• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. putih. Yang betina jauh lebih besar dari pada jantan. Ukuran cacing betina sampai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. putih. Yang betina jauh lebih besar dari pada jantan. Ukuran cacing betina sampai"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Cacing Kremi (Enterobius vermicularis)

1. Morfologi Cacing Kremi (Enterobius vermicularis)

Cacing kremi (Enterobius vermicularis) dewasa berukuran kecil, berwama putih. Yang betina jauh lebih besar dari pada jantan. Ukuran cacing betina sampai 13 mm, sedangkan yang jantan sampai sepanjang 5 mm. Di daerah anterior sekitar leher, kutikulum cacing melebar. Pelebaran yang khas pada cacing ini disebut sayap leher (cevical alae). Usufagus cacing ini juga khas bentuknya oleh karena mempunyai bulbus esophagus ganda (double-bulp-oesophagus). Tidak terdapat rongga mulut pada cacing ini, akan tetapi dijumpai adanya 3 buah bibir. Ekor cacing betina lurus dan runcing sedangkan yang jantan mempunyai ekor yang melingkar. Di daerah ujung posterior ini dijumpai adanya spikulum dan papil-papil. Cacing jantan jarang dijumpai oleh karena sesudah mengadakan kopulasi dengan betinanya ia segera mati. (Dr.Soedarto,1995)

Seekor cacing betina memproduksi telur sebanyak 11.000 – 15.000 butir setiap harinya selama 2-3 minggu, sesudah itu cacing betina akan mati. Telur berbentuk lonjong, asimetrik, tidak berwarna, mempunyai dinding yang tembus sinar dan berisi larva yang hidup.

Telur cacing jarang ditemukan di usus, sehingga jarang ditemukan dalam tinja (Dr.Soedarto,1995). Ukuran telur Enterobius vermicularis yaitu 50 - 60 mikron x 20 - 32 mikron ( rata-rata 55 x 26 mikron).

(2)

2. Daur Hidup

Cacing dewasa terutama hidup di dalam sekum dan sekitar apendiks manusia. Untuk bertelur cacing betina sering kali mengadakan migrasi ke daerah sekitar anus. (Srisasi G,2004)

Manusia merupakan satu-satunya hospes definitif Enterobius vermicularis dan tidak diperlukan hospes perantara. Telur yang oleh cacing betina diletakkan di daerah sekitar perianal, dalam waktu enam jam telah menjadi telur yang infektif untuk manusia lain. Dalam keadaan lembab telur dapat hidup sampai 13 hari.

Selain itu, dapat pula terjadi autoinfeksi dan retrofeksi terhadap diri penderita sendiri. Telur yang masuk ke mulut atau juga bisa melalui jalan nafas, di dalam duodenum akan menetas. Larva rabditiform kemudian akan tumbuh menjadi cacing dewasa di jejunum dan bagian atas dari ileum. Untuk melengkapi siklus hidupnya, dibutuhkan waktu antara 2 sampai 8 minggu lamanya. (Dr.Soedarto, 1995)

Perkawinan atau persetubuhan cacing jantan dan betina kemungkinan terjadi di sekum, usus besar dan usus yang berdekatan dengan sekum. Mereka memakan isi usus penderitanya. Cacing jantan akan mati setelah kopulasi cacing betina mati setelah bertelur.( Fkunair 99 in artikel anak / pediatri, 2008 )

3. Infeksi Cacing Kremi dan Penularanya

Cacingan, salah satu penyakit tergolong tinggi kejadiannya di Indonesia. Penyebabnya hewan parasit berukuran mikro yang mengambil makanan dan usus yang berisi banyak sari makanan. Cacing masuk ke tubuh dalam fase larva

(3)

merupakan penyakit endemis dan kronis yang bisa meningkat tajam pada waktu musim hujan dan banjir.

Infeksi ini kontak langsung dengan telur cacing kremi infektif melalui tangan, dari dubur selanjutnya ke mulut sendiri atau ke orang lain atau secara tidak langsung melalui pakaian, tempat tidur, makanan atau bahan-bahan lain yang terkontaminasi oleh telur cacing kremi tersebut. Penularan melalui debu biasa terjadi pada rumah tangga dan asrama yang terkontaminasi berat. (dr. inyoman kandun, Mph, edisi 17 tahun 2000).

Larva cacing biasanya menyebar ke berbagai tempat untuk menginvasi tubuh manusia dengan memasuki tubuh melalui dua jalan yakni mulut saat makan makanan yang tidak dicuci bersih dan dimasak setelah terkontaminasi lalat yang membawa larva cacing, serta lewat pori-pori saat anak tak memakai alas kaki ketika berjalan di tanah. Lewat cara ini larva masuk ke pembuluh darah dan sampai di tempat yang memungkinkan perkembangannya seperti di usus, paru-paru, hati dan sebagainya. (Admin, 2008)

Telur cacing menjadi infektif beberapa jam setelah diletakkan dipermukaan dubur oleh cacing betina, telur dapat hidup kurang dari 2 minggu diluar pejamu. Larva dari telur cacing kremi menetas di usus kecil. Cacing muda menjadi dewasa di secum dan bagian atas dari usus (cacing betina yang pada masa gravid bermigrasi ke anus dan vagina menyebabkan pruritus setempat). Cacing kremi yang gravid biasanya bermigrasi di rectum dan dapat masuk ke lubang-lubang yang berdekatan. (dr. inyoman kandun,Mph, edisi 17 tahun 2000).

(4)

Perkembangannya membutuhkan waktu 1-3 minggu di tubuh manusia. Tahapan selanjutnya penderita biasanya kondisi gizi menurun

sehingga kesehatan mereka terganggu. Bila dibiarkan terlihat kulit anak pucat, tubuh mereka kurus serta perut membuncit karena kekurangan protein. Pada kondisi sangat berat, cacingan bisa menimbulkan peradangan pada paru yang ditandai dengan batuk dan sesak, sumbatan di usus, gangguan hati, kaki gajah dan perforasi usus. Pada keadaan ini obat cacing tidak lagi membantu secara optimal. Cacingan banyak di dapati pada daerah dimana kondisi kebersihan dibawah standar. (Admin, 2008)

B. Pendeteksian Infeksi Cacing Kremi

Pendeteksian infeksi cacing kremi merupakan suatu kegiatan atau upaya yang dilakukan oleh suatu kalangan untuk mengurangi, mengatasi, dan membantu masalah infeksi cacing kremi. Hal ini dimaksudkan supaya semua hasil riset baik klinis maupun riset laboratorium dapat digunakan sepenuhnya untuk membantu pendiagnosaan dan proteksi dini terhadap infeksi cacing kremi.

Pendeteksian infeksi cacing kremi dapat dilakukan dengan beberapa teknik pemeriksaan, salah satunya adalah teknik pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium diyakini dapat memberikan diagnosa pasti akan penyakit yang diderita pasien.

a. Teknik Diagnosa Laboratorim

Teknik diagnosis laboratorium untuk infeksi cacing kremi memiliki perbedaan yang berarti khususnya pada saat pengambilan spesimen pemeriksaan.

(5)

Cara memeriksa Enterobiasis yaitu dengan menemukan adanya cacing dewasa atau telur dari Enterobius vermicularis. Adapun caranya sebagai berikut:

1) Cacing Dewasa a). Makroskopis

Cacing kremi dapat dilihat secara makroskopis atau dengan mata telanjang pada anus penderita, terutama dalam waktu 1-2 jam setelah anak tertidur pada malam hari. Cacing kremi berwarna putih dan setipis rambut, mereka aktif bergerak.

b). Mikroskopis

Cacing dewasa dapat ditemukan didalam feses, dengan syarat harus dilakukan enema terlebih dahulu, yaitu memasukkan cairan kedalam rektum agar cacing dewasa keluar dari rectum. (Soejoto dan Soebari, 1996)

Cacing dewasa yang ditemukan di dalam feses, dicuci dalam larutan NaCl agak panas, kemudian dikocok sehingga menjadi lemas, selanjutnya diperiksa dalam keadaan segar atau dimatikan dengan larutan fiksasi untuk mengawetkan. Nematoda kecil, seperti Enterobius vermicularis dapat juga difiksasi dan diawetkan dengan alkohol 70% yang agak panas. (Brown H.W, 1983)

2) Telur Cacing

Diagnosa dari infeksi cacing kremi didasarkan atas ditemukanya telur yang khas, yaitu berdinding tebal, berbentuk seperti “base ball” dengan salah satu sisi merata. Karena ukuran telur yang mikro, yaitu 50 - 60 mikron x 20 -

(6)

32 mikron ( rata-rata 55 x 26 mikron), maka telur hanya dapat di diagnosa secara mikroskopis dengan bantuan mikroskop.

a). Metode Pemeriksaan Telur Cacing dengan Bahan Tinja 1. Metode Langsung

Metode pemeriksaan telur cacing ini paling sederhana dan paling mudah dilakukan. Teknik ini dapat dikerjakan menggunakan kaca penutup maupun tanpa kaca penutup.

Prinsip dasar pembuatan sediaan dengan cara langsung yaitu, membuat sediaan setipis mungkin yang tidak ada gelembung udara di dalamnya. Pemeriksaan cacing ini hanya dapat memberikan hasil secara kualitatif dengan hasil positif atau negatif saja.

(7)

2. Metode Tidak Langsung

Metode tidak langsung disebut juga teknik konsentrasi. Dalam metode ini telur cacing tidak lansung dibuat sediaan tetapi sebelum dibuat sediaan sampel diperlakukan sedemikian rupa sehingga telur diharapkan dapat terkumpul. Teknik konsentrasi merupakan teknik yang sering dikerjakan karena cukup murah dan mudah mengerjakanya. Pada teknik konsentrasi ini dapat dibedakan menjadi beberapa cara , yaitu:

a. Sedimensi / pengendapan (Metode Faust dan Rossell, 1964)

Prinsipnya: Dengan adanya gaya sentifuge dapat memisahkan antara suspensi dan supernatan sehingga telur cacing dapat terendap.

b. Flotasi (Pengapungan) dengan larutan NaCl jenuh (Metode Wills,1921)

Prinsipnya: Bj telur lebih kecil dari Bj NaCl jenuh sehingga mengakibatkan telur cacing mengapung dan menempel pada kaca penutup.

c. Teknik Kato ( Kato dan Miura, 1954)

Prinsipnya: Adanya malachylt green dapat memperjelas telur cacing dengan preparat tebal, telur cacing akan mudah ditemukan .(Illhude HD, 1992)

(8)

e. Teknik AMS (Acid - sodium sulfat - tricone-ether concentration) (Hunter et al, 1948)

f. Teknik hitung telur (Stall,1923) g. Metode Beaver (1950)

b). Metode Pemeriksaan Telur Cacing dengan Anal Swab

Metode pemeriksaan telur cacing ini, merupakan metode yang banyak digunakan pada saat ini. Karena telur mudah ditemukan dengan menghapus daerah sekitar anus. Metode ini biasa disebut dengan teknik anal swab.

Prinsipnya: Ujung batang gelas atau spatel lidah dilekatkan dengan Scoth Adhesive Tape. Dilakukan pengambilan sampel di daerah anus penderita, sehingga didapat telur cacing yang menempel pada kaca benda.(Illhude HD, 1992)

b. Keuntungan dan kerugian Teknik Diagnosa Laboratorium

Ketepatan memilih teknik laboratorium sangat penting untuk pengetahuan analitik pemeriksaan. Salah satunya adalah mengetahui keuntungan dan kerugian dari masing-masing metode yang akan digunakan.

Metode langsung mempunyai keuntungan yaitu lebih murah dikerjakan, sehingga kesalahan tekniknya lebih kecil dan tidak mudah kering atau terkontaminasi dengan lingkungan sekitar. Sedangkan kerugian metode bahan feses ini yaitu jika bahan untuk membuat sediaan secara langsung terlalu banyak, maka preparat menjadi tebal sehingga telur menjadi tertutup oleh unsur-unsur lain

(9)

yang menyebabkan telur sulit ditemukan dan apabila preparat terlalu tipis, preparat cepat kering sehingga telur mengalami kerusakan.

Metode tidak langsung yang sering disebut metode konsentrasi ini mempunyai keuntungan yaitu menghasilkan persediaan yang bersih dari pada metode yang lain karena kotoran didasar lambung dan elemen-elemen parasit ditemukan pada lapisan permukaan larutan. (Lynne S Garcia,1996). Kerugianya yaitu larutan pengapung yang digunakan tidak dapat mengapungkan telur karena berat jenis lebih dari 1,200 dan apabila berat jenis larutan ditingkatkan akan menyebabkan disborksi pada telur dan protozoa. (Lynne S Garcia,1996)

Secara umum pemeriksaan telur cacing dikerjakan dengan kedua metode diatas, namun untuk pemeriksaan infeksi cacing kremi sampel feses tidak akan banyak membantu bahkan memberikan peluang terjadinya hasil pemeriksaan yang negatif palsu (false negative).

Seperti halnya dengan bahan feases, metode anal swab (Graham Schoth) yang mengunakan teknik pengambilan sampel dari anal mempunyai keuntungan yaitu praktis, mudah dan cepat dikerjakan dalam hitungan waktu. Dapat dibuktikan bahwa alat ini merupakan teknik terbaik pada saat ini untuk pemeriksaan cacing kremi dengan hasil yang diperoleh maksimal. Sedangkan kerugianya adalah mahal, alat susah didapatkan, tidak efektif untuk kegiatan survai, rumit pemakaianya, dan menimbulkan rasa sakit pada probndus.

C. Metode Anal Swab 1. Teknik Graham scoth

(10)

Menurut teknik pengambilan sampel infeksi cacing kremi, telur paling mudah ditemukan dengan menghapus daerah sekitar anus yang biasa disebut teknik anal swab. Anal swab adalah alat dari batang gelas atau spatel lidah yang pada ujungnya dilekatkan scoth adhesive tape.

Menurut Graham 1941, Teknik Anal Swab (Graham scoth) digunakan untuk memperoleh telur Enterobius Vermicularis dari area anal dan perianal dengan perekat Adhesive tape yang kuat yang ada pada sisi luar bagian ujung spatel lidah terbuat dari kayu atau batang gelas. (Paul C, Beaver, Rodner C Jang,1975). Bila adhesive tape ditempelkan di daerah sekitar anus, telur cacing akan menempel pada perekatnya, kemudian adhesive tape diratakan pada kaca benda dan dibubuhi sedikit toluol diantara kaca sediaan tape supaya jernih.

Setiap telur berisi embrio yang telah berkembang sempurna akan menjadi infektif dalam beberapa jam setelah diletakkan sediaan pita plastik perekat (scoth Adhesive Tape). (lyne S Grasia David A Bruckner,1996).

Pengambilan sampel berdasarkan prinsip teknik anal swab secara umum adalah bermacam-macam modifikasi dari :

1) Penghapus (=swab) N.I.H cellophane 2) Penghapus pita Graham scoth

3) Obyek glass

4) Gelas penumbuk yang dibasahi dengan air yang dikocok (pestle)

Macam-macam penghapus lainya, misalnya penghapus dengan kertas toilet kecuali cellophane, penghapus kain dengan air yang dikocok, penghapus

(11)

kain yang dibasahi dengan campuran vaseline dan paraffin, dan sikat dari bulu unta pernah juga digunakan. Modifikasi dari pita penghapus Graham Scoth memberikan hasil yang terbaik dan merupakan cara yang selalu digunakan kecuali untuk penderita yang berambut pada anusnya. (Bagian bawah penumbuk yang kasar dan basah kira-kira sudah cukup dan memberi contoh yang luas pada daerah kulit). (Soejoto dan Soebari, 1996). Apusan prianal yang diambil dari penderita memprasyaratkan kondisi tertentu sehingga bahan apusan yang diambil layak dan diyakini akan memberikan hasil pemeriksaan laboratorium yang sebenarnya. Bahan apusan perianal yang diambil dari penderita saat pagi hari selepas bangun tidur sebelum mandi, buang air besar dan aktivitas lain yang dapat menghilangkan telur cacing di daerah prianal. (Srisasi, 2004). Menurut Bertinna B Wentworth, phd, bahan perianal sebaikanya dikumpulkan antara jam 9 malam sampai tengah malam atau dikumpulkan beberapa hari untuk menghindari infeksi karena cacing betina yang kemungkinan tidak berpindah setiap hari.

Dalam pemeriksaan, teknik ini dilakukan berulang dalam beberapa hari berturut – turut, karena cacing betina yang hamil bermigrasi tidak teratur. Sekali pemeriksaan dengan “swab” hanya menemukan kira–kira 50 persen dan pemeriksaan pada 7 hari berturut – turut diperlukan untuk menyatakan seorang bebas dari infeksi cacing kremi. (Brown, HW 1985) kemudian diagnosa dilakukan dibawah mikroskop perbesaran 100x.

2. “Periplaswab”

Seperti halnya dengan Graham Scoth, “Periplaswab” merupakan modifikasi dari teknik Graham scoth yang dirancang untuk pemeriksaan infeksi

(12)

cacing kremi. Prinsip metode ini didasarkan pada teknik pemeriksaan anal swab dengan scoth Adhsive Tape dan Obyek Glass sebagai bahan utama, dimana pada teknik, persiapan, pengambilan, dan pemeriksaan sampel sama.

Bahan yang digunakan berupa mika dan selotipe yang didesain sedemikian rupa dengan cetakan terbuat dari plastik. Cetakan ini dapat digunakan lebih dari satu kali pemeriksaan. Sampel diambil langsung dari probandus dengan cara menempelkan bahan pada perianal sebanyak tiga kali dan kemudian dilakukan pemeriksaan dibawah mikroskop perbesaran 10 x.

Berdasarkan pengujianya, teknik modifikasi ini telah diuji coba secara laboratoris yang diharapkan memiliki keunggulan dari segi efisiensi dan efektivitas dalam pendeteksian infeksi cacing kremi. Efisiensi merupakan suatu ketepatgunaan, kedayagunaan, atau keefisienan. Artinya sesuatu yang mudah dan tepat untuk dikerjakan, tidak membuang-buang waktu, tenaga ataupun biaya. Tingkat efisiensi “periplaswab” dapat diukur dari kemampuannya menekan biaya dan waktu pemeriksaan dengan tidak mengesampingkan hasil laboratorium. Efektivitas merupakan suatu keadaan efektif yang mudah dan tepat dalam memberikan hasil. Efektivitas “Periplaswab” dapat diukur dari segi ketepatan hasil yang diperoleh dengan cara menemukan jumlah telur persatuan luas (cm2). Selain itu, jumlah telur cacing dapat dihitung dalam satu kali pemeriksaan persatu lapang pandang satuan luas (cm2)

Rumus :

Jumlah telur yang ditemukan Jumlah telur cacing = ⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯

Luas lapang pandang = /cm2

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil peninjauan literatur pada tabel 1, dapat disimpulkan bahwa kriteria subject menekankan kepada seberapa paham pengguna atas informasi yang disajikan oleh

Mulai edisi Mei 2016 hingga Mei 2017, jurnal SOSIOHUMANIKA telah dikelola oleh para Dosen dari UPI (Universitas Pendidikan Indonesia) di Bandung, dan diterbitkan oleh Minda

Untuk memperoleh pemahaman yang sama dalam melaksanakan kegiatan dimaksud, maka disusun Panduan Penyelenggaraan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan Bagi Balita

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Pendidikan dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang

11 Program Peningkatan Kualitas dan Akses Informasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup. 11.1 Pengembangan data dan informasi lingkungan

Bagian berikutnya pada tulisan ini secara berturut-turut akan membahas tentang reliance auditor ekternal dan komite audit terhadap pekerjaan auditor internal,

Request masuk pada web server 1 Ketika ip load balancer di akses sebuah static page seperti pada gambar 5 akan muncul, dan seperti disebutkan request tersebut

dibangun pada saat pemerintahan sultan Pakubuwono III tahun 1763 dan selesai ditahun 1768 diatas tanah seluas 19.180 meter persegi. Masjid ini termasuk kedalam katagori