• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN EKSEKUSI BENDA JAMINAN YANG TELAH DIBEBANI HAK TANGGUNGAN PADA DEBITUR PAILIT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN EKSEKUSI BENDA JAMINAN YANG TELAH DIBEBANI HAK TANGGUNGAN PADA DEBITUR PAILIT"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGATURAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN EKSEKUSI BENDA JAMINAN YANG TELAH DIBEBANI HAK TANGGUNGAN PADA

DEBITUR PAILIT

A. Tinjauan Umum Tentang Hukum Jaminan Hak Tanggungan Menurut UUHT No. 4 Tahun 1996

Dalam kamus Bahasa Indonesia, tanggungan diartikan sebagai barang yang dijadikan jaminan. Jaminan itu sendiri artinya tanggungan atas pinjaman yang diterima (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989:899). Menurut Pasal 1 ayat (1) UUHT disebutkan pengertian Hak Tanggungan, yang dimaksud dengan Hak Tanggungan adalah Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya.

Di dalam hukum jaminan hak tanggungan terdapat ketentuan-ketentuan yang dijadikan pengertian mengenai apa yang dimaksud dengan hukum jaminan hak tanggungan tersebut. Adapun unsur-unsur yang tercantum dalam pengertian Hak Tanggungan adalah:55

1. Hak Jaminan yang dibebankan hak atas tanah yaitu hak penguasaan khusus yang diberikan kepada kreditur yang memberikan wewenang baginya untuk menjual 55Habib Adjie, 2006, Hak Tanggungan sebagai Lembaga Jaminan atas Tanah, Mandar Maju, Bandung, hal 43.

(2)

lelang tanah yang secara khusus sebagai agunan piutangnya apabila debitur cedera janji dan mengambil hasil penjualannya baik seluruh atau sebagian hasilnya untuk pelunasan hutangnya walaupun tanah tersebut telah berpindah kepada pihak lain (droit de suite) dengan hak mendahului dari kreditur lainnya

(droit de preference).

2. Hak atas tanah berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan suatu kesatuan dengan tanah itu. Kreditur mempunyai wewenang untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dijadikan agunan, tetapi bukan untuk dikuasai secara fisik dan digunakan, melainkan untuk menjualnya jika debitur wan prestasi.

3. Untuk pelunasan hutang tertentu yaitu hak tanggungan tersebut dapat membereskan hutang debitur kepada kreditur.

4. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya, lazimnya disebut droit de preference.56

Syarat-syarat tanah dan bangunan yang dapat dijadikan objek jaminan hak tanggungan harus didasarkan kepada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila persyaratan tersebut tidak terpenuhi maka tanah dan bangunan tersebut tidak dapat dibebani dengan jaminan hak tanggungan sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan. Syarat-syarat tanah dan bangunan yang dapat dibebani dengan jaminan hak tanggungan adalah sebagaimana diuraikan dalam pembahasan di bawah ini.

56 Salim HS, 2011, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal 96-97.

(3)

1. Obyek Jaminan Hak Tanggungan

Untuk dapat dibebani hak jaminan atas tanah, obyek hak tanggungan yang bersangkutan harus memenuhi 4 syarat, yaitu:

a. dapat dinilai dengan uang;

b. termasuk hak yang didaftar dalam daftar umum karena harus memenuhi syarat publisitas;

c. mempunyai sifat dapat dipindahtangankan; d. memerlukan penunjukan oleh undang-undang.57

Adapun obyek dari hak tanggungan adalah hak atas tanah yang dapat dibebani hak tanggungan yaitu:

a. Hak milik; b. Hak guna usaha; c. Hak guna bangunan;

d. Hak Pakai, baik hak maupun hak atas Negara

e. Hak atas tanah berikut bangunan, tanaman dan hasil karya yang telah ada atau akan ada merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut dan merupakan hak milik pemegang hak pembebanannya dengan tegas dan dinyatakan dalam akta pemberian hak atas tanah yang bersangkutan.58

Sebagaimana telah dikemukakan dalam Penjelasan Umum dari UUHT, dua unsur mutlak dari hak atas tanah yang dapat dijadikan obyek tanggungan adalah:59 a. Hak tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku wajib didaftar dalam daftar

umum, dalam hal ini pada Kantor Pertanahan. Unsur ini berkaitan dengan kedudukan diutamakan (preferent) yang diberikan kepada kreditor pemegang hak tanggungan terhadap kreditor lainnya. Untuk itu harus ada catatan mengenai hak

57Ibid, hal 104.

58 Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.

59 Gatot Suparman, 2010, Azas-azas Hukum Hak Tanggungan, Prenada Media, Jakarta, hal 52.

(4)

tanggungan tersebut pada buku tanah dan sertipikat hak atas tanah yang dibebaninya, sehingga setiap orang dapat mengetahuinya (asas publisitas), dan; b. Hak tersebut menurut sifatnya harus dapat dipindah tangankan, sehingga apabila

diperlukan dapat segera direalisasi untuk membayar utang yang dijamin pelunasannya.

Dalam Pasal 4 ayat (2) UUHT disebutkan bahwa “selain hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (1) UUHT, Hak Pakai atas tanah Negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dapat juga dibebani hak tanggungan”.

2. Subyek Jaminan Hak Tanggungan

Dalam perjanjian pemberian hak jaminan atas tanah dengan hak tanggungan, ada dua pihak yaitu pihak yang memberikan hak tanggungan dan pihak yang menerima hak tanggungan tersebut.

a. Pemberi Hak Tanggungan

Dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 menentukan bahwa “pemberi hak tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek hak tanggungan yang bersangkutan”. Kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek hak tanggungan sebagaimana dimaksud di atas harus ada pada pemberi hak tanggungan pada saat pendaftaran hak tanggungan dilakukan.

Dalam hal pemberi hak tanggungan adalah suatu perseroan terbatas, pelaksanaannya harus tetap mengacu kepada ketentuan Undang-Undang Nomor 1

(5)

Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Menurut ketentuan Pasal 88 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1995 Direksi wajib meminta persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk mengalihkan atau menjadikan jaminan hutang seluruh atas sebagian besar kekayaan perseroan. Selanjutnya menurut Pasal 88 ayat (4) UU tersebut, bahwa untuk melakukan perbuatan hukum mengalihkan atau menjadikan jaminan hutang seluruh atau sebagian besar kekayaan perseroan itu diumumkan dalam 2 (dua) surat kabar harian paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak perbuatan hukum itu dilakukan.60

b. Pemegang Hak Tanggungan

Menurut Pasal 9 UUHT, pemegang hak tanggungan adalah “orang perseorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang”. Dengan demikian yang dapat menjadi pemegang hak tanggungan adalah siapapun juga yang berwenang melakukan perbuatan perdata untuk memberi uang, baik orang perseorangan warga negara Indonesia maupun orang asing. 61

3. Proses Pembebanan Hak Tanggungan

Mengingat Hak Tanggungan bersifat accesoir pada suatu hubungan hutang piutang tertentu, maka proses Pembebanan Hak Tanggungan didahului dengan diadakannya perjanjian hutang piutang antara debitur dan kreditur, yang merupakan perjanjian pokoknya, seperti perjanjian kredit atau perjanjian pinjam uang atau

60Sutan Remy Sjahdeini, 2009, Hak Tanggungan Asas-Asas Ketentuan-Ketentuan Pokok dan Masalah-Masalah yang Dihadapi Oleh Perbankan, Airlangga University Press, Surabaya, 2005, hal

75.

(6)

perjanjian lainnya yang menimbulkan hubungan pinjam meminjam uang antara kreditur dengan debitur.62

Menurut Pasal 10 ayat (1) UUHT, janji tersebut wajib dituangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari perjanjian utang piutang. Proses pembebanan hak tanggungan dilaksanakan dalam 2 (dua) tahap, yaitu tahap pembebanan hak tanggungan dan tahap pendaftaran hak tanggungan, yaitu sebagai berikut:

a. Tahap Pembebanan Hak Tanggungan

Menurut Pasal 10 Ayat (2) Undang-Undang Hak tanggungan,” pemberian hak tanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh PPAT sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta pemindahan hak atas tanah dan akta lain dalam rangka pembebanan hak atas tanah, sebagai bukti perbuatan hukum tertentu mengenai tanah yang terletak dalam daerah kerjanya masing-masing.63

b. Tahap Pendaftaran Hak Tanggungan

Menurut Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan, pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Pasal 13 ayat (2) menyatakan selambat-lambatnya 7 hari kerja setelah penanda tanganan APHT, PPAT wajib

62Arie S. Hutagalung, 2002, Serba Aneka Masalah Tanah Dalam Kegiatan ekonomi, Suatu Kumpulan Karangan, Cetakan Kedua, Badan Penerbit Fakultas Hukum Uniersitas Indonesia, Depok,

hal 220.

63 Sutardja Sudrajat, 2010, Pendaftaran Hak Tanggungan dan Penerbitan Sertifikatnya, Mandar Maju, Bandung, hal 54.

(7)

mengirimkan APHT yang bersangkutan dan warkah lain yang diperlukan kepada Kantor Pertanahan. Warkah yang dimaksud meliputi surat-surat bukti yang berkaitan dengan obyek hak tanggungan dan identitas pihak-pihak yang bersangkutan, termasuk di dalamnya sertipikat hak atas tanah dan/atau surat-surat keterangan mengenai obyek hak tanggungan. PPAT wajib melaksanakan hal tersebut karena jabatannya dan sanksi atas pelanggaran hal tersebut akan ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang jabatan PPAT.

Pendaftaran Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) ke Kantor Pertanahan setempat sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 13 ayat (1) UUHT menegaskan pembebanan hak tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan.

Pasal 13 ayat (2) dan ayat (3) UUHT dijelaskan bagaimana caranya pendaftaran Hak Tanggungan itu dilakukan. Tata cara pelaksanaannya adalah sebagai berikut:

1) Setelah penandatanganan APHT yang dibuat oleh PPAT dilakukan oleh para pihak, PPAT mengirimkan APHT yang bersangkutan dan warkah lain yang diperlukan oleh Kantor Pertanahan. Pengiriman tersebut wajib dilakukan oleh PPAT yang bersangkutan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan APHT itu;

2) Pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan oleh kantor pertanahan dengan membuatkan buku tanah Hak Tanggungan dan mencatatnya dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan.

3) Tanggal buku tanah Hak Tanggungan adalah tanggal hari ketujuh setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftarannya dan jika hari ketujuh itu jatuh pada hari libur, buku tanah yang bersangkutan diberi tanggal hari kerja berikutnya.64

(8)

Selanjutnya Pasal 14 ayat (1) UUHT menentukan bahwa “sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan, Kantor Pertanahan menerbitkan sertipikat Hak Tanggungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Dalam Pasal 14 ayat (4) UUHT ditentukan bahwa “sertipikat hak atas tanah yang telah dibubuhi catatan pembebanan Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) UUHT, dikembalikan kepada pemegang hak atas tanah yang bersangkutan. Namun, kreditur dapat memperjanjikan lain di dalam APHT, yaitu agar sertipikat hak atas tanah tersebut diserahkan kepada kreditur”.

Sertipikat Hak Tanggungan diterbitkan oleh Kantor Pertanahan dan sertipikat hak atas tanah dibubuhi catatan pembebanan Hak Tanggungan, diserahkan oleh Kantor Pertanahan kepada pemegang Hak Tanggungan. Demikian menurut Pasal 14 ayat (5) UUHT.

4. Eksekusi Benda Jaminan Hak Tanggungan

Eksekusi adalah pelaksanaan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.Yang dapat dieksekusi adalah salinan putusan dan grosse akta (salinan pertama dari akta autentik). Grosse akta dapat dieksekusi karena memuat titel eksekutorial, sehingga grosse akta disamakan dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.65

Ada empat macam jenis pelaksanaan putusan (eksekusi), yaitu:

(9)

a. Eksekusi putusan yang menghukum pihak yang dikalahkan untuk membayar sejumlah uang. Dalam eksekusi ini prestasi yang diwajibkan adalah membayar sejumlah uang. Eksekusi ini diatur dalam Pasal 196 HIR atau Pasal 206 Rbg. b. Eksekusi putusan yang menghukum orang untuk melakukan suatu perbuatan.

Eksekusi ini diatur dalam Pasal 225 HIR atau Pasal 259 Rbg. Orang tidak dapat dipaksa memenuhi prestasi berupa perbuatan, akan tetapi pihak yang dimenangkan dapat meminta pada Hakim agar kepentingan yang akan diperolehnya dinilai dengan uang.66

c. Eksekusi riil yaitu pelaksanaan putusan hakim yang memerintahkan pengosongan benda tetap. Dalam hal orang yang dihukum oleh hakim untuk mengosongkan benda tetap tidak mau memenuhi perintah tersebut, maka hakim akan memerintahkan dengan surat kepada juru sita supaya dengan bantuan panitera Pengadilan dan kalau perlu dengan bantuan alat kekuasaan negara, agar barang tetap tersebut dikosongkan oleh orang yang dihukum besrta keluarganya. Eksekusi ini diatur dalam Pasal 1033 Rv. Sedangkan dalam HIR hanya mengenal eksekusi riil ini dalam penjualan lelang, termuat dalam Pasal 200 ayat 11 HIR/Pasal 218 Rbg.

d. Eksekusi Parat (parate executie), yaitu merupakan pelaksanaan perjanjian tanpa melalui gugatan atau tanpa melalui pengadilan. Parate executie ini terjadi apabila

(10)

seorang kreditur menjual barang tertentu milik debitur tanpa mempunyai titel eksekutorial.67

Eksekusi Hak Tanggungan diatur dalam Pasal 20 sampai dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 yang disebabkan si pemberi hak tanggungan (debitur) telah melakukan wanprestasi dan diberikan peringatan 3 (tiga) kali berturut – turut oleh krediturnya. Pelaksanaan Eksekusi hak tanggungan dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu:68

a. Pasal 6 UUHT memberikan kewenangan kepada pemegang hak tanggungan pertama atas kekuasaan sendiri untuk melakukan penjualan objek hak tanggungan melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut, apabila debitur cedera janji. Pemegang Hak Tanggungan pertama tidak perlu meminta persetujuan dari pemberi Hak Tanggungan dan tidak perlu pula meminta penetapan Ketua Pengadilan setempat untuk melakukan eksekusi. Pemegang Hak Tanggungan tingkat pertama itu cukup mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Lelang Negara setempat untuk pelaksanaan pelelangan umum untuk eksekusi objek Hak Tanggungan tersebut.

b. Penjualan dibawah tangan, maksudnya dengan adanya kesepakatan antara pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan objek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan, jka dengan cara itu dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan kedua belah pihak. Pasal 20 ayat (2) UUHT menyatakan

67Ibid., hal 190.

(11)

karena penjualan di bawah tangan objek Hak Tanggungan hanya dapat dilaksanakan bila ada kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, kreditur tidak mungkin melakukan penjualan di bawah tangan terhadap objek Hak Tanggungan apabila debitur tidak menyetujuinya.

Di dalam Pasal 21 UUHT No. 4 Tahun 1996 disebutkan bahwa, “Apabila pemberi Hak Tanggungan dinyatakan pailit, pemegang Hak Tanggungan tetap berwenang melakukan segala hak yang diperolehnya menurut ketentuan undang-undang ini”. Hal ini dipertegas lagi oleh Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU yang menyebutkan bahwa, “Dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, 57 dan Pasal 58 undang-undang ini, setiap kreditur pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan”.

B. Akibat Putusan Pailit Terhadap Benda Jaminan menurut Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran (PKPU)

1. Akibat Putusan Pailit

Kepailitan berasal dari kata dasar “pailit” yang berasal dari bahasa Belanda yaitu “failliet” yang mempunyai arti ganda sebagai kata benda dan kata sifat yang berarti pemogokan atau kemacetan pembayaran. Di negara-negara berbahasa Inggris

(12)

pengertian pailit atau kepailitan diwakili dengan kata-kata bankrupt dan bankruptcy.69

Menurut Radin dalam bukunya the Nature of Bankruptcy, tujuan semua Undang-Undang Kepailitan (bankruptcy law) adalah untuk memberikan suatu forum kolektif untuk memilah hak-hak dari berbagai penagih terhadap aset seorang debitur yang tidak cukup nilainya.

Pasal 21 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 menentukan bahwa “kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitur pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta kepailitan segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan”.

Dari ketentuan pasal 21 diatas diketahui bahwa kepailitan merupakan sita umum. Dengan adanya sita umum ini hendak dihindari adanya sita perorangan. Pembentuk Undang-Undang memandang perlu untuk memungkinkan adanya eksekusi masal dengan cara melakukan sitaan umum atas seluruh kekayaan debitur untuk kepentingan semua kreditur yang bersangkutan yang dijalankan dengan pengawasan Hakim Pengawas.70

Sita umum dilakukan adalah sita konservatoir yang bertujuan untuk kepentingan bersama para kreditur. Sesuai dengan pada Pasal 1132 KUH Perdata bahwa tujuan dari kepailitan adalah untuk membagi seluruh kekayaan pailiit debitur yang dilakukan oleh Kurator kepada krediturnya dengan memperhatikan hak mereka

69Zainal Asikin, 2001, Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm 26-27.

(13)

masing – masing. Yang dimaksud kekayaan disini adalah semua barang dan hak atas kebendaan yang dapat diuangkan (ten gelde kunnen worden gemaakt).

Kepailitan itu juga berlaku terhadap semua harta kekayaan debitur yang berada di luar negeri. Terhadap harta kekayaan debitur yang berada di luar negeri ini dapat dilakukan sita umum dengan memperhatikan asas teritorialitas.71

Undang-Undang Kepailitan mengatur pihak-pihak yang dapat mengajukan kepailitan yaitu:

a. atas permohonan debitur sendiri

b. atas permintaan seorang atau lebih kreditur c. oleh kejaksaan atas kepentingan umum

d. Bank Indonesia dalam hal debitur merupakan lembaga Bank

e. Oleh Badan Pengawas Pasar Modal dalam hal debitur merupakan Perusahaan Bursa Efek.72

Sebelum diputuskan pernyataan pailit, debitur mempunyai hak mutlak untuk mengurus dan menguasai harta kekayaannya. Namun, pada saat telah dijatuhkannya putusan pailit, maka hak si pailit beralih kepada Kurator untuk mengurus dan menguasai hartanya yang bertujuan untuk kepentingan para krediturnya dan dipimpin oleh hakim pengawas yang mengawasi jalannya kepailitan.

Pada dasarnya harta kepailitan itu meliputi seluruh kekayaan debitur pada saat pernyataan pailit dilakukan, beserta semua kekayaan diperoleh selama kepailitan.73

Segala perikatan yang dilakukan oleh debitur setelah dijatuhinya putusan pailit tidak dapat dibayar kecuali jika menguntungkan harta pailit tersebut.74 Ini

71Sunarmi, ibid., hal 84.

72Pasal 2 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

73Pasal 21 Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penudaan Kewajiban Pembayaran Utang.

(14)

berarti bahwa seluruh harta kekayaan debitur pailit berada dalam penguasaan dan pengurusan Kurator atau BHP. Namun, ada beberapa barang atau hak atas benda yang masih dalam penguasaan debitur pailit. Pasal 22 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 secara terperinci menyebutkan:

a. Benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh debitur pailit sehubungan dengan pekerjaannya, perlengkapannya, alat-alat medis yang dipergunakan untuk kesehatan, tempat tidur dan perlengkapannya yang dipergunakan oleh dan keluarganya, dan bahan makanan untuk 30 (tiga puluh) hari bagi debitur dan keluarganya yang terdapat di tempat itu;

b. Segala sesuatu yang diperoleh debitur dari pekerjaanya sendiri sebagai penggajian dari suatu jabatan atau jasa, sebagai upah pensiun, uang tunggu atau uang tunjangan, sejauh yang ditentukan oleh Hakim Pengawas, atau;

c. Uang yang diberikan kepada debitur untuk memenuhi suatu kewajiban memberikan nafkah menurut Undang-Undang.

Tuntutan dan gugatan mengenai hak dan kewajiban harta pailit harus diajukan oleh atau terhadap kurator.75

Kepailitan semata-mata mengenai harta kekayaan si debitur bukan pribadi si debitur, sehingga debitur yang telah dinyatakan pailit masih dapat melangsungkan pernikahan, mengangkat anak dan sebagainya.76

Dengan demikian, harta warisan yang diperoleh selama kepailitan termasuk dalam harta kepailitan, tetapi kurator tidak boleh menerima, kecuali dengan hak istimewa untuk mengadakan pendaftaran harta peninggalan.

Hibah yang dilakukan debitur pailit dapat dibatalkan apabila Kurator dapat membuktikan bahwa pada saat dilakukan penghibahan debitur mengetahui bahwa 74 Pasal 25 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

75Pasal 26 ayat 1 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

(15)

tindakan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditur. Pasal 44 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 menyebutkan, “kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, debitur dianggap mengetahui bahwa hibah yang dilakukan dapat merugikan kreditur apabila tindakan tersebut dilakukan dalam waktu 1 (satu) tahun sejak putusan pailit dilakukan”.

Selama berlangsungnya kepailitan tuntutan untuk memperoleh pemenuhan perikatan dari harta pailit yang ditujukan kepada debitur pailit hanya dapat diajukan dengan mendaftarkan untuk dicocokan, dalam arti bahwa segala tuntutan hukum dengan tujuan memenuhi perikatan harta pailit selama dalam kepailitan walaupun diajukan kepada debitur pailit sendiri dapat diajukan dengan laporan untuk pencocokan.77

Akibat terhadap transfer dana, Pasal 24 ayat (3) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 mengatur bahwa “apabila sebelum putusan pailit diucapkan telah dilaksanakan transfer dana melalui bank atau lembaga selain bank pada tanggal putusan dimaksud, transfer tersebut wajib diteruskan”.78

Jika pada saat putusan pailit diumumkan terdapat:

a Perjanjian timbal balik yang belum atau sebagian dilaksanakan maka pihak dengan siapa debitur membuat perjanjian dapat meminta kepastian pada kurator tentang kelanjutan pelaksanaan perjanjian tersebut yang disepakati oleh pihak kurator dan pihak yang melakukan perjanjian. Jika kesepakatan tercapai maka

77ibid., hal 88.

(16)

hakim pengawas akan menetapkan jangka waktu tersebut. Jika kurator menolak untuk memenuhi, maka perjanjian tersebut berakhir. Pihak dengan siapa debitur membuat perjanjian dapat menuntut ganti rugi dan diletakkan sebagai kreditur konkuren.79

b Perjanjian dengan memberikan barang di kemudian hari (future trading), yang waktu penyerahan dilakukan pada saat debitur pailit atau selama dalam masa kepailitan dengan sendirinya dihapus dan pihak dengan siapa debitur melakukan perjanjian diperlakukan sebagai kreditur konkuren.80

c Perjanjian sewa menyewa dengan debitur sebagai penyewa maka pihak yang menyewa atau kurator dapat menghentikan sewa menyewa sesuai dengan adat kebiasaan setempat, tetapi menghentikan 90 (sembilan puluh) hari sebelumnya selalu dianggap cukup. Dalam hal melakukan penghentian harus pula diindahkan pemberitahuan penghentian menurut perjanjian atau menurut kelaziman dalam jangka waktu paling singkat 90 (sembilan puluh) hari.81 Sejak tanggal putusan pailit diucapkan maka uang sewa menjadi hutang harta pailit.82

d Untuk perjanjian perburuhan, pekerja yang bekerja pada debitur dapat memutuskan hubungan kerja, dan sebaliknya kurator dapat memberhentikannya dengan mengindahkan jangka waktu menurut persetujuan atau ketentuan

undang-79

Pasal 36 ayat 3 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

80 Pasal 37 ayat 2 Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

81Pasal 38 ayat 2 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

82 Pasal 38 ayat 4 Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

(17)

undang yang berlaku. Perjanjian kerja dapat diputuskan dengan pemberitahuan sekurang-kurangnya 45 (empat puluh lima) hari sebelum tanggal pemutusan atau kurator atau buruh dapat melakukan pemutusan hubungan kerja dengan mengindahkan perjanjian perburuhan atau undang-undang yang berlaku, tetapi 6 (enam) minggu sebelumnya selalu dianggap cukup. Sejak putusan pailit diucapkan, maka upah buruh menjadi utang harta pailit.83

a. Actio Pauliana

Dalam uraian terdahulu telah dikemukakan bahwa kreditur dapat meminta kepada Pengadilan untuk membatalkan perbuatan hukum debitur yang telah dinyatakan pailit yang merugikan kepentingan kreditur, yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan. Singkatnya, kemungkinan sebelum dinyatakan pailit, debitur melakukan perbuatan hukum yang ternyata merugikan krediturnya. Atas perbuatan hukum tersebut, kreditur mempunyai hak untuk meminta pembatalan kepada Pengadilan. Dalam UUKPKPU, Actio Pauliana tersebut diatur dalam Pasal 41 sampai dengan Pasal 44 UUKPKPU.

Terdapat 5 (lima) syarat agar dapat dilakukan Actio Pauliana. Persyaratan dimaksud adalah:84

1) Debitur telah melakukan suatu perbuatan hukum;

2) Perbuatan hukum tersebut bukan merupakan perbuatan yang diwajibkan; 3) Perbuatan hukum tersebut merugikan kreditur;

4) Debitur mengetahui bahwa perbuatan hukum dimaksud merugikan krediturnya;

83Pasal 39 ayat 1 dan ayat (2) Undang – Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

(18)

5) Pihak ketiga dengan siapa perbuatan hukum itu dilakukan mengetahui bahwa perbuatan debitur tersebut merugikan kreditur.

Sejauhmana debitur dan pihak ketiga dianggap mengetahui bahwa perbuatan tersebut merugikan krediturnya yang diatur dalam Pasal 42 UUKPKPU, kecuali dibuktikan sebaliknya, debitur dan pihak ketiga dianggap mengetahui merugikan apabila perbuatan hukum tersebut dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum putusan pernyataan pailit.

Mengenai Actio Pauliana diatur dalam Pasal 1341 KUH Perdata yang berbunyi: “Meskipun demikian, tiap orang berpiutang boleh mengajukan batalnya segala perbuatan yang tidak diwajibkan yang dilakukan oleh siberutang dengan nama apapun juga, yang merugikan orang-orang berpiutang asal dibuktikan, ketika perbuatan dilakukan, baik siberutang maupun orang dengan atau untuk siapa siberutang berbuat mengetahui bahwa perbuatan itu membawa akibat merugikan orang-orang berpiutang. Hak-hak yang diperolehnya dengan itikad baik oleh orang-orang pihak ketiga atas barang-barang yang menjadi pokok perbuatan yang batal itu dilindungi. Untuk mengajukan hak batalnya perbuatan-perbuatan yang dilakukan dengan Cuma-Cuma oleh siberutang, cukuplah si berpiutang membuktikan bahwa siberutang pada waktu melakukan perbuatan itu tahu, bahwa ia dengan berbuat demikian merugikan orang-orang yang mengutangkan padanya, tak perduli apakah orang yang menerima keuntungan juga mengetahui atau tidak”.

Ketentuan Actio Pauliana sesungguhnya dimaksud untuk melindungi kepentingan kreditur yang dirugikan akibat perbuatan hukum yang dilakukan oleh debiturnya. Ketentuan Actio Pauliana dalam hukum kepailitan substansinya sama dengan Actio Pauliana yang diatur dalam KUH Perdata mulai dari Pasal 1841 hingga Pasal 1845. Hanya bedanya dari segi jangka waktu yaitu Actio Pauliana dalam

(19)

kepailitan dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sedangkan Actio Pauliana dalam KUH Perdata jangka waktunya 4 (empat) bulan.85

Dalam uraian dimuka telah diutarakan bahwa Actio Pauliana adalah hak kreditur untuk menuntut pembatalan terhadap perbuatan hukum yang dilakukan oleh debitur yang merugikan kreditur. Pembatalannya dilakukan oleh Pengadilan. Berkaitan dengan hal tersebut, Pasal 47 UUK PKPU menegaskan bahwa tuntutan

Actio Pauliana tersebut yang mengajukan ke Pengadilan adalah Kurator. Di pihak

lain Pasal tersebut menyebutkan bahwa kreditur dengan alasan-alasan seperti dimaksud dalam Pasal 41 sampai dengan Pasal 46 UUK PKPU dapat mengajukan bantahan terhadap tuntutan Kurator tersebut.86

b. Akibat Putusan Pailit Terhadap Benda jaminan

Putusan pernyataan pailit oleh Pengadilan tidak mempunyai pengaruh terhadap pemegang hak gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik, atau hak agunan atas kebendaan lainnya dan hak retensi (Pasal 55 dan Pasal 61 Undang-Undang No.37 Tahum 2004).87

Pemegang hak tanggungan dapat melaksanakan haknya sebagai yang ditetapkan pada pasal 1178 KUH Perdata, yaitu menjual benda jaminan. Pasal 55 Undang-Undang No.37 Tahun 2004 menetukan dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 56 dan Pasal 58 UUK PKPU, setiap kreditur pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik atau hak agunan atas kebendaan lain, dapat

85 Sunarmi, op.cit., hal 169.

86 Man S. Sastrawidjaja,Ibid., hal 126. 87 Sunarmi, op.cit., hal 102.

(20)

mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Dalam hal penagihan suatu piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 dan Pasal 137 UUKPKPU maka mereka hanya dapat demikian setelah dicocokkan penagihannya dan hanya untuk mengambil pelunasan dari jumlah yang diakui dalam penagihan tersebut.88

Namun, .Pasal 56 ayat (1) UUKPKPU menyebutkan bahwa hak eksekusi kreditur sebagaimana disebut dalam Pasal 55 ayat (1) UUKPKPU ditangguhkan selama 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal putusan pernyataan pailit di putuskan. Penangguhan tersebut tidak berlaku untuk tagihan kreditur yang dijamin dengan uang tunai dan hak kreditur untuk memperjumpakan hutang (set off).

c. Penangguhan (Stay) dalam Hukum Kepailitan

Munir Fuady mengatakan bahwa stay adalah cool down period atau legal

moratorium. Penangguhan eksekusi ini terjadi karena hukum tanpa dimintakan

sebelumnya oleh Kurator.89

Tujuan penangguhan tersebut antara lain:

1) untuk memperbesar kemungkinan tercapainya perdamaian; atau 2) untuk memperbesar kemungkinan mengoptimalkan harta pailit atau 3) untuk memungkinkan kurator melaksanakan tugasnya secara optimal.90

Selama jangka waktu penangguhan sebagaimana dimaksud pada Pasal 56 ayat (1) UUKPKPU, segala tuntutan hukum untuk memperoleh pelunasan atas suatu

88ibid., hal 102.

89Muni Fuady, op.cit, hal 103.

90 Penjelasan Pasal 56 ayat 1 Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

(21)

piutang tidak dapat diajukan dalam sidang Peradilan. Baik kreditor maupun pihak ketiga dimaksud dilarang mengeksekusi atau memohonkan sita atas barang yang menjadi agunan. Kurator dapat menggunakan harta pailit, baik benda bergerak maupun benda tidak bergerak dan kurator dapat menjual harta pailit yang terbatas pada barang persediaan (inventory) dan atau barang bergerak (current asset), untuk kelangsungan usaha debitur, dalam hal ini telah diberikan perlindungan yang wajar bagi kepentingan kreditur atau pihak ketiga.

Penjelasan Pasal 56 ayat (3) UUKPKPU “perlindungan” yang dimaksud dapat berupa:

1) ganti kerugian atas terjadinya penurunan nilai pailit; 2) hasil penjualan bersih;

3) hak kebendaan pengganti;

4) imbalan yang wajar dan adil serta pembayaran tunai (utang yang dijamin) lainnya.91

Stay diberlakukan kepada semua kreditur separatis kecuali terhadap kreditur

yang haknya timbul dari perjumpaan hutang (set-off) serta terhadap kreditur yang piutangnya dijamin dengan uang tunai. Menurut Pasal 57 (ayat 2), kreditur dapat memohon agar stay diangkat dimana permohonan tersebut disampaikan kepada Kurator.92Jika kurator menolak penangguhan tersebut debitur atau pihak ketiga dapat mengajukan permohonan tersebut kepada hakim pengawas. Hakim pengawas dalam

91 Man S Sastrawisjaja, opcit., hal 132.

92 Pasal 57 ayat 1 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

(22)

waktu paling lambat 1 (satu) hari setelah permohonan dimaksud diterima wajib memerintahkan Kurator untuk segera memanggil dengan surat tercatat atau melalui kurir kreditur dan pihak ketiga sebagaimana dimaksud untuk didengar pada sidang pemeriksaan atas permohonan tersebut. Hakim pengawas wajib memberikan penetapan atas permohonan tersebut dalam waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah permohonan sebagaimana dimaksud diajukan kepada hakim pengawas.93

Dalam memutuskan permohonan tersebut hakim pengawas mempertimbangkan:

1) Lamanya jangka waktu penangguhan yang sudah berlangsung 2) Perlindungan kepentingan kreditur dan pihak ketiga dimaksud 3) Kemungkinan terjadinya perdamaian

4) Dampak penangguhan tersebut atas kelangsungan usaha dan manajemen usaha debitur serta pemberesan harta pailit.

Putusan dari hakim pengawas dapat berupa diangkatnya penangguhan untuk satu atau lebih kreditur, atau menetapkan persyaratan tentang lamanya waktu penangguhan (stay), atau tentang satu atau beberapa agunan yang dapat dieksekusi oleh kreditur.

Akibat hukum penangguhan (stay) adalah sebagai berikut:.94

1) Selama penagguhan (stay) berlangsung, debitur tidak dapat dituntut ke Pengadilan untuk melunasi hutangnya.

93 Titik Tejaningsih, op.cit., hal 96.

94 Freddy Simanjuntak, 2008, Penangguhan Eksekusi (Stay) Benda Agunan Dalam Kepailitan, USU e-Repository, hal 83.

(23)

2) Pihak kreditur separatis maupun pihak ketiga yang berkepentingan dengan harta debitur tidak dibenarkan mengeksekusi atau memohon sita atas barang jaminan tersebut.

3) Kurator dapat menggunakan atau menjual harta pailit yang termasuk sebagai barang persediaan (inventory) atau barang-barang bergerak (current asset) meskipun harta tersebut dibebani hak tanggungan.

Jika hakim pengawas menolak untuk mengangkat atau mengubah persyaratan penangguhan (stay) tersebut maka hakim pengawas wajib memerintahkan agar Kurator memberikan perlindungan yang dianggap wajar untuk melindungi kepentingan pemohon. Kreditur atau pihak ketiga dapat mengajukan perlawanan yang ditujukan kepada Pengadilan terhadap penetapan Hakim Pengawas dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) hari setelah putusan diucapkan, dan pengadilan wajib memutuskan perlawanan tersebut dalam jangka waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah permohonan tersebut diterima. Terhadap putusan Pengadilan sebagaimana dimaksud tidak dapat diajukan upaya hukum termasuk upaya hukum peninjauan kembali.

Jangka waktu penangguhan (stay) berakhir demi hukum pada saat kepailitan diakhiri lebih cepat atau pada saat dimulainya masa insolvensi. Kreditur atau pihak ketiga yang haknya ditangguhkan dapat mengajukan permohonan kepada Kurator untuk mengangkat penangguhan atau mengubah syarat penangguhan.95

Yang dimaksud dengan “insolvensi” adalah keadaan tidak mampu membayar (Penjelasan Pasal 57 ayat (1) UUK PKPU).96

95Sunarmi, opcit,.Hal 103. 96Ibid., hal 104.

(24)

Dengan berakhirnya penangguhan maka hak-hak kreditur pemegang jaminan harus segera dilaksanakan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sejak dimulainya masa ini ditegaskan dalam Pasal 59 UUKPKPU yang menentukan: Dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 56, Pasal 57 dan Pasal 58 kreditur pemegang hak jaminan harus melaksanakan haknya tersebut dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) bulan setelah dimulainya keadaan insolvensi sebagaimana diatur dalam Pasal 178 ayat (1).97

Setelah lewat jangka waktu yang telah ditentukan, maka kurator berhak meminta kembali benda jaminan yang dijadikan agunan selanjutnya dijual sesuai dengan tata cara yang diatur dalam Pasal 185 UUKPKPU tanpa mengurangi hak kreditur pemegang jaminan atas hasil penjualannya.98

Setiap waktu Kurator dapat membebaskan benda yang menjadi agunan dengan membayar jumlah terkecil antara harga pasar benda agunan dan jumlah utang yang dijamin dengan benda agunan tersebut kepada kreditur yang bersangkutan.99

Meskipun pada prinsipnya hak kreditur separatis tidak terpengaruh oleh adanya penangguhan (stay) eksekusi, namun dalam kegiatan ekonomi saat ini yang bergerak cepat, penangguhan (stay) dalam jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari dapat memberikan akibat yang tidak menguntungkan. Salah satunya adalah terhadap nilai investasi atas benda jaminan yang diagunkan menjadi tidak pasti, kecuali jika terhadap utang debitur itu dijamin dengan nilai benda yang lebih besar nilainya.100

97Ibid., hal 105. 98Ibid, hal 105. 99Ibid,.hal 105.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk kasus Indonesia, tampaknya penempatan calon perempuan dalam daftar calon harus diatur secara lebih detil agar tidak menimbulkan beragam penafsiran dari partai politik yang

Manajer perusahaan akan mengalami kesulitan untuk menyembunyikan informasi dari para kreditor sehingga manajer akan berhati-hati dalam mengatur tingkat konservatisma agar

13 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan I nfrastruktur;. •

Bukan hanya itu saja hal yang dapat diatasi dalam berwirausaha namun dengan dibekali dengan berbagai pengetahuan yang sudah dimiliki baik itu

Ketercapaian siswa yang memenuhi ketiga indikator berkemampuan visual, berkemampuan persamaan atau ekspresi matematis dan berkemampuan kata-kata atau teks tertulis hanya

1) Dari kondisi ini, pendekatan dikembangkan dengan menempatkan masyarakat sebagai pihak utama atau pusat pengembangan. 2) Pendekatan tersebut lebih bersifat memberdayakan

kemampuan yang berbeda, serta kekuatan dan kelemahan yang berbeda pula, oleh karena itu perlu ditetapkan sasaran pembinaan dan program latihan mental sesua

Bagian dari putik yang paling atas, terletak pada bagian ujung tangkai kepala putik. Bakal buah berdasarkan jumlah ruangan didalamnya dibedakan