27
KAJIAN PENGGUNAAN METODE ELEKTROKOAGULASI UNTUK
PENYISIHAN COD DAN TURBIDITI DALAM LIMBAH CAIR
PABRIK KELAPA SAWIT
Ratni Dewi
*)ABSTRAK
Limbah perkebunan khususnya limbah cair PKS umumnya mengandung COD
dengan kadar di atas 12.000 ppm, untuk itu limbah ini harus diolah terlebih dahulu
sebelum dibuang ke badan air. Pada penelitian ini dikaji penggunaan metode
elektrokoagulasi untuk menyisihkan kadar COD dan Turbiditi dari air limbah PKS
yang digunakan. Tegangan listrik dan waktu kontak divariasikan, mulai 3 - 12 volt,
serta waktu 30 menit – 120 menit. Elektroda yang digunakan terdiri atas 3 jenis,
yaitu : sepasang elektroda Al. Elektroda besi dan gabungan keduanya. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dengan penggunaan elektroda Al memberikan
penyisihan COD dan turbiditi yang paling besar yakni 87 % dan 91 % pada waktu
kontak 120 menit dan tegangan 12 volt. Dari ketiga variabel penelitian diperoleh
waktu kontak, tegangan listrik, dan jenis elektroda sangat mempengaruhi proses
elektrokoagulasi.
Kata Kunci : Pabrik kelapa sawit, Elektrokoagulasi, Elektroda, Aluminium, Besi
PENDAHULUAN
Berbagai
limbah
yang
dihasilkan oleh industri, baik dari segi
karakteristik maupun segi debit sangat
bervariasi. Pada umumnya, industri
dengan skala produksi besar akan
menghasilkan limbah yang kontinyu,
sedangkan industri dengan skala kecil
akan menghasilkan limbah yang tidak
kontinyu
sesuai
dengan
masa
produksinya. Dari segi karakteristik,
limbah yang dihasilkan industri tersebut
dapat mencemari lingkungan. Salah
satunya adalah industri minyak kelapa
sawit.Industri minyak kelapa sawit
termasuk industri hulu yang saat ini
keberadaannya
memegang
peranan
penting
dalam
menambah
devisa
negara. Dalam produksinya selain
menghasilkan minyak mentah kelapa
sawit, juga dihasilkan limbah cair
dengan kapasitas yang cukup besar.
Limbah ini berasal dari air drab, air
kondensat, air proses dan air
hydrocyclone.
Bahan-bahan
yang
terkandung dalam limbah tersebut
antara lain minyak–grease, NH
3-N,
COD, BOD, dan TSS dengan
konsentrasi yang sangat tinggi.
COD dan turbiditi (kekeruhan)
merupakan salah satu parameter yang
sangat
menentukan
dalam
mempertimbangkan kualitas air limbah,
apakah limbah tersebut layak atau
tidak untuk dibuang ke badan air atau
lingkungan. Dalam limbah industri
kelapa sawit konsentrasi COD yang ada
berkisar 40.000–120.000 mg/L (Ponten,
1996), sedangkan batasan maksimum
baku mutu limbah kelapa sawit yang
diijinkan pemerintah hanya sebesar 500
mg/L (Kep. 03/MENKLH/II/1991).
Begitu pula dengan tingkat kekeruhan
air limbah tersebut, yang sangat
berkaitan dengan kadar COD yang
terkandung
di
dalamnya.
Dengan
*) Staf Pengajar Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe28
konsentrasi yang demikian tinggi,
limbah tersebut dapat menyebabkan
kerusakan pada kehidupan aquatik dan
menimbulkan bau yang tidak sedap.
Bahan bahan padatan akan mengendap
di sungai dan menutupi sinar matahari
untuk masuk hingga ke dasar sungai,
sehingga akan membunuh tumbuhan
atau hewan air. Selain itu juga
menyebabkan kapasitas tampung badan
air berkurang karena adanya endapan
dari limbah minyak kelapa sawit.
BOD dan COD yang jauh lebih
tinggi dari baku mutu limbah cair akan
membebani lingkungan. Oksigen yang
terlarut
dalam
badan
air
akan
digunakan untuk menguraikan limbah
tersebut sehingga akan terjadi defisit
oksigen. Hal ini sama saja dengan
membunuh tumbuhan atau tanaman
yang hidup dibadan air tersebut yang
juga membutuhkan oksigen terlarut
untuk pernafasannya. Setelah terjadi
defisit oksigen maka akan terjadi
perombakan
bahan
organik
yang
terdapat pada limbah industri minyak
kelapa sawit secara anaerob. Masalah
bertambah lagi dengan adanya proses
anaerob ini karena bahan organik akan
diuraikan menjadi gas gas rumah kaca
yaitu
gas
metana
dan
gas
karbondioksida.
Selain
itu
akan
mengeluarkan bau yang tidak enak
karena
proses
anaerob
juga
menghasilkan gas H
2S.
Oleh sebab itu sebelum dibuang
ke
lingkungan,
harus
dilakukan
pengolahan terlebih dahulu. Penyisihan
COD tersebut akan ikut menurunkan
tingkat
kekeruhan
dalam
air.
Pengolahan limbah pada umumnya
memerlukan biaya yang mahal, oleh
karena
itu
perlu
dicari
metode
pengolahan yang sederhana, aman dan
murah. Salah satu alternatif pengolahan
tersebut
yaitu
dengan
metode
Elektrokoagulasi.
TINJAUAN PUSTAKA
Elektrokoagulasi
merupakan
suatu
metode
pengolahan
limbah
dengan
menggabungkan
metode
elektrolisis dan koagulasi. Menurut
Fadil (2006), melalui proses elektrolisis
akan dihasilkan kation-kation (pada
anoda) yang akan bereaksi dengan air
membentuk kation hidrat. Kation hidrat
ini akan mengikat koloid-koloid yang
bermuatan negatif dalam air dan
membentuk flok (koagulasi). Dengan
demikian akan menurunkan tingkat
pengotor dalam air. Elektrokoagulasi
merupakan metode yang sederhana dan
sangat
efisien
dalam
penanganan
limbah
cair.
Beberapa
literatur
menyebutkan, metode ini sangat cocok
digunakan untuk pengolahan limbah
pabrik kertas, industri pangan dan
industri
tekstil,
yang
semuanya
memiliki kadar COD yang sangat tinggi
(Chen, 2007).
Kajian
tentang
metode
elektrokoagulasi dalam pengolahan air
limbah telah dilakukan oleh beberapa
peneliti sebelumnya, diantaranya oleh
Sunardi (2007), Masnur (2008), Chen
(2007) dan M. Faiqun dkk (2007).
Penelitian penyisihan logam Pb, Cd
dan TSS dalam limbah radioaktif
dilakukan oleh Sunardi (2007), dan
dihasilkan efisiensi penyisihan sebesar
95-98 %. Demikian pula Masnur (2008)
melakukan
kajian
penyisihan
kekeruhan dalam air tanah dangkal
dengan
elektroda
aluminium.
Sedangkan Chen (2007) menggunakan
elektrode besi untuk menyisihkan kadar
minyak dalam air dengan efisiensi
penyisihan sebesar 97 %. M. Faiqun
dkk (2007) menguji kadar COD dan
29
turbiditi pada limbah artifisial (susu
bubuk yang dilarutkan) dan dihasilkan
efisiensi penyisihan sebesar 72 % dan
95 %. Atas dasar pertimbangan di atas,
maka pada penelitian ini akan dikaji
lebih
mendalam
metode
elektrokoagulasi dalam penyisihan
konsentrasi COD dan turbidity dalam
limbah industri kelapa sawit.
Pada penelitian ini akan diteliti
efektifitas
dan
efisiensi
metode
elektrokoagulasi dalam menyisihkan
konsentrasi COD dan turbiditi dengan
memperhatikan
pengaruh
variabel-variabel yang ada, seperti variasi jenis
elektroda, tegangan listrik, waktu
tinggal (retention time) dan konsentrasi
larutan elektrolit.
Metode Elektrokoagulasi
Elektrokoagulasi
merupakan
teknologi pengolahan air limbah secara
elektrokimia
dan
koagulasi.
Elektrokimia sendiri didefenisikan
sebagai bidang ilmu kimia yang
mempelajari hubungan timbal balik
antara perubahan kimia dengan gejala
listrik. Sedangkan koagulasi adalah
penggumpalan partikel koloid dan
membentuk
endapan.
Dengan
terjadinya
koagulasi,
berarti
zat
terdispersi
tidak
lagi
membentuk
koloid. Koagulasi dapat terjadi secara
fisik seperti pemanasan, pendinginan
dan pengadukan atau secara kimia
seperti penambahan elektrolit dan
pencampuran koloid yang berbeda
muatan. Elektrokoagulasi adalah suatu
proses yang sangat kompleks, dimana
melibatkan peristiwa fisika dan kimia.
Terdapat
tiga
mekanisme
yang
kemungkinan terjadi di dalam proses
yaitu :
- Elektro-koagulasi
- Elektro-flotasi
- Elektrooksidasi
Pada metode ini digunakan dua buah
elektroda untuk menghasilkan ion-ion
di dalam air limbah. Umumnya
elektroda yang dipakai adalah elektroda
besi, aluminium dan platina. Dalam
prosesnya, kedua elektroda dialiri arus
searah yang melewati kedua elektroda,
sehingga akan terjadi reaksi oksidasi
pada anoda dan reduksi pada katoda.
Prinsip dari metode elektrokoagulasi
ditunjukkan dalam gambar 1 di bawah
ini. Adapun mekanisme reaksi untuk
kedua elektroda tersebut adalah sebagai
berikut :
(a) Mechanism 1 :
Anode : Fe (s) Fe
2+(aq) + 2 e–
Fe
2+(aq) + 2 OH
- 2(s)
Cathode : 2 H
2O (l) + 2 e–
2(g) + 2 OH
-(aq)
Overall : Fe (s) + 2 H
2O (l) Fe(OH)
2(s) + H
2(g)
(b) Mechanism 2 :
2+
(aq) + 8 e–
4 Fe
2+(aq) + 10 H
2O (l) + O
2 3(s) + 8 H
+(aq)
Cathode : 8 H
+(aq) + 8 e–
2(g)
30
.
Gambar 1. Prinsip elektrokoagulasi dalam larutan elektrolit untuk
menyisihkan polutan (sumber : Fadhil, 2006)
Metode elektrokoagulasi dalam
pengolahan air dan limbah cair sudah
dilakukan oleh peneliti sebelumnya,
salah satunya M. Faiqun (2007). Dalam
penelitiannya
M.
Faiqun
(2007)
menggunakan metode elektrokoagulasi
untuk menyisihkan kadar COD dan
turbiditi dari limbah artifial (susu bubuk
yang dilarutkan). Adapun variabel
penelitian yang diteliti adalah variasi
kuat arus sebesar 3,51 A dan 5,62 A
serta waktu tinggal 30 – 50 menit,
dengan cairan elektrolit HCl 1 N.
Limbah
artifisial
yang
digunakan
mengandung kadar COD dan turbiditi
sebesar 967 mg/L dan 491 NTU. Setelah
dilakukan
proses
elektrokoagulasi
diperoleh penyisihan COD sebesar 267
mg/L ( 72 %), sedangkan pengurangan
turbidi menjadi 20 NTU (95 %). Dengan
dasar
penelitian
ini,
akan
dicoba
mengkaji
penggunaan
metode
elektrokoagulasi
untuk
menyisihkan
kadar COD dan turbiditi pada limbah
sebenarnya yaitu limbah cair pabrik
kelapa sawit (PKS) dengan variasi :
tegangan
listrik,
konsentrasi
NaCl
(larutan elektrolit), waktu kontak, dan
jenis elektroda.
METODE PENELITIAN
Variabel Tetap :
- Volume sampel : 2700 ml
- pH awal sampel (sesuai dengan
kondisi limbah)
- Pelarut elektrolit : NaCl
Variabel Bebas :
- Waktu Kontak (Retention Time): 30
mnt ; 60 mnt ; 90 mnt dan 120 mnt
31
- Variasi tegangan listrik : 3 Volt ; 6
Volt ; 9 Volt ; 12 V
- Jenis Elektoda : - sepasang elektroda
Fe
- Sepasang elektroda Aluminium
Variabel Terikat :
- Konsentrasi COD
- Turbiditi
(tingkat
kekeruhan)
Tahap Pelaksanaan
Analisa Pendahuluan Terhadap
Limbah Cair Industri Kelapa
Sawit
Tahapan ini dimaksudkan untuk
mengetahui kondisi awal limbah, yaitu
konsentrasi COD, turbiditi dan pH
limbah
sebelum
dilakukan
proses
elektrokoagulasi.
- Limbah cair ini disaring terlebih
dahulu
sebelum
dianalisa
untuk
menghilangkan padatan yang terikut
dalam air limbah
- Diukur konsentrasi COD limbah
dengan
metode
Close
Refluks,
sedangkan pH dan turbiditi diukur
dengan
alat
pH
meter
dan
turbidimeter.
Proses Elektrokoagulasi
- Limbah cair di atas dimasukkan ke
dalam
reaktor
elektrokoagulasi
sebanyak 500 ml
- Ditambahkan larutan NaCl sebagai
elektrolit dengan konsentrasi 1N
- Kemudian kedua elektroda besi
dimasukkan
dalam
air
limbah
tersebut dan dihubungkan dengan
adaptor, sehingga terbentuk sirkuit
listrik
- Proses di atas berlangsung selama 30
menit di dalam rektor, kemudian
limbah tersebut dialirkan ke bak
sedimentasi.
- Setelah terjadi proses pengendapan,
filtrat atau supernatan dianalisa
kembali konsentrasi COD, turbiditi
dan pH
COD dianalisa dengan metode close
refluks, sedangkan turbiditi dan pH
diukur
dengan
menggunakan
Turbidimeter dan pH – meter.
- Ulangi tahap-tahap di atas untuk
variasi
jenis
elektroda,
variasi
tegangan listrik, dan variasi waktu
tinggal.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilaksanakan di
laboratorium
Teknologi
Air
dan
Pengolahan Limbah, Politeknik Negeri
Lhokseumawe. Adapun hasil analisa
kadar COD, turbidity dan pH dari air
limbah PKS, baik sebelum proses
elektrokoagulasi, maupun setelah proses
tersebut, ditampilkan pada tabel 3
sampai tabel 5 di bawah ini.
Tabel 1. Hasil Analisa Kadar COD,
Turbiditi dan pH (Sebelum
Proses Elektrokoagulasi)
Parameter
Nilai
COD (mg/lt)
16.000
Turbidity (NTU)
4288
pH
4,67
Dari hasil analisa di atas, terlihat
bahwa nilai COD, turbidity dan pH dari
limbah cair PKS jauh di atas ambang
batas harga maksimum dari
masing-masing parameter untuk layak di buang
ke badan air. Menurut Satria (1999),
batas maksimum COD sebesar 350
mg/L, sedangkan pH berkisar antara 6
-9. Adapun hasil pengolahan limbah PKS
secara elektrokoagulasi memberikan
penyisihan yang bervariasi baik untuk
parameter COD, pH dan turbiditi, seperti
terlihat di tabel 3 (untuk elektoda
aluminium), dan tabel 3 (untuk elektroda
Besi)
32
Tabel 2. Hasil Analisa COD, pH dan Turbidity Setelah Proses Elektrokoagulasi Dengan Menggunakan Sepasang Elektroda
Aluminium (Al)
Volt
30 Menit 60 Menit 90 Menit 120 Menit
COD (mg/L) pH Turbidity (NTU) COD (mg/L) pH Turbidity (NTU) COD (mg/L) pH Turbidity (NTU) COD (mg/L) pH Turbidity (NTU) 3 12800 4,29 3016 10600 4,27 2268 8600 4,20 2128 6200 4,14 1296 6 9600 4,53 2328 8600 4,61 2188 6400 4,55 2012 4400 4,55 1144 9 5800 4,78 1688 5000 4,62 1516 4200 4,58 1452 2800 4,63 892 12 3200 4.83 1052 2800 4.74 524 2200 4.66 436 1600 4,96 370
Tabel 3. Hasil Analisa COD, pH dan Turbidity Setelah Proses Elektrokoagulasi Dengan Menggunakan Sepasang Elektroda
Besi (Fe)
Volt
30 Menit 60 Menit 90 Menit 120 Menit
COD (mg/L) pH Turbidity (NTU) COD (mg/L) pH Turbidity (NTU) COD (mg/L) pH Turbidity (NTU) COD (mg/L) pH Turbidity (NTU) 3 12800 4,51 3544 11400 4,92 2964 11200 5,48 2452 10200 5,56 1864 6 9600 4,77 2860 8200 5,03 2100 6400 5,29 1732 6000 5,48 1340 9 7400 4,86 2640 6600 5,25 2050 5200 5,52 1652 4800 6,05 1310 12 6200 5,30 2108 5500 5,88 2000 4800 6,50 1588 3200 6,57 1200
33
Proses Elektrokoagulasi dengan
Elektroda Aluminum
Dari
hasil
analisa
yang
dilakukan terhadap Limbah Cair PKS
setelah
proses
elektrokoagulasi
terhadap parameter COD, Turbiditi
dan
pH
dengan
menggunakan
elektroda Al didapat hasil seperti
yang ditampilkan pada Tabel 2.
Dari tabel 2, yaitu proses
elektokoagulasi dengan menggunakan
sepasang
elektroda
aluminium,
menunjukkan variasi waktu kontak
dan tegangan listrik yang diberikan
memberikan kenaikan harga pH yang
tidak signifikan, sedangkan untuk
parameter
COD
dan
turbiditi
dihasilkan tingkat penyisihan yang
sangat bagus. Penyisihan yang paling
baik dihasilkan pada waktu kontak
120 menit dan tegangan listrik 12
volt, baik untuk COD maupun
turbidity. Dari data yang di dapat
menunjukkan waktu kontak sangat
mempengaruhi penyisihan COD dan
turbiditi. Proses oksidasi dan reduksi
yang terjadi di anoda dan katoda,
menghasilkan reaksi sebagai berikut :
Pada Anoda
3 3 3 2 2 ( ) ( ) 3 ( ) 3 ( ) ( ) ( ) : 3 3 ( ) 3 ( ) 3 2 Al s Al aq e Al aq OH aq Al OH s Pada katoda H O l e H g OH Ion Al
3+yang dilepaskan pada anoda
akan bereaksi dengan ion OH
-dan
koloid-koloid yang bermuatan negatif
membentuk Al(OH)
3, dan endapan ini
perlahan-lahan akan mengendap di
dasar reaktor. Sedangkan reaksi
reduksi pada katoda menghasilkan
gas
hidrogen
(H
2)
yang
akan
membawa koloid-koloid zat pengotor
naik ke permukaan reaktor (flotasi).
Hal ini ditandai dengan adanya
gelembung/buih yang sangat banyak,
yang ikut membawa kotoran. Kedua
proses di atas sangat efektif dalam
meurunkan konsentrasi COD dan
kekeruhan
dalam
limbah
PKS.
Penurunan COD dengan konsentrasi
awal 16.000 mg/L berkurang menjadi
1600 mg/L. Hal ini diperjelas pada
Gambar 2 dan Gambar 3.
Gambar 2. Pengaruh Tegangan Listrik Terhadap Penyisihan COD Pada
Limbah Cair PKS Dengan Variasi Waktu Kontak dan
Elektroda Al.
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 0 5 10 15Tegangan Listrik (Volt)
C O D ( m g /L ) T = 30 Mnt T = 60 Mnt T = 90 Mnt T = 120 Mnt
34
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 0 2 4 6 8 10 12 14Tegangan Listrik (Volt)
T u rb id it i ( N T U ) T = 30 Mnt T = 60 Mnt T = 90 Mnt T = 120 Mnt
Gambar 3. Pengaruh Tegangan Listrik Terhadap Penyisihan Kekeruhan
(Turbiditi) Pada Limbah Cair PKS Dengan Variasi Waktu
Kontak dan Elektroda Al.
Dari Gambar 2 dan Gambar 3
dapat dilihat bahwa persen penyisihan
COD yang paling optimal diperoleh
sebesar 87 %, sedangkan persen
penyisihan turbiditi 91 % pada waktu
kontak 120 menit dan tegangan 12
volt.
Proses Elektrokoagulasi dengan
Elektroda Besi
Dari hasil analisa yang dilakukan
terhadap Limbah Cair PKS setelah
proses
elektrokoagulasi
terhadap
parameter COD, Turbiditi dan pH
dengan menggunakan elektroda Besi
didapat hasil seperti yang ditampilkan
pada Tabel 3.
Dari tabel 3, terlihat variasi waktu
kontak
dan
tegangan
listrik
memberikan penurunan yang cukup
signifikan
terhadap
COD
dan
turbiditi, tapi jika dibandingkan
dengan penggunaan elektroda Al,
penyisihan yang didapat jauh lebih
kecil
dengan
persen
penyisihan
masing-masing sebesar 73 % dan 72
%. Selama proses elektrokoagulasi
(EK) berlangsung, terjadi reaksi
oksidasi dan reduksi pada katoda dan
anoda sebagai berikut :
2 2 2 2 2
:
( )
(
)
2
(
)
2
(
)
(
) ( )
:
2
( )
2
( )
2
Pada anoda
Fe s
Fe
aq
e
Fe
aq
OH
aq
Fe OH
s
Pada katoda
H O l
e
H g
OH
Pada anoda, plat besi (Fe) yang
digunakan
akan
teroksidasi
menghasilkan ion Fe
2+, dimana ion ini
akan bereaksi dengan koloid-koloid
yang
bermuatan
negatif
dan
membentuk flok Fe(OH)
2. Makin
lama proses EK berlangsung, maka
akan semakin banyak koloid-koloid
yang terikat membentuk flok-flok.
Akibatnya terjadi penurunan jumlah
koloid pengotor, yang akhirnya akan
berdampak
pada
penurunan
konsentrasi COD dan kekeruhan dari
air limbah tersebut. Tetapi jika
dibandingkan dengan penggunaan
plat aluminium, persentase penyisihan
yang diperoleh sedikit lebih rendah.
Hal ini terjadi karena kemampuan ion
Aluminium (Al
3+) untuk berikatan
membentuk flok dengan
koloid-35
koloid pengotor jauh lebih besar
dibandingkan dengan kemampuan ion
Fe
2+. Penyisihan COD dan turbiditi
juga diperkuat dengan adanya proses
flotasi dari H
2yang membawa
kotoran-kotoran naik ke permukaan
ikut mempercepat proses penyisihan
kedua parameter tersebut. Hal ini
diperjelas dengan Gambar 4 dan
Gambar 5.
Partikel-pratikel koloid dalam
air akan memperlihatkan fenomena
yang disebut gerak Brown, dimana
partikel-partikel koloid akan bergerak
lurus
dengan
arah
yang
tidak
beraturan.
Gerak
Brown
akan
berlangsung terus menerus, karena
gaya-gaya yang bekerja pada partikel
akan dihasilkan terus menerus oleh
tumbukan antar partikel.
Grafik 4. Pengaruh Tegangan Listrik Terhadap Penyisihan
COD
Grafik 5. Pengaruh Tegangan Listrik Terhadap Penyisihan
turbiditi
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 0 2 4 6 8 10 12 14Tegangan Listrik (Volt)
C O D ( m g /L ) T = 30 Mnt T = 60 Mnt T = 90 Mnt T = 120 Mnt 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 0 2 4 6 8 10 12 14
Tegangan Listrik (Volt)
T u rb id it i (N T U ) T = 30 Mnt T = 60 Mnt T = 90 Mnt T = 120 Mnt