oleh kepala perpustakaan dengan

pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, bertindak secara efektif dan kreatif dan mampu melaksanakan tugas spesifik di bawah pengawasan langsung..

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui elastisitas variabel PDRB per kapita harga konstan, tarif dasar listrik, dan harga minyak tanah terhadap jumlah konsumsi listrik rumah

Kharisma Esa Ardi adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisa penyebab waste yang terjadi pada proses produksi, serta memberikan usulan perbaikan dengan FMEA untuk

Indonesia dalam pengembangan Bank Syariah, paper disampaikan pada seminar Aspek Hukum dan Bisnis Perbankan Syariah, 23 Mei 2000 di Jakarta, Warrens & Achyar Law Firm.

Partial test found that &ere was a sig[ificant positive relationship relationships both, judging from th€ value ofthe p value of0.002 sigtrificaot at the level

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah tekanan waktu dan risiko audit berpengaruh terhadap perilaku menyimpang auditor atas prosedur audit yang dilakukan