• Tidak ada hasil yang ditemukan

Protokol Pemantauan Terumbu Karang untuk Menilai Kawasan Konservasi Perairan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Protokol Pemantauan Terumbu Karang untuk Menilai Kawasan Konservasi Perairan"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

Sebuah publikasi untuk mendukung

Protokol Pemantauan Terumbu Karang

untuk Menilai Kawasan Konservasi

Perairan

(2)

Kawasan Konservasi Perairan (KKP) dapat menjadi perangkat yang efektif untuk melindungi

keanekaragaman hayati dan perikanan berkelanjutan dari pengambilan ikan berlebih,

praktik-praktik perikanan merusak, pencurian hewan, dan aktivitas berbahaya atau ilegal

lainnya. Protokol pemantauan terumbu karang yang disusun dalam buku ini didesain untuk

menentukan apakah pengelolaan atau rencana zonasi KKP telah berhasil dalam mencapai

tujuan-tujuannya sekaligus menyediakan dasar untuk pengelolaan yang adaptif. Walaupun

protokol pemantauan ini terfokus pada aktivitas dalam air untuk pengambilan data, protokol

juga menyediakan panduan untuk mengembangkan strategi pemantauan, perencanaan

dan koordinasi sebelum pengambilan data, pengelolaan data, analisis, interpretasi dan

(3)

Protokol Pemantauan Terumbu

Karang Untuk Menilai Kawasan

Konservasi Perairan

Gabby Ahmadia, Joanne Wilson, Alison Green

Publikasi ini diproduksi dan dicetak dengan dukungan dari United States

Agency for International Development program regional Asia melalui Coral

(4)

Protokol Pemantauan Terumbu Karang untuk Menilai Kawasan Konservasi Perairan

Penulis:

Gabby Ahmadia: Conservation Science Program, World Wildlife Fund,

1250 24th Street NW | Washington, DC 20037 USA Email: Gabby.Ahmadia@wwfus.org

Joanne Wilson: Sea Solutions, PO Box 285, Pottsville, NSW 2489

Email: jwilsonmarine@gmail.com

Alison Green: The Nature Conservancy, South Brisbane, 245 Riverside Drive West End, Queensland 4101

Email:agreen@TNC.org

Penerjemah: Safran Yusri

Nomor Proyek USAID: GCP LWA Award # LAG-00-99-00048-00

Sitasi: Ahmadia, G.N., Wilson J.R. & Green A.L. 2013. Protokol Pemantauan Terumbu Karang Untuk Menilai

Kawasan Konservasi Perairan. Terj. dari. 2013. Coral Reef Monitoring Protocol for Assessing Marine Pro-tected Areas version 2.0. Coral Triangle Support Partnership, Jakarta: xiii + 78 hlm.

Buku ini merupakan publikasi dari Inisiatif Segitiga Karang untuk Terumbu Karang, Perikanan, dan Keta-hanan Pangan (CTI-CFF). Pendanaan untuk pembuatan dokumen disediakan oleh Coral Triangle Support Partnership (CTSP) yang didanai oleh USAID. CTSP merupakan konsorsium yang dipimpin oleh World Wildlife Fund, The Nature Conservancy, dan Conservation International.

Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut tentang Inisiatif Segitiga Karang, silahkan hubungi:

Sekretariat Regional Interim Inisiatif Segitiga Karang untuk Karang, Perikanan, dan Ketahanan Pangan (CTI-CFF)

Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Gedung Mina Bahari II, lantai 17

Jalan Medan MerdekaTimur No. 16 Jakarta Pusat 10110, Indonesia www.coraltriangleinitiative.org

© 2013 Coral Triangle Support Partnership. Hak cipta dilindungi undang-undang. Perbanyakan dan diseminasi bahan-bahan di dalam laporan ini untuk kegiatan pendidikan maupun tujuan-tujuan non komersial diperbolehkan tanpa memerlukan izin tertulis dari pemegang hak cipta selama sumber disebutkan dengan benar. Perbanyakan dari bahan-bahan dari buku ini untuk dijual atau tujuan komersial lainnya tidak diperbolehkan tanpa izin tertulis dari pemegang hak cipta.

Penolakan: Dokumen ini dibuat dengan dukungan penuh dari rakyat Amerika melalui United States Agency for International Development (USAID). Isi dari buku ini merupakan tanggung jawab dari Coral Triangle Support Partnership (CTSP) dan tidak selalu mewakili pandangan dari USAID ataupun Pemerintah Amerika Serikat.

(5)

Daftar Isi

Kata Pengantar... viii

Ucapan Terima Kasih... x

Ringkasan Eksekutif ... xi

1. KKP di Segitiga Karang ... 1

2. Pemantauan Terumbu untuk Menilai Kinerja Pengelolaan KKP ... 3

3. Memilih Pendekatan dan Protokol yang Tepat untuk Memantau KKP ... 5

-tujuan pemantauan ... 6

3.2 Membuat daftar centang ... 6

3.3 Menggunakan dan mengadaptasi protokol ... 8

4. Mendesain Pemantauan Terumbu Karang ... 9

4.1 Memulai dengan tujuan dan pertanyaan-pertanyaan pengelolaan dari KKP Anda ... 10

4.2 Memilih lokasi standar pemantauan ... 11

4.2.1 Tipe-tipe habitat terumbu karang ... 11

4.2.2 Seberapa banyak lokasi yang perlu disurvei? ... 11

4.2.3 Lokasi kontrol ... 13

4.2.4. Memilih lokasi pengamatan ... 14

4.3 Lokasi spesial dan strategis ... 15

4.3.1 Poin, puncak dan kanal ... 15

4.3.2 Lokasi Pemijahan Massal Ikan ... 16

4.3.3 Tipe-tipe terumbu karang lainnya ... 16

4.4 Frekuensi dan waktu pemantauan ... 17

4.5 Sumber-sumber tambahan ... 17

4.6 Membuat rencana pemantauan kesehatan terumbu bagi KKP Anda ... 17

4.7 Melatih tim Anda ... 18

4.7.1 Memperkirakan panjang ikan ... 18

4.8 Mempersiapkan ekspedisi pemantauan ... 19

5. Metode Survei Lapang ... 21

5.1 Merekam karakteristik lokasi dan detil kejadian pada kegiatan pemantauan ... 21

5.1.1 Karakteristik lokasi ... 21

5.1.2 Detil kegiatan pemantauan ... 22

5.2 Komunitas ikan ... 22

5.2.1 Transek sabuk ... 23

5.2.1.1 Daftar spesies ikan untuk transek sabuk ... 24

5.2.2 Survei renang jauh ... 25

5.2.2.1 Survei renang jauh – survei bentik skala besar ... 26

5.2.3 Poin, puncak, kanal dan lokasi pemijahan massal ikan... 26

(6)

5.3 Komunitas bentik: Transek titik menyinggung ... 28

5.3.1 Latar belakang ... 28

5.3.2 Metode ... 28

5.4 Memasukkan dan menyimpan data ... 29

6. Analisis, Interpretasi, dan Komunikasi Data ... 31

6.1 Memilih variabel ... 31

6.1.1 Variabel bebas (variabel independen)... 31

6.1.2 Variabel terikat (variabel dependen) ... 32

6.2 Analisis data ... 32

6.2.1 Pemrosesan data ... 32

6.2.2 Analisis statistik... 33

6.2.3 Penyajian data – ... 34

6.2.4 Interpretasi ... 41

6.3 Pelaporan dan Komunikasi ... 43

6.3.1 Blog Ekspedisi... 43

6.3.2 Laporan dari lapangan ... 43

6.3.3 Laporan teknis ... 44

6.3.4 Produk-produk komunikasi untuk pemerintah, pengelola, pemangku kepentingan dan masyarakat ... 45

7. Hal yang Sering Ditanyakan ... 46

Daftar Pustaka... 49

Lampiran ... 53

Lampiran 1. Contoh Rencana Pemantauan ... 53

Lampiran 2. Contoh Daftar Ikan untuk Survei Renang Jauh ... 56

Lampiran 3. Contoh Daftar Ikan untuk Survei Renang Jauh ... 58

Lampiran 4. Lembar Data untuk Transek Sabuk dan Survei Renang Jauh (Ikan) ... 59

Lampiran 5. Kategori Bentuk Hidup Bentik untuk Transek Titik Menyinggung/PIT ... 63

Lampiran 6. Beberapa Contoh Kategori Bentuk Hidup (dari English dkk. 1997) ... 64

Lampiran 7. Foto-foto Kategori Bentuk Hidup ... 65

Lampiran 8. Lembar Data PIT ... 76

(7)

Daftar Gambar

Gambar 1. Hubungan antara pemantauan dan pengelolaan... 4 Gambar 2. Contoh desain pengamatan untuk penilaian kuantitatif komunitas bentik dan ikan

pada dua tipe terumbu karang dalam suatu Kawasan Konservasi Perairan ... 13

Gambar 3. Diagram untuk melakukan survei pada poin dan tepian kanal ... 27 Gambar 4. Persentase tutupan rata-rata (±SE) untuk kategori-kategori bentuk utama

dalam zona larang tangkap dan zona pemanfaatan pada suatu KKP tahun 2009-2011 ... 36

Gambar 5. Tutupan karang keras yang menampilkan tutupan karang bercabang

dan karang meja pada setiap lokasi dalam zona larang tangkap dan zona pemanfaatan pada

a) 2009; b) 2010; dan c) 2011 ... 37

Gambar 6. Rata-rata biomassa ikan herbivora (±SE) dalam suatu lokasi pada zona pengelolaan

yang berbeda dari suatu KKP pada tahun 2009-2011 ... 38

Gambar 7. Rata-rata biomassa ikan karnivora (±SE) di seluruh lokasi dalam zona larang tangkap

dan zona pemanfaatan dari suatu KKP dari tahun 2009-2011 ... 39

Gambar 8. difference-in-difference) yang menunjukkan contoh lain

tentang cara analisis data untuk menggambarkan efektivitas pengelolaan. ... 40

(8)

Kata Pengantar

K

awasan Konservasi Perairan (KKP) merupakan komponen penting dari Inisiatif Segitiga Karang

untuk Terumbu Karang, Perikanan dan Ketahanan Pangan (CTI-CFF), dan menjadi salah satu

strategi utama untuk pengelolaan perikanan dan konservasi keanekaragaman hayati. Program

pemantauan yang didesain baik dan diimplementasikan secara efektif dapat menginformasikan

status ekologi sebuah KKP. Informasi ini bisa menjadi salah satu alat untuk mengukur kinerja KKP

dan dapat menyediakan dasar untuk pengelolaan adaptif. Protokol pemantauan yang

terstan-darisasi dibutuhkan untuk perbandingan yang lebih akurat dan informatif untuk menjangkau

daerah pengamatan dan evaluasi yang jauh lebih luas; dan ini sesuai dengan tujuan CTI-CFF untuk

mengkonservasi sumberdaya regional melalui strategi desain yang dijabarkan dalam Kerangka

Kerja dan Rencana Aksi Sistem Kawasan Konservasi Perairan

1

. ”Protokol Pemantauan Terumbu

Karang untuk Menilai Kawasan Konservasi Perairan” oleh Ahmadia, Wilson dan Green merupakan

protokol terbaru yang telah melalui uji coba dalam skala yang luas, dan merupakan hasil dari upaya

kolaboratif dari berbagai LSM, termasuk WWF, TNC, CI, dan WCS. Protokol ini dikembangkan untuk

menyediakan satu jalur dalam pengumpulan informasi ekologis untuk mengukur indikator yang

tertuang dalam Manual Sistem Pelaksanaan Pemantauan dan Evaluasi CTI-CFF

2

. Protokol ini akan

menyediakan informasi untuk indikator ekologis dasar (terutama untuk indikator keluaran dan

dampak CTI-CFF pada tingkat kesatu dan kedua) untuk mengetahui kemajuan pencapaian target

dalam Rencana Aksi Regional CTI-CFF. Protokol ini juga berperan untuk menyediakan informasi

untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait efektivitas sistem pengelolaan KKP yang diajukan

oleh Pemerintah Indonesia

3

.

Protokol Pemantauan Terumbu Karang untuk Menilai Kawasan Konservasi Perairan merupakan

revisi dan pemuktahiran dari panduan “Biological monitoring methods for assessing coral reef

health and management effectiveness of Marine Protected Areas in Indonesia, Version 1.0” yang

dibuat oleh Wilson dan Green pada tahun 2009 yang menyediakan bimbingan teknis permasalahan

tersebut untuk para praktisi lapangan di Indonesia. Meskipun protokol tersebut dikembangkan

untuk digunakan secara luas di seluruh Indonesia, protokol dibuat mengikuti standar global

setempat. Karena ekosistem dan spesies-spesies tersebut tersebar secara luas di seluruh Segitiga

Karang dan ekosistem laut tropis lainnya, maka protokol ini dapat pula digunakan oleh para praktisi

lapangan dimanapun. Oleh sebab itu, pemutakhiran diperlukan untuk memperluas cakupan

1 Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries and Food Security (CTI-CFF). 2013. Coral Triangle Marine Protected Area System Framework and Action Plan. CTI-CFF, United States Agency for International Development Coral Triangle Support Partnership and US National Oceanic and Atmospheric Administration, Cebu City, Philippines. 75 pp.

2 Coral Triangle Initiative on Corals, Fisheries and Food Security (CTI-CFF) 2013. Monitoring and Evaluation System Operations Manual. U.S. Coral Triangle Initiative Support Program and CTI-CFF Monitoring and Evaluation Working Group.

3 Directorate for Conservation of Area and Fish Species (2012). Technical Guidelines for Evaluating the Management Effectiveness of Aquatic, Coasts and Small Islands Conservation Areas (E-KKP3K). Jakarta: Directorate for Conservation of Area and Fish Species, Directorate General of Marine, Coasts and Small Islands, Ministry of Marine Affairs and Fisheries, ix + 61 pp.

(9)

penerapan protokol tersebut di lapangan, umpan balik dari pengguna, dan kemajuan-kemajuan

ilmu pengetahuan terbaru di bidang tersebut.

Laporan ini berisi banyak penyempurnaan yang dibutuhkan dan diminta oleh para praktisi lapangan,

dan menyediakakan bab-bab baru tentang analisis, pengolahan, dan interpretasi data. Kami

berharap bahwa dokumen tersebut dapat membantu para praktisi lapangan untuk mengembangkan

dan menerapkan program-program pemantauan yang efektif bagi KKP masing-masing.

Wawan Ridwan

(10)

Ucapan Terima Kasih

B

uku “Protokol pemantauan terumbu karang untuk menilai kawasan konservasi perairan” merupakan hasil dari upaya staf pengelola dan pemantauan dari banyak lembaga yang menyumbangkan informasi berharga dalam pengembangan versi protokol berikutnya. Tim penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada staf lapangan dari Conservation International (Nur “Ismu” Hidayat, Defy Pada, dan Edy Setyawan); The Nature Conservancy (Rizya Ardiwijaya, Purwanto dan Muhajir); dan WWF-Indonesia (Kartika Sumolang) yang melakukan uji coba lapangan dari panduan “Biological monitoring methods for assessing coral reef health and management effectiveness of Marine Protected Areas in Indonesia, Version 1.0.” dan memberikan umpan balik yang sangat baik. Kami juga ingin berterima kasih kepada Helen Fox (World Wildlife Fund – US), Sangeeta Mangubhai (IUCN), Andreas Muljadi (Coral Triangle Center) dan Stuart Campbell (Wildlife Conservation Society) atas kajian kritisnya terhadap protokol yang dikembangkan. Masukan-masukan berharga lainnya didapat dari Wawan Ridwan, Lida Pet-Soede, Estradivari dan Anton Wijonarno (World Wildlife Fund – Indonesia); Luz Baskinas (WWF-Philippines); Louise Glew dan Cathy Plume (Word Wildlife Fund – US); Tiene Gunawan, Mark Erdmann dan Matt Fox (Conservation International); Alan White (The Nature Conservancy); serta Pahala Nainggolan dan Payton Deeks (USCTSP). Terakhir, kami juga ingin berterimakasih pada Maurice Knight, sebagai Chief of Party for the Coral Triangle Support Partnership, atas dukungannya terhadap proyek ini. Tim penulis memohon maaf jika secara tidak sengaja ada orang ataupun pihak yang telah membantu mengembangkan protokol ini yang belum kami sebutkan.

(11)

Ringkasan Eksekutif

K

awasan Konservasi Perairan (KKP) dapat menjadi perangkat yang efektif untuk melindungi keanekaragaman hayati dan menjamin keberlanjutan perikanan pada terumbu dari ancaman penangkapan berlebih, praktik-praktik perikanan merusak, pencurian hewan liar, dan beragam aktivitas-aktivitas berbahaya atau ilegal lainnya. KKP sering dikelola melalui rencana zonasi dan pengelolaan untuk melindungi keanekaragaman hayati, kesehatan ekosistem terumbu karang dan populasi dari jenis-jenis ikan komersial kunci. Pemantauan biologis yang dijelaskan dalam protokol ini didesain untuk menentukan apakah pengelolaan suatu kawasan atau rencana zonasi telah berhasil untuk mencapai tujuan-tujuannya sekaligus menyediakan dasar untuk pengelolaan adaptif. Protokol ini menyediakan versi metode yang dimutakhirkan, disempurnakan, dan diperluas dari metode yang dijelaskan oleh Wilson dan Green (2009), “Biological monitoring methods for assessing coral reef health and management effectiveness of Marine Protected Areas in Indonesia” dengan mempertimbangkan pembelajaran-pembelajaran dari memasukkan komponen-komponen baru untuk menyediakan nasihat terkait analisis data dan pelaporan. Walaupun protokol ini dikembangkan di Indonesia, protokol juga tetap relevan bagi enam Negara Segitiga Karang karena memiliki habitat terumbu karang dan spesies-spesies yang sama.

Melaksanakan program pemantauan yang sukses membutuhkan langkah-langkah yang dimulai dari menentukan tujuan dan desain survei, survei lapangan, memasukkan dan analisis data, penulisan laporan, serta mengkomunikasikan hasil akhir. Tim pemantau harus fasih dalam menerapkan keterampilan tersebut, atau cobalah untuk mencari bantuan dari luar. Walaupun protokol pemantauan ini difokuskan pada aktivitas pengambilan data di dalam air, protokol juga menyediakan panduan untuk mengembangkan strategi pemantauan, perencanaan dan koordinasi pasca pengambilan data, pengelolaan data, analisis, interpretasi dan pelaporan.

Struktur komunitas bentik (komunitas karang, avertebrata lain dan alga) serta komunitas ikan digunakan sebagai ukuran kesehatan terumbu karang. Dokumen ini menjelaskan metode-metode untuk menilai kondisi komunitas bentik dan ikan pada terumbu karang secara sederhana, sesuai dengan metode pemantauan internasional yang direkomendasikan, dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, dan dapat dilakukan oleh staf pengelola KKP yang telah diberi pelatihan.

Komunitas bentik dinilai menggunakan Point Intercept Transect/PIT (Transek Titik Menyinggung) dimana bentuk hidup terumbu dicatat dengan selang 0,5 m di sepanjang transek sepanjang 3 x 50 m pada kedalaman 10 m di setiap lokasi. Komunitas ikan dinilai dengan menggunakan gabungan antara transek sabuk dan survei renang jauh. Jumlah dan ukuran ikan dari taksa tertentu (dapat berupa spesies atau famili) dalam transek sepanjang 5 x 50 m pada kedalaman 10 m di setiap lokasi dicatat. Daftar dari taksa yang harus dicatat dapat disesuaikan dengan jenis atau kelompok ikan yang memiliki nilai ekonomis atau ekologis setempat, walaupun biasanya pilihan taksa jatuh kepada jenis-jenis kunci untuk perikanan dan ikan herbivora yang berperan penting dalam mempertahankan kelentingan ekosistem terumbu karang. Ikan yang berukuran besar, dengan mobilitas tinggi dan rentan, seperti hiu, kerapu berukuran besar, ikan napoleon, dan ikan kakatua dihitung dan diukur menggunakan survei renang jauh dengan jarak paling tidak 400 m

(12)

komunitas ikan pada poin terumbu atau daerah-daerah dengan arus kuat yang memiliki kepadatan ikan yang tinggi.

Hasil pemantauan terumbu dapat digunakan sebagai dasar penilaian dari suatu kawasan. Jika dilakukan berulang-ulang menggunakan metode yang sama atau dapat dibandingkan, pemantauan dapat menyediakan informasi tentang kinerja KKP dalam hal:

Perlindungan kesehatan dan keanekaragaman komunitas bentik, dan

Menjaga atau meningkatkan kelimpahan, ukuran, dan biomassa ikan-ikan terumbu, terutama jenis-jenis yang menjadi target perikanan subsisten, artisanal, atau komersial.

(13)

K

awasan Konservasi Perairan (KKP) telah diterima secara luas sebagai suatu perangkat yang andal untuk menghadapi ancaman pada terumbu karang dan melindungi keanekaragaman hayati, habitat, dan jasa-jasa lingkungan (Lubchenco dkk., 2003) sekaligus sebagai perangkat pengelolaan perikanan (Russ 2002). KKP merupakan salah satu strategi kunci bagi konservasi dan perikanan berkelanjutan di Segitiga Karang (CTI Secretariat, 2009).

KKP memungkinkan adanya fokus dalam pengelolaan untuk mencegah aktivitas-aktivitas ilegal dan tak berkelanjutan melalui upaya penegakan hukum, sekaligus mendidik dan menyadarkan masyarakat melalui kegiatan-kegiatan penjangkauan. KKP dapat dikelola dalam bentuk:

1) Kawasan larang tangkap dengan larangan untuk semua bentuk kegiatan ekstraktif seperti perikanan. Pada kawasan yang padat penduduknya serta banyak bentuk pemanfaatannya, kawasan larang tangkap biasanya berukuran kecil dan dikelola oleh masyarakat setempat; yang seringkali menggunakan hukum-hukum adat seperti sasi di Indonesia. Pada daerah yang jarang penduduknya, kawasan tersebut dapat berukuran besar dan dikelola menggunakan kesepakatan antara masyarakat dan operator pariwisata; atau

2) KKP multiguna yang menggunakan rencana zonasi yang menjelaskan daerah-daerah mana dalam KKP tersebut yang sesuai untuk suatu bentuk aktivitas pemanfaatan tertentu. Walaupun terminologi untuk setiap zona bervariasi, rencana zonasi biasanya memasukkan daerah yang ditetapkan sebagai ‘zona larang tangkap’ (ZLT) yang tidak memperbolehkan perikanan atau aktivitas ekstraktif lainnya sebagai perangkat pengelolaan yang penting.

Ketika KKP dikelola dengan efektif dan sistem zonasi ditegakkan, banyak ancaman ‘di perairan’ sekitar terumbu karang, seperti penangkapan berlebih, perikanan merusak dan ilegal, serta pencurian hewan yang akan berkurang secara drastis. Banyak sekali contoh dari seluruh dunia yang menunjukkan bahwa pasca perlindungan dan pengelolaan yang baik, terumbu karang berikut dengan populasi ikan yang berasosiasi dengannya dapat pulih dari ancaman-ancaman tersebut (McCook dkk., 2010). Oleh sebab itu, dengan adanya pengelolaan KKP yang efektif, kesehatan terumbu karang dan populasi ikan akan meningkat dengan asumsi ancaman lingkungan tidak bertambah (misalnya limpasan sedimen atau nutrisi, atau peristiwa pemutihan massal karang, dan lain sebagainya). Program pemantauan terumbu karang dalam KKP digunakan untuk mengetahui perubahan kondisi kesehatan karang. Oleh sebab itu, pemantauan terumbu karang merupakan salah satu cara untuk mengetahui efektivitas desain dan penerapan rencana zonasi dan pengelolaan. Pemantauan terumbu karang dapat digabungkan dengan penilaian faktor-faktor lain dalam KKP, seperti tata kelola, kemajuan penerapan rencana zonasi dan pengelolaan, dan pemantauan sosial dan ekonomi; untuk

KKP di Segitiga

(14)

bagaimana untuk melaksanakan tipe-tipe penilaian yang lebih luas tersebut (Pomeroy dkk., 2005 dan Glew dkk., 2012).

Dokumen ini lebih difokuskan untuk menjelaskan cara mendesain, menerapkan, dan menginterpretasi program pemantauan terumbu karang untuk menguji dampak rencana zonasi KKP.

(15)

B

anyak KKP di seluruh dunia telah mengukur seberapa jauh dan seberapa cepat kesehatan terumbu dan populasi ikan meningkat pasca penerapan zonasi dan pengelolaan KKP menggunakan metode-metode pemantauan terumbu yang standar (Halpern 2003, Russ dkk., 2008, dan Aburto-Oropeza dkk., 2011). Informasi tersebut sangat berharga bagi pengelola dan pembuat kebijakan. Misalnya, di Samoa, Amerika Serikat, pemantauan ikan menunjukkan adanya penurunan drastis dari kelimpahan ikan kakatua yang menjadi dasar pelarangan secara nasional untuk penangkapan ikan malam hari menggunakan scuba (Wilkinson dkk., 2003). Pada Taman Nasional Wakatobi, pemantauan menunjukkan bahwa populasi ikan lebih terlindung pada zona larang tangkap di mana masyarakat setempat dilibatkan dalam pengelolaan dan penentuan daerah-daerah yang pengawasannya perlu ditingkatkan (Purwanto dkk., 2010). Pemantauan di Belize menunjukkan adanya penurunan kelimpahan ikan kakatua yang menjadi dasar pengeluaran larangan menangkap ikan kakatua secara nasional.

Pemantauan perlu diterapkan sebagai bagian terpadu dalam siklus pengelolaan KKP. Pemantauan akan berfungsi dengan baik jika pengelola dan staf pemantau bekerjasama. Terdapat beberapa langkah kunci dalam program pemantauan yang memerlukan kerjasama antara pengelola dan staf pemantau, yaitu:

1) Perencanaan. Sebelum pemantauan dilakukan, carilah pertanyaan-pertanyaan yang relevan bagi

para pengelola. Diskusi perlu dilakukan untuk membahas perubahan-perubahan yang diduga akan terjadi akibat pelaksanaan KKP dan membuat pertanyaan-pertanyaan khusus yang perlu dijawab oleh program pemantauan.

Sebagai contoh: Apakah populasi ikan pada zona larang tangkap meningkat? Apakah jenis-jenis ikan yang penting bagi masyarakat setempat membaik? Apakah ikan tersebut semakin besar? Apakah terumbu karang pulih?

2) Segera setelah survei. Diskusikanlah dengan pengelola kawasan yang dikunjungi tentang

temuan-temuan penting; adanya ancaman atau aktivitas ilegal yang diamati, kerusakan-kerusakan parah pada terumbu, kawasan dengan kondisi yang sangat baik, atau isu-isu lainnya.

3) Pelaporan. Staf pemantauan perlu menganalisis dan menginterpretasi data pemantauan sedemikian

rupa sehingga mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan pengelolaan yang sesungguhnya. Hasil pemantauan juga perlu dikomunikasikan dengan cara yang mudah agar dimengerti oleh orang awam. Laporan atau makalah ilmiah memang perlu disiapkan, tetapi ringkasan atau lembaran infor-masi yang berisi poin-poin penting dan rekomendasi juga perlu dibuat menggunakan bahasa yang non-teknis.

2

Pemantauan Terumbu

untuk Menilai Kinerja

(16)

Pemantauan merupakan komponen terpadu dalam pengelolaan. Hasil pemantauan dapat digunakan sebagai dasar dari keputusan-keputusan pengelolaan, seperti lokasi dan waktu sumberdaya pemantauan harus dialokasikan, rekomendasi-rekomendasi untuk regulasi untuk alat tangkap perikanan, serta membuat pengelola dapat melaporkan efektivitas KKP-nya pada pihak-pihak terkait dan masyarakat setempat. Keputusan-keputusan tersebut memengaruhi bagaimana sumberdaya pengelolaan yang terbatas perlu dialokasikan; serta akan memengaruhi pengguna sumberdaya setempat. Oleh sebab itu, pemantauan dan analisis data harus memiliki dasar ilmiah yang kuat, sehingga keputusan-keputusan pengelolaan akan dilandasi oleh informasi yang paling akurat. Kunci untuk menjamin program pemantauan ilmiah akan digunakan dan dapat mendukung pengelolaan adalah sebagai berikut:

1) Membuat desain pemantauan yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan pengelolaan; dan 2) Mengomunikasikan hasil pemantauan sedemikian rupa sehingga para pengelola dapat

menggu-nakannya (Gambar 1).

(17)

M

emilih program pemantauan dan protokol terbaik untuk KKP atau jejaring KKP, Anda harus mem-pertimbangkan banyak faktor. Tidak ada ‘satu’ protokol pemantauan yang sempurna yang akan menjawab seluruh pertanyaan-pertanyaan Anda; dan jatuh ke mana pun pilihan Anda, akan se-lalu ada kelebihan dan kekurangan. Salah satu pertanyaan terbesar yang dihadapi oleh pengelola dan tim pemantau adalah pemilihan strategi pemantauan; apakah harus:

1) Memantau secara intensif dan dalam jumlah banyak pada beberapa lokasi tertentu, dan/atau 2) Melakukan survei skala besar dan semi-kuantitatif pada kawasan yang luas.

Keputusan-keputusan tersebut harus dibuat untuk setiap KKP dengan mempertimbangkan tujuan yang ingin dicapai, sumberdaya, keterampilan tim pemantau, pendanaan, dan lain sebagainya. Penjelasan di bawah ini akan memberikan sedikit panduan untuk membantu Anda memilih pendekatan dan protokol terbaik untuk KKP Anda (lihat juga Boks 1).

Memilih Pendekatan dan

Protokol yang Tepat

untuk Memantau KKP

3

Boks 1. Definisi dan Prinsip-Prinsip Pemantauan

“Serangkaian pengukuran yang diulangi pada lokasi-lokasi atau individu-individu yang sama dalam rentang waktu tertentu dan digunakan untuk mengevaluasi kesuksesan dan dampak dari strategi pengelolaan (Kenchington & Ch’ng 1994, dalam Day 2008).”

Terdapat beberapa pendekatan dasar untuk pemantauan, yaitu: 1) Mengidentifikasi tujuan

2) Mengkaji pilihan-pilihan untuk pemantauan

3) Menentukan antara pemantauan intensif pada beberapa lokasi ATAU pemantauan yang kurang intensif pada kawasan yang lebih luas

4) Memilih dan mengikuti suatu protokol standar

5) Mengulangi pengukuran pada lokasi dan bulan yang sama dalam jangka waktu tertentu Ch’ng 1994, dalam Day 2008):

Penilaian Sumberdaya. Survei satu kali untuk mengetahui keanekaragaman hayati, memetakan kondisi ha bitat atau terumbu yang menjadi landasan perencanaan KKP.

(18)

per-3.1 Mengidentifikasi tujuan-tujuan pemantauan

Program pemantauan harus didesain untuk dapat mengukur kemajuan mencapai tujuan-tujuan pengelolaan yang tertuang dalam rencana pengelolaan KKP atau jejaring KKP. Untuk menjamin apakah program pemantauan Anda telah didesain untuk mengukur kemajuan capaian tujuan pengelolaan, Anda perlu mem-buat tujuan program pemantauan dengan jelas. Tujuan harus menjelaskan bagaimana data pemantauan akan digunakan.

Tujuan besar yang dapat dicapai menggunakan protokol pemantauan dalam buku ini adalah:

Menyediakan penilaian kuantitatif tentang efektivitas rencana zonasi KKP dalam meningkatkan kondisi komunitas bentik dan status populasi ikan di ekosistem terumbu karang.

Oleh sebab itu, protokol ini akan membuat Anda dapat menilai secara kuantitatif perubahan-perubahan komunitas bentik dan populasi ikan karang dari waktu ke waktu, pada zona yang berbeda-beda dalam KKP Anda. Metode yang dideskripsikan dalam buku ini sejalan dengan dengan metode pemantauan yang direkomendasikan dalam literatur ilmiah internasional (English dkk., 1997; Hill & Wilkinson, 2004).

Akan tetapi, jika tujuan Anda adalah untuk mendapatkan informasi dari suatu kawasan yang luas, atau untuk mendeteksi gangguan skala besar (misalnya, serangan bulu seribu, peristiwa pemutihan, atau pemboman ikan) dalam KKP Anda, maka metode manta tow (English dkk., 1997) kemungkinan menjadi metode yang lebih sesuai. Manta tow juga membutuhkan keahlian pengamat yang lebih rendah dengan pencatatan kategori bentik yang lebih sedikit, sehingga dapat melibatkan masyarakat dalam pemantauan. Akan te-tapi, perlu diingat bahwa manta tow tidak sesuai untuk survei ikan yang akurat, dan bukan termasuk

metode kuantitatif, karena metode tersebut lebih banyak mengandalkan perkiraan dari pengamat bukan pengukuran langsung.

Data yang dikumpulkan menggunakan protokol dalam buku ini dapat digunakan untuk menjawab banyak

pertanyaan-bentik dan ikan. Sebagai contoh, tujuan-tujuan pengelolaan seperti di bawah ini dapat diketahui untuk masing-masing zona KKP, yaitu:

Tren dalam populasi spesies-spesies perikanan penting; Tren dalam ukuran dan biomasa ikan;

Perubahan tutupan karang dan struktur dari komunitas bentik.

3.2 Membuat daftar centang

Jika Anda telah yakin bahwa tujuan-tujuan pemantauan KKP telah sejalan dengan tujuan dari protokol ini, maka langkah selanjutnya adalah menentukan apakah Anda memiliki cukup sumberdaya untuk melak-sanakan protokol ini. Tabel 1 disediakan sebagai daftar centang untuk menguji apakah protokol ini cocok untuk menjawab kebutuhan Anda. Jika protokol tidak dilakukan dengan cara yang seharusnya, maka akan mengurangi kegunaan dari data. Sebagai contoh, misalnya jika Anda tidak mampu mengambil cuplikan yang sesuai dengan jumlah minimal lokasi untuk dapat membandingkan banyak lokasi di dalam tipe zonasi yang berbeda-beda, maka pilihan-pilihan analisis data menjadi terbatas dan interpretasi terhadap tren yang terjadi menjadi kurang pasti.

Jika tidak tersedia cukup peralatan/waktu operasi, pendanaan, ataupun sebuah tim yang memiliki kete-rampilan yang dibutuhkan; maka protokol ini tidak boleh digunakan karena akan menganggu analisis data

(19)

Tabel 1: Daftar centang kriteria untuk menentukan protokol yang paling sesuai untuk KKP Anda

Kriteria Pertanyaan Mengapa Penting? Ya/Tidak?

1. Tujuan Apakah tujuan Anda adalah untuk menguji efektivitas ren-ca na pengelolaan KKP (atau ka was an kelola berbasis ma-sya rakat)?

Tujuan pemantauan perlu diselaras-kan dengan tujuan pengelolaan. Pro tokol ini didesain secara khusus untuk mememeriksa adanya per-ubah an kondisi lingkungan dari waktu ke waktu dan antara berbagai rezim pe ngelolaan KKP (misalnya, kawas an larang tangkap vs zona peman faatan atau di dalam vs di luar KKP berukuran kecil).

2. Peralatan dan Pelak-sana an

Apakah Anda memiliki peralat-an (misalnya, trperalat-ansek, GPS, kapal atau waktu berlayar, peralatan selam) untuk melak-sanakan pro tokol ini?

Tim pemantau perlu mendapatkan peralatan yang diperlukan untuk pe mantauan dan telah terlatih untuk meng gunakannya.

3. Keteram-pilan kolek tif dalam tim

Apakah Anda memiliki tim de ngan keterampilan yang mema dai untuk memantau semua aspek dalam protokol peman tauan?

Tim harus terdiri atas penyelam yang berpengalaman dan terlatih dalam atau biota bentik, memperkirakan pan jang ikan, serta sesuai dengan standar dariprotokol pemantauan ini (lihat bagian Melatih tim Anda, Subbab 4.7)

4. Alokasi waktu

Apakah tim Anda memiliki cu kup waktu untuk menyele-sai kan survei lapang an, meng analisis dan menginter-pretasi hasil-hasilnya, serta menulis laporan dan mengo-munikasikan hasilnya kepada para para pemangku kepen-tingan kunci?

Jika Anda tidak memiliki waktu atau komitmen untuk menganalisis dan menyampaikan hasil-hasil survei kepada para pemangku kepentingan kunci (misalnya, pengelola atau anggota masyarakat), maka akan sulit untuk mengkomunikasikan hasil secara berkala untuk dapat mengelola KKP secara adaptif.

5. Pendana-an

Apakah Anda memiliki pendanaan yang diperlukan untuk mendukung pencuplikan yang cukup untuk mewakili KKP?

Penting untuk menjamin tersedianya dana yang cukup untuk mendapatkan cuplikan yang mewakili KKP dan terdapat cukup lokasi ulangan pada zona-zona KKP yang berbeda-beda, serta pekerjaan analisis data dan

(20)

dan membatasi kemampuan Anda untuk menentukan apakah terjadi perubahan akibat penerapan rencana zonasi. Banyak terdapat pendekatan-pendekatan pemantauan lain yang dapat digunakan untuk menjawab tujuan-tujuan yang berbeda atau menyesuaikan dengan ketersediaan sumber daya dan keterampilan (dibahas dalam Hill &Wilkinson, 2004).

3.3 Menggunakan dan mengadaptasi protokol

Protokol pemantauan yang dijelaskan di bawah ini direkomendasikan sebagai standar dasar protokol pemantauan terumbu karang untuk menilai kinerja dari rencana pengelolaan dan aktivitas-aktivitas penge-lolaan untuk mencapai tujuan dari KKP.

Penting pula untuk mempertimbangkan alasan-alasan tertentu, misalnya keterampilan khusus dari tim pe-atau adaptasi pada

metode-untuk lokasi-lokasi yang memiliki arus kuat atau tempat di mana terumbu karang hanya terdapat pada tempat-tempat yang dangkal. Sebagai tambahan, pada beberapa KKP kemungkinan tersedia kemampuan dan sumberdaya tambahan untuk melaksanakan pemantauan tambahan pada lokasi-lokasi, kedalaman, atau tipe-tipe terumbu lainnya atau pengumpulan data untuk tema khusus. Sebagai contoh, Anda mungkin me miliki seorang pakar yang bergabung dengan tim pemantau dan mencatat penyakit karang, rekrutmen karang, atau memperluas cakupan spesies-spesies ikan. Jika hal tersebut memungkinkan, maka perlu di-pastikan bahwa

tambahan-dari protokol standar juga disediakan di dalam dokumen ini untuk menyesuaikan dengan beragam kondisi lingkungan dan situasi logistik (lihat Hal yang sering ditanyakan Bab 7).

(21)

S

etelah Anda mengisi daftar centang untuk meyakinkan bahwa Anda telah memiliki sumberdaya yang dibutuhkan untuk melaksanakan protokol pemantauan ini, maka langkah berikutnya adalah mende-sain rencana pemantauan terumbu karang. Sebuah rencana pemantauan terumbu karang harus memasukkan informasi tentang di mana, kapan, dan seberapa sering tim pemantau harus mencuplik KKP tersebut. Tim juga harus membuat keputusan-keputusan tentang:

Tipe habitat terumbu yang akan diamati (lihat 4.2.1. di bawah), Seberapa banyak lokasi yang perlu diamati,

Di mana saja lokasi berada,

Seberapa sering waktu pengamatan (misalnya, setahun sekali, atau setiap 2-5 tahun sekali), dan Kapan waktu terbaik dalam setahun untuk pengamatan (misalnya berdasarkan musim atau bulan). Desain dari rencana pemantauan KKP merupakan salah satu bagian tersulit dan terpenting dari program pe mantauan dan dedikasi waktu serta upaya yang cukup diperlukan untuk mengembangkan desain peng-amatan Anda. Anda perlu memastikan bahwa rencana pemantauan didesain dengan sangat hati-hati sehingga hasil dari pemantauan dapat dianalisis dengan benar serta mampu menjawab pertanyaan-per-tanyaan pengelola secara akurat. Subbab di bawah ini akan menyediakan panduan untuk membantu men-desain rencana pemantauan KKP yang efektif.

Rencana pengamatan untuk masing-masing KKP harus dibuat sendiri-sendiri (lihat subbab 4.8) dengan mempertimbangkan uniknya tipe terumbu dan kondisi lingkungan setempat, serta sumberdaya manusia dan keuangan yang tersedia pada setiap lokasi.

Karena pentingnya langkah ini, rencana pengelolaan KKP harus diperiksa paling

tidak oleh satu pakar yang memiliki keahlian dalam desain pemantauan terumbu

karang dan analisis statistik tingkat lanjut.

4

Mendesain Pemantauan

Terumbu Karang

(22)

4.1 Memulai dengan tujuan dan pertanyaan-pertanyaan pengelolaan

dari KKP Anda

Desain dari rencana pemantauan KKP perlu mencerminkan tujuan pemantauan dan pertanyaan-pertanyaan pengelolaan sekaligus. Tujuan besar dari protokol pemantauan ini adalah untuk menilai efektivitas dari rencana pengelolaan KKP yang mencakup kesehatan terumbu karang dan status populasi ikan. Untuk menguji adanya perbedaan antar zona di dalam KKP, maka diperlukan survei pada banyak lokasi dengan habitat terumbu yang serupa di setiap zona KKP tersebut. Dalam melaksanakan protokol ini, disarankan bahwa setiap survei dilaksanakan pada tipe terumbu yang paling umum dalam KKP Anda yang biasanya lereng yang curam dan habitat-habitat terlindung, termasuk gosong terumbu.

Boks 2. Mengidentifikasi dan mempertimbangkan variasi pola-pola alami

Semua data biologis akan berbeda tergantung lokasi dan waktu akibat adanya variasi alami pada lingkungan. Variasi alami tersebut perlu dipahami dan dipertimbangkan di dalam desain program pemantauan. Variasi-variasi tersebut terjadi sebagai akibat dari:

Variasi alami: Pola musiman Pengaruh pasang-surut Tipe terumbu Paparan terumbu Lereng terumbu Variasi dari pengamat:

Perbedaan antar pengamat

Akurasi dan presisi dari data (misalnya pengukuran vs perkiraan)

Tujuan dari suatu program pemantauan adalah untuk mendeteksi adanya variasi yang disebabkan per-bedaan-perbedaan akibat adanya pengelolaan–dalam kasus ini, perbedaan antar zona KKP. Jika data yang dihasilkan sangat bervariasi, kita kemungkinan tidak dapat mendeteksi perbedaan akibat pengelolaan. Oleh sebab itu, dalam program pemantauan harus dipastikan bahwa semua sumber variasi dipertimbangkan, dikurangi atau dihilangkan dalam desain survei. Misalnya, jika arus musiman atau pasang surut memengaruhi kelimpahan ikan, pemantauan harus dilakukan pada musim atau kondisi pasang-surut yang sama.

Perbedaan antar pengamat dapat dikurangi dengan memastikan bahwa orang yang sama yang mengambil data atau semua pengamat dilatih dengan baik dan melakukan ‘kalibrasi’ pengamatan secara berkala. Salah satu sumber kesalahan terbesar dalam metode ini adalah dalam penghitungan dan perkiraan panjang ikan, oleh sebab itu pengamat ikan harus sangat berpengalaman dan mengkalibrasi pengamatannya sebelum pemantauan dilakukan.

Jika terdapat pertanyaan-pertanyaan pengelolaan khusus tentang perubahan-perubahan pada lokasi spesial atau strategis (misalnya, lokasi-lokasi penyelaman populer, daerah dimana banyak ikan besar berkumpul, atau daerah yang mengalami atau rentan terhadap pemutihan atau gangguan lainnya, dan sebagainya), maka lokasi-lokasi tersebut juga dapat ditambahkan ke dalam rencana pengamatan KKP.

(23)

4.2 Memilih lokasi standar pemantauan

4.2.1 Tipe-tipe habitat terumbu karang

Langkah pertama dalam memilih lokasi terbaik untuk disurvei adalah dengan memilih tipe-tipe habitat terumbu karang yang akan diamati. Agar dapat mendeteksi adanya perbedaan antara zona larang tangkap dan zona pemanfaatan, penting bagi pemantau untuk membandingkan lokasi-lokasi dengan tipe habitat yang serupa, misalnya berdasarkan zona pada terumbu (seperti puncak terumbu, muka rataan, karang laguna, dan lain sebagainya) yang memiliki kondisi lingkungan dan karakteristik serupa (misalnya paparan, sudut kemiringan, dan limpasan sedimen). Hal tersebut disebabkan tipe habitat terumbu karang yang berbeda akan memiliki tipe komunitas karang dan ikan yang berbeda. Oleh sebab itu, lebih penting untuk mengukur perbedaan antar zona larang tangkap dan zona pemanfaatan dalam KKP dibandingkan hanya dengan meng-ukur perbedaan antara tipe-tipe terumbu yang berbeda.

Anda disarankan untuk memilih satu atau dua tipe habitat terumbu yang umum di dalam KKP Anda. Untuk memilih dengan tepat habitat mana yang akan digunakan, kumpulkanlah sebanyak mungkin data awal ten-tang terumbu karang dalam KKP Anda, misalnya paparan (terpapar, semi-terpapar, terlindung), tipe terumbu (misalnya atol, terumbu karang tepi, terumbu karang penghalang), zona terumbu (puncak terumbu, muka rataan, gosong, dan lain sebagainya), kemiringan lereng (misalnya dinding, rataan).

Metode-metode untuk mengumpulkan informasi awal tentang terumbu meliputi:

1. Pengamatan habitat dalam kawasan secara umum yang dapat dilakukan dengan snorkeling atau manta tow (English dkk., 1997).

2. Melihat peta dan citra (misalnya dari penginderaan jauh) yang menunjukkan batas-batas terumbu karang.

3. Merujuk laporan dan publikasi terdahulu, yang juga dapat berupa kajian cepat ekologi (rapid ecolo-gical assessment – REA).

4. Berkonsultasi dengan operator penyelaman, masyarakat setempat, ilmuwan, atau pihak terkait lainnya yang mengenal terumbu karang di dalam KKP.

Jika memungkinkan, pemantauan perlu distandarisasi dan dilakukan pada satu atau dua tipe habitat terum-bu utama yang memungkinkan untuk diamati (dengan mempertimbangkan kondisi cuaca, arus dan lain seba gainya) serta mewakili zona larang tangkap dan zona pemanfaatan.

4.2.2 Seberapa banyak lokasi yang perlu disurvei?

Dalam rencana pemantauan yang standar, setelah tipe habitat terumbu dipilih, langkah selanjutnya adalah menentukan jumlah dan lokasi survei untuk setiap tipe habitat terumbu.

Perhitungan jumlah lokasi untuk diamati dalam KKP Anda akan bergantung pada: Tujuan,

Luas KKP,

Jumlah dan keanekaragaman tipe habitat terumbu, dan Sumberdaya yang tersedia.

(24)

Perencanaan yang hati-hati dan diskusi dengan seluruh tim KKP diperlukan untuk menentukan keputusan-keputusan dalam merencanakan pemantauan yang meliputi pilihan lokasi yang cukup untuk mendeteksi adanya perubahan kondisi terumbu karang dari waktu ke waktu dan pada zona pengelolaan yang berbeda; melakukan survei dengan jumlah yang cukup untuk mewakili sebagian besar KKP dan secara bersamaan bekerja menggunakan sumberdaya yang tersedia. Pada terumbu karang, variasi alami antar lokasi cenderung tinggi, terutama pada populasi ikan (lihat Boks 2). Hal tersebut berarti pengamatan ulangan dalam jumlah yang cukup di setiap zona diperlukan agar dapat mendeteksi adanya perbedaan karena pengelolaan bukan hanya variasi alami.

Karena tujuan dari pemantauan adalah membandingkan efektivitas zonasi pengelolaan KKP (larang tangkap vs zona pemanfaatan) terhadap komunitas bentik dan ikan, lokasi-lokasi pengulangan dibutuhkan untuk setiap tipe zona dan habitat terumbu. Jika hanya satu tipe habitat terumbu yang dominan di dalam KKP dan merupakan satu-satunya tipe habitat yang diamati, maka disarankan untuk mengambil sampel sebanyak 8-12 lokasi pada setiap zona pengelolaan. Hal tersebut akan menjamin cukupnya cakupan spasial dari KKP. Akan tetapi, jika KKP Anda berukuran sangat besar, maka lebih banyak lokasi dapat ditambahkan. Jika Anda memasukkan dua atau lebih tipe terumbu, maka jumlah lokasi yang disarankan adalah 5-8 di setiap tipe ha-bitat yang dipilih dalam setiap zona pengelolaan.

Jika terdapat sumberdaya tambahan dan/atau KKP berukuran besar, maka penambahan lokasi di atas ba-tas minimal yang disarankan akan meningkatkan ‘daya’ atau kemampuan uji-uji statistik untuk mendeteksi adanya perubahan pada zona-zona pengelolaan.

Desain pengamatan pada Gambar 2 dapat digunakan untuk mengetahui perbedaan antara kawasan yang di lindungi penuh (larang tangkap) dan zona pemanfaatan (pemanfaatan tradisional atau pemanfaatan umum) untuk dua tipe habitat yang umum di dalam KKP.

Pada tipe habitat A, pilihlah paling tidak 5-8 lokasi ulangan di dalam zona larang tangkap dan 5-8 lokasi pada kawasan di luar zona larang tangkap (lokasi kontrol – lihat di bawah) = dengan sub total menjadi 10-16 lokasi.

Pada tipe terumbu B, pilihlah paling tidak 5-8 lokasi ulangan di dalam zona larang tangkap dan 5-8 lokasi pada kawasan di luar zona larang tangkap = dengan sub total menjadi 10-16 lokasi.

Desain seperti di atas akan menghasilkan jumlah lokasi pengamatan sebanyak 20-32 lokasi per KKP untuk

Boks 3. Tipe habitat tidak selalu dapat dipilih langsung

Memilih tipe habitat terumbu mana yang akan diamati tidak selalu dapat langsung dilakukan dan memerlukan pengetahuan tentang terumbu karang dalam KKP sekaligus pertimbangan para pakar untuk membantu memilih habitat mana yang cocok sebagai lokasi ulangan. Misalnya, mengkategorikan tipe-tipe paparan yang berbeda dapat sulit untuk dilakukan. Akan jauh lebih mudah untuk membedakan antara terumbu yang sangat terpapar dengan terumbu yang terlindung (dalam laguna), tetapi terdapat variasi paparan di antara kedua ujung ekstrim tersebut. Untuk menentukan lokasi mana yang akan digunakan membutuhkan pengetahuan tentang kawasan (karena beberapa terumbu karang dapat menjadi terpapar pada waktu-waktu yang berbeda dalam setahun), dan telah terbiasa dengan terumbu karang dan masyarakat yang disokongnya. Kadang-kadang, pengumpulan data awal diperlukan untuk menentukan perbedaan antar te rumbu dan rentang habitat di dalam dan di luar suatu KKP. Oleh sebab itu, konsultasi dengan seorang pakar disarankan dalam pemilihan habitat terumbu apa yang akan digunakan dan di mana habitat tersebut terletak.

(25)

pemantauan standar, ditambah dengan lokasi-lokasi spesial dan strategis (lihat Subbab 5.2.3). Dengan satu tim yang berisi 5 orang dan melakukan 3 penyelaman sehari, maka pemantauan standar pada 20-32 lokasi dapat dilakukan dalam waktu 7-11 hari. Waktu tambahan dapat diberikan untuk lokasi-lokasi khusus dan strategis serta berjaga-jaga jika terjadi kerusakan alat/cuaca buruk yang dapat terjadi di setiap lokasi.

4.2.3 Lokasi kontrol

Memantau lokasi kontrol di luar KKP akan menyediakan perbandingan terhadap terumbu-terumbu yang ada di dalam KKP. Jika lokasi kontrol diukur sebelum adanya intervensi konservasi (KKP) diterapkan (disebut kontrol dasar) dan lokasi kontrol tersebut kemudian dipantau pasca penerapan KKP, maka Anda dapat mem bandingkan perbedaannya melalui perubahan pada ekosistem terumbu di dalam dan di luar KKP, yang pada akhirnya dapat digunakan untuk mengukur dampak intervensi konservasi (KKP) secara langsung. Pendekatan seperti di atas disebut dengan Evaluasi Dampak (lihat Boks 4).

Pada situasi-situasi tertentu kita mungkin ingin membandingkan kawasan di dalam dengan lokasi kontrol di luar KKP yang hanya memiliki sedikit rezim pengelolaan atau tidak ada sama sekali. Atau dapat pula kita membandingkan zona-zona dalam KKP dengan rezim pengelolaan yang berbeda-beda, misalnya, mem-bandingkan antara zona larang tangkap dengan zona pemanfaatan dimana perikanan diperbolehkan (dalam kasus ini, zona pemanfaatan bertindak sebagai kontrol untuk mengukur efektivitas zona larang tangkap). Lokasi kontrol dipasangkan dengan lokasi-lokasi dalam KKP yang memiliki karakteristik serupa. Ulangan

Gambar 2. Contoh desain pengamatan untuk penilaian kuantitatif komunitas bentik dan ikan pada dua

tipe terumbu karang dalam suatu Kawasan Konservasi Perairan. S = Lokasi, T = Transek. Perhatikan bahwa tiga transek digunakan untuk komunitas bentik dan lima transek ditambah satu survei renang jauh

(26)

dalam jumlah yang sama diperlukan untuk menjamin adanya data statistik yang cukup. Satu lokasi kontrol sebenarnya dapat dipasangkan dengan lokasi-lokasi pada banyak KKP. Terdapat banyak metode untuk “pe-masangan” lokasi kontrol yang dapat dibaca di Rosenbaum (2010) dan Callendo & Kopieing (2008).

Boks 4. Evaluasi Dampak

Evaluasi dampak menjawab permasalahan sebab akibat. Dengan kata lain, evaluasi tersebut berupaya untuk mengerti bagaimana intervensi konservasi atau pengelolaan tertentu (misalnya kawasan konservasi laut) dapat berdampak pada variabel yang diteliti yang disebut dengan hasil. Hasil yang dievaluasi dapat berupa aspek ekologi atau sosial, dan memasukkan efek intervensi yang diinginkan maupun yang tidak diinginkan. Secara sederhana, evaluasi dampak menanyakan ‘Apa dampak intervensi konservasi pada hasil yang diteliti?’ (Glew 2013).

4.2.4. Memilih lokasi pengamatan

Tim pemantau perlu bekerjasama untuk menentukan posisi tepatnya untuk pemantauan. Tim disarankan untuk berkonsultasi dengan anggota tim KKP lainnya dan seorang pakar KKP. Daftar di bawah ini menjelaskan hal-hal kunci yang harus dipertimbangkan untuk memilih lokasi:

Pemantauan harus diakukan pada banyak lokasi dalam suatu KKP dan disebar luas untuk menjamin Dalam setiap tipe habitat terumbu dan zona KKP, perlu dipilih lokasi-lokasi yang memiliki karakteristik serupa dan cukup luas untuk memasang transek ulangan dan atau lokasi ulangan.

Survei ikan dan bentik akan dilaksanakan pada tempat yang sama. Survei ikan membutuhkan luasan yang lebih besar–paling tidak 700 m dengan habitat yang serupa, 300 m untuk transek sabuk, dan 400 m untuk survei renang jauh.

Jika memungkinkan, tiap-tiap lokasi harus dipisahkan dengan jarak yang cukup (paling tidak beberapa ratus meter, disarankan 500 m).

Jika memungkinkan, cobalah untuk memilih lokasi-lokasi yang serupa satu sama lain. Misalnya, bagian tengah zona larang tangkap, atau memiliki jarak yang sama dengan desa/atau aktivitas lain (hindari bagian tepi dari zona larang tangkap dimana penangkapan ikan dapat terjadi).

Lokasi penelitian aman untuk diselami dan tidak membahayakan penyelam (misalnya, arus kuat akan menyulitkan dalam pemasangan pita transek).

Boks 5. Mengacak desain pengamatan

Untuk mengurangi bias dalam desain pengamatan, sebisa mungkin pemilihan lokasi harus diacak. Hal tersebut tidak berarti Anda dapat asal menempatkan titik pada peta terumbu karang dan memilihnya se-ba gai lokasi penelitian; tetapi se-bahwa ketika terdapat area dengan tipe habitat terumbu yang homogen tersebut. Pasca dilakukannya survei umum, Anda akan mendapatkan indikasi distribusi tipe-tipe habitat te rumbu. Lokasi-lokasi yang cocok harus dipilih dari dalam kawasan tersebut. Metode tersebut dikenal de-ngan “pemilihan acak berblok”. Akan tetapi, setelah lokasi telah dipilih, tim harus memantau lokasi yang sama pada survei-survei berikutnya.

(27)

4.3 Lokasi spesial dan strategis

Pada KKP mana pun, kemungkinan besar dapat ditemukan beberapa lokasi yang diminati secara khusus oleh para pemangku kepentingan, pengelola, atau pengguna KKP yang tidak masuk ke dalam rencana peng-amatan standar untuk menilai efektivitas rencana zonasi seperti yang dijelaskan di atas. Sebagai contoh, lokasi-lokasi penyelaman pada poin atau puncak di mana ikan berkumpul dalam jumlah besar pada suatu waktu, lokasi-lokasi yang mengalami atau rentan terhadap pemutihan karang atau gangguan lainnya seperti laguna, kawasan terlindung yang menjadi rumah bagi beragam karang dan ikan yang tidak biasa. Terumbu karang di dalam laguna atau kanal memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan terumbu karang pada lereng terumbu yang terbuka, sehingga tidak dapat dihitung sebagai ulangan dalam pemantauan standar. Lokasi-lokasi strategis dapat meliputi terumbu-terumbu yang terletak pada jarak yang berbeda-beda dari dampak yang berasal dari daratan, sehingga perubahan-perubahan sebagai dampak dari darat terhadap eko sistem terumbu karang dapat diketahui pengaruhnya dari waktu ke waktu.

Lokasi-lokasi khusus dan strategis biasanya tidak dipilih sebagai dasar dari program pemantauan standar di dalam suatu KKP karena alasan-alasan berikut ini:

1. Biasanya tidak terdapat cukup lokasi dengan kondisi serupa (ulangan) baik di dalam zona larang tang kap maupun zona pemanfaatan.

2. Kondisi-kondisi seperti arus kuat atau kedalaman penyelaman yang lebih dalam membuat metode yang lengkap (transek ditambah survei renang jauh) tidak dapat dilakukan karena alasan logistik mau pun keamanan.

3. Populasi ikan sangat bervariasi dan butuh diamati pada kondisi pasang-surut dan waktu yang tepat, serta dibutuhkan pengamatan lebih dari setahun sekali untuk mendeteksi adanya perbedaan sejati. Jika terdapat lokasi yang menarik (terkait dengan tujuan-tujuan pengelolaan) atau terdapat sumberdaya tam bahan yang tersedia, lokasi spesial dan strategis harus dimasukkan ke dalam rencana pengamatan. Perubahan-perubahan pada tiap-tiap lokasi tersebut diamati dari waktu ke waktu sehingga pengelola dapat mengetahui perubahan penting atau proses yang terjadi dalam habitat tersebut.

Data dari lokasi spesial dan strategis harus dianalisis secara terpisah dari lokasi

pemantauan standar

4.3.1 Poin, puncak, dan kanal

Poin, puncak, dan kanal sering mengalami arus kuat, sehingga sering pula memiliki kepadatan ikan besar yang lebih tinggi dibandingkan dengan habitat terumbu karang lainnya. Lokasi-lokasi tersebut seringkali populer sebagai lokasi penyelaman dan pengamatan dari operator penyelaman dapat menunjukkan apakah kawasan tersebut membaik karena pengelolaan KKP. Penting juga bagi tim untuk menguji apakah pendapat tersebut dapat dibuktikan secara ilmiah. Sebagian lokasi-lokasi tersebut juga merupakan lokasi pemijahan ikan massal yang membutuhkan protokol pemantauan khusus (lihat di bawah ini).

Keberadaan ikan besar secara alami sangat bervariasi karena waktu harian, arus, musim memijah, dan pergerakan jarak jauh dari spesies-spesies tersebut. Lokasi-lokasi tersebut memiliki variasi yang jauh lebih

(28)

dalam satu tahun, atau dalam waktu pemantauan jangka panjang yang telah dilakukan selama beberapa tahun. Jumlah dan lokasi dari setiap titik pengambilan sampel harus mewakili tujuan pemantauan dan pertanyaan-pertanyaan pengelolaan yang ingin Anda jawab. Lokasi-lokasi tersebut seringkali merupakan lokasi yang menarik untuk pengelola dan pemangku kepentingan lainnya, oleh sebab itu, pemilihan loka-si dan penentuan seberapa sering harus dipantau memerlukan pertimbangan hati-hati tentang sumber-daya dan seberapa banyak informasi yang dapat disarikan dari memantau lokasi-lokasi tersebut. Per-timbangan penting lainnya dalam pemantauan adalah keamanan, terutama karena beberapa kawasan atau lokasi pengamatan memiliki arus yang sangat kuat. Sebagai contoh, pemantauan lokasi-lokasi yang sangat bervariasi hanya dalam waktu sekali dalam dua tahun, tidak akan mencukupi untuk mewakili kondisi lingkungan dari lokasi. Kemungkinan besar, pemantauan perlu dilakukan lebih sering untuk dapat mengetahui variasi dan mendeteksi perubahan akibat pengelolaan bukan akibat variasi alamiah (lihat Hal yang sering ditanyakan, Bab 7).

pada

lokasi-4.3.2 Lokasi Pemijahan Massal Ikan

Banyak ikan yang berkumpul untuk memijah atau makan (untuk informasi lebih lanjut silahkan kunjungi Society for Conservation of Reef Fish Aggregations di http://www.scrfa.org/). Bagi sebagian besar spesies tersebut, memijah massal meningkatkan peluang berkembang biak. Kebanyakan dari spesies tersebut juga penting untuk perdagangan. Saat ini, telah diterima secara luas bahwa penangkapan ikan yang tidak terkelola pada lokasi berkumpulnya ikan, terutama pemijahan massal, dapat mengurangi populasi ikan secara drastis dan memberikan dampak yang tak diinginkan bagi spesies tersebut serta mata pencaharian bagi

orang-dan mengukur kesuksesan zona KKP dalam melindunginya. Karena pentingnya kawasan tersebut, maka protokol pemantauan khusus tersedia untuk memantau lokasi-lokasi pemijahan massal ikan (lihat http:// www.scrfa.org/get-involved/methods-manual-home.html).

4.3.3 Tipe-tipe terumbu karang lainnya

Terumbu karang meliputi beragam tipe terumbu dan hanya satu atau dua terumbu utama yang akan diamati dalam rencana pemantauan standar. Pengelola dapat pula tertarik untuk melakukan survei beberapa contoh dari tipe-tipe terumbu karang yang berbeda, misalnya, terumbu yang mengalami suhu yang sangat tinggi dalam laguna, atau terumbu yang sangat terlindung dan berisi beragam spesies karang dan ikan yang tidak biasa, atau terumbu yang telah pulih dari kerusakan akibat pemutihan karang sebelumnya, bulu seribu, atau perikanan merusak. Selain itu, pengelola sering ingin memeriksa dampak dari gangguan lainnya seperti sedimentasi atau pembangunan pesisir dan memasukkan beberapa lokasi tambahan untuk perbandingan.

Lagi-kondisi setempat, misalnya, survei mungkin sebaiknya dilakukan di tempat yang dangkal, dan transek yang

-dari metode harus didiskusikan dengan seorang pakar untuk menjamin metode-metode dan desain peman-tauan sejalan dengan pertanyaan pengelolaan.

(29)

4.4 Frekuensi dan waktu pemantauan

Waktu pengamatan dalam setahun perlu mempertimbangkan ketersediaan sumberdaya dan tim serta kon-disi cuaca. Pengamatan harus dilakukan pada waktu yang sama dalam setahun, baik jika KKP dipantau setiap tahun atau tiga tahun sekali.

Jika memungkinkan, pengamatan disarankan dilakukan ketika suhu air laut pada kawasan tersebut ber ada pada nilai yang paling tinggi. Saat tersebut merupakan saat dimana terumbu karang mengalami ‘tekan-an’ tertinggi, sehingga dapat memberikan indikasi kesehatan terumbu yang paling baik. Tim akan mampu menilai dan melaporkan adanya pemutihan karang dan mencatat keberadaan penyakit karang atau gang-guan lainnya.

Pemantauan pemijahan ikan massal membutuhkan survei khusus ketika spesies-spesies target berkumpul (lihat http://www.scrfa.org/get-involved/methods-manual-home.html).

Program pemantauan ini didesain untuk pengambilan sampel setiap 1-3 tahun dan frekuensi akan bergan-tung pada pertanyaan-pertanyaan pengelolaan dan sumberdaya yang tersedia. Disarankan pada awalnya (3-5 tahun pertama) tim melaksanakan survei secara tahunan karena akan menjamin bahwa tim terbiasa

menggunakan metode- -sumber

vari-asi, seperti kesalahan pengamat dan melatih seluruh anggota tim mencapai standar yang tinggi.

4.5 Sumber-sumber tambahan

Jika terdapat sumber tambahan yang tersedia, perlu dipertimbangkan dengan hati-hati apakah alokasi sumber ter sebut dapat digunakan untuk memaksimalkan manfaat dari pemantauan. Sebagai contoh, jika Anda memiliki dua KKP yang berbeda yang memiliki perbedaan ukuran yang besar, maka akan lebih bijak untuk menggunakan sumberdaya tambahan tersebut untuk mengamati habitat-habitat tambahan dalam KKP yang lebih besar untuk mendapatkan pemahaman yang lebih luas tentang rentang kondisi lingkungan dalam KKP tersebut.

4.6 Membuat rencana pemantauan kesehatan terumbu bagi KKP Anda

Sebuah rencana pemantauan terumbu karang harus disiapkan untuk setiap KKP. Dokumen tersebut hanya memerlukan 1-3 halaman saja dan menggambarkan hal-hal berikut (lihat Lampiran 1):

Tujuan pemantauan dan pertanyaan-pertanyaan pengelolaan.

Posisi dan jumlah lokasi pengamatan dalam bentuk peta dan titik koordinat.

Penjelasan lokasi mana yang menjadi bagian dari pemantauan standar dan yang mana yang meru-pakan lokasi spesial dan strategis.

Modifikasi-modifikasi metode untuk lokasi-lokasi spesial dan strategis.

Waktu pengamatan yang meliputi waktu dalam setahun, waktu dalam sehari, dan posisi pasang-surut yang relevan.

Spesies-spesies ikan target untuk lokasi pengamatan.

Informasi spesifik atau detil lainnya yang dibutuhkan untuk menjamin bahwa pemantauan dapat di-ulangi lagi atau faktor apa saja yang dapat memengaruhi hasil.

(30)

4.7 Melatih tim Anda

Sebelum melakukan pemantauan menggunakan metode yang dipaparkan dalam dokumen ini, tim pemantau perlu dilatih, kemudian lulus dari ujian kompetensi dan mengkalibrasi hasil pengamatannya sehingga per-bedaan-perbedaan data antar pengamat dapat diminimalkan. Jika pengamat yang berbeda digunakan untuk periode pemantauan yang berbeda atau untuk lokasi yang berbeda dalam satu waktu, penting untuk men catat apa saja yang menjadi perbedaan-perbedaan tersebut dalam metode dan basis data Anda. Hal tersebut karena kita perlu mengetahui jika suatu spesies ikan tidak ditemukan dalam setahun, apakah karena memang tidak ada atau karena pengamat tidak mengetahui atau tidak mencatat spesies tersebut. Pelatihan harus dilakukan terpisah dari pemantauan. Jika pelatih berupaya untuk mengajarkan sambil meng ambil data, data yang didapat tidak akan memiliki kualitas yang baik. Pendekatan terbaik adalah de-ngan melatih anggota tim di luar dan di dalam air hingga mereka mencapai tingkat kompentensi minimal (Tabel 2) kemudian dilanjutkan dengan melaksanakan pemantauan dengan segera.

4.7.1 Memperkirakan panjang ikan

Memperkirakan panjang setiap ikan yang terlihat di dalam transek sabuk atau survei renang jauh seaku-rat mungkin merupakan komponen penting dalam protokol ini. Data panjang ikan dibutuhkan untuk mem-perkirakan biomassa dari suku atau jenis ikan tersebut, sekaligus merupakan sumber potensi kesalahan terbesar dalam program pemantauan ikan. Penting sekali bagi semua pengamat ikan untuk mendapatkan pelatihan yang cukup sehingga mereka mampu memperkirakan panjang ikan dengan akurat sambil berenang di air. Semua ikan diperkirakan menggunakan Panjang Total (Total Length –TL), yang diukur dari ujung moncong ikan hingga ujung ekor. Biasanya pengamat diberi tugas untuk menghitung dua kelas ukuran ikan–yaitu kecil hingga sedang (10-35 cm) atau besar (>35 cm) – akan tetapi, pengamat harus mampu untuk menghitung semua kelas ukuran.

Tingkat akurasi dari semua pengamat ikan harus dicatat pada awal pemantauan sehingga besar kesalahan dari perkiraan akan diketahui. Idealnya, pengamat ikan juga harus dapat memperkirakan panjang ikan hing-ga akurasi 5 cm dan terus berupaya untuk mencapai akurasi tersebut denhing-gan berlatih. Akan tetapi, peng-amat ikan dengan akurasi 10 cm juga dapat berpartisipasi dalam pemantauan.

Panduan di bawah ini perlu diikuti ketika memutuskan cara mengukur panjang ikan.

A. Pengamat harus dilatih menggunakan model ikan dari beragam ukuran baik di luar maupun di dalam air dan didampingi oleh pengamat ikan yang berpengalaman untuk membandingkan hasil yang di-peroleh dalam survei bawah air.

B. Idealnya, semua pengamat ikan harus dilatih untuk mengukur ikan dengan interval 5 cm untuk be-ragam ukuran ikan yang besarnya lebih dari 10 cm. Ukuran TL minimal 10 cm harus digunakan untuk memisahkan juwana ikan karena metode ini tidak sesuai untuk mengukur juwana secara akurat yang kemungkinan sulit dilihat dan sering menyembunyikan diri di antara substrat. Panjang ikan perlu di-catat dengan interval 5 cm misalnya, 10-15 cm (titik tengahnya 12,5 cm); 15-20 cm (titik tengahnya 17,5 cm); dan lain sebagainya.

C. Jika pengamat ikan belum mencapai akurasi interval 5 cm, mereka perlu mencatat perkiraan ukuran ikan (misalnya 13, 24, 31 cm) dan mencatat tingkat akurasinya di dalam air (misalnya 10 cm).

(31)

4.8 Mempersiapkan ekspedisi pemantauan

Setelah Anda mendesain rencana pemantauan dan melatih tim pemantau, terdapat beberapa tugas penting yang perlu dimasukkan ke dalam rencana ekspedisi pemantauan.

1) Pesanlah semua peralatan yang dibutuhkan dan kertas bawah air yang akan menjadi lembar data. Pastikan semua lembar data dicetak paling tidak seminggu sebelum survei pemantauan. Kadang-kadang mendapatkan peralatan khusus di tempat-tempat terpencil akan sulit dilakukan, oleh sebab itu, penting untuk memperkirakannya.

2) Tanyakan pada tim lapangan atau patroli pengawasan tentang kondisi-kondisi atau aktivitas-aktivitas apa pun yang dapat berpengaruh pada lokasi yang telah dipilih. Sebagai contoh, adanya laporan terbaru tentang pemboman atau bulu seribu, dan lain sebagainya.

3) Semua anggota tim sebanyak apa pun pengalamannya perlu latihan penyegaran paling tidak satu minggu sebelum pengambilan data untuk menguji akurasi dan saling mengkalibrasi bagi pengamat

Tabel 2. Keterampilan dan kompetensi minimal untuk setiap anggota tim pemantau

Keterampilan Target Capaian

Menyelam

-waypoint

(32)

-komunitas bentik (tim bentik) dan identifikasi serta perkiraan panjang ikan (tim ikan). Hal tersebut harus dilakukan paling tidak sebanyak empat kali penyelaman atau hingga seluruh pengamat ter-kalibrasi untuk mengambil data yang sama dari lokasi yang sama.

4) Identifikasilah tim pemantau dan berilah peran dan tanggung jawab untuk semua tugas, mulai dari mengisi ulang baterai kamera, mengurus dan memperbaiki pita transek, menggunakan unit GPS, me-masukkan dan menyimpan data, mengecek bahan bakar, mengisi tabung selam, mendiskusikan rute dan lokasi menaruh jangkar dengan kapten kapal (jika dibutuhkan), dan lain sebagainya. Sebagian besar tugas-tugas tambahan tersebut penting bagi kesuksesan dan kelancaran survei.

5) Persiapkan peta terumbu karang dalam KKP berukuran besar dan telah dilaminating yang telah berisi semua lokasi pengamatan dan nomor-nomor identitasnya serta rencana zonasi. Anda juga perlu menyiapkan sebuah daftar secara terpisah, yang berisi nomor lokasi, nama, koordinat, tipe lokasi (standar atau spesial/strategis) dan tipe habitat terumbu karang.

6) Perlu pula untuk menyiapkan prosedur rencana darurat jika terjadi situasi darurat. Harus ada daftar centang dari daftar perlengkapan darurat (peralatan oksigen, kotak pertolongan pertama, komunikasi radio/telepon seluler dan lain sebagainya) dan semua peralatan perlu ditempatkan di dalam kapal dalam kondisi siap pakai. Harus pula disiapkan daftar kontak kamar dekompresi/rumah sakit selam dan kantor SAR dengan beberapa pilihan. Semua orang yang menjadi bagian dari tim pemantau (termasuk awak kapal) harus terbiasa dengan rencana darurat tersebut. Baik pula jika tim pemantau dan awal kapal terlatih dalam pertolongan pertama, CPR, dan penggunaan oksigen.

(33)

S

urvei lapang meliputi survei komunitas bentik dan ikan dalam terumbu karang. Metode-metode yang dijelaskan disini berdasarkan standar metode pemantauan terumbu karang yang digunakan di banyak KKP di seluruh dunia, termasuk di negara-negara berkembang. Metode tersebut bersifat kuantitatif sehingga pengukuran secara hati-hati dilakukan pada lokasi dengan jumlah terbatas. Akan tetapi, ketika protokol ini dilaksanakan, metode-metode tersebut akan mampu untuk mendeteksi adanya perubahan pada komunitas bentik dan ikan akibat pengelolaan bukan sekedar variasi alami saja.

5.1 Merekam karakteristik lokasi dan detil kejadian pada kegiatan

pemantauan

Karakteristik lokasi dan detil kejadian pada kegiatan pemantauan perlu dicatat pada saat dan segera setelah pemantauan selesai dilaksanakan.

Deskripsi lokasi atau karakteristik harus menyediakan informasi tentang terumbu karang dan lokasi survei (hal-hal yang tidak akan berubah dari tahun ke tahun);

Detil kejadian menjelaskan kondisi dari lokasi pada saat pemantauan di lapangan.

Pemantauan bentik dan ikan yang dilakukan pada satu lokasi pada saat dan kedalaman yang sama dianggap satu kejadian pemantauan dan harus diberikan nomor identifikasi yang sama.

Jika dua kedalaman yang berbeda diamati pada saat bersamaan, maka dianggap terdapat dua kejadian pemantauan.

Karakteristik lokasi tidak akan berubah dari waktu ke waktu, oleh sebab itu, karakteristik lokasi hanya perlu dicatat sekali pada kunjungan pertama saja karena detil kejadian pemantauan terkait dengan kondisi lingkungan dan kegiatan tim pemantau (misalnya waktu pemantauan), data tersebut perlu dicatat setiap sa at tim memantau lokasi tersebut.

5.1.1 Karakteristik lokasi

Pencatatan karakteristik lokasi tidak hanya berguna bagi tim pemantau untuk mendapatkan informasi yang relevan dan dapat mengunjungi kembali ke lokasi pemantauan yang sama, tetapi juga karena sebagian infor-masi tentang lokasi yang didapat juga dibutuhkan untuk analisis data. Oleh sebab itu, penting untuk konsisten dalam cara pencatatan data. Berikut ini adalah cara pencatatat karakteristik lokasi yang disarankan:

5

(34)

(1) Tipe terumbu: atol, terumbu karang tepi, laguna, terumbu karang penghalang, dan gosong. (2) Kelerengan terumbu: dinding, rataan dan lereng.

(3) Zona terumbu: puncak, terumbu depan, dan terumbu belakang.

(4) Paparan: terbuka (terpapar), semi terbuka, terlindung, dan sangat terlindung. (5) Lintang dan bujur dari titik awal.

(6) Arah terumbu (sebelah manakah terumbu ketika tim berenang di sepanjang transek): kanan atau kiri.

(7) Catatan: Apa saja yang dapat memengaruhi komunitas terumbu atau membantu dalam menemukan lokasi tersebut (misalnya, pulau terdekat atau ciri-ciri geologis di darat atau laut).

5.1.2 Detil kegiatan pemantauan

Detil kejadian pemantauan yang harus dicatat pada setiap lokasi survei meliputi: (1) Lokasi

(2) Tanggal (3) Kedalaman

(4) Lintang dan Bujur pada awal dan akhir survei renang jauh (jalur/trek jika memungkinkan) (5) Badan/Organisasi

(6) Pengamat bentik dan ikan: gunakanlah nama atau inisial yang sama (7) Kecerahan (dalam meter)

(8) Arus: Kuat, Sedang dan Lemah

(9) Catatan: Apa pun yang dapat memengaruhi komunitas terumbu atau kecelakaan atau kondisi-kondisi yang membuat data tidak dapat dikumpulkan.

5.2 Komunitas ikan

Metode sensus visual bawah air merupakan metode paling efektif untuk pemantauan ikan terumbu karang, terutama di tempat-tempat yang terpencil (Choat & Pears, 2003). Populasi ikan karang (dengan fokus utama berupa spesies-spesies perikanan penting) akan disurvei menggunakan metode sensus visual bawah air yang dijelaskan oleh English dkk., 1997, Wilkinson dkk., 2003, Choat & Pears, 2003, Hill & Wilkinson, 2004, Sweatman dkk., 2005, dan Green & Bellwood, 2009.

Transek sabuk digunakan karena memberikan presisi yang sangat tinggi bagi spesies-spesies perikanan dan herbivora, serta cocok untuk memantau banyak tujuan (perikanan dan kelentingan), dan satu transek dapat dilewati berkali-kali untuk menghitung spesies yang berbeda (Green & Bellwood, 2009). Metode tersebut meru-pakan teknik yang paling efektif untuk memantau ikan terumbu karang berukuran sedang hingga besar yang dapat didata menggunakan teknik sensus visual. Akan tetapi, jika memungkinkan, transek perlu digabungkan dengan metode survei renang jauh yang menyediakan perkiraan yang lebih presisi tentang kelimpahan dan biomassa dari spesies-spesies yang berukuran besar, dengan mobilitas tinggi, dan rentan yang cenderung jarang, atau memiliki sebaran yang mengumpul hanya di tempat tertentu (terutama hiu, kerapu berukuran besar, ikan napoleon, dan ikan kakatua (Choat & Pears, 2003).

Gambar

Gambar 1. Hubungan antara pemantauan dan pengelolaan
Tabel 1: Daftar centang kriteria untuk menentukan protokol yang paling sesuai untuk KKP Anda
Gambar 3. Diagram untuk melakukan survei pada poin dan tepian kanal
Tabel 3. Tugas tambahan yang memungkinkan bagi pengamat bentik kedua pada survei PIT, bergantung  pada kemampuan dari pengamat dan tujuan pengelolaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Peripheral Component Interconnect (PCI) merupakan bus yang memiliki Peripheral Component Interconnect (PCI) merupakan bus yang memiliki kecepatan tinggi yang

kepemimpinan adalah orang yang memiliki wewenang untuk memberi tugas, mempunyai kemampuan untuk membujuk atau mempengaruhi orang lain dengan melalui pola hubungan

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada peneliti, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Peran

pengaplikasian unsur hara dosis yang lebih baik untuk pertumbuhan bibit kelapa sawit dengan menggunakan pupuk hayati dan pupuk kandang dalam

The Study of Relationship between Quality of Work Life and Job Satisfaction of High School Teachers in Bandar Abbas.. Peranan Quality of Work Life (QWL) dan

Sedangkan konsep Tri Hita Karana pada 3 buah gelungan yang terdapat di jembatan penghubung ke Balai Gili diinterpretasikan pada 3 buah busana di mana ready to wear yang

yaitu etik dalam hal kemamuan enamilan ker"a dan yaitu etik dalam hal kemamuan enamilan ker"a dan etik dalam hal erilaku manusia)i! Etik yang

Meskipun demikian, penelitian ini setidaknya melengkapi gambaran tentang penerapan hukum waris pada masyarakat Bali kuno ditinjau dari segi prasasti dan