• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dimensi kemanusiaan yang saling terkait yaitu aspek biologis, psikologis,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. Dimensi kemanusiaan yang saling terkait yaitu aspek biologis, psikologis,"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Dimensi kemanusiaan yang saling terkait yaitu aspek biologis, psikologis, sosial, dan spiritual merupakan komponen integral yang tidak terpisahkan pada semua orang (Stanley dan Beare, 2006). Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan yang Maha Kuasa dan Maha Pencipta (Hamid, 1999). Spiritualitas memberikan dimensi luas pada pandangan holistik kemanusiaan ( Potter & Perry, 2005).

Spiritualitas berhubungan dengan proses perubahan dan perkembangan pada setiap manusia (Taylor, et all, 1997). Perkembangan spiritualitas pada lansia sudah lebih matang, berusaha mengembangkan pengalaman religius yang lebih banyak daripada orang muda, serta berpartisipasi dalam komunitas-komunitas keagamaan dan sosial dalam hidup (Westerhoff’s dalam Kozier, et al, 1995). Budaya juga mempengaruhi spiritualitas karena setiap bentuk pemenuhan kebutuhan spiritualitas dipengaruhi oleh latar belakang budaya (Taylor, et all, 1997). Budaya Batak memiliki keyakinan dan nilai tersendiri terhadap para lansia dan lansia yang telah kehilangan pasangan hidupnya yaitu mengatur hubungan dengan Maha Pencipta dan orang lain dengan baik. Keyakinan dan nilai tersebut menempatkan lansia Suku Batak sangat dihormati dan dihargai oleh keluarga dan masyarakat (Situmeang, 2007).

(2)

Menurut Undang-Undang No.13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia menyatakan bahwa lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) saat ini diseluruh dunia jumlah lansia diperkirakan mencapai 500 juta jiwa dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar jiwa. Menurut laporan WHO tahun 1998 angka harapan hidup orang Indonesia akan meningkat dari 65 tahun (1997) menjadi 73 tahun (2005). Kondisi ini menempatkan Indonesia pada urutan ketiga yang memiliki populasi lansia terbanyak di dunia pada tahun 2020, setelah China dan India. Populasi lansia di Indonesia pada tahun 2000 yaitu sebanyak 14.4 juta jiwa ( WHO, 2005 dalam Suardiman, 2011).

Peningkatan jumlah lansia tersebut menyebabkan angka kemungkinan meninggal bagi lansia lebih besar jika dibandingkan dengan orang yang lebih muda. Bagi yang ditinggalkan pasangannya mereka akan berstatus janda atau duda, angka harapan hidup perempuan 4-7 tahun lebih panjang daripada laki-laki dan menyebabkan jumlah janda lebih banyak dari pada jumlah duda (suardiman, 2011). Menurut American Association of Retired Persons (AARP), pada tahun 1997, sebanyak 74% laki-laki yang berusia diatas 65 tahun masih berstatus menikah, lebih rendah dibandingkan perempuan yaitu hanya 42%. Kehidupan menjanda pada wanita selalu meningkat pada usia lanjut yaitu hampir 50% wanita pada tahun 1997 berstatus janda, dan jumlah janda adalah empat kali lebih besar daripada jumlah duda yaitu janda sebanyak 8.5 juta jiwa dan jumlah duda sebanyak 2.1 juta jiwa (Lueckenotte, 2000).

(3)

Berdasarkan survei Badan Pusat Statistik (BPS) RI tahun 2012 persentase rumah tangga perempuan yang berusia 60 tahun keatas dan bertempat tinggal di desa sebanyak 2.18% dan sebanyak 90.99% sudah cerai mati dengan pasangannya, sedangkan persentase rumah tangga laki-laki adalah sebesar 88.34% dan hanya 10.30% yang sudah cerai mati dengan pasangannya (BPS RI, Susenas 2009 -2012).

Lansia memiliki pengalaman kehilangan yang lebih banyak sepanjang hidupnya seperti kehilangan kemampuan fisik, kesehatan, kebebasan, pekerjaan, pendapatan, dan kematian pasangan hidup (Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 1995). Kematian pasangan hidup dapat mengancam dan menentang proses perkembangan spiritual pada lansia (Potter & Perry, 2005). Kematian akan menimbulkan perasaan berduka, yang lamanya proses berduka tersebut sangat individual. Reaksi berduka atau kesedihan yang terus menerus biasanya reda dalam 3 sampai 12 bulan setelah pengalaman kehilangan dan berduka yang mendalam mungkin akan berlanjut dalam 3 hingga 5 tahun (Worden, 1991 dalam Lueckenotte, 2000 ).

Kehilangan pasangan hidup dapat menimbulkan penderitaan bagi orang yang mencintai orang yang meninggal tersebut (Turner & Helms, 1995). Contohnya, seorang janda atau duda akan mengalami pergantian peran yang sebelumnya dikuasai oleh pasangannya (Young dan Koopsen, 2007). Laki-laki akan mengalami kesulitan dalam hal hubungan sosial, tugas rumah tangga, dan merasa kurang bebas mengekspresikan emosinya (Suardiman, 2011).

(4)

Pengalaman terputusnya hubungan karena kematian memang tidak langsung terlihat mempengaruhi kesehatan, tetapi dapat memunculkan simptom-simptom psikologis, dan dapat menyebabkan kondisi kesehatan yang buruk (Young dan Koopsen, 2007). Berdasarkan hasil penelitian dilaporkan bahwa 72% para lanjut usia di Amerika yang ditinggal mati oleh pasangannya mengatakan bahwa pengalaman kematian pasangan merupakan suatu tekanan yang sangat berat dan membutuhkan kemampuan koping yang tinggi untuk mengatasinya. Setelah meninggalnya pasangan, orang yang ditinggalkan, tertama laki-laki lebih rentan terhadap penyakit dan sakit fisik, dan tingkat kematian yang lebih tinggi (Stroebe, Stroebe & Schut , 2000 dalam Wade dan Travis, 2007).

Bagi lansia yang sudah berstatus janda atau duda akan berpaling pada agama atau spiritualitas untuk mengatasi kesedihan karena kematian pasangan hidupnya. Orang yang berduka mungkin akan akan marah kepada Tuhan dan mengalami krisis iman, namun spiritualitas dan kepercayaan pada sesuatu yang lebih besar dari dirinya mampu membuat proses dukacita yang sehat dan positif (Young dan Koopsen, 2007). Lansia yang tidak mampu menerima kenyataan karena kematian pasangan hidupnya akan beresiko mengalami distress spiritualitas dan memiliki permasalahan seperti depresi hingga bunuh diri karena merasa kesepian dan keterasingan (Hawari, 2007).

Berdasarkan hasil survei awal yang dilaksanakan di Desa Pagar Manik melalui wawancara dengan ibu. T Purba (76 tahun) yang sudah hidup menjanda selama 5 tahun mengatakan bahwa ia sering sekali mengalami kesedihan dan

(5)

bukan “Aku” saja yang meninggal terlebih dahulu, mengaku sering menangis, sering berharap akan kehadiran suaminya kembali, dan hal yang membuat ibu. T semangat menjalani hidupnya adalah kehadiran keluarga yang selalu membantu.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas menunjukkan bahwa spiritualitas sangat mempengaruhi kehidupan lansia setelah kematian pasangan hidupnya, namun tidak ada penelitian sebelumnya tentang spiritualitas lansia akibat kehilangan pasangan hidup, khususnya di Desa Pagar Manik yang memiliki jumlah lansia Suku Batak yang sudah berstatus janda atau duda yang cukup tinggi. Oleh karena itu peneliti berniat melakukan penelitian dengan judul

“Spiritualitas Lansia Suku Batak Akibat Kehilangan Pasangan Hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai”.

2. Rumusan Masalah

Bagaimana spiritualitas lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai.

3. Tujuan

3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi spiritualitas lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai.

(6)

3.2 Tujuan khusus

3.2.1 Mengidentifikasi dimensi spiritualitas: hubungan dengan Tuhan pada lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai.

3.2.2 Mengidentifikasi dimensi spiritualitas: hubungan dengan diri sendiri pada lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten serdang Bedagai.

3.2.3 Mengidentifikasi dimensi spiritualitas: hubungan dengan orang lain pada lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan silinda Kabupaten Serdang Bedagai.

3.2.4 Mengidentifikasi dimensi spiritualitas: hubungan dengan lingkungan pada lansia Suku Batak akibat kehilangan pasangan hidup di Desa Pagar Manik Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai.

4. Manfaat Penelitian

4.1 Pelayanan Keperawatan

Dapat menjelaskan pentingnya mengkaji kebutuhan spiritual dengan pendekatan kultural dan menjadi acuan dalam mengkaji aspek spiritualitas para lansia yang sudah berstatus janda atau duda dalam menemukan koping yang positif terhadap kematian pasangan hidup dan memberikan pengaruh yang positif bagi kesehatan para lansia.

(7)

4.2 Institusi keperawatan

Memberikan masukan kepada Institusi Keperawatan untuk mengembangkan pembelajaran tentang spiritualitas dengan pendekatan kultural dalam proses belajar.

4.3 Peneliti selanjutnya

Dapat menjadi salah satu sumber untuk perkembangan dan perbandingan tentang spiritualitas lansia Suku Batak dan dapat dilanjutkan untuk diteliti tentang faktor lain yang mempengaruhi spiritualitas lansia khususnya bagi Suku Batak.

Referensi

Dokumen terkait

Pedoman Simintas yang digunakan, dibuat dan dikembangkan oleh unit yang terkait dalam proses pengembangan dan produksi bahan ajar seperti Fakultas dan unit-unit dibawah

Sesuai tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui bentuk pengasuhan anak yang di terapkan oleh orang tua dalam menanamkan perilaku moral terhadap

Penelitian ini dilakukan pada tatanan lingkungan yang tidak terencana (kampung kota) untuk mengetahui efektivitas fungsi bukaan pada keongan atap sehingga

Pelaksanaan pembelajaran drama pentas berbasis project learning dengan menggunakan metode role playing pada mahasiswa semester IV Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Fasilitas atau peralatan yang digunakan untuk menyimpan komponen darah harus dikualifikasi dan divalidasi agar memenuhi sistem manajemen mutu untuk

Data sekunder ini diperoleh dari para partisipan yang tidak terlihat langsung dalam permasalahan.. yang diteliti, maupun dari dokumen, arsip, buku literatur, dan

Yahya

Validasi adalah suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme yang.. digunakan dalam produksi