• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Sukses merupakan harapan setiap manusia untuk mencapai tujuan hidup yang lebih

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Sukses merupakan harapan setiap manusia untuk mencapai tujuan hidup yang lebih"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sukses merupakan harapan setiap manusia untuk mencapai tujuan hidup yang lebih baik. Manusia memiliki persepsi akan kesuksesan dalam diri masing-masing, sukses yang digambarkan dalam pekerjaan, sukses dalam kehidupan, sukses dalam karir, dan lain sebagainya. Melibatkan proses kognitif yang kompleks, persepsi merupakan sensasi dalam mengirimkan makna pesan ke dalam otak yang tersusun berdasarkan struktur saraf yang kompleks untuk selanjutnya diinterpretasikan atau diorganisasikan pada suatu objek (Lahey, 2007). Persepsi sukses bukan hanya dalam kehidupan pribadi, tetapi juga persepsi sukses pada pekerjaan atau perkembangan karir seseorang.

McClelland dalam Simamora (2008), memaparkan kombinasi keberhasilan berdasarkan tiga faktor, yaitu keberhasilan pendidikan, keberhasilan dalam melaksanakan tugas, dan pengalaman sukses atau gagal dalam pelaksanaan tugas. Keberhasilan atau sukses dalam suatu pekerjaan dibangun berdasarkan kepentingan individu. Menurut Deutschendorf dan Tolson (dalam Dyke & Murphy, 2006) sukses di dalam suatu pekerjaan menjadi mekanisme utama untuk memenuhi peran lainnya. Pekerja pelayanan publik memiliki tanggungjawab kerja bukan hanya untuk kemajuan organisasi melainkan juga tanggungjawab terhadap kepentingan publik (Anderson dalam Howitt, 2012).

Menurut Howitt (2012), polisi merupakan organisasi yang bergerak dalam bidang pelayanan publik. Oleh sebab itu, penilaian kinerja polisi yang sukses secara objektif

(2)

dilakukan oleh publik. Sebagai petugas penegakan hukum, polisi diberi pelatihan agar selalu dapat mengendalikan situasi dan dapat mengendalikan emosi ketika berhadapan dengan publik (Corey dalam Howitt, 2012). Berdasarkan survei yang dilakukan di Inggris pada tahun 2009-2010, mayoritas masyarakat Inggris sebanyak 56% responden meyakini bahwa polisi di negara mereka dapat melaksanakan tugasnya dengan sangat baik dan sangat memuaskan (British Crime Survey dalam Howitt, 2012). Lebih jauh, survei yang sama menunjukkan 50% responden setuju bahwa kinerja polisi lokal (di negara bagian) dapat diandalkan dan 84% responden mengaku mendapat pelayanan dengan sangat baik dan adil. Pada tahun 2011 menurut survei Mirrless-Black tentang kejahatan di Inggris, jika dibandingkan dengan organisasi sistem peradilan lainnya, kinerja polisi di Inggris dapat bekerja dengan sangat baik dan memuaskan (dalam Howitt, 2012). Penelitian yang sama di Amerika oleh Graber pada tahun 1980 dan Skogan pada tahun 1996, memperlihatkan tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja polisi, organisasi kepolisian di Amerika mendapat apresiasi atau penghormatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan organisasi peradilan lainnya.

Selye dkk. (dalam Myendeki, 2008) menjelaskan bahwa bekerja sebagai anggota kepolisian dipandang memiliki tekanan kerja yang tinggi dan memiliki tingkat resiko kerja yang tinggi. Keterbukaan terhadap opini publik mengenai kualitas kinerja polisi menciptakan tekanan tambahan. Menurut Cherniss (dalam Moore & Braga 2003), hal tersebut dikarenakan para personil polisi memiliki keterlibatan langsung dengan masyarakat. Dengan demikian, masyarakat menilai bahwa personil polisi memiliki tanggungjawab kerja terhadap kepentingan publik.

(3)

Di Indonesia, polisi memegang peran sentral dalam masyarakat. Sebagaimana Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VII/MPR/2000 dalam BAB II Pasal 6 Ayat (1), Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Kendati Polri memiliki slogan yang berbunyi “Melindungi dan Mengayomi Masyarakat”, namun berdasarkan Global Corruption Barometer (GBC) 2007, citra organisasi ini dipersepsikan kian luntur di mata publik.

Statistik kasus kejahatan wilayah hukum Polda Metro Jaya dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Peningkatan kejahatan terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 54484 dari 54382 kasus pada tahun 2006. Pada tahun 2008, kasus kejahatan turun menjadi 40214 kasus, dan tahun 2009 kasus kejahatan kembali mengalami penurunan menjadi 687 kasus.

Gambar 1.1 Grafik Statistik Kasus Kejahatan

Sumber: Informasi Statistik. (2012). Diunduh Oktober 17, 2012, dari http://reskrimum.metro.polri.go.id/statistik

(4)

Menurut Amriel (2012), menurunnya data statistik kejahatan dapat disebabkan keengganan masyarakat untuk melaporkan kasus yang dihadapi kepada pihak kepolisian. Hal tersebut mengindikasikan pudarnya kepercayaan publik terhadap kinerja anggota Polri. Jadi, alih-alih menunjukkan penurunan kasus kejahatan secara faktual, statistik seperti di atas justru lebih memaparkan menurunnya kepercayaan publik terhadap polisi. Pada tahun 2006, Lynch dan Addington dalam statistik kinerja aparat kepolisian Inggris yang menjelaskan tingkat kejahatan di Inggris cenderung mengalami penurunan yang disebabkan keengganan publik untuk melaporkan kejahatan yang dialaminya kepada pihak kepolisian. Hal tersebut diakibatkan karena kurangnya kepercayaan publik terhadap kinerja aparat kepolisian dan kekhawatiran akan banyaknya jatuh korban pada kasus-kasus berikutnya (dalam Barton, 2011).

Laporan mengenai penurunan tingkat kejahatan merupakan salah satu bentuk ketidakpuasan publik terhadap kinerja aparat kepolisian (Decker dalam Brown, 2002). Ketidakpercayaan publik terhadap kinerja aparat kepolisian akan berdampak pada kemampuan aparat kepolisian dalam menangani kasus kejahatan. Keengganan publik untuk melaporkan kejahatan dapat berdampak pada menurunnya evaluasi kinerja aparat kepolisian (Percy, Reisig, & Giacomazzi dalam Brown, 2002). Dengan demikian, persepsi negatif publik terhadap kinerja polisi dapat berkontribusi pada menurunnya efektifitas peran aparat kepolisian, meningkatnya tindak kejahatan yang terjadi di masyarakat, serta menurunnya kepercayaan publik terhadap kinerja polisi.

Temuan lain yang menunjukkan kesan lunturnya citra organisasi Polri berdasarkan survey Global Corruption Barometer (2007), survei tersebut menunjukkan pada tahun 2005

(5)

indeks korupsi Polri mencapai angka 4,0; tahun 2006 mengalami peningkatan menjadi 4,2; tahun 2007 indeks korupsi Polri masih menetap diangka 4,2; dari skala penilaian tertinggi 5,0. Semakin tinggi indeks, semakin organisasi tersebut dipersepsikan koruptif. Tingginya indeks kepolisian di Indonesia dalam Global Corruption Barometer (GBC) 2007 menunjukkan buruknya citra institusi ini di mata publik. Selanjutnya, korupsi yang terjadi di manajemen personalia Polri, saat berlangsung perekrutan, mulai dari promosi, mutasi bahkan diklat untuk jabatan yang strategis (Sinaga dalam Tranparency Internasional Indonesia, 2007).

Penyimpangan yang dilakukan oleh oknum polisi yang tidak bertanggungjawab tersebut membekas di hati masyarakat. Sehingga menimbulkan sikap negatif masyarakat terhadap institusi Polri. Menurut Ketua Dewan Pengurus Transparency International Indonesia (TII) Todung Mulya Lubis dalam Media Indonesia (2012), buruknya persepsi publik bukan hanya diakibatkan lambannya penanganan kasus-kasus besar oleh penegak hukum, tetapi juga disebabkan munculnya kasus-kasus yang menyakiti rasa keadilan masyarakat.

Maraknya penyalahgunaan kekuasaan termasuk yang ditujukan untuk memperkaya diri sendiri tidak terbantahkan merupakan bukti adanya target-target menyimpang yang ingin dicapai oleh masing-masing oknum Polri. Target-target tersebut bukan merupakan sasaran kerja formal apalagi indikator kinerja kunci yang harus dicapai oleh para personil Polri. Atas dasar itu, kendati seluruh Polri sudah bersumpah dan berjanji menjadi anggota Polri dengan kewajiban mencapai kesuksesan yang sesuai dengan pranata organisasi Polri, namun pada kenyataannya masih saja terdapat “indikator-indikator keberhasilan” yang

(6)

walaupun tidak resmi, namun justru menjadi sasaran utama sebagian personil Polri untuk memperkaya diri sendiri.

Bertitik tolak dari kesenjangan antara sasaran-sasaran pencapaian formal Polri dengan sasaran subjektif sebagaimana maraknya penyalahgunaan kekuasaan personil Polri, penelitian ini mengangkat topik mengenai “persepsi personil Polri mengenai keberhasilan mereka sebagai pekerja profesional”. Penelitian ini juga memetakan persepsi keberhasilan mereka sebagai pekerja profesional berdasarkan jenjang kepangkatan Polri khususnya personil Polri yang menjalankan tugas di Polda Metro Jaya. Jenjang kepangkatan Polri yang digolongkan berdasarkan kepangkatan bertaraf Bintara dan Bintara Tinggi. Dengan demikian, simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah memaparkan ada tidaknya hubungan atau korelasi antara jenjang kepangkatan personil Polri dengan persepsi mereka mengenai indikator polisi sukses.

1.2 Identifikasi Masalah

1. Apakah ada korelasi antara kelompok kepangkatan anggota Polri bertaraf Bintara dengan indikator polisi sukses pada khususnya polisi yang bertugas dalam wilayah hukum Polda Metropolitan Jakarta Raya (Polda Metro Jaya) ? Jawaban atas pertanyaan ini menghasilkan korelasi antara kepangkatan Bintara dengan indikator keberhasilan atau kesuksesan para responden sebagai personil polisi.

1.3 Tujuan Penelitian

Sebagai penelitian dalam ranah psikologi sosial, tujuan diadakannya penelitian ini adalah

(7)

1. Menyajikan gambaran penilaian anggota Polri sebagai polisi sukses yang dikelompokkan berdasarkan kelompok kepangkatan bertaraf Bintara.

2. Mengkorelasikan kelompok kepangkatan anggota Polri bertaraf Bintara dengan kriteria indikator polisi sukses.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian “persepsi polisi mengenai kesuksesan mereka sebagai pekerja profesional pada kelompok kepangkatan anggota Polri bertaraf Bintara” yang dilakukan oleh penulis, diharapkan dapat memberikan dua manfaat, yaitu

1.4.1 Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis yang dapat diambil dari hasil penelitian ini :

1. Memberikan referensi teoritis dalam bidang studi psikologi forensik, khususnya psikologi polisi.

2. Memperkaya penelitian yang mengangkat isu berkaitan dengan kepuasan kinerja anggota Polri.

3. Menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya, melihat riset polisi di Indonesia masih sangat minim.

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis :

1. Menumbuhkan tingkat komitmen para personil Polri terhadap identitas profesional mereka.

(8)

2. Menjadi acuan dalam memahami perubahan persepsi diri sebagai personil Polri terhadap kesuksesan karir mereka.

3. Menjadi sumber informasi dan pengetahuan bagi masyarakat Indonesia dalam menilai kinerja polisi sukses.

4. Menjadi dasar pengembangan sumber daya manusia (SDM) dalam mencapai kesejahteraan yang pada khususnya ditujukan bagi para personil Polri.

5. Menjadi sumber informasi dan pengetahuan bagi Lembaga Pendidikan dan Pelatihan (Lemdik) Polri dalam memberikan pendidikan dan pelatihan.

Gambar

Gambar 1.1 Grafik Statistik Kasus Kejahatan

Referensi

Dokumen terkait

Pada saluran tataniaga nol tingkat nilai efisiensi dapat dilihat pada perbandingan antara biaya tataniaga yang dikeluarkan dengan jumlah produksi yang dijual, maka

Namun persoalan ini terjawab sesudah Abu Bukhari beserta beberapa perwakilan dari Jamaah di panggil oleh Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh Besar di

Unit analisis merupakan komponen atau sesuatu yang berkaitan dengan fokus penelitian. Unit analisis dapat berupa dalam bentuk individu, kelompok, instansi dan waktu

Audit Internal merupakan aktivitas konsultasi dan penjamin yang objektif dan independen yang di rancang untuk memberikan nilai tambah serta maningkatkan operasi

Analisis komponen utama (AKU) terhadap rataan spektrum inframerah yang dihasilkan dari kombinasi segitiga kisi 6 ekstrak SDSBL menghasilkan jumlah proporsi kumulatif KU 1 dan KU

Hipernet IndoData yang sedang berjalan, membuat topologi yang baru berdasarkan kebutuhan klien dengan menggunakan RADIUS sebagai server jaringan hotspot dan perangkat

10 Dari penyajian laporan laba rugi tersebut terdapat perbedaan laporan laba rugi perusahaan Kacang Shanghai Panda Tulungagung dengan yang peneliti sajikan yaitu

Standar dan sasaran kebijakan, yang dimaksud dalam penelitian ini adalah yang berhak menerima kartu BPJS Subsidi tersebut sesuai dengan ukuran atau kriteria yang