• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN DAMPAK SOSIAL PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SANITASI BERBASIS MASYARAKAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN DAMPAK SOSIAL PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SANITASI BERBASIS MASYARAKAT"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN DAMPAK SOSIAL PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

SANITASI BERBASIS MASYARAKAT

(Studi Kasus di Desa Sindang Pakuon, Kec.Cimanggung, Kab.Sumedang)

Oleh :

Marlina Irene Hutagalung, S.Sos

CPNS Formasi 2014

BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

2015

(2)

Page | 1

DAFTAR ISI

Daftar isi ... 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian………. 2

1.2 Tujuan dan Sasaran………...….… 5

1.2.1. Tujuan………. 5

1.2.2. Sasaran……….……... 5

1.3 Manfaat Penelitian……….………..…..….. 5

1.4 Lingkup Lokasi Penelitian...……… 5

1.4.1. Profil Lokasi Penelitian………. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sanitasi ... 9

2.2 Sanitasi Berbasis Masyarakat ... 10

2.3 MCK (Mandi, Cuci, Kakus) Umum/Komunal ... 12

2.3.1. Jenis MCK Komunal/Umum……….. 12

2.3.2. Komponen MCK (Mandi, Cuci, Kakus) Komunal/Umum……….. 13

2.3.2.1 Bilik/Ruangan MCK……… 13

2.3.2.2. Pengolahan Limbah (Tangki Septik)……….……. 16

2.3.2.3 Penyediaan Air Bersih……… ... 17

2.3.2.4. Fasilitas Pelengkap………...…… 18

2.3.3. Pemanfaatan dan Pengelolaan Fasilitas MCK……..………. 18

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian ... 22

3.2 Teknik Pengumpulan Data... 22

3.2.1 Observasi ... 22

3.2.2 Wawancara ... 23

BAB IV ANALISIS DAN HASIL PEMBAHASAN 4.1 Hubungan Sikap Masyarakat Dengan Pemanfaatan MCK Komunal ... 24

4.2. Dampak Sosial Sebelum Pembangunan MCK Komunal……….... 25

4.3. Dampak Sosial Sesudah Pembangunan MCK Komunal……….…… 28

4.4. Analisis Swot Dan Rekomendasi Strategi………. 29

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 32

5.1 Kesimpulan ... 32

5.2 Saran... ... 32

(3)

Page | 2

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Cepatnya laju urbanisasi yang tidak diikuti dengan ketersediaan ruang, prasarana dan sarana serta utilitas yang cukup menyebabkan suatu kawasan permukiman over capacity (padat) dan menjadi kumuh. Pada umumnya kondisi permukiman padat dan kumuh menghadapi permasalahan antara lain : (1) luas bangunan yang sangat sempit dengan kondisi yang tidak memenuhi standar kesehatan dan kehidupan sosial, (2) kondisi bangunan rumah yang saling berhimpitan sehingga rentan terhadap bahaya kebakaran, (3) kurangnya air bersih, (4) jaringan listrik yang ruwet dan tidak mencukupi, (5) drainase yang sangat buruk, (6) jalan lingkungan yang buruk, (7) ketersediaan sarana MCK yang sangat terbatas. Kondisi dan permasalahan tersebut telah berdampak pada timbulnya berbagai jenis penyakit, menurunnya produktivitas warga penghuni, timbulnya kerawanan dan penyakit social (Pedum NUSSP, 2006). Salah satu upaya dalam memperbaiki kualitas kesehatan lingkungan pemukiman padat dan kumuh serta pemenuhan kebutuhan air bersih tersebut adalah dengan cara membangun fasilitas sanitasi dasar yang meliputi sarana air bersih dan jamban keluarga yang bersifat komunal/umum. Pemerintah melalui Departemen Pekerjaan Umum sejak tahun 2005, melalui Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP) telah meningkatkan kualitas permukiman padat dan kumuh melalui pembangunan infrastruktur lingkungan seperti Mandi, Cuci, Kakus (MCK), drainase, dll melalui pemberdayaan masyarakat. Kajian global terhadap air bersih dan sanitasi pada tahun 2000, ditemukan sekitar 1,1 milyar penduduk di seluruh dunia tidak memiliki akses terhadap air bersih dan 2,4 milyar penduduk belum terakses sarana sanitasi/jamban yang memenuhi syarat. Sebagian besar penduduk tersebut berada di benua Asia-Afrika dan lebih dari 100 juta masyarakat Indonesia belum memiliki kemudahan akses terhadap sumber air minum.

Tantangan yang dihadapi Indonesia terkait dengan masalah air minum, higiene dan sanitasi masih sangat besar. Hasil studi Indonesia Sanitation Sector Development Program (ISSDP) tahun 2006, menunjukkan 47% masyarakat masih berperilaku buang air besar ke sungai, sawah, kolam, kebun dan tempat terbuka. Salah satu program nasional yang sedang dijalankan pemerintah adalah pembangunan sanitasi.1 Program ini juga telah dibuat ke dalam suatu program yang dicanangkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yaitu, Program 100-0-100. Salah satu yang menjadi prioritas dari program itu adalah sanitasi. Tidak semua orang di Indonesia mengetahui tentang apa itu sanitasi. Mungkin kurangnya sosialisasi tentang adanya sanitasi menyebabkan tidak banyak orang yang mengetahui tentang sanitasi. Apa itu sanitasi? Sanitasi adalah perilaku pembudayaan hidup bersih dengan tujuan untuk mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini dapat menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia.2 Yang dimaksud dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya itu antara lain; tinja manusia atau binatang,air bekas cucian, bahan buangan mandi, limbah pabrik dan bahan buangan pertanian. Pasokan air dan sanitasi di Indonesia ditandai dengan tingkat miskin akses dan kualitas layanan. Di Indonesia, lebih dari 100 juta orang yang kekurangannya untuk air bersih dan lebih dari 70% dari 220 juta penduduk negara Indonesia mengandalkan air yang diperoleh dari

1http://id.wikipedia.org/wiki/Sanitasi#Sanitasi_Total_Berbasis_Masyarakat (Pukul 13.52, 28 April 2015). 2http://christyraina.blogspot.com/2014/01/karya-tulis-sanitasi.html (Pukul 19.20, 01 Mei 2015).

(4)

Page | 3

sumber yang berpotensi terkontaminasi. Hingga saat ini, masalah air dan sanitasi tetap menjadi masalah serius di Indonesia bagi pemerintah untuk menanganinya, terutama di daerah perkotaan.

Masalah air bersih telah diatur dalam Undang-Undang Republik Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, namun di lapangan sumber daya air masih belum mendapatkan proteksi yang cukup. Semakin langkanya air bersih, tanpa disadari masyarakat harus membayar biaya yang tinggi untuk mendapatkan segelas air yang layak bagi kesehatan. Setidaknya hal itu dicatatkan dalam MDGs (Millenium Development Goals – pencapaian pembangunan milenium) pada 2015 . Di mana target MDG’s pada tahun tersebut adalah meningkatnya akses air bersih bagi 80% masyarakat perkotaan dan 69% masyarakat perdesaan.3 Selain penyediaan air bersih, pemukiman padat dan kumuh juga memerlukan penyediaan jamban keluarga yang sehat. Hal ini diperlukan karena mengingat suatu pemukiman padat tidak memiliki cukup lahan bila setiap rumah harus memiliki septic tank pribadi. Sehingga pembangunan septic tank yang tidak memenuhi syarat kesehatan sering terjadi atau bahkan tidak memiliki septic tank, dan dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya penyakit akibat tinja. Polusi air bukan saja disebabkan oleh manusia yang mengelola pabrik, tetapi juga disebabkan oleh masyarakat pengguna air itu sendiri. Kebiasaan membuang tinja tidak pada tempatnya menjadi hal yang mengerikan bagi orang yang sudah terbiasa hidup bersih. Selain itu juga, sisa tinja yang mengalir di sungai dapat mengakibatkan polusi air dan mempengaruhi ekosistem di sana. Dan akibat lain juga dapat mengakibatkan berbagai macam penyakit yang ditularkan melalui air atau water borne desiases istilahnya. Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk mencegahnya adalah dengan uluran tangan pemerintah ataupun masyarakat itu sendiri untuk membuat sarana MCK dan jamban keluarga. Hal tersebut dapat mengurangi polusi air sekaligus penularan penyakit. Padatnya permukiman penduduk memaksa letak septic tank berhimpitan dengan sumur di suatu kawasan. Kondisi seperti ini hanya semakin memperburuk kualitas air tanah yang dikonsumsi oleh manusia di sebuah wilayah akibat tercemar oleh tinja. Padahal beberapa penyakit menyebar melalui tinja. Antara lain: tifus, kolera, hepatitis A, polio, serta diare.

Oleh karena itu, karya tulis ilmiah ini penulis fokuskan kepada infrastruktur sanitasi MCK. Kebiasaan membuang tinja di sungai biasanya terjadi pada warga di sekitar perkampungan yang kekurangan air bersih dan sarana MCK. Andai saja di suatu kampung terdapat hanya satu sungai yang sekaligus satu-satunya sumber air disana yang selalu dipakai mandi, cuci piring, cuci pakaian dan itu rutin setiap harinya, tentu saja semua kegiatan itu menggunakan air sungai yang mengalir dan telah terkontaminasi oleh kotoran manusia yang juga membuang hajat disana, bisa dibayangkan bukan, berbagai macam kuman dan bakteri yang mengalir di sungai itu melekat pada pakaian, badan, serta perabotan rumah tangga lainnya. Meskipun kotoran itu mungkin tidak tampak, tapi tentu saja air itu sudah tercemar karena telah bercampur dengan kotoran manusia. Keadaan seperti ini sudah sepantasnya mendapat perhatian lebih dari pemerintah. Sehingga untuk memperbaiki lingkungan pemukiman padat tersebut dengan keterbatasan air bersih dan jamban keluarga sehat, maka Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) memadukan kedua masalah tersebut dengan membangun MCK (Mandi, Cuci, Kakus) Komunal/Umum di beberapa pemukiman padat dan kumuh di Indonesia. Hal ini jugalah yang dilakukan oleh Kementerian PUPR yang bekerja sama dengan Pemerintah Korea untuk membuat MCK Komunal di Desa Sindang Pakuon, Kec. Cimanggung, Kab. Sumedang, Jawa Barat.

3 Analisis hasil survey MDG’s Kecamatan 2007 Kabupaten Polewali Mandar Provinsi Sulawesi Barat. Polewali

(5)

Page | 4

Pada awalnya, di Desa ini telah terdapat MCK Komunal yang dibangun oleh pemerintah setempat yang bekerja sama dengan Cipta Karya, namun MCK Komunal tersebut terbengkalai begitu saja. Ada banyak faktor penyebab terbengkalainya MCK Komunal tersebut, salah satunya adalah dikarenakan pipa paralon yang pecah dan pintu bilik kamar mandi yang berada tepat di depan jalan raya, sehingga menurut masyarakat setempat hal itu membuat rasa kurang nyaman (malu). Kemudian pada tahun 2014, Puslitbang Permukiman yang bekerja sama dengan JUBIT (Pemerintah Korea) membuat MCK Komunal berbasis masyarakat. MCK Komunal ini dibangun dan di desain oleh Puslitbang Permukiman dengan didanai oleh JUBIT. Salah seorang warga yang bernama teteh Ainur mengatakan bahwa,

“MCK ini sangat bermanfaat bagi kami. Kami sudah tidak kesulitan lagi untuk mendapatkan air. Kami juga sudah banyak yang tidak sakit-sakit lagi karena minum air sumur yang kotor itu.”

Hal ini membuktikan bahwa, MCK Komunal yang telah dibangun oleh Puslitbang Permukiman dan JUBIT sangat memberikan manfaat yabf besar. Akan tetapi sekalipun demikian, masih ada saja masyarakat yang belum memanfaatkan MCK Komunal ini dengan optimal. Hal ini terbukti dari foto yang penulis ambil disaat sedang melakukan survey di desa tersebut.

Gambar 1. MCK Komunal yang dibangun

oleh pemerintah setempat dan Cipta Karya Gambar 2. MCK Komunal yang dibangun oleh Puslitbang Puskim dan JUBIT

Gambar 3. Dua anak kecil yang sedang BAB di drainase.

(6)

Page | 5

Ketika berbicara tentang sanitasi, ada dua aspek yang harus diperhatikan dan tidak boleh diabaikan salah satunya. Kedua aspek itu adalah tentang infrastruktur dan perilaku. Sejauh ini, yang menjadi titik tolak perhatian hampir seluruh kalangan bahkan yang dijadikan dasar ketentuan persyaratan dalam Kepmenkes Tahun 2002 hanyalah masalah infrastruktur.4 Padahal, adanya infrastruktur yang lengkap belum bisa menjamin berjalannya sistem sanitasi yang baik dan memenuhi syarat-syarat kesehatan ketika tidak disertai dengan perilaku madani mengenai pemanfaatan dan pemeliharaan fasilitas atau infrastruktur sanitasi. Pada awalnya, desa ini belum memiliki MCK Komunal. Biasanya warga setempat menggunakan sungai atau drainase sebagai MCK dan sumur untuk mendapatkan air bersih. Menurut warga setempat, hal itu membuat banyak warga yang sakit. Namun setelah adanya MCK Komunal tersebut, ada banyak perubahan yang terjadi, mulai dari kesehatan yang mereka dapatkan, serta perilaku mereka pun ikut berubah. Ada banyak manfaat yang diterima oleh warga di desa tersebut. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengangkat hal ini ke dalam Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Kajian Dampak Sosial Infrastruktur Sanitasi Berbasis Masyarakat”.

1.2. TUJUAN DAN SASARAN 1.2.1. Tujuan

Menghasilkan rekomendasi strategi berdasarkan kajian dampak sosial pembangunan infrastruktur sanitasi berbasis masyarakat di Desa Sindang Pakuon.

1.2.2. Sasaran

 Mengetahui bagaimana perilaku masyarakat di Desa Sindang Pakuon sebelum dan sesudah pembangunan MCK Komunal.

 Mengetahui kendala apa yang dihadapi setelah pembangunan MCK Komunal tersebut. 1.3. MANFAAT PENELITIAN

Kajian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan serta rekomendasi strategi kepada pemerintah, untuk dapat mengatasi kendala-kendala yang dihadapi di masyarakat Sindang Pakuon khususnya dampak sosial dari pembangunan infrastruktur sanitasi berbasis masyarakat di Desa Sindang Pakuon.

1.4. LINGKUP LOKASI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Desa Sindang Pakuon, Kec.Cimanggung, Kab.Sumedang, Jawa Barat, khususnya RW 07 dimana letak MCK Komunal ini dibangun.

4 Kepmenkes RI No. 907/Menkes/SK/VII/2002 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum. Jakarta:

(7)

Page | 6

1.4.1. Profil Lokasi Penelitian

Desa Sindang Pakuon ini merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Batas letak geografis dari desa ini adalah

Sebelah utara : Desa Sindanggalih dan Desa Pasir Nanjung

Sebelah timur : Desa Cimanggung dan Desa Panenjoan Kab. Bandung Sebelah selatan : Desa Nanjung Mekar Kab. Bandung

Sebelah barat : Desa Cihanjuang

Desa ini memiliki 12 (dua belas) RW dan RW 07 adalah lokasi yang dipilih oleh penulis. Hal ini dikarenakan di RW 07 inilah, MCK Komunal tersebut dibangun oleh Puslitbang Permukiman dan JUBIT.

1.4.1.1. Kondisi Sosial

Desa ini dulunya merupakan desa pertanian. Dimana-mana hanya terdapat lahan pertanian, namun seiring berjalannya waktu hal itu berubah dikarenakan konversi lahan pertanian menjadi lahan permukiman. Hal ini juga berpengaruh dengan mata pencaharian warga setempat dimana yang dulunya adalah seorang petani sekarang telah berubah menjadi 10% buruh pabrik, 20% petani, dan selebihnya adalah pekerjaan

Lokasi Penelitian

(8)

Page | 7

Gambar 5. Sisi RW 07 yang terlihat kumuh dan rumah yang masih terbuat dari papan

Gambar 6. Jalan lingkungn yang tidak memiliki drainase.

tidak menetap seperti kuli bangunan, kuli angkut, tukang ojek, dan sebagian besar adalah pengangguran. Warga di desa ini juga memiliki pendidikan yang cukup rendah. Mayoritas penduduknya adalah lulusan sekolah dasar. Penduduk di desa ini sebagian besar adalah pendatang, oleh karena itu banyak bangunan rumah yang dibangun tidak layak. Warga setempat hanya membangun rumah seadanya saja. Oleh karena itu, ada bagian dari RW ini yang terlihat kumuh. Hal ini dapat dibuktikan dari foto yang diambil oleh penulis saat observasi.

1.4.1.2. Kondisi Infrastruktur Permukiman

Tidak hanya kondisi sosialnya yang cukup memprihatinkan, Desa ini juga merupakan desa yang perkerasan jalan lingkungannya masih tanah kerikil dan sebagian besar jalan lingkungannya tidak memiliki drainase khususnya di daerah yang berada di ketinggian.

(9)

Page | 8

Meskipun demikian, di desa ini telah terdapat lampu jalan di jalan lingkungannya. Di desa ini juga telah ada pengelolaan sampah walaupun belum optimal dikarenakan masyarakat belum membedakan yang mana termasuk sampah organik, non organik, ataupun B3 sekalipun tempatnya telah disediakan.

Gambar 7. Lampu jalan di jalan Lingkungan

Gambar 8. Tempat sampah yang telah disediakan (atas) dan TPS (bawah)

(10)

Page | 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. SANITASI

Berbagai penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu, hasil penelitian yang dikemukakan menunjukkan berbagai pandangan tentang kesehatan masyarakat. Kesehatan pada masyarakat dapat di lihat dari berbagai sudut pandang ilmu antropologi. Pada bahasan ini pengetahuan tentang sanitasi dapat dijabarkan menurut UNESCO merupakan perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud mencegah manusia bersentuhan dengan harapan usaha ini akan menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Norariska Nalurita (2008) yang melihat bahwa pengetahuan kesehatan masyarakat dititik tekankan pada cara pembuangan limbah manusia seperti BAB (Buang Air Besar) di pinggiran sungai. Tradisi serta budaya dalam kegiatan BAB di pinggiran sungai serta keterbatasan ekonomi masyarakatlah yang membuat perilaku masyarakat tersebut. Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan terdapat pada cara pembuangan limbah yang sehat, sampah yang sehat serta penerangan dan pencahayaan rumah meliputi (air, udara dan tanah).5

Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia yang mempengaruhi atau mungkin dipengaruhi, sehingga merugikan perkembangan fisik, kesehatan, dan kelangsungan hidup. Sanitasi juga adalah sesuatu cara untuk mencegah berjangkitnya suatu penyakit menular dengan jalan memutuskan mata rantai dari sumber. Sanitasi merupakan salah satu tantangan yang paling utama bagi negara negara berkembang. Karena menurut WHO, penyakit diare membunuh satu anak di dunia ini setiap 15 detik, karena access pada sanitasi masih terlalu rendah. Hal ini menimbulkan masalah kesehatan lingkungan yang besar, serta merugikan pertumbuhan ekonomi dan potensi sumber daya manusia pada skala nasional .Terdapat beberapa data yang mendukung, antara lain :

1. Terdapat 47% masyarakat masih berperilaku buang air besar ke sungai, sawah, kolam, kebun dan tempat terbuka (Hasil studi Indonesia Sanitation Sector Development Program (ISSDP) tahun 2006) 2. Berdasarkan studi Basic Human Services (BHS) di Indonesia tahun 2006, perilaku masyarakat dalam mencuci tangan adalah (1) setelah buang air besar 12%, (2) setelah membersihkan tinja bayi dan balita 9%, (3) sebelum makan 14%, (4) sebelum memberi makan bayi 7%, dan (5) sebelum menyiapkan makanan 6 %.

5http://haningdwipratiwi.blogspot.com/2011/11/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html (Pukul 19.42, 03

(11)

Page | 10

3. Sementara studi BHS lainnya terhadap perilaku pengelolaan air minum rumah tangga menunjukan 99,20 % merebus air untuk mendapatkan air minum, namun 47,50 % dari air tersebut masih mengandung Eschericia coli.6

Kondisi seperti ini dapat dikendalikan melalui intervensi terpadu melalui pendekatan sanitasi total. Hal ini dibuktikan melalui hasil studi WHO tahun 2007, yaitu kejadian diare menurun 32% dengan meningkatkan akses masyarakat terhadap sanitasi dasar, 45% dengan perilaku mencuci tangan pakai sabun, 39% perilaku pengelolaan air minum yang aman di rumah tangga. Sedangkan dengan mengintegrasikan ketiga perilaku intervensi tersebut, kejadian diare menurun sebesar 94%. Pemerintah juga telah sepakat dengan komitmen untuk mencapai target Millennium Development Goals (MDGs) tahun 2015, yaitu meningkatkan akses air minum dan sanitasi dasar secara berkesinambungan kepada separuh dari proporsi penduduk yang belum mendapatkan akses.

2.2. SANITASI BERBASIS MASYARAKAT

SANIMAS atau Sanitasi Berbasis Masyarakat adalah program untuk menyediakan prasarana air limbah bagi masyarakat di daerah kumuh padat perkotaan. Menyusul kesuksesan pilot program di enam kota di tahun 2003-2004, mulai tahun 2005 Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk meningkatkan sumber daya dalam mendukung replikasi dan scaling-up pendekatan fasilitas sanitasi terdesentralisasi berbasis masyarakat (decentralized wastewater treatment systems – DEWATS) secara nasional melalui program SANIMAS ini. Dalam pembangunan fasilitas Sanimas, digunakan konsep pemberdayaan masyarakat untuk menjadikan masyarakat aktor utama dalam proses perencanaan, pembangunan, operasional dan pemeliharaan fasilitas sanitasi komunal, dengan tujuan agar fasilitas yang terbangun dapat memberikan manfaat yang berkelanjutan. Konsep tersebut menggunakan prinsip-prinsip pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan berbasis-masyarakat seperti: pilihan yang diinformasikan sebagai dasar dalam pendekatan tanggap kebutuhan, air merupakan benda social dan ekonomi, pembangunan berwawasan lingkungan, peran aktif masyarakat, serta penerapan prinsip pemulihan biaya. Sejak tahun 2010, pembangunan fasilitas sanimas ini didukung penuh oleh Dana Alokasi Khusus bidang Sanitasi yang sudah terpisah dengan DAK bidang Air Minum. Selain didukung pula oleh pendanaan APBN Direkotrat Jenderal Cipta Karya – Kementerian PU, pemerintah pusat juga mendorong pembangunan fasilitas sanimas melalui dukungan dana luar negeri dan dana APBD melalui berbagai kerangka program. Saat ini dukungan dana

6http://haningdwipratiwi.blogspot.com/2011/11/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html (Pukul 19.42, 03

(12)

Page | 11

yang besar tersedia dari Asian Development Bank untuk membangun fasilitas sanimas di 1350 kelurahan di lebih dari 30 kota/kabupaten di 5 provinsi. Selain itu, Islamic Development Bank rencananya akan berkomitmen untuk mendukung pembangunan sebanyak lebih dari 2000 fasilitas sanimas di 48 kota/kabupaten di 14 provinsi. Sampai tahun 2011 telah terbangun sebanyak 551 fasilitas Sanimas di 131 kabupaten/kota di 30 provinsi di Indonesia.

Pembangunan fasilitas sanimas merupakan komponen utama dalam mencapai target RPJMN 2010-2014 bidang sanitasi, yaitu menyediakan akses terhadap layanan pengelolaan air limbah terpusat skala komunal untuk 5 % penduduk Indonesia di tahun 2014.7 Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) adalah

satu Program Nasional di bidang sanitasi yang bersifat lintas sektoral. Program ini telah dicanangkan pada bulan Agustus 2008 oleh Menteri Kesehatan RI. STBM merupakan pendekatan untuk mengubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan. Strategi Nasional STBM memiliki indikator outcome yaitu menurunnya kejadian penyakit diare dan penyakit berbasis lingkungan lainnya yang berkaitan dengan sanitasi dan perilaku. Sedangkan indikator output-nya adalah sebagai berikut.

1. Setiap individu dan komunitas mempunyai akses terhadap sarana sanitasi dasar sehingga dapat mewujudkan komunitas yang bebas dari buang air di sembarang tempat (ODF).

2. Setiap rumahtangga telah menerapkan pengelolaan air minum dan makanan yang aman di rumah tangga.

3. Setiap rumah tangga dan sarana pelayanan umum dalam suatu komunitas (seperti sekolah, kantor, rumah makan, puskesmas, pasar, terminal) tersedia fasilitas cuci tangan (air, sabun, sarana cuci tangan), sehingga semua orang mencuci tangan dengan benar.

4. Setiap rumah tangga mengelola limbahnya dengan benar.Setiap rumah tangga mengelola sampahnya dengan benar.8

7http://www.ampl.or.id/program/sanitasi-berbasis-masyarakat-sanimas-/3, (Pukul 14.54, 28 April

2015).

(13)

Page | 12

2.3. MCK (MANDI, CUCI, KAKUS) UMUM (KOMUNAL)

MCK singkatan dari Mandi, Cuci, Kakus adalah salah satu sarana fasilitas umum yang digunakan bersama oleh beberapa keluarga untuk keperluan mandi, mencuci, dan buang air di lokasi permukiman tertentu yang dinilai berpenduduk cukup padat dan tingkat kemampuan ekonomi rendah (Pengembangan Prasarana Perdesaan (P2D), 2002). MCK komunal/umum adalah sarana umum yang digunakan bersama oleh beberapa keluarga untuk mandi, mencuci dan buang air di lokasi pemukiman yang berpenduduk dengan kepadatan sedang sampai tinggi (300-500 orang/Ha) (Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, 2001).

2.3.1. Jenis MCK Komunal/Umum

Jenis MCK Komunal dibagi menjadi 2 (dua) terkait dengan fungsinya pelayanannya yaitu: (Proyek REKOMPAK – JRF, 2008)

1. MCK lapangan evakuasi/penampungan pengungsi. MCK ini berfungsi untuk melayani para pengungsi yang mengungsi akibat terjadi bencana, sehingga lokasinya harus berada tidak jauh dari lokasi pengungsian (dalam radius +/- 50 m dari lapangan evakuasi). Bangunan MCK dibuat Typical untuk kebutuhan 50 orang, dengan pertimbangan disediakan lahan untuk portable MCK.

2. MCK untuk penyehatan lingkungan pemukiman. MCK ini berfungsi untuk melayani masyarakat kurang mampu yang tidak memiliki tempat mandi, cuci dan kakus pribadi, sehingga memiliki kebiasaan yang dianggap kurang sehat dalam melakukan kebutuhan mandi, cuci dan buang airnya. Lokasi MCK jenis ini idealnya harus ditengah para penggunanya/ pemanfaatnya dengan radius 50 – 100m dari rumah penduduk dan luas daerah pelayanan maksimum untuk 1 MCK adalah 3 ha. Desain MCK sangat tekait dengan kebiasaan atau budaya masyarakat setempat sehingga desain tersebut perlu dimusyawarahkan dengan masyarakat pengguna dengan tetap menjaga kaidah kaidah MCK yang sehat. Tujuan dibangun MCK dengan sistem komunal di pemukiman padat adalah, sebagai berikut : (Soenarto, 1992)

1. Untuk mengkomunalkan sarana mandi, cuci, dan kakus agar limbahnya mudah dikendalikan dan pencemaran lingkungan dapat dibatasi,

2. Serta memudahkan pengadaan air bersih.

(14)

Page | 13

4. Kawasan yang padat penduduknya, umumnya luas rumah di bawah luas hunian baku per jiwa. Hal ini mengakibatkan sulitnya mencari ruang untuk lokasi sumur maupun kakus. Kawasan tersebut terutama dihuni oleh warga masyarakat yang berpenghasilan rendah, yang cenderung tidak dapat menyisihkan sebagian pendapatannya untuk membangun kakus atau kamar mandi sendiri. Apalagi jika mereka belum mendapatkan penyuluhan tentang sanitasi lingkungan, yang mempunyai kaitan erat dengan kualitas air tanah.

2.3.2. Komponen MCK (Mandi, Cuci, Kakus) Komunal/Umum 2.3.2.1 Bilik/Ruangan MCK

Desain bilik/ruang MCK dilaksanakan dengan mempertimbangkan kebiasaan dan budaya masyarakat penggunanya sehingga perlu dimusyawarahkan. Hal-hal tersebut biasanya terkait dengan antara lain tata letak, pemisahan pengguna laki laki dan perempuan, jenis jamban dan lain-lain. Perlu dipertimbangkan desain untuk pengguna yang menggunakan kursi roda (defabel). Untuk kapasitas pelayanan, semua ruangan dalam satu kesatuan dapat menampung pelayanan pada waktu (jam-jam) paling sibuk dan banyaknya ruangan pada setiap satu kesatuan MCK untuk jumlah pemakai tertentu tercantum dalam tabel dibawah .

Jumlah Pemakai Jumlah Bilik/Ruangan

Mandi Cuci Kakus

10 – 20 2 1 2 21 – 40 2 2 2 41 – 80 2 3 4 81 – 100 2 4 4 101 – 120 4 5 4 121 – 160 4 5 6 161 – 200 4 6 6

Sumber: Tata Cara Perencanaan Bangunan MCK komunal/umum -SNI 03 - 2399 – 2002

Catatan :

Jumlah bilik untuk mandi dan kakus bisa digabungkan menjadi satu dan didiskusikan dengan warga pemakai. Tempat cuci dalam kondisi lahan terbatas, dapat ditempatkan di dekat sumur dengan memperhitungkan rembesan air limbah cucian tidak kembali masuk ke :

1. Kamar Mandi

Meliputi lantai luasnya minimal 1,2 m2 (1,0 m x 1,2 m) dan dibuat tidak licin dengan kemiringan kearah lubang tempat pembuangan kurang lebih 1 %. Pintu, ukuran: lebar 0,6 - 0,8 m dan tinggi minimal 1,8 m, untuk pengguna kursi roda (defabel) digunakan lebar pintu yang sesuai dengan lebar kursi roda. Bak

(15)

Page | 14

mandi / bak penampung air untuk mandi dilengkapi gayung. Bilik harus diberi atap dan plafond yang bebas dari material asbes. (Proyek REKOMPAK – JRF, 2008)

2. Sarana Tempat Cuci

Luas lantai minimal 2,40 m2 (1,20 m x 2,0 m) dan dibuat tidak licin dengan kemiringan kearah lubang tempat pembuangan kurang lebih 1 %. Tempat menggilas pakaian dilakukan dengan jongkok atau berdiri, tinggi tempat menggilas pakaian dengan cara berdiri 0,75 m di atas lantai dengan ukuran sekurang-kurangnya 0,60 m x 0,80 m (Proyek REKOMPAK – JRF, 2008).

3. Kakus/Jamban a. Pengertian Jamban

Jamban keluarga didefinisikan suatu bangunan yang dipergunakan untuk membuang tinja/kotoran manusia bagi keluarga, lazimnya disebut kakus. Penyediaan sarana pembuangan kotoran manusia atau tinja (kakus/jamban) adalah bagian dari usaha sanitasi yang cukup penting peranannya, khususnya dalam usaha pencegahan penularan penyakit saluran pencernaan. Ditinjau dari sudut kesehatan lingkungan, maka pembuangan kotoran yang tidak saniter akan dapat mencemari lingkungan, terutama dalam mencemari tanah dan sumber air (Soeparman dan Suparmin, 2002).

Untuk blok fasilitas sanitasi toilet dengan sistem komunal/umum, disarankan bahwa 1 toilet digunakan 25-50 orang dengan pembagian bilik terpisah antara laki-laki dan permpuan. Namun untuk daerah dengan kepadatan tinggi (>1000 jiwa/ hektar) jumlah penduduk yang dapat dilayani oleh 1 blok toilet adalah 200-500 jiwa. Tipe ideal taoilet untuk fasilitas sanitasi sistem komunal adalah toilet tuang siram (jamban leher angsa), dengan jumlah air yang digunakan 15-20 liter/orang/ hari (G.J.W de Kruijff, 1987). Jamban dapat dibedakan atas beberapa macam, yaitu : (Azwar, 1990)

1. Jamban cubluk (pit privy) adalah jamban yang tempat penampungan tinjanya dibangun dibawah tempat pijakan atau dibawah bangunan jamban. Jenis jamban ini, kotoran langsung masuk ke jamban dan tidak terlalu dalam karena akan mengotori air tanah, kedalamannya sekitar 1,5-3 meter (Mashuri, 1994).

2. Jamban empang (overhung Latrine) adalah jamban yang dibangun diatas empang, sungai ataupun rawa. Jamban model ini ada yang kotorannya tersebar begitu saja, yang biasanya dipakai untuk makanan ikan, ayam.

3. Jamban kimia (chemical toilet) adalah model jamban yang dibangun ditempat-tempat rekreasi, pada transportasi seperti kereta api dan pesawat terbang dan lain-lain. Pada model ini, tinja disenfeksi dengan

(16)

Page | 15

zat-zat kimia seperti caustic soda dan pembersihnya dipakai kertas tisue (toilet paper). Jamban kimia ada dua macam, yaitu :

a) Tipe lemari (commode type)

Pada tipe ini terbagi lagi menjadi ruang-ruang kecil, seperti pada lemari. b) Tipe tangki (tank type)

Pada tipe ini tidak terdapat pembagian ruangan atau dengan kata lain hanya terdiri dari satu ruang. 4. Jamban leher angsa (angsa trine) adalah jamban leher lubang closet berbentuk lengkungan, dengan demikian air akan terisi gunanya sebagai sumbat sehingga dapat mencegah bau busuk serta masuknya binatang-binatang kecil. Jamban model ini adalah model terbaik yang dianjurkan dalam kesehatan lingkungan (Warsito, 1996).

b. Syarat-Syarat Jamban

Jamban keluarga sehat adalah jamban yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1. Tidak mencemari sumber air minum, letak lubang penampung berjarak 10-15 meter dari sumber air bersih,

2. Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga maupun tikus,

3. Cukup luas dan landai/miring ke arah lubang jongkok sehingga tidak mencemari tanah sekitarnya, 4. Mudah dibersihkan dan aman penggunaannya,

5. Dilengkapi dinding dan atap pelindungm dinding kedap air dan berwarna, 6. Cukup penerangan,

7. Lantai kedap air, 8. Ventilasi cukup baik,

9. Tersedia air dan alat pembersih.

Jarak aman antara lubang kakus dengan sumber air minum dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain : (Chandra, 2007)

(17)

Page | 16

1. Topografi tanah : Topografi tanah dipengaruhi oleh kondisi permukaan tanah dan sudut kemiringan tanah.

2. Faktor hidrologi : yang termasuk dalam faktor hidrologi antara lain Kedalaman air tanah, Arah dan kecepatan aliran tanah, Lapisan tanah yang berbatu dan berpasir. Pada lapisan jenis ini diperlukan jarak yang lebih jauh dibandingkan dengan jarak yang diperlukan untuk daerah yang lapisan tanahnya terbentuk dari tanah liat.

3. Faktor Meteorologi : di daerah yang curah hujannya tinggi, jarak sumur harus lebih jauh dari kakus. 4. Jenis mikroorganisme : Karakteristik beberapa mikroarganisme ini antra lain dapat disebutkan

bahwa bakteri patogen lebih tahan pada tanah basah dan lembab. Cacing dapat bertahan pada tanah yang lembab dan basah selama 5 bulan, sedangkan pada tanah yang kering dapat bertahan selam 1 bulan.

5. Faktor Kebudayaan : Terdapat kebiasaan masyarakat yang membuat sumur tanpa dilengkapi dengan dinding sumur.

6. Frekuensi Pemompaan : Akibat makin banyaknya air sumur yang diambil untuk keperluan orang banyak, laju aliran tanah menjadi lebih cepat untuk mengisi kekosongan (Chandra, 2007). c. Manfaat dan Fungsi Jamban

Jamban berfungsi sebagai pengisolasi tinja dari lingkungan. Jamban yang baik dan memenuhi syarat kesehatan akan menjamin beberapa hal, yaitu :

1. Melindungi kesehatan masyarakat dari penyakit,

2. Melindungi dari gangguan estetika, bau dan penggunaan sarana yang aman, 3. Bukan tempat berkembangbiakan serangga sebagai vektor penyakit,

4. Melindungi pencemaran pada penyediaan air bersih dan lingkungan. 5. Pemeliharaan Jamban

2.3.2.2. Pengolahan Limbah (Tangki Septik)

Septic tank (tangki septik) adalah suatu bak berbentuk empat persegi panjang yang biasanya

(18)

Page | 17

dari toilet glontor, termasuk juga segala buangan limbah rumah tangga. Periode tinggal (detention time) di dalam tangki adalah 1-3 hari. Zat padat akan diendapkan pada bagian tangki dan akan dicernakan secara anaerobik (digested anaerobically) dan suatu lapisan busa tebal akan terbentuk dipermukaan. Walaupun proses pencernaan zat padat yang terendap berlangsung secara efektif, namun pengambilan lumpur yang terakumumlasi perlu dilakukan secara periodik antara 1-5 tahun sekali. Dan bila ditinjau dari kesehatan, efluen yang berasal dari tangki septik masih berbahaya sehingga perlu di alirkan ke tangki peresapan (soakaways) atau bidang peresapan (leaching/ drain fields).

Efluen tersebut tidak boleh langsung disalurkan pada saluran drainase ataupun badan-badan air

tanpa mengolah efluen tersebut terlebih dahulu. Walaupun pada umumnya tangki septik digunakan untuk mengolah air limbah rumah tangga secara individual, namun tangki septik juga dapat digunakan sebagai fasilitas sanitasi komunal/umum untuk suatu lingkungan dengan penduduk sampai 300 jiwa (G.J.W de Kruijff, 1987). Jarak antara resapan dan sumber air untuk keamanannya disyaratkan minimal 10 m (tergantung aliran air tanah dan kondisi porositas tanah).

2.3.2.3 Penyediaan Air Bersih

Tujuan penyediaan air bersih adalah membantu penyediaan yang memenuhi syarat kesehatan dan pengawasan kualitas air bagi seluruh masyarakat baik yang tinggal diperkotaan maupun dipedesaan serta meningkatkan kemampuan masyarakat untuk penyediaan dan pemanfaatan air bersih. Air bersih yang digunakan selain harus mencukupi dalam arti kuantitas untuk kehidupan sehari-hari juga harus memenuhi persyaratan kualitas fisik, kimia, mikrobiologi dan radioaktif. Persyaratan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.416 Tahun 1990 dan Keputusan Menteri Kesehatan No.907 Tahun 2002. Penyediaan air bersih harus memenuhi syarat kesehatan, diantaranya :

1. Parameter Fisik 2. Parameter Kimia 3. Parameter Biologi 4. Parameter Radiologi

Air bersih untuk MCK komunal bisa berasal dari:

(19)

Page | 18

2. Air tanah : sumber air bersih yang berasal dan air tanah, lokasinya minimal 11 m dari sumber pengotoran sumber air bersih dan pengambilan air tanah dapat berupa:

3. Sumur bor : sekeliling sumur harus terbuat dan bahan kedap air selebar minimal 1,20 m dan pipa selubung sumur harus terbuat dari lantai kedap air sampai kedalaman minimal 2,00 m dari permukaan lantai.

4. Sumur gali : sekeliling sumur harus terbuat dari lantai rapat air selebar minimal 1,20 m dan dindingnya harus terbuat dari konstruksi yang aman, kuat dan kedap air sampai ketinggian ke atas 0,75 m dan ke bawah minimal 3,00 m dari permukaan lantai .

5. Air hujan : bagi daerah yang curah hujannya di atas 1300 mm/tahun dapat dibuat bak penampung air hujan.

6. Mata air : dilengkapi dengan bangunan penangkap air. Besarnya kebutuhan air untuk MCK adalah:

1. Minimal 20 Liter/orang/hari untuk mandi 2. Minimal 15 Liter/orang/hari untuk cuci 3. Minimal 10 Liter/orang/hari untuk kakus

2.3.2.4. Fasilitas Pelengkap 1. Penyaluran Air Bekas

Air bekas cuci dan mandi bisa dibuang langsung ke saluran drainase namun jika tidak terdapat saluran drainase yang relatif dekat maka air bekas dialirkan ke tangki septik atau dibuat peresapan tersendiri.

2. Penyediaan Tenaga Listrik

Listrik untuk penggerak pompa air dan penerangan harus diadakan tersendiri bukan tergabung dengan sambungan milik pihak lain untuk menghindarkan kerancuan perhitungan biayanya (tergantung kondisi dan didiskusikan dengan warga). Listrik harus berasal dari sumber PLN dan dari golongan tarif sosial agar tidak membebani pengguna yang rata rata kurang mampu dengan biaya yang dianggap terlalu tinggi.

2.3.3. Pemanfaatan dan Pengelolaan Fasilitas MCK

Tingkat keberhasilan dari suatu program dapat dilihat dengan cara apabila hasilnya bisa dirasakan dan dimanfaatkan oleh masyarakat serta keberlanjutan program tersebut. Untuk mencapai hal tersebut

(20)

Page | 19

diperlukan strategi untuk membangun fasilitas yang berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan dalam hal ini adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan lingkungan termasuk sumber daya kedalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan akan datang. Dalam hal ini pembangunan tidak hanya melihat individu yang berdiri sendiri saja, tetapi juga memperhatikan dampak pembangunan terhadap kedudukan manusia sebagai mahluk sosial (Sugandhy,2007).

Pembangunan fasilitas sanitasi dapat dikatakan berhasil apabila dalam pemanfaatan dan pengelolaan fasilitas MCK tersebut tepat sasaran, baik dalam pemanfaatannya maupun keberlanjutan dari pembangunan MCK tersebut. Adapun kriteria keberhasilan dari pembangunan MCK diantaranya yaitu:

1. Masyarakat merasa puas dengan kualitas dan kuantitas dari MCK yang dibangun.

2. MCK yang dibangun tidak terabaikan, desain dan kualitas konstruksi memenuhi kebutuhan masyarakat.

3. Fasilitas MCK dioperasikan dan dipelihara dengan baik secara berkelanjutan oleh masyarakat. 4. Adanya rasa memiliki dan tanggung jawab yang besar terhadap MCK terkait dengan keberlanjutan dari bangunan tersebut.

5. Berkurangnya penyakit yang disebabkan sanitasi yang buruk

6. Masyarakat yang selama ini menggunakan pantai dan ruang terbuka untuk keperluan MCK, beralih menggunakan jamban umum yang disediakan.

7. Masyarakat memberikan kontribusi untuk biaya konstruksi dengan adanya iuran sebagai tindak lanjut untuk keberlanjutan fasilitas tersebut.

8. Lebih berdayanya lembaga masyarakat dalam pengelolaan MCK.

Berdasarkan hasil penelitian Afrizal (2010) tentang respon masyarakat tentang penyediaan MCK Komunal maka ada beberapa faktor yang mempengaruhi pemanfaatan MCK Komunal adalah pengetahuan masyarakat, kepuasan dalam menerima fasilitas yang tersedia dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat, keterlibatan masyarakat dalam pembangunan MCK Komunal itu sendiri, dan keterlibatan masyarakat dalam pemeliharaan MCK Komunal tersebut

(21)

Page | 20

Hal tersebut sesuai bila dalam pengelolaan bangunan MCK yang berkelanjutan mesti di dukung dengan kelembagaan yang dapat mengawasi dan mengelolanya. Ada beberapa faktor yang penting diperhatikan dalam aspek kelembagaan untuk mendukung keberlanjutan suatu program, yaitu:

1. Pembentukan badan pengelola, merupakan bagian penting dari prose masyarakat menyelesaikan permasalahan pada penyediaan fasilitas sanitasi. Dengan adanya pengelola dapat mereduksi permasalahan permasalahan yang akan timbul dalam pemanfaatan fasilitas tersebut.

2. Pemanfaatan badan/kelompok masyarakat eksisting sebagai pengelola, dimaksudkan agar memaksimalkan/memanfaatkan organisasi-organisasi yang ada di masyarakat sebagai pengelola ini didasari dari kekompakan dan peran mereka sebagai ujung tombak untuk membentuk lingkungan yang sehat.

3. Penguatan kapasitas, merupakan syarat mutlak yang harus dilaksanakan pada setiap program ataupun pembangunan sarana. Penguatan disini dimaksudkan untuk mengatur tugas-tugas dan fungsi dari masing-masing anggotanya. Siapa melakukan apa, kapan, bagaimana, adalah merupakan salah satu tujuan dari penguatan kapasitas kelembagaan.

4. Regenerasi, merupakan isu penting dalam kelembagaan karena pada dasarnya semua lembaga hanya sebagai alat saja. Aktor yang berada dalam lembaga inilah yang mempunyai peran penting dalam menjalankan program sesuai dengan yang diharapkan.

Mungkasa,ed,(2008) mengatakan, untuk menyediakan fasilitas dan penyehatan lingkungan yang berkelanjutan adalah sebagai berikut:

1. Keterlibatan masyarakat yang dapat mempengaruhi pelaksanaan program, efektivitas penggunaan, dan keberlanjutan akan tercapai jika pilihan pelayanan dan konsekuensi biaya ditentukan langsung oleh masyarakat di tingkat rumah tangga; kontribusi masyarakat untuk pembangunan sarana ditentukan berdasarkan jenis pelayanan yang ditawarkan; dan pembentukan unit pengelola sarana dilakukan secara demokratis.

2. Masyarakat pengguna sebaiknya diberi kewenangan untuk mengontrol penggunaan dana yang berasal dari kontribusi masyarakat dan kualitas serta jadwal pelaksanaan pekerjaan konstruksi dilakukan oleh lembaga yang ditunjuk. Masyarakat pengguna sangat peduli pada kualitas prasarana dan sarana serta bersedia membayar lebih asalkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan mereka. Keputusan untuk

(22)

Page | 21

membatasi opsi pelayanan berdasarkan biaya serta tingkat pelayanan minimal menghasilkan sarana dengan tingkat pelayanan yang tidak memuaskan, menyebabkan masyarakat pengguna tidak termotivasi untuk melestarikannya. Dengan upaya yang lebih tanggap terhadap kebutuhan masyarakat pengguna, proyek pembangunan fasilitas sanitasi dapat meningkatkan kontribusi dalam pembiayaan, sehingga mampu menjamin pendanaan yang lebih efektif dan keberlanjutan investasi.

(23)

Page | 22

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. PENDEKATAN PENELITIAN

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Dengan tahapan penelitian pra-lapangan, pekerjaan lapangan, analisis data, dan diakhiri dengan tahap penulisan laporan penelitian. Metode ini digunakan agar mampu menghasilkan data-data deskriptif mengenai kajian dampak social dari pembangunan MCK Komunal.. Dengan demikian, eksplorasi data secara mendalam tentang pendidikan seks bisa terjaring dengan baik. Prosedur penelitian kualitatif lebih bersifar sirkuler, artinya dalam hal-hal tertentu, langkah atau tahapan penelitian dapat diulang satu atau beberapa kali sampai diperoleh data yang lengkap untuk membangun teori dasar. Dalam konteks ini, peneliti dimungkinkan untuk beberapa kali turun ke lapangan. (Berutu, dkk. 2001)

3.2. TEKNIK PENGUMPULAN DATA 3.2.1. Observasi

Pertama sekali ketika berada dilapangan, yang penulis lakukan dalam penelitian ini adalah melakukan observasi (pengamatan) kepada masyarakat di Desa Sindang Pakuon terkait dampak social dari sebelum dan sesudah pembangunan MCK Komunal. Dalam penelitian ini, observasi yang dilakukan oleh penulis dalam penelitian ini adalah observasi partisipasi. Penulis mengawali terlebih dahulu dengan observasi . Dalam hal ini, penulis mengamati saja, yakni dengan mengamati dari jauh dahulu kehidupan social masyarakat setempat setelah adanya pembangunan MCK Komunal. Hal ini disebabkan, ada beberapa hal dari subjek yang diteliti yang tak dapat diperoleh dengan keterlibatan langsung, seperti gerak tubuh yang sedang diteliti. Selanjutnya, penulis melakukan observasi partisipasi (participant observation) yakni, terlibat langsung ke dalam keseharian informannya misalnya, ikut tinggal bersama masyarakat. Penulis pun akan mencoba ikut merasakan bagaimana dampak social dari pembangunan MCK Komunal tersebut bagi masyarakat setempat. Penulis juga akan mengamati, bagaimana pemanfaatan masyarakat akan MCK Komunal tersebut, apakah telah optimal atau belum. Tidak hanya itu, penulis pun akan mengamati apa yang menjadi kendala dalam pemanfaatan MCK Komunal tersebut. Sehingga dengan begitu, penulis akan mampu memberikan suatu rekomendasi strategis dalam peningkatan pemanfaatan MCK Komunal tersebut.

(24)

Page | 23

3.2.2. Wawancara

Selain melakukan observasi (pengamatan), penulis juga akan melakukan wawancara mendalam mengenai masalah yang sedang diteliti oleh penulis. Wawancara mendalam (in–depth interview) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama. Wawancara ini digunakan untuk mengungkapkan masalah yang sedang diteliti. Wawancara ini dilakukan beberapa kali sesuai dengan keperluan peneliti yang berkaitan dengan kejelasan dan kemantapan masalah yang dijelajahi. Dalam wawancara ini digunakan metode wawancara mendalam yang dilakukan secara akrab dan penuh kekeluargaan. Sesuai dengan pendapat (Spradley, 1979:46; 1980:3) yang mengatakan bahwa, metode wawancara mendalam (in–depth interview) jenis ini tentunya berpijak pada prinsip bahwa peneliti melakukan learning from people (belajar pada masyarakat), dan bukannya study of people (mengkaji masyarakat).

(25)

Page | 24

BAB IV

ANALISIS DAN HASIL PEMBAHASAN

4.1. HUBUNGAN SIKAP MASYARAKAT DENGAN PEMANFAATAN MCK KOMUNAL

Sikap timbul dari pengalaman, tidak dibawa dari lahir, tetapi merupakan hasil dari belajar, karena itu sikap dapat diperteguh atau dapat diubah. Sikap menentukan apakah orang harus setuju atau tidak setuju terhadap sesuatu, menentukan apakah yang disukai, diharapkan, dan diinginkan, mengesampingkan apa yang tidak diinginkan dan apa yang harus dihindari. Menurut Notoatmodjo (2005), ada empat tingkatan sikap berdasarkan intensitasnya, yaitu : menerima, diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima stimulus yang diberikan, menanggapi, diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi, menghargai, diartikan seseorang/ subjek memberikan nilai positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti lain, membahasnya dengan orang lain dan bahkan mangajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespon, dan bertanggungjawab, diartikan sebagai tingkatan tertinggi karena seseorang/subjek telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil resiko bila ada orang lain yang mencemoohkan atau ada resiko lain. Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk mewujudkannya perlu faktor lain yaitu, antara lain adanya fasilitas atau sarana dan prasarana. Menurut Notoatmodjo (2005), ada tiga tingkatan tindakan, yaitu: praktik terpimpin, diartikan apabila subjek/ seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung padat tuntutan atau menggunakan panduan, praktik secara mekanisme, diartikan apabila seseorang telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal secara otomatis, adopsi, diartikan sebagai suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang atau dengan kata lain suatu hal tersebut dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi, atau tindakan atau perilaku yang berkualitas.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan penulis, diketahui bahwa masyarakat di RW 07 setuju bila pengadaan MCK komunal/ umum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat di desa ini. Hal ini menunjukkan pemahaman yang baik dari masyarakat tentang fungsi MCK Komunal walaupun pernyataan sikap ini masih belum diaplikasikan dengan optimal dalam tindakan pemanfaatan MCK Komunal yang tersedia di lingkungan mereka. Sebagaimana menurut pendapat Ajzen (1988) yang dikutip dari Azwar (2005), sikap terbentuk dari adanya informasi secara formal maupun informal yang diperoleh setiap individu. Berarti sikap sejalan dengan pengetahuan, yaitu jika seseorang berpengetahuan baik maka sikap juga akan

(26)

Page | 25

baik. Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap belum merupakan suatu tindakan tetapi adalah kesiapan bereaksi terhadap objek.

Dalam penerapan sikap diperlukan faktor pendukung untuk mewujudkan sikap seperti fasilitas ataupun dukungan dari pihak lain. Dalam hal ini, sikap masyarakat terhadap septic tank yang tidak mungkin dibuat pribadi untuk setiap rumah di desa ini dikarenakan masyarakat yang ada di desa ini khususnya di RW 07 adalah keluarga dengan pendapatan yang rendah. Dalam penelitian ini, masyarakat setuju bila ada anjuran untuk memiliki MCK keluarga pribadi yang sehat, sikap setuju ini dilatarbelakangi dengan adanya pemberian informasi dari fungsi MCK keluarga sehat pribadi yang disampaikan oleh beberapa petugas kesehatan yang memberikan penyuluhan. Hal ini dibuktikan dari wawancara dengan salah seorang warga yang bernama Ibu Badriah yang mengatakan bahwa,

“Sebenarnya dari kantor kepala desa sudah datang untuk menyampaikan kalau setiap rumah itu harus ada kamar mandi, tapi bagaimana neng, kami disini tidak semua punya uang untuk bangun kamar mandi, untuk bangun rumah saja susah, jadi karna ada sungai ya kami BABnya itu disungai saja, untuk air minum ambil dari sumur di belakang, lebih gampang dan tidak perlu keluar duit neng, jadi duitnya bisa buat makan atau perbaiki genteng yang pecah.”

Masyarakat juga setuju bila MCK khususnya jamban yang tidak memiliki septi tank dapat mencemari lingkungan dan masyarakat juga setuju bila jamban tanpa septic tank dapat menyebabkan terjadinya penyakit. Hal ini menunjukkan bahwa sikap masyarakat dalam hal pengadaan septic tank untuk jamban keluarga sangat baik, sehingga diharapkan dalam pelaksanaan pada tindakan pemanfaatan MCK Komunal dapat lebih maksimal. Hal tersebut berkenaan karena sebagian besar dari masyarakat khususnya yang tidak memiliki septic tank. Bila dikaitkan dengan kategori pengetahuan masyarakat, menurut Notoatmodjo (2007) yang menyatakan bahwa dalam penentuan sikap yang utuh, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Pengetahuan yang baik akan membuat responden bersikap baik pula begitu juga halnya dengan tindakan. Bila seseorang memiliki pengetahuan yang baik maka akan mempengaruhi tindakannya pula yang lebih baik.

4.5. DAMPAK SOSIAL SEBELUM PEMBANGUNAN MCK KOMUNAL

Pada awalnya, di desa Sindang Pakuon ini telah terdapat MCK Komunal pertama yang dibangun oleh Pemerintah setempat yang bekerja sama dengan Cipta Karya. Akan tetapi, MCK Komunal tersebut tidak dimanfaatkan oleh masyarakat setempat dan akhirnya terbengkalai begitu saja. Ada beberapa alasan yang

(27)

Page | 26

penulis temukan di saat berwawancara dengan masyarakat setempat mengenai alasan terbengkalainya MCK Komunal yang dibangun tersebut. Salah seorang warga yang bernama Bapak Ara mengatakan,

“Kamar mandi ini tidak dipake lagi karena pipa paralonnya pecah, kami tidak punya dana untuk memperbaikinya. Jadi kami biarkan saja, karena itu kami balik lagi memakai sumur dan sungai.”

Berbeda dengan pernyataan Bapak Ara, seorang warga yang bernama Teteh Ainur mengatakan,

“Kami khususnya perempuan malu kalau mandi di kamar mandi itu karena begitu keluar kamar mandi langsung ketemu dengan jalan, kan gak nyaman rasanya. Jadi sebelum pipanya rusak, memang sudah banyak warga sini khususnya perempuan yang tidak mau mandi disitu. Kami hanya mengambil air untuk diminum dan BAB saja lalu untuk mandi kami memilih di sungai, karena sungai buat perempuan dan laki-laki itu berbeda, jadi lebih nyaman.”

Bila melihat pernyataan wawancara yang dilakukan oleh penulis di atas maka dapat diketahui bahwa MCK Komunal yang dibangun tersebut tidak sesuai dengan keinginan masyarakat tersebut. Hal ini juga dipengaruhi oleh budaya yang dimiliki oleh masyarakat dimana kebudayaan (Koentjaraningrat,2002)adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar. Oleh karena itu, diperlukan suatu penelitian kepada masyarakat sebelum membangun suatu infrastruktur untuk masyarakat. Hal ini perlu dilakukan agar infrastruktur yang dibangun tidak sia-sia (terbengkalai) begitu saja.

(28)

Page | 27

Meski banyak program-program pembangunan telah dilaksanakan di desa ini untuk menyediakan fasilitas-fasilitas bagi masyarakat, namun kenyataannya belum mampu untuk merubah kondisi lingkungan yang ada. Hal tersebut dimungkinkan terjadi karena pembangunan fasilitas yang ada bertentangan dan tidak sesuai dengan apa yang diinginkan dari masyarakat tersebut (Walgito:2003). Bahkan pembangunan fasilitas MCK yang dibangun oleh pemerintah tidak dimanfaatkan dengan maksimal dan dibiarkan dengan kondisi yang tidak terawat karena masyarakat yang keberatan dengan fasilitas yang dibangun tersebut.Berdasarkan hasil penelitian Afrizal (2010), keterlibatan masyarakat yang menjadi sasaran dalam pembangunan MCK Komunal juga sangat berpengaruh terhadap pemanfaatan MCK Komunal itu sendiri. Sehingga perlu adanya upaya agar masyarakat dapat diberdayakan semaksimal mungkin dalam hal pembangunan dan pemeliharaan MCK Komunal setelah diberikan pengetahuan tentang manfaat dari penyediaan MCK Komunal tersebut. Menurut Blum dalam Notoatmodjo (2003) perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok atau masyarakat. Oleh sebab itu dalam rangka membina dan meningkatkan kesehatan masyarakat di desa ini, maka intervensi atau upaya yang ditujukan kepada faktor perilaku sangat strategis. Intervensi terhadap faktor perilaku ada dua cara yaitu dengan tekanan dan pendidikan. Upaya agar masyarakat mengadopsi perilaku kesehatan dengan cara persuasi, bujukan, himbauan, ajakan, memberikan informasi, memberikan kesadaran lebih langgeng (sustainable) dibanding upaya dengan paksaan. Karena perubahan perilaku yang dihasilkan dengan cara paksaan tidak didasari oleh pengertian dan kesadaran yang tinggi terhadap tujuan perilaku tersebut dilaksanakan.

Selain itu, kondisi sosial yang terjadi sebelum pembangunan MCK Komunal yang berbasis masyarakat tersebut memberikan dampak negatif yakni pencemaran air tanah dikarenakan limbah air yang langsung ke badan air serta masyarakat yang menggunakan air sungai yang kotor untuk mandi menyebabkan kerentanan akan penyakit contohnya penyakit kulit. Hal ini terbukti dari pernyataan seorang warga yang bernama Ibu Badriah yang mengatakan,

“Dulu itu karna gak ada kamar mandi umum, kami mandinya di sungai. Semakin hari airnya semakin kotor neng. Gak tahu kenapa bisa kotor tetapi karena itu, banyak disini yang kena sakit kulit seperti panu, gatal-gatal, kudis, masih banyaklah. Tetapi mau gimana lagi neng, mau tidak mau harus mandi disana, kalau tidak yaa bisa bau neng karena gak mandi-mandi.”

(29)

Page | 28

Sekalipun demikian dampak yang diberikan dikarenakan pemanfaatan sungai sebagai sarana MCK, masyarakat masih tetap bertahan. Kesadaran akan kesehatan dan kebersihan yang dimiliki masyarakat masih sangat kurang meskipun masyarakat mengetahui apa yang akan terjadi kepada mereka.

4.6. DAMPAK SOSIAL SESUDAH PEMBANGUNAN MCK KOMUNAL

Sikap yang merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai dianggap sebagai penghayatan terhadap objek. Sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak. Sikap tentang pemanfaatan MCK Komunal perlu ditingkatkan agar fungsi pengadaan MCK Komunal di desa ini dapat tercapai secara maksimal sehingga tidak berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat sekitar. Sikap masyarakat Sindang Pakuon tentang pemanfaatan MCK Komunal berada pada kategori cukup dengan presentasi 70% sudah memanfaatkan MCK Komunal dan 30% belum memanfaatkan MCK Komunal dengan optimal. Hal ini dibuktikan dari wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan Ketua RW 07 yang mengatakan,

“Warga disini sudah memanfaatkan MCK Komunal yang dibangun puskim dan Jubit itu dengan baik neng, tapi hanya 70% dan yang 30% sudah tapi belum maksimal. Alasannya ya karna MCK itu jauh letaknya, jadi ada warga yang malas buat ke MCK Umum. Tapi untuk keseluruhannya, MCK Umum ini sangat bermanfaat bagi masyarakat kami. Sejak ada MCK ini, kami tidak susah lagi mendapatkan air bersih.”

Hal ini juga dibenarkan oleh seorang warga lainnya yang bernama Teteh Mutia yang mengatakan,

“Sebenarnya MCK Umum itu sangat bermanfaat buat kami karena kami tidak kesulitan lagi mendapatkan air untuk diminum. Kami juga jadi lebih mengerti kalau kesehatan itu penting. Kami juga tidak perlu ke Gambar 10. MCK Komunal yang dibangun Puskim

(30)

Page | 29 sungai dan tidak takut gatal-gatal karena air sungai. Tapi MCK itu jauh letaknya dan kalau sehabis mandi dari MCK umum itu pasti keringetan lagi teh. Karena rumah saya kan ada di atas, jadi jauh dan tanjakan juga. Jadi rasanya sia-sia saja sudah mandi tapi begitu sampai rumah kepanasan dan keringatan lagi. Terus kalau malam hari terus saya mau buang air besar kan sulit harus jalan jauh kesana teh, yang ada keburu keluar di tengah jalan. Nah, kalau saya mungkin masih bisa menahan, tapi kalau anak saya yang masih kecil mana bisa saya suruh tahan, ya akhirnya saya suruh di belakang rumah saja, kebetulan ada parit gitu teh. “

Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa pembangunan MCK Komunal ini sudah sangat bermanfaat bagi masyarakat. Masyarakat juga sudah lebih sadar akan pentingnya kesehatan dan kebersihan bagi hidup mereka. Masyarakat juga sudah mengetahui tidak baik jika menggunakan air sungai untuk mandi. Akan tetapi masih ada kendala yang terjadi untuk pemanfaatan MCK Komunal ini. Masyarakat belum dapat memanfaatkan MCK Komunal ini dengan optimal. Hal ini dikarenakan, letak dari MCK Komunal ini yang tidak dapat dijangkau dengan mudah oleh masyarakat setempat. Kondisi ini memberikan dampak yang cukup berpengaruh bagi masyarakat, budaya malas yang dimiliki masyarakat setempat mempengaruhi pemanfaatan dari MCK Komunal tersebut dan mungkin saja nantinya masyarakat khususnya warga yang letak rumahnya berada jauh dari MCK Komunal ini akan mulai perlahan-lahan tidak memanfaatkan MCK tersebut seperti yang terjadi pada MCK Komunal yang dibangun oleh Pemerintah setempat dengan Cipta Karya. Oleh karena itu, diperlukan adanya antisipasi dan solusi terhadap kendala ini. 4.7. ANALISIS SWOT DAN REKOMENDASI STRATEGI

Analisis SWOT dilakukan untuk membantu menyusun rencana strategi, terdiri dari: Strength (kekuatan) dan Opportunity (kesempatan) diasumsikan sebagai aspek positif, sementara Weakness (kelemahan) dan Threat (ancaman) diasumsikan sebagai aspek negatif.

Strength:

 Terpenuhinya air bersih

 Meningkatnya kesadaran akan kesehatan dan kebersihan

 Berkurangnya tingkat pencemaran air tanah

Weakness:

 Letak MCK Komunal yang tidak strategis  Budaya malas

(31)

Page | 30

Opportunity:

 Kemudahan keberterimaan masyarakat terhadap program-program pemerintah  Banyaknya LSM yang datang untuk

mendukung program-program baru.

Threat:

 Konversi lahan pertanian menjadi lahan permukiman.

Berdasarkan analisis yang telah dibuat oleh penulis, akhirnya penulis melanjutkan dengan membuat suatu

Rekomendasi Strategi Peningkatan Pemanfaatan MCK Komunal dengan menghubungkan sumber daya dengan kemampuan untuk bersaing dalam lingkungan yang tentu saja bermanfaat dalam pengambilan keputusan dan pemilihan strategi.

S+O strategi:

 Mengajak masyarakat turut serta dalam program 100% pemanfaatan akses sanitasi.

 Pemerintah melakukan kerja sama dengan masyarakat dalam peningkatan lingkungan yang sehat.

W+O strategi:

 Pendekatan personal kepada tokoh masyarakat yang berpengaruh.

 Memberikan sosialisasi tentang pentingnya sanitasi

 Memilih lokasi yang strategis untuk pembangunan selanjutnya.

S+T strategi:

 Mengoptimalkan kinerja dari pemerintah daerah dalam pengembangan permukiman (infrastruktur sanitasi permukiman).

W+T strategi:

 Kejelasan dalam peraturan konversi lahan.

Berdasarkan rumusan strategi di atas, ditemukanlah rekomendasi strategi peningkatan pemanfaatan MCK Komunal, yakni :

Tabel 1. Analisis SWOT

(32)

Page | 31

1. Dibutuhkannya seorang pemimpin ataupun tokoh masyarakat yang dapat memberikan pengaruh kepada masyarakat untuk lebih meningkatkan pemanfaatan MCK Komunal menjadi lebih optimal. 2. Diharapkan adanya kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah setempat terkait kebijakan konversi

lahan.

3. Diperlukan adanya sosialisasi kepada masyarakat terkait pentingnya infrastruktur sanitasi.

4. Diharapkan nantinya setiap pembangunan infrastruktur haruslah di tempat-tempat yang strategis dan dapat dijangkau oleh setiap elemen masyarakat.

(33)

Page | 32

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. KESIMPULAN

Adapun yang menjadi kesimpulan dari karya tulis ilmiah ini adalah :

1. MCK Komunal yang dibangun memberikan dampak positif kepada masyarakat.

2. Secara tak langsung, pembangunan MCK Komunal dapat merubah perilaku masyarakat untuk lebih memperhatikan kesehatan dan kebersihan.

3. Pemanfaatan MCK Komunal di Desa Sindang Pakuon ini masih belum sepenuhnya dikarenakan ada kendala-kendala yang dihadapi, yakni letaknya yang kurang strategis serta budaya malas yang dimiliki oleh masyarakat untuk mau pergi ke MCK Komunal tersebut khususnya bagi anak-anak.

5.2. SARAN

Di dalam karya tulis ilmiah ini, penulis juga memiliki saran kepada masyarakat khususnya pemerintah sebagai rekomendasi solusi dari kendala yang dihadapi dalam peningkatan pemanfaatan MCK Komunal di Desa Sindang Pakuon ini adalah :

1. Kehadiran pemimpin lokal yang progressive dan mampu menggerakkan penduduk desa untuk meningkatkan pemanfaatan MCK Komunal agar lebih efisien.

2. Rekruitmen sanitarian dan fasilitator sanitasi agar dapat membantu dengan mensosialisasikan serta mempromosikan MCK Komunal kepada setiap rumah tangga.

3. Membangun MCK Komunal di tempat-tempat strategis agar dapat lebih mudah dijangkau oleh masyarakat baik siang maupun malam hari.

(34)

Page | 33

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. 2008. NMC CSRRP DI Yogyakarta, Central Java and West Java 1. Pedoman Perencanaan

MCK (Mandi Cuci Kakus) Komunal Untuk Proyek REKOMPAK – JRF.

Azwar, A. 1990. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Penerbit: Mutiara Sumber. Jakarta

Berutu, Lister dkk. 2001. Metode Penyusunan Proposal Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial. Penerbit: Monora, Medan.

Chandra, B. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Penerbit: Buku Kedokteran EGC. Jakarta De Kruijff, G.J.W. 1987. Teknik Sanitasi Tepat Guna. Penerbit: ALUMNI, Bandung.

Gaffar, Affrizal. 2010. Respon Masyarakat Terhadap Penyediaan Fasilitas Sanitasi (MCK) di Kawasan

Permukiman Nelayan Kelurahan Takatidung Kabupaten Polewali Mandar. Tesis Mahasiswa S-2

Program Studi Magister Teknik Pembangunan Wilayah & Kota Universitas Diponegoro Semarang, Semarang.

Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Penerbit: Rineka Cipta, Jakarta. Mashuri, S, dkk. 1994. Pengolahan Tinja Manusia. APK, Teknologi Sanitasi, Padang.

Mungkasa, Oswar (ed). 2008. Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan di Indonesia,

Pembelajaran dari Berbagai Pengalaman. Bappenas – Plan Indonesia.

Notoatmodjo, S. 1997. Ilmu Kesehatan Masyrakat. Penerbit: PT.Rineka Cipta, Jakarta. Notoatmodjo, S. 2005. Promosi Kesehatan. Penerbit: PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, Badan Penelitian dan Pengembangan. 2001. Tata Cara

Perencanaan Bangunan MCK komunal/umum. Penerbit: Kimpraswil, Departemen Permukiman dan

Prasarana Wilayah. Departemen Permukiman dan Prasarana, Bandung.

Soenarto. 1992. Pemanfaatan Sarana Komunal Pembuangan Tinja di Lingkungan Permukiman Padat

(Tinjauan MCK di Kelurahan Petamburan, Jakarta Pusat) Tahun 2005. Tesis Mahasiswa S-2

Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta.

Soeparman, Soeparmin. 2001. Pembuangan Tinja dan Limbah Cair. Penerbit : Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Spradley, James P. 1997. Metode Etnografi. Penerbit: Tiara Wacana. Jakarta.

Sugandhy, Aca dan Rustam Hakim. 2007. Prinsip dasar Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan

(35)

Page | 34

Walgito,B. 2004. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi Offset

Warsito, S. 1996. Kakus Sederhana Bagi Masyarakat Desa. Kanisius, Yogyakarta.

Sumber Lain :

Analisis hasil survey MDG’s Kecamatan 2007 Kabupaten Polewali Mandar Provinsi Sulawesi Barat. Polewali Mandar. Pemerintah kabupaten Polewali Mandar. 2008.

Kepmenkes RI No. 907/Menkes/SK/VII/2002 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum. Jakarta : Departemen Kesehatan R.I.

Pengembangan Prasarana Perdesaan (P2D). 2002. Manual Teknis Pemberdayaan Masyarakat: MCK

(Mandi, Cuci, Kakus). Penerbit: Pengembangan Prasarana Perdesaan (P2D), Jakarta.

SNI : 03-2399-2002 - Tata Cara Perencanaan Bangunan MCK komunal/umum Sumber Internet :

http://www.ampl.or.id/program/sanitasi-berbasis-masyarakat-sanimas-/3, (Pukul 14.54, 28 April 2015). http://id.wikipedia.org/wiki/Sanitasi#Sanitasi_Total_Berbasis_Masyarakat (Pukul 13.52, 28 April 2015). http://haningdwipratiwi.blogspot.com/2011/11/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html (Pukul 19.42, 03 Mei 2015).

http://haningdwipratiwi.blogspot.com/2011/11/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html (Pukul 19.42, 03 Mei 2015).

http://id.wikipedia.org/wiki/Sanitasi#Sanitasi_Total_Berbasis_Masyarakat (Pukul 13.52, 28 April 2015). http://christyraina.blogspot.com/2014/01/karya-tulis-sanitasi.html (Pukul 19.20, 01 Mei 2015).

Gambar

Gambar  3.  Dua  anak  kecil  yang  sedang  BAB di drainase.
Gambar 4. Peta Denah desa Sindang Pakuon
Gambar 6. Jalan lingkungn yang tidak memiliki drainase.
Gambar 7. Lampu jalan di jalan  Lingkungan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Pada siklus II ini siswa diberikan teknik permisif sebagai media penerapan latihan tingkah laku dengan sasaran membantu individu-individu dalam mengembangkan cara-cara

Menurutnya, ada tiga asumsi dasar yang melandasi bahwa laki-laki lebih unggul dari perempuan (1) bahwa makhluk pertama yang diciptakan Tuhan adalah laki-laki, bukan perempuan,

Dalam penelitian ini variabel dependen yangdigunakan adalah independensi dewan komisaris, ukuran dewan komisaris, keahlian keuangan komite audit, kepemilikan

Struktur organisasi proyek merupakan alat untuk mencapai tujuan dengan mengatur dan mengorganisasikan sumber daya, tenaga kerja, material, peralatan dan modal secara efektif

Hasil uji BNJ pada perbedaan jenis ikan diperoleh kesimpulan bahwa antara dendeng asap ikan bandeng dan tenggiri tidak memiliki perbedaan yang nyata terhadap nilai kadar

Hasil menunjukkan bahwa hubungan antara utilitarian value, hedonic value , dan social value dengan perceived value memiliki nilai p-value kurang dari 0.05

Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama, bahwa Islam merupakan agama tauhid yang mengajak manusia untuk memurnikan ibadah mereka hanya kepada Allah dan

Jika pencarian tidak berhasil menemukan data yang dicari, maka perlu menambahkan data tersebut ke dalam berkas yang sudah ada, dikenal dengan algoritma pencarian dan penyisipan