• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan pembangunan masyarakat Indonesia. Ini berarti bahwa pembangunan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA. dan pembangunan masyarakat Indonesia. Ini berarti bahwa pembangunan"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

6

2.1. Pembangunan dan Sumberdaya Daerah

Hakekat pembangunan adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia. Ini berarti bahwa pembangunan mencakup: pertama, kemajuan lahirian seperti pangan, sandang, perumahan dan lain- lain; kedua, kemajuan batiniah seperti pendidikan, rasa aman, rasa keadilan, rasa sehat; ketiga, kemajuan yang meliputi seluruh rakyat sebagaimana tercermin dalam perbaikan hidup berkeadilan sosial (Salim, 1987).

Dengan dilaksanakannya otonomi daerah diharapkan pemerintah daerah dapat lebih mengoptimalkan pembangunan daerahnya, karena lebih mudah dalam pengontrolan pelaksanaan pembangunan didaerahnya maupun dalam mengaplikasikan dana untuk pembangunan daerah. Sehingga uang yang dianggarkan untuk pembangunan daerah tidak lagi digunakan untuk hal- hal yang tidak bermanfaat.

Secara hakiki, upaya pembangunan yang sedang ditempuh saat ini dapat dilakukan dengan mendayagunakan berbagai sumberdaya potensial yang tersedia disetiap wilayah maupun yang dapat diusahakan dari luar wilayah yang bersangkutan. Potensi sumberdaya alam yang cukup besar dan beragam dari tanah air Indonesia itu dapat dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut, Soekartawi (1995) mengatakan bahwa, pembangunan yang berkelanjutan adalah kegiatan yang berupaya untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya alam, mengarah pada investasi, berorientasi pada pengembangan teknologi tepat guna dan berdaya

(2)

guna, serta menyadari adanya perubahan kelembagaan yang konsisten terhadap kebutuhan yang berkelanjutan berdasar pada keamanan politik dan kebijaksanaan masing- masing daerah.

Keterkaitan antara sistem agribisnis dengan pembangunan pertanian seperti diungkapakan oleh Yasin (2002), untuk pembangunan pertanian yang tangguh haruslah dikembangkan usaha tani kearah perusahaan. Dari perusahaan yang memproduksi sarana produksi pertanian, pengembangan sarana pertanian, perusahaan yang mengolah hasil pertanian, jasa dan lembaga pemasaran ha sil pertanian, lembaga finansial, serta pengembangan birokrasi kearah yang lebih efisien, bersih dan siplin.

Saragih (2001) menyatakan bahwa, membangun daya saing agribisnis perkebunan adalah ibarat iring- iringan suatu konvoi. Laju iring- iringan tersebut ditentukan oleh komponen atau bagian yang paling lambat pergerakkannya. Demikian juga dalam kinerja sistem agribisnis perkebunan secara keseluruhan akan ditentukan oleh subsistem yang paling terbelakang. Oleh karena itu, untuk membangun daya saing agribisnis perkebunan, keempat subsistem agribisnis perkebunan tersebut harus berkembang secara harmonis.

Secara ilmiah, dapat dikatakan bahwa sumberdaya alam adalah semua unsur tatalingkungan biofisik yang dengan nyata atau potensial dapat memenuhi kebutuhan manus ia. Dengan kata lain sumberdaya alam adalah semua bahan yang ditemukan manusia dalam alam, yang dipakai untuk kepentingan hidupnya (Katili, 1983).

Hal yang sama disampaikan oleh Soeripto (1997), secara potensial Provinsi Riau adalah daerah yang sangat kaya akan sumberdaya alam, masalah

(3)

yang dihadapi adalah bagimana mengelola sumberdaya tersebut, termasuk didalamnya “Resources Base” sekaligus memanfaatkan secara optimal. Selanjutnya dikatakan, perlu disadari sepenuhnya bahwa persoalan sumberdaya potensial tersebut tidaklah bersifat mudah dan sederhana, mengingat bahwa potensi semacam itu memiliki sifat-sifat khas, ia menyangkut adanya keterkaitan antara berbagai sektor.

Yasin (2002) menyatakan bahwa ada 6 peranan oleh sektor pertanian yang dapat dirinci dala m kaitannya dengan pembangunan ekonomi Indonesia, yaitu: 1. Menyediakan bahan pangan, sandang dan papan untuk memenuhi kebutuhan

penduduk.

2. Menyediakan bahan baku dari produk pertanian guna memenuhi permintaan pasar dari kegiatan agroindustri.

3. Menyediakan lapangan kerja yang berkaitan langsung dan tak langsung dengan kegiatan pertanian.

4. Tenaga kerja di sektor pertanian dapat sebagai sumber tenaga kerja disektor ekonomi lain, seperti industri dan jasa.

5. Sebagai sumber modal yang dapat dialokasikan pada pembanguna n pertanian dan non pertanian.

6. Menghasilkan devisa negara yang diperoleh dari hasil ekspor produk pertanian dan olahannya..

Secara persentase berdasarkan Statistik Kesejahteraan Rakyat Tahun 2003 tercatat di Kabupaten Kampar jumlah angkatan kerja sebesar 52,76% penduduk, 47,24% bukan angkatan kerja dan 6,47% adalah pengangguran (Kampar Dalam Angka, 2004).

(4)

Tabel 1. Perbandingan Angkatan Kerja Menurut Pekerjaan Utama di Kabupaten Kampar Tahun 2003

Tahun 2003

No. Lapangan Pekerjaan Utama Jumlah

(jiwa)

Pers entase (%)

1 Pertanian 183.384 62,45

2 Pertambangan dan Penggalian 1.821 0,62

3 Industri Pengolahan 8.075 2,75

4 Konstruksi 13.772 4,69

5 Perdagangan 33.329 11,35

6 Komunikasi dan Angkutan 13.508 4,60

7 Keuangan 969 0,33

8 Listrik, Gas dan Air 1.410 0,48

9 Jasa 37.382 12,73

Jumlah 293.649 100,00

Sumber: Kampar Dalam Angka, 2004.

Adanya proyek-proyek sumberdaya alam berukuran besar di daerah, akan memainkan peranan penting dalam stabilitas ekonomi, karena diharapkan proyek-proyek ini akan memberikan efek ganda (Katili, 1983). Daerah-daerah tersebut akan terbuka dan kegiatan pembangunan lainnya akan akan menyusul, karena lambat-laun akan tersentuh oleh dunia luar.

2.2. Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit

Naik turunnya pasokan CPO di Indonesia, terkait dengan kemauan petani Pola Inti Rakyat untuk menaikan produktivitas lahan sawit mereka, sedangkan kemauan petani untuk menaikan produktivitas lahan sawit tergantung pada besarnya insentif yang disediakan oleh pihak perusahaan inti untuk para petani sawit dan program penyuluhan di proyek PIR (Poeloengan dan Lubis, 1992).

(5)

Kemudian Poeloengan dan Lubis (1992) juga menyatakan bahwa prospek industri minyak sawit di Indonesia sangat tergantung pada tiga hal; Pertama, kemampuan para industriawan minyak sawit Indonesia untuk secara optimal menggunakan potensi keragaman kegunaan yang dimiliki oleh minyak sawit. Kedua, kemauan produsen kelapa sawit untuk menikan produksinya, baik petani kelapa sawit yang tergabung dalam PIR kelapa sawit maupun perusahaan perkebunan besar milik swasta dan negara yang berperan sebagai perusahaan inti. Ketiga, kamauan perusahaan inti menciptakan paket insentif yang dapat mendorong petani kelapa sawit untuk meningkatkan produktifitas lahan perkebunan kelapa sawit mereka.

Pembangunan pabrik pengolahan kelapa sawit di Kabupaten Kampar merupakan salah satu kegiatan pembangunan dalam upaya mengoptimalkan pemakaian sumberdaya alam. Sinaga (1994), menyatakan bahwa pabrik sebagai sarana pengolahan, dapat menghasilkan minyak yang telah diproduksi dari lapangan. Bahan baku untuk pabrik pengolahan kelapa sawit diperoleh dari buah yang dihasilkan oleh tanaman kelapa sawit.

Selain itu Sinaga (1994), menyatakan bahwa keberhasilan pabrik pengolahan kelapa sawit ditentukan oleh bahan-bahan pendukung, ya itu energy supply. Energi untuk menggerakan mesin- mesin pengolah, diperoleh dari stasiun pembangkit tenaga. Tenaga di pabrik pengolahan kelapa sawit dihasilkan oleh Turbin Uap, dimana uap dihasilkan oleh Boiler. Stasiun boiler ditunjang oleh water supply. Keseluruhan unit ini harus bekerja dengan terkoordinasi, karena setiap unit berhubungan dan menentukan bagi kelancaran unit selanjutnya.

(6)

Pengendalian Limbah Pabrik Kelapa Sawit (LPKS), dilakukan dengan prinsip perombakan dalam kondisi anaerobik dan aerobik. Kondisi anaerobik membutuhkan persyaratan yang dapat menunjang proses perombakan LPKS secara biologis, yaitu keasaman, temperatur dan nutrisi yang tersedia. Perombakan anaerobik dapat dilakukan pada tangki yang disebut reaktor dan pada kolam tanah. Perombakan pada reaktor umumnya lebih cepat karena kedalaman kolam dan suhu dapat dipertahankan, sedangkan pada kolam tanah tidak dapat dipertahankan (Tobing dan Naibaho, 1992). Baku mutu limbah cair dengan sistem kolam dapat dicapai dengan masa penahanan 140 hari.

Keberadaan pabrik pengolahan kelapa sawit yang pasti akan memberikan pengaruh bagi masyarakat yang bermukin disekitarnya. Pengaruh yang ditimbulkan baik dari segi terbukanya daerah sebagai bagian dari dibukanya sarana transportasi, juga memberikan pengaruh yang dirasakan beberapa waktu kamudian. Pengaruh yang ditimbulkan bisa terhadap aspek sosial ataupun aspek ekonomi.

Pengaruh terhadap aspek sosial adalah pengaruh yang mengakibatkan perubahan-perubahan kondisi sosial yang terjadi pada individu-individu atau keluarga petani disekitar pabrik pengolahan kelapa sawit. Pengaruh yang ditimbulkan bisa meliputi pendidikan keluarga, kesehatan keluarga, status dan luas kepemilikan lahan.

Selain pengaruh terhadap aspek sosial, terdapat pula pengaruh terhadap aspek ekonomi, dimana pengaruh yang mengakibatkan perubahan-perubahan kondisi ekonomi yang terjadi pada individu atau keluarga petani disekitar pabrik pengolahan kelapa sawit. Pengaruh yang ditimbulkan bisa meliputi pendapatan

(7)

kepala keluarga, perubahan jenis usahatani dan tingkat kesejahteraan keluarga. Pengaruh yang timbul sebagai eksternalitas dari keberadaan pabrik pengolahan kelapa sawit adalah pengaruh yang ditimbulkan kepada individu atau keluarga yang sebenarnya tidak memanfaatkan keberadaan pabrik tersebut secara langsung.

Keberadaan pabrik pengolahan kelapa sawit pada suatu daerah, seharusnya dilihat sebagai keberadaan sebuah proyek ditengah-tengah masyarakat petani kelapa sawit. Dalam sebuah proyek, keputusan-keputusan yang diambil dalam kepengurusan yang terbuka untuk umum, cocok didalam suatu proses. Menurut Ahyari (2002), proses adalah cara atau metode maupun teknik untuk penyelenggaraan atau pelaksanaan dari suatu hal tertentu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan proses produksi adalah merupakan suatu cara, metode maupun teknik bagaimana kegiatan penciptaan faedah baru atau penambahan faedah tersebut dilaksanakan. Erat hubungannya dengan masalah proses produksi tersebut adalah apa saja masukan (input) dari proses produksi tersebut serta keluaran (output) apa saja yang dapat dihasilkan oleh perusahaan tersebut dengan penyelenggaraan proses produksi dalam perusahaan yang bersangkutan itu.

Berdasarkan pendapat-pendapat dan kondisi diatas, terhadap keberadaan pabrik pengolahan kelapa sawit, diperlukan adanya suatu bentuk pengendalaian oleh pihak perusahaan. Pengendalian merupakan unsur utama dari setiap pekerjaan manajemen. Jatmiko (2003) menyatakan, pengendalian didefenisikan sebagai suatu aktivitas membuat agar sesuatu terjadi sesuai dengan apa yang direncanakan untuk terjadi. Dalam melaksanakan pengendalian, para manajer harus mempunyai pengertian dan pemahaman yang jelas terhadap hasil- hasil

(8)

aktivitas atau kinerja tertentu yang diharapkan untuk terjadi pada suatu organisasi. Pengendalian strategik dilakukan oleh manajer yang tujuannya adalah untuk memastikan bahwa rencana-rencana menjadi kenyataan, sehingga mereka perlu memahami dengan jelas tentang apa realitas atau kenyataan yang diharapkan.

2.3. Pengolahan Kelapa Sawit

Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit pada dasarnya hanyalah sebagai sarana pengolahan dari minyak yang telah diproduksi oleh biji sawit di lapangan. Pabrik tidak dapat menaikan jumlah minyak melebihi jumlah minyak yang terkandung dalam buah sawit. Keberhasilan pengolahan didukung oleh serangkaian unit- unit proses yang terdapat pada suatu pabrik.

Daging buah (mesocarp) pada buah kelapa sawit terdiri dari 3 komponen utama yaitu minyak beserta lemak, serat dan air. Serat pada daging buah terutama terdiri dari selulosa dan lignin yang akan muncul sebagai bahan sisa setelah pengolahan di pabrik ± 6,2% dari berat tandan (Turner dan Gilbanks dalam Lubis, 1990).

Menurut Sinaga (1994), minyak sawit adalah suatu triglyserida yaitu senyawa Glyserol dengan asam lemak. Minyak ini dapat berubah dengan kehadiran enzim lipase atau enzim oxidase membentuk Asam Lemak Bebas (ALB). Jika hal ini terjadi, maka akan menimbulkan kerusakan pada minyak dan akan berpengaruh pada kuantitas dan kualitas hasil produksi. Pada kondisi ini, kerusakan akan menimbulkan bau yang tidak sedap pada hasil produksi.

(9)

Risza (1997) mengatakan, untuk mengatasi kerusakan hasil produksi kelapa sawit, pengolahan buah sawit di pabrik dimulai dari proses sterilisasi, faktor- faktor yang harus diperhatikan adalah:

1. Kematangan buah.

2. Ketepatan proses produksi (buah jangan menginap). 3. Kulit luar buah jangan rusak (memar atau luka). 4. Kebersihan buah.

5. Kebersihan alat-alat pengolahan.

6. Panas yang cukup selama pengolahan berlangsung.

Selain itu hal- hal yang perlu mendapat perhatian adalah efisiensi ekstraksi dan kualitas produk. Efisiensi ekstraksi secara langsung akan mempengaruhi rendemen, sedangkan kualitas berpengaruh pada daya saing di pasar. Oleh sebab itu, tandan buah segar yang telah dipanen dan akan diolah, harus diangkut sesegera mungkin ke Loading Ramp agar kenaikan ALB dapat dihindari.

Keberhasilan pengolahan pada PKS selain ditentukan oleh TBS dan bahan-bahan pendukungnya, juga sangat dipengaruhi oleh ketersediaan energy. Energy untuk menggerakkan mesin- mesin pengolah, diperoleh dari stasiun pembangkit tenaga. Pada PKS, stasiun pembangkit tenaganya berupa turbin uap yang mendapatkan potensial dari broiler. Stasiun broiler sangat membutuhkan ketersediaan air. Oleh sebab itu, kelengkapan pabrik pengolahan kelapa sawit adalah (1) unit water supply, (2) unit broiler, (3) unit kamar mesin, dan (4) unit pengolahan. Keseluruhan unit ini harus bekerja dengan terkoordinasi, karena setiap unit berhubungan dan saling mempengaruhi serta sangat menentukan kelancaran unit selanjutnya.

(10)

Tujuan utama dari pengolahan kelapa sawit adalah untuk memperoleh minyak semaksimal mungkin, jadi zat- zat yang tidak diperlukan harus dibuang. Proses pembuangan zat- zat yang tidak diperlukan ini dilakukan dengan perebusan, dan diharapkan dapat juga:

1. Menonaktifkan enzim lipase maupun enzim lain (seperti lipoxidase penyebab hidrolisa lemak)

2. Menghidrolisa pektin sebagai zat perekat/pengikat buah dengan tandan buah

3. Mengcoagulasikan zat- zat putih telur (terutama globulin) pada daging buah sehingga mencegah emulsi

4. Menghidrolisa zat-zat lendir, sehingga mempermudah pemisahan air dari minyak

5. Melelehkan lapisan lilin pada daging buah sehingga daging buah menjadi lunak.

6. Mengurangi kadar air

Setelah dilakukan perebusan, dilakukan penebahan atau pemipilan. Pada proses pemipilan yang dilakukan dengan thressing machine (mesin pipil) ini diharapkan akan memberikan buah dalam jumlah yang optimal. Oleh sebab itu dalam proses ini diharapkan mesin dapat bekerja dengan efisien. Selain menghasilkan buah sawit pipilan atau brondolan, proses ini juga menghasilkan tandan kosong buah sawit yang selanjutnya di masukan ke incinerator.

Setelah dipipil, brondolan sawit dimasukan kedalam ketel pengaduk untuk melalui proses peremasan. Tujuan peremasan ini adalah meremas buah sehingga daging buah lepas dari biji dan menghancurkan sel-sel yang mengandung minyak.

(11)

Dalam proses ini, brondolan yang masuk akan berubah menjadi bubur dengan suhu yang tinggi mencapai 90 0C. Selain menghasilkan bubur sawit, pada proses ini juga menghasilkan uap yang terdiri dari berbagai zat kimia.

Tahapan proses selanjutnya adalah peremasan. Proses ini diharapkan memberikan minyak dari bubur sawit yang telah dihasilkan dalam proses sebelumnya. Agar proses ini efisien, biasanya dilakukan ekstraksi dengan memberikan air panas pada saat diremas ataupun sebelum diremas. Hasil dari proses ini adalah cairan minyak yang masih bercampur dengan air, lumpor, dan kotoran pasir maupun serat-serat, atau dikenal dengan nama Crude Palm Oil (CPO) atau minyak kasar. Selain crude palm oil, proses ini juga menyisakan ampas dan cangkang sawit.

Dalam pengolahan TBS menjadi CPO ternyata banyak menimbulkan zat-zat kimia lain yang akan bertebaran di udara. Selain itu dalam pengolahan ini juga di ketahui adanya bahan-bahan sisa produksi yang akan dibuang pada permukaan tanah, baik dalam lokasi pabrik yang akan melakukan pengolahan limbah cair ataupun munculnya limbah padat yang akan dimanfaatkan dan disebarkan pada lokasi perkebunan.

2.4. Hubungan Sosial Ekonomi

Kebijaksanaan pertanian adalah serangkaian tindakan yang telah, sedang dan akan dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. Adapun tujuan umum kebijaksanaan pertanian kita adalah memajukan pertanian, mengusahakan agar pertanian menjadi lebih produktif dan efisien dalam berproduksi sehingga akan mengakibatkan taraf kehidupan petani bisa menjadi

(12)

lebih meningkat dan kesejahteraan lebih sempurna. Untuk mencapai tujuan-tujuan itu, pemerintah baik di pusat maupun di daerah mengeluarkan peraturan-peraturan pemerintah, keputusan Presiden, Keputusan Menteri, Keputusan Gubernur dan lain- lain. Peraturan-peraturan pada dasarnya dapat dibagi 2 (dua), yaitu: kebijaksanaan-kebijaksanaan yang bersifat mengatur (regulating policies) dan pembangunan pendapatan yang lebih dan merata (Mubyarto, 1989).

Pada tingkat nasional, kebijaksanaan pemerintah dalam melaksanakan pembangunan didaerah yang dilakukan secara bertahap tersebut, adalah bertujuan untuk mencapai tiga aspek pembangunan yaitu:

1. Pemerataan pembangunan dan hasil- hasil yang menuju pada tercapainya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,

2. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, dan 3. Stabilitas sosial yang sehat dan dinamis

Dalam suatu kurun waktu pertumbuhan yang sangat cepat dan terutama didasarkan pada sumberdaya alam, perluasan manufaktur modern dan perubahan teknologi bidang pertanian, tidak disangsikan lagi. Jika yang kaya semakin kaya, namun secara umum tidaklah benar kalau yang miskin semakin miskin (Arndt dalam Mubyarto, 1984).

Menurut Kamaluddin (1991), untuk pemerataan dari pembangunan itu tercermin atau dijabarkan lebih lanjut dalam delapan jalur pemerataan, yaitu: 1. Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat banyak khususnya pangan,

sandang dan perumahan.

2. Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan.

(13)

4. Pemerataan kesempatan kerja 5. Pemerataan kesempatan berusaha.

6. Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita.

7. Pemerataan penyebaran pembangunan diseluruh wilayah tana h air, dan 8. Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.

Selain itu faktor budaya juga tidak bisa diabaikan karena menurut Soem (2000), walaupun setiap masyarakat mempunyai sistem budaya yang masing- masing berbeda satu dengan yang lain, tetapi kebudayaan mempunyai sifat hakekat yang berlaku umum, antara lain:

1. Kebudayaan terwujud dan tersalurkan dari perikelakuan manusia

2. Kebudayan telah ada terlebih dahulu dari lahirnya suatu generasi tertentu dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi tersebut.

3. Kebudayaan diperlukan manusia dan diwujudkan dalam tingkah lakunya. 4. Kebudayaan berisikan aturan-aturan yang berisikan kewajiban-kewajiban,

tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak, yang dilarang dan dibolehkan.

Pada sisi lain, Suri (2001) menyatakan, kita memandang kebudayaan sebagai :

1. Pengatur dan pengikat masyarakat

2. Hal-hal yang diperoleh manusia melalui pendidikan/belajar (nature) 3. Pola kebiasaan dan perilaku manusia.

4. Sistem masyarakat yang dipakai untuk memperoleh kerjasama, kesatuan dan kelangsungan hidup masyarakat manusia.

(14)

Mengingat hal- hal diatas, posisi sektor pertanian disatu sisi akan diuntungkan, namun disisi lain jika sektor pertanmian tidak mendapat perhatian yang besar, akan mendapatkan tekanan yang berat, karena seperti yang dikatakan Mubyarto dalam Esmara (1987) bahwa sektor pertanian selalu ditandai oleh kemiskinan struktural yang berat, sehingga dorongan pertumbuhan dari luar tidak selalu mendapat tanggapan positif dari petani berupa kagiatan investasi. Soekartawi (1995) mengatakan aspek ma nusia (penduduk) dan aspek ekonomi yang dibuat oleh manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam adalah aspek yang perlu diperhatikan.

Bagi Indonesia sektor pertanian adalah potensi terbaik untuk dipelihara dan dikembangkan. Jika sektor ini benar-benar diberdayakan dan terwujud dalam berdayanya petani, maka secara sistematis kemiskinan struktural yang sekarang masih ada dapat dihapuskan. Gambaran kebangkitan pertanian dengan agribisnisnya sebagai solusi krisis ekonomi dalam kenyataannya dilapangan tidak selalu membawa dampak yang menggembirakan. Ada banyak hal yang menyebabkan keadaan tersebut, mulai faktor internal petani sampai faktor eksternal seperti kondisi perekonomian dan masalah kebijakan. Banyak kebijakan pemerintah dinilai terlalu terburu-buru dan tidak melalui hasil analisa secara nyata di lapangan. Ketidaksiapan infrastruktur dan lemahnya pengawasan dan koordinasi kelembagaan adalah salah satu bukti, akibatnya tentu petani yang menjadi korban (Agricia, 1999).

Keberadaan pabrik Pengolahan Kelapa sawit sebagai suatu organisasi dalam lingkungan masyarakat akan memberikan beberapa pengaruh terhadap

(15)

lingkungannya. Pengaruh yang ditimbulkan ini dapat bersifat positif atau negatif. Pengaruh tersebut menurut Jatmiko (2003) diantaranya adalah:

1. fasilitas fisik; berhubungan dengan masalah kebutuhan fasilitas fisik perusahaan atau organisasi,

2. produktifitas; merupakan rasio leratif total output terhadap total input, atau tingkat barang/jasa yang dihasilkan oleh suatu organisasi relatif terhadap sumberdaya yang digunakan organisasi dalam proses produksi,

3. sumberdaya manusia; berhubungan dengan asset sumberdaya manusia suatu organisasi, dan

4. tanggung-jawab sosial; berhubungan dengan masalah komitmen perusahaan atau organisasi terhadap masalah sosial dan lingkungan disekitarnya. Biasanya diukur berdasarkan seberapa besar kontribusi finansial perusahaan terhadap masyarakat, tipe-tipe aktivitas perusahaan, jumlah waktu yang diperlukan untuk melayani masyarakat.

Sebagai mahluk hidup, manusia mempunyai beragam kebutuhan untuk mempertahankan dan menikmati hidupnya. Modernisasi gaya hidup telah menempa manusia sebagai manusia pengejar kepuasan material. Sebagai manusia dengan budaya hedonisme, manusia tidak memberi batas maksimum atas kepuasan material yang dikejarnya (Hutagaol, 2004).

Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit sebagai suatu organisasi, selain memiliki dampak negatif karena keberadaannya sebagai suatu perusahaan industri, juga memiliki beberapa dampak yang dapat menguntungkan masyarakat sekitar lingkungan pabrik tersebut. Melihat dari pernyataan Jatmiko diatas, ternyata sebagai suatu perusahaan, PKS telah membantu menampung hasil panen

(16)

masyarakat yang akan menunjang produktifitas perusahaan. Selain itu tenaga kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan dapat direkrut dari masyarakat yang berada dilingkungan sekitar pabrik yang dan dengan tanggung-jawab sosial, perusahaan tentu telah membantu keseimbangan sosial masyarakat disekitar lingkungan perusahaan. Kesemuanya ini bagi masyarakat tentu sangat berpengaruh untuk meningkatkan perekonomian mereka.

Menurut Ahyari (2002), manajemen perusahaan yang akan mendirikan suatu pabrik pada suatu lokasi tertentu, sangat perlu untuk mempertimbangkan sikap dari masyarakat pada daerah yang dipertimbangkan untuk pendirian pabrik tersebut. Hal ini perlu untuk dipertimbangkan karena sikap dari masyarakat setempat tersebut akan dapat mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap perkembangan perusahaan yang bersangkutan ini pada waktu-waktu yang akan datang.

Menurut Amsyari (1990) dapat dinyatakan bahwa pada hakekatnya didalam lingkungan buatan manusia terjadi suatu siklus yang berputar, yakni: manusia berusaha untuk tetap hidup dengan layak, sehingga manusia mengolah lingkungan alamiah menjadi lingkungan buatan yang penuh dengan kreasi-kreasi barunya. O leh perubahan-perubahan yang dilakukan, mereka kemudian berhadapan pula dengan bahan pencemar yang akhirnya akan merugikan eksistensi mereka sendiri.

(17)

2.5. Strategi dan Dampak Sosial Ekonomi

2.5.1. Manajemen Strategi

Menurut David (2002), mengenali visi/misi, sasaran, strategi organisasi yang telah diterapkan merupakan titik awal yang logis untuk manajemen strategik. Manajemen Strategik merupakan seni (art) dan ilmu (science) dalam membuat formulasi, implementasi, dan evaluasi keputusan yang memungkinkan sebuah organisasi mencapai tujuannya. Tujuan dari menejemen strategi adalah untuk memanfaatkan dan menciptakan kesempatan berbeda dimasa yang akan datang atau perencanaan jangka panjang, atau mencoba untuk mengoptimalkan hari esok dengan kecenderungan hari ini.

Proses manajemen strategik bersifat dinamis dan berkelanjutan, suatu perubahan dalam salah satu komponen utama dalam model dapat memaksa perubahan dalam salah satu atau semua komponen lainnya. Oleh karena itu, aktivitas merumuskan, mengimplementasikan dan mengevaluasi strategi harus dilaksanakan secara terus-menerus, sehingga proses manajemen strategik tidak pernah berakhir.

Sedangkan menurut Pearce dan Robinson (1997), manajemen strategik didefenisikan sebagai sekumpulan dari keputusan-keputusan dan tindakan yang dihasilkan dari formulasi dan implementasi dari rencana-rencana yang didesain untuk mencapai sebuah tujuan perusahaan.

Manajemen strategik sangat bermanfaat dan berperan dalam menghasilkan banyak hal. Menurut Purnomo dan Zulkieflimansyah (1999), manajemen strategik dapat diterapkan untuk (a) menentukan batasan kegiatan yang akan dilakukan,

(18)

(b) membantu proses identifikasi, pemilihan prioritas dan eksploitasi kegiatan, (c) memberikan kerangka kerja untuk meningkatkan kooordinasi dan pengendalian, (d) mengarahkan dan membentuk kultur organisasi, (e) menjaga kebijakan yang taat asas dan sesuai, (f) mengintegrasikan perilaku individu ke dalam perilaku kolektif, (g) meminimalkan implikasi akibat adanya perubahan

kondisi, (h) menciptakan kerangka kerja dalam komunikasi internal, dan (i) memberikan kedisiplinan dan formalitas manajemen.

Proses manajemen strategik terdiri dari tiga tahap yaitu formulasi, implementasi dan evaluasi strategi. Yang termasuk didalam tahap formulasi strategi adalah membangun visi dan misi, mengidentifikasi peluang dan ancaman eksternal organisasi, menentukan kekuatan dan kelemahan internal, menetapkan tujuan jangka panjang, menentukan strategi alternatif dan memilih strategi tertentu. Tahap implementasi strategi sering disebut dengan tahapan aksi dari manajmen strategik. Implementasi strategi berarti mengerahkan pekerja dan menejer untuk menjalankan strategi yang telah disusun. Tahapan ini merupakan tahapan paling sulit dalam manajemen strategik, oleh karena itu untuk kesuksesan implementasi dari sebuah strategi tergantung dari kemampuan menejer untuk memotivasi pekerja dimana kegiatan memotivasi tersebut lebih sebagai sebuah seni dari sebuah ilmu pengetahuan. Tahapan terakhir dari manajemen strategik adalah me ngevaluasi strategi.

2.5.2. Dampak Sosial Ekonomi

Dalam pengelolaan dampak sosial ekonomi, menurut Myrdal (1968), permasalahan dibidang ekonomi harus ditempatkan dalam konteks kehidupan masyarakat secara menyeluruh pada tahap kehidupan yang kongkrit dan realistis.

(19)

Artinya pendekatan terhadap permasalahan ekonomi harus didasarkan pada variabel- variabel politik dan sosial. Lebih lanjut, Myrdal (1968) berpendapat bahwa ketimpangan dan kesenjangan yang melekat dalam tata susunan masyarakat dapat diatasi dan harus ditanggulangi oleh kebijakan negara yang ditujukan pada perubahan dalam struktur kekuasaan politik (dengan membatasi konsentrasi kekuasaan politik), perubahan pada haluan pandangan diantara golongan-golongan masyarakat melalui pendidikan dalam arti luas dan pembinaan lembaga pergaulan hidup. Inti pemikiran mengenai perkembangan ekonomi masyarakat ialah berlakunya kecenderungan cummulative causation atau asas sebab akibat yang bersifat kumulatif. Kecenderungan cummulative causation menunjuk pada gerak perkembangan atau pembangunan ekonomi yang menyimpang dari ekuilibrium atau keseimbangan, maka akibat dari sebab semula akan semakin terasa kumulatif.

Pemikiran tersebut, adalah konsep pengertian tentang dampak sosial ekonomi yang bersifat negatif dan dampak yang bersifat positif dari tindakan pembangunan di suatu wilayah/negara. Dampak negatif ini timbul sebagai akibat dari perkembangan atau pembangunan ekonomi di suatu wilayah atau negara sebagai akibat dari kegagalan membuat skema interaksi yang ideal antara variabel- variabel politik, ekonomi dan sosial. Dampak positif yang disebabkan oleh kegiatan atau pembangunan ekonomi berupa faedah- faedah pada kegiatan di bidang lainnya. Jadi pembangunan atau produksi barang dan jasa publik oleh suatu wilayah/daerah, misalnya haruslah memperhitungkan secara tepat dalam interaksi dari proses produksi barang dan jasa publik itu dengan variabel politik dan sosial. Kegagalan dalam membuat skema interaksi yang ideal antara

(20)

variabel-variabel politik, ekonomi dan sosial dapat menimbulkan dampak negatif yang besar dimana produk dan jasa itu dihasilkan. Proses industrialisasi di suatu daerah/wilayah (seperti pendirian pabrik) dapat membawa dampak positif yang sangat besar berupa faedah- faedah kepada berbagai sektor lainnya.

Namun dalam masyarakat dimana kegiatan ekonominya masih terletak pada tingkat yang rendah (seperti halnya masyarakat yang bekerja disektor informal), faktor- faktor yang menimbulkan dampak positif yang dapat menyebar pada umum terasa masih lemah. Dalam keadan tidak seimbang yang masih bersifat struktural, dampak negatif dirasakan lebih kuat dari dampak positif.

Ahyari (2002), mengungkapkan bahwa dalam memicu percepatan pembangunan melalui pendirian suatu usaha pabrikasi, dampak sosial ekonomi dapat diartikan sebagai sebuah akibat yang harus diterima oleh masyarakat yang disebabkan oleh pembangunan ekonomi yang menginteraksikan antara variabel-variabel ekonomi, politik dan sosial. Artinya, apabila arah pembangunan itu menjauh/menyimpang dari keseimbangan, maka dampak sosial yang tampil adalah buruk. Apabila suatu pembangunan memperhatikan dan menjadikan variabel sosial dan ekonomi serta politik dalam suatu bentuk keseimbangan yang tepat, maka dampak yang ditimbulkan oleh pembangunan ekonomi itu dapat positif.

Menurut Word Bank (2000), pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dicerminkan oleh keadaan dimana pertumbuhan ekonomi didukung melalui akumulasi aset yang tidak mengalami distorsi, adanya dukungan publik untuk mengembangkan pendidikan, memperbaiki kesejahteraan masyarakat yang melindungi sumber daya alam. Supaya pertumbuhan ekonomi dapat

(21)

berkelanjutan, aset-aset utama dalam perekonomian berupa fisik dan keuangan, manusia dan sosial, alam dan lingkungan perlu tumbuh tanpa distorsi atau berada pada tingkat keseimbangan yang baik. Oleh sebab itu pemerintah tingkat Kabupaten hingga Desa sudah selayaknya memperhatikan lingkungan dimana pabrik akan didirikan agar tidak menimbulkan masalah.

2.6. Metode Perancangan Program

Dalam menyusun rancangan program, Konsep analisis yang digunakan adalah, analisis SWOT deskriftif denga n unit analisis Kabupaten Kampar, dan Meta Matrik situs tertata, merupakan faktor kunci agar didapat perencanaan yang strategis dan disusun konsep-konsep manajemen yang strategis. Selain itu bisa ditentukan metode- metode partisipatif yang akan digunakan dalam perencanaan pembangunan daerah, dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Konsep Analisis Dalam Perancangan Program. Logical Framework Approach

( LFA)

Analisis Meta Matrik

Rancangan Program Identifikasi Masalah

(22)

Setelah ditetapkan strategi pengembangan dan penanggula ngan dampak keberadaan PKS di Kabupaten Kampar, selanjutnya disusun rancangan program untuk direkomendasikan kepada pihak terkait. Perancangan program dimaksud dilakukan dengan metoda Logical Frame Approach (LFA) dan melibatkan stakeholders terkait.

Pemilihan metoda ini didasarkan pada pemikiran bahwa dapat digunakan untuk menganalisis masalah dimulai dari menentukan masalah pokok dan menentukan masalah prioritas. Dalam hal ini metoda LFA lebih aplikatif untuk dilaksanakan dalam upaya mengatasi dampak yang timbul dan menyanggupi sebahagian keinginan masyarakat.

Menurut Tonny (2003), pendekan perancangan program dengan LFA dapat dipilih karena beberapa ciri spesifik yang terdapat pada LFA, yaitu:

1. Menggunakan tehnik visualisasi yang mampu membantu meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses perencanaan dan pengelolaan program;

2. Merumuskan tujuan-tujuan secara jelas sehingga ikut mendorong tercapainya pengambilan keputusan saat ada pendapat dan harapan berbeda dari stakeholders;

3. Menyusun informasi secara sis tematik, memudahkan pengamatan koherensip diantara beberapa komponen program dengan tujuan yang ingin dicapai; 4. Menghasilkan sebuah rancangan program yang konsisten dan realistis, dan 5. Menyajikan ringkasan rencana program pada satu halaman.

Prosedur yang dilakukan dalam metoda ini :

1. Tahap pendahuluan. Mengadakan pendekatan dan komunikasi dengan stakeholders terkait tentang hasil kajian, melalui kuisioner.

(23)

2. Tahap analisis masalah, tujuan, alternatif dan pihak terkait. Menganalisis informasi yang didapat dari stakeholders tersebut, kemudian disusun suatu metode penanggulangan dampak yang bisa didukung oleh pemerintah.

3. Tahap rencana pelaksanaan dan pengendalian. Melakukan sosialisasi terutama kepada kelompok sasaran, sehingga model penanggulangan dimaksud dapat dilaksanakan. Dari pelaksanaan selanjutnya diharapkan dapat terwujud suatu kondisi sosial ekonomi masyarakat yang akan mendukung keberadaan pabrik pengolahan kelapa sawit dan sekaligus membantu meningkatkan mutu masyarakat sekitar PKS.

2.7. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran terhadap dampak sosial ekonomi pembangunan pabrik pengolahan kelapa sawit di Kabupaten Kampar ini, diawali dengan tujuan pembangunan adalah untuk mewujudkan tingkat kesejahteraan yang lebih baik pada masyarakat di masa mendatang. Selain itu berdasarkan pada Visi dan Misi Provinsi Riau, yang berkeinginan untuk menjadi provinsi paling maju di Indonesia, sekaligus menjadi pusat perekonomian dan pusat budaya melayu di Asia Tenggara pada tahun 2020, keinginan daerah-daerah yang kaya untuk melaksanakan otonomi daerah, karena daerah-daerah tersebut menganggap pemerintah pusat tidak merata dalam pembagian hasil daerah.

Pembangunan pertanian di Provinsi Riau yang dipandang memiliki prospek cukup baik untuk masa yang akan datang, hal ini ditunjang oleh potensi yang dimiliki oleh Provinsi Riau, yaitu:

(24)

1. Potensi sumberdaya alam yang cukup luas serta didukung oleh sumberdaya manusia yang terlibat disektor pertanian dalam jumlah yang relatif besar.

2. Tumbuhnya industri dan pariwisata, yang pasti me mbutuhkan hasil atau produk pertanian

Letak Provinsi Riau yang strategis, baik dari tingkat pulau Sumatera, maupun keberadaannya pada lintas perdagangan internasional, khususnya negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Thailand memungkinkan Provinsi Riau untuk dijangkau dengan lebih efisien dibanding dengan daerah lainnya.

Provinsi Riau memiliki keunggulan komparatif dalam hal perkebunan kelapa sawit terhadap daerah lainnya, sehingga mendorong berdirinya PKS. Banyaknya PKS yang berdiri di Kabupaten Kampar adalah 25 unit PKS, 6 unit merupakan PKS kategori besar, 13 unit PKS kategori sedang dan 6 unit lainnya merupakan pabrik dengan kategori kecil, tentu akan memberikan dampak bagi masyarakat disekitarnya. Dampak ini bisa dirasakan oleh masyarakat yang merupakan petani sawit ataupun masyarakat yang bukan petani kelapa sawit secara ekternal maupun secara internal, yang secara tidak langsung menimbulkan dampak sosial ekonomi. diharapkan pada akir kajian ini dapat dirumuskan bagai mana strategi mengatasi dampak negatif tersebut yang pada akirnya dapat meningkatkan kualitas sumberdaya masyarakat dan perkonomian Kabupaten Kampar. Secara skematis kerangka berfikir ini dapat disajikan pada gambar 2.

(25)

= hubungan langsung = hubungan tidak langsung

Gambar 2. Bagan Alir Kerangka Pikir Dampak Sosial Ekonomi Pembangunan pabrik pengolahan kelapa sawit di Kabupaten Kampar

Pembangunan Pertanian Tujuan Pembangunan

UU No.22/1999

Berdirinya pabrik pengolahan kelapa sawit

Visi dan Misi Riau 2020 Pusat perekonomian di Asia

Tenggara Dampak Sosial a. Pendidikan b. Kesehatan c. Lingkungan d. Perumahan Dampak Ekonomi a. Tenaga Kerja b. Lapangan Kerja c. Pendapatan SDA

(Perkebunan Kelapa Sawit) Industri & Pariwisata

a. Letaknya Strategis b. Keunggulan Komparatif

a. SWOT Deskriptif b. Analisi Meta Matriks

Program Penanggulangan Dampak Keberadaan Pabrik Kelapa Sawit di Kabupaten Kampar

a. Peningkatan Kualitas Hidup Masyarakat b. Peningkatan Perekonomian Kabupaten Kampar

Logical Frame Approach Aktivitas pabrik pengolahan kelapa sawit

(26)

2.8. Defenisi Operasional

Defenisi operasional dari kajia n ini meliputi proses pendirian pabrik, pendidikan, pencemaran lingkungan, kesehatan, perumahan, tenaga kerja dan lapangan kerja, tingkat pendapatan dan eksternal, dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Defenisi Operasional Penanggulangan Dampak Keberadaan pabrik Pengolahan Kelapa sawit di Kabupaten Kampar

No Variabel Defenisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur

1. Proses Pendirian Pabrik

Semua yang berhubungan dengan proses pendirian pabrik Observasi dan Wawancara dengan 6 pertanyaan Kuisioner 2. Sosial

a. Pendidikan Dampak keberadaan PKS terhadap pendidikan formal

Observasi dan Wawancara dengan 6 pertanyaan Kuisioner b. Pencemaran Lingkungan Dampak pencemaran lingkungan dari keberadaan PKS

Observasi dan Wawancara

Kuisioner

c. Kesehatan Dampak keberadaan PKS

terhadap penyebaran penyakit Observasi dan Wawancara dengan 5 pertanyaan Kuisioner

d. Perumahan Dampak PKS terhadap

kondisi rumah masyarakat

Observasi dan Wawancara dengan 10 pertanyaan Kuisioner 3. Ekonomi

a. Tenaga Kerja Dampak keberadaan PKS terhadap mata pencarian

Observasi dan Wawancara dengan 9 pertanyaan

Kuisioner

b. Lapangan Kerja Dampak keberadaan PKS terhadap sumber-sumber mata pencarian masyarakat

Observasi dan Wawancara dengan 5 pertanyaan Kuisioner c. Tingkat Pendapatan Dampak keberadaan PKS pada tingkat pendapatan

Observasi dan Wawancara dengan 9 pertanyaan

Kuisioner

4. Eksternal Semua dampak yang tidak

berhubungan langsung terhadap pendirian pabrik

Observasi dan Wawancara dengan 12 pertanyaan

Gambar

Tabel 1.  Perbandingan Angkatan Kerja Menurut Pekerjaan Utama di Kabupaten  Kampar Tahun 2003
Gambar 1. Konsep Analisis Dalam Perancangan Program.
Gambar 2.  Bagan Alir Kerangka Pikir Dampak Sosial Ekonomi Pembangunan  pabrik pengolahan kelapa sawit di Kabupaten Kampar
Tabel 2.  Defenisi Operasional Penanggulangan Dampak Keberadaan pabrik  Pengolahan Kelapa sawit di Kabupaten Kampar

Referensi

Dokumen terkait

Askes (KCU Semarang) per 31 Desember 2011 menunjukkan jumlah peserta Askes di Kota Semarang yang memilih Puskesmas sebesar 69.578 jiwa, dan yang memilih dokter keluarga

Cipta, 2014), h.. membuat siswa bisa lebih terfokus pada kegiatan belajar mengajar di kelasnya, sehingga curah perhatiannya akan lebih tinggi. Tingginya tingkat curah

Besarnya konversi dari pemakaian ozon sebagai oksidator pada hasil oksidasi dengan kedua katalis kemungkinan terjadi polimerisasi sehingga menyebabkan timbulnya senyawa-senyawa

Berdasarakan komponen nasional share ternyata sektor yang memiliki pertumbuhan paling cepat di Kabupaten Langkat bila dibandingkan dengan pertumbuhan rata-rata

Yang bertanda tangan di bawah ini saya, Indra Kurnia, menyatakan bahwa skripsi dengan judul : ANALISIS PENGARUH BOPO, Equity to Total Assets (EAR) Ratio , Loan to Assets

Dari perbandingan diatas unuk tegangan geser material sebelum dipanaskan memiliki teganngan geser yang lebih tinggi 5,09 MPa, untuk modulus elastisitas nilai maksimum

Dalam perkara tindak pidana korupsi pelaksanaan program kemitraan dan bina lingkungan, majelis hakim mendasarkan pada terpenuhinya unsur- unsur Pasal 2 ayat (1)

Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan hal-hal sebagai berikut: 1,) Pelaksanaan supervisi akademik yang dilakukan oleh kepala Sekolah Dasar Negeri di kecamatan